tegar hipoglikemi

24
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Hipoglikemia ialah suatu penurunan abnormal kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah yang normal terjadi karena adanya keseimbangan antara penyediaan glukosa dalam darah dengan pemakaiannya oleh tubuh. Bila terjadi gangguan pada keseimbangan ini, maka dapat terjadi penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) atau sebaliknya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hipoglikemia erat kaitannya dengan kelompok usia tertentu dan tahap perkembangannya. Berbagai sindrom hipoglikemik ada kecenderungan terdapat pada umur-umur khusus. Hipoglikemia merupakan salah satu gangguan metabolik yang sering terjadi pada bayi dan anak Glukosa merupakan sumber utama energi untuk menjalankan fungsi organ sebagaimana mestinya. Walaupun semua organ tubuh menggunakan glukosa, otak manusia menggunakannya hampir secara eksklusif sebagai substrat untuk metabolisme energi. Oleh karena penyimpanan glikogen otak terbatas, pengiriman glukosa yang adekuat 1

description

nn

Transcript of tegar hipoglikemi

BAB IPENDAHULUAN

LATAR BELAKANGHipoglikemia ialah suatu penurunan abnormal kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah yang normal terjadi karena adanya keseimbangan antara penyediaan glukosa dalam darah dengan pemakaiannya oleh tubuh. Bila terjadi gangguan pada keseimbangan ini, maka dapat terjadi penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) atau sebaliknya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hipoglikemia erat kaitannya dengan kelompok usia tertentu dan tahap perkembangannya. Berbagai sindrom hipoglikemik ada kecenderungan terdapat pada umur-umur khusus. Hipoglikemia merupakan salah satu gangguan metabolik yang sering terjadi pada bayi dan anakGlukosa merupakan sumber utama energi untuk menjalankan fungsi organ sebagaimana mestinya. Walaupun semua organ tubuh menggunakan glukosa, otak manusia menggunakannya hampir secara eksklusif sebagai substrat untuk metabolisme energi. Oleh karena penyimpanan glikogen otak terbatas, pengiriman glukosa yang adekuat ke otak merupakan fungsi fisiologis tubuh yang esensial. Sekitar 90 % dari glukosa darah total dikonsumsi oleh otak. Meskipun bahan bakar lain seperti asam laktat dan badan keton dapat digunakan sebagai substrat untuk memproduksi energi, akan tetapi respon yang masih imatur dari neonatus membuat penggunaan dari molekul-molekul tersebut tidak memungkinkan. Dengan demikian, neonatus sangat rentan terhadap kondisi-kondisi yang mengganggu pemeliharaan homeostasis glukosa selama masa transisi dari intrauterin ke kehidupan mandiri di luar rahim.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. DefinisiHipoglikemia adalah adalah suatu kondisi bayi dengan kadar glukosa darah 10 U/ml pada keadaan hipoglikemia adalah abnormal, bahkan pada beberapa kasus kadar yang lebih kecil mungkin tidak sesuai dengan keadaan hipoglikemia yang ada dan menunjukan adanya sekresi otonom. Banyak pasien yang pada saat bayi dikenal mengalami hipoglikemia idiopatik ternyata mengalami hiperinsulinisme. Hiperinsulinisme sebagai penyebab hipoglikemia berat, pada umumnya muncul pada bayi baru lahir sampai usia 3 bulan. Adanya hiperinsulinisme, hipoglikemia simptomatik timbul setelah puasa 36 jam dan disertai dengan rendahnya kadar beta-hidroksibutirat (benda-benda keton), FFA dan hiperinsulinemia relatif (> 12 mikro unit/ml). Respons hiperglikemia terhadap glukagon meningkat. Uji toleransi tolbutamid memberikan hasil reaksi yang hebat. Hiperinsulinisme, ada dua .a. Hiperinsulinisme neonatal transienHiperinsulinisme sering didapatkan pada neonatus. Hal ini mungkin merupakan gambaran dari imaturitas regulasi sekresi insulin. Keadaan ini dapat terjadi pada bayi sakit, tetapi lebih jelas pada bayi yang asfiksia waktu lahir dan bayi-bayi kecil untuk masa kehamilan karena cadangan glikogennya lebih terbatas. Walaupun hiperinsulin ini hanya berlangsung sementara, namun penanganan yang cepat dan tepat harus segera diberikan agar tidak menimbulkan cacat otak yang menetap. Masalah ini sering terjadi sehingga pemantauan kadar glukosa darah pada jam-jam pertama harus selalu dilakukan untuk semua bayi dengan resiko. Pemberian minum harus segera dimulai, bila perlu dengan glukosa intravena. Pada saat pemulihan, pemberian glukosa intravena dikurangi secara bertahap. Walaupun jarang, perlu diketahui hiperinsulinisme persisten yang memerlukan penanganan yang intensif.b. Hiperinsulinisme persistenHiperinsulinisme persisten pada umumnya disebabkan oleh adanya defek dalam perkembangan sel beta yang menyebabkan timbulnya gangguan fungsi dan abnormalitas struktur insulin.2. Defek pada pelepasan glukosa (defek siklus Krebs, defek respiratory chain). Kelainan ini sangat jarang, mengganggu pembentukan ATP dari oksidasi glukosa, disini kadar laktat sangat tinggi.3. Defek pada produksi energi alternative (defisiensi carnitine acyl transferase, defisiensi HMG CoA, defisiensi rantai panjang dan medium acyl-CoA dehydrogenase, defisiensi rantai pendek acyl-CoA dehyrogenase). Kelainan ini mengganggu penggunaan lemak sebagai energi, sehingga tubuh sangat tergantung hanya pada glukosa. Ini akan menyebabkan masalah bila puasa dalam jangka lama yang seringkali berhubungan dengan penyakit gastrointestinal.4. Sepsis atau penyakit dengan hipermetabolik, termasuk hipertiroidisme.

Kelainan yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa1. Simpanan glukosa tidak akuat (prematur, bayi kecil masa kehamilan, disamping hipoglikemia akibat pemberian insulin pada diabetes. Hal ini dapat dibedakan dengan melihat keadaan klinis dan adanya hipoglikemia ketotik, biasanya terjadi akibat pada anak yang kurus, usia antara 18 bulan sampai 6 tahun. masukan makanan yang terganggu karena bermacam sebab. Penelitian terakhir mekanisme yang mendasari hipoglikemia ketotik adalah gagalnya glukoneogenesis.2. Kelainan pada produksi glukosa hepar antara lain defisiensi glucose-6-phosphatase (glycogen storage disease type I), defisiensi debrancher (glycogen storage disease type III), defisiensi phosphatase hepar (glycogen storage disease type VI, defisiensi glycogen synthase, defisiensi fructose 1,6 diphosphatase, defisiensi phospho-enol pyruvate, defisiensi pyruvate carboxylase, galactosemia, intoleransi fructose herediter, penyakit maple urine syrup). Kelainan ini menurunkan produksi glukosa melalui berbagai defek termasuk blokade pada pelepasan dan sintesis glukosa atau hambatan pada glukoneogenesis. 3. Kelainan hormonal (panhypopituitarisme, defisiensi hormon pertumbuhan, defisiensi kortisol dapat primer atau sekunder. Hal ini karena hormon pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada pembentukan energi alternative dan merangsang produksi glukosa. Kelainan ini mudah diobati namun yang sangat penting adalah diagnosis dini.4. Toksin dan penyakit lain (etanol, salisilat, propanolol, malaria). Etanol menghambat glukoneogenesis melalui hepar sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. Hal ini khususnya pada pasien dengan diabetes yang diobati insulin yang tidak dapat mengurangi sekresi insulin sebagai respon bila terjadi hipoglikemia. Intoksikasi salisilat dapat menyebabkan hipoglikemia ataupun hiperglikemia. Hipoglikemia karena bertambahnya sekresi insulin dan hambatan pada glukoneogenesis.

Peningkatan pemakaian glukosa dan atau penurunan glukosa:1. Stress emosional: sepsis, syok, asfiksia, hipotermi, respiratory distress, pasca resusitasi.2. Tranfusi tukar3. Defek metabolism karbohidrat: intoleransi fruktosa, galaktosemia4. Defisiensi endokrin: insufisiensi adrenal, defisiensi hipotalamus, hipopituitarisme kongenital, defisiensi glukkagon, defisiensi epinefrin.5. Defek metabolism asam amino: maple syrup urine disease, asidemia propionate, tirosinemia, asidemia glutarat tipe II. 3. EpidemiologiFrekuensi hipoglikemia pada bayi/anak belum diketahui pasti. Di Amerika dilaporkan sekitar 14000 bayi menderita Hipoglikemia. Gutberlet dan Cornblath melaporkan frekuensi hipoglikemia 4,4 per 1000 kelahiran hidup dan 15,5 per 1000 BBLR. Hanya 200 240 penderita hipoglikemia persisten maupun intermitten setiap tahunnya yang masuk rumah sakit. Angka ini berdasarkan observasi bahwa penderita hipoglikemia berjumlah 2 3 per 1000 anak yang masuk rumah sakit, sedangkan anak yang dirawat berjumlah 80.000 pertahun.Hipoglikemia lebih sering terjadi pada neonatus yang lahir pada kurang dari 37 minggu dan lebih dari 40 minggu usia kehamilan, dengan tingkat kejadian 2,4% pada neonatus lahir pada 37 minggu usia kehamilan, 0,7% pada neonatus lahir pada 38-40 minggu dari usia kehamilan. Selain itu, 1,6% dan 1,8% pada neonatus yang lahir pada usia kehamilan 41 dan 42 minggu

4.KlasifikasiBerdasarkan patofisiologi dapat dikelompokkan dalam 4 golongan anak dengan risiko terjadinya hipoglikemia: (1) bayi dari ibu diabetes atau diabetes waktu hamil, dan bayi dengan eritroblastosis fetalis berat; bayi demikian cenderung menderita hiperinsulinisme. (2) bayi berat badan lahir rendah yang mungkin mengalami malnutrisi intrauterin; pada golongan ini dapat terjadi penurunan cadangan glikogen hati dan lemak tubuh; BBLR yang termasuk rawan adalah bayi kecil menurut kehamilan, salah satu bayi kembar yang lebih kecil (berat badan berbeda 25% atau lebih, berat badan lahir kurang dari 2000 g), bayi yang menderita polisitemia, bayi dari ibu toksemia, dan bayi dengan plasenta yang abnormal. Faktor lain yang menyebabkan hipoglikemia pada golongan ini adalah respon insulin yang abnormal, glikoneogenesis yang terganggu, asam lemak bebas yang rendah, rasio berat otak: hati yang meningkat, kecepatan produksi kortisol yang rendah, mungkin kadar insulin yang meningkat, serta respon keluaran epinefrin yang menurun. (3) bayi sangat kecil atau sakit berat yang mengalami hipoglikemia karena meningkatnya kebutuhan metabolisme yang melebihi cadangan kalori, dan bayi berat badan lahir rendah dengan sindrom gawat napas, asfiksia perinatal, polisitemia, hipotermia dengan infeksi sistemik, dan kelainan jantung bawaan sianotik yang menderita gagal jantung. Penghentian mendadak infus glukosa terutama yang hipertonik dapat menimbulkan hipoglikemia. (4) bayi dengan kelainan genetik atau gangguan metabolik primer (jarang terjadi) seperti galaktosemia, penyakit cadangan glikogen, intoleransi fruktosa, asidemia propionik, asidemia metilmalonik, tirosinemia, penyakit sirup mapel, sensitivitas terhadap leusin, insulinoma, nesidioblastosis sel beta, hiperplasia sel beta fungsional, panhipopituitarisme, sindrom Beckwith, dan bayi raksasa Hipoglikemia dapat dibagi menurut usia yaitu hipoglikemia neonatus dan hipoglikemia pada balita atau anak yang lebih besarHipoglikemia pada neonatus 1. Bersifat sementara. Biasanya terjadi pada bayi baru lahir, misalnya karena masukan glukosa yang kurang (starvasi, kelaparan), hipotermia, syok, dan pada bayi dari ibu diabetes.2. Bersifat menentap atau berulang.Terjadi akibat defisiensi hormon, hiperinsulinisme, serta kelainan metabolisme karbohidrat dan asam amino, gangguan metabolisme yang bersifat herditer (misalnya, glycogen storage diseases, disorders of gluconeogenesis, fatty acid oxidation disorders). 5.PatofisiologiSebenarnya, pengaturan homeostasis pada janin dan bayi tidak sepenuhnya dapat dibuktikan, karena sebagian besar kesimpulan yang diambil adalah dari penelitian binatang percobaan. Walaupun demikian pada anak dan dewasa mempunyai substrat dan pengaturan metabolisme hormonal yang sama, namun homeostasis glukosa pada bayi gambarannya berbeda. Bila seorang ibu hamil mendapatkan nutrisi yang adekuat, maka pada janin tidak akan terjadi glukoneogenesis dan ketogenesis.Pada saat lahir kadar glukosa plasma umbilical 60-80% dari kadar glukosa vena ibu. Pada bayi aterm sehat yang sudah lepas dari ibunya dua jam pertama setelah lahir, kadar glukosa darahnya tidak pernah di bawah 40 mg/dL, pada usia 4-6 jam berkisar antara 45-80 mg/dL. Kadar glukosa dipertahankan segera setelah lahir dengan pemecahan glikogen hepar (glikogenolisis) karena pengaruh epinefrin dan glucagon, difasilitasi oleh turunnya kadar insulin. Namun dalam waktu 8-12 jam pertama glikogen berkurang, setelah itu kadar glukosa dipertahankan oleh sintesis glukosa dari laktat, gliserol, dan alanin (glukoneogenesis). Setelah mendapat makanan dan masukan karbohidrat adekuat, glukoneogenesis tidak dibutuhkan lagi. Hipoglikemia disebabkan oleh berkurangnya suplai glukosa atau meningkatnya konsumsi glukosa. Karena euglikemia pada mulanya tergantung pada glikogenolisis dan glikoneogenesis, bayi yang kekurangan substrat atau jalur metaboliknya tidak normal, terjadi hipoglikemia.Pada orang sehat, kadar glukosa darah post absorbsi tetap dipertahankan dalam rentang yang sempit, antara 60-100 mg/dL. Setelah makan maka kadar glukosa akan meningkat sementara antara 120-140 mg/dL, setelah itu kembali ke kadar semula biasanya sekitar 2 jam setelah absorbsi karbohidrat terakhir. Insulin dan glukagon merupakan dua hormon yang sangat penting dalam sistem umpan balik glukosa, bila gula darah meningkat setelah makan, maka sekresi insulin meningkat dan merangsang hepar untuk menyimpan glukosa sebagai glikogen. Bila sel (khususnya hepar dan otot) kelebihan glukosa, maka kelebihan glukosa disimpan sebagai lemak. Bila kadar glukosa turun, fungsi sekresi glukagon adalah meningkatkan kadar glukosa dengan merangsang hepar untuk melakukan glikogenolisis dan melepaskan glukosa kembali ke dalam darah. Pada keadaan kelaparan, hepar mempertahankan kadar glukosa melalui glukoneogenesis. Glukoneogenesis, adalah pembentukan glukosa dari asam amino dan gliserol yang merupakan bagian dari lemak. Otot memberikan simpanan glikogen dan memecah protein otot menjadi asam amino yang merupakan substrat untuk glikoneogenesis dalam hepar. Asam lemak dalam sirkulasi di katabolisme menjadi keton, asetoasetat dan beta hidroksi butirat yang dapat digunakan sebagai pembantu bahan bakar untuk sebagian besar jaringan, termasuk otak. Hipotalamus merangsang sistem saraf simpatis dan epinefrin yang disekresi oleh adrenal menyebabkan pelepasan glukosa oleh hepar. Bila hipoglikemia berkelanjutan, sampai beberapa jam atau hari, maka hormone pertumbuhan dan kortisol disekresi dan penurunan penggunaan glukosa oleh sebagian besar sel tubuh. Insulin merupakan hormone pengatur utama, bila tidak bekerja atau kurang maka terjadi hiperglikemia post absorbsi, jadi insulin mempertahankan euglikemia post absorbsi. Pada orang normal bila dibuat hipoglikemia dengan diberikan insulin, maka pertama kali hepar yang berperan secara fisiologis terjadi respon untuk mengatasi hipoglikemia dengan mengeluarkan glukosa yang disimpan sebagai glikogen dari sel hepatosit dan merubah laktat, gliserol, dan asam amino menjadi glukosa (glikoneogenesis), bila kadar glukosa darah tetap tidak mencukupi maka tubuh meningkatkan kadar glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan, dan kortisol. Glukagon yang pertama kali mengatasi hipoglikemia, bila gagal, maka yang kedua adalah epinefrin, bila glukagon dapat mengatasi hipoglikemia, maka epinefrin tidak diperlukan, namun bila tidak ada glukagon maka epinefrin memegang peranan penting. Hormon pertumbuhan dan kortisol, walaupun berperan namun bekerjanya lebih lambat. Otak merupakan organ target khusus yang menggunakan glukosa dan atau keton sebagai sumber energi utama. Namun pada kenyataan glukosa merupakan sumber energi tunggal, pada organ ini masuknya glukosa ke dalam sel diperantarai oleh glut3 transporter yang mempertahankan suplai glukosa yang tetap pada sel otak sampai kadar glukosa sangat rendah. Orang dewasa normal mampu mempertahankan kadar gula darah normal atau mendekati normal, kira-kira sampai seminggu, bahkan bila obesitas dapat sampai sebulan. Sebaliknya pada neonatus dan anak sehat, tidak dapat mempertahankan kadar gula darah normal bila dipuasakan dalam jangka pendek (24-36 jam), setelah itu terjadi penurunan kadar glukosa plasma yang progresif sampai ke kadar hipoglikemia. Kelainan sekresi hormone, interkonversi substrat dan mobilisasi bahan bakar metabolik menyebabkan kelainan produksi dan utilisasi glukosa yang berakibat hipoglikemia pada anak. Dalam keadaan normal tubuh mengatasi hipoglikemia dengan menurunkan sekresi insulin dan meningkatkan sekresi glukosa, epinefrin, hormone pertumbuhan, dan kortisol. Perubahan hormonal tersebut dikombinasi dengan meningkatnya keluaran glukosa hepar, bahan bakar alternative yang ada dan penggunaan glukosa menurun. Respon pertama kali yang terjadi adalah peningkatan produksi glukosa dari hepar dengan pelepasan cadangan glikogen hepar disertai penurunan insulin dan peningkatan glukagon. Bila cadangan glikogen habis maka terjadi peningkatan kerusakan protein karena kortisol meningkat, glukoneogenesis hepar diganti dengan glikogenolisis sebagai sumber produksi utama glukosa. Kerusakan protein tersebut digambarkan dengan meningkatnya kadar asam amino glukonegenik, alanin, dan glutamine dalam plasma. Penurunan kadar glukosa perifer pada keadaan awal menurunkan kadar insulin, yang kemudian diikuti peningkatan kadar epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Ketiga kejadian di atas, meningkatkan lipolisis dan asam lemak bebas dalam plasma, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternative tubuh dan menghambat penggunaan glukosa. Kenaikan keton urin dan plasma menunjukkan penggunaan lemak sebagai sumber energi. Asam lemak bebas plasma juga merangsang produksi glukosa.

6.Manifestasi KlinisBerbeda dengan hipoglikemia kimiawi, maka hipoglikemia simtomatik paling banyak dijumpai pada bayi kecil menurut kehamilan. Bayi tersebut biasanya termasuk golongan (2) atau (3) berdasarkan pengelompokan patofisiologi dan beberapa diantaranya merupakan hipoglikemia neonatal idiopatik simtomatik sementara. Kejadian hipoglikemia simtomatik sukar diketahui karena gejalanya juga dijumpai bila disertai keadaan lain seperti infeksi terutama sepsis dan meningitis, kelainan perdarahan dan edema susunan saraf pusat, asfiksia, penghentian obat, apneu pada prematuritas, kelainan jantung bawaan, polisitemia, dan juga dapat dijumpai pada bayi sehat normoglikemik. Kejadian diduga berkisar 1-3/1000 kelahiran hidup, kira-kira 5-15% mempunyai berat badan lahir rendah; kejadian tertinggi pada bayi di bawah persentil 50 usia kehamilan.Saat timbulnya gejala bervariasi dari beberapa hari sampai satu minggu setelah lahir. Berikut ini merupakan gejala klinis yang disusun mulai dari frekuensi tersering, yaitu gemetar atau tremor, serangan sianosis, apatis, kejang, serangan apneu intermitten atau takipneu, tangis yang lemah atau melengking, kelumpuhan atau letargi, kesulitan minum, dan terdapatnya gerakan putar mata. Dapat pula timbul keringat dingin, pucat, hipotermia, gagal jantung, dan henti jantung. Sering berbagai gejala muncul bersama-sama. Karena gejala klinis tersebut dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, maka bila gejala tidak menghilang setelah pemberian glukosa yang adekuat, perlu dipikirkan penyebab lain.

7.Pemeriksaan Penunjang- Pemeriksaan kadar glukosa darah- Pemeriksaan urin rutin, khususnya redus=ksi urin pada waktu yang sama dengan pengambilan sampel gula darah- Pemeriksaan kadar elektrolit darah- Apabila ditemukan hipoglikemi yang refrakter atau berat, atau jika telah diberikan infus gluosa > 1 mg, perlu dicari penyebab hipoglikemi dengan memeriksa insulin, growth hormone, kortisol, ACTH, tiroksin, glucagon, asam amino, plasma atau keton urin.

8.PenatalaksanaanTujuan utama pengobatan hipoglikemia adalah secepat mungkin mengembalikan kadar gula darah kembali normal, menghindari hipoglikemia berulang sampai homeostasis glukosa normal dan mengkoreksi penyakit yang mendasari terjadinya hipoglikemia. Sehingga harus diketahui status klinis dan penyebab hipoglikemia.- Periksa kadar glukosa darah dalam 1-2 jam untuk bayi yang mempunyai faktor resiko hipoglikemi dan pemberian minum diberikan setiap 2-3 jam- pemberian ASI bila bayi dengan ASI memiliki kadar glukosa rendah tapi kadar benda keton tinggi, dapat dikombinasi dengan susu formula.- Algoritma: hitung Glucose Infusion Rate (GIR)6-8 mg/kgBB/menit untuk capai gula darah maksimal, dapat dinaikkan 2 mg/kgBB/menit sampai maksimal 10-12 mg/kgBB/menit Bila dibutuhkan >12 mg/kgBB/menit, pertimbangkan obat obatan: glukagon, kortiosteroid, diazoxide, - konsultasikan bagian endokrinologi anak Bila ditemukan kadar gula darah 36 - 47 mg/dL setelah 24 jam terapi infus glukosa: infus dapat diturunkan bertahap 2 mg/kgBB/menit setiap 6 jam, periksa gula darah setiap 6 jam, asupan peroral ditingkatkan.

Terapi Darurat: pemberian segera dengan bolus 200 mg/kg dengan dextrose 10% = 2 cc/kg dan diberikan melalui IV selama 5 menit, diulang sesuai keperluan

Terapi Lanjutan:- infus glukosa 6-8 mg/kg/menit- kecepatan infus glukosa (GIR) dihitung menurut formula:

- periksa ulang kadar glukosa 20-30 menit dan setiap jam sampai stabil- ketika pemberian minum telah dapat ditoleransi dan nilai pemantauan glukosa bedside sudah normal maka infus dapat diturunkan secara bertahap. Tindakan ini mungkin memerlukan waktu 24-48 jam atau lebih untuk menghindari kemungkinan kambuhnya hipoglikemia.

Pemantauan:- pada umumnya akan pulih dalam 2-3 hari, bila hipoglikemia >7 hari, maka perlu konsultasi dengan endokrinologi anak- bila ibu menderita diabetes mellitus, perlu skrining atau uji tapis diabetes mellitus untuk bayinya- bila bayi menderita diabetes mellitus kelola diabetesna dan konsul ke bagian endokrinologi- pantau kadar gula darah terutama dalam 48 jam pertama- semua neonatus beresiko tinggi harus ditapis:> pada saat lahir, 30 menit setelah lahir kemudian setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum berjalan baik dan kadar glukosa normal tercapai.

Pencegahan:- hindari faktor resiko yang dapat dicegah ( hipotermi)- pemberian nutrisi secara enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling penting- jika bayi tidak mungkin menyusu, mulailah pemberian minum dengan menggunakan sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir.- neonatus yang beresiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai asupannya penuh dan 3kali pengukuran normal- jika ini gagal, terapi IV dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar glukosa dipantau.

15