Surimi Lanna

31
PRODUK SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Johana Lanna Christabella 12.70.0093 Kelompok B2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA 1

Transcript of Surimi Lanna

PRODUK SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:Johana Lanna Christabella12.70.0093Kelompok B2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan SurimiKelompokPerlakuanWHC (mg H2O)Sensoris

KekenyalanAroma

B1Sukrosa 2,5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,1%240028,06+++

B2Sukrosa 2,5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,1%285154,75+++++

B3Sukrosa 2,5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,3%288857,17++++

B4Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,3%317967,62+++

B5Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,5%276163,82++++

B6Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,5%284725,74+++

Keterangan :Kekenyalan :Aroma :+= tidak kenyal += tidak amis++= kenyal++= amis+++=sangat kenyal+++= sangat amis

Berdasarkan Tabel 1.dapat dilihat bahwa kekenyalan terbesar surimi dengan parameter sangat kenyal diperoleh dari kelompok B2 yang menggunakan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, polifosfat 0,1%, kemudian B3 yang menggunakan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, polifosfat 0,3% dan B5 yang menggunakan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,5%. Sedangkan dari aroma, yang paling tajam dengan parameter sangat amis adalah dari kelompok B2. Nilai WHC terbesar didapatkan dari kelompok B4 dengan perlakuan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%, polifosfat 0,3% yaitu 317967,62 mg, dan WHC terkecil didapatkan dari kelompok B1 yaitu 240028,06 mg dengan penambahan bahan sukrosa 2,5%, garam 2,5% , polifosfat 0,1%.

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum mata kuliah Teknologi Hasil Laut ini, praktikan melakukan percobaan yang berjudul Surimi. Surimi merupakan jenis bahan pangan yang kaya protein miofibril pada daging ikan, dimana pada prosesnya mengalami proses pencucian, kemudian ditambahkan cryoprotectans, lalu disimpan pada penyimpanan beku, dan selanjutnya akan digunakan sebagai bahan dasar produk olahannya (Sanchez-Gonzales et al, 2006). Peranginangin et al (1999), menjelaskan bahwa surimi termasuk daging lumat yang sudah bebas dari bau, darah, pigmen, dan lemak yang telah dicuci berulang-ulang sehingga bau, darah, pigmen, dan lemak yang tidak diinginkan sudah hilang. Mekanisme singkatnya adalah daging ikan yang dihancurkan dan telah mengalami pencucian dengan larutan garam dingin, kemudian dilakukan pengepresan, pemberian bahan tambahan, pengemasan, dan proses terakhir adalah dibekukan. Menurut P, Santana et al (2012), surimi termasuk produk setengah jadi atau disebut intermediate product karena surimi dipakai sebagai bahan dasar seafood yang bernilai ekonomis tinggi seperti crab meat, scallops, dan shrimp. Djazuli, N et al, (2009) dalam jurnlanya menjelaskan bahwa jika ingin mendapatkan surimi dengan mutu yang tinggi berkualitas, maka harus dipilih bahan baku yang segar, dan kandungan proteinnya tidak boleh denaturasi terlebih dahulu.

Persyaratan bahan baku yang sebaiknya dipilih dalam proses pembuatan surimi, antara lain bahan baku harus bersih, terbebas dari bau busuk, terbebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, terbebas dari sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu, serta tidak membahayakan kesehatan (SNI 01-3229 - 1992). Selain itu Peranginangin et al. (1999) menjelaskan bahwa secara organoleptik, bahan baku dalam pembuatan surimi yang akan digunakan harus mempunyai karakteristik kesegaran yang terdiri dari rupa dan warnanya harus bersih, warna daging tergantung spesifik jenis ikan, baunya berbau seperti layaknya ikan segar, mempunyai struktur daging yang elastis dan kompak, mempunyai rasa yang netral dan agak manis. Pada praktikum THL bab Surimi kloter B ini digunakan ikan tongkol segar, Menurut Jay (1986), suhu refrigerator adalah antara 0-2oC dan 5-7oC, dengan suhu yang cukup rendah maka kesegaran ikan dapat dipertahankan karena suhu rendah tersebut dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Sebelum digunakan sebagai bahan dasar pembuatan surimi, ikan yang tadinya disimpan di refrigerator maka harus di-thawing terlebih dahulu. Thawing harus dilakukan denagn cepat, karena apabila thawing dilakukan dalam waktu yang lambat akan menyebabkan mutu bahan baku ikan segar akan menurun (Potter, 1978).

Ikan tongkol (Euthynnus spp) termasuk jenis ikan laut dan merupakan komoditas utama ekspor di Indonesia. Berdasarkan Dirjen Perikanan (1979), ikan tongkol termasuk kedalam daftar ikan ekonomis, yang mempunyai nilai pasar tinggi, mempunyai volume produksi makro yang luas serta tinggi, selain itu mempunyai daya produksi yang termasuk tinggi. Jika dilihat dari struktur daging ikan tongkol sendiri, daging ikan terdiri dari daging yang berwarna merah dan putih. Daging berwarna putih mengandung air sejumlah 67,1%, protein 31%, lemak 0,7%, sedangkan daging yang berwarna merah terdapat air 66,7%, protein 27,6% dan lemak 2,6% (Burhannudin, 1984). Perbedaan warna merah da putih sebenarnya disebabkan karena pigmen daging yang sering disebut mioglobin. Daging yang berwarna merah terdapat pada bagian samping tubuh ikan, yang terletak di bawah kulit. Daging yang berwarna putih terdapat hampir di semua bagian tubuh ikan tongkol ini. Bau dari ikan tongkol juga tidak terlalu amis, sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan tongkol dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan surimi. Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui proses pembuatan surimi sebagai salah satu alternatif produk perantara dalam industri pengolahan ikan.

Dalam praktikum pembuatan surimi, pertama-tama dilakukan pencucian ikan sampai bersih, kemudian dilakukan penyiangan dengan cara membuang kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, serta kulit. Sedangkan daging nya yang berwarna putihnya diambil dan dilakukan penimbangan 100 gram, kemudian dilakukan penggilingan hingga halus dengan es batu. Tujuan penyiangan ikan ini dilakukan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme alami pada ikan, dan penggunaan es adalah untuk menjaga suhu agar tetap rendah (Vatria, 2010). Menurut Buckle et al. (1978), penambahan es batu pada saat penghalusan bertujuan untuk mencegah denaturasi protein karena panas akibat pemblenderan. Langkah selanjutnya, daging ikan tongkol yang sudah digiling, akan menjadi daging ikan lumat yang kemudian harus dilakukan pencucian terlebih dahulu. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali dengan kain saring dan air es. Efektifitas pencucian dapat ditentukan oleh kandungan ion garam inorganik, protein larut air serta komponen non protein yang hilang dari jaringan otot atau surimi tersebut (Matsumoto, 1992). Langkah berikutnya adalah penambahan sukrosa sebanyak 2,5% dari berat sampel untuk kelompok 1, 2, dan 3. Sedangkan untuk kelompok 4, 5, 6 ditambahkan sukrosa sebanyak 5% dari berat sampel. Kemudian, pada semua sampel di seluruh kelompok ditambahkan garam sebanyak 2,5% dari berat sampel dan dilakukan penambahan polifosfat (sebanyak 0,1%, untuk kelompok 1 dan 2, sebanyak 0,3% untuk kelompok 3 dan 4, serta untuk kelompok 5 dan 6 sebanyak 0,5% dari berat sampel).

Beberapa bahan tambahan yang digunakan pada daging ikan lumat bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi, meningkatkan cita rasa, dan untuk mengendalikan tingkat asam dan basa, serta tekstur dan rupa surimi (Winarno et al. 1980). Bahan tambahan yang ditambahkan dalam pembuatan surimi antara lain:

(1) GaramFungsi garam adalah untuk melepaskan miosin dari serat ikan. Setelah terjadi pelepasan myosin, maka dapat terbentuk gel yang kuat. Disamping itu, garam ditambahkan dengan tujuan sebagai penyedap rasa dan penambah aroma untuk rasa surimi pada produk akhirnya nanti (Winarno et al., 1980).

(2) PolifosfatJenis polifosfat yang digunakan adalah natrium tripolifosfat (STTP). Fungsi dari polifosfat adalah sebagai pemisah aktomiosin dan berikatan dengan miosin. Selanjutnya miosin dan poliposfat akan berikatan dengan air, kemudian akan menahan mineral serta vitamin. Ketika pada proses pemasakan, miosin akan membentuk gel, dan polifosfat akan membantu menahan air dengan cara menutup pori-pori mikroskopis (Haryati, 2001). ujuan penambahan polifosfat adalah untuk menambah kelembutan dan memperbaiki sifat elastsitas surimi. Polifosfat juga berfungsi untuk memperbaiki daya ikat air (WHC) (Peranginangin et al. 1999).

(3) Bahan cryoprotectantCryoprotectant adalah bahan tambahan pada pembuatan surimi, dimana bahan tambahan ini secara tidak langsung diolah menjadi produk lanjutan. Cryoprotectant akan disimpan terlebih dahulu dalam suhu dingin dan beku dalam waktu yang relatif lama. Cryoprotectant dianggap mampu menginaktifkan kondensasi dengan mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen. Cryoprotectant pada surimi berperan untuk menghambat dan meminimalkan denaturasi protein selama pembekuan serta pada saat penyimpanan beku. Peningkatan kemampuan air sebagai energi pengikat dapat terjadi sebagai akibat dari penambahan cryoprotectant. Selain itu, cryoprotectant juga dapat mencegah pertukaran molekul air dari protein, serta dapat menstabilkan protein (Zhou et al. 2006).

Setelah ditambahkan bahan-bahan yang telah dijelaskan diatas tersebut, proses selanjutnya adalah surimi dimasukkan ke kantong plastik polietilen kemudian surimi siap dibekukan di dalam freezer selama 1 malam. Proses penyimpanan surimi dalam keadaan beku telah dilengkapi dengan penambahan bahan antidenaturasi yang disebut cryoprotectant (Peranginangin et al, 1999). Cryoprotectant dalam praktikum ini yaitu sukrosa. Sukrosa adalah gula pereduksi yang dapat bereaksi dengan gugus amino dari protein. Setelah bereaksi, akan membentuk senyawa melanoidin yang mempunyai warna coklat (Wiguna, 2005). Sukrosa yang merupakan cryoprotectant dapat menghambat proses denaturasi protein pada produk surimi selama penyimpanan beku.

Tahap selanjutnya setelah proses penyimpanan selama 1 malam adalah perlakuan thawing selama 15 menit. Setelah di thawing, surimi kemudian diamati secara sensori yang meliputi aroma dan kekenyalan. Sedangkan nilai WHC dapat dihitung dengan digambar di millimeter blok dan dihitung dengan rumus. Pengujian dilakukan karena kualitas surimi pada umumnya dapat dilihat dari aroma, kekenyalan, dan WHC (Water Holding Capacity) (Sanchez-Gonzales et al, 2006).

2.1. AromaSalah satu faktor yang sangat penting bagi produk surimi adalah aroma. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk membuat aroma surimi tidak amis, yaitu dengan cara pencucian. Berdasarkan Reinheimer et al, (2010), pencucian sangat perlu dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan bau amis, menghilangkan bahan yang tidak diinginkan, menghilangkan komponen lain yang dapat larut air serta dapat meningkatkan konsentrasi dari protein miofibril. Berdasarkan hasil pengamatan, surimi pada kelompok 1, 3, 4, 5, dan 6 tergolong amis. Sedangkan pada kelompok 2 dinilai sangat amis. Perbedaan tingkat keamisan masing-masing surimi tersebut bisa disebabkan karena perbedaan perlakuan pencucian, jumlah air yang digunakan, suhu es yang telah mencair tentu berbeda-beda yang juga bisa menyebabkan surimi menjadi amis maupun sangat amis. Secara umum, jika surimi masih berbau amis, berarti pencucian surimi yang telah dilakukan belum bersih.

2.2. KekenyalanKekenyalan surimi dapat dipengaruhi oleh faktor kesegaran ikan yaitu waktu dan suhu penyimpanan ikan. Semakin lama ikan disimpan, maka kemampuan ikan untuk membentuk gel akan lebih cepat menurun. Gel surimi dapat dibentuk dengan cara menambahkan protein, maupun proses pencucian (Phatcharat et al, 2012). Berdasarkan Hossain et al (2004), kekenyalan dapat dipengaruhi oleh konsentrasi garam yang diberikan. Konsentrasi garam terbaik untuk membentuk kekuatan gel yaitu antara 1,7-3,5%. Pada praktikum ini, pada semua kelompok menggunakan konsentrasi garam yang sama yaitu 2,5%, maka seharusnya kekenyalan gel yang dihasilkan seragam. Namun terdapat beberapa faktor lain yang berpengaruh terhadap kekenyalan gel tersebut.

Dengan suhu pencucian di atas 15oC, maka akan banyak protein larut air yang hilang. Oleh sebab itu, suhu terbaik untuk pencucian surimi adalah sekitar 5oC-10oC karena akan dihasilkan kekuatan gel yang terbaik. Inilah sebabnya surimi sebelum dibekukan harus dicuci dengan air es terlebih dahulu (Andini, 2006; P, Santana et al, 2012). Selain itu kekenyalan surimi juga dipengaruhi oleh nilai WHC. Apabila daya serap air semakin baik (nilai WHC tinggi), maka akan membentuk tekstur gel yang semakin baik (Djazuli, N et al, 2009). Dari hasil praktikum, diperoleh data bahwa pada kelompok 1, 4, dan 6 memiliki tingkat kekenyalan paling rendah dibandingkan dengan surimi lainnya. Demikian juga dengan nilai WHC pada kelompok 1 juga paling rendah dibandingkan surimi lainnya yaitu 240028,06 mg. Namun pada nilai WHC tertinggi yaitu pada kelompok 4 dengan nilai WHC 317967,62 mg ternyata juga memiliki kekenyalan yang paling rendah. Hal ini kurang sesuai dengan teori Djazuli, N et al. (2009) yang mengatakan bahwa nilai WHC berhubungan erat dengan kekenyalan. Hal ini dikarenakan panelis yang menilai tingkat kekenyalan bisa saja memberikan penilaian yang cukup berbeda karena panelis yang melakukan uji sensoris ini bukan merupakan panelis yang telah terlatih, tetapi dari praktikan sendiri.

2.3. WHCTujuan dari pengujian WHC adalah untuk mengetahui besarnya kemampuan bahan mengikat molekul air. Selama penyimpanan, surimi sangat mudah mengalami proses denaturasi protein yang disebabkan oleh adanya peningkatan konsentrasi garam mineral dan substansi organik terlarut pada fase sebelum pembekuan. Ketika sel membeku, konsentrasi garam mineral menjadi sangat tinggi sehingga dapat terjadinya pemisahan dan denaturasi protein (Djazuli, N et al, 2009).

Proses denaturasi protein ini dapat dihambat oleh sukrosa (gula) dimana polihidroksi dapat bereaksi dengan molekul air oleh ikatan hidrogen. Peristiwa ini akan meningkatkan tegangan permukaan dan akan mencegah keluarnya molekul air dari protein, sehingga stabilitas protein tetap terjaga (Whistler et al. 1985). Hasil pengamatan WHC, nilai WHC terbesar didapatkan dari kelompok B4 dengan perlakuan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%, polifosfat 0,3% yaitu 317967,62 mg, dan WHC terkecil didapatkan dari kelompok B1 yaitu 240028,06 mg dengan penambahan bahan sukrosa 2,5%, garam 2,5% , polifosfat 0,1%. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai WHC sesuai dengan teori Peranginangin et al. (1999) yang mengatakan bahwa polifosfat juga berfungsi dalam memperbaiki daya ikat air (WHC) pada surimi, yaitu semakin tinggi konsentrasi polifosfat, sehingga kemampuan surimi dalam mengikat air semakin besar. Selai itu menurut Zhou et al. (2006), sukrosa yang ditambahkan dalam praktikum ini dapat meningkatkan kemampuan surimi mengikat air (WHC). Oleh karena itu, dengan konsentrasi sukrosa yang semakin tinggi dapat meningkatkan nilai WHC, hal ini juga sesuai dengan hasil pengamatan yang telah disajikan dalam table hasil pengamatan.

Pembahasan Jurnal1. A Review on the Loss of the Functional Properties of Proteins during Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming Properties of SurimiRodianan Nopianti, Nurul Huda, Noryati Ismail2011Surimi adalah konsentrat basah dari protein miofibril yang bersumber dari otot ikan yang secara mekanik telah dihilangkan tulangnya, dicuci dengan air, kemudian dibekukan. Gel pada surimi sangat penting, namun gel tersebut bisa berkurang, bahkan hilang pada saat pembekuan, sehingga sifat fungsional protein miofibrilar pada surimi memburuk dengan cepat saat proses pembekuan. Proses pembekuan menyebabkan pembentukan kristal es, dimana kristal es ini menyebabkan dehidrasi protein miofibrilar, penurunah pH dan mengubah konsentrasi garam didalamnya. Semakin lama surimi dibekukan, maka semakin besar pula kerusakan surimi tersebut. Beberapa teknologi telah diterapkan untuk mencegah kerusakan, yaitu menggunakangula dan gula alkohol yang diketahui dapat mempercepat proses pembekuan surimi menjadi bentuk blok. Telah dilakukan penyesuaian pH pasta surimi, aplikasi pengaturan suhu sebelum pemasakan, dan penggunaan pengawet seperti polifosfat dan kalium bromat. Selain itu juga dilakukan penambahan krioprotektan. Ketika krioprotektan ditambahkan, fungsi dari protein miofobrilar akan terlindungiselama kondisi beku. Beberapa krioprotektan yang sering digunakan antara lain : sorbitol, sukrosa, polidekstrosa, maltodekstrin, dan sebagainya. Pada surimi biasanya ditambahkan fosfat yang dikombinasikan dengan krioprotektan untuk mengurangi viskositas, meningkatkan retensi kelembaban dan kemampuan protein untuk menyerap kembali cairan ketika surumi di thawing. Beberapa pengawet makanan juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas fisik dan mencegah penurunan kualitas tekstur, yaitu gel surimi seperti putih telur, BPP, dan WPC. Untuk meningkatkan konsentrasi protein miofibrilar pada surimi digunakan proses pengembangan yang baru yaitu pencucian menggunakan asam dan basa. Pencucian dengan asam dan basa akan memberikan keuntungan yaitu akan diperoleh hasil yang tinggi, protein berkualitas tinggi, peningkatan sifat fungsional, reduksi pencemaran, penghilangan sebagian besar lipid, dan dapat secara efisien menghilangkan pengotor yang tidak dapat larut.

2. Effect of polydextrose on physicochemical properties of threadfin bream (Nemipterus spp) surimi during frozen storageRodiana Nopianti & Nurul Huda & Noryati Ismail &Fazilah Ariffin & Azhar Mat Easa2013Surimi distabilkan dengan protein miofobrilar dan dicampurkan dengan krioprotektan dalam waktu yang lama selama masa penyimpanan. Secara umum, protein miofobrilar merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas kerusakan selama masa penyimpanan beku. Jika protein miofibril terdenaturasi, maka kualitas surimi akan menurun. Denaturasi protein dan ketidaklarutan selama masa pembekuan dan penyimpanan beku dipengaruhi beberapa faktor, yaitu pretreatment sebelum pembekuan, derajat proses autolisis sebelum pembekuan, laju pembekuan, suhu pembekuan dan waktu, stabilitas pembekuan, termasuk metode thawing. Krioprotektan dapat melindungi protein miofobrilar selama masa penyimpanan beku karena dapat menghambat denaturasi protein miofibril yang biasa terjadi saat penyimpanan beku. Polidekstrose merupakan bubuk yang tidak berbau, berwarna putih, memiliki rasa yang hampir tidak manis, dan nilai energi hanya 1 kkal/g. Polidekstrose juga diketahui mempunyai potensi seperti krioprotektan pada surimi. Polidekstrose tidak berasa manis, sehingga dinilai lebih baik daripada krioprotektan tradisional. Aktomiosin dari protein hanya larut didalam larutan garam dengan kekuatan ionik yang tinggi. Persentase kelarutan protein pada semua sampel secara terus menerus menurun selama 6 bulan masa penyimpanan. Surimi dengan polidekstrose mendapatkan prosentase protein terlarut paling tinggi pada saat periode penyimpanan dimulai (bulan ke 0) jika dibandingkan dengan prosentase protein terlarut pada surimi mentah, surimi dengan STPPm dan surimi komersial. Polidekstrose bisa dikatakan paling efektif dalam menjaga tingkat kelarutan glukosa, maupun campuran sukrosa atau sorbitol dakam krioprotektan. Penggunaan polidekstrose sebagai krioprotektan mampu mencegah perubahan drastis pada protein pada saat pembekuan, dimana dihasilkan agregat protein yang terjadi lebih lambat. Penurunan kelarutan protein merupakan indikator utama dalam denaturasi proteit selama masa penyimpanan beku. Perubahan kelarutan protein selama fase rigor mortis dapat secara potensial menurunkan pH. Secara umum surimi dengan polidekstrose sebagai krioprotektan mempunyai sifat fisikokimia yang lebih baik daripada surimi mentah, surimi dengan STPP dan sukrosa dalam mempertahankan protein miofibrilar dari denaturasi. Polidekstrose danpat menggantikan tempat sukrosa dan dapat digunakan sebagai krioprotektan yang tidak berasa manis untuk surimi. Surimi dengan polidekstrose sebanyak 12% atau 6% serta 0,3% STPP sebagai krioprotektan mempunyai sifat fisikokimia paling baik jika dibandingkan dengan sampel surimi yang lain.

3. Effect of wheat fibre in frozen stored fish muscular gelsIsabel Sanchez-Alonso Ramin Haji-Maleki A. Javier Borderas2006Pada produk surimi gel yang sampai sekarang masih dipelajari dan sangat menarik adalah penambahan serat gandum sebagai bahan yang sehat. Asupan serat yang cukup sangat penting untuk meregulasi pencernaan, selain itu serat juga membantu mengontrol obesitas dan dapat menjadi parameter koagulasi darah serta dapat menurunkan tekanan darah. Banyak serat yang telah digunakan dalam teknologi pengolahan produk ikan yang bersifat soluble dan berasal dari alga, yaitu karagenan. Namun, serat yang bersifat insoluble belum banyak dipelajari, seperti serat serealia yang digunakan pada produk pengolahan ikan. Serat dengan sifat insoluble memberikan keuntungan fisiologis ke konsumen yaitu menurunkan kolesterolemia, serta memodifikasi respon glisemik. 3% dan 6%serat gandum dengan ukuran partikel yang berbeda ditambahkan. Penambahan serat gandum ke surimi sebelum proses thermal gelling menyebabkan hampir tidak terdapat perbedaan. Hilangnya keseragaman struktur gel karena ketidakseragam an serat dalam gel yang berfungsi untuk menurunkan kadar protein akan berkontribusi pada hilangnya modulus elastisitas (G'), kekuatan gel, kekompakan dan air kapasitas pengikatan. Gel dengan ukuran partikel yang panjang akan melindungi gel dari kehilangan kekuatan gel dan hardness dalam proses pembekuan. Pembekuan akan meningkatkan sifat kohesif pada semua sampel, tetapi pada hari ke 150 dalam penyimpanan beku, sangat sulit untuk mencapai parameter target. Pada analisis sensori, para panelis tidak menemukan perbedaan dalam penampilan tetapi terdapat perbedaan tekstur antara sampel yang mengandung proporsi yang berbeda dan jenis serat yang berbeda. Serat dengan ukuran partikel yang besar melindungi surimi dari kehilangan kekuatan gel dan hardness selama masa penyimpanan.

4. Gel properties of croakermackerel surimi blendWorawan Panpipat a,*, Manat Chaijan a, Soottawat Benjakul2010

Produk surimi yang berbasis gel merupakan makanan yang paling cocok diaplikasikan untuk jenis ikan yang kurang dimanfaatkan. Secara teoritis, semua jenis ikan dapat digunakan untuk menghasilkan surimi, tetapi berdasarkan karakteristik reologi, gel surimi tergantung pada sifat protein myofibrillar, yang dipengaruhi oleh spesies dan kesegaran ikan, serta pada parameter pengolahan, terutama konsentrasi protein, pH, kekuatan ion, dan suhu. Dalam pembuatan surimi, campuran antara ikan berdaging putih dengan ikan berdaging gelap dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi beberapa masalah yang berpotensi disebabkan oleh sifat spesies pelagis, serta untuk menghadapi masalah sumber daya ikan berdaging putih yang terbatas. Ikan berdaging gelap dapat berkualitas tinggi dengan cara mencampurkan daging ikan putih ke dalam daging ikan gelap. Selain itu, pengurangan isi surimi ikan putih yang disubstitusi parsial dengan daging ikan gelap dapat mengurangi biaya produksi. Makarel yang bertubuh pendek yang dijadikan sebagai surimi dapat digunakan dengan croaker sampai rasio 1:2. Ketika dicampurkan maka warna yang dihasilkan akan hampi sama dan sifat teksturnya lebih ke croaker. Namun, penggunaan makarel indian dan ikan tongkol yang tersubstitusi berdampak negatif terhadap kekuatan gel untuk berbaur. Oleh karena itum campuran sifat gel nya tergantung pada jenis dan isi kan berdaging gelap yang digunakan.

5. Technology for production of surimi powder and potential of applicationsSantana, P., *Huda, N. and Yang, T. A. 2012Surimi mengacu pada protein myofibrial yang terkonsentrasi dan diekstrak dari daging ikan dengan proses pencucian terlebih dahulu. Bubuk Surimi biasanya tersedia dalam bentuk kering, dan dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk pembuatan produk makanan laut. Bubuk Surimi mempunyai banyak keuntungan dalam aplikasi industri, seperti penanganan yang mudah, biaya distribusi yang relatif murah. Untuk mencegah denaturasi protein selama pengeringan, dryoprotectants seperti sukrosa dan poliol dapat ditambahkan. Bubuk Surimi diklasifikasikan sebagai jenis konsentrat protein ikan A karena kandungan proteinnya dari 65%. Bubuk Surimi memiliki sifat fungsional yang baik, seperti gelasi, daya ikat air, dan pengemulsi. Produk gel berbasis gel dan produk makanan ringan berbasis ikan merupakan produk umum yang dapat dibuat dari bubuk surimi.Biaya penyimpanan beku yang cukup tinggi, menjadikan peneliti mencari solusi yang lebih murah yaitu surimi dalam bentuk kering (surimi powder). Bubuk Surimi dapat diubah menjadi surimi basah dengan rehidrasi. Rehidrasi dapat dilakukan empat kali berat air, sehingga direhidrasi basah bubuk surimi akan memiliki kadar air yang sama dengan blok surimi beku. Perbedaan signifikan antara surimi beku dan bubuk surimi adalah bahwa bubuk surimi dapat disimpan pada suhu kamar tanpa penyimpanan beku, sehingga otomatis bubuk surimi memiliki biaya distribusi yang lebih rendah dibandingkan dengan surimi beku. Keuntungan lain bubuk surimi adalah kemudahan penanganan, penyimpanan lebih nyaman, dan kegunaannya dalam campuran kering. Dalam bentuk bubuk, berat surimi menurun karena air telah dihilangkan. Dengan demikian, industri bisa menyimpan lebih surimi bubuk di area yang lebih kecil dibandingkan dengan surimi beku. Sifat fungsional bubuk surimi bervariasi tergantung pada jenis ikan dan metode pengeringan yang digunakan. Penambahan dryoprotectants seperti sukrosa, sorbitol, dan poliol dapat mencegah denaturasi protein selama proses pengeringan. Sifat gelasi dan emulsifying bubuk surimi merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan ketika akan menggunakan bubuk surimi sebagai bahan baku utama dalam pembuatan produk berbasis gel, seperti bakso ikan dan sosis ikan. Bubuk Surimi juga menambah nilai gizi produk makanan ringan ikan.

20

15

3. KESIMPULAN

Surimi adalah intermediate product yang berasal dari protein miofibril ikan, dimana sebelumnya mengalami proses pencucian, penambahan cryoprotectans, dan disimpan pada kondisi beku. Tahap pembuatan surimi adalah pencucian, penyiangan, penambahan sukrosa, garam dan polifosfat, dan pembekuan. Penyimpanan ikan pada suhu rendah dapat mempertahankan kesegaran ikan. Pencucian bertujuan menghilangkan bau amis, bahan yang tidak diinginkan, komponen larut air dan meningkatkan konsentrasi protein miofibril. Penyiangan ikan bertujuan mencegah pertumbuhan mikroorganisme alami pada ikan. Garam berfungsi menambah aroma dan berperan dalam pembentukan gel. Polifosfat berfungsi menambah nilai kelembutan, elastisitas surimi, dan memperbaiki daya ikat air. Sukrosa berperan meminimalkan denaturasi protein selama pembekuan. Kekenyalan surimi dapat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran ikan, konsentrasi garam, suhu air pencucian, konsentrasi polifosfat, dan kemampuan ikat air. Semakin banyak konsentrasi polifosfat yang ditambahkan, maka akan menurunkan hardness, meningkatkan kekenyalan dan meningkatkan WHC. Semakin banyak sukrosa yang ditambahkan, nilai WHC akan semakin besar. Konsentrasi garam 1,7%-3,5% akan menghasilkan nilai WHC dan kekenyalan terbaik.

Semarang, 1 Oktober 2014Asisten Dosen, Dea Nathania

Johana Lanna Christabella12.70.00934. DAFTAR PUSTAKA

Buckle,K.A.,1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta

Burhanuddin. 1984. Suku Scombridae: Tinjauan Mengenai Ikan Tuna, Cakalang, dan Tongkol. Lembaga Oseanologi Nasional LIPI, Jakarta.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1979. Pedoman Pengenalan Sumber Daya Perikanan. Jakarta : Departemen Pertanian.

Djazuli, N et al. (2009). Modifikasi Teknologi Pengolahan Surimi Dalam Pemanfaatan By-Catch Pukat Udang di Laut Arafura. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Institut Pertanian Bogor.

Haryati S. (2001). Pengaruh lama penyimpanan beku surimi ikan jangilus (Istiophorus sp) terhadap kemampuan pembentukan gel ikan [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Hossain, Mohammed Ismail; Muhammad Mostafa Kamal; Fatema Hoque Shikha; dan Md. Shahidul Haque. (2004). Effect of Washing and Salt Concentration on the Gel Forming Ability of Two Tropical Fish Species. International Journal of Agriculture & Biology 15608530/2004/065762766.

Isabel Sanchez-Alonso, Ramin Haji-Maleki, A. Javier Borderas. (2006). Effect of wheat fibre in frozen stored fish muscular gels. Eur Food Res Technol.

Jay, J. M. (1986). Modern Food Microbiology 3rd Edition. Van Nastrand Reinhold Company. New York.

Matsumoto JJ, Noguchi SF. 1992.Cryostabilization of protein in surimi. Dalam: Lanier TC, Lee CM (eds.). Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc.

P, Santana; Huda, N; dan Yang T.A. (2012). Technology for production of surimi powder and potential of applications. International Food Research Journal 19(4): 1313-1323 (2012).

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. (2004). Effect of Washing with Oxidising Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food Technology Prince of Songkla University Thailand.

Potter, N.N. (1978). Food Science 3rd edition. AVI Publishing Company, Inc. USA.

Reinheimer et al. (2010). Quality Characteristics of Surimi Made From Sabalo (Prochilodus platensis) as Affected by Water Washing Composition. World Congress and Exhibiton Engineering. Argentina.

Rodiana Nopianti, Nurul Huda, Noryati Ismail. (2011). A Review on the Loss of the Functional Properties of Proteins during Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. Universiti Sains Malaysia.

Rodiana Nopianti, Nurul Huda, Noryati Ismail, Fazilah Ariffin, Azhar Mat Easa. (2013). Effect of polydextrose on physicochemical properties of threadfin bream (Nemipterus spp) surimi during frozen storage. Association of Food Scientist and Technologist India.

Sanchez-Gonzales, Ignacio; Pedro Carmona; Pilar Moreno; Javier Border as; Isabel Sanchez-Alonso; Arantxa RodriGuez-Casado; Mercedes Careche. (2006). Protein and Water Structural Changes in Fish Surimi During Gelation as Recealed by Isotopic H/D Exchange and Raman Spectroscopy. Madrid, Spain.

SNI 01-3229 1992. Persyaratan Bahan Baku Sirip Cucut Segar Beku. http://www.bkipm.kkp.go.id/bkipm/en/sni/PRODUK%20PERIKANAN.

Vatria, Belvi. (2010). Pengolahan Ikan Bandeng (Chanos-Chanos) Tanpa Duri. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa.

Whistler, R. I., dan Daniel, J. R., 1985, Carbohydrate, dalam Food Chemistry, O. R. Fennema (editor), Marcel Dekker, New York.

Wiguna, A. N. (2005). Skripsi: Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

Worawan Panpipat, Manat Chaijan, Soottawat Benjakul. (2010). Gel properties of croakermackerel surimi blend.

Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. (2006). Cryoprotective effect of trehalose and sodium lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica) surimi durimg frozen storage. Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.5. LAMPIRAN5.1. PerhitunganPerhitungan Kelompok B11. Luas Atas

= 28233,33

2. Luas Bawah

= 5470,673. Luas Area Basah = La Lb = 28233,33 5470,67 = 22762,66

4. = = 240028,06

Perhitungan Kelompok B21. Luas Atas

= 32477

2. Luas Bawah

= 5436,333. Luas Area Basah = La Lb = 32477 5436,33 = 27040,67

4. = 285154,75

Perhitungan Kelompok B31. Luas Atas

= 33550,83

2. Luas Bawah

= 6159,173. Luas Area Basah = La Lb = 33550,83 6159,17 = 27391,66

4. = 288857,17

Perhitungan Kelompok B41. Luas Atas

= 38808

2. Luas Bawah

= 8705,673. Luas Area Basah = La Lb = 38808 8705,67 = 30102,33

4. = 317967,62

Perhitungan Kelompok B51. Luas Atas

= 31745,83

2. Luas Bawah

= 5557,503. Luas Area Basah = La Lb = 31745,83 5557,50 = 26188,33

4. = 276163,82

Perhitungan Kelompok B61. Luas Atas

= 33120

2. Luas Bawah

= 61203. Luas Area Basah = La Lb = 33120 6120 = 27000

4. = 284725,74 5.2. Laporan Sementara