Kasber Dr.marwanta Sp.pd - DM Hipoglikemi Ulkus Nefropati HT

106
REFLEKSI KASUS HIPOGLIKEMIA, ULKUS DM WAGNER III-IV, NEFROPATI STAGE V, DAN HIPERTENSI STAGE I PADA LAKI-LAKI PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESE Oleh : Benazier Marcella B G99142088 Elita Rahmi G99131004 Pembimbing dr.Sri Marwanta,Sp.PD,M.Kes KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

description

kasus besar interna

Transcript of Kasber Dr.marwanta Sp.pd - DM Hipoglikemi Ulkus Nefropati HT

REFLEKSI KASUS

HIPOGLIKEMIA, ULKUS DM WAGNER III-IV, NEFROPATI STAGE V, DAN HIPERTENSI STAGE I PADA LAKI-LAKI PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESE

Oleh :Benazier Marcella BG99142088Elita RahmiG99131004

Pembimbing

dr.Sri Marwanta,Sp.PD,M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDIS U R A K A R T A2015

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Refleksi Kasus Ilmu Penyakit Dalam dengan judul :HIPOGLIKEMIA, ULKUS DM, NEFROPATI STAGE V, DAN HIPERTENSI STAGE II PADA LAKI-LAKI PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESE

Disusun Oleh :Benazier Marcella BG99142088Elita RahmiG99131004

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal :

Pembimbing

dr.Sri Marwanta,Sp.PD,M.Kes

BAB ISTATUS PASIEN

I. ANAMNESISA. IdentitasNama: Tn. AUmur: 66 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiAgama: IslamStatus: MenikahPendidikan: SMPPekerjaan: Tidak bekerjaAlamat: Mondokan, Sragen, Jawa TengahNo. RM: 00906005Tanggal masuk RS: 22 Mei 2015Tanggal dikasuskan: 23 Mei 2015

B. Data DasarAnamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 24 Mei 2015 di Bangsal Melati 1 kamar 6H.

1. Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

2. Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien dibawa ke RSUD Dr Moewardi dengan penurunan kesadaran sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat ditemukan pasien tidak bisa diajak bicara oleh keluarganya. Pasien terlihat tertidur dan tidak bisa menggerakan anggota badannya. Sebelumnya pasien meminum obat gula pada pagi hari sebelum makan. Setelah minum obat pasien tidak langsung makan karena merasa mual hingga kemudian pasien merasa lemas. Lemas dirasakan 6 jam SMRS, semakin memberat dan terus-menerus sehingga hanya bisa berbaring saja. Pasien merasa lemas makin bertambah ketika beraktivitas. Pasien mencoba makan dan minum untuk mengurangi lemasnya namun hanya sedikit karena pasien mual. Lemas disertai keringat dingin, kepala pusing, dan gemetar. Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.Selain itu, pasien mengeluhkan cengeng di belakang kepala. Keluhan dirasakan terus menerus. Keluhan dialami selama 3 hari SMRS. Cengeng dirasakan makin mengganggu ketika pasien beraktivitas dan banyak berpikir. Keluhan sedikit berkurang ketika pasien beristirahat. Pasien mengaku memiliki sakit darah tinggi sejak 3 tahun SMRS. Tekanan darah biasanya 150/100 mmHg. Pasien rutin mengontrol penyakitnya dan diberi obat amlodipin, namun seminggu terakhir berhenti minum obat karena habis.Pasien juga mengeluhkan kedua tangan dan kaki bengkak yang terasa semakin membesar sejak seminggu SMRS. Keluhan terjadi terus menerus dan makin lama makin bertambah. Tangan dan kaki dirasa makin membengkak ketika melakukan aktivitas dan bengkak berkurang sedikit ketika istirahat. Pasien mengaku sering mengalami hal yang serupa sejak sebulan yang lalu namun belum terlalu memberat seperti sekarang. Pasien menyangkal adanya sesak.Pasien juga mengeluhkan luka pada daerah jempol kaki kiri yang tidak sembuh-sembuh. Luka didapatkan sejak lebih dari 3 bulan yang lalu. Semakin lama luka semakin memburuk dan melebar. Pasien mengaku pernah mondok karena lukanya 2 bulan SMRS, namun luka muncul kembali. Pasien mengaku luka nyeri tekan. Pasien menyangkal rasa panas pada daerah luka. . Pasien mengaku memiliki penyakit gula sejak 7 tahun SMRS. Pada awal-awal penyakit berat badan pasien turun drastis 30 kg dalam 3 bulan, buang air kecil terutama di malam hari >15 kali sehari masing-masing - 1 gelas belimbing, sering merasa kehausan, dalam sehari minum air sebanyak >15 gelas belimbing, dan sering merasa lapar dan sering ngemil terutama di malam hari. Gula darah pada awal periksa >350. Pasien mengaku rutin mengontrol penyakitnya sejak didiagnosis sakit gula. Terakhir kali pasien mengontrol penyakit gulanya kira-kira 3 bulan SMRS dengan gula darah 200. Setelah itu pasien tidak kontrol dan membeli sendiri obat glimepirid karena merasa tidak ada keluhan. Pasien tidak merasakan pandangan kabur, sering kesemutan, ataupun rasa kebas pada tangan dan kaki.Pasien terakhir kali makan 12 jam SMRS. Dalam sehari pasien makan 2-3 kali masing-masing 3-4 sendok makan. Pasien biasa minum air putih 3-4 gelas belimbing dalam sehari. Pasien jarang buang air kecil, 1-2 kali sehari, masing-masing - gelas belimbing, warna kuning, nyeri ketika BAK (-), BAK panas (-), BAK berpasir (-). Buang air besar 1 kali dalam 2 hari terakhir sebanyak 1 gelas belimbing, konsistensi padat, warna coklat kehitaman, tidak berubah warna menjadi merah ketika disiram air, darah (-), lendir (-), BAB bau amis (-). Pasien menyangkal mengalami muntah, demam, ataupun nyeri pada perut.

3. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan serupa: disangkal

Riwayat sakit jantung: disangkal

Riwayat sakit ginjal: disangkal

Riwayat stroke: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat sakit kencing manis: (+) adik pertama pasien Riwayat tekanan darah tinggi: (+) kedua orang tua Riwayat sakit jantung: disangkal Riwayat luka yang tidak sembuh: disangkal Riwayat stroke: disangkal

Genogram

DMHipertensiHipertensi

= pasien

5. Riwayat Kebiasaan : Riwayat merokok: (+) 1 batang/hari Riwayat minum alkohol: disangkal Riwayat minum jamu: disangkal Riwayat penggunaan supplement jangka panjang: disangkal

6. Riwayat Sosial Ekonomi :Pasien adalah seorang laki-laki berusia 66 tahun. Pasien tinggal bersama anak perempuan dan menantunya. Pasien tidak memiliki pekerjaan dan untuk kebutuhan sehari-hari dicukupi oleh anaknya yang bekerja sebagai karyawan. Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS kesehatan.

II. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik dilakukan tanggal 24 Mei 2015.1. Keadaan umum:Tampak lemas, compos mentis, GCS E4/V5/M6 2. Tanda vital Tensi: 150/90 mmHg Nadi: 98x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup, equal Frekuensi nafas: 20x /menit, napas kussmaul (-) Suhu: 37 0C VAS: 23. Status gizi Berat Badan: 70 kg Tinggi Badan:160 cm IMT: 27,3 kg/m2 Kesan: Obese grade I4. Kulit: Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-)5. Kepala: Bentuk mesocephal, rambut mudah rontok (-), luka (-)6. Mata: Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-),pupil isokor dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), pandangan kabur (-/-)7. Telinga: Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)8. Hidung: Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)9. Mulut:Mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), ulserasi (-), oral thrush (-)10. Leher: JVP R+3cm, trakea ditengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-)11. Thorax:Bentuk normochest, simetris, pembesaran kelenjar getah bening aksila (-/-)12. Jantung Inspeksi:Ictus kordis tidak tampak Palpasi:Ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC VI 1 cm lateral LMCS Perkusi: Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dekstra Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra Batas jantung kiri bawah: teraba di SIC V 1 cm lateral LMCS Kesan jantung tidak melebar Auskultasi:Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)13. Pulmoa. Depan Inspeksi Statis: Normochest, simetris Dinamis:Pengembangan dada simetris kanan=kiri, ketertinggalan gerak (-), retraksi intercostal (-) Palpasi Statis: Simetris Dinamis:Pergerakan kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri Perkusi Kanan:Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC VI linea medioclavicularis dextra, pekak pada batas absolut paru hepar Kiri:sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC VI linea medioclavicularis sinistra Auskultasi Kanan: Suara napas dasar vesikuler, Suara tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-) Kiri:Suara napas dasar vesikuler, suara tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-)b. Belakang Inspeksi Statis: Normochest, simetris Dinamis:Pengembangan dada simetris kanan=kiri, retraksi intercostal (-) Palpasi Statis: Simetris Dinamis:Pergerakan kanan= kiri, fremitus raba kanan=kiri Perkusi Kanan: Sonor Kiri: Sonor Peranjakan diafragma 4 cm Auskultasi Kanan: Suara napas dasar vesikuler, suara tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-) Kiri: Suara napas dasar vesikuler, suara tambahan wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),ronkhi basah halus (-)13. Abdomen Inspeksi:Dinding perut sejajar dinding dada, scar (-) Auskultasi:Bising usus (+) normal 8x/menit, bising epigastrium (-) Perkusi:timpani, undulasi (-), pekak alih (-), pekak sisi (-), liver span 8 cm, area traube timpani. Palpasi:Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba.14. Ekstremitas__

__

++

++

Akral dingin Oedem

Inspeksi: kulit kering (-), bulu kaki rontok (-), ulcus digiti I pedis sinistra (+) ukuran luka 6x4x1 cm, terlihat otot, nekrosis di sekitar luka (+)., nyeri tekan (-), peninggian (-), perubahan suhu (-)Palpasi: ADP teraba kuat

III. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Laboraturium Darah 22 Mei 2015PemeriksaanHasilSatuanRujukan

DARAH RUTIN

Hb8.5g/dl13 17,5

Hct26%33 45

AL19.7103/L4,5 11,0

AT224103 /L150450

AE2.85103/L4,50 5,90

KIMIA KLINIK

GDS25mg/dl60-140

SGOT14u/L< 35

SGPT11u/L< 45

Albumin2.5g/dL3.2-4.6

Creatinin9.0mg/dL0.8-1.3

Ureum203mg/dL< 50

ELEKTROLIT

Natrium darah132mmol/L132-146

Kalium darah3.7mmol/L3.7-5.4

Klorida darah106mmol/L98-106

SEROLOGI HEPATITIS

HbSAgNonreactiveNonreactive

B. Laboraturium Urin 25 Mei 2015PemeriksaanHasilSatuanRujukan

MAKROSKOPIS

WarnaYellow

KejernihanClear

KIMIA URIN

Berat Jenis1.0171.015-1.025

pH8.04.5-8.0

LeukositNegatifu/lNegatif

NitritNegatifNegatif

Protein75mg/dlNegatif

GlukosaNormalmg/dlNormal

KetonNegatifmg/dlNegatif

UrobilinogenNormalmg/dlNormal

BilirubinNegatifmg/dlNegatif

Eritrosit10mg/dlNegatif

MIKROSKOPIS

Eritrosit21.9/uL0-6.4

Leukosit7.4/LPB0-12

Epitel squamous-/LPBNegatif

Epitel transisional-/LPBNegatif

Epitel bulat-/LPBNegatif

Silinder hyaline1/LPK0-3

Silinder granulated-/LPKNegatif

Silinder Lekosit-/LPKNegatif

Yeast like cell0.0/uL0.0

Small Round Cell0.0/uL0.0-0.0

Sperma0.0/uL0.0-0.0

Konduktivitas17.8mS/cm3.0-32.0

Lain-lainEritrosit 2-3/LPB. Leukosit 3-4/LPB. Bakteri (+).

C. Pemeriksaan Radiologi 22 Mei 20151. Foto Pedis sinistra AP dan oblique: gambaran ulkus pedis kiri dengan keterlibatan tulang.2. Foto Thoraks PA: cor dan pulmo tak tampak kelainan

D. EKG 22 Mei 2015

Deskripsi:1. Irama : Sinus ritmia2. Heart rate : 90 x/menit3. Axis : Normoaxis4. Morfologi: Gelombang P 0,08 detik ST segmen isoelektris

12

Kesan : Sinus ritmia 90 x/menit, normoaxisIV. RESUME 1. Keluhan Utama Lemas sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

2. Anamnesis Lemas Sejak 6 jam SMRS Dirasakan di seluruh badan Terjadi setelah meminum obat glimepirid pada pagi harinya dan tidak langsung makan karena mual Terus menerus hingga hanya bisa berbaring Makin lemas ketika beraktivitas Disertai keringat dingin, kepala pusing, dan gemetar Cengeng di belakang kepala Sejak 3 hari SMRS Dirasakan terus-menerus Makin bertambah ketika beraktivitas dan banyak berpikir Sedikit berkurang ketika pasien beristirahat Riwayat penyakit darah tinggi sejak 3 tahun SMRS Rutin minum amlodipin namun berhenti 1 minggu SMRS Bengkak di tangan dan kaki Sejak 1 minggu SMRS Terjadi terus-menerus dan makin lama makin bertambah Makin membengkak ketika beraktivitas dan berkurang sedikit ketika beristirahat Sering mengalami keluhan sejak 1 bulan SMRS Luka pada jempol Luka pada jempol kaki kiri tidak sembuh-sembuh Didapatkan sejak 3 bulan SMRS Makin lama makin melebar Pernah mondok karena luka 2 bulan SMRS namun muncul lagi Riwayat sakit gula Sejak 7 tahun SMRS Rutin kontrol sampai 3 bulan SMRS lalu tidak kontrol dan membeli sendiri obat glimepirid karena merasa tidak ada keluhan

3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: tampak lemas, GCS E4/V5/M6Tanda Vital: TD 150/90 mmHg; Nadi 98 kali/menit; Laju nafas 20 kali/menit; Suhu tubuh 37,0 oC, VAS = 2.Status gizi: obese grade IKonjungtiva pucat (+/+), oedem pada ekstremitas superior dan inferior, ulkus pedis sinistra (+)

4. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Darah Hb 8,5 g/dl; Hct 26 %; AL 19,700/ul; AE 2,85 juta/ul; GDS 25 mg/dl; Albumin 2,5 g/dl; Creatinin 9 mg/dl; Ureum 203 mg/dlb. Laboraturium urinProtein 75 mg/dl; eritrosit 2-3/LPB; leukosit 3-4/LPB; bakteri (+).c. Foto Pedis sinistra AP dan oblique:Gambaran ulkus pedis kiri dengan keterlibatan tulang.

V. PROBLEM 1. Hipoglikemia e.c. OADDD intake kurang2. Ulkus DM pedis sinistra Wagner II-III3. Nefropati DM Stage V4. Hipertensi Stage I5. DM tipe II obese

27

VI. RENCANA AWAL NoDiagnosis/ masalahPengkajian (Assesment)Rencana Awal diagnosisRencana TerapiRencana EdukasiRencana MonitoringPrognosis

1.Hipoglikemia e.c OADDD intake kurangAnamnesis : Lemas seluruh tubuh, mual Riwayat minum glimepirid 12 jam SMRS dan tidak langsung makanPemeriksaan penunjang : GDS = 25 mg/dL

Stop obat hipoglikemi Bolus D 40% 2 flakon Infus D 5% 20 tpm Inj metoklorpramid 50 mg/12 jam jika perlu

Penjelasan kepada pasien dan keluar-ganya mengenai penyakitnya seperti penyebab, faktor risiko, gejala, rencana terapi selanjutnya, dan komplikasi KUVS GDS tiap 1 jam Ad vitam : Dubia ad bonam Ad sanam: Dubia ad bonam Ad fungsionam: Dubia ad bonam

2.Ulkus DM pedis sinistra Wagner III-IV

Anamnesis: Luka pada jempol kaki kiri tidak sembuh-sembuh sejak 3 bulan SMRS, makin lama makin melebar Pernah mondok karena luka 2 bulan SMRS namun muncul lagi Riwayat sakit gula selama 7 tahunPemeriksaan fisik : Tampak ulkus pada digiti I pedis regio pedis sinistra. Ukuran luka 6x4x1 cm. Terlihat otot. Nekrosis di sekitar luka. Ulkus Wagner III-IVPemeriksaan radiologi: Gambaran ulkus pedis kiri dengan keterlibatan tulang Kultur pus dan uji sensitifitas Angiography pedis sinistra Monofilamen ABI

Medikasi luka setiap hari dengan normal saline Injeksi ceftriaxon 2 g/24 jam Inj metronidazol 500 mg/8jam

Penjelasan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya seperti penyebab, faktor risiko, rencana terapi selanjutnya, dan komplikasi Monitoring luka GDS Ad vitam : Dubia et bonam Ad sanam: Dubia et bonam Ad fungsionam: Dubia et bonam

3.Nefropati DM Stage VAnamnesis : Bengkak pada tangan dan kaki 1 bulan SMRS, memberat sejak 1 minggu SMRS Jarang buang air kecil - 1 gelas belimbing / hariPemeriksaan fisik : Hipertensi stage I (150/90 mmHg) Ext: oedem ekstremitas superior dan inferiorPemeriksaan penunjang: Anemia (Hb = 8,5 g/dL) Proteinuria (75 mg/dL), GFR = 7,9 Urin rutin Darah rutin Funduskopi

Bedrest tidak total Diet ginjal 2000 kkal rendah garam < 5 g/hari, protein < 50 gram/hari Captopril 3x25 mg Furosemid 1x40 mg N acetyl cistein 1x200 mg HD Penjelasan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya seperti penyebab, faktor risiko, rencana terapi selanjutnya, dan komplikasi KUVS BC/24 jam

Ad vitam : Dubia ad malam Ad sanam: Dubia ad malam Ad fungsionam: Dubia ad malam

4. Hipertensi Stage I Anamnesis : Cengeng pada daerah belakang kepala sejak 3 hari SMRS, terus menerus, makin memberat dengan aktivitas dan banyak berpikir, berkurang dengan istirahat Riwayat darah tinggi sejak 3 tahun SMRSPemeriksaan fisik : Hipertensi stage I (150/90 mmHg) Diet rendah garam < 5 g/hari Captopril 3x25 mg

Penjelasan kepada pasien dan keluar-ganya mengenai penyakitnya seperti penyebab, faktor risiko, rencana tera-pi selanjutnya, dan komplikasi KUVS Ad vitam : Dubia ad bonam Ad sanam: Dubia Ad fungsionam: Dubia

5.DM Tipe II obese Riwayat DM selama 7 tahun dengan konsumsi glimepirid BMI 27,3 kg/m2 GDP, GD2JPP, HbA1C Funduskopi Profil lipid Edukasi tentang penyakit, tatalaksana dan komplikasi GDS/8 jam Ad vitam : Dubia ad bonam Ad sanam: Dubia ad bonam Ad fungsionam: Dubia ad bonam

VII. CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

Tanggal23 Mei 201524 Mei 2015

SubyektifLemas (+) berkurang, mual (+) cengeng (+), bengkak (+), luka kaki (+) Lemas (-), cengeng (+) berkurang, bengkak (+), luka kaki (+)

ObjektifKU: Tampak lemas, composmentis, kesan gizi obese grade ITD: 150/90 mmHgRR: 20N: 72S: 36,4 oCMata: CP (+/+), SI(-/-)Hidung : Nafas cuping hidung (-)Mulut: Papil lidah atrofi (-)Leher:JVP R+2 cm, KGB tidak membesarCorI : IC tidak tampakP :IC tidak kuat angkatP:Batas jantung kesan tidak melebarA :BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-) Pulmo anterior dan posteriorI : Pengembangan dada kanan=kiriP : Fremitus raba kanan=kiriP : Sonor/sonorA :Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-/-)AbdomenI :DP sama tinggi dengan DDA : Bising usus (+) N: 10x/menitP :Timpani, pekak alih (-), area troube timpani, liver span 8 cmP :Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak terabaEkstremitas: ulkus pedis sinistra Wagner III-IVAkral hangat ++

++

Oedem

KU: Tampak lemas, composmentis, kesan gizi obese grade ITD: 140/90 mmHgRR: 20N: 72S: 36,4 oCMata: CP (+/+), SI(-/-)Hidung : Nafas cuping hidung (-)Mulut: Papil lidah atrofi (-)Leher:JVP R+2 cm, KGB tidak membesarCorI : IC tidak tampakP :IC tidak kuat angkatP:Batas jantung kesan tidak melebarA :BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-) Pulmo anterior dan posteriorI : Pengembangan dada kanan=kiriP : Fremitus raba kanan=kiriP : Sonor/sonorA :Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-/-)AbdomenI :DP sama tinggi dengan DDA : Bising usus (+) N: 10x/menitP :Timpani, pekak alih (-), area troube timpani, liver span 8 cmP :Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak terabaEkstremitas: ulkus pedis sinistra Wagner III-IVAkral hangat ++

++

Oedem

Px. PenunjangGDS = 204 mg/dlABI = 1,1GDS 17 = 145GDS 22 = 153GDS 05 = 74

Assesment1. Ulkus DM pedis sinistra Wagner III-IV 2. Nefropati DM Stage V3. Hipertensi Stage I 4. DM Tipe II obese 1. Ulkus DM pedis sinistra Wagner III-IV 2. Nefropati DM Stage V3. Hipertensi Stage I 4. DM Tipe II obese

Terapi1. Tirah baring tidak total2. Diet ginjal 2000 kkal rendah garam < 5 g/hari, protein < 50 gram/hari3. Medikasi luka setiap hari dengan normal saline4. Infus NaCl 0,9% 16 tpm mikro5. Inj. Ceftriaxon 2 g/24 jam6. Inj metronidazole 500 mg/8 jam7. Captopril 3x25 mg8. Furosemid 1x40 mg9. N acetyl cistein 1x200 mg 10. Inj. Metoklorpramid 5 mg/12 jam jika perlu 11. HD1. Tirah baring tidak total2. Diet ginjal 2000 kkal rendah garam < 5 g/hari, protein < 50 gram/hari3. Medikasi luka setiap hari dengan normal saline4. Infus NaCl 0,9% 16 tpm mikro5. Inj. Ceftriaxon 2 g/24 jam6. Inj metronidazole 500 mg/8 jam7. Captopril 3x25 mg8. Furosemid 1x40 mg9. N acetyl cistein 1x200 mg 10. Inj. Metoklorpramid 5 mg/12 jam jika perlu 11. HD

Plan1. KUVS/24 jam2. GDS/8 jam3. BC/24 jam4. Darah rutin5. Urin rutin6. Kultur pus7. Angiografi pedis sinistra8. Monofilamen9. Funduskopi10. Profil lipid11. GDP, GD2JPP, HbA1c1. KUVS/24 jam2. GDS/8 jam3. BC/24 jam4. Darah rutin5. Urin rutin6. Kultur pus7. Angiografi pedis sinistra8. Monofilamen9. Funduskopi10. Profil lipid11. GDP, GD2JPP, HbA1c

Tanggal25 Mei 201526 Mei 2015

SubyektifLemas (-), cengeng (+), bengkak (+) berkurang, luka kaki (+), pasien meminta pulangLemas (-), cengeng (+) berkurang, bengkak (+) berkurang, luka kaki (+)

ObjektifKU: Tampak sakit ringan, compos-mentis, kesan gizi obese grade ITD: 150/100 mmHgRR: 20N: 72S: 36,7 oCMata: CP (+/+), SI(-/-)Hidung : Nafas cuping hidung (-)Mulut: Papil lidah atrofi (-)Leher:JVP R+2 cm, KGB tidak membesarCorI : IC tidak tampakP :IC tidak kuat angkatP:Batas jantung kesan tidak melebarA :BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-) Pulmo anterior dan posteriorI : Pengembangan dada kanan=kiriP : Fremitus raba kanan=kiriP : Sonor/sonorA :Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-/-)AbdomenI :DP sama tinggi dengan DDA : Bising usus (+) N: 10x/menitP :Timpani, pekak alih (-), area troube timpani, liver span 8 cmP :Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak terabaEkstremitas: ulkus pedis sinistra Wagner III-IVAkral hangat ++

++

Oedem

KU: Tampak sakit ringan, compos-mentis, kesan gizi obese grade ITD: 140/90 mmHgRR: 20N: 72S: 36,2 oCMata: CP (+/+), SI(-/-)Hidung : Nafas cuping hidung (-)Mulut: Papil lidah atrofi (-)Leher:JVP R+2 cm, KGB tidak membesarCorI : IC tidak tampakP :IC tidak kuat angkatP:Batas jantung kesan tidak melebarA :BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-) Pulmo anterior dan posteriorI : Pengembangan dada kanan=kiriP : Fremitus raba kanan=kiriP : Sonor/sonorA :Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-/-)AbdomenI :DP sama tinggi dengan DDA : Bising usus (+) N: 10x/menitP :Timpani, pekak alih (-), area troube timpani, liver span 8 cmP :Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak terabaEkstremitas: ulkus pedis sinistra Wagner III-IVAkral hangat ++

++

Oedem

Px. PenunjangTerlampirGDS 17 = 140GDS 22 = 135GDS 05 = 78

Assesment1. Ulkus DM pedis sinistra Wagner III-IV 2. Nefropati DM Stage V3. Hipertensi Stage I 4. DM Tipe II obese1. Ulkus DM pedis sinistra Wagner III-IV 2. Nefropati DM Stage V3. Hipertensi Stage I 4. DM Tipe II obese

Terapi1. Tirah baring tidak total2. Diet ginjal 2000 kkal rendah garam < 5 g/hari, protein < 50 gram/hari3. Medikasi luka setiap hari dengan normal saline4. Infus NaCl 0,9% 16 tpm mikro5. Inj. Ceftriaxon 2 g/24 jam6. Inj metronidazole 500 mg/8 jam7. Captopril 3x25 mg8. Furosemid 1x40 mg9. N acetyl cistein 1x200 mg 10. Inj. Metoklorpramid 5 mg/12 jam jika perlu 11. HD1. Tirah baring tidak total2. Diet ginjal 2000 kkal rendah garam < 5 g/hari, protein < 50 gram/hari3. Medikasi luka setiap hari dengan normal saline4. Infus NaCl 0,9% 16 tpm mikro5. Inj. Ceftriaxon 2 g/24 jam6. Inj metronidazole 500 mg/8 jam7. Captopril 3x25 mg8. Furosemid 1x40 mg9. N acetyl cistein 1x200 mg 10. Inj. Metoklorpramid 5 mg/12 jam jika perlu11. HD pasien menolak HD

Plan1. KUVS/24 jam2. GDS/8 jam3. BC/24 jam4. Urin rutin5. Kultur pus6. Angiografi pedis sinistra7. Monofilamen8. Funduskopi9. Profil lipid10. GDP, GD2JPP, HbA1c1. Edukasi ulang2. KUVS/24 jam3. GDS/8 jam4. BC/24 jam5. Cek Elektrolit6. Urin rutin7. Kultur pus8. Angiografi pedis sinistra9. Monofilamen10. Funduskopi11. Profil lipid12. GDP, GD2JPP, HbA1c

Tanggal27 Mei 201528 Mei 2015

SubyektifLemas (-), cengeng (+) berkurang, bengkak (+) berkurang, luka kaki (+)Lemas (-), cengeng (-) bengkak (+) berkurang, luka kaki (+)

ObjektifKU: Tampak sakit ringan, compos-mentis, kesan gizi obese grade ITD: 140/90 mmHgRR: 20N: 72S: 36,7 oCMata: CP (+/+), SI(-/-)Hidung : Nafas cuping hidung (-)Mulut: Papil lidah atrofi (-)Leher:JVP R+2 cm, KGB tidak membesarCorI : IC tidak tampakP :IC tidak kuat angkatP:Batas jantung kesan tidak melebarA :BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-) Pulmo anterior dan posteriorI : Pengembangan dada kanan=kiriP : Fremitus raba kanan=kiriP : Sonor/sonorA :Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-/-)AbdomenI :DP sama tinggi dengan DDA : Bising usus (+) N: 10x/menitP :Timpani, pekak alih (-), area troube timpani, liver span 8 cmP :Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak terabaEkstremitas: ulkus pedis sinistra Wagner III-IVAkral hangat ++

++

Oedem

KU: Tampak sakit ringan, compos-mentis, kesan gizi obese grade ITD: 130/90 mmHgRR: 20N: 72S: 36,2 oCMata: CP (+/+), SI(-/-)Hidung : Nafas cuping hidung (-)Mulut: Papil lidah atrofi (-)Leher:JVP R+2 cm, KGB tidak membesarCorI : IC tidak tampakP :IC tidak kuat angkatP:Batas jantung kesan tidak melebarA :BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-) Pulmo anterior dan posteriorI : Pengembangan dada kanan=kiriP : Fremitus raba kanan=kiriP : Sonor/sonorA :Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-/-)AbdomenI :DP sama tinggi dengan DDA : Bising usus (+) N: 10x/menitP :Timpani, pekak alih (-), area troube timpani, liver span 8 cmP :Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak terabaEkstremitas: ulkus pedis sinistra Wagner III-IVAkral hangat ++

++

Oedem

Px. PenunjangGDS 17 = 145GDS 22 = 150GDS 05 = 95TerlampirPemeriksaan mata: segmen anterior terdapat katarak ODS imaturFunduskopi: sulit dievaluasi karena pupil sulit lebat

Assesment1. Ulkus DM pedis sinistra Wagner III-IV 2. Nefropati DM Stage V3. Hipertensi Stage I 4. DM Tipe II obese1. Ulkus DM pedis sinistra Wagner III-IV 2. Nefropati DM Stage V3. Hipertensi Stage I 4. DM Tipe II obese

Terapi1. Tirah baring tidak total2. Diet ginjal 2000 kkal rendah garam < 5 g/hari, protein < 50 gram/hari3. Medikasi luka setiap hari dengan normal saline4. Infus NaCl 0,9% 16 tpm mikro5. Inj. Ceftriaxon 2 g/24 jam6. Inj metronidazole 500 mg/8 jam7. Captopril 3x25 mg8. Furosemid 1x40 mg9. N acetyl cistein 1x200 mg 10. Inj. Metoklorpramid 5 mg/12 jam jika perlu11. HD pasien menolak HD membuat surat penolakan1. Tirah baring tidak total2. Diet ginjal 2000 kkal rendah garam < 5 g/hari, protein < 50 gram/hari3. Medikasi luka setiap hari dengan normal saline4. Infus NaCl 0,9% 16 tpm mikro5. Inj. Ceftriaxon 2 g/24 jam6. Inj metronidazole 500 mg/8 jam7. Captopril 3x25 mg8. Furosemid 1x40 mg9. N acetyl cistein 1x200 mg 10. Inj. Metoklorpramid 5 mg/12 jam jika perlu

Plan1. KUVS/24 jam2. GDS/8 jam3. BC/24 jam4. Cek Elektrolit5. Urin rutin6. Kultur pus7. Angiografi pedis sinistra8. Monofilamen9. Profil lipid10. GDP, GD2JPP, HbA1c1. BLPL

VIII. ALUR KETERKAITAN MASALAH

HipoglikemiUlkus pedisDM tipe IINefropati DMHipertensi

Hubungan langsung

Hubungan tidak langsung

BAB IIPEMBAHASAN

Pasien datang ke RSUD Dr Moewardi dengan keluhan lemas sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas dapat disebabkan karena berbagai hal. Lemas yang dirasakan pada salah satu anggota gerak mungkin disebabkan adanya kelainan neurologis. Berbeda dengan lemas yang dirasakan pada seluruh badan, paling mungkin disebabkan karena anemia ataupun hipoglikemia. Untuk mengetahui penyebab pastinya, perlu penggalian anamnesis yang lebih cermat. Pada kasus ini sebelumnya pasien mengaku meminum obat gula pada pagi hari sebelum makan. Setelah minum obat pasien tidak langsung makan karena merasa mual hingga kemudian pasien merasa lemas siang harinya. Dari anamnesis penyebab hipoglikemi pada pasien ini mengarah ke penggunaan obat hipoglikemik akibat penyakit yang disandang pasien yaitu diabetes mellitus.Pasien mengatakan memiliki riwayat DM sejak 7 tahun SMRS, dan didapatkan keluhan yang mengarah ke arah DM. Waktu pertama kali sebelum didiagnosis sakit gula, pasien mengatakan berat badan turun 30 kg dalam 3 bulan sering BAK hingga 15x dalam sehari, minum lebih sering dari biasanya. Sering merasa lapar dan sering ngemil terutama pada malam hari. Pasien mengatakan gula darah hingga mencapai >350 mg/dl saat awal dikatakan sakit gula, dan sejak saat itu rutin control sampai 3 bulan yang lalu. Setelah itu pasien membeli obat sendiri di apotek yaitu glimepirid. Pada pasien didapatkan keluhan klasik DM yaitu polyuria, polydipsia, polifagia dan terdapat penurunan berat badan 30kg lebih dari 3 bulan. Pada awal didiagnosis DM pasien mengatakan kadar gula darah >350 mg/dl. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA, 2010). Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.Diagnosis DM dapat dilihat pada gambar berikut (Perkeni, 2011):Gambar 2.1. Kriteria diagnosis DM

Algoritma penegakan diagnosis diabetes mellitus juga dapat dilihat pada bagan berikut ini (Perkeni, 2011).Gambar 2.2 Alur Penegakan Diagnosis DM

Klasifikasi etiologi DM menurut American Diabetes Association 2010 (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu:IDiabetes tipe I (destruksi sel, umumnya mengarah kepada defisiensi insulin absolut) Immune mediated Idiopatik

IIDiabetes tipe 2 (dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin relative hingga predominan defek sekresi dengan resistensi insulin)

IIITipe lain Defek genetik dari fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Imbas obat atau zat kimia Infeksi Jenis tidak umum dari diabetes yang diperantarai imun Sindrom genetik lainnya yang kadang berhubungan dengan DM

IVDiabetes mellitus gestasional

Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi Diabetes Mellitus

Pada pasien ini lebih mengarah ke DM tipe II.Patofisiologi Diabetes MellitusPada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.Gambar 2.3 Patogenesis DM Tipe 1 (Ozougwu et al., 2013)

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, polyuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).Gambar 2.4. Patogenesis DM Tipe 2 (Ozougwu et al., 2013)

Penatalaksanaan DMEmpat pilar utama pengelolaan DM (Perkeni, 2011):1. EdukasiTujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/komplikasi yang mungkin timbul secara dini/saat masih reversibel, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan.Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak (Perkeni, 2011)2. Terapi Gizi MedisKomposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari (Perkeni, 2011). Kebutuhan kalori dihitung dengan menggunakan perhitungan menurut Brocca:BBI = 90 % x (TB dalam cm 100) x 1 kgSedangkan untuk laki-laki dengan tinggi badan kurang dari 160 cm atau wanita dengan tinggi badan kurang dari 150 cm digunakan rumus:BBI = (TB dalam cm 100) x 1 kg.Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan kebutuhan kalori basal (30 kal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kal/kg BB untuk wanita), kemudian ditambah kalori berdasarkan presentasi kalori basal. Kerja ringan, ditambah 10 % dari kalori basal Kerja sedang, ditambah 20 % dari kalori basal Kerja berat, ditambah 40-100 % dari kalori basal Pasien kurus, masa tumbuh-kembang, infeksi, kehamilan atau menyusui, ditambah 20 30 % dari kalori basalFaktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori adalah jenis kelamin, umur, aktivitas fisik dan pekerjaan, kehamilan infeksi, adanya komplikasi dan berat badan.3. Latihan JasmaniLatihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin (Perkeni, 2011). Olahraga yang tidak terkendali akan menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa darah dan benda keton. Sebaiknya kadar glukosa darah tidak lebih dari 250 mg/dl jika diabetes ingin berolahraga. Intensitas latihan dapat ditentukan dengan menggunakan Maximum Heart Rate (MHR) yaitu: 220 umur. Kemudian intensitas yang ideal adalah 60-70% dari MHR (Isniati, 2003).4. Intervensi Farmakologisa) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)/ Oral Andidiabetic (OAD)Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan:1) Pemicu sekresi insulin2) Penambah sensitivitas terhadap insulin3) Penghambat glukoneogenesis4) Penghambat glukosidase alfab) InsulinInsulin diindikasikan kepada setiap pasien DM tipe I dan digunakan dalam diabetes dengan ketoasidosis. Selain itu insulin digunakan untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosanya dengan kombinasi sulfonylurea dan metformin. (Suyono et al., 2009)Insulin diperlukan pada keadaan:1) Penurunan berat badan yang cepat2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis3) Ketoasidosis diabetic4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Gambar 2.5. Algoritma Pengelolaan DM Tipe 2 tanpa dekompensasi

c) Terapi KombinasiPemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.Gambar 2.6. Algoritme Pengelolaan DM Tipe 2 Berdasarkan A1c

ParameterRisiko KV (-)Risiko KV (+)

IMT (kg/m2)18.5 - < 2318.5 - < 23

Tekanan darah sistolik (mmHg)< 130< 130

Tekanan darah diastolik (mmHg)< 80< 80

Glukosa darah puasa < 100 < 100

Glukosa darah 2 jam PP (mg/dL)< 140< 140

HbA1c (%)< 7< 7

Kolesterol LDL (mg/dL)< 100< 70

Kolesterol HDL (mg/dL)Pria > 40Wanita > 50Pria > 40Wanita > 50

Trigliserid (mg/dL)< 150< 150

Tabel 2.2.. Target Pengendalian DM

Komplikasi Diabetes MellitusKomplikasi DM Metabolik AkutKomplikasi akut disebabkan oleh perubahan relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Hiperglikemi, hiperosmolar, nonketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik akut dari penderita diabetes melitus tipe II. Hiperglikemi berat dengan kadar glukosa serum lebih besar dari 600 mg/dl. Hiperglikemi menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dehidrasi berat. Komplikasi metabolik lain ialah hipoglikemi terutama akibat pemakaian OAD yang tidak sesuai atau komplikasi terapi insulin. (David E.Schteingart, 2006).1. Hipoglikemi Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah normal; kadar glukosa darah < 60mg/dl atau kadar glukosa darah 200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip dextrose 10%.e. Bila GDs >100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200mg/dl, pertimbangkan mengganti infuse dextrose 5% atau NaCl 0,9%.Pada kasus ini karena masih dalam stadium permulaan, terapi yang diberikan adalah gula murni 30 gr (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni.

Gambar 2.8. Algoritma tatalaksana hipoglikemi.

Komplikasi DM Kronik Jangka PanjangKomplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh darah kecil (mikroangiopati), dan pembuluh-pembuluh darah besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), dan otot-otot serta kulit. Dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa arterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat terjadi penyebab jenis penyakit vaskular ini. Gangguan-gangguan ini berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia, dan kelainan pembekuan darah (Schteingart, 2006).Pasien juga mengeluhkan luka pada daerah jempol kaki kiri yang tidak sembuh-sembuh. Luka didapatkan sejak lebih dari 3 bulan yang lalu. Semakin lama luka semakin memburuk dan melebar. Pasien mengaku pernah mondok karena lukanya 2 bulan SMRS, namun luka muncul kembali. Pasien mengaku luka nyeri tekan. Pasien menyangkal rasa panas pada daerah luka. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan gambaran ulkus pedis kiri dengan keterlibatan tulang.2. Ulkus diabetikumUlkus diabetikum adalah salah satu komplikasi diabetes melitus berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya di bagian ujung kaki. Ulkus diabetikum termasuk luka kronik, yaitu luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multifaktorial dari penderita. Luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali (Suyono, 2009).PatofisiologiUlkus diabetikum dapat terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu (Djuanda, 2001):a. Sistem sarafNeuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena abnormalitas metabolisme intrinsik sel schwan yang melibatkan lebih dari satu enzim (Pascal et al., 2005). Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang nyeri yang diterima kaki cepat mendapat respon dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar.Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang penderita DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanis, kemis maupun termis. Keadaan ini memudahkan terjanya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren. Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, anhidrosis, pembentukan callus pada daerah tekanan, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi (Sidartawan, 2006).b. Sistem vaskularIskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM. Dua kategori kelainan vaskuler yaitu:1) MakroangiopatiMakroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multipel. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, metatarsalis serta arteri digitalis.Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi kelainan metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta meningkatnya trombosit.Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedang secara akut emboli akan memberikan gejala klinik 5P, yaitu: Pain (nyeri), Paleness (kepucatan), Paresthesia (kesemutan), Pulselessness (denyut nadi hilang), Paralisis (lumpuh),kadang ditambah P ke 6 yaitu Prostration (kelesuan) (Sidartawan, 2006).2) MikroangiopatiMikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil, arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik dan non enzimatik glukosa ke dalam membrana basalis. Penebalan membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.c. Sistem imunStatus hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan monosit (makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan (adherence), fagositosis dan proses-bunuh mikroorganisme intraseluler. Semua proses ini terutama penting untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya. Empat tahapan tersebut diawali dengan kemotaksis kemudian fagositosis, dan mulailah proses intraseluler untuk membunuh kuman tersebut oleh radikal bebas oksigen dan hidrogen peroksida (Sidartawan, 2006).

KlasifikasiMenurut berat ringannya lesi, ulkus diabetikum dibagi dalam enam derajat menurut Wagner, yaitu (Waspadji, 2009):Derajat 0: resiko tinggi, tak ada ulkus, pembentukan kalusDerajat 1: kulit intak/utuh Derajat 2: ulkus dalam, sampai tendo/tulangDerajat 3: ulkus dalam dengan infeksiDerajat 4: ulkus dengan gangren pada 1-2 jari kaki Derajat 5: ulkus dengan gangren seluruh kakiDiagnosisResiko pembentukan ulkus sangat tinggi pada penderita neuropati sehingga apabila belum tampak adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan ulkus dapat dicegah. Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian nilon monofilamen 10 gauge. Tes positif apabila pasien tidak mampu merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki walau monofilamennya sampai bengkok (Suyono, 2009).

Gambar 2.6. Pemeriksaan monofilamen

Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan tes vaskuler noninvasif yang meliputi pengukuran oksigen transkutaneus, ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic pressure. ABI didapat dengan cara membagi tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya oklusi arteri (Suyono, 2009).Interpretasi nilai ABI adalah (Perkeni, 2011):1. >1,3: non compresible2. 1,00-1,29: normal3. 0,91-0,99: borderline4. 0,41-0,90: PAD ringan sedang5. 0,00-0,40: PAD beratPada pasien nilai ABI menunjukkan 1,11 yang berarti normal.Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka leukosit yang meningkat bila sudah terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam pp harus diperiksa untuk mengetahui kadar gula dalam darah. Pemeriksaan dan kultur pus dilakukan untuk menilai bakteri dan untuk menentukan pilihan antibiotik (Waspadji, 2009).Pemeriksaan radiologis akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan, benda asing serta adanya osteomielitis (Alberti et al, 1998).Penatalaksanaana. Kontrol nutrisi dan metabolikKeadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Konsentrasi glukosan dalam darah diusahakan agar senormal mungkin. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalkan konsentrasi gula darah (Waspadji, 2009). Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan sehingga perlu untuk memonitor Hb di atas 12 gr/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gr/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren perlu disesuaikan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Pengaturan kebutuhan kalori telah dibahas pada terapi DM di atas.b. Kontrol stres mekanisPasien dengan ulkus membutuhkan beban berat (weight bearing) minimal. Modifikasi weight bearing meliputi bed rest dampai pemakaian crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat di tempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi setiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang di tempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka (Sidartawan, 2000).c. Tindakan bedahTahapan yang perlu diperhatikan dalam penerapan ulkus diabetikum ataupun pencegahan timbulnya ulkus adalah (Sidartawan, 2000):1) Debridemen dan pembersihan lukaDebridemen adalah suatu proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan non vital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf, pembuluh darah, tendo dan tulang (Moreau, 2003).Tujuan dasar debridemen adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Jika jaringan nekrotik tidak dihilangkan akan berakibat tidak hanya menghalangi penyembuhan luka, tetapi juga dapat terjadi kehilangan protein, osteomielitis, infeksi sistemik dan kemungkinan terjadi sepsis, amputasi tungkai atau kematian. Setelah debridemen membuang jaringan nekrotik akan terjadi perbaikan sirkulasi dan terpenuhi pengangkutan oksigen yang adekuat ke luka (Moreau, 2003).Teknik debridemen dapat dibagi mulai dari yang kurang invasif sampai yang paling invasif dimana irigasi merupakan tindakan yang paling sedikit mencederai jaringan, sedangkan pembedahan merupakan prosedur yang paling ablative. Berikut adalah beberapa teknik debridemen :a) Autolytic debridementb) Enzymatic debridementc) Mechanical debridementd) Surgical debridementAutolytic debridement adalah suatu proses usaha tubuh untuk melakukan pembuangan jaringan mati. Keadaan ini perlu dibantu dengan mempertahankan suasana luka supaya tetap lembab. Produk yang dapat dipakai adalah hydrogels.Enzymatic debridement merupakan suatu teknik debridemen menggunakan topikal ointment.Topikal ointment yang populer saat ini adalah kolagenase (Santyl) yang telah dilakukan studi dan telah dipakai secara luas. Enzim kolagenase adalah hasil fermentasi dari Clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan unik mencerna kolagen dalam jaringan nekrotik, dapat membersihkan luka dari jaringan mati dan menjadikan bed luka siap untuk penyembuhan.Enzim kolagenase terutama efektif untuk luka ulkus kronis seperti diabetes ulcers, pressure ulcers, arterial ulcers, venous ulcers dan juga untuk luka bakar.Mechanical debridement disebut juga gauze debridemen, prinsip kerjanya adalah wet to dry dressing. Luka ditutup dengan kasa yang telah dibasahi normal saline, setelah kering kasa akan melekat dengan jaringan mati. Saat mengganti balut jaringan mati ikut terbuang. Tindakan ini dilakukan berulang 2 sampai 6 kali per hari. Biasanya tindakan ini sebagai pelengkap surgical debridement. Prosedur ini membuat tidak nyaman penderita saat mengganti balutan dan potensial merusak epitel yang masih fragile (Moreau, 2003).Surgical debridement adalah tindakan menggunakan scapel, gunting, kuret an instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan nekrotik lain dari luka. Teknik ini merupakan cara debridement yang paling cepat dan efisien. Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah.Debridemen harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan (Moreau, 2003).2) Kontrol infeksiPada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotika dan mengurangi angka amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement. Kultur yang didapat dari usapan luar luka, sudah dibuktikan mempunyai korelasi yang buruk dengan kuman patogen yang sebenarnya (Waspadji, 2009).Jenis antibiotika yang diberikan sebelum hasil kultur ada, berdasarkan keputusan klinis yang didasari data kultur dari kasus-kasus sebelumnya. Pada ulkus dangkal dapat diberikan antibiotika topikal atau oral pada pasien rawat jalan dan atau harus dievaluasi apakah ada perbaikan atau memberat yang memerlukan tindakan pembersihan luka atau mengubah antibiotika dan cara pemberiannya (Waspadji, 2009).3) RevaskularisasiPasien DM kronis harus dipikirkan adanya gangguan aliran darah ke tungkai sampai dibuktikan tidak ada kelainan. Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan vaskuler non invasif menjadi dasar untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan jika diperlukan (Mirzanie et al., 2005).Fontaine membagi derajat penyakit pembuluh darah perifer (Perifer Vascular Disease / PVD) menjadi: Derajat 1 : PVD asimptomatik atau gejala tidak khas (kesemutan, geringgingan) Derajat 2 : Intermittent claudication (rasa sakit yang timbul baik siang atau malam hari, biasanya pada telapak kaki setelah berjalan beberapa saat dan segera hilang bila istirahat disertai perasaan terbakar, kebas dan dingin), a > 200 m, dan b < 200 m Derajat 3: Ischemia rest pain (nyeri saat istirahat) Derajat 4: Ulkus atau gangren akibat kerusakan jaringan karena anoksiaRevaskularisasi hanya dilakukan pada pasien yang mempunyai keluhan baik berupa intermittent claudicatio, ischemic rest pain maupun ulkus. Jadi hanya derajat 1 pada kriteria Fontaine yang tidak memerlukan revaskularisasi. Rekomendasi yang disepakati adalah setiap pasien dengan keluhan harus dilakukan pemeriksaan mulai klinis sampai arteriografi yang memperlihatkan pembuluh darah di kaki (perdarahan arterial) (Moreau, 2003).4) Tindakan amputasiBanyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan melakukan amputasi. Pada dasarnya amputasi dibagi menjadi amputasi minor, yaitu amputasi sendi midtarsal atau di bawahnya dan amputasi mayor, yaitu amputasi di atas midtarsal.Indikasi untuk dilakukan amputasi : Febris terus menerus Regulasi diabetes melitus sulit dicapai (kadar glukosa darah lebih dari 300 mg%) Osteomyelitis pada gambaran radiologi Selulitis cenderung ke atas Infeksi pada gangren yang menyebabkan keadaan umum semakin memburukFaal ginjal semakin menurun (Moreau, 2003).5) Rehabilitasi dan edukasiEdukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan ulkus diabetikum. Pada dasarnya penderita kaki diabetes harus dapat merawat sendiri dan dapat mencegah timbulnya ulkus dengan cara yang baik. Dengan pengetahuan yang baik akan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. Hal ini akan menekan biaya pengobatan yang cukup besar, di samping fungsi sosial pasien juga menjadi baik. Diperlukan kerjasama multidisipliner dan waktu konsultasi yang cukup untuk mendapatkan hasil yang baik dari segi pengetahuan pasien dalam perawatan kaki (Waspadji, 2009).

Pada kasus ini pasien mengeluhkan kedua tangan dan kaki bengkak yang terasa semakin membesar sejak seminggu SMRS. Keluhan terjadi terus menerus dan makin lama makin bertambah. Pasien mengaku sering mengalami hal yang serupa sejak sebulan yang lalu namun belum terlalu memberat seperti sekarang. Pasien menyangkal adanya sesak. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya hipertensi stage I, pitting oedem extremitas superior dan inferior dextra dan sinistra. Tidak ditemukan adanya suara tambahan pada paru. Dari hasil pemeriksaan laboraturium ditemukan anemia sedang, proteinuria, dengan GFR 7,9. Temuan ini mengarah kepada komplikasi DM kronis lainnya yaitu nefropati.3. Nefropati DMDiabetes mellitus (DM) sering disebut sebagai the great imitator dissease, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Salah satu komplikasi yang terjadi pada pada pasien berupa nefropati diabetikum. Hal ini disebabkan oleh hiperglikemia menetap pada pasien dengan DM tidak terkontrol. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjadilah hiperfiltrasi. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Peningkatan kadar albumin dalam urine merupakan tanda awal adanya kerusakan ginjal oleh karena diabetes (Sunaryanto, 2010).Pada umumnya nefropati diabetic didefinisikan sebagai sindroma klinis pada pasien diabetes mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 mg/menit) pada minimal 2x pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan (Hendromartono, 2009).Pasien pada kasus ini juga telah menderita hipertensi sejak 3 tahun SMRS. Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung terjadinya nefropati diabetic. Hipertensi yang tak terkontrol dapat meningkatkan progresivitas untuk mencapai fase nefropati diabetik yang lebih tinggi (Fase V nefropati diabetic) (Santoso, 2010). Tidak semua pasien diabetes mellitus tipe I dan II berakhir dengan nefropati diabetikum. Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor risiko antara lain:a. HipertensiHipertensi dapat menjadi penjadi penyebab dan akibat dari nefropati diabetikum. Dalam glomerulus, efek awal dari hipertensi sistemik adalah dilatasi arteriola afferentia, yang berkontribusi kepada hipertensi intraglomerular, hiperfiltrasi, dan kerusakan hemodinamik. Respon ginjal terhadap system renin-angiotensin menjadi abnormal pada ginjal diabetes (Santoso, 2010). b. Prediposisi genetika berupa riwayat keluarga mengalami nefropati diabetikum dan hipertensic. Kepekaan (susceptibility) nefropati diabetikum1) Antigen HLA (Human Leukosit Antigen)Beberapa penelitian menemukan hubungan faktor genetika tipe antigen HLA dengan kejadian nefropati diabetikum. Kelompok penderita diabetes dengan nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9.2) Glukose transporter (GLUT)Setiap penderita diabetes mellitus yang mempunyai GLUT 1-5 mempunyai potensi untuk mendapat nefropati diabetikum.d. HiperglikemiaKontrol metabolik yang buruk dapat menjadi memicu terjadinya nefropati diabetikum. Nefropati diabetikum jarang terjadi pada orang dengan HbA1c 300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan tanpa penyebab proteinuria yang lain (Hendromartono, 2009).

Tahapan Nefropati DM dibagi menjadi lima tahap oleh Mogensen, yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.5. Tahapan Nefropati Diabetik Oleh Mogensen 1) Nefropati DM tahap 1Pada tahap ini LFG lebih dari 90 ml/menit yang disertai pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal. Tahap ini masih reversible dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe 1 ditegakkan.2) Nefropati DM tahap 2Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis DM tegak, saat perubahan struktur ginjal berlanjut dan LFG masih tetap meningkat (60-89 ml/menit). Albuminuria hanya akan meningkat setelah latihan jasmani, keadaan stress atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini dapat berlangsung lama. Progresivitas tergantung dengan memburuknya kendali metabolis. Tahap ini sering disebut silent stage.3) Nefropati DM tahap 3Ini adalah tahap awal nefropati DM, saat mikroalbuminuria telah nyata. Tahap ini biasanya terjadi 10-15 tahun diagnosis DM tegak. Secara histopatologis, juga telah jelas penebalan membran basalis glomerulus. LFG masih tetap tinggi (30-59 ml/menit) dan tekanan darah mulai meningkat.4) Nefropati DM tahap 4Terdapat proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, tekanan darah sering meningkat dan LFG turun di bawah normal (15-29 mL/menit). Dapat terjadi retinopati, neuropati, gangguan profil lipid dan gangguan vascular umum.5) Nefropati DM tahap 5Penderita menunjukkan tanda sindrom uremik dan memerlukan terapi pengganti, dialysis maupun cangkok ginjal. LFG < 15 mL/menit.

Pada pasien dalam kasus ini sudah mencapai tahap Nefropati DM tahap 5 karena pasien sudah mengalami hipertensi hasil LFG sebesar 7,9 ml/menit atau