Referat Nefropati Diabetik

24
  i KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan kasih karunia-  Nya, penulisan referat dengan judul  Diabetic Nephropathy ini dapat diwujudkan dengan baik. Penulis berharap dengan membaca referat ini, pembaca dapat mengetahui tentang apa itu  Diabetic Nephropathy dan bagaimana cara menangani pasien  Diabetic Nephropathy dengan  baik dan benar. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Febie, Sp.PD atas bimbingan dan saran dari beliau selama penulisan referat ini.Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulisan referat ini. Referat ini tidak terlepas dari berbagai kesalahan.Mohon maaf apabila ada isi dan kata-kata di dalam tulisan kami yang kurang berkenan di hati pembaca.Semoga referat ini dapat bermanfaat dan berguna bagi seluruh pembaca. Jakarta, 1 November 2014 Penulis

description

Nefropati Diabetik

Transcript of Referat Nefropati Diabetik

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan kasih karunia-

    Nya, penulisan referat dengan judul Diabetic Nephropathy ini dapat diwujudkan dengan baik.

    Penulis berharap dengan membaca referat ini, pembaca dapat mengetahui tentang apa itu

    Diabetic Nephropathy dan bagaimana cara menangani pasien Diabetic Nephropathy dengan

    baik dan benar.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Febie, Sp.PD atas bimbingan dan saran

    dari beliau selama penulisan referat ini.Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak

    yang membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulisan referat ini.

    Referat ini tidak terlepas dari berbagai kesalahan.Mohon maaf apabila ada isi dan

    kata-kata di dalam tulisan kami yang kurang berkenan di hati pembaca.Semoga referat ini

    dapat bermanfaat dan berguna bagi seluruh pembaca.

    Jakarta, 1 November 2014

    Penulis

  • ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

    DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................................ iii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ iv

    BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

    1.2 Tujuan ......................................................................................................................... 2

    1.2.1Tujuan umum ................................................................................................... 2

    1.2.2Tujuan khusus .................................................................................................. 2

    1.3. Manfaat ...................................................................................................................... 2

    1.3.1. Bagi bidang akademik ................................................................................... 2

    1.3.2. Bagi masyarakat ............................................................................................. 2

    1.3.3. Bagi pemerintah ............................................................................................. 2

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3

    2.1.Definisi ........................................................................................................................ 3

    2.2.Etiologi dan Faktor Resiko .......................................................................................... 4

    2.3. Patofisiologi ............................................................................................................... 5

    2.4. Manifestasi Klinis ...................................................................................................... 7

    2.5. Diagnosis .................................................................................................................... 9

    2.6. Tata Laksana .............................................................................................................. 12

    2.6.1. Pencegahan ....................................................................................................... 12

    2.6.2. Terapi ............................................................................................................... 12

    2.6.3. Rujukan ............................................................................................................ 16

    2.7. Prognosis .................................................................................................................... 17

    BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 18

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 19

  • iii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1. Laju Eksresi Albumin Urin .................................................................................. 3

    Tabel 2.2. Tahap Nefropati Diabetik ..................................................................................... 4

    Tabel 2.3. Manifestasi Klinis pada End Stage Renal Disease ............................................... 7

    Tabel 2.4. Karakteristik Klinis pada Masing-Masing Stadium Albuminuria ........................ 10

    Tabel 2.5. Strategi dan Tujuan untuk Perlindungan Ginjal dan Jantung pada Pasien dengan

    Nefropati Diabetik ................................................................................................................. 13

  • iv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1. Pengaruh Diabetes pada Ginjal ......................................................................... 2

    Gambar 2.2. Skema Akumulasi Homosistein dalam Tubuh .................................................. 6

    Gambar 2.3. Skrining Mikroalbuminuria............................................................................... 10

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Nefropati diabetikum adalah sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang

    ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam atau >200 g/menit) pada

    minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu tiga sampai 6 bulan.1 Screening

    untuk nefropati diabetikum harus dilakukan setelah lima tahun terdiagnosis diabetes

    melitus tipe 1 atau lebih cepat jika terjadi pubertas atau kontrol gula darah yang

    buruk.Untuk pasien diabetes melitus tipe 2, screening sebaiknya dilakukan saat

    didiagnosis sebagai diabetes melitus tipe 2 dan setiap tahunnya.2

    Penyakit ginjal ini terjadi pada 40% pasien diabetes melitus. Selain itu,

    insidensi nefropati diabetikum meningkat dua kali lipat dari tahun 1991 hingga

    2001.2Umumnya nefropati diabetikum terjadi setelah 10 tahun sejak terkena diabetes

    melitus tipe 1.3 Angka kejadian nefropati diabetikum sama pada diabetes melitus

    tipe 1 dan 2, namun karena jumlah pasien diabetes melitus tipe 2 lebih banyak

    daripada tipe 1, maka insidens pada tipe 2 lebih besar.1 Nefropati diabetikum tidak

    memandang jenis kelamin, dimana insiden untuk pria sama dengan wanita.3

    Nefropati diabetikum lebih sering terjadi pada ras Afrika Amerika dan Asia

    dibandingkan dengan Kaukasia.2Hal ini dikarenakan faktor sosioekonomi, seperti

    diet, kontrol gula darah yang buruk, hipertensi, dan obesitas.3Umumnya orang

    dengan nefropati diabetikum juga memiliki retinopati diabetikum.4Pada pasien

    diabetes tipe 2, insiden mikroalbuminuria adalah 2% per tahun dan dengan

    prevalensi sebaganyak 25%.Proteinuria terjadi pada 15 hingga 40% pasien diabetes

    tipe 1 dan umumnya terjadi setelah 15 hingga 20 tahun terkena diabetes melitus.2

    Nefropati diabetikum adalah salah satu penyebab terbanyak dari end stage

    renal disease (ESRD) di Amerika Serikat4dan penyebab tertinggi transplantasi ginjal

    di Inggris.2Nefropati diabetikum meningkatkan risiko kematian melalui penyakit

    kardiovaskular.Pasien diabetes melitus membutuhkan diagnosis dini dan

    penatalaksanaan karena komplikasi nefropati diabetikum yang dapat menyebabkan

    kematian.2Selain itu, pasien diabetes melitu perlu membantu untuk mengontrol diet

    sehari-hari agar tidak terjadi keadaan hiperglikemia yang menyebabkan nefropati

    diabetikum.

  • 2

    1.2. Tujuan

    1.2.3. Tujuan umum

    1.2.3.1. Mengetahui tentang nefropati diabetikum.

    1.2.4. Tujuan khusus

    1.2.4.1. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, manifestasi

    klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan dari nefropati diabetikum.

    1.2.4.2. Mengetahui komplikasi dari nefropati diabetikum.

    1.3. Manfaat

    1.3.3. Bagi bidang akademik

    Referat ini berguna untuk menambah informasi mengenai nefropati

    diabetikum

    1.3.4. Bagi masyarakat

    Referat ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai

    nefropati diabetikum

    1.3.5. Bagi pemerintah

    Referat ini dapat digunakan sebagai dumber informasi kebijakan pemerintah

    mengenai penyebarluasan informasi mengenai nefropati diabetikum.

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Definisi

    Nefropati diabetikum didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes

    melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam atau > 200

    g/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu tiga sampai enam

    bulan (gambar 2.1.).1

    Gambar 2.1. Pengaruh Diabetes pada Ginjal5

    Laju eksresi albumin urin dapat dibagi menjadi tiga yaitu normoalbuminuria,

    mikroalbuminuria, dan makroalbuminuria (tabel 2.2.)1

    Tabel 2.1. Laju Eksresi Albumin Urin1

    Kondisi

    Laju Ekskresi Albumin Perbandingan

    albumin urin-

    kreatinin (g/mg)

    24 jam

    (mg/hari)

    Sewaktu (24

    g/menit)

    Normoalbuminuria < 30 < 20 < 30

    Mikroalbuminuria 30-300 20-200 30-300

    Makroalbuminuria > 300 > 200 > 300

  • 4

    Mikroalbuminuria merupakan prediktor penting untuk timbulnya nefropati

    diabetikum. Namun, perlu diingat pula penyebab mikroalbuminuria selain diabetes

    melitus, yaitu tekanan darah tingsgi, kehamilan, asupan protein sangat tinggi, stress,

    infeksi sistemik atau saluran kemih, dekompensasi metabolik akut, demam, latihan

    berat dan gagal jantung. Jika ditemukan mikroalbuminuria perlu diperiksa

    pemeriksaan-pemeriksaan lain, karena mikroalbuminuria berhubungan dengan

    mikroangiopati diabetik, penyakt kardiovaskular, hipertensi, dan hiperlipidemia.1

    Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada diabetes melitus dapat dibagi

    menjadi 5 tahap (tabel 2.1.)1

    Tabel 2.2. Tahap Nefropati Diabetikum3

    Tahap Karakteristik GFR* Ekskresi

    Albumin

    Tekanan

    Darah

    Kronologis

    1 Hiperfungsi

    dan

    hipertrofi

    Hiperfiltrasi

    glomerulus

    meningkat dapat

    meningkat

    tipe 1: normal,

    tipe 2: normal,

    hipertensi

    ada saat

    didiagnosis

    2 Silent stage Penebalan

    membran

    basalis dan

    mesangium

    normal tipe 1:

    normal; tipe

    2: < 30-300

    mg/hari

    tipe 1: normal,

    tipe 2: normal,

    hipertensi

    5 tahun

    pertama

    3 Incipient

    stage

    Mikroalbumin

    uria

    mulai

    menurun

    30-300

    mg/hari

    tipe 1:

    meningkat,

    tipe 2: normal,

    hipertensi

    6-15 tahun

    4 Overt

    diabetic

    nephropathy

    Makroalbumin

    uria

    dibawah

    normal

    > 300

    mg/hari

    hipertensi 15-25 tahun

    5 Uremic ESRD 0-10 Menurun hipertensi 25-30 tahun

    *GFR: glomerulus filtration rate

    2.2. Etiologi dan Faktor Risiko

    Penyebab pasti dari nefropati diabetikum hingga saat ini masih belum diketahui

    dengan pasti, namun beberapa penelitian menyatakan bahwa penyebab dari penyakit ini

    kemungkinan besar adalah keadaan hiperglikemia (gula darah puasa > 140-160 mg/dL

    dan A1C > 7-8%)1,4 kronik.4Selain itu keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan

  • 5

    nefropati diabetikum adalah kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal

    dan laju filtrasi glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus), hipertensi sistemik,

    sindrom resistensi insulin, inflamasi, perubahan permeabilitas pembuluh darah, asupan

    protein berlebih, dan gangguan metabolik (pembentukan advanced glycation end

    products, peningkatan produksi sitokin), dan hiperlipidemia.1 Genetik juga memiliki

    peranan pada penyakit ini.3 Kerusakan dari gen Angiotensin Converting Enzyme (ACE)

    akan meningkatkan risiko seseorang terkena nefropati diabetikum.3Selain itu, pasien

    dengan keluarga terkena nefropati diabetikum memiliki peningkatan risiko terkena

    nefropati diabetikum pula.3

    2.3. Patofisiologi

    Hiperglikemia kronis merupakan penyebab nefropati diabetik.Selain itu juga

    terjadi hiperfiltrasi pada ginjal.Hal ini terjadi karena kompensasi nefron yang masih

    sehat. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan

    menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut. Selain hiperglikemia, hiperfiltrasi dapat

    terjadi akibat dilatasi arteriol aferen oleh hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide,

    prostaglandin dan glukagon.1,4

    Efek langsung dari hiperglikemia adalah hipertrofi sel, sintesis matriks

    ekstraseluler, serta produksi TGF- yang diperantai oleh aktivasi protein kinase-C

    (PKC). PKC memiliki efek kontraksi vaskular, proliferasi sel, peningkatan aliran darah

    serta permeabilitas kapiler. Maka dari itu akan terjadi peningkatan tekanan kapiler di

    glomerulus.1,3

    Glomerulus ginjal juga mengalami perubahan struktural yakni seperti

    peningkatan matriks ekstraselular, penebalan membran basalis, ekspansi mesangial dan

    fibrosis.Hiperfiltrasi dan hipertrofi ginjal mulai terjadi pada tahun-tahun pertama sejak

    onset diagnosis diabetes mellitus ditegakkan. Kemudian dalam 5 tahun diabetes,

    membran basalis akan menebal, hipertrofi glomerulus dan ekspansi volume mesangial

    seiring penurunan filtrasi glomerulus. Setelah 5 10 tahun diabetes, kurang lebih 40%

    terjadi mikroalbuminuria. Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai ekskresi albumin

    sejumlah 30 299 mg/hari dalam urin 24 jam atau 30 299 g/mg kreatinin dalam urin

    sewaktu. Hanya kurang lebih 50% akan mengalami progresi dari mikroalbuminuria

    menjadi makroalbuminuria.1

    Apabila mikroalbuminuria telah terjadi, laju filtrasi glomerulus akan mengalami

    penurunan yang bertahap. Setelah itu, penderita akan mengalami gagal ginjal stadium

  • 6

    akhir (End Stage Renal Disease). Kemudian apabila makroalbuminuria terjadi, tekanan

    darah akan meningkat dan perubahan patologik akan menjadi irreversibel.1,5

    Selain mikro atau makroalbuminuria, anemia sering terjadi pada penderita

    nefropati diabetik yang berujung pada ESRD. Penyebab anemia pada ESRD yakni

    sebagai berikut1 :

    a. Defisiensi relatif eritropoeitin

    b. Umur eritrosit yang pendek

    c. Bleeding diathesis

    d. Defisiensi besi

    e. Hiperparatiroid atau fibrosis sumsum tulang

    f. Inflamasi kronik

    g. Defisiensi asam folat atau B12

    h. Hemoglobinopati

    i. Kondisi komorbid : kehamilan, hipo/hipertiroid, HIV-AIDS, autoimun, obat

    imunosupresan

    Pada nefropati diabetik, juga dapat terjadi kondisi hiperhomosisteinemia.Terdapat

    hipotesa bahwa ginjal meregulasi GFR dengan metabolisme homosistein.Homosistein

    adalah asam amino dan merupakan hasil metabolit methionine.Tubuh mendapatkan

    methionine dari asupan makanan seperti telur, daging dan ikan.6 Homosistein memiliki

    efek vasokontriksi, meningkatkan reabsorbsi Natrium dan membuat arteri menjadi

    kaku. Hal inilah yang dapat menyebabkan hipertensi apabila kadar homosistein terlalu

    tinggi dalam darah.7

  • 7

    Gambar 2.2. Skema Akumulasi Homosistein dalam Tubuh7

    2.4. Manifestasi Klinis

    Pada awal terjadinya nefropati diabetik, tidak ada gejala yang dapat ditemukan

    atau asimptomatik.Keluhan yang biasa dialami setelah neftropati diabetik lebih

    mengalami progresivitas yakni urin yang berbusa, cepat lelah dan kaki bengkak.

    Apabila sudah masuk dalam End Stage Renal Disease, gejala yang dapat ditimbulkan

    menyangkut gangguan elektrolit dan cairan, metabolik dan endokrin, neuromuskular,

    kardiovaskular, pulmonal, dermatologi, gastrointestinal dan hematologi maupun

    imunologi. Gejala klinis tersebut akan diperinci dalam tabel 2.1. berikut ini :

    Tabel 2.3. Manifestasi Klinis pada End Stage Renal Disease1

    Cairan dan Elektrolit Neuromuskular Dermatologi

    Hiponatremia

    Ekspansi volume cairan

    Hiperkalemia

    Hiperfosfatemia

    Lelah

    Gangguan tidur

    Nyeri kepala

    Letargi

    Iritabilitas muskular

    Neuropati perifer

    Restless leg syndrome

    Mioklonus

    Kejang

    Koma

    Kram otot

    Miopati

    Dialysis disequillibrium

    syndrome

    Pucat

    Hiperpigmentasi

    Pruritus

    Ekimosis

    Uremic frost

    Nephrogenic fibrosing

    dermopathy

  • 8

    Tabel 2.3. Manifestasi Klinis pada End Stage Renal Disease (lanjutan)1

    Metabolik dan Endokrin Kardiovaskular dan Pulmonal Gastrointestinal

    Hiperparatiroid sekunder

    Osteomalasia

    Resistensi karbohidrat

    Hiperurisemia

    Penurunan lipoprotein

    Kwashiorkor

    Gangguan pertumbuhan

    dan perkembangan

    Disfungsi seksual dan

    fertilitas

    Amenorrhea

    Amyloidosis

    Hipertensi arterial

    Gagal jantung kongestif

    dan edema pulmo

    Perikarditis

    Kardiomiopati tipe

    hipertrofi atau dilatasi

    Uremic lung

    Atherosklerosis

    Hipotensi dan aritmia

    Kalsifikasi vaskular

    Anoreksia

    Mual dan muntah

    Gastroenteritis

    Ulkus peptikum

    Perdarahan gastrointestinal

    Asites idiopatik

    Peritonitis

    Hematologi

    Anemia

    Limfositopenia

    Leukopenia

    Trombositopenia

    Hipoalbuminemia

    Definisi hiperfosfatemia yakni ketika level fosfat dalam darah lebih dari 1,8

    mmol/L (5,5 mg/dL).1 Keadaan hiperfosfatemia biasa ditemukan pada gagal ginjal akut

    dan kronik serta hipoparatiroid, intoksikasi vitamin D, akromegali, asidosis,

    rhabdomiolisis dan hemolisis. Pada gagal ginjal akut atau kronik, hiperfosfatemia dapat

    terjadi akibat penurunan filtrasi dan ekskresi fosfat.8 Sebagai akibat dari

    hiperfosfatemia, Kalsium Fosfat akan terdeposisi di jaringan dan menyebabkan

    hipokalsemia. Deposisi Kalsium Fosfat pun akan mengakibatkan gangguan seperti

    nefrokalsinosis dan aritmia jantung.1

    Manifestasi klinis lainnya seperti osteomalasia disebabkan oleh defisit vitamin D.

    Pada keadaan ESRD, terjadi gangguan metabolisme vitamin D yang terjadi di ginjal.

    Keluhan yang biasa dikemukakan oleh pasien yakni nyeri difus pada otot skeletal, nyeri

    pada tulang.9 Kelemahan otot proksimal tubuh merupakan ciri dari defisiensi vitamin

    D. Karakteristik osteomalasia pada gambaran radiologi adalah radiolucent bands

    (Looses zones atau pseudofractures).1

    Anemia dapat mulai terjadi pada kegagalan ginjal stadium 3 atau 4.Tipe anemia

    yang terjadi yakni normositik normokrom. WHO mendefinisikan anemia sebagai

    keadaan konsentrasi hemoglobin di bawah 13 gr/dL atau hematokrit di bawah 39%

  • 9

    untuk laki-laki dewasa; hemoglobin di bawah 12 gr/dL atau hematokrit di bawah 37%

    untuk perempuan dewasa.10 Gejala klinis dari anemia bervariasi, tergantung dari

    derajatnya. Anemia yang terjadi secara akut biasanya terjadi akibat perdarahan atau

    hemolisis.1 Pasien dengan anemia dengan derajat sedang akan mengeluhkan letih,

    lemas (tidak berstamina), sesak dan takikardi. Pada pemeriksaan fisik biasanya

    ditemukan kulit dan mukosa yang pucat.1,11

    Keadaan hipoalbuminemia akibat mikroalbuminuria atau makroalbuminuria

    dapat muncul. Definisi hipoalbuminemia yakni dimana kadar albumin dalam darah

    yakni di bawah 2,5 gr/dL).1 Hipoalbuminemia akan mengakibatkan penurunan tekanan

    onkotik dalam plasma sehingga terjadi transudasi cairan ke interstitium. Hal ini akan

    menstimulasi ginjal untuk meretensi Natrium dan menyebabkan edema. Edema pada

    gagal ginjal biasanya ditemukan di daerah periorbita saat pasien baru bangun tidur di

    pagi hari. Hal ini dikarenakan jaringan ikat di daerah mata merupakan jaringan ikat

    yang longgar.4

    2.5. Diagnosis

    Nefropati diabetikum didiagnosis dengan mengukur albumin pada urin (gambar

    2.3.).4Urin tersebut dapat diambil saat pagi hari maupun sewaktu, seperti saat datang

    kontrol ke dokter.2Semua hasil yang abnormal perlu dikonfirmasi kembali dengan

    pengumpulan tiga sampel urin yang dikumpulkan dalam jangka waktu tiga hingga

    enam bulan dikarenakan variabilitas harian dari jumlah ekskresi albumin di

    urin.Abnormalitas dua dari tiga sampel mengkonfirmasi albuimnuria.Screening tidak

    dilakukan jika terdapat infeksi saluran kencing, hematuria, olahraga berlebihan,

    hipertensi tidak terkontrol, dan gagal jantung, dikarenakan semua keadaan tersebut

    dapat meningkatkan ekskresi albumin di urin.2,4Masing-masing stadium albuminuria

    menunjukkan manifestasi klinis yang berbeda-beda (tabel 2.4.).2

  • 10

    Gambar 2.3. Skrining Mikroalbuminuria4

    Tabel 2.4. Karakteristik Klinis pada Masing-Masing Stadium Albuminuria2

    Stadium Albuminuria Karakteristik Klinis

    Mikroalbuminuria 200-199

    g/menit

    Peningkatan tekanan darah

    30-299 g/24

    jam

    Peningkatan trigliserida, low density

    lipoprotein (LDL) dan kolesterol total,

    saturated fatty acid (SFA)

    30-299 mg/g* Disfungsi endotel, retinopati diabetikum,

    amputasi, dan penyakit kardiovaskular.

    Mikroalbuminuria** 200 g/menit Hipertensi

    300mg/24 jam Peningkatan trigliserida dan LDL serta

    kolesterol total

    > 300 mg/g* Iskemik miokardium dan penurunan

    glomerular filtration rate (GFR)

    * Sampel urin sewaktu

    ** Proteinuria 500 mg/24 jam atau 430 mg/l dalam sampel urin sewaktu

    Selain itu, pengukuran albuminuria dapat menggunakandipstick. Hasil dipstick

    yang positif perlu dikonfirmasi dengan pengukuran protein dalam urin 24 jam. Jumlah

    protein dalam urin 24 jam lebih dari 500 mg/24 jam mengkonfirmasi diagnosis

    proteinuria, namun pasien dengan jumlah yang lebih kecil tidak menutup kemungkinan

  • 11

    memiliki mikroalbuminuria karena metode ini tidak sensitif untuk pengukuran

    mikroalbuminuria.2Proteinuria sebelum lima tahun terkena diabetes melitus, eritrosit

    yang dismorfik, dan penurunan mendadak dari fungsi finjal menandakan bahwa

    proteinuria tersebut terjadi karena alasan nondiabetik.3

    Jika mikroalbuminuria ditemukan, maka perlu memeriksa kreatinin serum,

    adanya retinopati, penyebab lain kelainan ginjal, penyakit pembuluh darah perifer, dan

    profil lipid.Selain itu perlu juga untuk mentatalaksana hipertensi, memperketat kendali

    gula darah, dan berhenti merokok.6

    Pengukuran lain yang dapat dilakukan adalah pengukuran ureum dan serum

    kreatinin.Hal ini berguna untuk pengukuran glomerulus filtration rate (GFR) yang

    berguna untuk memantau perkembangan penyakit ginjal dan menentukan

    stadiumnya.Ginjal akan tampak membesar dan mengecil pada stadium akhir dengan

    renal ultrasonography. Biopsi ginjal tidak rutin dilakukan pada pasien nefropati

    diabetikum.3 Biopsi dilakukan jika terdapat proteinuria yang tidak khas, yaitu dengan

    karakteristik sebagai berikut diabetes melitus tipe 1 kurang dari 10 tahun, tidak ada

    retinopati diabetikum, proteinuria tanpa didahului mikroalbiminuria, hematuria

    mikroskopik, dan cast eritrosit.3,6

    Untuk pemeriksaan histopatologis, umumnya ditemukan ekpansi dari mesangial

    akibat hiperglikemia dengan peningkatan produksi matriks, penebalan dari membrana

    basalis glomerulus, dan sklerosis glomerulus karena hipertensi interglomular yang

    disebabkan karena vasodilatasi renal atau iskemia akibat penyempitan pembuluh darah

    yang men-supplyglomerulus.3

    Nefropati diabetik bersifat ireversibel dan perjalanan penyakit akan semakin

    berat. Skrining sangat penting dilakukan agar terapi dapat sesegera mungkin dimulai

    untuk menahan laju progesivitas penyakit. Skrining mikroalbuminuria harus dilakukan

    pada pasien dengan diabetes tipe 1 yang sudah berlangsung lebih dari 5 tahun, pasien

    dengan diabetes tipe 2, dan saat kehamilan. Pada pasien tanpa diabetes,

    mikroalbuminuria dapat meningkat pada infeksi saluran kemih, hematuria, gagal

    jantung, sakit demam, hiperglikemia berat, hipertensi berat, dan latihan yang

    berlebihan.1

  • 12

    2.6. Tata Laksana

    2.6.1. Pencegahan

    Pencegahan dilakukan pada pasien diabetes dengan skrining

    mikroalbuminuria negatif (normoalbuminuria).2,4Dasar untuk pencegahan

    nefropati diabetik adalah pengobatan faktor risiko yang diketahui: hipertensi,

    hiperglikemia, merokok, dan dislipidemia. Hal ini juga merupakan faktor risiko

    untuk penyakit kardiovaskular dan harus diperlakukan secara keras.4

    a. Kontrol gula darah intensif.

    Perawatan intensif dari kadar gula darah dapat mengurangi munculnya

    mikroalbuminuria sebanyak 39%.

    b. Kontrol tekanan darah intensif.

    Pengobatan hipertensi secara drastis mengurangi risiko penyakit jantung

    pada pasien dengan diabetes.Pasien diabetes umumnya mengalami

    hipertensi, walaupun tidak ada gangguan ginjal. Sekitar 40% dari diabetes

    tipe 1 dan 70% dari pasien diabetes tipe 2 dengan normoalbuminuria

    memiliki tingkat tekanan darah >140/90 mmHg. Pada pasien dengan

    diabetes, tekanan darah harus dapat dipertahankan

  • 13

    American Diabetes Society (ADA) merekomendasikan jumlah konsumsi

    protein pada pasien diabetes dengan albuminuria adalah sebanyak 0,8

    g/kg/hari.1

    Tabel 2.5. Strategi dan Tujuan untuk Perlindungan Ginjal dan Jantung

    pada Pasien dengan Nefropati Diabetik2

    a. Kontrol gula darah intensif.

    Kontrol gula darah intensif pada pasien dengan diabetes tipe 1 tidak

    memperlambat progresivitas mikroalbuminuria menjadi makroalbuminuria,

    tetapikontrol gula darah dan tekanan darah yang rendah pada pasien dengan

    diabetes tipe 1 dapat mengurangi penurunan fungsi ginjal dalam hal

    proteinuria.1

    Pada pasien dengan diabetes tipe 2, efek dari kontrol gula darah yang

    ketat pada nefropati diabetik belum jelas, tetapi tetap harus diupayakan pada

    semua pasien.Beberapa agen antihiperglikemik oral memberikan efek yang

    menguntungkan dalam mencegah komplikasi ginjal pada pasien dengan

    diabetes tipe 2, tetapi pemberian obat ini harus memperhatikan fungsi renal.

    Metformin tidak boleh digunakan ketika serum kreatinin>1,5mg/dl pada pria

    dan >1,4mg/dl pada wanita karena dapat meningkatan risiko asidosis laktat.2

  • 14

    Sulfonilurea dan metabolitnya, kecuali glimepiride, dieliminasi melalui

    ekskresi ginjal dan tidak boleh digunakan pada pasien dengan penurunan

    fungsi ginjal.Repaglinide dan nateglinide memiliki durasi kerja yang

    singkat, diekskresikan secara independen dari fungsi ginjal, dan memiliki

    profil keamanan pada pasien dengan gangguan ginjal.Namun, pada titik ini,

    sulfonilurea dan insulinsecretagoguesbiasanya tidak terlalu efektif karena

    rendahnya produksi insulin endogen sebagai akibat dari durasi diabetes yang

    lama. Dengan demikian, sebagian besar pasien diabetes tipe 2 dengan

    nefropati diabetik harus ditangani dengan insulin.2

    b. Kontrol tekanan darah intensif dan blockade sistem renin-angiotensin.

    Pasien dengan mikroalbuminuria pada diabetes tipe 1 dan 2

    menunjukkan bahwa terapi hipertensi memberikan efek yang

    menguntungkan pada albuminuria.

    Blokade renin-angiotensin system (RAS) dengan menggunakan ACE

    inhibitor atau ARB bertujuan sebagai terapi hipertensi, ternyata juga

    memberikan manfaat tambahan pada fungsi ginjal. Obat ini mengurangi

    ekskresi albumin dalam urin dan progesifitas mikroalbuminuria.ARB juga

    efektif dalam menghambat munculnya makroalbuminuria pada pasien

    diabetes tipe 2 dengan mikroalbuminuria. Oleh karena itu, penggunaan obat

    ACE inhibitor atau ARB direkomendasikan sebagai terapi lini pertama

    untuk pasien diabetes tipe 1 maupun tipe 2 dengan mikroalbuminuria,

    walaupun mereka memiliki tekanan darah yang normal.1

    1. Pasien dengan proteinuria >1 g/hari dan insufisiensi renal, penurunan

    fungsi ginjal akan lebih lambat pada pasien dengan tekanan darah

  • 15

    tekanan darah dan memiliki efek dosis-respon luar dosis yang diperlukan

    untuk mengendalikan tekanan darah.

    Untuk mencapai tujuan tekanan darah 130/80 mmHg pada pasien

    diabetes pada umumnya, atau 125/75 mmHg pada pasien dengan proteinuria

    >1.0 g/24jam dan peningkatan kreatinin serum, diperlukan 3-4 obat

    antihipertensi.

    c. Intervensi diet

    Mengganti daging merah dengan ayam dapat mengurangi ekskresi

    albumin di urin sebesar 46% dan mengurangi produksi kolesterol total,

    LDL, dan apolipoprotein B pada pasien diabetes tipe 2 dengan

    mikroalbuminuria.Mekanisme diet rendah protein dapat mengurangi

    perkembangan nefropati diabetik masih belum diketahui, tetapi mungkin

    terkait dengan peningkatan profil lipid dan / atau hemodinamik glomerulus.

    d. Dislipidemia

    Kolesterol LDL harus diturunkan

  • 16

    Aspirin dosis rendah telah direkomendasikan untuk pencegahan primer

    dan sekunder dari kejadian penyakit jantung pada orang dewasa dengan

    diabetes.Terapi ini tidak memiliki dampak negatif pada fungsi ginjal

    (ekskresi albumin dalam urin atau GFR) pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2

    dengan mikroalbuminuria atau makroalbuminuria. Dosis aspirin yang

    digunakan adalah >100-150 mg/hari atau penggunaan agen antiplatelet lain

    seperti clopidogrel.2

    g. Intervensi multifaktorial

    Pasien dengan mikroalbuminuria sering memiliki faktor risiko

    kardiovaskular lainnya, seperti hipertensi dan dislipidemia.1,2,4 Intervensi

    multifaktorial terdiri dari implementasi bertahap dari:1

    1. Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes).

    2. Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, obat antihipertensi).

    3. Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein, pemberian ACE inhibitor

    atau ARB).

    4. Pengendalian faktor-faktor komorbiditas lainnya (pengendalian kadar

    lemak, mengurangi obesitas).

    Kelompok yang ditangani secara intensif mengalami penurunan 61% dalam

    risiko menjadi makroalbuminuria, penurunan risiko retinopati 58%,

    penurunan risiko neuropati otonom 63%, dan 55% penurunan risiko

    kematian akibat masalah pada jantung, infark miokard, prosedur

    revaskularisasi, stroke, maupun amputasi.2

    h. Pengobatan gagal ginjal terminal

    Pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal sehingga GFR

    mencapai 10-12 ml/menit (setara klirens kreatinin 6 mg/dL) dianjurkan untuk memulai dialisis (hemodialisis atau

    peritoneal dialisis. Pilihan pengobatan gagal ginjal terminal yang lain adalah

    cangkok ginjal.1

    2.6.3. Rujukan

    Baik ADA maupun ISN dan NKF menganjurkan rujukan kepada seorang

    dokter yang ahli dalam perawatan nefropati diabetik jika laju filtrasi glomerulus

  • 17

    mencapai

  • 18

    BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    Nefropati diabetikum didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes

    melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam atau > 200

    g/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu tiga sampai enam

    bulan.Nefropati diabetikum adalah salah satu penyebab terbanyak dari end stage renal

    disease (ESRD) di Amerika Serikat.Penyebab pasti dari nefropati diabetikum hingga

    saat ini masih belum diketahui dengan pasti, namun beberapa penelitian menyatakan

    bahwa penyebab dari penyakit ini kemungkinan besar adalah keadaan hiperglikemia

    kronik yang umumnya terjadi pada pasien diabetes mellitus.Pada awal terjadinya

    nefropati diabetik, tidak ada gejala yang dapat ditemukan atau asimptomatik.Keluhan

    yang biasa dialami setelah neftropati diabetik lebih mengalami progresivitas yakni urin

    yang berbusa, cepat lelah dan kaki bengkak.

    Untuk mendiagnosis nefropati diabetikum, yang pertama kali dilakukan adalah

    dengan mengukur albumin pada urin.Skrining sangat penting dilakukan agar terapi

    dapat sesegera mungkin dimulai untuk menahan laju progesivitas penyakit. Pencegahan

    pada pasien diabetes yang mengalami nefropati diabetik adalah dengan cara mengontrol

    kadar gula dalah darah dan deteksi mikroalbuminuria secara rutin. Rujukan kepada

    seorang dokter yang ahli dalam perawatan nefropati diabetik diperlukan jika laju filtrasi

    glomerulus mencapai

  • 19

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyaki

    Dalam Jillid 2. Ed. Ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

    2. Gross JL, Azevedo MJ, Silviero SP, Canani LH, Caramori ML, Zelmanovits T. Diabetic

    nephropathy: Diagnosis, Prevention, and Treatment. Diabetes Care 2005; 28: 176-188.

    3. Batuman V. Diabetic Nephropathy. 2014 [Internet]. [Place unknown]: Medscape; 2014

    [updated 2014, cited 2014 Nov 9] Available from:

    http://emedicine.emedscape.com/article/238946

    4. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrisons

    Principles of Internal Medicine. 18thed. New York: Mc-Graw Hill; 2012.

    5. Schena FP, Gesualdo L. Pathogenetic Mechanisms of Diabetic Nephropathy. JASN.

    2005 Mar 1;16(3 suppl 1):S303.

    6. Foods highest in Methionine [Internet]. [cited 2014 Nov 17]. Available from:

    http://nutritiondata.self.com/foods-000084000000000000000.html

    7. Sen U, Tyagi SC. Homocysteine and Hypertension in Diabetes: Does PPAR Have a

    Regulatory Role? PPAR Research. 2010 Jun 29;2010:e806538.

    8. Coladonato JA. Control of Hyperphosphatemia among Patients with ESRD. JASN. 2005

    Nov 1;16(11 suppl 2):S10714.

    9. Kanis JA, Hamdy NA, Cundy T. Pathogenesis of osteomalacia in chronic renal failure

    and its relationship to vitamin D. Ann Med Interne (Paris). 1986;137(3):1939.

    10. World Health Organization. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia

    and assessment of severity. World Health Organization; 2011.

    11. E Maakaron J. Anemia [Internet]. 2014 [cited 2014 Nov 17]. Available from:

    http://emedicine.medscape.com/article/198475-overview

    12. [Anonim]. HKIII Diabetes Diet Treatment 7 Days To See Results [Internet]. [Place

    unknown]: Diabetes diet treatment; 2013 [updated 2013, cited 2014 Nov 9] Available

    from: http://diabetesdiettreatment.weebly.com/

    13. Vora JP, Ibrahim AAH. Clinical Manifestations and Natura History of Diabetic

    Nephropathy. Comprehensive Clinical Nephrology. 2nd ed. St Louis: Mosby. 2001.

    p.425.

  • 20

    14. Adler AI, Stevenus RJ, Manley SE, Bilous RW, Cull CA, Holman RR. Development and

    Progression of Nephropathy in Type 2 Diabetes: The United Kingdom Prospective

    Diabetes Study (UKPDS 64). Kidney International 2003; 63: 225-232.

    15. House AA, Eliasziw M, Cattran DC, Churchill DN, Oliver MJ, Fine A, et.al. Effect of B-

    Vitamin Therapy on Progression of Diabetic Nephropathy. JAMA. 2010; 303(16):1603-

    1609.