Pendekatan Pada Pasien Ansietas

47
Pendekatan pada Pasien Ansietas Gangguan ansietas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering ditemukan di Amrika Serikat dan di seluruh dunia. Studi menunjukkan bahwa gangguan ini meningkatkan morbiditas, penggunaan pelayanan kesehatan, dan hendaya fungsional. Pemahaman neuroanatomi dan biologi molekular ansietas menjanjikan pengertian baru mengenai etiologi dan terapi yang lebih spesifik (dengan demikian lebih efektif) pada masa mendatang. 1,2 Definisi Ansietas A. Ansietas dan Takut ansietas dan takut sulit dibedakan dari segi klinis. Ketakutan mengarah pada rasa takut dan firasat yang muncul sebagai respon dari kejadian yang mengancam, sedangkan ansietas berasal dari stimulus internal yang tidak diketahui penyebabnya atau dari stimulus eksternal yang terlalu banyak. 1,2 B. Manifetasi Ansietas 1. Gejala klinis: gejala-gejala otonom, seperti takikardia, takipnea, diaforesis, kepala terasa ringan 2. Gejala afektif: berkisar antara rasa takut yang ringan hingga panik 3. Perilaku: perilaku menghindar atau kompulsif 4. Kognitif: khawatir, obsesi, dan pemikiran adanya gangguan emosional Ansietas cenderug menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya persepsi waktu dan ruang, tetapi juga orang dan arti peristiwa. Distorsi ini dapat mengganggu proses pembelajaran dengan menurunkan konsentrasi, mengurangi daya ingat, dan mengganggu 1

description

Ansietas itu mencapekan

Transcript of Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Page 1: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Pendekatan pada Pasien Ansietas

Gangguan ansietas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering ditemukan di Amrika Serikat dan di seluruh dunia. Studi menunjukkan bahwa gangguan ini meningkatkan morbiditas, penggunaan pelayanan kesehatan, dan hendaya fungsional. Pemahaman neuroanatomi dan biologi molekular ansietas menjanjikan pengertian baru mengenai etiologi dan terapi yang lebih spesifik (dengan demikian lebih efektif) pada masa mendatang.1,2

Definisi Ansietas

A. Ansietas dan Takut

ansietas dan takut sulit dibedakan dari segi klinis. Ketakutan mengarah pada rasa takut dan firasat yang muncul sebagai respon dari kejadian yang mengancam, sedangkan ansietas berasal dari stimulus internal yang tidak diketahui penyebabnya atau dari stimulus eksternal yang terlalu banyak. 1,2

B. Manifetasi Ansietas1. Gejala klinis: gejala-gejala otonom, seperti takikardia, takipnea, diaforesis, kepala

terasa ringan2. Gejala afektif: berkisar antara rasa takut yang ringan hingga panik 3. Perilaku: perilaku menghindar atau kompulsif4. Kognitif: khawatir, obsesi, dan pemikiran adanya gangguan emosional

Ansietas cenderug menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya persepsi waktu dan ruang, tetapi juga orang dan arti peristiwa. Distorsi ini dapat mengganggu proses pembelajaran dengan menurunkan konsentrasi, mengurangi daya ingat, dan mengganggu kemampuan menghubungkan satu hal dengan yang lainnya, yaitu membuat asosiasi. 1,2

Aspek penting emosi adalah efeknya pada selektivitas perhatian. Orang yang mengalami ansietas cenderung memperhatikan hal tertentu di dalam lingkungannya dan mengabaikan hal lain dalam upaya untuk membuktikan bahwa mereka dibenarkan untuk menganggap situasi tersebut menakutkan. Jika keliru dalam hal membenarkan rasa takutnya, mereka akan meningkatkan ansietas dengan respons yang selektif dan membentuk lingkaran setan ansietas, persepsi yang mengalami distorsi, dan ansietas yang meningkat. Jika sebaliknya, mereka keliru menetramkan diri mereka dengan pikiran selektif, ansietas yang tepat dapat berkurang, dan mereka dapat gagal mengambil tindakan pertahanan yang perlu. 1,2

C. Ansietas Patologis dan Ansietas “Normal”

1

Page 2: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Gejala yang tidak spesifik dari ansietas dapat menyebabkan underdiagnosis dari ansietas yang patologis. Ansietas patologis memerlukan evaluasi dan dapat disingkirkan dari ansietas “normal” dengan empat kriteria berikut:

1. Otonom: hubungan penyebab distress yang minimal dengan penyebab eksternal2. Instensitas: ketidaknyamanan yang tinggi dan keparahan gejala3. Durasi: gejala yang persisten4. Perilaku: adanya perilaku berstrategi (misalnya, perilaku yang kompulsif atau

cenderung menghindar)

Etiologi

A. Sistem noradrenergik pusatStimulasi Locus Coecuruleus (LC), sumber utama inervasi noradrenergik otak yang menyebabkan serangan panik. Agen yang memblok stimulasi LC (misalnya antidepresan, benzodiazepine poten tinggi) menurunkan serangan panik dan ansietas.

B. Sistem limbik (termasuk area hipocampus)Sistem limbik memediasi cemas yang menyeluruh, khawatir, dan vigilan. Konsentrasi benzodiazepine yang tinggi pada area ini memodulasi ansietas dengan meningkatkan pengikatan inhibitor neurotrasmintter gamma-amino butyric acid (GABA).

C. Sistem serotonergik dan neuropeptidaBadan sel sebagian besar neuron serotonergik terletak di raphe nuclei di batang otak pars rostralis dan menyalurkan impuls ke korteks serebri, sistem limbik (termasuk amigdala dan hipokampus), serta hipotalamus. Jika ada gangguan di sistem otak tersebut akan memungkinkan pelepasan agen serotonergik yang mengakibatkan ansietas. Haluusinogen serotonergik dan stimulan (misalnya, LSD dan MDMA) dapat menyebabkan pelepasan serotonergik. 3

Epidemiologi

Gangguan ansietas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang paling sering ditemukan. National Comorbidity Study melaporkan perempuan (prevalensi seumur hidup 30,5%) lebih cenderung lebih cenderung mengalami gangguan ansetas daripada laki-laki (prevalensi seumur hidup 19,2%). Prevalensi gangguan ansietas menurun dengan meningkatnya status sosial ekonomik. Sebagian besar pasien ansietas ditemukan pada primary care termasuk emergency room. 3

Dampak Gangguan Ansietas pada Kualitas Hidup

2

Page 3: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Gangguan ansietas biasanya ditandai dengan gangguan fungsi fisik dan psikososial yang sebanding dengan kualitas hidupnya. Gangguan panik mengarah pada deteriorasi kesehatan fisik dan mental, dan meningkatnya penyalahgunaan alkokol, masalah pernikahan, dan percobaan bunuh diri. Gangguan panik dan fobia dapat disertai peningkatan angka mortalitas penyakit jantung pada laki-laki. Gangguan panik disertai penggunaan obat yang terlalu banyak. Pasien dengan gangguan panik kehilangan hari kerja yang produktif sebanyak dua kali lipat dari populasi umumnya, 25% pasien panik yang kronik tidak bekerja dan dapat sampai sepertiganya butuh bantuan hidup atau kecacatan. 3,4

Masalah Diagnosis Panik pada Primary Care

Sebagian besar pasien ansietas dan depresi menunjukkan gejala somatik daripada gejala afektif. Intensitas gejala somatik dapat menyelubuni penyakit psikitarik yang mendasarinya dan mengarahkan tatalaksana yang salah

Diagnosis Banding

Pendekatan diagnosis pada pasien ansietas harus dibedakan dari tiga kondisi yang menjadi penyebabnya, antara lain:

1. Faktor organik (riwayat penyakit medis atau efek samping dari obat-obatannya)2. Gangguan psikiatrik primer (misalnya, gangguan panik atau depresi)3. Distress yang berhubungan dengan situasi atau reaktivasi

Faktor organik penyebab gangguan ansietas

Assesstment pada pasien ansietas termasuk evaluasi pada gangguan medis pada pasien (misalnya, PPOK), komplikasinyaa (misalnya, hipoksia), dan penatalaksanaannya (bronkodilator). Ansietas disertai dengan gangguan organik menampakkan gejala klinis dan kurang disertai kebiasaan menghindar atau trauma emosional. Evaluasi diagnosis harus langsung tertuju pada temuin klinis fisik yang paling dekat dengan gejala ansietas (misalnya, temuan klinis pola nafas dangkal). Ada enam faktor yang menyertai gangguan ansietas organik dan dapat membantu menyingkirkan dari gangguan ansietas primer:

1. Onset gejala ansietas terjadi setelah > 35 tahun2. Tidak adanya riwayat gangguan ansietas sebelumnya atau pada riwayat keluarga 3. Tidak adanya riwayat yang signifikan gangguan ansietas, fobia, separation anxiety

pada masa kanak-kanak4. Tidak adanya kejadian signifikan dalam hidup yang menyebabkan eksaserbasi gejala

ansietas5. Tidak adanya kebiasaan yang menghindar

3

Page 4: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

6. Kurangnya respon pada pengobatan antipanik

Gangguan Psikiatri Primer

A. Gangguan panik

Gangguan panik merupakan salah satu jenis gangguan cemas kronik yang ditandai oleh serangan panik parah yang berulang dan tak terduga. Frekuensi serangannya bervariasi mulai dari beberapa kali serangan dalam setahun hingga beberapa serangan dalam sehari. Serangan panik terjadi mendadak tanpa disebabkan oleh zat (seperti kafein), pengobatan, atau kondisi medis (seperti tekanan darah tinggi), dan selama serangan penderita mungkin mengalami sensasi seperti detak jantung meningkat atau tidak teratur, sesak napas, pusing, atau takut kehilangan kontrol atau “gila”. 5,6

Pasien gangguan panik sering ditemukan pada mereka yang berada pada usia produktif, yakni antara 18-45 tahun. Selain itu, penderita gangguan panik lebih umum ditemukan pada wanita terutama mereka yang belum menikah serta wanita post-partum. Serangan panik jarang ditemukan pada wanita hamil.5,6

Untuk mendiagnosis serangan panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala berikut ini:

Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila Takut mati Leher terasa dicekik Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada Merasa sesak, nafas pendek Mual atau distres abdominal Gemetaran Berkeringat Rasa panas di kulit, menggigil Mati rasa, kesemutan Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri) selama serangan

panik, pasien senantiasa berkeinginan untuk kabur dan merasa ajalnya hampir menjelang akibat perasaan tercekik dan berdebar-debar.

Gejala lain yang dapat timbul pada serangan panik adalah sakit kepala, tangan terasa dingin, timbulnya pemikiran-pemikiran yang mengganggu, dan merenung.3,7

Meskipun diagnosis panik membutuhkan 4 gejala dari 13 gejala, banyak pasien dengan gejala serangan yang minimal. Gejala dapat tumpang-tindih dengan penyakit medis lainnya yang menampakkan gejala yang sama dengan gangguan panik.

Gangguan panik pada umumnya muncul pada usia 20-30 tahunan dari usia kehidupan meskipun banyak pasien mengalami gangguan panik pertama kalinya pada usia kanak-kanak.

Agorafobia

4

Page 5: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Pasien dengan agorafobia sering secara kaku menghindari situasi yang dalam situasi tersebut akan sulit didapatkan bantuan. Mereka lebih memilih ditemani anggota keluarga atau teman dijalan yang ramai, toko yang ramai, ruang tertutup (seperti terowongan, jembatan dan lift), serta kendaraan tertutup (seperti kereta api bawah tanah, bus dan pesawat). Pasen selalu meminta ditemani saat meninggalkan rumah. Perilaku ini mengakibatkan masalah perkawinan yang dapat disalahdiagnosiskan sebagai masalah utama. Pasien yang parah dapat menolak meninggalkan rumah. Disamping agorafobia, fobia lain dan gangguan obsesif kompulsif dapat ada bersamaan dengan gangguan panik. Akibat psikososial gangguan panik dan agorafobia, di samping masalah perkawinan, dapat mencakup hilangnya waktu dari pekerjaan, kesulitan finansial karena hilangnya pekerjaan, dan penyalahgunaan alkohol serta zat lain.8

Sebagian besar kasus agorafobia dianggap disebabkan gangguan panik. Ketika gangguan panik diobati, agorafoia sering membaik seiring waktu. Untuk perbaikan agorafobia yang cepat dan sempurna, kadang-kadang diindikasikan terapi perilaku. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik sering menimbulkan ketidakmampuan dan bersifat kronis, serta gangguan depresif dan ketergantungan alkohol sering mempersulit ganguan.8

Agorafobia Tanpa Riwayat Gangguan PanikKriteria diagnosis DSM-IV-TR agorafobia tanpa riwayat gangguan panik didasarkan

pada rasa takut akan ketidakmampuan mendadak atau gejala yang memalukan. Sebaliknya, kriteria ICD-10 mengisyaratkan adanya fobia yang saling berhubungan atau tumpang tindih tetapi tidak mensyaratkan adanya rasa takut akan ketidakmampuan dan gejala yang memalukan.8,9

Kriteria DSM-IV-TR juga memasukkan penghindaran situasi yang didasarkan pada kekhawatiran terkait gangguan medis (misalnya rasa takut menderita infark miokardium pada pasien dengan penyakit jntung yang parah).8,9

Diagnosis banding agorafobia tanpa riwayat gangguan panik mencakup semua ganggguan medis yang dapat menyebabkan ansietas atau depresi. Diagnosis banding psikiatri mencakup gangguan depresif berat, skizofrenia, gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian menghindar, dan gangguan kepribadian dependen. 8,9

Penatalaksanaan panik terdiri dari penatalaksanaan secara farmakoterapi dan psikoterapi. Tujuan utama penatalaksanaan gangguan panik adalah untuk mengurangi atau mengeliminasi gejala serangan panik, mencegah dan mengantisipasi ansietas serta mengatasi keadaan komorbid yang menyertainya.2 Penggunaan modalitas terapi harus diperhatikan dari segi faktor resiko serta keuntungan dari masing-masing terapi sesuai dengan kebutuhan masing-masing dari penderita. 8,9

Alprazolam dari golongan Benzodiazepin dan Paroksetin dari golongan Selective Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI) adalah dua obat yang disetujui untuk terapi gangguan panik. Kombinasi SSRI atau obat Trisiklik dan Benzodiazepin atau SSRI dan Litium atau obat Trisiklik dapat dicoba. Apabila terapi yang digunakan efektif, terapi dilanjutkan selama 8 sampai 12 bulan. Pada terapi yang tidak memberikan respon harus dikaji ulang adanya keadaan komorbid seperti depresi, penggunaan alkohol atau penggunaan zat. 8,9

Apa treatment lini pertama? SSRI dan Venlafaxine (SNRI)

5

Page 6: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Cognitive-behavorial therapy

Kapan terapi harus dihentikan oleh karena

kurangnya efikasi?

Setelah 4-6 minggu

Bagaimana jika ada sebagian respon yang

nampak setelah 4-6 minggu?

Obati 4-6 minggu lainnya dengan peningkatan

dosis sebelum mengubah strategi tatalaksana

Pilihan terapi apa yang digunakan pada kasus

resisten terapi?

- Mengganti dari satu jenis SSRI ke jenis

lainnya

- Mengganti venlafixine ke SSRI atau vice

verca

- Mengganti dengan Tricyclic

Antidepressants

- Ganti ke Benzodiazepin, Rebosektin,

Fenelzin, atau Moclobeminde.

- Ganti dengan obat yang efektif pada

laporan kasus: Mirtazapin, Valproat,

Inositol, Ondansetron, Gabapentin,

Tiagabine, Vigabatrin

- Ganti dengan obat yang efektif pada

penyakit cemas lainnya dengan studi

double-blind, placebo-controlled:

Dulosektin, Quetiapin, Buspiron.

Dapatkan obat antipanik dikombinasi? Biasanya, monoterpi merupakan pilihan yang

lebih baik. Pada kasus resisten terapi dapat

digunakan kombinasi obat. Kombinasi obat

berikut didukung oleh studi:

- Benzodiazepin dapat digunakan sebagai

kombinasi pada minggu pertama sebelum

onset efikasi antidepresan

- Penggantian Fluosektin dengan Pindodol

- Penggantian Clomipramine dengan

Lithium

- Penggantian dengan Olanzapin

Tabel 2. Algoritma Penatalaksanaan Gangguan Panik (Stein, DJ et al. Textbook of Anxiety

Disorders, 2009)

No Nama Generik Golongan Sediaan Dosis Anjuran

6

Page 7: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

1. Imipramine Trisiklik Tab. 25 mg 75-150 mg/hari

2. Clomipramine Tab. 25 mg 75-150 mg/hari

3. Alprazolam

Benzodiazepin

Tab. 0,25-0,5-1

mg

3x 0,25-0,5 mg/hari

4. Diazepam Tab. 25 mg Peroral 10-30

mg/hari, 2-3x/hari,

Parental IV/IM 2-

10 mg/kali, setiap

3-4 jam

5. Klordiazepoksoid Tab. 5 mg

Caps. 5 mg

15-30 mg/hari

2-3 x/hari

6. Lorazepam Tab. 0,5-2 mg 2-3x 1 mg/hari

7. Clobazam Tab. 10 mg 2-3x 10 mg/hari

8. Brumazepin Tab. 1,5-3-6 mg 3x 1,5 mg/hari

9. Oksazolom Tab. 10 mg 2-3x 10 mg/hari

10. Klorazepat Caps. 5-10 mg 2-3x 5 mg/hari

11. Prazepam Tab. 5 mg 2-3x 5 mg/hari

12. Moclobemide RIMA (Reversible Inhibitor

of Monoamine Oxydase-A)

Tab. 150 mg 300-600 mg/hari

13. Sertraline

SSRI (Selective Serotonine

Reuptake Inhibitor)

Tab. 50 mg 50-100 mg/hari

14. Fluoxetine Caps. 10-20 mg 20-40 mg/hari

15. Paroxetine Tab. 20 mg 20-40 mg/hari

16. Fluvoxamine Tab. 50 mg 50-100 mg/hari

17. Citalopram Tab. 20 mg 20-40 mg/hari

18. Buspiron Obat lain Tab. 10 mg 15-30 mg/hari

Tabel 1: Nama generik, golongan, sediaan, dan dosis anjuran anti panik (sumber: Farmakologi dan terapi FKUI, 2007)

Terapi kognitif dan perilakuMerupakan terapi yang efektif untuk gangguan panik yang memerlukan usaha serta

kerjasama dari terapis dan individu itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa psikoterapi ini mengungguli terapi secara farmakologis, beberapa yang lain mengatakan hal yang sebaliknya. Tetapi kombinasi farmakologi dan psikoterapi lebih efektif dibandingkan terapi itu secara tersendiri.3 Dua fokus utama terapi kognitif gangguan panik adalah instruksi mengenai keyakinan pasien yang salah dan informasi mengenai serangan panik. Instruksi

7

Page 8: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

mengenai keyakinan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien untuk salah mengartikan sensai tubuh ringan sebagai tanda khas akan terjadinya serangan panik, ajal, atau kematian. Informasi mengenai serangan panik mencakup penjelasan bahwa ketika serangan panik ini terjadi terbatas waktu dan tidak mengancam nyawa.

Terapi ini secara tidak langsung mengajak individu untuk membentuk kembali pola perilaku menjadi lebih rasional serta restrukturisasi kognitif. Individu dilatih untuk membuat daftar pengalaman harian serta cara individu dalam menyikapi berbagai peristiwa yang dialami dan dilakukan evaluasi setiap kali pertemuan. Pada sebuah penelitian mengenai perbandingan terapi kognitif dan perilaku dengan terapi perilaku itu sendiri, diperoleh fakta bahwa terapi kognitif dan perilaku keduanya menjadi kombinasi terapi yang lebih unggul secara bersama-sama dibandingkan dengan hanya dilakukan terapi perilaku saja.9

Terapi RelaksasiTerapi ini bermanfaat secara relatif cepat untuk meredakan serangan panik dan

memenangkan individu. Tujuan terapi relaksasi adalah memberikan pasien rasa kendali mengenai tingkat ansietas dan relaksasi. Teknik dasar menggunakan terapi relaksasi otot dan membayangkan situasi yang membuat santai sehingga pasien menguasai teknik yang dapat membantu saat terjadi serangan panik.3,10 Individu diperkenalkan kepada sensasi ketegangan dan sesudah itu sensai relaks. Individu harus bisa membedakan antara sensasi saat panik dengan sensasi relaks. Lazarus menggabungkan teknik terapi relaksasi dengan pernapasan.7

Hiperventilasi dianggap berhubungan dengan serangan panik yang mungkin berkaitan dengan sejumlah gejala seperti pusing dan pingsan, pendekatan langsung adalah melatih pasien untuk melakukan hiperventilasi. Lazarus juga mengatakan bahwa terapi hipnosis dapat digunakan untuk menginduksi relaksasi.

Relaksasi dapat berfungsi sebagai teknik tunggal atau sebagai kombinasi bersama terapi lainnya, seperti terapi perilaku dan desentisasi sistematik. Sebelum dilakukan terapi relaksasi, individu perlu dipersiapkan dan diberi penjelasan yang cukup agar dapat bekerja sama dan memfokuskan dirinya untuk melakukan relaksasi itu sendiri.2 Tehnik relaksasi ini sebaiknya tidak digunakan untuk keadaan asma bronkial, pasien dengan psikosis akut, depresi agitatif, atau yang mudah terkena disosiasi. Pada permulaan terapi relaksasi pada gangguan panik dapat timbul ansietas yang diinduksi oleh relaksasi itu sendiri.Pelatihan pernapasan

Karena hiperventilasi yang berhubungan dengan serangan panik mungkin berkaitan dengan sejumlah gejala seperti pusing dan pingsan, satu pendekatan langsung untuk mengendalikan serangan panik adalah melatih pasien mengendalikan dorongan untuk melakukan hiperventilasi. Setelah pelatihan seperti itu, pasien dapat menggunakan tehnik untuk membantu mengendalikan hiperventilasi selama serangan panik.

Pajanan in vivoPajanan in vivo dahulu merupakan terapi perilaku lazim untuk gangguan panik.

Tehnik ini meliputi pemajanan pasien terhadap stimulus yang ditakuti yang semakin lama semakin berat: dari waktu ke waktu pasien menjadi mengalami desensitisasi terhadap pengalaman tersebut. Dahulu, fokusnya adalah pada stimulus eksternal; baru-baru ini, tehnik

8

Page 9: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

ini telah mencakup pajanan sensasi internal yang ditakuti pasien (contohnya, takipnea dan rasa takut mengalami serangan panik).10

B. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)

Definisi Gangguan Cemas Menyeluruh

Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kekhawatiran yang berlebih dan meresap disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien. Beberapa gejala somatik yang dialami adalah ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, keluhan epigastrik dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.10

Epidemiologi Gangguan Cemas Menyeluruh

Prevalensi gangguan cemas menyeluruh antara 3-8% dan rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Usia onset sukar untuk ditentukan karena mereka melaporkan mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat.

Etiologi Gangguan Cemas Menyeluruh

Faktor Biologi

Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya gangguan ini adalah lobus oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepin tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada timbulnya gangguan ini. Pada pasien juga ditemukan sistem serotonergik yang abnormal. Neurotransmitter yang berkaitan adalah GABA, serotonin, norepinefrin, glutamat, dan kolesitokinin. Pemeriksaan PET (Positron Emission Tomography) ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih otak. 10

Teori Genetik

Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien gangguan anxietas menyeluruh dan gangguan depresi mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita juga mengalami gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.3,4

Teori Psikoanalitik

9

Page 10: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif anxietas dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih matang lagi dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting. Anxietas kastrasi berhubungan dengan fase oedipal sedangkan anxietas superego merupakan ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri (merupakan anxietas yang paling matang). 3,4

Teori Kognitif Perilaku

Penderita berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungannya, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negatif terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman. 3,4

Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Cemas Menyeluruh

Gejala utama adalah anxietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas. 3,4

Pedoman Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)

Penderita harus menunjukkan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut :

a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan gelisah seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya) ;

b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ;c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, takikardi, takipneu,

keluhan epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan sebagainya).Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta keluhan somatik berulang-ulang. Adanya gejala-gejala lain yang bersifat sementara, terutama depresi, tidak menyingkirkan gangguan anxietas menyeluruh sebagai diagnosis utama, selama pasien tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32), gangguan anxietas fobik (F40), gangguan panik (F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif (F42).

Termasuk :

10

Page 11: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Neurosis anxietas Reaksi anxietas Keadaan anxietas

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR)

Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR :

A. Kecemasan dan kekhawatiran berlebihan (harapan yang mengkhawatirkan), terjadi lebih banyak dibandingkan tidak selama paling kurang 6 bulan, tentang sejumlah peristiwa atau aktivitas (seperti pekerjaab atau prestasi sekolah).

B. Orang kesulitan untuk mengendalikan kekhawatiran.C. Kecemasan dan kekhawatiran adalah dihubungkan dengan tiga (atau lebih) dari enam

gejala berikut (dengan paling kurang beberapa gejala terjadi lebih banyak dibandingkan tidak selama 6 bulan terakhir). Catatan : Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak.

Catatan : Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak :

1. Gelisah atau perasaan tegang atau cemas2. Merasa mudah lelah

3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong

4. Iritabilitas

5. Ketegangan otot

6. Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai atau tetap tertidur, atau tidur yang gelisah dan tidak memuaskan)

D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak dibatasi pada gambaran utama gangguan Aksis I, misalnya, kecemasan atau ketakutan adalah bukan suatu Serangan Panik (seperti pada Gangguan Panik), merasa malu di depan umum(seperti pada Fobia Sosial), terkontaminasi (seperti pada Gangguan Obsesif Kompulsif), merasa jauh dari rumah atau kerabat dekat (seperti pada Gangguan Cemas Perpisan), pertambahan berat badan (seperti pada Anoreksia Nervosa), menderita berbagai keluhan fisik (seperti pada Gangguan Somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada Hipokondriasis), serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi secara eksklusif selama Gangguan Stres Pascatrauma.

E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

F. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya

11

Page 12: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara eksklusif selama suatu Gangguan Mood, Ganguan Psikotik, atau Gangguan Perkembangan Pervasif.

Diagnosis Banding Gangguan cemas Menyeluruh

Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, EKG dan fungsi tiroid. Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding adalah gangguan panik, fobia, gangguan obsesfi kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.

Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh4

a) Farmakoterapi Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi, Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu.

Buspiron

Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding dengan gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin dengan buspiron kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal.

SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif terutama pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.

b) Psikoterapi Terapi Kognitif Perilaku

Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung. Teknik utama yang digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.

Terapi Suportif

12

Page 13: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

Prognosis Gangguan Cemas Menyeluruh4

Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.

1. Perspektif psikoanalisis

Teori ini mengatakan bahwa sumber kecemasan secara menyeluruh disebabakan oleh konflik yang tidak disadari antara ego dan impuls-impuls id. Impus-impuls ini biasanya bersifat seksual atau agresif dan berusaha untuk mengekspresikan diri namun ego tidak membiarkannya karena tanpa disadari adanya ketakutan terhadap hukuman yang diterima sehingga menyebabkan individu menekan impuls-impuls tersebut kealam bawah sadar. Dengan demikian, individu selalu mengalami kecemasan.2. Perspektif kognitif-behavioral

Menurut teori ini gangguan disebabkan oleh proses berpikir yang menyimpang. Orang dengan gangguan anxietas menyeluruh seringkali mempersepsikan kejadian-kejadian  biasa menjadi sesuatu yang mengancam dan kognisi mereka terfokus pada antisipasi bencana pada masa mendatang. Sensitivitas pasien gangguan anxietas menyeluruh yang sangat tinggi terhadap stimulus yang mengancam juga muncul walaupun stimulus tersebut tidak dapat diterima secara sadar.

C. Fobia SosialFobia berasal dari bahasa Yunani yaitu Fobos yang berarti ketakutan. Fobia adalah suatu

ketakutan yang tidak irasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari objek, aktifitas/situasi yang ditakuti. Reaksi fobia menyebabkan gangguan pada kemampuan seseorang untuk berfungsi dalam kehidupannya. Fobia dibedakan dalam tiga jenis menurut jenis objek atau situasi ketakutan yaitu agorafobia, fobia spesifik, dan fobia sosial.3,4

13

Page 14: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Fobia sosial disebut juga gangguan kecemasan sosial adalah rasa takut yang berlebihan terhadap penghinaan dan rasa malu dalam berbagai lingkungan sosial. Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:

• Gejala-gejala psikologis, perilaku /otonomik harus merupakan manifestasi primer dari anxietas dan bukan sekundari gejala lain seperti waham / pikiran obsesif

• Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu saja• Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang menonjol

Penelitian melaporkan jika beberapa anak kemungkinan memiliki faktor keturunan berdasarkan inhibisi perilaku yang konsisten. Hal ini cukup sering pada anak-anak dengan orang tua yang memiliki gangguan serangan panik, dan mungkin berkembang menjadi pemalu yang parah saat dewasa. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lingkungan didikan keluarga yang tertutup, kurang perduli, dan terlalu protektif mengenai anak mereka. Beberapa hal kecil dapat menjadi indikator dari sifat seseorang, seperti seseorang yang berkuasa mungkin cenderung berjalan dengan dagu terangkat dan melakukan kontak mata, dibandingkan dengan seseorang yang dikalahkan sering berjalan dengan kepala tertunduk dan jarang melakukan kontak mata. 3,4

Secara spesifik, penggunaan obat antagonis reseptor β-adrenergik ( propanolol ) untuk fobia kinerja contohnya berbicara di depan publik. Seseorang dengan fobia kinerja biasanya melepaskan lebih banyak norepinephrine atau epinephrine, secara sentral maupun perifer, dibandingkan orang-orang non-fobik, atau orang-orang tersebut lebih sensitif terhadap stimulasi kadar adrenergik yang normal. Pengamatan bahwa mono amine oxidase inhibitor (MAOI) yang lebih efektif dibandingkan obat-obatan tricylcic pada terapi fobia sosial menyeluruh, diduga jikalau aktivitas dopaminergik berhubungan dengan patogenesis gangguan fobia sosial. 3,4

Faktor genetik diduga memiliki keterkaitan dengan fobia sosial. Anggota keluarga tingkat pertama pada seseorang dengan gangguan fobia memiliki kecenderungan untuk mengalami fobia sosial sebanyak tiga kali lebih sering dibandingkan dengan yang tidak. 3,4

Menurut DSM-IV-TR untuk fobia sosial dinyatakan bahwa fobia sosial dapat diikuti dengan serangan panik. DSM-IV-TR juga menyertakan untuk fobia sosial yang bersifat menyeluruh yang berguna untuk menentukan terapi, prognosis, dan respon terhadap terapi. DSM-IV-TR menyingkirkan diagnosa fobia sosial bila gejala yang timbul merupakan akibat dari penghindaran sosialisasi karena rasa malu dari kelainan mental atau non-mental.

DSM-IV-TR Kriteria Diagnosis Fobia Sosial

A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau kemungkinan

14

Page 15: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan menghinakan atau memalukan.

Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan sesuai usianya untuk melakukan hubungan sosial dengan orang yang telah dikenalnya dan kecemasan hanya terjadi dalam lingkungan teman sebaya, bukan dalam interaksi dengan orang dewasa.

B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan dengan situasi atai dipredisposisi oleh situasi.

Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangism tantrumm diam membeku, atau bersembunyi dari situasi sosial dengan orang asing.

C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan

D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas

E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.

F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.

G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain ( misalnya, Gangguan Panik Dengan atau Tanpa Agorafobia, Gangguan Cemas Perpisahan, Gangguan Dismorfik Tubuh, Gangguan Perkembangan Pervasif, atau Gangguan Kepribadian Skizoid).

H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental dengannya misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau memperlihatkan perilaku makan abnormal pada Anoreksia Nervosa atau Bulimia Nervosa.

Sebutkan Jika :

Menyeluruh : jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial (juga pertimbangkan diagnosis tambahan Gangguan Kepribadian Menghindar)

15

Page 16: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

D. Fobia SpesifikFobia spesifik adalah suatu rasa takut yang kuat dan persisten pada suatu objek

atau situasi. 3,4

Pembentukan fobia spesifik muncul karena proses pemasangan objek spesifik atau situasi tertentu dengan perasaan takut dan panik. Kecenderungan nonspesifik untuk merasakan takut dan cemas membentuk efek back group, misalnya pada suatu keadaan tertentu seperti mengemudi bila dihubungkan dengan kecelakaan, akan menyebabkan seseorang mengalami asosiasi permanen antara mengemudi dengan kecelakaan. Mekanisme asosiasi lain antara objek fobik dan emosi fobik adalah modelling, dimana seseorang mengamati reaksi orang lain dan pengalihan informasi, seseorang diperingati tentang bahaya tertentu misalnya ular berbisa3,4

Hasil studi menemukan jikalau seseorang dengan fobia spesifik tersebut memiliki anggota keluarga tingkat satu memiliki fobia dengan jenis yang sama. Sehingga faktor genetik juga memiliki peran dalam fobia spesifik, contohnya pada fobia terhadap darah-suntikan-sakit yang tampak nyata terkait dengan keluarga.

Revisi keempat dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV-TR ), menggunakan isitilah fobia spesifik untuk dicocokkan dengan hasil revisi kesepuluh dari International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems ( ICD-10 ).

DSM-IV-TR 300.29 FOBIA SPESIFIK

A. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan, ditandai oleh adanya atau antisipasi dari suatu obyek atau situasi spesifik (misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat suntikkan, melihat darah).

B. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon kecemasan segera, dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau predisposisi oleh situasi.

Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis, tantrum, diam membeku, atau melekat erat menggendong.

C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan .

Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan

D. Situasi fobik dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas.

E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.

16

Page 17: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.

G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik dihubungkan dengan objek atau situasi spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti Gangguan Obsesif-Kompulsif (misalnya,seseorang takut kotoran dengan obsesi tentang kontaminasi), Gangguan Stres pascatrauma (misalnya,penghindaran stimulus yang berhubungan dengan stresor yang berat0, Gangguan Cemas Perpisahan (misalnya,menghindari sekolah), Fobia Sosial (misalnya,menghindari situasi sosial karena takut merasa malu), Gangguan Panik dengan Agorafobia, atau Agorafobia Tanpa Riwayat Gangguan Panik.

Sebutkan tipe :

Tipe Binatang

Tipe Lingkungan Alam (misalanya, ketinggan, badai, air)

Tipe Darah, Injeksi, Cedera

Tipe Situasional (misalnya, pesawat udara, elevator, tempat tertutup)

Tipe Lainnya (misalnya, ketakutan tersedak, muntah, atau mengidap penyakit ; pada anak-anak, ketakutan pada suara keras atau karakter bertopeng).

Dalam table ini, kriteria A dan B telah disebutkan didalam DSM-IV-TR untuk memberikan kemungkinan jika suatu pajanan terhadap stimulus fobia dapat mencetuskan serangan panik. Kontras dengan gangguan serangan panik, serangan panik pada fobia spesifik sangat terikat dengan stimulus penyebabnya. Fobia darah-suntikan-sakit dibedakan dari fobia yang lain karena didapatkan respon yang berbeda dari fobia tersebut, yaitu hipotensi yang disusul dengan bradikardi. Penegakan diagnosa fobia spesifik juga harus difokuskan pada benda yang menjadi stimulus fobia. Berikut di bawah ini adalah contoh fobia spesifik yakni :

Akrofobia Takut akan ketinggian

Agorafobia Takut akan tempat terbuka

Ailurofobia Takut akan kucing

Hidrofobia Takut akan air

Kaustrofobia Takut akan tempat tertutup

Kinofobia Takut akan anjing

17

Page 18: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Misofobia Takut akan kotoran dan kuman

Pirofobia Takut akan api

Xenofobia Takut akan orang yang asing

Zoofobia Takut akan hewan

Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang penyebab fobia, diantaranya :

1. Teori Psikodinamika

Menurut Freud, yang merupakan tokoh psikodinamika mengatakan bahwa fobia merupakan suatu sinyal bahaya bahwa impuls-impuls yang mengancam yang bersifat seksual atau agresi mendekat ke taraf kesadaran . Kecemasan ini dialihkan dari impuls id yang ditakuti dan di pindahkan ke suatu objek atau situasi yang memiliki koneksi simbolik dengannya. Untuk menghalau impuls-impuls yang mengancam  ini, ego mencoba untuk menghalangi atau mengalihkannnya melalui mechanism defense. Misalnya pada fobia yang difungsikan adalah proyeksi. Suatu reaksi fobik melbatkan proyeksi dari impul-impuls yang mengancam yang berasal dari indivdu tersebut kemudian dipindahkan ke objek fobia.

2. Teori BehavioralTeori ini berfokus pada peran pembelajaran sebagai cara berkembangnya fobia. Beberapa tipe pembelajaran tersebut diantaranya :a.       Avoidance conditioning

Avoidance conditioning dilandasi oleh teori dua faktor yang di ajukan oleh Mowter (Davidson dkk, 2004) menyatakan bahwa fobia berkembang dari dua pembelajaran yang saling berkaitan, yaitu :

1.      Melalui classical conditioning seseorang dapat belajar untuk pada suatu stimulus netral jika stimulus tersebut dipasangkan dengan kejadian yang secara intrinstik menyakitkan atau menakutkan

2.      Seseorang dapat belajar mengurangi rasa takut yang dikondisikan tersebut dengan melarikan diri atau menghindari CS. Jenis pembelajaran ini diasumsikan sebagai operant conditioning.

b.      ModelingKetakutan dapat dipelajari dengan meniru perilaku orang lain. Dengan perilaku fobia

dapat dipelajari melaui modeling bukan melalui pengalaman yang tidak menyenangkan terhadap objek atau situasi yang ditakuti. Pembelajaran terhadap rasa takut dengan

18

Page 19: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

mengamati perilaku orang lain disebut sebagai vicarious learning . ini juga terjadi melalui instruksi verbal, yaitu deskripsi yang diberikan oleh orang lain tentang apa yang mungkin terjadi selain melalui observasi terhadap ketakutan orang lain.

3. TEORI KOGNITIFTeori ini secara khusus mengatakan bahwa proses berfikir manusia dapat berperan sebagai diathesis dan bagaimana pikiran dapat membuat fobia menetap. Menurut teori kognisi terjadi karena adanya distorsi pemikiran

E. Posttraumatic Stress Disorder

Posttraumatic Stress Disorder/PTSD adalah sindrom yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat di dalam, atau mendengar stressor traumatik yg ekstrem. Reaksi yang timbul adalah rasa takut, tidak berdaya dan dapat juga menghindar. Diagnosis dapat ditegakkan apabila gejala sudah bertahan lebih satu bulan, berpengaruh pada lingkungan pekerjaan, keluarga dan lain - lain. 9,10

Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma, bila mereka mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir semua orang. Trauma bisa berupa trauma peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan, kecelakaan.

Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan penumpulan responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan dan persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan stres pasca-trauma adalah depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif(contoh pemusatan perhatian yang buruk)

Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan I sampai 3 persen populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami bentuk gangguan yang subklinis. Walaupun gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi pada setiap usia, namun gangguan paling menonjol pada usia dewasa muda.

PEDOMAN DIAGNOSTIK STRES PASCATRAUMA

Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati:

mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa ancaman kematian, atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang serius,atau ancaman integritas fisik diri sendiri atau orang lain respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya

Keadan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih cara berikut:

rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian

19

Page 20: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal

yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang

menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma

Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran, seperti dua atau lebih berikut:

kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan berlebihan, respon kejut yang berlebihan.

Lama gangguan lebih dari satu bulan. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

Terapi

Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita PTSD, yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi. 9,10

1. FarmakoterapiMenggunakan antidepresan sebagai farmako terapi yaitu golongan SSRI dan golonga Trisiklik

a. Golongan SSRI Fluoxetine 10-60 mg/hari Setralin 50-200 mg/hari Fluvoxamine 50-300 mg/hari

b. Golongan trisiklik Amitriptilin 50-300 mg/hari Imipramin 50-300 mg/hari

2. PsikoterapiPengobatan psikoterapi. Para terapis yang sangat berkonsentrasi pada masalah PTSD percaya bahwa ada tiga tipe psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD, yaitu: anxiety management, cognitive therapy, exposure therapy.

a. Anxiety managementPada anxiety management, terapis akan mengajarkan beberapa ketrampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik melalui:

relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara sistematis dan merelaksasikan kelompok otot-otot utama

breathing retraining, yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan-lahan, santai dan menghindari bernafas dengan tergesa- gesa yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti jantung berdebar dan sakit kepala

20

Page 21: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal -hal yang membuat stress (stressor)

assertiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain

thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita sedang memikirkan hal-hal yang membuat kita stress. 9,10

b. Cognitive therapyDalam cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan

yang tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan-kegiatan kita. Misalnya seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri karena tidak hati-hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang le bih realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang. 9,10

c. Exposure therapy

Sementara itu, dalam exposure therapy para terapis membantu menghadapi situasi yang khusus, orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada trauma dan menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupannya. Terapi dapat berjalan dengan cara: exposure in the imagination, yaitu bertanya pada penderita untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami hambatan menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat (misal: kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah). Ketakutan bertambah kuat jika kita ber-usaha mengingat situasi tersebut dibanding berusaha melupakannya. Pengulangan situasi disertai penyadaran yang berulang akan membantu menyadari situasi lampau yang menakutkan tidak lagi berbahaya dan dapat diatasi. 9,10

d. Terapi bermain (play therapy)

Di samping itu, didapatkan pula terapi bermain (play therapy) mungkin berguna pada penyembuhan anak dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk menerapi anak dengan PTSD. Terapis memakai permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa nyaman dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya. 9,10

e. Terapi debriefing

21

Page 22: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Terapi debriefing juga dapat digunakan untuk mengobati traumatik. Meskipun ada banyak kontroversi tentang debriefing baik dalam literatur PTSD umum dan di dalam debriefing yang dipimpin oleh bidan. Cochrane didalam systematic reviewsnya merekomendasikan perlu untuk melakukan debriefing pada kasus korban -korban trauma. Meski begitu, Boyce dan Condon merekomendasikan bidan untuk melakukan debriefing pada semua wanita yang berpotensi mengalami kejadian traumatik ketika melahirkan. 9,10

f. Support group therapySelain itu, didapatkan pula support group therapy dan terapi bicara. Dalam

support group therapy seluruh peserta merupakan penderita PTSD yang mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban bencana tsunami, korban gempa bumi) dimana dalam proses terapi mereka saling menceritakan tentang pengalaman traumatis mereka, kemdian mereka saling memberi penguatan satu sama lain. Sementara itu dalam terapi bicara memperlihatkan bahwa dalam sejumlah studi penelitian dapat membukti kan bahwa terapi saling berbagi cerita mengenai trauma, mampu memperbaiki kondisi jiwa penderita. Dengan berbagi, bisa memperingan beban pikiran dan ke-jiwaan yang dipendam. Bertukar cerita membuat merasa senasib, bahkan merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Kondisi ini memicu seseorang untuk bangkit dari trauma yang diderita dan melawan kecemasan. 9,10

g. Pendidikan dan supportive konseling

Pendidikan dan supportive konseling juga merupakan upaya lain untuk mengobati PTSD. Konselor ahli mempertimbangkan pentingnya penderita PTSD (dan keluarganya) untuk mempelajari gejala PTSD dan bermacam treatment (terapi dan pengobatan) yang cocok untuk PTSD. Walaupun seseorang mempunyai gejala PTSD dalam waktu lama, langkah pertama yang pada akhirnya dapat ditempuh adalah mengenali gejala dan permasalahannya sehingga dia mengerti apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. 9,10

h. Psikoterapi lainDi lain pihak, sampai saat ini masih didapatkan pula beberapa tipe

psikoterapi yang lain. Misalnya, eye movement desensitization reprocessing (EMDR), hypnotherapy dan psikodinamik psikoterapi, yang seringkali digunakan untuk terapi PTSD dan kadang sangat membantu bagi sebagian penderita. 9,10

F. Obsessive-Compulsive Disorder

Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif

22

Page 23: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang menganggu (intrusif). Sedangkan kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, atau menghindari. 3,4

Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat.

Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasaka bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga. 3,4

Epidemiologi Gangguan Obsesif Kompulsif

Prevalensi gangguan obsesi kompulsif sebesar 2-2,4%. Sebagian besar gangguan dialami pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi pada masa kayak. Perbandingan laki-laki : perempuan berimbang, dan seringkali dilatar belakangi oleh ciri kepribadian anankastik yang menonjol. 3,4

Etiologi Gangguan Obsesif Kompulsif

Penyebab gangguan obsesi kompulsif bersifat multifactorial, yaitu interaksi antara factor biologik, genetik, factor psikososial.

Faktor Biologik

Neurotransmitter

1. Sistem SerotonergikTelah banyak pengujian obat yang mendukung hipotesis bahwa disregulasi dari obat-obat serotonergik lebih efektif dari obat yang mempengaruhi sistem neurotransmitter lain, tetapi patofisiologi jelas hubungan serotonin dapat mempengaruhi gangguan obsesif kompulsif masih belum jelas. Studi klinis yang telah meneliti konsentrasi metabolisme serotonin pada cairan serebrospinal dan afinitasnya dan jumlah platelet-binding sites dari tritiated imipramine (Trofranil), yang berhubungan dengan daerah perlekatan reuptake serotonin, dan telah dilaporkan temuan variabel pada pasien gangguan obsesi kompulsif.

2. Sistem noradrenergikPada masa sekarang ini, sudah berkurang bukti-bukti nyata yang menyatakan bahwa disfungsi pada sistem noradrenergik pada gangguan obsesi kompulsif. Laporan

23

Page 24: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

anekdotal menunjukkan kemajuan pada gejala obsesi kompulsif yang menggunakan clonidine oral, obat yang menurunkan jumlah pelepasan norephineprin dari ujung saraf presinaptik.

Neuroimunnologi

Berdasarkan sejumlah kejadian nyata, terdapat hubungan positif antara infeksi streptokokus dan gangguan obsesi kompulsif. Infeksi Streptokokus hemoliticus grup-a dapat menyebabkan demam rematik, dan berkisar antara 10-30% dari pasien tersebut berkembang menjadi Sydenham’s chorea dan menunjukkan gejala obsesi kompulsif.

Studi Pencitraan Otak

Neuroimaging pada pasien dengan gangguan obsesi kompulsif telah menghasilkan data yang menunjukkan kelainan fungsi pada jalinan saraf antara korteks orbitofrontal, kaudatus, dan thalamus. Contoh studi pencitraan otak lainnya yaitu positron emission tomography (PET) telah menunjukkan aktivitas yang meningkat (metabolisme dan aliran darah) pada lobus frontal, basal ganglia (terutama pada kaudatus), dan cingulum pada pasien dengan gangguan obsesi kompulsif. Keterlibatan pada area tersebut pada patologi pasien dengan gangguan obsesi kompulsif. Tampak lebih berhubungan dengan jalur kortikostiatal daripada jalur amigdala yang lebih fokus pada penelitian gangguan cemas. Tatalaksana secara farmakologi dan kebiasaan dilaporkan dapat memperbaiki abnormalitas. Data dari studi fungsi kerja otak sesuai dengan data dari studi gambaran otak secara struktural. Studi computed tomographic (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) menemukan bahwa bagian kaudatus bilateral lebih kecil pada pasien dengan gangguan obsesi kompulsif. Kedua studi pencitraan otak tersebut juga menunjukkan hasil yang mendukung observasi prosedur neurologis yang melibatkan cingulum, kadang menunjukkan hasil efektif pada pengobatan gangguan obsesi kompulsif. Pernah dilaporkan pada studi MRI, terdapat peningkatan waktu relaksasi T1 pada korteks frontal, temuan tersebut sesuai dengan lokasi abnormalitas pada studi PET.

Genetik

Terdapat studi yang mendukung hipotesis bahwa terdapat pengaruh genetik pada gangguan obsesi kompulsif. Terdapat bukti tiga sampai lima kali lebih besar kemungkinan mendapatkan gangguan obsesi kompulsif atau jenis lainnya pada angka kejadian. Studi juga menunjukkan hubungan gangguan obsesi kompulsif pada pasien kembar lebih tinggi pada kembar monozigot daripada kembar dizigot. Studi lain juga menunjukkan peningkatan angka kejadian pada gangguan yang menyerupai obsesi kompulsif, gangguan tik, gangguan bentuk tubuh, hipokondriasis, gangguan makan, dan gangguan kebiasaan, seperti menggigit kuku.

Data Biologis Lainnya

Studi elektrofisiologi, studi elektroensepalogram saat tidur, dan studi neuroendokrin telah memberkan data yang mengindikasi beberapa kesamaan antara gangguan depresif dan gangguan obsesi kompulsif. Insiden menunjukkan peningkatan pada abnormalitas EEG nonspesifik yang terdapat pada pasien gangguan obsesi kompulsif. Studi sleep EEG

24

Page 25: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

menunjukkan abnormalitas yang menyerupai gangguan depresif, seperti menurunnya rapid eye movement latency. Studi neuroendokrin juga telah menunjukkan analogi dengan gangguan depresif, seperti nonsupresi pada tes supresi dexametason pada satu pertiga pasien dan turunnya sekresi hormon pertumbuhan dengan infus klonidin.

Seperti telah disebutkan, studi telah menyarankan hubungan yang memungkinkan antara kasus gangguan obsesi kompulsif sebelunya dan beberapa tipe sindrom tik motorik. Sebagian besar studi keluarga dari probandus dengan gangguan obsesi kompulsif ditemukan peningkatan angka kejadian kelainan Tourette dan tik motorik yang kronis hanya disekitar kerabat yang juga mendapatkan kelainan tik. Hasil studi juga menunjukkan kotransmisi antara sindrom Tourette, gangguan obsesi kompulsif, dan tik motorik kronis pada keluarga.

Faktor Kebiasaan

Berdasarkan studi teori, obsesi adalah kondisi yang menstimulus. Hubungan antara stimulus netral menjadi berasosiasi dengan ketakutan atau anxietas melalui proses dari hasil pengkondisian yang berhubungan yang menyebabkan anxietas. Pada objek sebelumnya dan dikatakan bahwa stimuli yang sesuai dapat mencetuskan anxietas atau rasa tidak nyaman.

Kompulsi diartikan dalam arti lain. Ketika seseorang menemukan bahwa melakukan suatu tindakan dapat mengurangi anxietas yang berhubungan dengan pikiran yang obsesif, ia menjadikan kegiatan tersebut sebagai strategi untuk melakukan kegiatan kompulsi atau kebiasaan untuk mengendalikan anxietas. Secara bertahap, karena efek pengurangan anxietas, strategi tersebut menjadi menetap, menjadi suatu pola kebiasaan yang kompulsif. Mempelajari teori menunjukkan teori yang berguna untuk menjelaskan beberapa aspek dari gangguan obsesi kompulsif, sebagai contoh ide-ide yang mencetuskan anxietas tidaklah sepenuhnya menyebabkan ketakutan, dan tindakan yang dilakukan hanyalah berupa pola atau suatu kebiasaan.

Faktor Psikososial

Faktor Personalitas

Gangguan obsesi kompulsif dihubungkan dengan pikiran obsesif yang perduli pada detail, perfeksionalitas, dan personalitas lainnya. Sebagian besar orang dengan gangguan obsesi kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif yang menyertai sebelumnya. Hanya sekitar lima belas sampai tiga puluh lima persen dari pasien dengan gangguan obsesi kompulsif yang terdapat gangguan obsesif yang berkembang.

Faktor Psikodinamik

Insight psikodinamik mungkin dapat membantu pada pemahaman masalah pada penatalaksanaan, kesulitan interpersonal, dan masalah pesonalitas yang sesuai dengan gangguan Axis I. Tidak sedikit pasien dengan gangguan obsesi kompulsif menolak berkooperatif dengan pengobatan secara efektif dengan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs) dan terapi kebiasaan. Bagaimanapun juga gejala dari gangguan obsesi kompulsif

25

Page 26: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

mungkin saja disertai secara biologis, gangguan psikodinamis mungkin menyertai. Pasien dapat menjadi sadar bahwa gejalanya dapat menetap.

Kontribusi lainnya untuk pengertian psikodinamis melibatkan dimensi interpersonal. Studi telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang saling mendukung pasien melalui partisipasi aktif dalam ritual atau modifikasi pada rutinitas sehari-hari. Akomodasi studi pada keluarga yang berhubungan dengan stress yang terjadi pada keluarga, penolakan kebiasaan yang dilakukan pasien, dan keadaan keluarga yang miskin. Seringkali anggota keluarga terlibat dalam usaha untuk mengurangi kecemasan atau mengontrol ekspresi kemarahan pasien. Pola ini atau hubungannya disesuaikan dengan pola penatalaksanaan yang akan dilakukan. Dengan melihat pada pola hubungan interpersonal dari perspektif psikodinamik, pasien dapat mempelajari bagaimana kelainan pasien dapat mempengaruhi orang lain.

Penelitian menyarankan bahwa gangguan obsesi kompulsif dapat meningkatkan angka stresor lingkungan, terutama pada mereka yang dalam proses kehamilan, kelahiran, atau proses tumbuh kembang pada anak-anak.

Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif

Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:

Suatu gagasan atau impuls yang memaksa dirinya secara bertubi-tubi dan terus menerus ke dalam kesadaran seseorang

Perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral dan sering kali menyebabkan orang melakukan tindakan kegagalan melawan gagasan atau impuls awal

Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien); yaitu ia dialami sebagai asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk psikologis.

Pasien mengenali obsesi dan kompulsif merupakan sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal

Individu yang tenderita obsesi kompulsif merasa adanya dorongan kuat untuk menahannya

Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :

1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi

2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang ikuti dengan perilaku mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci rumah).

3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai kompulsi, biasanya pikira berulang tentang seksual atau tindakan agresif.

4. Simetri; obsesi yang tema kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau mencukur kumis dan janggut.

26

Page 27: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif dan Kompulsif

Menurut International Classification of Diseasaes X (ICD-10)

Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesional dan tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut, dan merupakan sumber distres dan gangguan aktivitas. Gejala-gejala obsesional harus memiliki ciri-ciri berikut :

a) Harus dikenal/disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri individu sendiri;b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil dilawan,

meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang

memberi kepuasan atau kesenangan (sekadar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas);

d) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan.

Termasuk :

Neurosis anankastik Neurosis obsesional Neurosis obsesif-kompulsif

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR)

Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR

A. Salah satu obsesi atau kompulsi : Obsesi seperti yang didefinisikan oleh (1),(2),(3), dan (4) :

1. Pikiran, impuls, atau layangan yang berulang dan menetap yang dialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.

2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.

3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, Impuls, atau bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain

4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)

Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2) :

1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati)

27

Page 28: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.

2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan; akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.

B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : hal ini tidak berlaku untuk anak-anak.

C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaaan yang jelas, menghabiskan waktu (lebih dari 1 jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau kegiatan atau hubungan sosial biasanya.

D. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, Isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan yang terdapat pada Gangguan Makan; mencabut rambut yang terdapat pada Trikotilomania; perhatian pada penampilan yang terdapat pada Gangguan Dismorfik Tubuh; preokupasi dengan zat yang terdapat pada suatu Gangguan Penggunaan Zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius yang terdapat pada Hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau fantasi seksual yang terdapat pada Parafilia; atau perenungan bersalah yang terdapat pada Gangguan Depresi Mayor.

E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misal, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum

Sebutkan Jika :

Dengan tilikan buruk : jika, selama sebagian besar waktu episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Diagnosa Banding Gangguan Obsesif Kompulsif

Kondisi Medis

Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis.

Kondisi Psikiatrik

Pertimbangan utama di dalam diagnosis bading gangguan obsesif-kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan gagguan depresif

Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif

Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah faktor biologik, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi dan terapi perilaku.

28

Page 29: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-kompulsif berupa SSRI sebagai terapi lini pertama contohnya fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline, dan citalopram; antidepresan trisiklik seperti clomipramine yang terbukti paling efektif dibandingkan dengan obat-obatan trisiklik lainnya. Obat-obatan tersebut memiliki efek samping, SSRI memiliki efek samping berupa rasa mual, gangguan tidur, nyeri kepala, dan rasa gelisah yang sifatnya transient sehingga tidak terlalu mengganggu. Untuk pengobatan dengan clomipramine perlu diperhatikan pemberian dosis awal, karena memiliki efek samping gangguan sistem gastrointestinal, hipotensi ortostatik, dan efek antikolinergi serta sedasi berat. Bila terapi dengan SSRI dan clomipramine tidak efektif, dapat diberikan beberapa obat lain seperti valproat, litihium, atau carbamazepine. Venlafaxine, pindolol, dan obat-obatan MAOI (phenelzine) juga dapat digunakan sebagai tambahan.

Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat berupa exposure and response prevention dimana pasien dipanjankan dengan stimulusnya namun diingatkan dan diawasi untuk menahan perasaan kompulsifnya. Desensitisasi, thought stopping, dan thought flooding, merupakan terapi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Untuk keberhasilan dari terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan obat-obatan, psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien yang tinggi. Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga yang cukup sehingga pasien dapat mempertahankan tingkat komitmennya terhadap terapi yang dijalaninya. Dalam kondisi tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu seorang pasien dalam terapinya.

Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektro-konvulsi dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan kasus gangguan obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses pada 25-30 % pasien. Selain itu juga terdapat capsulotomy.Teknik bedah nonablasi dimana menanamkan elektrode-elektrode pada nukleus-nukleus ganglia basal. Terapi-terapi ini dilakukan dengan bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut umumnya adalah kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.

Perjalanan Penyakit/Prognosis Gangguan Obsesif Kompulsif

Lebih dari 50% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif gejala awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang menimbulkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga. Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain menetap dan terus-menerus ada.

Kira-kira 20-30 % pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna, sementara 40-50% perbaikan sedang, sedangkan sisanya 20-40% gejalanya menetap atau memburuk. Sepertiga gangguan obsesif kompulsif disertai gangguan depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki risiko bunuh diri.

Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, awitan masa kanak, kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada komorbiditas dengan gangguan

29

Page 30: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke waham dan adanya gangguan kepribadian(terutama kepribadian skizotipal). Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejaja yang episodik.

Penatalaksanaan Gangguan Ansietas Secara Umum

Sejak diagnosis pertama sudah dibuat, pasien harus diedukasi mengenai penyakit yang dideritanya dan seberapa efektif terapi yang akan dilakukannya.

Ketika terapi medikamentosa dimulai, pasien harus dikontrol secara berkala, misalnya setiap 2-3 minggu tergantung dari kompleksitas yang nampak sampai pada dosis yang stabil.

SSRI TCA MAO-I BZD Buspirone CBTGangguan Panik

+ + + + - +

GAD + + + + + +Fobia Sosial

+ - + + - +

Fobia Sepsifik

- - - +/- - +

PTSD + +/- + +/- - +OCD + -a + +/-b +/-b +a Clomipramine cukup efektif

b digunakan sebagai terapi tambahan dengan antidepresan serotonergik

Catatan: BZD, benzodiazepine; CBT, Cognitive-Behavioral Therapy; GAD, Generalized Anxiety Disorder; MAO-I, Mono-amine Oxidase Inhibitor; OCD, Obsessive Compulssive Disease; PTSD, Posttraumatic Stress Disorder; SSRI, Selective Serotonine Reuptake Inhibior; TCA, Tricyclic Antidepresants.

Obat t ½ (jam) Dosis (mg) Onset Rute administrasi

Alprazolama 12-15 0,5 Sedang-cepat

Po

Chlordiazepoxide 5-30 10 Sedang Po, IVClonazepama 15-50 0,25 Sedang PoClorazepate 30-200 7,5 Cepat PoDiazepam 20-100 5,0 Cepat Po, IVFlurazepam 40 5,0 Cepat PoLorazepam 10-20 1,0 Sedang IV, IM, poOxazepam 5-15 15 Lambat poa sering digunakan untuk gangguan panik

30

Page 31: Pendekatan Pada Pasien Ansietas

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Psikiatri. 2nd Ed. Jakarta: FKUI; 2013. hal 257-86.2. Gabbard GO Anxiety disorder dalam Psychodynamic Psychiatry in Clinic Practice. 3rd

Ed. American Psychiatric Press Inc; 2004. hal 237- 433. Sullivan GM, Gorman JM. Anxiety disorder, Comprehensive textbookof psychiatry,

colume IB, 2007: 1141-1503.4. Kaplan HI, Sadock BJ. 2010. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Bina Rupa Aksara: Tangerang.5. Kay J, Tasman A. Essentials of psychiatry. England: John Wiley & Sons Ltd; 2006.

hal 578-6396. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III),

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. Cetakan Pertama.

7. Lahey, B. B. (2007). Psychology: An introduction. 9th edition. New York: Mc Graw-Hill.

8. Lindzey, G. Hall, C.S. (1957). Introduction to Theory of Personality.1st Ed.9. Volkmar FR, Klin A: post traumatic stress disorder in comprehensive textbook of

psychiatry. 7th edition. Philadelphia, 2000, 2659-78.10. Owens MJ, Nemeroff CB. Physiology and pharmacology of CRF. Pharmacol

Rev1991; 43: 425-73.

31