Maya Hipoglikemi

46
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 14 Disusun oleh : Kelompok B2 Anggota 1.Renal Yusuf 2. Citra Maharani 3. Nuriasani Yukendri 4. Nini Irmadoly 5. Natasha Permata Andini 6. Garina Rioska Savella 7. Yuda Luthfiadi 8. Meida Rarasta 9.Maya Rentina 10. Indah Fitri Nurdianthi 04111401015 04111401017 04111401035 04111401036 04111401038 04111401050 04111401051 04111401054 04111401055 04111401056 Tutor : dr. Zulkarnain Musa Sp.PA

description

hipoglikemi

Transcript of Maya Hipoglikemi

Page 1: Maya Hipoglikemi

LAPORAN

TUTORIAL SKENARIO B BLOK 14

Disusun oleh :

Kelompok B2

Anggota

1. Renal Yusuf2. Citra Maharani3. Nuriasani Yukendri 4. Nini Irmadoly5. Natasha Permata Andini6. Garina Rioska Savella7. Yuda Luthfiadi8. Meida Rarasta9. Maya Rentina10.Indah Fitri Nurdianthi

04111401015041114010170411140103504111401036041114010380411140105004111401051041114010540411140105504111401056

Tutor :dr. Zulkarnain Musa Sp.PA

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

Page 2: Maya Hipoglikemi

KATA PENGANTAR

Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen

pembimbing yang telah membimbing tutorial pertama di blok 14ini sehingga proses tutorial

dapat berlangsung dengan sangat baik.

Tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua

orang tua, yang tela hmemberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung

jumlahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A di blok 9 ini

hingga selesai.

Ucapan terima kasih juga kepada para teman-teman sejawat di Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya atas semua semangat dan dukungannya sehingga perjalanan blok per

blok yang seharusnya sulit dapat dilewati dengan mudah.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati

sempurna.Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan

ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Januari 2013

Penyusun Kelompok 3

Page 3: Maya Hipoglikemi

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………. 2

Daftar Isi ………………………………………………………………………………..… 3

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang……………………………………………………….. 4

1.2 Maksud dan Tujuan……………………………………………….….. 4

BAB II : Pembahasan

2.1 Data Tutorial…………………………………………………………. 5

2.2 Skenario Kasus…… ………………………………………………..... 5

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah.............…………………………………...... 6

II. Identifikasi Masalah...........………………………………….... 7

III. Analisis Masalah...............................……………………......... 8

IV. Learning Issues ...………………...……………………............. 23

V. Kerangka Konsep..................………………………………...... 47

BAB III : Penutup

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 48

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 49

BAB I

Page 4: Maya Hipoglikemi

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok endokrin dan penyakit

metabolik yang berada dalam blok 14 pada semester 3 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi

(KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK di

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis

dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

skenario ini.

Page 5: Maya Hipoglikemi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Zulkarnain Musa Sp.PA

Moderator : yudha Luthfiadi

Sekretaris Papan : Renal yusuf

Sekretaris Meja : Maya Rentins

Hari, Tanggal : Senin, 21 Januari 2013

Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan

2. Dilarang makan dan minum

Page 6: Maya Hipoglikemi

2.2 Skenario kasus

Tn.A ,67 Tahun ,dibawa ke ruang gawat darurat RSMH oleh keluarganya karena koma sejak 3 jam yang lalu . Pasien mengidap DM tipe2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg. Menurut keluarganya , sebelum koma ,pasien merasa dingin ,berkeringat,palpitasi ,badan lemas ,dan merasa cemas, setelah minum obat sebelum makan pagi.

Pemeriksaan fisik

Kesadaran : koma,TD 90/40 mmHg,nadi 120x/menit,suhu 36°C .

Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik .

Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer : 40 mg/dL.

Jelaskan mengenai kasus ini secara rinci .

Page 7: Maya Hipoglikemi

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah

1.Ruang Gawat Darurat : salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderitasakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.

2. Koma : Keadaan tidak sadarkan diri yang penderitanya tidak dapat dibangunkan ,bahkan dengan rangsangan yang sangat kuat .

3. DM tipe 2 : Diabetes yang ditandai dengan onset usia antara usi 50 dan 60 tahun , onset yang bertahap dengan beberapa gejala metabolik.

4. Glibenklamid : Obat oral yang mengatur kadar gula darah .

5. Palpitasi : Perasaan berdebar-debar atau denyut jantung yang cepat atau tidak teratur yang bersifat subjektif.

6.Gula Darah Sewaktu : Hasil pengukuran gulah darah tanpa ada proses puasa.

7.Glukometer : Alat yang digunakan dalam menentukan proporsi gula dalam urin

Page 8: Maya Hipoglikemi

II. Identifikasi Masalah

NO KENYATAAN KESESUAIAN KONSEN1 Tn. A,67 tahun dibawa keruang gawat

darurat RSMH oleh keluarganya karena koma sejak 3 jam yang lalu .

TSH VVV

2 Tn.A mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg.

TSH VV

3 Sebelum koma, Pasien merasa dingin ,berkeringat ,palpitasi , badan lemas , dan merasa cemas ,setelah minum obat sebelum makan pagi .

TSH VV

4 Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Kesadaran : Koma ,TD 90 /40 mmHg ,nadi 120 x/menit ,suhu 36°C.Tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik . Kadar glukosa darah sewaktu (GDS ) dengan alat glukometer : 40 mg/dL

TSH V

*TSH = Tidak Sesuai Harapan

Page 9: Maya Hipoglikemi

III. Analisis Masalah

1. Tn. A,67 tahun dibawa keruang gawat darurat RSMH oleh keluarganya karena koma sejak 3 jam yang lalu .

a. Apa Etiologi koma pada kasus ini ? Hipoglikemik diabetikum akibat antidiabetika oral

b. Bagaiman mekanisme koma pada kasus ini?Pada kasus ini terjadi koma hipoglikemik yang mungkin disebabkan oleh obat anti

diabetika golongan sekretagok insulin yang meliputi golongan Sulfonylurea, yang termasuk

didalamnya obat generasi II Gliburid (Glibenklamid). Glibenklamid mempunyai masa kerja

yang lama yaitu sekitar 12-24 jam yang sering menyebabkan hipoglikemi pada pasien lanjut

usia, oleh karena itu, pemakaian obat golongan SU, sebaiknya dipilih obat dengan masa kerja

yang paling singkat pada pasien lanjut usia untuk menghindari efek samping hipoglikemi

yang rentan terjadi. Hipoglikemi juga merupakan efek samping dari obat ini apabila asupan

makanan ada pasien tidak adekuat.

Kadar glukosa plasma vena antara 45 sampai 60 mg/dl (2,5 – 3,3 mmol/l) jelas mendukung diagnosis hipoglikemi, dan bila dibawah 45 mg/dl (2,5 mmol/l) biasanya sudah menimbulkan gejala klinis yang berat. Sewaktu kadar glukosa darah turun mencapai kisaran 50 sampai 70mg/100 ml, sistem saraf pusat biasanya menjadi mudah dirangsang, karena hipoglikemia pada kisaran tersebut akan mensensitisasi timbulnya aktivitas saraf.

c. Apa tanda-tanda koma pada Tn.A ?

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat

kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai

respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu

diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil

pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung

responnya.

Respon Mata (Eyes)

1. Tidak dapat membuka mata

Respon Verbal (V)

1. Tidak ada respon suara

Page 10: Maya Hipoglikemi

Respon Motorik (M)

1. Tidak ada respon gerakan

Interpretasi

Nilai masing-masing elemen dan jumlah keseluruhan sangatlah penting, apabila GCS

kurang dari 8, maka pasien dikatakan dalam kondisi coma.

Misalnya ada Tn.A sangat mungkin “GCS 3 = E1 V1 M1 pada(pukul) ___″

GCS, EMV = 15 normal (koma = 3-8), somnolen = 13-14, stupor = 9-12.

d. Bagaimana pertolongongan pertama koma pada kasus Tn.A?

2. Pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg.

a. Apa etiologi Dm tipe 2?

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh

mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β,

gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh

disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan,

terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan

penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.

Bisa juga disebabkan oleh faktor lingkungan (life style) seperti makanan dan aktivitas

fisik sehari-hari, dan juga genetik.

b. Bagaimana patofisiologi DM Tipe 2?

Pada Diabetes Melitus tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan

insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan

terikat dengan reseptor khusus pada permukan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin

dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa

didalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe II disertai dengan

Page 11: Maya Hipoglikemi

penurunan reaksi intra sel yang mengakibatkan tidak efektifnya insulin untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin

dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah

insulin yang disekresi. Namun pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan

ini  akibat sekresi insulin berlebihan, dan kadar glukosa akan di pertahankan  dalam

tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun demikian bila sel-sel beta tidak mampu

megimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan

meningkat dan mengakibatkan Diabetes Melitus tipe II (Smeltzer, S.C & Bare, B. G,

2002). Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel

tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa

GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada

pasien DM tipe 2, terdapat kelainan pada pengikatan reseptor dengan insulin.

Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah empat reptor pada membran

sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor

insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor

insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat

megganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan

menurunya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk

mempertahankan hipoglikemia. DM tipe 2 ini sering kali dikaitkan dengan faktor

obesitas. Berdasarkan penelitian, pada orang yang obesitas dengan jaringan lemak

yang bayak dan luas memiliki jumlah reseptor insulin yang lebih sedikit dari orang

yang tidak obesitas. Hal ini menyebabkan terhambatnya efek insulin di perifer

meskipun sekresi insulin sudah cukup. Akibatnya, transpor glukosa ke dalam sel

menurun sementara kadar glukosa dalam darah akan meningkat di atas kadar glukosa

normal.

c. Bagaimana cara menegakkan diagnosis DM tipe 2?

Langkah-langkah untuk  menegakkan diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa

poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah

kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae

pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu   200

Page 12: Maya Hipoglikemi

mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah puasa   126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. 

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru

satu kali saja abnormal , belum cukup kuat untuk  menegakkan diagnosis klinis DM.

Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal,

baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu  200

mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang

abnormal.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985)

3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa

kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan

puasa semalam, selama 10-12 jam

kadar glukosa darah puasa diperiksa

diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air

250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit

diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa;

selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

 

 Kriteria diagnostik Diabetes Melitus* 

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)  200 mg/dl  , atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena)  126 mg/dl     

      (Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir )  atau

Kadar glukosa plasma  200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75

gram pada TTGO**

* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,

kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik

akut, seperti ketoasidosis atau berat badan yang menurun cepat. 

**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik

Untuk penegakan diagnosis DM tipe 2 biasanya onset usia DM tipe 2 biasanya terjadi pada usia ≥ 40 Tahun. Namun Obesitas,faktor gentik,dislipidemia, dapat memicu DM tipe 2.

e. Apa komplikasi DM tipe 2?

Page 13: Maya Hipoglikemi

A. Komplikasi Akut

1.      Koma hipoglikemia

2.      Ketoasodosis Diabetika (KAD)

3.      Hiperosmolar nonketotik (HONK)

B. Komplikasi Kronik

1. Makroangiopati

Makroangipati disebut juga dengan arterioselerosis diabetik yaitu penebalan dan

hilangnya elastisitas dinding arteri yang melibatkan pembuluh darah besar, pembuluh

darah jantung, pembuluh darah tepi, serta pembuluh darah otak. Pasien diabetes

melitus dengan kelainan makrovaskuler dapat memberikan gambaran kelainan pada

tungkai bawah, baik berupa ulkus maupun gangren diabetik. Pasien dengan gangguan

serebrovaskuler dapat memberikan gambaran sisa berupa kelumpuhan. Infark jantung

juga dapat terjadi akibat kelainan makrovaskuler. Berbeda dengan biasanya, pasien

pada diabetes melitus rasa nyeri dada sering tidak dijumpai (silent infarction) akibat

adanya neuropati.

2. Mikroangiopati

Makroangiopati terjadi pada kapiler dan arteriol biasanya mengenai pembuluh darah

kecil. Proses adhesi dan egregasi trombosit yang kemudian terbentuk mikrotrombus

merupakan basis biokimiawi utama. Disfungsi endotel dan trombosis merupakan

biang keladinya.

a. Ratinopati diabetik

Pasien dengan retinopati diabetik akan dapat mengalami gejala penglihatan kabur

sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan oleh retinopati.

Katarak pada pasien Diabetes Melitus terjadinya lebih dini dibanding pada

populasinormal.

b.  Nefropati diabetika

Pasien dengan nefropati diabetik dapat menunjukan gambaran gagal ginjal menahan

seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak nafas akibat penimbunan cairan.

Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin/ureum serum.

Page 14: Maya Hipoglikemi

Adanya proteinuria pada persistensi tanpa adanya kelainan ginjal yang lain

merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetik.

3. Neuropati diabetika

Keluhan yang tersering adalah berupa kesemutan dan rasa lemah. Pada pasien dengan

neuropati autonom diabetika mungkin dapat dijumpai gejala berupa mual, gembung,

muntah dan diare terutama pada malam hari. Manifestasi neuropati otonom diabetik

lain adalah adanya hipotesis orthostatik serta adanya keluhan gangguan pengeluaran

keringat. Terkadang pula dapat terjadi inkontinensia fatal maupun urin.

Rentan infeksi, seperti tuberkolosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih.

d. Bagaimana

1. Mekanisme kerja glibenklamid ?

Mekanisme kerja

Sering disebut insulin secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari

granul-granul sel beta langerhans pancreas. Ada 3 tahap:

1. Pelepasan insulin dari sel β pankreas

2. Penurunan konsentrasi glukagon serum

3. Penutupan kanal kalium di jaringan selain pankreas

Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K Channel pada

membrane sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi membrane dan keadaan ini akan

membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca akan masuk ke sel β,

merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah

yang ekuivalen dengan peptide-C. Selain itu, sulfonylurea dapat mengurangi klirens

insulin di hepar. 

Farmakokinetik

Absorbsi ke saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat

mengurangi absorbs, karena itu akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum

Page 15: Maya Hipoglikemi

makan. Dalam plasma 90% terikat protein plasma terutama albumin. Ikatan ini paling

kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid.

Sulfonilurea generasi II umumnya potensi hipoglikemiknya 100x lebih besar dari

generasi I. Meski masa paruhnya pendek, yaitu 3-5 jam, efek hipoglikemiknya

berlangsung 12-24 jam. Cukup diberikan 1x sehari.

Gliburid (glibenklamid), potensi 200x lebih besar dari tolbutamid, masa paruhnya

sekitar 4 jam. Metabolismenya di hepar. Pada pemberian dosis tunggal hanya 25 %

metabolitnya diekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu. Pada penggunaan

dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21%

selama 1 ½ tahun. Karena semua sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan

diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan

fungsi hepar atau ginjal yang berat.

2. Komposisi glibenklamid ?

3. Indikasi glibenklamid?

Diabetes Melitus Tipe II ringan-sedang, dimana kadar gula darah tidak dapat dikendalikan secara adekuat dengan cara diet, latihan fisik, dan penurunan berat badan saja

4.Kontraindikasi glibenklamid?

Glibenklamida tidak boleh diberikan pada diabetes melitus juvenil, prekoma dan koma diabetes, gangguan fungsi ginjal berat dan wanita hamil.Gangguan fungsi hati, gangguan berat fungsi tiroid atau adrenal.Ibu menyusui dengan :Diabetes melitus dan komplikasi (demam, trauma, gangren).

5. Efek samping glibenklamid?

Efek samping OHO golongan sulfonilurea (glibenklamid) umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, dan hipersekresi asam lambung. Gangguan susunan syaraf pusat berupa sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan masa kerja panjang. Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan.

Page 16: Maya Hipoglikemi

6. Dosis glibenklamid ?

Terapi Obat Hipoglikemik Oral selalu dimulai dari dosis rendah 1 kali pemberian per

hari, setelah itu dosis dapat dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat. Dosis

awal 2,5 mg bersama sarapan, maksimal 15 mg per hari.

e. Bagaimana hubungan umur dengan pemberian obat tersebut ?

Pasien diabetes usia lanjut sangat rentan terhadap hipoglikemi. Hipoglikemia akibat pemberian sulfoniluria tidak jarang, terutama sulfoniluria yang bekerja lama seperti glibenklamid.

Pada usia lanjut :

a. respon otonomik cenderung turun

b. sensitifitas perifer epinefrin juga berkurang.

c. mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang.

d. hipoglikemia tidak mudah dikenali orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma.

e. pada orang tua juga sering disertai gangguan ginjal.

Lebih lanjut disarankan agar sulfoniluria yang bekerja lama tidak diberikan pada pasien DM tipe 2 yang berusia lanjut. 

Hipoglikemia juga dapat terjadi pada :

a. penderita yang tidak mendapat dosis tepat

b. tidak makan cukup

c. dengan gangguan fungsi hati dan/atau ginjal. Kecenderungan hipoglikemia

3. Sebelum koma, Pasien merasa dingin ,berkeringat ,palpitasi , badan lemas , dan merasa cemas ,setelah minum obat sebelum makan pagi .

a. Bagaimana Mekanisme :

1. Mearasa dingin ?

Kekurangan glukosa dalam darah ( Hipoglikemik) aktivasi saraf

otonom pelepasan katekolamin (epinefrin) dari medulla adrenal

kedalam sirkulasi dan (norepinefrin) dari ujung-ujung saraf simpatis

Page 17: Maya Hipoglikemi

postganglionik ke dalam jaringan target palpitasi, dingin dan

merasa cemas.

2. berkeringat ? Kurangnya glukosa akan dengan cepat mempengaruhi sistem syaraf karena neuron tidak

dapat menggunakan lemak atau protein sebagai sumber energi. Sebagai gantinya, tubuh

akan menstimulasi hormon katekolamin seperti norepinefrin dan epinefrin. Stimulasi

dari hormon katekolamin juga meningkatkan neurotransmitter acetylcholine yg

mengakibatkan timbulnya gejala seperti keringat berlebihan, kelaparan, kelemahan,

takikardia, pucat, gelisah, tremor, gugup dan kambuhan hipoglikemia

3. palpitasi ?

4. Badan lemas ?

Hipoglikemik kekurangan glukosa dalam otak glukosa darah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi sel-sel otak gejala neuro glikopenik ( badan lemas )

5. Cemas ?

4. Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Kesadaran : Koma ,TD 90 /40 mmHg ,nadi 120 x/menit ,suhu 36°C.

Tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik .

Kadar glukosa darah sewaktu (GDS ) dengan alat glukometer : 40 mg/dL.

a. Apa Interpretasi pemeriksaan fisik di atas?b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik pada kasus ini ?

koma

Koma disebabkan oleh keadaan hipoglikemik yang mengakibatkan system

transportasi glukosa mengalami gangguan . system syaraf pusat sangat

tergantung pada oksidasi glukosa sebagai sumber energy.gangguan suplai glukosa

dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak (neuroglikopenia) dan bila

berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan syaraf otak yang irreversible,

koma dan kematian

Hipotensi

Page 18: Maya Hipoglikemi

Penggunaan Glibenklamid Sekresi Insulin meningkat Insulin lebih tinggi

dari glukosa hipoglikemia Penurunan sensitivitas cardiac vagal baroreflex

Respon simpatis menurun Penurunan kerja jantung Hipotensi

Takikardi

Penggunaan Glibenklamid Sekresi Insulin meningkat Insulin lebih tinggi

dari glukosa hipoglikemia Aktivasi Peripheral Sensors di CNS

Peningkatan sympathoadrenal outflow Aktivasi SNS di adrenal medulla

Sekresi epinephrine meningkat Konstriksi pembuluh darah perifer Takikardi

Hipoglikemi

Penggunaan Glibenklamid Sekresi Insulin meningkat Insulin lebih tinggi

dari glukosa Transport glukosa ke sel meningkat Kadar glukosa darah

menurun Hipoglikemia

Hipoglikemi terjadi karena mengkonsumsi obat glibenklamid Jika dosis obat ini lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa bereaksi menurunkan kadar gula darah terlalu banyak. 

c. Apa tanda-tanda hipoglikemi?tanda - tanda dari hipoglikemia ini dibedakan menjadi 2 macam  :1.  Neuroglikopenia  :  berhubungan langsung dengan saraf pusatciri - ciri  :          a. bingung          b. kejang          c. keadaan paling fatal adalah kematia2.  Neurogenik  : berhubungan langsung dengan saraf otonom ciri - ciri  :

          a. lemah          b. kesemutan          c. tekanan sistol naik

d. Apa etiologi Hipoglikemi Pada kasus ?

Adanya hipoglikemia sering ditemukan pada penderita DMusia lanjut yang mendapat tablet golongan sulfonilurea yangkerjanya lama .

e. Apa manifestasi klinik Hipoglikemi?

Page 19: Maya Hipoglikemi

Hipoglikemia adalah kadar glukosa puasa yang lebih rendah dari 70 mg/dl.

Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam,

sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl.Gejala-gejala

hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan

palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium

yang tumpul, dan koma).

Hipoglikemia akut menunjukkan gejala Triad Whipple. Triad Whipple meliputi:

1. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom seperti

berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.

2. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik seperti

bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilakuberbeda, gangguan visual,

parestesi, mual sakit kepala.

3. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.

Manifestasi klinis lainnya dari hipoglikemia:

a.Gejala adrenergic atau system syaraf otonom :

Pucat

Diahforesis

Takikardi

Rasa lapar

Palpitasi

Tremor halus

Gugup

Cepat marah

Parestisia pada bibir dan Jari

Piloereksi

b.Gejala Neuroglikopenia atau system syaraf pusat :

Page 20: Maya Hipoglikemi

Sakit kepala

Konfulsi

Parestesis sirkumoral

Merasa lelah

Bicara tidak jelas

Diplopia

Emosi labil

Sering menguap

Gerakan spastic pada tungkai bawah

Kejang dan koma

c.Perubahan Psikis karena hipoglikemia :

Depresi dan iritabel

Ngantuk pada jam bangun dan malam hari tidak bias tidur

Tidak mampu kosentrasi

d.Gejala karena efek hipoglikemik pada system muskuler :

Lemah

Mudah capek

f. Bagaimana Pencegahan hipoglikemi pada Diabetes Mellitus ?

Ikuti pola makan sesuai dengan diet diabetes yang sudah direncanakan sebelumnya

Konsumsi obat sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan

Konsultasikan pada dokter apabila terdapat peningkatan aktivitas sehari-hari atau

bepergian jauh

Hindari minum-minuman keras dengan perut kosong

Orang lanjut usia akan lebih mudah mengalami hipoglikemia bila tidak makan atau

bila fungsi hati dan ginjal terganggu. Bila terjadi hipoglikemia, hentikan sementara

pemakaian obat ataupun insulin anda, dan selanjutnya konsultasikan ke dokter anda

Page 21: Maya Hipoglikemi

g. Jelaskan jenis-jenis hipoglikemi !

Jenis hipoglikemi Sign and simptom

Ringan - Dapat diatasi sendiri dan tidak mengganggu

aktivitas sehari-hari

- Penurunan glukosa (stresor) merangsang

saraf simpatis → sekeresi adrenalin ke pemb.

Darah: tremor, perspirasi, takikardi, gelisah,

dll

- Penurunan glukosa (stresor) merangsang

saraf parasimpatis → lapar, mual, tekanan

darah turun

Sedang - Dapat diatasi sendiri, mengganggu aktivitas

sehari-hari

- Otak mulai kurang mendapat glukosa sebagai

sumber energi → ganggua SSP: vertigo. Sakit

kepala, penurunan daya ingat, dll

Berat - Membutuhkan orang lain dan terapi glukosa

- Fungsi SSP terganggu: disorientasi. Kejang,

penurunan kesadaran

5.a. Bagaimana Penatalaksanaan pada kasus ?

Pada stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia), diberikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus intravena (IV) dan diberikan cairan dekstrosa 10% per infus sebanyak 6 jam per kolf.

Glukosa darah sewaktu diperiksa. 1. Jika GDS < 50 mg/dl, ditambahkan bolus dekstrosa 40% 50 ml secara

intravena; 2. jika GDS < 100 mg/dl ditambahkan bolus dekstrosa 40% 25 ml intravena.

GDS kemudian diperiksa setiap 1 jam setelah pemberian dekstrosa 40%,1. jika GDS < 50 mg/dl maka ditambahkan bolus dekstrosa 40% 50 ml intravena; 2. jika GDS < 100 mg/dl maka ditambahkan bolus dekstrosa 40% 25 ml intravena;3. jika GDS 100-200 mg/dl maka tidak perlu diberikan bolus dekstrosa 40%; 4. jika GDS > 200 mg/dl maka dipertimbangkan untuk menurunkan kecepatan drip

dekstrosa10%.

Page 22: Maya Hipoglikemi

5. Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS dilakukan setiap 2 jam dengan protokol sesuai di atas.

6. Jika GDS > 200 mg/dl, pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5% atauNaCl0,9%.

7. Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS dilakukan setiap 4 jam dengan protokol sesuai di atas.

8. Jika GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, dilakukan sliding scale setiap 6 jam dengan regular insulin.

Bila hipoglikemi belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg iv/im.

Jika pasien belum sadar dengan GDS sekitar 200 mg/dl, diberikan hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg iv bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5-2 g/kgBB iv setiap 6-8 jam dan dicari penyebab lain penurunan kesadaran.

b. Bagaimana prognosis pada kasus?

Prognosis pada kasus ini dubia (tidak tentu/ragu-ragu). Pasien bisa sadar dalam waktu 1

menit atau lebih bila diberi dextrose 10% selama 3 hari. Tetapi bila terlambat diberi dextrose

bisa terjadi kerusakan CNS yg irreversible.

c. Apa KDU pada kasus ini?

TINGKAT KEMAMPUAN 3:

3B.

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-

ray. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk

ke spesialis yang relevan (Kasus Gawat Darurat).

Page 23: Maya Hipoglikemi

IV. Learning Issue

1. Penggolongan dan Mekanisme Obat DM

Dalam penanggulangan diabetes, obat hanya merupakan pelengkap dari diet. Obat hanya perlu diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah. Secara garis besar pengobatan farmakologi diabetes melitus dibagi menjadi dua, yaitu :

2.1 Insulin

A. Mekanisme Kerja

Insulin merupakan hormon anabolik dan antikatabolik. Insulin berperan dalam metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak. Insulin yang diproduksi secara endogen dipecah dari peptida proinsulin yang lebih besar di sel beta pankreas ke peptida aktif dari insulin dan peptida-C, yang dapat digunakan sebagai tanda dari produksi insulin endogen. Semua preparat insulin yang dijual mengandung hanya peptida insulin yang aktif.

B. Karakteristik.

Karakteristik yang umum digunakan untuk mengkatagorikan insulin termasuk sumber, kekuatan, onset, dan durasi aksi. Sebagai tambahan, insulin bisa dikarakterisasi sebagai analog, didefinisikan sebagai insulin yang mempunyai asam amino di dalam molekul insulin yang dimodifikasi untuk menghasilkan fisikokimia dan sifat farmakokinetika yang menguntungkan.

C Jenis insulin berdasarkan lama kerjanya,

a. Insulin kerja singkat

b. Insulin kerja menengah

c. Insulin kerja panjang

d. Insulin Ifasik

Insulin yang sudah dicampur seperti mixtard 30/70 yang mengandung 30 % regular dan 70 % isopan. Awal kerjanya dan kekuatannya tergantung dari proporsi komponen insulin kerja cepatnya, sedang lama kerjanya sampai 24 jam.

Farmakokinetika produk insulin inhalasi yang sedang dalam pengembangan ternyata mirip dengan preparat insulin durasi-cepat.

D.Farmakokinetika.

Macam-macam jalur pemberian insulin;

1. Subkutan.

Page 24: Maya Hipoglikemi

Absorbsi setelah pemberian insulin subkutan bervariasi dan bergantung pada lokasi penyuntikan dan variasi individu.Pemberian insulin subkutan terus menerus memberikan hasil yang memuaskan untuk pengendalian keadaan diabetes.

2. Intravena

Insulin yang diberikan secara intravena akan bekerja cepat, 2-5 menit sesudah pmberiaannya sesudah akan tampak efek penurunan glukosa darah. Pada keadaan ketoasidosis diabetik diperlukan insulin 1-2 mU/kg bb/menit agar kadar dalam plasmanya kira-kira 100mU/dl. Untuk mempertahankan keadaan ini dilakukan usaha-usaha seperti pemberian insulin dosis keci intravena secara terus-menerus atau memberikanya emlalui infus dengan dosis 7,2 U/jam.

3. Intramuskular.

Secara intramuskular pemberiaan insulin kerja singkat ternyata mempunyai penyerapan 2 x lebih cepat dibandingkan suntikan subkutan. Menurut Guerra menemukan bahwa pada orang normal pemberian secara intramuskular akan menghasilkan kerja lebih cepat dan kadar lebih tinggi dibanding pemberian secara subkutan.

2.2 Antidiabetika Oral

Pada tahun 1954 karbutamid diperkenalkan sebagai obat antidiabetes oral pertama dari kelompok sulfonilurea yang struktur dan efek sampingnya mirip sulfonamida. Beberapa tahun kemudian disintesa derivatnya, yaitu tolbutamid dan klorpropamid, tanpa efek sulfa, yang selanjutnya disusul oleh banyak turunan lain dengan daya kerja yang lebih kuat.

Sementara itu sekitar tahun 1959 ditemukan senyawa lain dengan daya antidiabetes, yaitu kelompok biguanida (metformin). Akhirnya pada tahun 1990 dipasarkan kelompok penghambat jenis enzim (akarbose, miglitol) yang cara kerjanya sangat berlainan dengan kedua lainnya. Semua obat ini hanya boleh diberikan pada penderita tanpa ketoasidosis.

2.2.1 Sulfonilurea (klorpropamide, tolbutamide, glibenklamide, gliklazide, glipizid, glikuidon, glimepiride)

A. Mekanisme Kerja

Mekanisme kerjanya adalah merangsang pelepasan insulin dari sel b, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin. Di dalam tubuh sulfonilurea akan terikat pada reseptor spesifik sulfonilurea pada sel beta pankreas. Ikatan tersebut menyebabkan berkurangnya asupan kalsium dan terjadi depolarisasi membran. Kemudian kanal Ca+ terbuka dan memungkinkan ion-ion Ca2+ masuk sehingga terjadi peningkatan kadar Ca2+ di dalam sel. Peningkatan tersebut menyebabkan translokasi sekresi insulin ke permukaan sel. Insulin yang telah terbentuk akan diangkut dari pankreas melalui pembuluh vena untuk beredar ke seluruh tubuh. Obat ini hanya efektif bagi penderita NIDDM yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup baik. Golongan ini mampu menurunkan kadar gula puasa 60-70 mg/dL dan menurunkan HbA1c 1,5-2 %.

Page 25: Maya Hipoglikemi

B. Klasifikasi

Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi sulfonilurea generasi pertama dan kedua. Pembagian tersebut didasarkan atas kekuatan daya kerja dan efek samping yang ditimbulkan obat tersebut. Sulfonilurea generasi pertama meliputi asetoheksamid, klorpropamid, tolazamid dan tolbutamid. Generasi kedua meliputi glimepirid, glipizid dan gliburid. Generasi kedua berdaya kerja lebih kuat daripada generasi pertama. Perlu diketahui bahwa semua obat-obat sulfonilurea akan menghasilkan efek sama dalam menurunkan kadar gula darah jika diberikan dosis yang sesuai.

C.Farmakokinetik

Resorpsinya dari usus umumnya lancar dan lengkap, sebagian besar terikat pada protein antara 90-99%. Plasma-t½-nya berkisar antara 4-5 jam (tolbutamid, glizipida), 6-7 jam (glibenklamida) sampai 10 jam (gliklazida) atau lebih dari 30 jam (klorpropamida).

D. Efek samping

Efek samping utama yang diketahui dari sulfonilurea adalah hipoglikemia. Kadar gula darah puasa merupakan indikator akan potensi terjadinya hipoglikemia. FPG yang tinggi menandakan peluang terjadinya hipoglikemia besar. Hiponatremia (serum natriun <129>60 tahun), wanita, penggunaan bersama diuretik tiazid.

E. Cara penggunaan

Klorpropamid dan glibenklamid yang masa kerjanya panjang dapat diberikan 1 kali sehari sebelum atau bersama sarapan.

2.2.2 Biguanida (metformin)

a. Mekanisme Kerja

Golongan Biguanida ini mempunyai efek menurunkan kadar gula darah yang meningkat pada penderita diabetes, tetapi tidak meningkatkan sekresi insulin. Penurunan kadar gula darah ini disebabkan oleh peningkatan asupan glukosa ke dalam otot, penurunan glukoneogenesis yang meningkat dan penghambatan absorpsi glukosa intestinal. Metformin meningkatkan sensitivitas insulin di hati dan jaringan periferal (otot). Mekanisme pasti bagaimana metformin dapat meningkatkan sensitivitas insulin masih diteliti. Tetapi mungkin berhubungan dengan adanya adenosine-5-monofosfat yang mengaktifkan aktivitas protein kinase, tirosin kinase dan glukosa transporter.

Efeknya ialah turunnya kadar insulin yang terlalu kuat dan penurunan berat badan, karena bersifat menekan nafsu makan. Pada orang normal, mekanisme antiregulasi akan menutupi efek obat sehingga kadar gula tidak berubah. Metformin tampaknya memperkuat efek insulin dengan meningkatkan ikatan insulin pada reseptornya.

Page 26: Maya Hipoglikemi

b.Farmakokinetik

Penyerapan oleh usus baik sekali dan obat ini dapat digunakan bersamaan dengan insulin atau sulfonilurea. Metformin mencapai kadar puncak dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi melalui urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2-5 jam. Metformin mempunyai bioavailabilitas oral sekitar 50-60%, kelarutan rendah pada lemak & memiliki volume distribusi pada cairan tubuh. Metformin tidak dimetabolisme dan tidak berikatan dengan protein plasma. Metformin dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi glomerular. Waktu paruh metformin yaitu 6 jam, secara farmakodinamik efek antihiperglikemia metformin > 24 jam.

c.Efek Samping

Metformin mempunyai efek gastrointestinal seperti mual, kembung, diare pada sekitar 30% pasien, anoreksia dan perasaan kenyang menyebabkan terjadinya penurunan berat badan. Efek samping ini dapat diatasi dengan pemberian obat secara titrasi lambat. Efek samping ini biasanya terjadi selama beberapa minggu. Jika terjadi efek samping pastikan pasien minum metformin dengan makanan atau setelah makan dan kurangi dosis hingga efek samping gastrointestinal ini tidak terjadi. Peningkatan dosis dapat dilakukan dalam beberapa minggu. Terapi metformin jarang terjadi asidosis laktat (3 kasus per 100.000 pasien tiap tahun). Metformin digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, jika diketahui kadar serum kreatinin yaitu 1,4 mg/dl pada wanita dan 1.5 mg/dl pada pria maka metformin dikontraindikasikan. Metformin tidak boleh diberikan pada pasien lanjut usia yang telah mengalami penurunan masa otot, dimana jumlah rata-rata filtrasi glomerular kreatinin urin selama 24 jam kurang dari 70-80 ml/menit.

e. Interaksi

Interaksi yang Merugikan :

a. Metformin-fenprokumon

Menyebabkan peningkatan eliminasi fenprokumon. Hal ini dihubungkan dengan adanya peningkatan aliran darah ke hati.

b. Metformin-alkohol

Alkohol meningkatkan efek antihiperglikemi dan hiperlaktatemi dari metformin. Meskipun demikian, pasien yang diobati dengan metformin sebaiknya menghindari alcohol.

Interaksi yang Menguntungkan :

a. Metformin-golongan sulfonilurea

Merupakan kombinasi yang rasional karena mekanisme kerja yang berbeda yang saling aditif. Kombinasi tersebut dapat menurunkan kadar glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing-masing obat tersebut.

b. Metformin-insulin

Kombinasi ini dianjurkan pada pasien obesitas yang kadar glukosa darahnya sulit dikendalikan.

Page 27: Maya Hipoglikemi

§ Dosis dan Pemberian

Metformin biasanya diberikan dengan dosis 500 mg 2 kali sehari dengan makanan untuk mengurangi efek samping gastrointestinal. Metformin dapat ditingkatkan dosisnya dari 500 mg tiap minggu hingga tercapai glikemik atau 2000 mg/hari. Dimungkinkan dosis metformin sehari 850 mg dan kemudian ditingkatkan setiap 1 atau 2 minggu hingga mencapai dosis maksimal 850 mg sehari 3 kali (2550 mg/hari), sekitar 80% efek penurunan glikemik terlihat pada dosis maksimal efektif 1500 mg dan 2000 mg/hari.

F. Cara penggunaan

Pemberian metformin dapat dimulai dengan dosis 500 mg saat makan malam atau sesudah makan dan dititrasi tiap minggu sebesar 500 mg dengan toleransi pemberian dosis tunggal malam hari sebesar 2000 mg/hari. Metformin dengan pemberian 2-3 kali sehari dapat mengurangi efek samping gastrointestinal dan memberi kontrol glikemik. Penggunaan metformin maksimal 3g/hari.

Tablet Metformin 750 mg dapat dititrasi tiap minggu hingga mencapai dosis maksimum 2250 mg/hari dengan terlebih dahulu diberikan dosis 1500 mg/hari dapat memberikan efek penurunan glikemik.

G. Perhatian

Metformin tidak dianjurkan untuk anak-anak. Obat ini pernah diberikan pada ibu hamil tanpa timbulnya masalah khusus. Tetapi umumnya kehamilan dianggap sebagai kontraindikasi. Metformin dapat masuk ke dalam air susu ibu dalam jumlah kecil karena itu sebaiknya dihindarkan pada wanita menyusui.

2.2.3 Penghambat a-Glukosidase

a.Mekanisme Kerja

a-Glukosidase inhibitor yang sering digunakan dalam pengobatan DM adalah acarbose dan miglitol. Mekanisme kerjanya yaitu dengan menghambat kerja enzim (maltase, isomaltase, sukrase, dan glukoamilase) secara kompetitif dalam usus halus sehingga menunda pemecahan sukrosa dan kompleks karbohidrat. Efeknya adalah mengurangi kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan.

b.Farmakokinetik

Mekanisme aksi dari a-Glukosidase inhibitor hanya terbatas dalam saluran cerna beberapa metabolit acarbose diabsorpsi secara sistemik dan diekskresikan melalui renal. Sedangkan sebagian besar miglitol tidak mengalami metabolisme.

Page 28: Maya Hipoglikemi

2. HIPOGLIKEMI PADA DM

Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal-rendah) terjadi kalau kadar glukosa turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Pada hipoglikemia berat (kadar glukosa darah hingga di bawah 10 mg/dl), dapat terjadi serangan kejang bahkan dapat terjadi koma (koma hipoglikemik). Pada sebagian besar kasus koma hipoglikemik yang ditemukan di tempat pelayanan kesehatan umum (klinik/RS) penyebab utamanya adalah karena terapi pemberian insulin pada pasien penderita diabetes mellitus. Pada penelitian survey yang dilakukan oleh Department of Neurology and Neurological Sciences, and Program in Neurosciences, Stanford University School of Medicine,terdapat setidaknya 93,2% penyebab masuknya seseorang dengan gejala koma hipoglikemik adalah mereka yang menderita diabetes mellitus dan telah menjalani terapi pemberian insulin pada rentang waktu sekitar 1,5 tahunan.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi

1. Pengaturan Kadar Glukosa Darah

Peristiwa glukoneogenesis berperan penting dalam penyediaan energi bagi kebutuhan tubuh, khususnya sistem saraf dan peredaran darah (eritrosit). Kegagalan glukoneogenesis berakibat FATAL, yaitu terjadinya DISFUNGSI OTAK yang berakibat KOMA dan kematian. Hal ini terjadi bilamana kadar glukosa darah berada di bawah nilai kritis. Nilai normal laboratoris dari glukosa dalam darah ialah : 65 – 110 ml/dL atau 3.6 – 6.1 mmol/L. Setelah penyerapan makanan kadar glukosa darah pada manusia berkisar antara 4.5 – 5.5 mmol/L. Jika orang tersebut makan karbohidrat kadarnya akan naik menjadi sekitar 6.5 – 7.2 mmol/L. Saat puasa kadar glukosa darah turun berkisar 3.3 – 3.9 mmol/L.

Pengaturan kadar glukosa darah dilakukan melalui mekanisme metabolik dan hormonal. pengaturan tersebut termasuk bagian dari homeostatik.

Aktivitas metabolik yang mengatur kadar glukosa darah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : (1) Mutu dan Jumlah Glikolisis dan glukoneogenesis, (2) Aktivitas enzim-enzim, seperti glukokinase dan heksokinase.

hormon penting yang memainkan peranan sentral dalam pengaturan kadar glukosa darah adalah insulin. insulin dihasilkan dari sel-sel b dari pulau-pulau langerhans pankreas dan disekresikan langsung ke dalam darah sebagai reaksi langsung bila keadaan hiperglikemia.

Page 29: Maya Hipoglikemi

Proses pelepasan insulin dari sel B pulau Langerhans Pankreas dijelaskan sebagai berikut :

- Glukosa dengan bebas dapat memasuki sel-sel B Langerhans karena adanya Transporter glut 2. glukosa kemudian difosforilasi oleh enzim glukokinase yang kadarnya tinggi. Konsentrasi glukosa darah mempengaruhi kecepatan pembentukan ATP dari proses glikolisis, glukoneogenesis, siklus Kreb dan Electron Transport System di mitokondria.

- Peningkatan produksi ATP akan menghambat pompa kalium ( K+ pump) sehingga membran sel-sel B mengalami depolarisasi sehingga ion-ion Kalsium ( Ca2+ ) masuk ke dalam membran dan mendorong terjadinya eksositosis insulin. Selanjutnya insulin dibawa darah dan mengubah glukosa yang kadarnya tinggi menjadi glikogen.

Enzim yang kerjanya berlawanan dengan insulin adalah glukagon. glukoagon dihasilkan oleh sel-sel a langerhans pankreas. sekresi hormon ini distimulasi oleh keadaan hipoglikemia. bila glukoagon yang dibawa darah sampai di hepar maka akan mengaktifkan kerja enzim fosforilase sehingga mendorong terjadinya glukoneogenesis.

2. Otak Mengatur Asupan Makanan

B. Etiologi

Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat.

Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat.Hal ini terjadi karena sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah. Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor.Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat penyakit lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula darah yang adekuat.

Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa menyebabkan hipoglikemia.

C. Patofisiologi

Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.

Page 30: Maya Hipoglikemi

Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.

D. Manifestasi Klinis

Hipoglikemi terjadi karena adanya kelebihan insulin dalam darah sehingga menyebabkan rendahnya kadar gula dalam darah. Kadar gula darah yang dapat menimbulkan gejala-gejala hipoglikemi, bervariasi antara satu dengan yang lain.

Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral.

E. Evaluasi Diagnostik

Gejala hipoglikemia jarang terjadi sebelum kadar gula darah mencapai 50 mg/dL. Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil pemeriksaan kadar gula darah. Penyebabnya bisa ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan penderita, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana. Jika dicurigai suatu hipoglikemia autoimun, maka dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap insulin. Untuk mengetahui adanya tumor penghasil insulin, dilakukan pengukuran kadar insulin dalam darah selama berpuasa (kadang sampai 72 jam). Pemeriksaan CT scan, MRI atau USG sebelum pembedahan, dilakukan untuk menentukan lokasi tumor.

F. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit). Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius. Seseorang yang memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di

Page 31: Maya Hipoglikemi

dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Tumor penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan. Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh tumor (misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering mengalami hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam porsi kecil.

V.Kerangka Konsep

Konsumsi Glibenklamid

Berkeringat ,Palpitasi

Stimulasi Syaraf simpatis

Pelepasan Katekolamin

Hipoglikemia

Glikogenelisi Meningkat Uptake glukosa

Perifer meningkat

Glukoneogenesis Perifer

Influks Ca2+

Kanal Ca2+ Terbuka

Blok ATP –Positive K+ Channeel

Gula darah ke otak menurun

Gangguan kesadaran

Koma

Tekanan hidrostatik

Lemas

Suplai GD ke perfifer Sedikit

Cairan masuk ke ekstravaskuler

Syok hipovolemik

Page 32: Maya Hipoglikemi

BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan

Tn. A, 67 tahun mengalami koma diabetikum akibat hipoglikemi

Vasokontriksi perifer

Dingin

Kompensasi Tubuh berupa palpitasi

Page 33: Maya Hipoglikemi

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Kedokteran Dorland. 2011. Jakarta: EGC.

2. Anonim, 2005-2006, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, PT InfoMaster, Jakarta, 322-328.3. Asdie, Ahmad Husain, 1996, Olahraga/ Latihan Jasmani: Sebagai Terapi dan Bagian

Kehidupan pada Diabetes Melitus, Dalam Noer, Sjaifoellah (Ed.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, edisi ketiga, Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 642-647.

4. Curtis L. Triplitt, Charles A. Reasner, William L. Isley, 2002, Diabetes Mellitus, Dalam Talbert, Robert L. (Ed.), Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, sixth edition, McGraw-Hill companies inc., United State of America, 1342-1343.

5. Depkes, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Depkes RI Dirjen POM, Jakarta. 263-269

6. Suyono, Slamet, 1996, Diet pada Diabetes, Dalam Noer, Sjaifoellah (Ed.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, edisi ketiga, Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 631-632.

7. Wells, Barbara G, JT Dipiro, TL Schwinghammer, dan CW Hamilton, 2003, Pharmacotherapy Handbook fifth edition, Mc Graw-Hill Medical Publishing Division, 173-174.

8. http://www.klikdokter.com/healthnewstopics/read/2010/06/12/150367/hipoglikemia-dan- pencegahannya

9. http://ti2san.blogspot.com/2011/06/askep-gadar-koma-hipoglikemia.html 10. http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/koma/ 11. http://andimarlinasyam.wordpress.com/2011/04/09/menilai-derajat-kesadaran/ 12. http://dokter-alwi.com/diabetes.html