Karagenan_Yohanes Kristo S U_13.70.0076_B1_ Unika Soegijapranata

download Karagenan_Yohanes Kristo S U_13.70.0076_B1_ Unika Soegijapranata

of 13

description

Praktikum ini bertujuan untuk mengekstraksi Karagenan dari seaweed Eucheuma cottonii

Transcript of Karagenan_Yohanes Kristo S U_13.70.0076_B1_ Unika Soegijapranata

KARAGENANAcara III

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:Yohanes Kristo S.U.13.70.0076Kelompok B1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

15

201514

1. MATERI METODE

1.1. Materi1.1.1. AlatAlat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor, pengaduk, hot plate, glass beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital.

1.1.2. BahanBahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii), isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1 N serta aquades

1.2. MetodeRumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram

Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan penambahan air hingga terendam

Rumput laut blender dimasukkan kedalam panci ditambah air hingga 1 L

Rumput laut direbus selama 1 jam dengan suhu 80-90oC kemudian dibiarkan turun hingga 40C

pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan ditambahkan larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1N

Hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring bersih dan cairan filtrat ditampung dalam wadah.

Volume larutan diukur dengan menggunakan gelas ukur.

Ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume larutan.

Direbus hingga suhu mencapai 60oC

Filtrate dituang ke wadah berisi cairan IPA (2x volume filtrat). Dan diaduk dan diendapkan selama 10-15 menit

Endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam caira IPA hingga jadi kaku

Serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakan dalam wadah

Serat karagenan kering ditimbang. Setelah itu diblender hingga jadi tepung karagenan

Dimasukan dalam oven dengan suhu 50-60oC

%Rendemen Karagenan didapat dari%Rendemen = 2. HASIL PENGAMATANDi bawah ini adalah tabel dari hasil pengamatan ekstraksi karagenan.Tabel 1. Hasil ekstraksi karagenanKelompokBerat Basah (gram)Berat Kering (gram)% Rendemen

B1B2B3B4B540404040403,054,383,992,201,907,62510,9509,9755,5004,750

Setelah dilakukan analisa, didapati berat kering dari karagenan yang diekstraksi dari rumput laut Euchema cottonii. Tidak ada perlakuan yang berbeda yang dilakukan tiap kelompok. Namun terdapat perbedaan hasil persen rendemen yang didapat dari pengekstrakan 40 gram rumput laut dari tiap kelompok. Didapati bahwa rendemen terbesar dihasilkan pada kelompok B2 dengan nilai 10,950%, diikuti dengan rendemen kelompok B3 sebesar 9,975%, B1 7,625%, B4 5,500% dan paling rendah pada kelompok B5 sebesar 4,750% rendemen karagenan.

3. PEMBAHASAN

Rumput laut merupakan jenis biota laut yang banyak ditemukan. Indonesia sebagai salah satu pengekspor rumput laut namun pemanfaatannya masih belum maksimal. Pengolahan yang dilakukan masih tradisional dan semi industri sedangkan untuk produksi bahan seperti karagenan atau alginat belum banyak diolah (Istini,1985). Rumput laut yang banyak menghasilkan produk karagenan adalah rumput laut yang berada pada kelompok alga merah atau disebut dengan Rhodophyceae seperti genus Chondrus, Gigartina, Eucheuma, dan Hypnea. Rumput laut ini disebut juga sebagai carragenophyte karena kemampuannya dalam menghasilkan karagenan. Terdapat dua jenis rumput laut yang biasa digunakan untuk diekstrak karagenannya yaitu rumput laut Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Rumput laut ini banyak digunakan baik dalam bidang pangan maupun farmasi. Eucheuma cottonii memiliki kandungan karagenan lebih tinggi dari Eucheuma spinosum dan dapat digunakan sebagai pelunak daging dan dalam bidang farmasi digunakan sebagai obat. Sedangkan Eucheuma spinosum biasa digunakan sebagai stabilisator pada produk pangan seperti es krim, susu coklat, dan diambil karagenannya (Winarno, 1990). Nama lain dari Eucheuma cottonii adalah Kappaphycus alvarezii yang banyak terdapat pada kawasan laut di Indonesia. Kappa karagenan ketika dicampur dengan beberawa senyawa seperti glutaraldehida dan K2SO4 akan membuat kappa kareganan membentuk fase hydrogel dimana kondisi ini merupakan bentuk jaringan tridimensional dari polimer hidrofilik yang dapat membentuk bola yang membesar dalam air (Distantina et al., 2014).

Karagenan merupakan polisakarida yang tersulfatasi dan linear dengan struktur kuimia yang terdiri dari unit galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa secara berulang. Karagenan terbagi menjadi 3 jenis yaitu kappa, iota, dan lamda karagenan. Kemampuan gelatinisasi dari ketiga jenis karagenanan ini dipengaruhi oleh adanya kation seperti ion K+, Na+, dan Ca2+. Kemampuan gelatinisasi dari karagenan kappa pada solusi larutan dibantu dengan ion K+ dimana dihasilkan peningkatan utilitas dari k-karagenan pada produk yang diinduksi dengan ion K+ (Eom et al., 2013). Ketiga jenis karagenan ini didapat dari jenis rumput laut kelompok Rhodophyceae dengan spesies yang berbeda. Karagenan mempunyai masa molekul yang tinggi dengan derajat polidispersitas yang tinggi pula. Secara umum, spesies yang berbeda dari rumput laut akan memproduksi jenis jenis karagenan yang lebih bervariasi bergantung pada kelas dari rumput laut. Struktur yang didapatpun bervariasi berdasarkan spesies, musim, lokasi geografis, dan umur dari populasi (Anisuzzaman et al., 2014). Terdapat 2 jenis prekursor yang digunakan untuk membentuk karagenan yaitu prekursor mu yang merupakan prekursor dari karagenan kappa dan prekursor nu yang merupakan prekursor berjenis iota. Kedua prekursor ini mempunyai gugus sulfat pada unsur O ke enam dari residu 4-linked. Pemberian jembatan anhidrat membentuk eliminasi dari satu buah molekul asam sulfat dan dapat diinduksi dengan perlakuan basa. Modifikasi basa saat ini digunakan sebagai standard untuk meningkatkan regularitas struktur (kekuatan gel) dari kappa dan iota dengan mengurangi residu 4-linked dimana tidak ada kehadiran jembatan anhidrat (Doyle et al., 2009).

Kappa karagenan merupakan pembentuk gel yang kuat dan getas, sedangkan iota karagenan membentuk gel yang elastis. Namun lambda karagenan tidak membentuk gel. Hal ini terjadi karena struktur dari lambda karagenan tidak memungkinkan untuk membentuk struktur double helix, sedangkan pada jenis kappa dan iota, strukturnya memungkinkan segmen-segmen dari dua molekul untuk membentuk double helix yang mengikat rantai molekul menjadi jaringan 3 dimensi yang disebut sebagai gel (Winarno, 1990). Dalam air dingin, garam dari kappa dan iota karagenan tidak dapat larut, sedangkan pada lambda karagenan dapat larut. Jika dilihat dari suhunya, pada suhu 40-60 oC karagenan lambda akan larut, sedangkan kappa dan iota akan larut ketika suhu berada diatas 70 oC. Ketiga jenis karagenan larut dalam susu panas namun pada susu dingin hanya kappa dan iota yang tidak larut. Lambda karagenan pada susu dingin akan membentuk dispersi. Seperti yang telah dijelaskan, kappa karagenan membentuk gel dibantu dengan ion kalium, sedangkan lamda karagenan tidak membentuk gel. Semua jenis karagenan stabil pada pH netral dan alkali, namun pada pH asam akan mengalami hidrolisis (Poncomulyo et al., 2006). Kappa karagenan pada pH 4,4 bersama dengan kasein susu akan mengendap, lebih dari pH 4,4 keduanya akan bermuatan negatif namun tidak saling tolak menolak (Winarno, 1990). Larutan karagenan bersifat reversible; artinya apabila larutan dipanaskan kembali, gel akan kembali mencair (Fellows, 1990)

Dalam praktikum ini dilakukan proses pembuatan karagenan yang didapat dari proses pengekstrakan rumput laut Eucheuma cottonii dengan metode perebusan tradisional. Menurut Varadarajan et al (2009) terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengekstrak karagenan pada Eucheuma cottonii, antara lain seperti perebusan tradisional, penggunaan jamur dan penggunaan selulosa dalam mengekstrak karagenan. Ekstraksi karagenan paling efektif didapati pada metode penggunaan selulosa diikuti dengan metode tradisional dan metode penggunaan fungi. Viskoksitas yang dihasilkan dengan metode selulosa lebih baik daripada penggunaan fungi namun masih lebih rendah dari karagenan yang diproduksi secara komersial dan dari metode tradisional. Oleh karena itu viskositas yang didapatkan dari metode yang dilakukan pada praktikum kali ini lebih efektif. Pertama-pertama rumput laut basah ditimbang beratnya sebanyak 40 gram. Rumput laut kemudian dipotong kecil-kecil dan diblender dengan memberi air secukupnya sampai terendam. Pemotongan dan perlakuan blender ditujukan untuk memperluas permukaan rumput laut sehingga dapat terjadi kontak maksimal antara permukaan rumput laut dengan air (Winarno, 2002). Campuran kemudian ditambah air hingga 1 L dan kemudian direbus (ekstraksi) selama 1 jam pada suhu yang stabil antara 80-90C.

Pemanasan menurut Astawan & Astawan (1991) dilakukan dengan tujuan untuk dapat mengekstraksi karagenan dimana dibutuhkan suhu pemanasan 90 - 100 C, dan pH alkalis. Ekstraksi akan menghilangkan materi pewarna dan beberapa protein dan membuat bahan lebih mudah terekstraksi semakin lama. Setelah pemanasan, campuran didiamkan hingga suhu turun menjadi 40C baru kemudian pH campuran diatur menjadi pH 8 dengan menambahkan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Pengaturan pH difungsikan untuk menstabilkan kappa karagenan dan mencegah karagenan untuk mengalami hidrolisis. Karagenan akan terhidrolisis ketika pH berada dibawah 3,5 yang kemudian merusak ikatan glikosidiknya dan pada pH yang netral maka karagenan akan memiliki stabilitas yang paling baik (Prasetyowati et al., 2008). Hasil ekstraksi yang telah diatur pHnya kemudian disaring dengan kain saring bersih dan cairan filtratnya ditampung dalam wadah. Sebesar 5% dari volume cairan filtrat merupakan volume dari larutan NaCl 10% yang ditambahkan pada cairan filtrat. Penambahan NaCl berfungsi untuk dapat mengendapkan karagenan ketika nanti bercampur dengan cairan isopropyl alkohol, selain NaCl terdapat senyawa lain seperti hexadecyl-trimethylamonium sebagai pengendap karagenan (Yolanda, 2007).

Cairan kemudian dipanaskan kembali hingga tercapai suhu 60C. Cairan IPA sebanyak 2 kali volume filtrat disiapkan dalam wadah baskom. Filtrat kemudian dituang dalam cairan IPA sambil dilakukan pengadukan untuk mengambil karagenan yang terendapkan selama 10-15 menit. Endapan kemudian ditiriskan dan direndam dalam cairan IPA hingga diperoleh serat karagenan yang lebih kaku. Serat karagenan dibentuk tipis tipis dan diletakkan dalam wadah tahan panas kemudian dikeringkan dalam oven suhu 50-60C selama 12 jam. Pengovenan dilakukan supaya didapati berat karagenan kering setelah berhasil diendapkan dan dikakukan dengan perendaman sehingga dapat terhitung persen rendemen yang dihasilkan. Serat karagenan kering kemudian ditimbang dan diblender menjadi tepung karagenan. Penambahan larutan Isopropil alkohol (IPA) berguna untuk membantu mengendapkan karagenan ketika bereaksi dengan NaCl sehingga serat akan terbentuk (Prasetyowati., et al2008).

Setelah dilakukan pengamatan, didapati hasil berat kering karagenan dan persen rendemen tiap kelompok. Setiap kelompok melakukan ekstraksi dengan prosedur yang sama dan bahan yang ditimbang dengan massa yang smaa yaitu 40 gram rumput laut. Namun terdapat perbedaan hasil persen rendemen yang didapat dari pengekstrakan 40 gram rumput laut dari tiap kelompok. Didapati bahwa rendemen terbesar dihasilkan pada kelompok B2 dengan nilai 10,950%, diikuti dengan rendemen kelompok B3 sebesar 9,975%, B1 7,625%, B4 5,500% dan paling rendah pada kelompok B5 sebesar 4,750% rendemen karagenan. Semakin besar rendemen yang dihasilkan mengindikasikan jumlah berat kering karagenan yang terekstrak semakin besar. Perbedaan hasil rendemen yang didapat walaupun tidak ada perlakuan yang berbeda tiap kelompok disebabkan oleh karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas pengekstrasian karagenan. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah temperatur yang digunakan pada saat pemanasan, pengaturan pH, waktu ekstraksi yang dibutuhkan lebih atau kurang dari prosedur yang ditetapkan, pengadukan, jenis pelarut yang diberikan dan perendaman. Setiap prosedur pengolahan yang dilakukan akan berpengaruh pada hasil rendemen yang didapat sehingga sangatlah mungkin ketika terjadi perbedaan hasil rendemen yang didapat tiap kelompok. Suhu yang tidak terjaga atau stabil serta pH yang asam saat proses pengaturan pH dapat menjadikan hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan (Treybal, 1981). 4. KESIMPULAN

Rumput laut yang banyak menghasilkan produk karagenan adalah rumput laut yang berada pada kelompok alga merah atau disebut dengan Rhodophyceae seperti genus Chondrus, Gigartina, Eucheuma, dan Hypnea. Alga merah jenis Eucheuma cottonii mempunyai kandungan karaginan yang lebih tinggi daripada E. spinosum sehingga kemampunannya dalam hal mengentalkan lebih baik. Larutan karagenan bersifat reversible; artinya apabila larutan dipanaskan kembali, gel akan kembali mencair. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas pengekstrasian karagenan antara lain temperatur, waktu ekstraksi, pengaturan pH, pengadukan, jenis pelarut yang diberikan dan perendaman. Ekstraksi karagenan dilakukan dengan menggunakan air panas pada suhu 90 - 100 C, dan pH alkalis. Penambahan NaCl berfungsi untuk membuat karaganen mempunyai sifat yang dapat mencair saat dipanaskan. Semua jenis karaginan stabil pada pH netral dan alkali, sedangkan pada pH asam karaginan akan mengalami hidrolisis

Semarang, 29 September 2015Praktikan,Asisten dosen,

Yohanes Kristo S.U.Ignatius Dicky A.W.13.70.0076

5. DAFTAR PUSTAKA

Anisuzzaman SM, Awang Bono, Duduku Krishnaiah. (2014). Effects of Extraction Process Condition on Semi Refined Carragenan Produced by using Spray Dryer. Journal of Applied Sciences 14 (12) 1283-1288

Astawan, M.W & M. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Distantina, S, Rochmadi, Mohammad Fahrurrozi, Wiratni. (2014). Stabilization of Kappa Carrageenan Film by Crosslinking: Comparison of Glutaraldehyde and Potassium Sulphate as the Crosslinker. IPCBEE Vol. 74.1.

Doyle, Jonathan P., Persephoni Giannouli, Brian Rudolph, Edwin R Morris. (2009). Carbohydrate Polymers. Elsevier 80: 648-654.

Eom, Sung-Hwan, Jung-Ae Kim, Byoung-Yii Son, Dong Hyun You, Jeong Min Han, Jung=Hwan Oh, Bong-Yeun Kim, Chang-Suk Kong. (2013). Effects of Carrageenan on Gelatinization of Salt-Based Surimi Gels. Fish Aquat Sci. 16(3), 143-147.

Fellows, P. (1990). Food Processing Technology Principles and Practise. Ellis Horwood Limited. New York.

Istini, Sri; A.Zatnika dan Suhaimi. (1985). Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. Seafarming Workshop Report Bandar Lampung 28 October - 1 November 1985 Part II.

Poncomulyo, T ; H. Maryani & L. Kristiani. (2006). Budidaya & Pengolahan Rumput Laut. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Prasetyowati, Corrine Jasmine A., Devy Agustiawan. (2008). Pembuatan Tepung Karaginan Dari Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Berdasarkan Metode Pengendapan

Treybal, R.E., (1981). Mass Transfer Operation, 3th ed., p.p. 34-37, 88, Mc Graw Hill International Editions, Singapore.

Varadarajan, Soovendran, Nazaruddin Ramli, Arbakariya Ariff, Mamot Said, Suhaimi Md Yasir. 2009. Development of high yielding carragenan extraction method from Eucheuma Cotonii using cellulase and Aspergillus niger. Prosiding Seminar Kimia Bersama UKM-ITB VIII 9-11 Jun 2009.

Winarno, F.G., (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Winarno, FG. (1990). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Yolanda Freile-Pelegrn & Daniel Robledo.2007.Carrageenan of Eucheuma isiforme (Solieriaceae, Rhodophyta) from Nicaragua. DOI 10.1007/s10811-007-9270-8

8. LAMPIRAN8.1. Perhitungan

Rumus :

Kelompok B1:

Kelompok B2:

Kelompok B3:

Kelompok B4:

Kelompok B5:

8.2. Laporan Sementara8.3. Diagram Alir