Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

25
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan surimi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi Kelompok Perlakuan WHC (mg H 2 O) Sensoris Kekenyala n Aroma A1 Sukrosa 2,5%+Garam 2,5%+ polifosfat 0,1% 322.243 ,25 + +++ A2 Sukrosa 2,5%+Garam 2,5%+ polifosfat 0,1% 273.157 ,52 ++ +++ A3 Sukrosa 5%+Garam 2,5%+ polifosfat 0,3% 250.864 ,98 +++ ++ A4 Sukrosa 5%+Garam 2,5%+ polifosfat 0,3% 256,561 ,18 + ++ A5 Sukrosa 5%+Garam 2,5%+ polifosfat 0,5% 275.696 ,20 ++ + A6 Sukrosa 5%+Garam 2,5%+ polifosfat 0,5% 266.687 ,76 ++ + Keterangan: Aroma Kekenyalan + : tidak amis + : tidak kenyal ++ : amis ++ : kenyal +++ : sangat amis +++ : sangat kenyal Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa dengan diberi penambahan beberapa larutan dengan konsentrasi berbeda akan mempengaruhi kualitas surimi dari segi WHC (Water Holding Capacity), kekenyalan dan aroma. Perlakuan pada kelompok A1 didapatkan nilai WHC (Water Holding Capacity) paling besar yaitu 322.243,25 dan A3 didapatkan nilai WHC (Water Holding 1

description

Ikan, Daging giling, Surimi

Transcript of Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

Page 1: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi

Kelompok PerlakuanWHC (mg

H2O)Sensoris

Kekenyalan Aroma

A1Sukrosa 2,5%+Garam 2,5%+

polifosfat 0,1%322.243,25 + +++

A2Sukrosa 2,5%+Garam 2,5%+

polifosfat 0,1%273.157,52 ++ +++

A3Sukrosa 5%+Garam 2,5%+

polifosfat 0,3%250.864,98 +++ ++

A4Sukrosa 5%+Garam 2,5%+

polifosfat 0,3%256,561,18 + ++

A5Sukrosa 5%+Garam 2,5%+

polifosfat 0,5%275.696,20 ++ +

A6Sukrosa 5%+Garam 2,5%+

polifosfat 0,5%266.687,76 ++ +

Keterangan:Aroma Kekenyalan+ : tidak amis + : tidak kenyal++ : amis ++ : kenyal+++ : sangat amis +++ : sangat kenyal

Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa dengan diberi penambahan beberapa larutan

dengan konsentrasi berbeda akan mempengaruhi kualitas surimi dari segi WHC (Water

Holding Capacity), kekenyalan dan aroma. Perlakuan pada kelompok A1 didapatkan

nilai WHC (Water Holding Capacity) paling besar yaitu 322.243,25 dan A3 didapatkan

nilai WHC (Water Holding Capacity) paling kecil yaitu 250.864,98. Sedangkan pada

pengamatan sensori kekenyalan didapatkan A1 dan A4 tidak kenyal; A2, A5, dan A6

kenyal, dan A2 sangat kenyal. Pada pengamatan sensori aroma didapatkan kelompok

A5 dan A6 beraroma tidak amis; A3 dan A4 beraroma amis, dan A1 dan A2 beraroma

sangat amis.

1

Page 2: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

2. PEMBAHASAN

2.1. Surimi dan Faktor yang Mempengaruhi Produk

Praktikum THL (Teknologi Hasil Laut) kloter A ini dilakukan pembuatan surimi yang

menggunakan bahan baku dari ikan tongkol yang diambil fllet dagingnya saja. Agustiani

et al., (2006) didalam bukunya menjelaskan bahwa surimi termasuk salah satu produk

olahan ikan dan tergolong sebagai produk olahan setengah jadi atau biasa disebut

intermediate product. Surimi nantinya akan diolah kemabali menjadi macam-macam

produk makanan, biasanya digunakan sebagai bahan campuran olahan makanan beku

seperti bakso, sosis, nugget, dan berbagai produk olahan lainnya. Menurut jenisnya

surimi ada 2 jenis, yaitu mu-en surimi dan ka-en surimi. Kedua jenis surimi ini memiliki

perbedaan berdasarkan ada atau tidaknya penggunaan garam sebagai bahan

tambahannya. Jenis Mu-en surimi adalah surimi yang tidak ada penambahan garam,

sedangkan ka-en surimi adalah surimi yang ada penggunaan penambahan garam dengan

konsentrasi tertentu (Agustiani et al.,2006). Pada teori menurut Peranginangin et al.

(1999), tidak semua jenis ikan bisa diolah menjadi produk surimi. Menurutnya syarat

ikan yang baik untuk diolah menjadi surimi adalah memiliki daging yang berwarna

putih, tidak memiliki bau lumpur dan telalu amis serta terdapat kemampuan membentuk

gel yang baik sehingga dapat diolah menjadi surimi yang nantinya memiliki kualitas

baik. Pembenetukan gel menjadi penting karena ikan tersebut memiliki kandungan

protein miofibril. Miofibril yang semakin tinggi akan membuat pembentukan gel

semakin baik.

Dalam bukunya Agustiani et al., (2006) menuliskan bahwa dalam pembuatan surimi

yang dilakukan manual dan mekanis. Tahapan manual melewati proses filleting, mixing,

leaching, dewatering, dan straining. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar 1 berikut

ini.

Gambar 1. Proses Manual Pembuatan Surimi

2

Page 3: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

3

Pembuatan surimi mekanis yang dimaksudkan adalah yang menggunakan mesin untuk

pengolahannya. Mesin pembuatan tersebut terdiri dari fish washer, meat separator,

leaching tank, rotary screen, refiner, dan screw press. Pada tahap ini proses pembuatan

surimi dilakukan secara kontinyu. Proses dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Proses Mekanis Pembuatan Surimi

2.1. Proses Pembuatan Surimi

Pada praktikum ini kami melakukan proses pembuatan secara manual. Secara garis

besar proses pembuatan surimi terdiri dari tahapan pemilihan bahan baku, pembersiahan

dan pencucian, pemisahan daging dari tulang dan kulit, leaching, straining,

pengepresan, penambahan gula dan sodium polyphosphate, pencetakan dan pengemasan

serta pengemasan. Langkah pertama yang dilakukan adalah tahap persiapan. Pada

tahapan ini daging ikan tongkol yang sebelumnya sudah dicuci, diambil terlebih dahulu

dengan cara memisahkannya dari kepala, bagian isis perut / jeroan dan tulang durinya

dengan menggunakan pisau. Anonim_1, (1987) mengatakan bahwa kondisi dingin

(suhu chilling) dan air yang digunakan untuk mencuci ikan harus bersih karena akan

berpengaruh pada kualitas surimi yang dihasilkan. Tahap selanjutnya dialukan

pencucian kemudian daging ikan di haluskan dengan cara diblender dengan

memasaukan beberapa potong es batu kecil. Andini (2006) mengatakan bahwa dalam

membuat surimi harus mempertimbangkan beberapa faktor utama seperti suhu air

pencuci serta penggilingan daging ikan. Dalam tahap pembuatan surimi ini pencucian

hanya menggunakan air keran yang mengalir saja, akan tetapi dalam penggilingan

menggunakan es batu ini sudah sesuai. Hal ini didukung dalam jurnal “Recovery and

Page 4: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

4

Characterization of Proteins Precipitated fromSurimi Wash-Water”, yang mengatakan

bahwa pencucian mempengaruhi kandungan gizi dari hasil produk surimi nantinya. Hal

ini karena kandungan protein miofibril yang mempengaruhi tektstur dari surimi

sebagian terlarut dalam air pencucian. Selain itu jurnal “A Comparative Study between

Acid and Alkali-aided Processing and Surimi Processing for the Recovery of Proteins

from Channel Catfish Muscle” membahas bahwa tingkat keasaman dapat

mempengaruhi degradasi protein miofibril saat pembuatan surimi. Hal ini karena

suasana asam mampu mempertahankan protein miofibril dalam daging ikan daripada

kondisi suasana basa. Sedangkan tahap pemisahan daging dengan kulit dan tulang

penting dilakukan pada proses pembuatan surimi karena akan bahan baku yang

digunakan dalam pembuatan surimi hanya daging ikan saja. Sehingga pada praktikum

ini dilakukan proses fillet untuk memperkecil ukuran daging ikan. Setelah daging ikan

dihaluskan, daging ikan tersebut dicuci dengan air es sebanyak tiga kali dengan cari

menuangkan air es diatas kain saring yang diatasnya terdapat “bubur ikan”. Hal ini

sesuai dengan teori Shahidi & Richard (1991), yang mengatakan jika suhu air untuk

mencuci >150C dapat menyebabkan lebih banyak melarutkan protein. Sehingga

kekuatan gel terbaik didapatkan bila hancuran daging ikan dicuci menggunakan air yang

bersuhu 100C-150C. Produk surimi termasuk produk olahan perikanan setengah jadi

(intermediate product) yang terbuat dari hancuran daging ikan yang melalui berbagai

tahapan sehingga untuk mendapatkan surimi dengan mutu tinggi sudah menjadi

kewajiban untuk menggunakan bahan baku harus segar. Hal ini karena bahan baku

segar memiliki protein yang tidak mengalami denaturasi. Menurut pustaka Shahidi

(1991), selain kesegaran ikan, kemampuan pembentukan gel pada surimi, waktu dan

juga suhu penyimpanan saat ikan ditangkap serta tahapan pengolahannya menjadi faktor

yang menentukan kualitas surimi. Usaha untuk meningkatkan kualitas gel surimi sering

juga ditambahkan zat aditif protein.

Setelah melalui tahap pencucian selanjutnya daging ikan tersebut ditambahkan sukrosa

dengan konsentrasi berbeda (2,5% kel 1-3 dan 5% kel 4-6), garam 2,5% serta polifosfat/

STTP berbagai konsentrasi (0,1% kel 1-2; 0,3% kel 3-4 dan 0,5% kel 5-6). Sedangkan

penambahan garam untuk semua kelompok sama yaitu 2,5%. Pada saat ditambahan

semua bahan tersebut, daging ikan diaduk supaya semua bahan tercampur sempurna.

Page 5: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

5

Setelah itu adonan surimi dibekukan dalam freezer selama 1 malam lalu setelah 1

malam surimi di thawing ±15 menit. Setelah produk surimi jadi, maka dilakukan uji

secara sensoris (aroma dan kekenyalan), dan Water Holding Capacity dengan

menggunakan milimeter block. Penambahan bahan-bahan tersebut memuliki tujuan

tertentu, menurut Winarno et al. (1980) semua bahan tambahan tersebut bertujuan untuk

meningkatkan nilai gizi, meningkatkan cita rasa, mengendalikan asam basa serta untuk

mendaoatkan bentuk dan tekstur yang baik pada surimi. Penjelasan untuk bahan-bahan

tersebut sebagai berikut:

(1) Garam

Penggunaan garam berfungsi untuk melepaskan miosin serat ikan yang berperan penting

untuk pembentukan gel yang kuat. Fungsi lainnya garam digunakan untuk

meningkatkan cita rasa dan aroma. Akan tetapi penambahannya jangan berlebih karena

akan mengubah cita rasa surimi

(2) Polifosfat

Natrium tripolifosfat atau yang sering disebut (STTP)/Polifosfat dalam pembuatan

surimi berfungsi untuk memisahkan aktomiosin yang nantinya akan berikatan dengan

miosin. Peran miosin dan poliposfat yang saling berikatan adalah untuk menahan

mineral dan vitamin. Hal ini karena dalam prosesnya miosin akan membentuk gel dan

polifosfat membantu menahan air dengan menutup pori-pori mikroskopis juga kapiler

menurut Haryati (2001). Fungsi lainnya bahan polifosfat bertujuan untuk menambah

nilai kelembutan dan memperbaiki sifat surimi (elastisitas dan kelembutan). Polifosfat

yang ditambahkan ini tidak berfungsi sebagai cryoprotectant tetapi untuk memperbaiki

daya ikat air (WHC) dan juga memberi tekstur lebih lembut pada surimi. Menurut

Peranginangin et al. (1999) umunya polifosfat yang ditambahkan sebanyak 0,2 %-0,3 %

dalam bentuk garam natrium tripolifosfat. Akan tetapi yang dilakukan pada praktikum

ditambahkan 0,1%; 0,3% dan 0,5%.

(3) Bahan cryoprotectant

Bahan ini adalah bahan wajib yang digunakan dalam pembuatan surimi yang tidak

langsung diolah menjadi produk lanjutan, akan tetapi disimpan pada suhu beku dalam

waktu yang lama. Hal ini karena Cryoprotectant memiliki kemampuan untuk

memperlambat denaturasi protein selama pembekuan dan penyimpanan. Selain itu

cryoprotectant dapat meningkatkan kemampuan air (Zhou et al. 2006). Dalam

Page 6: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

6

praktikum ini cryroprotectant yang digunakan adalah sukrosa dengan konsentrasi 2,5%

dan 5%.

Surimi bermutu baik bila memiliki warna yang putih, flavor baik dan elastisitasnya

tinggi. Kesegaran ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi akan mempengaruhi

elastisitas surimi yang dihasilkan. Semakin tinggi tingkat kesegaran ikan yang

digunakan maka elastisistas surimi yang dihasilkan akan semakin tinggi. Biasanya bila

elastisitas ikan yang digunakan rendah, maka akan ditambahkan daging ikan jenis lain,

juga dapat ditambahkan gula, pati atau protein nabati. Tingkat keasaman (pH) ikan yang

paling ideal untuk membuat surimi adalah dari 6,5 sampai 7 (netral). Ikan yang

digunakan juga sebaiknya memiliki kandungan lemak rendah karena kadar lemak akan

mempengaruhi daya gelantinasi serta dapat mengakibatkan produk surimi tersebut cepat

mengalami ketenginakn. Jika ikan memiliki kandungan lemak tinggi maka dapat

dilakukan proses pengekstrakan lemak seperti pendapat Koswara et al. (2001).

Kandungan daging ikan secara umum adalah air, protein kasar dan lemak. Kandungan

tersebut berpengaruh terhadap nilai nutrisi, kemampuan pembentukan gel, WHC dan

stabilitas penyimpanan daging. Sedangkan menurut Dahar, D. (2003), kandungan gizi

ikan tongkol cukup tinggi karena mengandung protein mencapai 24% dengan kadar

lemak rendah (1%) dan mengandung garam-garam mineral. Umumnya bagian ikan

yang dapat dikonsumi (edible portion) sekitar 45-50 %. Berdasarkan teori tersebut

kandungan lemak pada ikan tongkol tergolong rendah sehingga tidak perlu

pengekstrakan lemak dalam pembuatan surimi. Menurut Peranginangin (1999), terdapat

syarat bahan baku untuk membuat surimi yaitu bahan baku harus bersih, bebas dari bau

yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi serta pemalsuan, bebas

dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan

kesehatan. Secara organoleptik bahan baku harus memiliki karakteristik kesegaran

sekurang-kurangnya memiliki rupa dan warna yang bersih dengan warna daging

spesifik dengan jenis ikan, bau yang segar, daging yang elastis dan kompak serta rasa

yang netral sampai agak manis. Dalam pembuatn surimi ini ditambahkan 3 jenis bahan

tambahan yaitu sukrosa, garam dan polifosfat.

Page 7: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

7

2.2. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Garam Terhadap Water Holding Capacity

Djazuli, N et al (2009), dalam teorinya mengatakan bahwa uji daya ikat air (water

holding capacity) yang dilakukan pada praktikum bertujuan untuk mengetahui seberapa

besar kemampuan bahan untuk mengikat molekul air. Tekstur gel yang baik adalah jika

memiliki daya serap air yang tinggi. Pengamatan yang dilakukan pada hasil surimi ini

adalah pengaruh konsentrasi sukrosa dan garam terhadap water holding capacity surimi.

Perbedaan perlakuan setiap kelompok adalah dalam penambahan sukrosa. Pada

kelompok 1, 2 dan 3 menggunakan sukrosa dengan konsentrasi 2,5% dan kelompok 4,

5, dan 6 menggunakan sukrosa dengan konsentrasi 5%. Sedangkan garam yang

digunakan, seluruh kelompok sama yaitu 2,5%. Sukrosa yang ditambahkan ini

memiliki peran sebagai gula pereduksi yang yang kemudian akan bereaksi dengan

gugus amino dari protein yang kemudian membentuk senyawa melanoidin yang

berwarna coklat (Wiguna, 2005). Selain itu sukrosa termasuk salah satu contoh

cryoprotectant yang berperan untuk menghambat proses denaturasi protein pada surimi.

Hal ini juga didukung oleh Tan et al. (1988), yang mengatakan cryoprotectant yang

dalam praktikum ini adalah sukrosa berperan untuk menaikkan tingkat N-aktomiosis

dari 350 mg % menjadi 520 mg% dan juga menaikkan kekuatan gel dari 400 gram

menjadi 480 gram. Fennema (1985), juga menambahkan bahwa sukrosa akan

menginaktifkan kondensasi karena akan mengikat molekul air melalui ikatan hidrogen.

Hal ini karena gula memiliki gugus polihidroksi yang bereaksi dengan molekul air oleh

ikatan hidrogen sehingga gula dapat menaikkan tegangan permukaan sehingga

mencegah keluarnya molekul air dari protein, yang artinya dapat menjaga stabilitas

protein. Berdasarkan teori-teori yang sudah dijelaskan tersebut maka dapat disimpulkan

semakin besar konsentrasi cryoprotectant yang diberikan akan membuat kemampuan

pengikatan air (water holding capacity) semakin bertambah.

Dari hasil pengamatan praktikum ini, hasil kemampuan water holding capacity pada

surimi dengan penambahan sukrosa konsentrasi 2,5% dan konsentrasi 5% datanya

bervariasi. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang seharusnya nilai WHC pada

penambahan konsentrasi lebih banyak nilainya paling besar. Kesalahan ini terjadi karna

penimbangan sukrosa yang kurang tepat selain itu dapat juga karena sukrosa kurang

Page 8: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

8

terserap oleh adonan surimi. Pada kelompok A1 memiliki kemampuan water holding

capacity yang paling besar yaitu 322.243,25 padahal konsentrasi sukrosa yang

ditambahkan 5%. Kesalahan ini dapat terjadi karena kesalahan dalam perhitungan atau

kesalahan teknis saat menghitung luas dengan milimeter block. Hal ini karena luas

permukaan yang terukur bergantung dari hasil pengepressan adonan surimi yang

berbeda-beda sehingga akan mempengaruhi hasil perhitungan WHC. Ada kemungkinan

adonan tidak terpress secara sempuran sehingga pengukurannya kurang valid.

Pada pratikum ini pembuatan surimi yang dibuat termasuk surimi jenis ka-en, karena

dalam pembuatannya ditambahkan garam dengan konsentrasi tertentu Suzuki (1981).

Pada praktikum ini garam yang ditambahkan semua kelompok sama yaitu 2,5%.

Penambahan garam ini juga memiliki tujuan yaitu untuk mempercepat proses

penurunan kadar air dalam fillet daging ikan yang akan dibuat surimi (Anonim_1,

1987). Tujuan lainnya dari penambahan garam adalah untuk membentuk gel yang

fleksibel dan elastis pada hasil akhri surimi. Hal ini juga didukung oleh Roussel and

Cheftel (1988) yang mengatakan jika surimi dicampurkan dengan garam dan melalui

proses pelumatan, hal ini akan membantu terbentuknya sol. Apabila dilakukan proses

pemanasan maka akan terbentuk gel. Menurut Shimizu et al. (1994), bila konsentrasi

garam yang ditambahkan kurang dari 2% maka protein miofibril tak dapat larut dan bila

lebih dari 12% maka protein miofibril akan tehidrasi dan justru menyebabkan salting

out. Sehingga dalam pembuatan surimi, konsentrasi garam yang dianjurkan adalah 2-

3% karena jika terlalu berlebih akan menimbulkan rasa asin. Dalam praktikum, tidak

ada perbedaan konsentrasi garam yang diberikan pada surimi, akan tetapi seluruh surimi

ditambahkan garam sebesar 2,5%. Konsentasi tersebut masih dalam batas yang cukup

untuk membuat protein miofibril larut sehingga memberikan adonan surimi yang

fleksibel dan elastis. Secara sensori rasa memang tidak dilakukan pengamatan akan

tetapi berdasarkan teori, konsentrasi garam tersebut cukup untuk memberikan rasa yang

pas pada produk surimi.

2.3. Pengaruh Polyphosphate/STTP Terhadap Hasil Sensoris (Kekenyalan dan Aroma)

Page 9: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

9

STTP (polyphosphate), garam dan sukrosa, yang ditambahkan pada surimi bertujuan

untuk meningkatkan sifat elastisitas dan kelembutan surimi. Menurut Tan et al. (1988),

polyphosphate ditambahkan dengan tujuan untuk meningkatkan daya ikat air (water

holding capacity) sehingga surimi menjadi lebih lembut. Hal ini juga didukung oleh

Toyoda et al.(1992), yang mengatakan banyaknya STTP (polyphosphate) yang

ditambahkan akan berpengaruh pada tekstur surimi. Tekstur surimi akan lebih lembut

atauk lunak (tidak kenyal). Pernyataan ini didukung oleh Lee (1984), yang mengatakan

STPP memiliki kemampuan untuk memisahkan aktomiosin yang kemudian akan

berikatan dengan miosin. Ikatan tersebut kemudian akan berikatan dengan air, yang

nantinya akan memiliki kemampuan untuk menahan mineral dan vitamin sehingga

surimi dapat disimpan lebih dari satu tahun.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan kelompok 1-2 yang menambahkan polifosfat

sebesar 0,1%, kelompok 3-4 menambahkan polifosfat 0,3% dan kelompok 5-6

menambahkan polifosfat sebesar 0,5%. Pengamatan yang dilakukan adalah melihat

kekenyalan dan aroma dari produk surimi yang telah dibuah. Berdasarkan hasil

pengamatan didapatkan nilai yang bervariasi pada semua kelompok. Seharusnya

semakin besar penambahan polifosfat maka akan menghasilkan produk yang lebih lunak

(tidak kenyal). Ketidaksesuaian dapat terjadi karena tingkat kesegaran ikan yang kurang

sehingga hasil surimi tidak maksimal. Selain itu hal ini disebabkan karena ikan yang

digunakan berbeda-beda sehingga tingkat kesegarannya antar ikan berbeda. Hal ini

terlihat saat praktikan melakukan preparasi bahan, daging ikan antar kelompok

warnanya berbeda, ada yang merah dan ada yang putih. Hal ini menjadi salah satu

indikator adanya perbedaan tingkat kesegaran ikan yang digunakan. Menurut Ozogul et

al., (2005), keragaman ikan menjadi berpengaruh karena komposisi asam lemak antar

ikan yang berbeda-beda. Komposisi asam lemak ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor,

seperti spesies, pakan, letak geografis, umur, dan ukuran ikan. Selain itu dapat

kestidaksesuaian terjadi karena kurang telitinya praktikan dalam menimbang

polyphosphate yang ditambahkan, sehingga hasil dari surimi yang dihasilkan kurang

sesuai.

Sedangkan hasil pengamatan sensori aroma, didapatkan hasil yang juga berbeda antar

kelompok. Hal ini menurut Tanka, (2001) karena pencucian dilakukan untuk

Page 10: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

10

menghilangkan bau amis yang ada pada ikan dan menghilangkan bahan yang tidak

diinginkan. Sehingga perbedaan aroma normal terjadi karena setiap kelompok ada yang

dengan bersih dan tidak saat mencuci daging ikan. Sehingga dapat disimpulkan

kelompok A5 dan A6 melakukan pencucian dengan bersih sehingga aroma surimi tidak

amis. Selain pencucian jenis ikan juga dapat mempengarhi aroma pada surimi.

2.4. Jurnal

Menurut jurnal yang berjudul A Comparative Study On Effect Of Egg White, Soy

Protein Isolate And Potato Starch On Functional Properties Of Common Carp

(Cyprinus Carpio) Surimi Gel untuk menghasilkan surimi dengan kemampuan gel yang

baik sehingga menghasilkan warna yang dan tekstur yang paling disukai oleh panelis

didapat bahwa penambahan 3% putih telur sebagai komposisi yang terbaik. Metode

yang digunakan dalam jurnal ini dengan melakukan uji menggunakan texture analyser,

uji sensori dan analisis statistik (jafarpour, 2012).

Berdasarkan jurnal yang berjudul Gel-forming Characteristics of Surimi from White

Croaker under the Inhibition of the Polymerization and Degradation of Protein

dilakukan penelitian tentang karakteristik pembentukan gel surimi dengan cara

menghambat degradasi dan polimerasi dari protein. Hasil penelitian tersebut didapatkan

bahwa kemampuan pembentukan gel dapat dievaluasi pada suhu pemanasan selama 20

menit. Gel akan terbentuk dari ikatan nonkovalen pada pemanasan 400C dan 500C (Pho

Van, 2010).

Jurnal yang berjudul Evaluation On Utilization Of Small Marine Fish To Produce

Surimi Using Different Cryoprotective Agents To Increase The Quality Of Surimi,

mengatakan bahwa penggunaan jenis cryoprotective akan mempengaruhi kualitas dari

surimi. Pada penelitian yang dilakukan Agustini (2008), yang membandingkan

penggunaan gula stevia 0,6%, sorbitol 4%, dan sukrosa 4%, kemudian menganalisis

selama 15 hari dari hari ke 0 sampai hari ke 45 penyimpanan suhu -100C. Hasilnya

menunjukan adanya efek yang signifikan pada WHC dan kekuatan gel.

Page 11: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

11

Preparation And Properties Of Surimi Gel From Tilapia And Red Tilapia dalam

jurnalnya melakukan pengamatan pembentukan gel dari dua jenis ikan yang berbeda.

Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan suhu pemanasan yang berbeda.

Dari hasil penelitian didapatkan pada bahwa pemanasan sangat berpengaruh pada WHC

dan kekuatan gel dari surimi. Selain itu secara umum pembentukan gel dan WHC dari

jenis ikan Tilapia lebih baik daripada Red Tilapia (Mahawanich,2008).

Pada jural yang berjudul Effect of different types of low sweetness sugar on

physicochemical properties of threadfin bream surimi (Nemipterus spp.) during frozen

storage yang dilakukan oleh Nonpianti (2012) dilakukan penelitian pengaruh dari

pemberian jenis low-sweetness (lactiol, maltodekstrin, palatinit, polydextrose, trehalose)

terhada bentuk fisiko-kimia selam proses penyimpanan selama 6 bulan. Pengamatan

yang dilakukan adalah moisture content, pH, WHC, kekuatan jel, dan texture analyser.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan polydestrose yang

menghasilkan surimi dengan kreteria terbaik.

Page 12: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

3. KESIMPULAN

Surimi merupakan produk olahan hasil perikanan setengah jadi (intermediate

product) yang terbuat dari hancuran daging ikan yang kemudian difermentasi.

Faktor yang berpengaruh pada kualitas surimi adalah kesegaran ikan, temperatur

penyimpanan dan pencucian ikan, lama waktu setelah ikan ditangkap dan cara

pengolahan.

Komposisi asam lemak yang ada pada ikan akan mempengaruhi kualitas surimi

yang dihasilkan.

Kualitas ikan yang baik untuk digunakan dalam pembuatan surimi adalah tingkat

kesegaran yang tinggi, daging berwarna putih, dan memiliki kadar lemak

rendah, serta mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik.

Kekuatan gel terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air

bersuhu 100C-150C.

Jenis surimi yang dibuat saat praktikum adalah ka-en surimi karena dilakukan

penambahan garam.

Sukrosa ini adalah salah satu cryoprotectant yang berperan untuk menghambat

proses denaturasi protein produk surimi pada saat disimpan dan meningkatkan

kemampuan WHC (water holding capacity).

Penambahan STTP (polyphosphate) yang semakin besar akan membuat surimi

semakin lunak (tidak kenyal).

Garam berfungsi untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang penting

untuk membentuk gel menjadi lebih fleksibel dan elastis.

Pencucian dan jenis ikan akan memperngaruhi aroma produk surimi.

Semarang,22 September 2014

Praktikan, Asisten Dosen

-Dea NathaniaIvana Aprilia Pratiwi(12.70.0145)

12

Page 13: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

4. DAFTAR PUSTAKA

Agustini.(2008). Evaluation On Utilization Of Small Marine Fish To Produce Surimi Using Different Cryoprotective Agents To Increase The Quality Of Surimi. Journal of Coastal Development ISSN : 1410-5217 Volume 11, Number 3, June 2008 : 131-140

Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.

Andini YS. (2006). Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan Tongkol(Euthynnus sp.) [skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Anonim_1. (1987). Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta..Bourtooma, T., Chinnan, M.S., Jantawat P., Sanguandeekul R. (2009).Recovery and Characterization of Proteins Precipitated from Surimi Wash-Water.

Dahar, D. (2003). Pengembangan Produksi Hasil Perikanan. Sidoarjo

Djazuli, N et al. (2009). Modifikasi Teknologi Pengolahan Surimi Dalam Pemanfaatan “By-Catch” Pukat Udang di Laut Arafura. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Institut Pertanian Bogor.

Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc.

Hordur G. Kristinsson, Ann E. Theodore, Necla Demir, And Bergros Ingadottir. (2005). A Comparative Study between Acid and Alkali-aided Processing and Surimi Processing for the Recovery of Proteins from Channel Catfish Muscle

Jafarpour.(2012). A Comparative Study On Effect Of Egg White, Soy Protein Isolate And Potato Starch On Functional Properties Of Common Carp (Cyprinus Carpio) Surimi Gel.Jafarpour et al., J Food Process Technol 2012, 3:11

Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri. Jakarta: UI Press.

Lee C.M. (1984). Surimi Process Technology. Journal Food Technology 38 (11) : 69-80.

Mahawanich.(2008). Preparation And Properties Of Surimi Gel From Tilapia And Red Tilapia. Naresuan University Journal 2008: 16(2):105-111

Nonpianti.(2012).Effect of different types of low sweetness sugar on physicochemical properties of threadfin bream surimi (Nemipterus spp.) during frozen storage. International Food Research Journal 19 (3): 1011-1021 (2012)

13

Page 14: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

14

Ozogul, Y., F. Ozogul and I. A. Olgunoglu,.(2005) Fatty acid profile and mineral content of the wild snail (Helix pomatia) from the region of the south of the Turkey. European Food Research and Technology, 221 (3-4): 547-549.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

Pho, Van.(2010). Gel-forming Characteristics of Surimi from White Croaker under the Inhibition of the Polymerization and Degradation of Protein. Journal of Biological Sciences 10 (5): 432-439, 2010 ISSN 1727-3048

Roussel, H and Cheftel J.C. (1988).Characteristics of Surmi and Kamaboko from Sardines. International Journal of Food Science and Technology 23:607-623.

Shahidi, Fereidoon and J. Richard Botta. (1991).Seafoods: Chemistry, Processing Technology and Quality. Blackie Academic and Professional. Glasgow.

Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1994). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publ Ltd.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.

Tanaka, M. (2001).Surimi and Surimi Products.Department of Food Science and Technology.Jepang.

Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992) Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerellapinodes. Plant Cell Physiol. 33: 445-452.Wiguna, A. N. (2005). Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. (2006). Cryoprotective Effect of Trehalose and Sodium Lactate on Tilapia (Sarotherodon nilotica) Surimi Durimg Frozen Storage. Journal of Food Chemistry 96(2):96-103

Page 15: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

15

5. LAMPIRAN5.1. PerhitunganRumus perhitungan WHC (mg H2O):

Luas atas ( LA )=13

a (h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas bawa h ( LB )=13

a (h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas area basah (LAB)=LA−LB

mg H 2O=LAB−8,00,0948

Perhitungan WHC Kelompok A1

Luas atas ( LA )=13

51,5(118+4 × 196+2 ×210+4 ×188+88)

Luas atas ( LA )=37114,33

Luas bawa h ( LB )=13

51,5(110+4 ×22+2×2+4 ×23+88)

Luas bawa h ( LB )=6557,67

Luas area basah (LAB)=37114,33−6557,67

Luas area basah (LAB)=30556,66

mg H 2O=30556,66−8,00,0948

mg H 2O=322243,25 mg

Perhitungan WHC Kelompok A2

Luas atas ( LA )=13

47,5 (105+4 ×185+2 ×195+4×183+95)

Luas atas ( LA )=32648,33

Luas bawa h ( LB )=13

47,5(105+4 ×26+2× 11+4 ×25+95)

Luas bawa h ( LB )=6745

Luas area basah (LAB)=32648,33−6745

Luas area basah (LAB)=25903,33

mg H 2O=25903,33−8,00,0948

mg H 2O=273157,52mg

Perhitungan WHC Kelompok A3

Luas atas ( LA )=13

45 (85+4 ×176+2 ×194+4 ×174+97)

Luas atas ( LA )=29550

Luas bawa h ( LB )=13

45(85+4×20+2× 11+4 ×25+97)

Luas bawa h ( LB )=5760

Luas area basah (LAB)=29550−5760

Luas area basah (LAB)=23790

mg H 2O=23790−8,00,0948

mg H 2O=250864,98 mg

Perhitungan WHC Kelompok A4

Luas atas ( LA )=13

45 (85+4 ×173+2 ×195+4× 172+84)

Luas atas ( LA )=29085

Page 16: Surimi Prak Ivana Aprilia 12.70.0145 c4 Unika Soegijapranata

16

Luas bawa h ( LB )=13

45(85+4 ×17+2× 6+4 ×17+84)

Luas bawa h ( LB )=4755

Luas area basah (LAB)=29085−4755

Luas area basah (LAB)=24330

mg H 2O=24330−8,00,0948

mg H 2O=256561,18 mg

Perhitungan WHC Kelompok A5

Luas atas ( LA )=13

48 (95+4 ×178+2 ×185+4 × 171+95)

Luas atas ( LA )=31296

Luas bawa h ( LB )=13

48(95+4×19+2× 5+4 × 14+95)

Luas bawa h ( LB )=5152

Luas ar ea basah(LAB)=31296−5152

Luas area basah (LAB)=26144

mg H 2O=26144−8,00,0948

mg H 2O=275696,20 mg

Perhitungan WHC Kelompok A6

Luas atas ( LA )=13

45 (110+4 ×180+2× 202+4× 190+60)

Luas atas ( LA )=30810

Luas bawa h ( LB )=13

45(110+4 × 25+2 ×9+4 ×20+60)

Luas bawa h ( LB )=5520

Luas area basah (LAB)=30810−5520

Luas area basah (LAB)=25290

mg H 2O=25290−8,00,0948

mg H 2O=266687,76 mg

5.2. Laporan Sementara