Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata
Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata
-
Upload
praktikumhasillaut -
Category
Documents
-
view
19 -
download
2
description
Transcript of Surimi Deboraanggiw 13.70.0032 e Unika Soegijapranata
Acara I
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
`Disusun oleh:
Nama : Debora Anggi W
NIM : 13.70.0032
Kelompok: E4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI METODE
1.1. Alat dan Bahan
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, kain saring, penggiling daging,
baskom, freezer, presser, texture analyzer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah es batu,daging ikan bawal, gula pasir,
garam, polifosfat.
1.2. Metode
1
Ikan bawal dicuci bersih dengan air mengalir
Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.
Bagian daging putihnya diambil sebanyak 100 gram.
2
Daging ikan digiling hingga halus, selama penggilingan dapat ditambahkan es batu untuk menjaga suhu rendah.
Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan menggunakan kain saring.
Daging ikan ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan
polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5).
3
Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.
Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya yang meliputi kekenyalan dan aroma.
Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan menggunakan texture analyzer.
Surimi dipress dengan menggunakan presser.
4
Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Luas atas=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)
Luas bawah=13
a(h0+4 h1+2h2+4h3+…+hn)
Luas area basah=Luasatas−Luas bawah
mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Surimi
Kel. PerlakuanHardness
(gf)WHC
(mg H2O)Sensori
Kekenyalan Aroma
1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,1%106,73 268087,13 ++ + +
2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,3%110,22 332457,81 ++ + + +
3Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,3%152,62 290357,43 ++ + + +
4Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%91,879 277594,52 ++ + + +
5Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%123,41 327271,52 + + ++ +
Keterangan :Kekenyalan Aroma + : tidak kenyal + : tidak amis + + : kenyal + + : amis+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis
Dari tabel diatas dapat dilihat hasil uji kekerasan, WHC dan uji sensori dari surimi dengan
berbagai perlakuan konsentrasi campuran sukrosa dan polifosfat. Nilai dari kekerasan
terbesar terdapat pada perlakuan Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%, dan nilai
terkecil pada perlakuan Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%. Nilai WHC terbesar
terdapat pada perlakuan Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%, dan terkecil pada
perlakuan Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1%. Nilai kekenyalan berkisar kenyal
dan sangat kenyal, yang mendapatkan penilaian sangat kenyal adalah perlakuan Sukrosa
5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% dan Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%.
Aroma surimi berkisar amis dan sangat amis, yang memiliki bau sangat amis adalah
perlakuan Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%, dan Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%.
6
3. PEMBAHASAN
Surimi merupakan daginng ikan yang dipisahkan secara mekanis sehinggal didapatkan
konsentrat protein myofibril kemudian dicuci dengan air lalu ditambahkan cryoprotectant.
(Park & Lin, 2005). Proses pembuatan surimi bahwa setelah ikan dihilangkan bagian
tulangnya kemudian dilakukan pencincangan atau mengecilkan ukuran daging ikan,
pencucian, refining, kemudian screw pressing, penambahan krioprotektan dan pembekuan.
Metode tersebut agak sedikit berbeda dengan metode yang dilakukan pada saat praktikum,
pada praktikum hanya dilakukan metode pembuatan surimi secara sederhana (Santana,
Huda dan Yang., 2012). Pada praktikum ini dilakukan pembuatan surimi dari ikan bawal.
Tahap pertama adalah pemisahan daging, ikan bawal dicuci dengan air mengalir kemudian
difillet dengan menggunakan pisau, diambil bagian dagingnya saja lalu ditimbang sebanyak
100 gram. Tahap kedua penggilingan, daging ikan digiling saat penggilingan ditambahkan
beberapa butir es kecil. Penghalusan daging bertujuan untuk menghaluskan daging
sehingga protein pada daging menjadi lebih mudah untuk diekstrak (Tanikawa, 1985).
Setelah itu tahap ketiga pencucian, daging lumat dicuci sebanyak 3 kali dengan air es
kemudian disaring dengan kertas saring. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan
yang larut dalam air, lemak, darah (pigmen-pigmen), protein sarkoplasma, enzim
pencernaan protease, garam organik, substansi organik berbobot molekul rendah dan untuk
memperbaiki flavor dan warna, serta meningkatkan kekuatan gel (Toyoda et al, 1992).
Selain itu pencucian juga dapat menghilangakan substansi penyebab bau juga dapat
meningkatkan konsentrasi protein miofibrilar (aktomiosin) sehingga dapat memperbaiki gel
dari protein daging dan denaturasi protein selama penyimpanan beku (Lee, 1984).
Pencucian dengan menggunakan air es dapat mempertahankan protein khususnya protein
miofibril agar tidak mengalami denaturasi dan dapat menghilangkan protein sarkoplasma
(Santoso et al, 1997). Pencucian harus dapat menghilangkan protein sarkoplasma karena
dapat menghambat pembentukan gel (Suzuki, 1981). Karena protein sarkoplasma akan
menganggu “cross linking” miosin selama pembentukan matriks gel sehingga protein ini
tidak dapat membentuk gel dan mempunyai kapasitas pengikatan air yang rendah (Haard et
al, 1994). Dilakukan 3 kali pencucian karena frekuensi pencucian mempengaruhi parameter
kualitas surimi. Semakin sering daging giling dicuci maka semakin banyak protein, lemak,
abu dan rendemen yang hilang, tetapi dapat meningkatkan nilai daya mengikat air daging
dan kadar karbohidratnya (Mega, 2006). Jumlah protein miofibrilar pada daging lumat dan
8
kadar air daging giling dipengaruhi banyaknya air yang digunakan dan lama pencucian
dalam satu kali pencucian. Semakin banyak air pencucian akan semakin basah daging
giling, sehingga semakin tinggi kadar air daging giling, maka diperlukan penyaringan untuk
menurunkan kadar air pada daging giling sehingga didapatkan miofibrilar yang lebih
terkonsentrat (Medina dan Garrote, 2001).
Tahap keempat pembekuan, daging kemudian dimasukkan kedalam wadah plastik
dan ditambahkan 1,5 gram garam, 2,5 gram(kelompok 1,2) dan 5 gram (kelompok 3,4,5)
gula, dan polifosfat sebanyak 0,1 gram (kelompok 1), 0,3 gram (kelompok 2 dan 3), 0,5
gram (kelompok 4 dan 5). Kemudian daging lumat dibekukan ke dalam freezer selama 1
malam. Setelah itu pengujian, surimi diukur bau dan kekenyalan secara sensoris, WHC dan
hardness dengan teksture analyzer. Suzuki (1981), surimi dibedakan menjadi dua tipe yaitu,
Mu-en surimi yaitu surimi yang dibuat dengan dicampur dengan gula dan fosfat tanpa
penambahan garam (NaCl), serta telah mengalami proses pembekuan, dan Ka-en surimi,
yaitu surimi yang dibuat dengan dicampur gula dan garam (NaCl) tanpa penambahan fosfat
serta telah mengalami proses pembekuan. Pada praktikum ini surimi yang dibuat termasuk
pada surimi ka-en tetapi dimodifikasi dengan penambahan polifosfat. Penambahan garam
ditujukan untuk melepaskan miosin dari serat-serat daging ikan sehingga memudahkan
untuk berikatan dengan aktin membentuk aktomiosin yang berperan penting dalam
pembentukan gel yang kuat (Ditjen Perikanan 1990). Sedangkan penambahan polifosfat
bertujuan mencegah terjadinya rekahan serta terbentuknya permukaan yang kasar pada
produk daging layu sehingga teksurnya semakin padat (Elviera, 1988). Penambahan gula
akan mempengaruhi kestabilan protein myofibril pada proses pembekuan. Penambahan
gula yang tinggi, berkisar 8-10% akan membuat protein pada ikan menjadi lebih stabil pada
suhu dingin (Parvathy U. & Sajan George, 2014).
Uji WHC, yaitu banyaknya air yang dapat diikat oleh surimi. WHC akan
berhubungan dengan kemampuan protein untuk berikatan dengan air dengan ikatan
hydrogen yang mempengaruhi kemampuan pembentukan gel dan emulsi. Maka dari itu
pada praktikum ini dilakukan perhitungan terhadap jumlah H2O dalam mg (Santana, Huda
dan Yang., 2012). Texture analyzer digunakan sebagai alat pengukur kekuatan gel pada
9
10
surimi, menurunnya kekuatan gel dapat disebabkan akibat proses pembekuan. Pembekuan
yang buruk menyebabkan terjadinya reaksi enzimatis seperti oksidasi lemak yang kemudian
mengakibatkan denaturasi protein sehingga protein kehilangan kemampuannya untuk
membentuk gel. Denaturasi dari protein akan dilanjutkan dengan terjadinya agregasi rantai
protein melalui ikatan disulfide dan interaksi hidrofilik, sehingga proses pembentukan gel
tidak dapat berlangsung (Huda, et all., 2011).
Dari hasil pengamatan dapat diketahui hasil pengukuran kekuatan gel yaitu, pada
konsentrasi penambahan garam dan sukrosa (2,5%) yang sama, namun penambahan
polifosfat ditingkatkan dari 0,1% menjadi 0,3% akan meningkatkan tingkat kekerasan pada
surimi. Penambahan polifosfat dapat mempengaruhi kekenyalan pada surimi, kekenyalan
menggambarkan kemampuan pembentukan gel. Kemampuan pembentukan gel atau tingkat
kekerasan pada surimi dapat menurun jika protein mengalami agregasi selama proses
penyimpanan, namun hal ini dapat dicegah dengan penambahan fosfat. Fosfat dapat
membuka struktur protein sehingga protein dapat mengikat lebih banyak air ( Nopianti,et
all., 2012). Sehingga penambahan polifofsat akan membuat produk tersebut semakin kenyal
dan keras terbukti dengan penambahan konsentrasi polifosfat dari 0,1% menjadi 0,3%
dapat meningkatkan kekenyalan surimi (Sikorski, 2001). Namun pada konsentrasi
penambahan garam dan sukrosa (5%) yang sama, namun penambahan polifosfat
ditingkatkan dari 0,3% menjadi 0,5% justru menurunkan tingkat kekerasan pada surimi
secara signifikan. Penambahan polifosfat sebanyak 0,3% akan bersifat sebagai sebagai
pensinergi krioprotektan yang dalam praktikum ini digunakan sukrosa. Menurut penelitian
polifosfat memberikan efek perlindungan lebih besar dari sukrosa dan sorbitol selama 25
hari pembekuan ( Nopianti,et all., 2012). Namun ketika dilakukan penambahan konsentrasi
lebih lanjut akan memberikan dampak yang berbeda karena terlalu banyak air yang terikat
sehingga menciptakan tekstur yang lembek.
Sedangkan peningkatan penambahan sukrosa dari 2,5% menjadi 5% dengan
penambahan garam dan polifosfat yang sama memiliki efek peningkatan tingkat kekerasan
pada surimi. Pada penambahan konsentrasi sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0.5%
pada dua kali percobaan memiliki hasil tingkat kekerasan yang berbeda. Gula atau sukrosa
11
bersifat sebagai krioprotektan. Krioprotektan merupakan bahan pengawet untuk surimi
karena dapat mencegah denaturasi protein selama pembekuan. Krioprotektan akan
berinteraksi dan mengikat molekul protein melalui gugus fungsi dibagian permukaan,
sehingga setiap molekul protein akan terselubungi dengan krioprotektan. Seperti penjelasan
tersebut pada praktikum ini juga ditambahkan krioprotektan berupa gula dan yang
bertujuan untuk melindungi protein (Parvathy U. & Sajan George, 2014). Dalam
praktikum ini penambahan gula akan mempengaruhi kestabilan protein myofibril pada
proses pembekuan. Penambahan gula yang tinggi, berkisar 8-10% akan membuat protein
pada ikan menjadi lebih stabil pada suhu dingin (Parvathy U. & Sajan George, 2014).
Pada jurnal juga disebutkan bahwa bahan krioprotektan seperti gula atau gula
alkohol akan mempercepat proses pembekuan pada surimi, maka pada praktikum kali ini
juga dilakukan penambahan gula, sehingga surimi akan cepat membeku sehingga
mencegah kerusakan akibat sobeknya sel karena kristal es. Penggunaan krioprotektan
sebesar 8% seperti gula sukrosa, laktiol, litesse, atau sorbitol dapat menghambat kehilangan
kekuatan pembentukan gel dari surimi pada saat proses pembekuan. Pada praktikum
digunakan gula sebesar 2,5% dan 5%, lebih rendah dari 8% maka persentase 5% akan lebih
efektif karena lebih mendekati 8% (Santana, Huda dan Yang., 2012). Maka semakin
banyak penambahan krioprotektan maka semakin membentuk gel yang kohesif sehingga
akan semakin memberikan efek perlindungan yang baik pada protein surimi, namun hal ini
juga tergantung pada kriopretektan yang digunakan (Huda, et all., 2011).
Pada hasil perhitungan WHC diketahui bahwa pengaruh peningkatan penambahan
polifosfat dari 0,1% menjadi 0,3% pada penambahan sukrosa dan garam yang sama
memiliki efek peningkatan dari nilai WHC. Begitu pula pada peningkatan penambahan
polifosfat dari 0,3 menjadi 0,5 akan meningkatkan nilai WHC. WHC akan berhubungan
dengan kemampuan protein untuk berikatan dengan air dengan ikatan hydrogen yang
mempengaruhi kemampuan pembentukan gel dan emulsi (Santana, Huda dan Yang., 2012).
Daya mengikat air adalah kemampuan daging untuk mengikat air yang ada dalam bahan
maupun yang ditambahkan selama proses pengolahan, atau kemampuan struktur bahan
untuk menahan air bebas dari struktur tiga dimensi protein. Jadi pada produk surimi,
semakin banyak air yang diikat maka tekstur, warna dan sifat sensoris yang dihasilkan
12
semakin baik (Zayas, 1997). Penambahan polifosfat mencegah terjadinya agregasi selama
proses penyimpanan, dengan cara membuka struktur protein sehingga protein dapat
mengikat lebih banyak air. Sehingga semakin tinggi konsentrasi polifosfat yang
ditambahkan akan semakin meningkatkan nilai WHC ( Nopianti,et all., 2012).
Namun peningkatan konsentrasi polifosfat tidak selalu terjadi peningkatan WHC seperti
pada percobaan kelompok 4 dibandingkan dengan percobaan kelompok 3 justru terjadi
penurunan WHC. Ketika konsentrasi sukrosa ditingkatkan dari 2,5% menjadi 5% pada
penambahan polifosfat dan garam yang sama akan memiliki efek penurunan nilai WHC.
seharunya penambahan sukrosa meningkatkan daya ikat air karena sukrosa berperan
sebagai krioprotektan yang dapat melindungi protein dari denaturasi, sehingga struktur
protein dapat dipertahankan dan tetap memiliki daya ikat air yang baik, namun pada
praktikum ini peningkatan penambahan sukrosan justru menurunkan daya ikat air. Hal
tersebut dapat disebabkan pada saat proses pencucian tidak memisahkan seluruh lemah
pada daging sehingga mengganggu kemampuan protein untuk mengikat air. Kandungan
lemak akan teroksidasi dan bereaksi dengan protein kemudian menyebabkan denaturasi,
polimerisasi dan perubahan gugus fungsi protein, maka protein akan kehilangan
kemampuannya dalam mengikat air sehingga menurunkan nilai WHC (Piotrowicz dan
Mellado, 2015). Pada penambahan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0.5%
mendapatkan hasil yang sangat berbeda pada 2 kali pengulangan. Hal ini juga disebab
akibat proses pencucian dan penyaringan yang tidak sempurna, karena proses pencucian
menjadi kunci terhadap kualitas surimi yang dihasilkan, karena pada saat pencucian akan
menghilangkan atau memisahkan kandungan lemak, berbagai komponen larut air, sisa
darah,pigmen, dan pengotor lainnya yang dapat merubah struktur protein selama proses
pembekuan, terutama daya ikat air oleh protein (Santana, Huda dan Yang., 2012).
Pada hasil analisa sensori penambahan polifosfat dari 0,1% menjadi 0,3% tidak berdampak
pada tingkat kekenyalan tetapi meningkatkan aroma amis pada surimi. Sedangkan pada
pengingkatan penambahan polifosfat dari 0,3% menjadi 0,5% tidak merubah tingkat
kekenyalan pada percobaan pertama tetapi menurunkan kekenyalan pada percobaan kedua,
begitu pula pada aroma, pada percobaan pertama pada pengingkatan penambahan polifosfat
13
dari 0,3% menjadi 0,5% tidak merubah aroma, tetapi pada percobaan kedua meningkatkan
aroma amis dari surimi. Pada peningkatan penambahan sukrosa dari 2,5% menjadi 5%
memberi dampak peningkatan kekenyalan pada surimi dan penurunan aroma amis pada
surimi. Penambahan polifosfat, garam dan sukrosa tidak mempengaruhi aroma dari surimi.
Aroma dari surimi dipengaruhi oleh kandungan senyawa volatile yang terdapat didalamnya,
hal ini berhubungan dengan proses pencucian dan penyaringan. Pencucian bertujuan untuk
menghilangkan bahan yang larut dalam air, substansi organik berbobot molekul rendah dan
untuk memperbaiki flavor dan warna (Toyoda et al, 1992). Selain itu pencucian juga dapat
menghilangakan substansi penyebab bau (Lee, 1984). Sehingga jika pencucian dan
penyaringan dilakukan dengan benar akan menghasilkan surimi yang tidak berbau amis,
sesuai teori Mahdiah (2002), surimi memliki sifat tidak berwarna, tidak berbau, mampu
membentuk gel bila dipanaskan setelah ditambah garam. Kekenyalan dari surimi
dipengaruhi oleh nilai WHC dari surimi, semakin tinggi nilai WHC maka surimi semakin
kenyal. WHC akan berhubungan dengan kemampuan protein untuk berikatan dengan air
dengan ikatan hydrogen yang mempengaruhi kemampuan pembentukan gel dan kekenyalan
surimi (Santana, Huda dan Yang., 2012). Namun pada jasil pengamatan didapatkan hasil
yang menyimpang, hal ini dikarenakan analisa dilakukan secara sensoris yaitu
penggunakan panelis, presepsi panelis tentang kekenyalan dapat berbeda-beda sehingga
dapat menghasilkan hasil yang berbeda dengan teori.
Elastisitas surimi dipengaruhi oleh jenis ikan, kesegaran ikan, pH, kadar air, pencucian,
suhu dan waktu pemasakan dan jumlah zat penambah, seperti garam, gula, polipospat,
monosodium glutamat, dan pati. (Heruwati et al, 1995). Sedangkan kekuatan gel dari
surimi dipengaruhi jumlah protein miofibrilar pada surimi, protein miofibril berperan pada
proses pembentukan gel dan emulsi yang menjadi penentu kemampuannya dalam
menstabilisasi produk pangan (Zhou & Regenstein, 2005). Daya mengikat air juga akan
mempengaruhi kualitas tekstur, warna dan sifat sensoris dari surimi. Pada jurnal disebutkan
bahwa pada proses pencucian menjadi kunci terhadap kualitas surimi yang dihasilkan,
karena pada saat pencucian akan menghilangkan atau memisahkan kandungan lemak,
14
berbagai komponen larut air, sisa darah,pigmen, dan pengotor lainnya selain itu protein
miofibrilar akan terpisahkan (Santana, Huda dan Yang., 2012).
Teknik pencucian yang baik untuk pembuatan surimi adalah dengan air dingin bersuhu
5-10⁰C, semakin rendah suhu air akan semakin dapat menjaga kesegaran produk. Hal ini
juga diterapkan pada praktikum kali ini pencucian daging bawal lumat menggunakan air es
dan dilakukan sebanyak 3 kali. Kandungan akhir dari protein miofibrilar pada hasil
pencucian akan mempengaruhi sifat pembentukan gel dari surimi. Pada jurnal juga
disebutkan bahwa bahan krioprotektan seperti gula atau gula alkohol akan mempercepat
proses pembekuan pada surimi, maka pada praktikum kali ini juga dilakukan penambahan
gula, sehingga surimi akan cepat membeku sehingga mencegah kerusakan akibat sobeknya
sel karena kristal es (Santana, Huda dan Yang., 2012). Penambahan bahan kimia seperti
natrium klorida, sodium bikarbonat dan buffer sodium fosfat dapat ditambahkan selama
proses pencucian, hal ini dapat menghilangkan pigmen dan meningkatkan kapasitas
mengikat air dari surimi. Pada praktikum ditambahkan garam atau natrium klorida, namun
penambahan dilakukan setelah dilakukan pencucian jadi garam pada praktikum ini tidak
bertujuan untuk menghilangankan pigmen dan meningkatkan kapasitas mengikat air.
Kelembapan pada surimi jika diturunkan akan meningkankan kemampuan pembentukan
gel dari surimi, hal ini berkaitan dengan kelarutan protein, kelembapan diatas 74% menjadi
nilai kritis kelembapan, sedangkan kelembapan dibawah 80% akan memberikan kualitas
yang baik pada pembentukan gel dengan memperbaiki struktur serat dan meningkatkan
tekstur pada produk akhir. Sehingga dapat diketahui bahwa kelembapan yang baik yaitu
kisaran 74%-80% (Piotrowicz dan Mellado, 2015).
Pada proses pencucian protein sarkoplasma akan terekstrak, yang dapat mencegah
pembentukan gel surimi saat pemasakan. Kandungan protein sangat berpengaruh terhadap
sifat gel dari surimi, disisi lain kandungan lemak berefek negative pada kualitas surimi
karena lemak yang teroksidasi akan bereaksi dengan protein dan menyebabkan denaturasi,
polimerisasi dan perubahan gugus fungsi protein, maka dalam pembuatan surimi harus
digunakan ikan dengan kadar lemak rendah (Piotrowicz dan Mellado, 2015).
15
Penambahan krioprotektan juga sangat berpengaruh terhadap kualitas surimi yang
dihasilkan. Krioprotektan merupakan bahan pengawet untuk surimi karena dapat mencegah
denaturasi protein selama pembekuan. Krioprotektan akan berinteraksi dan mengikat
molekul protein melalui gugus fungsi dibagian permukaan, sehingga setiap molekul protein
akan terselubungi dengan krioprotektan. Seperti penjelasan tersebut pada praktikum ini
juga ditambahkan krioprotektan berupa gula dan yang bertujuan untuk melindungi protein
(Parvathy U. & Sajan George, 2014). Pada umumnya krioprotektan yang digunakan pada
surimi adalah campuran gula dan sorbitol dengan perbandingan 1:1 dengan tambahan
polifosfat sebanyak 0,3% sebagai pensinergi. Namun juga dapat digunakan gula yang tidak
terlalu manis seperti laktiol, palatint, dan polidekstrosa. Menurut penelitian polifosfat
memberikan efek perlindungan lebih besar dari sukrosa dan sorbitol selama 25 hari
pembekuan ( Nopianti,et all., 2012). Semakin banyak penambahan krioprotektan maka
semakin membentuk gel yang kohesif sehingga akan semakin memberikan efek
perlindungan yang baik pada protein surimi, namun hal ini juga tergantung pada
kriopretektan yang digunakan (Huda, et all., 2011).
Kemampuan pembentukan gel dan WHC pada surimi dapat menurun jika protein
mengalami agregasi selama proses penyimpanan, namun hal ini dapat dicegah dengan
penambahan fosfat. Fosfat dapat membuka struktur protein sehingga protein dapat
mengikat lebih banyak air. WHC akan sangat baik jika tercapai pH akhir yang tinggi
berkisar 7-7,5 pada surimi, karena akan banyak protein yang tidak mendekati titik
isoelektrisnya sehingga dapat lebih banyak mengikat air ( Nopianti,et all., 2012).
4. KESIMPULAN
Semakin tinggikonsentrasi polipeptida yang ditambahkan maka semakin tinggi tingkat
kekerasan surimi, dan semakin tinggi nilai WHC.
Sukrisa merupakan krioprotektan pada proses pembuatan surimi
Semakin tiinggi konsentrasi sukrosa maka semakin tinggi tingkat kekerasan surimi,
dan semakin tinggi nilai WHC.
Aroma surimi dipengaruhi oleh prosesn pencucian dan penyaringan daging ikan
Semakin bersih proses pencucian maka surimi semakin tidak berbau amis.
Kekenyalan surimi dipengaruhi oleh nilai WHC, semakin tinggi WHC maka surimi
akan semakin kenyal.
Semarang, 3 November 2015
Praktikan, Asisten Dosen,
Debora Anggi W. Yusdhika Bayu S.
13.70.0032
16
5. DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Perikanan. 1990. Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian.
Elviera, G. 1988. Pengaruh pelayuan daging sapi terhadap mutu bakso. Skripsi Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haard, N.F.; Simpson, B.K. and Pan, B.S. 1994. Sarcoplasmic Proteins and Other Nitrogenous Compounds. Dalam Sikorski ZE (ed). Seafood Proteins. New York: Chapman and Hall.
Heruwati, E.S.; Murtini, J.T.; Rahayu, S. dan Suherman. 1995. Pengaruh jenis ikan dan zat penambah terhadap elastisitas surimi ikan air tawar. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol 1. No. 1. Jakarta.
Lee, C.M. 1984. Surimi process technology. Journal Food Technology. 38 (11): 69-80.
Mahdiah, E. 2002. Pengaruh penambahan bahan pengikat terhadap karakteristik fisik otak-otak ikan sapu-sapu (Liposarcus pardalis) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Medina, J.R. & R.L. Garrote. 2001. Determining washing conditions during the preparation of frozen surimi from suribi (pseudoplatystome coruscans) using response surface methodology. International Journal of Food Science. 67 (3): 1455-1461.
Mega, O. 2006. Beberapa karakteristik fisikokimia nukimi kuda dan sapi pada beberapa Ffrekuensi pencucian. Jurnal of Agriculture. 31 (1): 15-20.
N., Huda, O.H., Leng, and R., Nopianti. 2011. Cryoprotective Effect of Different Level of Polidextrose in Threadfin Bream Surimi During Frozen Storage. Journal of Fisheries and Aquatic Science.
Nopianti, R., et all. 2012. Effect Of Different Types Of Low Sweetness Sugar On Physicochemical Properties Of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus Spp.) During Frozen Storage. International Food Research Journal 19 (3): 1011-1021.
Park, J.W. and Lin, T.M.J. 2005. Surimi : Manufacturing and Evaluation. Dalam Park JW (ed.). Surimi and Surimi Seafood. 2nd edition. New York: CRC Press. 2: 35-98.
Piotrowicz, I. B. B. dan Mellado, M. M. S. 2015. Chemical, Technological And Nutritional Quality Of Sausage Processed With Surimi. International Food Research Journal 22(5): 2103-2110.
Santana, P., Huda, N., and Yang, T. A. 2012. Technology For Production Of Surimi Powder And Potential Of Applications. International Food Research Journal 19(4): 1313-1323.
Santoso, J.; Trilaksani, W.; Nurjanah dan Nurhayati, T. 1997. Perbaikan mutu gel ikan mas (Cyprinus carpio) melalui modifikasi proses. [laporan penelitian]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
18
Sikorski, Z. E. 2001. Chemical and functional properties of food protein. Technomic Publishing Co.Inc, Pennysilvania.
Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein in Processing Technology. London: Applied Science. Publishing. Ltd.
Tanikawa, E. 1985. Marine Productc In Japan. Koseisha-Koseikaku Company, Tokyo.
Toyoda, K.; Kimura, I.; Fujita, T., Noguchi, S.F.; and Lee, C.M. 1992. The surimi manufacturing process. Dalam: Surimi Technology. Lanier TC, Lee CM, editors. New York: Marcel Dekker.
U, Parvathy & George, Sajan. 2014. Influence Of Cryoprotectant Levels On Storage Stability Of Surimi From Nemipterus Japonicus And Quality Of Surimi-Based Products. J Food Sci Technol (May 2014) 51(5):982–987.
Zayas, J.F. 1997. Functionality of Proteins in Food. Berlin: Springer Verlag.
Zhou, A.; Benjakul, S.; Pan, K; Gong, J and Liu, X. 2006. Cryoprotectant Effect Of Trehalose And Sodium Lactate On Tilapia (Sarotherodon Nilotica) Surimi During Frozen Storage. International Journal of Food Chemistry. 96:96-103.
19
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
LA=13
× (a )× (h0+4 (h1)+2 ( h2 )+4 ( h3 )+hn )
LB=13
× (a )× (h0+4 (h1 )+2 ( h2 )+4 (h3 )+hn)
Larea basa h=LA−LB
Mg H2 O=Larea basah - 8,0
0,0948
Kelompok E1
LA=13
× ( 46 )× (116+4 (188 )+2 (204 )+4 (196 )+110 )
LA=33273,33
LB=13
× ( 46 ) × (116+4 (35 )+2 (13 )+4 (30 )+110 )
LB=7850,67
Larea basa h=33273,33−7850,67=25422,66
Mg H2 O=25422,66-8,00,0948
=268087,13
Kelompok E2
LA=13
× ( 48,5 )× (120+4 (227 )+2 (238 )+4 (225 )+102 )
LA=40513,67
LB=13
× ( 48,5 )× (120+4 (33 )+2 (19 )+4 (41 )+102 )
LB=8988,67
Larea basa h=40513,67−8988,67=31525
Mg H2 O=31525 -8,00,0948
=332457,81
20
Kelompok E3
LA=13
× (50 ) × (126+4 (199 )+2 (207 )+4 (202 )+93 )
LA=37284,079
LB=13
× (50 ) × (126+4 (36 )+2 (33 )+4 (39 )+93 )
LB=9750,195
Larea basa h=37284,079−9750,195=27533,884
Mg H2 O=27533,884 -8,00,0948
=290357,43
Kelompok E4
LA=13
× ( 49 )× (104+4 (183 )+2 (188 )+4 (176 )+103 )
LA=32970,27
LB=13
× ( 49 )× (104+4 (19 )+2 (10 )+4 (26 )+103 )
LB=6646,31
Larea basa h=32970,27−6646,31=26323,96
Mg H2 O=26323,96 -8,00,0948
=277594,52
Kelompok E5
LA=13
× (50 ) × ( 82+4 (204 )+2 (222 )+4 (203 )+76 )
LA=37166,67
LB=13
× (50 ) × ( 82+4 (21 )+2 (15 )+4 (24 )+76 )
LB=6133,33
21
22
Larea basa h=37166,67−6133,33=31033,34
Mg H2 O=31033,34 -8,00,0948
=327271,52
6.2. Lapsem
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal