Surimi Maria Emaculata Yuliana p.s. 12.70.0128 c3 Unika Soegijapranata

22

Click here to load reader

description

Surimi merupakan produk dari olahan daging ikan dan merupakan bahan perantara di dalam industri pengolahan ikan.

Transcript of Surimi Maria Emaculata Yuliana p.s. 12.70.0128 c3 Unika Soegijapranata

surimi LAPORAN RESMI PRATIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh :Maria Emaculata Yuliana Puspa Sari12.70.0128Kelompok C3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

20140

1

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan Surimi pada tiap perlakuan yang dilakukan setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan SurimiKelompokPerlakuanWHC (mg H2O)Sensoris

KekenyalanAroma

C12,5% Sukrosa, 2,5% garam dan 0,1% polifosfat91515,4++++

C22,5% Sukrosa, 2,5% garam dan 0,1% polifosfat77240,506+++

C32,5% Sukrosa, 2,5% garam dan 0,3% polifosfat140421,941++++

C45% Sukrosa, 2,5% garam dan 0,3% polifosfat70325,949++++

C55% Sukrosa, 2,5% garam dan 0,5% polifosfat209843,882++++

C65% Sukrosa, 2,5% garam dan 0,5% polifosfat150864,979++++

Keterangan :Kekenyalan :Aroma :+: Tidak kenyal+: tidak amis++: Kenyal++: amis+++:Sangat Kenyal+++: sangat amis

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa pada kelompok 1 dan 2 memiliki perlakuan yang sama yaitu dengan pemberian 2,5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,1% polifosfat namun memiliki hasil yang berbeda, untuk nilai WHC kelompok 1 sebesar 91515,4 dan kelompo 2 sebesar 77240,506. Untuk uji secara sensoris kelompok 1 dan 2 memiliki kekenyalan yang sama yaitu tidak kenyal dan aroma pada kelompok 1 tidak amis sedangkan untuk kelompok 2 amis. Pada kelompok 3 memiliki perlakuan dengan ditambahkan 2,5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,3% polifosfat sehingga nilai WHC sebesar 140421,941 dan untuk uji sensoris memiliki kekenyalan yang kenyal dan beraroma amis. Pada kelompok 4 perlakuan yang diberikan yaitu 5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,3% polifosfat sehingga nilai WHC sebesar 70325,949 yang memiliki kekenyalan tidak kenyal dan beraroma sangat amis. Untuk kelompok 5 dan 6 memiliki perlakuan yang sama yaitu dengan pemberian 5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,5% polifosfat sehingga nilai WHC yang dihasilkan adalah nilai tertinggi yaitu 209843,882 dan 150864,979. Sedangkan untuk uji sensoris memiliki kekenyalan yang sama kenyal dan beraroma sama yaitu amis. Dari tabel diatas nilai WHC terendah yaitu pada kelompok 4 dan nilai WHC tertinggi pada kelompok 5. Untuk uji sensoris yang tidak kenyal pada kelompok 1,2, dan 4 sedangkan untuk kelompok 3,5, dan 6 kenyal. Sedangkan aroma yang sangat amis pada kelompok 1 dan 4, untuk kelompok lainnya memiliki aroma amis.

12

2. 3. PEMBAHASAN

Pada praktikum Teknologi Hasil Laut ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui proses pembuatan Surimi sebagai salah satu produk alternatif, produk perantara di dalam industri pengolahan ikan. Surimi adalah produk intermediet yang memiliki kandungan protein myofibril yang dapat diperolah dari daging olahan ikan yang dalam pembuatannya daging dicuci dengan air sehingga protein sarkoplasma dapat dihilangkan (Dey & Krushna, 2011). Sedangkan menurut Hajidoun & Ali (2013) surimi sangat terkenal di negara Jepang yang artinya adalah daging ikan yang dicincang serta dicuci sehingga dapat menciptakan produk baru yang memiliki nilai nutrisi yang baik dan merupakan produk yang memiliki kandungan kolestrol yang rendah. Pengertian secara singkat yaitu surimi merupakan daging olahan ikan yang dilumatkan dan mengalami proses pencucian, pengepresan dan pembekuan dalam pembuatannya (Purwadi et al, 2014).

Ikan memiliki kandungan nilai gizi yang tinggi serta ikan tersusun atas air dan protein merupakan komponen kedua terbanyak setelah air. Pada tubuh ikan memiliki fungsi memenuhi asupan protein yang digunakan oleh tubuh, ikan merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan protein sebanyak 17-24% (Fardiaz, 1985). Menurut Andini (2006) protein ikan dapat dibagi menjadi protein sarkoplasma, protein stroma atau jaringan ikat dan protein miofibril yang memiliki jumlah terbanyak dalam kandungan di dalam ikan. Protein miofibril sendiri memiliki fungsi untuk pembentukan gel dalam pembuatan Surimi.

Pada praktikum pembuatan surimi ini, kloter C menggunakan bahan ikan bawal sebagai bahan utama pembuatan surimi. Ikan yang dapat diolah menjadi surimi adalah ikan yang memiliki daging yang berwarna putih,tidak berbau seperti lumpur, tidak amis serta memiliki kemampuan untuk membentuk gel sehingga dapat menghasilkan surimi dengan kualitas yang baik (Peranginangin et al, 1999). Ikan bawal memiliki ciri-ciri hampir sama dengan pernyataan Peranginangin et al (1999) serta memiliki kekuatan gel yang baik. Hal ini sesuai dengan percobaan Purwadi et al (2014) bahwa ikan bawal memiliki kekuatan gel sebesar 45% dan yang paling tinggi diantara ikan nila dan ikan patin. Dalam percobaan Purwadi et al (2014) sebelum dilakukan pembuatan Surimi maka ikan bawal diuji organoleptik terlebih dahulu dengan hasil sebesar 7,26 7,42 sehingga menunjukkan ikan bawal layak untuk dikonsumsi karena ambang batas minimal ikan segar adalah 7. Jika ikan bawal layak untuk dikonsumsi maka pembuatan surimi dengan ikan bawal akan menghasilkan kualitas yang baik serta kekuatan gel yang terdapat pada ikan bawal juga menjadi faktor kualitas surimi yang baik.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan Surimi yaitu awalnya ikan bawal dicuci dengan air yang mengalir. Kemudian daging ikan di fillet serta bagian kepala, sirip,ekor,sisik, isi perut dan kulit dihilangkan sehingga hanya daging ikan yang diperlukan. Hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan Jafarpour et al (2009) bahwa ikan diambil dagingnya kemudian bagian organ dalam serta kepala dihilangkan atau tidak digunakan dalam proses pembuatan surimi. Daging ikan yang telah di fillet diambil sebanyak 100 gram lalu digiling hingga halus, dapat ditambahkan es batu saat penggilingan sehingga suhu ikan tetap dingin. Selanjutnya daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 2 kali dan setelah itu disaring dengan kain saring. Hal ini juga sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Benjakul et al (2005) bahwa setelah melalukan proses penggilingan maka daging ikan dicuci dengan air es yang suhunya 5C serta dilakukan pencucian 2-3 kali. Proses pencucian yang dilakukan lebih dari satu kali ini bertujuan untuk menghilangkan beberapa komponen seperti darh, pigmen, bau dan lemak (Andini, 2006). Penyaringan yang dilakukan dengan menggunakan kain saring yaitu kain yang mempunyai fungsi untuk menyaring dan terbuat dari nilon (Arfat & Benjakul, 2012).

Pada masing-masing kelompok diberi perlakuan yang berbeda yaitu dengan penambahan konsentrasi sukrosa, garam, dan polifosfat yang berbeda. Pada kelompok 1 dan 2 sukrosa ditambahkan sebanyak 2,5%, garam 2,5% dan polifosat sebesar 0,1%. Pada kelompok 3 sukrosa ditambahkan sebanyak 2,5%, garam 2,5% dan polifosfat sebesar 0,3%. Pada kelompok 4, 5% sukrosa ditambahkan dan garam sebesar 2,5% serta polifosfat sebesar 0,3%. Sedangkan untuk kelompok 5 dan 6 sukrosa ditambahkan sebesar 5%, garam sebesar 2,5% serta polifosfat sebesar 0,5%. Penambahan sukrosa, garam dan polifosfat ini adalah penambahan bahan tambahan pangan sehingga dapat menjaga produk surimi agar tidak cepat mengalami kerusakan (Miyouchi, 1970). Pada praktikum ini Surimi ditambahkan garam sehingga disebut kaen surimi, dimana dalam pembuatannya garam ditambahkan dalam konsentrasi tertentu, sedangkan jenis surimi yang lain yaitu muen surimi karena dalam pembuatannya tanpa menggunakan garam (Suzuki, 1981). Menurut Nopianti et al (2010) bahwa sukrosa memiliki fungsi untuk mencegah terjadinya denaturasi protein sehingga struktur gel yang dihasilkan baik dan gel bertahan lebih lama. Sukrosa,sorbitol dan fosfat merupakan cryoprotectants yang berungsi untuk mencegah denaturasi protein miofibril yang dikarenakan ketika proses pembekuan dan thawing (Dey & Krushna, 2011). Sedangkan penambahan garam sendiri berfungsi untuk memulihkan dan menjaga kerusakan dari protein miofibril serta dapat membentuk gel secara optimal dan pada percobaan yang dilakukan juga sesuai dengan penambahan sejumlah 2,5% ( Benjakul et al (2005). Sedangkan untuk penambahan polifosfat sendiri bertujuan untuk meningkatkan pemotongan karena viskositas pasta ikan dapat menurun ketika proses pembuatannya serta dapat meningkatkan pH sehingga gel dapat terbentuk dan kekuatan gel lebih kuat serta tekstur menjadi padat. (Nopianti et al, 2010). Penambahan cryoprotectants sendiri berfungsi untuk menjaga sifat fungsional yang dimiliki protein, sifat fungsional yang dimiliki meliputi pembentukan gel, kelarutan, terbentuknya buih serta warna, emulsi, dan daya pengikatan air atau sering disebut Water Holding Capacity (WHC) (Dey & Krushna, 2011). Langkah selanjutnya adalah daging ikan dimasukkan ke dalam plastik bening dan diisolasi dengan isolasi bening supaya tertutup dan tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme. Daging ikan tersebut dibekukan selama 1 malam setelah itu dithawing terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. Hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Jafarpour et al (2009) bahwa selama proses pembekuan surimi dapat disimpan di kantong plastik dan disimpan dalam suhu 4-6C selama 24 jam. Freezing atau pembekuan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan sehingga dapat mengawetkan makanan terutama produk olahan ikan yang dibekukan (Singh & D.R. Heldman, 2001). Pengujian yang dilakukan yaitu pengukuran WHC serta uji sensoris berupa kekenyalan dan aroma. Pengujian WHC adalah kemampuan yang dimiliki daging untuk menyerap serta menahan air selama adanya perlakuan mekanis seperti pelumatan, pengadukan, pencampuran bumbu serta pencetakan, perlakuan suhu dan pengaruh penyimpanan juga berpengaruh terhadap WHC (Zayas, 1997).

Hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah pada kelompok 1 dan 2 yang memiliki perlakuan sama yaitu dengan pemberian 2,5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,1% polifosfat namun memiliki hasil yang berbeda, untuk nilai WHC kelompok 1 sebesar 91515,4 dan kelompok 2 sebesar 77240,506. Untuk uji secara sensoris kelompok 1 dan 2 memiliki kekenyalan yang sama yaitu tidak kenyal dan aroma pada kelompok 1 tidak amis sedangkan untuk kelompok 2 amis. Pada kelompok 3 memiliki perlakuan dengan ditambahkan 2,5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,3% polifosfat sehingga nilai WHC sebesar 140421,941 dan untuk uji sensoris memiliki kekenyalan yang kenyal dan beraroma amis. Pada kelompok 4 perlakuan yang diberikan yaitu 5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,3% polifosfat sehingga nilai WHC sebesar 70325,949 yang memiliki kekenyalan tidak kenyal dan beraroma sangat amis. Untuk kelompok 5 dan 6 memiliki perlakuan yang sama yaitu dengan pemberian 5% sukrosa, 2,5% garam dan 0,5% polifosfat sehingga nilai WHC yang dihasilkan adalah nilai tertinggi yaitu 209843,882 dan 150864,979. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi penambahan sukrosa dan polifosfat dapat meningkatkan nilai WHC sehingga proses denaturasi protein sendiri dapat terhambat. Sukrosa juga memiliki sifat dapat bereaksi dengan molekul air karena merupakan polihidroksi sehingga dapat meningkatkan tegangan permukaan yang dapat mencegah molekul air keluar sehingga stabilitas protein teraga (Fennema, 1985). Sedangkan untuk uji sensoris memiliki kekenyalan yang sama kenyal dan beraroma sama yaitu amis. Dari tabel diatas nilai WHC terendah yaitu pada kelompok 4 dan nilai WHC tertinggi pada kelompok 5. Untuk uji sensoris yang tidak kenyal pada kelompok 1,2, dan 4 sedangkan untuk kelompok 3,5, dan 6 kenyal. Hal ini sesuai dengan pendapat Niwa (1992) bahwa dengan penambahan sukrosa yang semakin tinggi maka elastisitas gel yang terbentuk semakin baik dan karena adanya hidrasi air sehingga molekul air tertarik pada matriks daging lumat. Sedangkan aroma yang sangat amis pada kelompok 1 dan 4, untuk kelompok lainnya memiliki aroma amis. Metode yang digunakan pada praktikum ini yaitu metode sensorik memiliki kelemahan yaitu sulit untuk menstandarisasi produk sedangkan kelebihan yang dimiliki yaitu mudah untuk dilakukan dan membutuhkan waktu yang relati cepat (Purwadi et al, 2014).

Hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas Surimi yang baik yaitu dengan pencucian sebanyak 2-3 kali, hal ini dapat meningkatkan kekuatan gel yang disebabkan oleh kenaikan jumlah protein miofibril dan menurunkan protein sarkoplasma. Kualitas aroma dan warna juga dapat meningkat atau menjadi baik karena dilakukannya pencucian pada daging ikan yang telah dilumatkan (Santoso et al, 2008). Menurut Benjakul et al (2005) protein sarkoplasma mudah larut di dalam air dan biasanya hilang pada pencucuian yang pertama dan pencucian dengan air dingin dapat menurunkan kadar urea yang terkandung di dalam daging ikan. Pada percobaan Santoso et al (2008) bahwa pencampuran 2 ikan dengan jenis yang berbeda dapat meningkatkan kekuatan gel karena ada tambahan kekuatan gel dari ikan yang lain. Dalam hal ini nilai pH juga dapat mempengaruhi kualitas gel, karena semakin banyak nilai pH maka konsentrasi garam akan meningkat dan mengakibatkan protein miofibril tidak akan larut, oleh karena itu penambahan konsentrasi garam yang tepat juga perlu dijaga (Suzuki, 1981). Menurut percobaan Santoso et al (2008) nilai kekuatan gel akan menurun jika disimpan terlalu lama karena akan menyebabkan senyawa miofibril terdegradasi. Degradasi dari protein miofibril ini dapat menyebabkan sempitnya ruang-ruang diantara jaringan sehingga jumlah air yang terikat juga mengalami penurunan sehingga nilai WHC juga dapat turun.

4. KESIMPULAN

Surimi adalah daging olahan ikan yang dilumatkan dan mengalami proses pencucian, pengepresan dan pembekuan dalam pembuatannya. Pada ikan mengandung protein miofibril, sarkoplasma, dan stroma. Protein miofibril sendiri memiliki fungsi untuk pembentukan gel dalam pembuatan Surimi. Kekuatan gel pada ikan bawal sebesar 45% sehingga dapat menghasilkan surimi berkualitas. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan beberapa komponen seperti darh, pigmen, bau dan lemak. Ada 2 jenis surimi yaitu kaen dengan adanya penambahan konsentrasi garam dan muen dengan tidak ditambahkan garam. Sukrosa berfungsi untuk mencegah denaturasi protein sehingga kekuatan gel bernilai baik. Garam berfungsi untuk memulihkan dan menjaga kerusakan protein miofibril. Polifosfat berfungsi untuk menjaga viskositas dan meningkatkan pH sehingga kekeuatan gel menjadi lebih baik. Freezing atau pembekuan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan mengawetkan makanan. WHC merupakan kemampuan daging dalam menyerap atau menangkap air. Semaikin tinggi konsentrasi sukrosa dan polifosat maka nilai WHC semakin tinggi. Penambahan sukrosa dan tingginya nilai WHC maka elastisitas juga semakin tinggi. Peningkatan kualitas surimi dapat dilakukan dengan pencucian, kekuatan gel, nilai WHC serta nilai pH yang tepat. Penyimpanan surimi dalam waktu yang lama dapat menurunkan kualitas surimi.

Semarang, 10 September 2014Asisten dosen Dea Nathania

M.E. Yuliana Puspa Sari12.70.0128

5. 6. DAFTAR PUSTAKA

Andini, Yulita Sari. (2006). Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus sp.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Arfat, Y.A.; Soottwawat Benjakul. (2012). Gelloing characteristics of surimi from yellow stripe trevally (Selaroides leptolepis). Department of Food Technology, aculty of Agro-Industry, Prince of Songkla University, Hat Yai,Songkhla 90112. Thailand.

Benjakul, S.Chutima Thongkaew.;Wonnop Visessanguan. (2005). Effect of reducing agents on physicochemical properties and gel-forming ability of surimi produced from frozen fish. Eur Food Res Technol 220:316-321. DOI 10.1007/s00217-004-1092-1.Springer-Verlag.

Dey, S.S ; Khrusna Chandra Dora. (2011). Suitable of Chitosan as cryoprotectant on croaker fish (Johnius gangeticus) surimi during frozen storage. Association of Food Scientist & Technologist. India.

Fardiaz, D. (1985). Kamaboko Produk Olahan Ikan yang Berpotensi untuk Dikembangkan. Media Teknologi Pangan Vol II. Academic Press. London. Fennema, O.R. (1985).Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded.New York: Marcel Dekker, Inc.

Hajidoun, H.A.; Ali Jafarpour. (2013). The Inluence of Chitosan on Textural Properties of Common Carp (Cyprinus Carpio) Surimi. Hajidoun and Jafarpour, J Food Process Technol 2013, 4:5. http://dx.doi.org/10.4172/2157-7110.1000226.

Jafarpour, Ali.; Elisabeth M.;Gorezyca. (2009). Rheological Characteristics and Microstructure of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi and Kamaboko Gel. Food Biophysics 4:172-179. DOI 10.1007/s1143-009-911-x. Springer Science.

Miyauchi, David, George Kudo and Max Patashnik. (1970). Surimi-A Semi-Processed Wet Fish Protein. Pacific Fishery Products Technology Center.

Niwa, E. 1992. Chemistry of Surimi Gelation. In: Lanier TC, Lee CM (eds) Surimi Technology. Marcel Dekker, New York, pp 389427.

Nopianti, Rodiana, Nurul Huda, and Noryati Ismail. (2010). Loss of functional properties of proteins during frozen storage and improvement of gel-forming properties of surimi. As. J. Food Ag-Ind. 3(06), 535-547.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian Perikanan Laut.

Purwadi, S.D. ; Y.S. Darmanto; Ima Wijayanti. (2014). Pengaruh Penambahan Egg White Powder terhadap Kualitas Gel Surimi beberapa Ikan Air Tawar. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, Nomor 2, halaman 52-59.Universitas Diponegoro. Semarang.

Santoso, Joko. Ade Wiguna Nur Yasin.; Santoso. (2008). Perubahan Karakteristik Surimi Ikan Cucut dan Ikan Pari Akibat Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat. Jurnal. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. XIX No. 1 Th. 2008. IPB. Bogor.

Singh, R. P. & R. Heldman. (2001). Introduction to food Engineering. 3rd Edition. Academic Press. Glasgow.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publ Ltd.

Zayas JF. 1997. Functional of protein in Food. Berlin : Springer-Verlag.

7. 8. LAMPIRAN5.1. Perhitungan

Rumus :LA = LB =

Kelompok C1a = 29 mm

LA = = 10830,4 mm2

LB = = 2146,74 mm2

Luas area basah = LA LB= 10830,4 2146,74 = 8683,66 mm2

mg H2O= = = 91515,40

Kelompok C2a = 25 mm

LA= = 9212,98 mm2LB= = 1882,58 mm2

Luas area basah= LA - LB= 9212,98 1882,58= 7330,4 mm2

mg H2O= = = 77240,506 mg

Kelompok C3a = 3,6 cm = 36 mm / 26 kotakkecil

LA= (3,6) (5,7 + 4(13,5) + 2(14,1) + 4(13) + 2(6,7))= 171,96 cm2= 17196 mm2

LB= (3,6) (5,7 + 4(1,8) + 2(0,2) + 4(1,4) + 2(6,7))= 38,76 cm2= 3876 mm2

Luas area basah= LA - LB = 17196 - 3876 = 13320

mg H2O= = = 140421,941

Kelompok C4a = 2,6 cm = 26 mm / 26 kotakkecil

LA= (2,6) (5,5 + 4(8,9) + 2(9,3) + 4(8,9) + 2(5,1))= 91,4685 cm2= 9146,85 mm2

LB= (2,6) (5,5 + 4(1,2) + 2(1) + 4(1,5) + 2(5,1))= 24,7095cm2= 2470,95 mm2

Luas area basah= LA - LB = 9146,85 - 2470,95 = 6674,90 mm2

mg H20= = 70325,949

Kelompok C5a = 4,2 cm = 42 mm

LA = = 251,86 cm2 = 25186 mm2

LB = = 52,92 cm2 = 5292 mm2

Luas atas bawah = LA LB= 25186 5292 = 19894 mm2

mg H2O= = = 209843,882

Kelompok C6a = 3,375 cm LA = = 177,863 cm2 = 17786,3 mm2

LB = = 34,763 cm2 = 3476,3 mm2

Luas area basah = LA LB = 17786,3 3476,3 = 14310 mm2

Mg H2O = = = 150864,979

5.2. Laporan Viper5.3. Diagram Alir5.4. Laporan Sementara