Karagenan Ming Jen 13.70.0149 C3 Unika Soegijapranata

23
Acara V EKSTRAKSI KARAGENAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Ming Jen NIM : 13.70.0149 Kelompok C3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

description

pembuatan tepung karagenan dari rumputlau Eucheuma Cottonii

Transcript of Karagenan Ming Jen 13.70.0149 C3 Unika Soegijapranata

Acara V

EKSTRAKSI KARAGENAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama : Ming Jen

NIM : 13.70.0149

Kelompok C3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

1

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor,

pengaduk, hot plate, glass beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),

isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1 N serta aquades

1.2. Metode

Rumput laut basah

ditimbang sebanyak

40 gram

Rumput laut dipotong kecil-

kecil dan diblender dengan

diberi air sedikit

Rumput laut yang sudah halus

dimasukkan kedalam panci

Rumput laut direbus dalam

1L air selama 1 jam

dengan suhu 80-90oC

pH diukur hingga netral

yaitu pH 8 dengan

ditambahkan larutan HCL

0,1 N atau NaOH 0,1N

Hasil ekstraksi disaring dengan

menggunakan kain saring bersih

dan cairan filtrat ditampung dalam

wadah.

Volume larutan diukur dengan

menggunakan gelas ukur.

Ditambahkan NaCl 10%

sebanyak 5% dari volume

larutan.

2

Serat karagenan dibentuk tipis-

tipis dan diletakan dalam wadah

Dimasukan dalam oven

dengan suhu 50-60oC

Serat karagenan kering

ditimbang. Setelah itu

diblender hingga jadi

tepung karagenan

Direbus hingga suhu

mencapai 60oC

Filtrat dituang ke wadah berisi cairan

IPA (2x volume filtrat). dan diaduk dan

diendapkan selama 10-15 menit

Endapan karagenan ditiriskan

dan direndam dalam caira IPA

hingga jadi kaku

3

2. HASIL PENGAMATAN

Di bawah ini adalah tabel dari hasil pengamatan ekstraksi karagenan.

Tabel 1. Hasil ekstraksi karagenan

Kelompok Berat Basah (gram)Berat Kering

(gram)% Rendemen

C1C2C3C4C5

4040404040

3,143,040,283,502,86

7,857,600,708,757,15

Dari tabel diatas diketahui berat basah pada semua kelompok sama yaitu sebesar 40

gram. Berbeda dengan berat kering, hasil yang didapat berbeda satu dengan yang lain,

dengan berat kering terbesar pada kelompok C4 sebesar 3,50 gram dan berat kering

terendah pada kelompok C3 sebesar 0,28 gram, sehingga % rendemen yang didapat

berbanding lurus dengan dengan berat kering dimana kelompok C4 mendapat %

terbesar dengan nilai 8,75% dan rendemen terkecil pada kelompok C3 sebesar 0,70%.

4

3. PEMBAHASAN

Karagenan merupakan polisakarida yang didapat dengan cara ekstrasi dari beberapa

spesies rumput laut atau alga merah (rhodophyceae). Karagenan merupakan galaktan

tersulfatasi linear hidrofilik dan merupakan bentuk polimer dari pengulangan unit

disakarida. Galaktan tersulfatasi dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya unit 3,6-

anhydro galactose (DA) dan posisi gugus sulfat. Terdapat 3 jenis karagenan komersial

yang biasa digunakan yaitu karagenan iota, kappa dan lambda. Terdapat dua prekursor

dalam yang dapat digunakan untuk membuat karagenan komersil yaitu karagenan mu

yang merupakan prekursor karagenan kappa dan karagenan nu adalah prekursor iota.

Jenis karagenan yang berbeda-beda ini didapatkan dari jenis rhodopyta yang berbeda.

Secara alami, jenis iota dan kappa dapat dibentuk dengan perlakuan enzimatis dari

prekursor sulfohydrolase. Akan tetapi dalam perlakuan komersil, jenis ini biasa

didapatkan dari perlakuan alkali pada karagenan atau ekstraksi dengan larutan alkali.

Gambar 1. Mekanisme pembentukan gel karagenan (Glicksman, 1983)

Pada Gambar 1, dapat dilihat pembentukan gel yang diperkirakan terjadi karena

terbentuknya stuktur salur ganda. Perubahan polimer karagenan menjadi bentuk

gulungan yang acak (random coil) merupakan proses awal yang terjadi. Hal ini

disebabkan oleh pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu

karagenan itu sendiri. Saat diturunkan, polimer karagenan akan membentuk stuktur

double helix (pilinan ganda) dan titik-titik pertemuan (junction points) yang berasal dari

rantai polimer. Hanya kappa dan iota karagenan yang mampu membentuk gel,

sedangkan lambda karagenan tidak memiliki 3,6-anhydrogalaktosa sehingga tidak

mampu membentuk gel. Gel yang dihasilkan akan bersifat thermoversible yaitu dapat

mencair jika dipanaskan dan kembali ke bentuk semula apabila didinginkan

5

(Glicksman, 1983). Cahyadi (2008) menambahkan karagenan larut dalam air, namun

sedikit larut pada pelarut lainnya dan umunya perlu pemanasan 50-80oC sehingga

karagenan tersebut larut.

Karagenan komersial memiliki berat molekul massa rerata berkisar 400.000 sampai

600.000 Da. Dalam karagenan diterdapat galaktosa dan sulfat serta beberapa jenis

karbohidrat seperti glucose, uronic acids, xylose dan substituen seperti methyl esters

dan grup pyruvate (Van De Velde, 2002). Menurut Anisuzzaman (2014), tepung

karagenan komersial memiliki warna kuning dan tidak terdapat bau banyak digunakan

dalam bidang pangan, farmasi, dan kosmetik sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan

tekstur, stabilitas gelasi, dan viskositas. Sementara itu, di dalam bidang farmasi, karagenan

biasa digunakan sebagai bahan pengisi pil dan tablet (Moses et al., 2015). Untuk

mengekstraksi karagenan jenis kappa, dapat diambil dari rumput laut tropis dengan jenis

Kappaphycus alvarezii atau lebih dikenal dengan nama Eucheuma cottonii. Sedangkan

untuk mendapatkan karagenan jenis iota dapat ditemukan dari proses ekstraksi

Eucheuma denticulatum atau biasa dikenal dengan nama trivial Eucheuma spinosum.

Sedangkan untuk karagenan jenis lamda diproduksi oleh spesies rumput laut Gigartina

dan Condrus (Van de Velde et al., 2002).

Karagenan yang merupakan polimer alam terbesar kedua setelah selulosa ini memiliki

kemampuan untuk membentuk gel secara thermo-reversible. Atau dapat membuat

larutan kental jika dimasukkan ke dalam larutan garam, sehingga karagenan banyak

dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, dan bahan penstabil di berbagai industri seperti

pangan, farmasi, kosmetik, pengental, percetakan, dan tekstil (Van de Velde et al.,

2002; Campo et al., 2009). Selain itu dalam bidang kesehatan, khususnya kesehatan

manusia, karagenan dapat menurunkan kadar kolestrol dan mencegah peningkatan

atherosclerone lesions. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karagenan memiliki daya

hipokolesterolemik karena adanya peran serat dalam karagenan. Untuk mengoptimalkan

karagenan bagi kesehatan, dosis optimum adalah 12,5 mg/ kg berat badan. Dari tiga

jenis karagenan yang biasa digunakan yaitu kappa, iota dan lamda memiliki sifat yang

berbeda (Poncomulyo, et al.,2006), antara lain :

6

Tabel 2. Sifat-Sifat Karagenan

Kategori Jenis KaragenanIota Kappa Lamda

Kelarutan Larut dalam garam natrium dan tidak larut

pada susu dingin.

Larut dalam garam natrium dan tidak

larut pada susu dingin.

Larut dalam semua garam dan

membentuk disperse dalam susu

dingin.Kemampuan

membentuk gel- Bersinergi dengan

ion kalium.-

Secara umum, rumput laut tidak secara langsung memproduksi karagenan murni, tetapi

dengan adanya serangkaian struktur hibrida, ketika prekursor mu dan nu dibuat memiliki

kondisi alkali, mu dan nu akan termodifikasi menjadi kappa dan iota, masing-masing

melalui pembentukan jembatan 3,6-anhidrogalaktosa (Pereira et al., 2013).

Dalam praktikum ini proses ekstraksi menggunakan proses perebusan dimana termasuk

dalam proses ekstraksi tradisional (Soovendran A/l Varadarajan.2009). Dalam proses

ekstraksi terjadi dua tahapan penting yaitu adanya proses difusi dan perpindahan massa.

Pada fase difusi akan terjadi proses perpindahan bagian dalam padatan ke bagian

permukaan padatan. Sedangkan pada proses kedua yaitu perpindahan massa akan terjadi

permindahan dari permukaan padatan ke cairan ekstraksi yang digunakan (Treybal,

1981). Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap proses dan hasil ekstraksi

antara lain:

Jenis pelarut yang digunakan.

Perbandingan antara berat bahan dengan jumlah pelarut yang digunakan.

Cara dan lama pengadukan atau ekstraksi.

Temperatur ekstraksi.

Ukuran padatan yang diekstrak.

(Distantina, et al., 2011).

7

Dalam praktikum proses ekstraksi karagenan ini menggunakan rumput laut jenis

Eucheuma cottonii yang menghasilkan karagenan jenis kappa. Rumput laut yang

digunakan sebanyak 40 gram, kemudian rumput laut dipotong kecil-kecil dan di lakukan

penghalusan bahan dengan cara di blender. Proses penghalusan rumput laut ini berguna

untuk mengoptimalkan proses ekstraksi. Seperti yang telah dikatakan oleh Distantina,et

al.,2011 yang mengatakan bahwa ukuran padatan yang diekstrak akan mempengaruhi

waktu dan hasil dari proses ekstraksi. Hal ini disebabkan semakin halus padatan yang

diekstrak, semakin besar luas permukaan kontak antara pelarut dengan bahan atau

padatan yang di ekstraksi, sehingga semakin efektif (Arpah, 1993).

Setelah dilakukan penghalusan bahan, rumput laut tersebut direbus dalam 500 ml air

selama 1 jam pada suhu 80-90oC dan dilakukan pengadukan. Pada tahap ini merupakan

proses ekstraksi dari praktikum ini, proses ekstraksi yang dilakukan menggunakan air

sebagai media pelarutnya. Panas yang digunakan berasal dari kompor dengan api kecil,

disertai dengan pengadukan. Penggunaan suhu 900C pada praktikum ini telah sesuai

dengan teori dari Aslan (1998) yang mengatakan bahwa suhu optimum yang digunakan

untuk proses ekstraksi karagenan adalah 900C. Proses ekstraksi karagenan dengan

menggunakan panas ini bertujuan untuk meningkatkan proses pelarutan senyawa

karagenan ke dalam pelarut yang digunakan. Sehingga semua senyawa dalam karagenan

dapat larut dalam air panas secara efektif. Sebab sifat karagenan yang larut dalam air

panas dan dapat bercampur dengan larutan polar seperti propilen glikol, alkohol, dan

gliserin. Akan tetapi karagenan tidak larut dalam pelarut non-polar (Angka &

Suhartono,2000). Dalam proses ekstraksi ini juga dilakukan pengadukan yang berfungsi

untuk meratakan panas ke dalam larutan karagenan, sehingga menghindari kegosongan

dan menghindari terbentuknya busa. Sebab jika terjadi kegosongan dan terbentuknya

busa, akan mengurangi kekuatan gel dari karagenan (Fachruddin, 1997).

Setelah karagenan selesai diekstraksi, maka dilakukan proses pengukuran pH dengan

pH meter. Pengukuran pH dengan menggunakan pH meter dilakukan jika suhu larutan

hasil ekstraksi mencapai ±400C. Hal ini disebabkan karena pengukuran pH dengan pH

meter dalam keadaan terlalu panas atau terlalu dingin dapat menyebabkan

ketidakakuratan data yang didapat (Alfonso & Edward,1992). Larutan karagenan

8

setelah di lakukan proses ekstraksi memiliki pH yang cenderung netral. Akan tetapi

dalam praktikum ini karagenan akan dikondisikan menjadi pH 8. Sehingga akan

dilakukan penambahan NaOH 0,1 N untuk mengkondisikan pH larutan karagenan

menjadi pH 8. Hal ini sesuai dengan Distantina et al. (2011) yang menyatakan bahwa

dibutuhkan keadaan alkalis untuk mengekstrak larutan karagenan, sebab pada pH 8

karagenan akan bersifat lebih stabil.

Setelah larutan karagenan memiliki pH 8, dilakukan proses penyaringan dengan

menggunakan kain saring. Larutan hasil penyaringan ditampung didalam wadah dan

diukur volume filtratnya. Proses penyaringan ini berfungsi untuk menghilangkan

padatan-padatan terlarut yang tidak diinginkan, sehingga didapatkan larutan karagenan

yang murni (Prasetyowati, et al.,2008). Kemudian larutan karagenan yang sudah

disaring, ditambahkan larututan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrate dan

kemudian dilakukan proses pemanasan sampai suhu 600C. Penambahan NaCl ini

berfungsi untuk mengaktifkan kemampuan pembentuk gel dari karagenan. Sesuai

dengan teori Van de Velde et al., 2002 yang mengatakan larutan karagenan yang diberi

larutan garam kemampuan pembentukan gel karagenan thermo-reversible akan aktif.

Sehingga kegunaan karagenan sebagai larutan pengental dan gelling-agent dapat

digunakan sebagai pembentuk gel dan bahan penstabil di berbagai industry. Selain itu

penambahan NaCl juga berfungsi untuk mengendapkan karagenan, sedangkan adanya

proses pemanasan bertujuan untuk mempercepat proses ekstraksi karagenan dan

menghomogenkan larutan (Mappiratu,2009).

Setelah didapatkan filtrat karagenan, filtrat tersebut dituangkan ke dalam cairan yang

berisi IPA (Isopropil Alkohol) sebanyak 300 ml. Kemudian dilakukan pengadukan

selama 10-15 menit hingga terbentuk endapan karagenan berupa serat-serat yang

menggumpal atau menempel pada pengaduk yang digunakan. Hal ini sesuai dengan

teori dari Prasetyowati, et al. (2008) bahwa larutan IPA yang digunakan ini berfungsi

untuk mengendapkan serat-serat karagenan. Sebab serat karagenan akan terbentuk jika

kontak dengan alkohol. Kemudian serat karagenan yang terbentuk dari larutan IPA ini

ditiriskan. Setelah itu serat yang telah terbentuk direndam dalam larutan IPA lagi,

hingga seluruhnya terendam. Perendaman serat karagenan hingga 2 kali ini berfungsi

9

untuk meningkatkan struktur yang lebih kaku pada serat karagenan. Perendaman serat

karagenan dengan larutan IPA juga dapat meningkatkan kemampuan pembentukan gel

dari karagenan (Yasita & Rachmawati, 2006). Setelah serat karagenan selesai di rendam

dengan larutan IPA, serat tersebut diurai hingga tipis untuk mengoptimalkan proses

pengeringan. Proses pengeringan menggunakan oven pada suhu 350C selama 24 jam.

Tujuan dari proses pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air dan kadar

alcohol dari karagenan tersebut. Sehingga didapatkan tepung karagenan dengan tingkat

kemurnian yang cukup tinggi. Hal ini juga terkait dengan umur simpan karagenan,

sebab jika tidak dilakukan pengeringan dengan sempurna. Maka kadar air dalam tepung

karagenan tersebut dapat mempersingkat umur simpan tepung karena terkontaminasi

jamur atau mikroorganisme lainnya karena tingginya kadar air dalam tepung karagenan.

Setelah dilakukan pengovenan dilakukan penghancuran karagenan dengan blender,

sehingga didapatkan bentuk tepung yang sempurna. Kemudian dilakukan penimbangan

berat karagenan yang dapat dilihat pada tabel.1 pada % rendemen.

Dari hasil pengamatan diketahui berat basah pada semua kelompok sama yaitu sebesar

40 gram. Berbeda dengan berat kering, hasil yang didapat berbeda satu dengan yang

lain, dengan berat kering terbesar pada kelompok C4 sebesar 3,50 gram dan berat kering

terendah pada kelompok C3 sebesar 0,28 gram, sehingga % rendemen yang didapat

berbanding lurus dengan dengan berat kering dimana kelompok C4 mendapat %

terbesar dengan nilai 8,75% dan rendemen terkecil pada kelompok C3 sebesar 0,70%.

Untuk kelompok lain persen rendemen berada dikisaran 7%. Hasil % rendemen dalam

praktikum ini tergolong rendah, sebab menurut Bawa, et al. (2007) bahwa proses

ekstraksi karagenan dapat mencapai % rendemen 34,5% pada pH 8, jika proses

ekstraksi selama 2 jam. Pada setiap kelompok tidak ada perbedaan perlakuan, jadi

seharusnya rendemen yang dihasilkan setiap kelompok hampir sama, tetapi pada

praktikum kali ini terdapat kesalahan yang terjadi pada kelompok C3 dimana hanya

mendapat sebesar 0,70%. Hal ini tidak sesuai dengan hasil praktikum yang dilakukan.

Faktor-faktor penyebab rendahnya % rendemen yang didapatkan, disebabkan oleh :

Waktu ekstraksi yang digunakan menghasilkan % rendemen yang berbeda

(Setyowati, et al.,2000).

Jenis karagenan yang digunakan.

10

% Rendemen yang didapatkan dipengaruhi oleh konsentrasi larutan basa

(Pelegrin, et al.,2006).

Umur rumput laut yang digunakan.

Perbedaan hasil rendemen pada tiap kelompok dapat diakibatkan perbedaan waktu

ekstraksi tiap kelompok yang tidak seragam. Selain itu penggunaan rumput laut yang

berbeda juga mempengaruhi % rendemen yang dihasilkan. Seperti yang telah

disampaikan oleh Widyastuti (2010) bahwa rumput laut yang telah cukup tua akan

menghasilkan % rendemen yang lebih banyak jika dibandingkan dengan rumput laut

yang masih muda. Selain itu penggunaan konsentrasi NaOH dapat mempengaruhi mutu

dan jumlah yield karagenan. Jika terlalu tinggi dapat mengurangi % rendemen (yield)

yang didapatkan (Pelegrin, et al.,2006).

4. KESIMPULAN

Karagenan merupakan polisakarida yang didapat dengan cara ekstrasi dari

beberapa spesies rumput laut atau alga merah.

Dalam praktikum ini karagenan yang digunakan adalah jenis kappa yaitu

Eucheuma cottonii.

Karagenan biasa digunakan sebagai bahan pengental dan gelling agent dalam

industri pangan.

Dapat membuat larutan kental dari proses penambahan garam dan bersifat

thermo-reversible.

Suhu optimum ekstraksi adalah 900C.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi yaitu jenis

pelarut,perbandingan berat bahan dengan jumlah pelarut, cara dan lama

pengadukan atau ekstraksi, temperatur ekstraksi, dan ukuran padatan

Viskositas karagenan dapat dipengaruhi oleh suhu, jenis karagenan, dan

konsentrasi.

Terdapat tiga jenis karagenan adalah kappa, iota, dan lamda yang memiliki sifat

dan karakteristik yang berbeda-beda.

Pada pH 8 karagenan bersifat lebih stabil.

Perendaman larutan IPA dapat meningkatkan kualitas gelling agent dari

karagenan.

Proses pengeringan ditujukan untuk mendapatkan tepung karagenan yang lebih

murni dan dapat memperpanjang umur simpan.

Semarang, 22 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen

- Ignatius Dicky

Ming Jen

13.70.0149

12

5. DAFTAR PUSTAKA

A, Pintor and Totosaus A. (2012). Ice Cream Properties Affected by Lambda-Carrageenan or Iota-Carrageenan Interactions with Locust Bean Gum/Carboxymethylcellulose Mixtures. International Food Research 19(4): 15409-1414.

Alfonso, M. & Edward J. F. (1992). Dasar-dasar Fisika Universitas Edisi 2. Erlangga. Jakarta.

Angka, S. L. & M. T. Suhartono. (2000). Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anisuzzaman, S. M.; Awang Bono; Duduku Krishnaiah; Norazwinah Azreen Hussin. 2014. Decolorization of Low Molecular Compounds of Seaweed by Using Activated Carbon. International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol. 5, No. 2.

Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.

Aslan, L. M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Jakarta.

Bawa, I. G. A. G.; B. Putra & I. R. Laila. (2007). Penentuan pH Optimum Isolasi Karaginan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Jurnal Kimia, Vol.1 No.1: 15-20.

Cahyadi, W. (2008). Bahan Tambahan Pangan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Distantina, S. ; Wiratni; Moh. Fahrurrozi; and Rochmadi. (2011). Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology 54 : 738-742.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta

Glicksman, M. (1983).Food Hyrocoloids.Florida; CRC Press Inc.

Mappiratu. (2009). Kajian Teknologi Pengolahan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Skala Rumah Tangga. Media Litbang 2 (1) : 01-06. Kendari.

Moses, R. J.; R. Anandhakumar; M. Shanmugam. 2015. Effect of alkaline treatment on the sulfate content and quality of semi-refined carrageenan prepared from seaweed Kappaphycus alvarezii Doty (Doty) farmed in Indian waters. African Journal of Biotechnology Vol. 14(18), pp. 1584-1589.

13

Pelegrin, Y. F; Daniel, R. & Azamar, J. A. (2006). Carrageenan of Eucheuma isiforme (Solieriaceae, Rhodophyta) from Yucata´n, Mexico. Effect of extraction conditions. Botanica Marina Vol 49: page 65–71. Mexico.

Pereira, Leonel; Saly F. Gheda; Paulo J. A. Ribeiro-Claro. 2013. Analysis by Vibrational Spectroscopy of Seaweed Polysaccharides with Potential Use in Food, Pharmaceutical, and Cosmetic Industries. International Journal of Carbohydrate Chemistry, Article ID 537202.

Pintor, A. & A. Totosaus. 2012. Ice cream properties affected by lambda-carrageenan or iota-carrageenan interactions with locust bean gum/carboxymethylcellulose mixtures. International Food Research Journal 19(4): 1409-1414.

Poncomulyo, T.; H. Maryani & L. Kristiani. (2006). Budidaya & Pengolahan Rumput Laut. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.

Prasetyowati; Corrine, J. A. & D. Agustiawan. (2008). Pembuatan Tepung Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Berdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan. Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15 : Hlm 27-33.

Sen, Murat & Erboz, E. N. 2010. Determination of critical gelation conditions of kappa carrageenan by viscosimetric and FT-IR analyses. Food Research International 43 (2010) 1361-1364.

Setyowati, D; B. B. Sasmita & H. Nursyam. (2000). Pengaruh Jenis Rumput Laut dan Lama Ekstraksi tehadap Peningkatan Kualitas Karaginan. Penelitian Fakultas Perikanan Bogor. Bogor.

Soovendran A/l Varadarajan , Nazaruddin Ramli, Arbakariya Ariff, Mamot Said, dan Suhaimi Md Yasir.2009. Development of high yielding carragenan extraction method from Eucheuma Cotonii using cellulase and Aspergillus niger. Prosiding Seminar Kimia Bersama UKM-ITB VIII 9-11 Jun 2009.

Treybal, R.E., (1981). Mass Transfer Operation, 3th ed., p.p. 34-37, 88, Mc Graw Hill International Editions, Singapore.

Van de Velde,.F.,Knutsen, S.H., Usov, A.I., Romella, H.S., and Cerezo, A.S., 2002, ”1H and 13 C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication in Research and Industry”, Trend in Food Science and Technology, 13, 73-92.

Widyastuti, S. (2010). Sifat Fisik Dan Kimiawi Karagenan yang Diekstrak dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii dan E. Spinosum Pada Umur Panen yang Berbeda. Agroteksos, Vol. 20, No.1 : hlm 41 – 50.

Yasita, D. & I. D. Rachmawati. (2006). Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pembuatan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Untuk Mencapai Foodgrade. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.

14

6. LAMPIRAN

6.1. Lampiran Perhitungan

Rumus :

Kelompok C1:

% rendemen= 3,14 40

x 100% = 7,85 %

Kelompok C2:

% rendemen= 3,0440

x 100% = 7,60 %

Kelompok C3:

% rendemen= 0,28 40

x 100% = 0,70 %

Kelompok C4:

% rendemen= 4,5040

x 100% = 8,75 %

Kelompok C5:

% rendemen= 2,8640

x 100% = 7,15 %

6.2. Diagram Alir

6.3. Laporan Sementara

6.4. Abstrak Jurnal