Ade SURIMI 12.70.0011
-
Upload
reed-jones -
Category
Documents
-
view
50 -
download
0
description
Transcript of Ade SURIMI 12.70.0011
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan surimi dari fillet daging ikan tongkol dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi Fillet Daging Ikan Tongkol
Kelompok Perlakuan WHC (mg H2O) SensorisKekenyalan Aroma
B1 Sukrosa 2,5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,1%
240028,06 + ++
B2 Sukrosa 2,5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,1%
285154,75 ++ +++
B3 Sukrosa 2,5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,3%
288857,17 ++ ++
B4 Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,3%
317967,62 + ++
B5 Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,5%
276163,82 ++ ++
B6 Sukrosa 5% + Garam 2,5% + Polifosfat 0,5%
284725,74 + ++
Keterangan:Kekenyalan Aroma+ : tidak kenyal + : tidak amis++ : kenyal ++ : amis+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis
Pada Tabel 1. dapat diketahui bahwa pembuatan surimi pada setiap kelompok
menggunakan bahan baku fillet daging ikan tongkol. Kemudian diketahui juga nilai
WHC tertinggi diperoleh oleh kelompok B4 dengan perlakuan sukrosa 5% + garam
2,5% + polifosfat 0,3% dengan nilai sebesar 317967,62 mg H2O. Lalu untuk nilai WHC
terendah diperoleh oleh kelompok B1 dengan perlakuan sukrosa 2,5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,1% dengan nilai sebesar 240028,06mg. Selanjutnya untuk parameter
kekenyalan, surimi yang tidak kenyal terjadi pada kelompok B1 (sukrosa 2,5% + garam
2,5% + polifosfat 0,1%), B4 (sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%) dan B6
(sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%) sedangkan surimi yang kenyal terjadi
pada kelompok B2 (sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1%) dan B3 (sukrosa
1
2
2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%) dan B5 (sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat
0,5%). Untuk parameter aroma, aroma yang sangat amis ditujukan pada surimi
kelompok B2 dengan perlakuan sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1%, dan
untuk semua kelompok yang lainnya beraroma amis.
2. PEMBAHASAN
2.1. Surimi
Surimi merupakan produk olahan perikanan setengah jadi (intermediate product), yaitu
berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam
dingin, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan dan
pembekuan. Berdasarkan teori dari Peranginangin et al (1999), surimi merupakan
daging lumat yang dibersihkan dan dicuci berulang-ulang sehingga sebagian besar
komponen bau, darah, pigmen, dan lemak akan hilang. Menurut Reinheimer et al
(2010), surimi merupakan produk daging ikan yang digiling halus dan dicuci dalam
larutan. Surimi yang dibekukan dengan garam dan cryoprotectant diolah dengan
pemanasan untuk mengatur tekstur dan mengembangkan gelnya. Pencucian dilakukan
untuk menghilangkan bau amis, bahan yang tidak diinginkan, komponen lain yang larut
air serta meningkatkan konsentrasi dari protein myofibril.
.
Surimi memiliki nilai yang tinggi pada pengembangan produk olahan ikan. Hal tersebut
dikarenakan surimi dapat diolah kembali menjadi macam-macam produk makanan dan
juga dapat digunakan sebagai bahan campuran olahan seperti bakso, sosis, abon, dan
berbagai produk olahan lainnya. Umumnya, terdapat 2 jenis surimi yang biasa
diproduksi adalah mu-en surimi dan ka-en surimi. Perbedaan dari 2 jenis surimi ini
adalah ada atau tidaknya penambahan garam pada proses pembuatannya. Mu-en surimi
merupakan produk surimi yang dibuat tanpa menggunakan penambahan garam,
sedangkan ka-en surimi merupakan produk surimi yang menggunakan garam pada
konsentrasi tertentu. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Agustiani et al. (2006).
Surimi dapat dikatakan bermutu baik apabila memiliki ciri-ciri seperti warna yang putih,
flavor yang baik, dan elastisitasnya tinggi. Kesegaran ikan yang digunakan dalam
pembuatan surimi akan mempengaruhi elastisitas dari surimi yang dihasilkan. Semakin
segar ikan yang digunakan maka elastisitas surimi yang dihasilkan akan semakin tinggi
pula. Apabila ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi memiliki elastisitas yang
rendah maka biasanya elastisitas surimi akan ditingkatkan dengan cara menambahkan
daging ikan jenis yang lain, diberikan penambahan gula, pati, atau protein nabati.
3
4
Menurut Nopianti et al (2012), pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
elastisitas pada surimi. Tingkat keasaman atau pH ikan yang paling ideal untuk
pembuatan surimi adalah 6,5 hingga 7 (pH netral). Hordur et al (2005) mengungkapkan
bahwa tingkat keasaman juga akan mempengaruhi degradasi protein miofibril selama
proses pembuatan surimi, dimana pada suasana asam, protein miofibril yang ada pada
daging akan dapat lebih banyak yang mampu dipertahankan dibandingkan saat suasana
basa ketika proses pembuatan surimi. Ikan yang digunakan sebagai bahan membuat
surimi disarankan memiliki lemak yang rendah karena lemak akan mempengaruhi daya
gelatinasi dan dapat mengakibatkan produk surimi cepat mengalami ketengikan.
Apabila ikan yang digunakan mempunyai kandungan lemak tinggi, ikan tersebut harus
melalui proses pengekstrakan lemak terlebih dahulu. Hal tersebut sesuai dengan teori
dari Koswara et al. (2001).
Phatcharat et al (2006) juga menambahkan bahwa kesegaran ikan merupakan faktor
yang dianggap paling penting untuk menentukan kemampuan pembentukan gel pada
surimi. Waktu dan suhu penyimpanan antara ikan yang telah ditangkap dan
pengolahannya dapat mempengaruhi kualitas akhir produk surimi. Waktu penyimpanan
yang semakin lama akan membuat kualitas gel yang lebih rendah. Kualitas gel surimi
dapat dicapai dengan beberapa langkah seperti dengan penambahan aditif protein,
penggunaan mikroba transglutaminase, serta proses pencucian yang akan meningkatkan
kekuatan gel surimi.
2.2. Proses Pembuatan Surimi
Tidak seluruh jenis ikan dapat dijadikan sebagai produk surimi. Ikan yang berdaging
putih, tidak berbau lumpur dan tidak terlalu amis serta mempunyai kemampuan
membentuk gel yang bagus akan menghasilkan surimi yang lebih baik. Pembentukan
gel dipengaruhi oleh kandungan protein miofibril yang berada di ikan tersebut. Semakin
tinggi suatu kandungan protein miofibril yang ada maka pembentukan gel yang terjadi
semakin baik. Hal tersebut diungkapkan oleh Peranginangin et al. (1999).
Menurut Dahar (2003), proses pembuatan surimi umumnya meliputi penerimaan bahan
baku, penyiangan dan pencucian, pemisahan daging dari tulang dan kulit, leaching,
5
straining (bertujuan untuk menghilangkan sisa sisik, jaringan ikan, membran, duri, serta
bagian lainnya yang tidak digunakan supaya surimi yang dihasilkan memiliki mutu
yang baik), pengepresan (bertujuan untuk mengurangi kadar air surimi hingga sekitar
85%), penambahan gula dan sodium polyphosphate, pencetakan dan pembekuan, serta
pengemasan. Hal tersebut sesuai dengan yang dilakukan saat praktikum, dimana mula-
mula dilakukan pemfiletan daging ikan tongkol sebanyak 100 gram, kemudian
dilakukan penggilingan atau pemblenderan hingga halus. Lalu cuci dengan air es
sebanyak 3 kali. Setelah itu, dilakukan penambahan dengan sukrosa dari berat sampel,
dimana kelompok B1 sampai kelompok B3 ditambahkan 2,5% sukrosa, sedangkan
kelompok B4 sampai kelompok B6 ditambahkan 5% sukrosa. Selanjutnya, ditambahkan
dengan garam 2,5% dan STTP atau polifosfat dengan konsentrasi yang berbeda-beda
tiap kelompok. Penambahan polifosfat pada kelompok B1 hingga B6 secara berturut-
turut adalah 0,1%, 0,1%, 0,3%, 0,3%, 0,5%, dan 0,5%. Kemudian fillet daging ikan
tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik polietilen dan disimpan dalam freezer
selama semalam. Menurut Anonim_a (1987), penggunaan jenis plastik PE dikarenakan
surimi yang sudah dikemas membutuhkan penyimpanan pada suhu dingin dan salah
satu plastik yang tepat untuk disimpan pada suhu dingin adalah plastik dengan jenis PE.
Setelah dibekukan selama 1 malam, kemudian surimi di thawing kemudian diamati
water holding capacity, dan faktor sensorisnya (aroma dan tekstur). Menurut Nopianti
et al (2010), proses pembekuan dapat mempengaruhi karakteristik gel pada surimi,
dimana selama proses pembekuan kemampuan gelnya akan semakin menurun. Selain
itu, proses pembekuan juga dapat menyebabkan denaturasi. Maka dari itu, pada
pembuatan surimi biasanya ditambahkan dengan cryoprotectant.
Cryoprotectant merupakan senyawa yang berperan sebagai anti denaturasi protein pada
proses pembekuan maupun penyimpanan beku. Penambahan senyawa cryoprotectant
yang berupa sukrosa bertujuan untuk meningkatkan N-aktomiosis dan kekuatan gel.
Selama penyimpanan, surimi akan terjadi proses denaturasi protein yang disebabkan
adanya peningkatan konsentrasi garam mineral dan substansi organik terlarut sesaat
terjadi pembekuan di dalam sel. Konsentrasi garam akan meninggi, sehingga akan
terjadi pemisahan dan denaturasi protein. Berdasarkan teori dari Wong (1989),
denaturasi protein akan mengakibatkan lapisan molekul protein bagian dalam yang
6
bersifat hidrofobik terbalik keluar dan bergabung dengan fase cair. Proses hidrasi
hidrofobik tersebut akan menghasilkan energi bebas positif yang akan meningkatkan
permukaan protein. Permukaan protein yang lebih luas ini secara termodinamik tidak
stabil dibandingkan dengan bentuk yang tidak terdenaturasi (Fennema 1985). Proses
hidrofobik tersebut dapat dicegah dengan antidenaturan, khususnya gula.
Jenis surimi yang dilakukan pada praktikum ini adalah ka-en surimi, dimana pada
prosesnya surimi tersebut ditambahkan dengan garam dalam kosentrasi tertentu. Hal
tersebut sesuai dengan teori dari Suzuki (1981). Menurut Anonim_a (1987),
penambahan garam bertujuan untuk mempercepat proses penurunan jumlah air yang
terdapat pada fillet daging ikan yang akan dibuat surimi nantinya. Berdasarkan teori
dari Okada, et al. (1973), surimi merupakan daging ikan cincang yang telah diproses
sedemikian rupa dengan dihilangkan tulangnya, dicuci dengan air dingin, serta
mengalami penghilangan sebagian kadar air yang ada pada daging tersebut.
Selain itu, saat pembuatan surimi ditambahkan juga dengan STTP yang merupakan
polyphosphate. Penambahan polyphosphate bertujuan untuk meningkatkan sifat
elastisitas dan kelembutan dari surimi yang dihasilkan. Polyphosphate tidak tergolong
dalam senyawa cryoprotectant, namun sering ditambahkan untuk meningkatkan daya
ikat air (water holding ability). Jumlah polyphosphate yang baik untuk ditambahkan
pada proses pembuatan surimi adalah sebanyak 0,2-0,3% dalam bentuk garam natrium
tripolifosfat atau natrium pirofosfat. Hal tersebut diungkapkan oleh Tan et al. (1988).
2.3. Pengaruh Sukrosa, Garam, dan Polifosfat terhadap Kualitas Surimi
Menurut Winarno et al. (1980), proses pembuatan surimi biasanya ditambahkan dengan
beberapa jenis bahan tambahan yang sengaja diberikan dengan maksud dan tujuan
tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan
keasaman dan kebasaan serta memberikan bentuk, tekstur dan rupa. Jenis-jenis bahan
tambahan yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan surimi adalah garam, gula,
dan polifosfat.
Garam
7
Penambahan garam bertujuan untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang
sangat penting untuk pembentukan gel yang kuat. Selain itu, garam juga
digunakan sebagai bumbu, penyedap rasa, dan penambah aroma. Tetapi apabila
digunakan dalam kadar yang cukup tinggi dapat mengubah cita rasa makanan.
Polifosfat
Polifosfat yang digunakan dalam pembuatan surimi adalah natrium tripolifosfat
(STTP). Aktomiosin akan dipisah kan oleh polifosfat dan berikatan dengan
miosin. Miosin dan poliposfat akan berikatan dengan air dan menahan mineral
serta vitamin. Ketika proses pemasakan, miosin membentuk gel dan dibantu
dengan polifosfat untuk menahan air dengan cara akan menutup pori-pori
mikroskopis dan kapiler. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Haryati (2001).
Pada umumnya, polifosfat ditambahkan sebanyak 0,2 %-0,3 % dalam bentuk
garam natrium tripolifosfat (Peranginangin et al. 1999).
Bahan cryoprotectant
Cryoprotectant adalah bahan yang umumnya dipakai dalam proses pembuatan
surimi namun tidak sampai menjadi produk lanjutan, tetapi akan disimpan dalam
kondisi beku dan dalam waktu yang cukup lama. Menurut jurnal P. Santana
(2012), yang berjudul technology for production of surimi powder and potential of
applications mengatakan bahwa cryoprotectant yang sering digunakan adalah
sukrosa, sorbitol, dan polyols yang dapat mencegah denaturasi protein.
Cryoprotectant memiliki energi pengikat sehingga dapat mencegah terjadinya
pertukaran molekul-molekul air dari protein sehingga stabil. Hal tersebut
diungkapkan oleh Zhou et al. (2006). Pipatsattayanuwong et al. (1995)
menambahkan bahwa cryoprotectant berfungsi sebagai zat antidenaturan.
Cryoprotectant dapat menghambat denaturasi protein selama pembekuan dan
penyimpanan beku.
Pada praktikum ini, pembuatan surimi dilakukan penambahan sukrosa, garam 2,5%, dan
polifosfat. Penambahan sukrosa dan polifosfat tiap-tiap kelompok berbeda. Kelompok 1
sampai kelompok 3 menambahkan 2,5% sukrosa dari berat sampel, sedangkan
kelompok 4 sampai kelompok 6 menambahkan 5% sukrosa dari berat sampel. Menurut
Wiguna (2005), dalam proses pembuatan surimi, penambahan sukrosa berperan sebagai
8
gula pereduksi yang akan bereaksi dengan gugus amino dari protein yang akan
membentuk senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Sukrosa juga merupakan salah
satu contoh cryoprotectant yang dapat menghambat proses denaturasi protein pada
produk surimi. Penambahan polifosfat pada kelompok B1 hingga B6 secara berturut-
turut adalah 0,1%, 0,1%, 0,3%, 0,3%, 0,5%, dan 0,5%.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, nilai WHC tertinggi diperoleh oleh kelompok
B4 dengan perlakuan sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% dengan nilai sebesar
317967,62 mg H2O. Lalu untuk nilai WHC terendah diperoleh oleh kelompok B1
dengan perlakuan sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1% dengan nilai sebesar
240028,06mg. Menurut Fennema (1985), gula mempunyai grup polihidroksi yang dapat
bereaksi dengan molekul air oleh ikatan hidrogen, sehingga dapat meningkatkan
tegangan permukaan dan mencegah keluarnya molekul air dari protein, dan stabilitas
protein tetap terjaga. Penggunaan sukrosa dalam pembuatan produk surimi bertujuan
sebagai pelindung protein, dimana dapat mencegah denaturasi protein selama masa
pembekuan. Berdasarkan teori tersebut, dapat dikatakan bahwa gula memiliki
kemampuan untuk mengikat air sehingga seharusnya semakin banyak penambahan gula
pada surimi maka WHC yang dimiliki juga akan semakin tinggi.
Dalam percobaan ini sesuai dengan teori, namun menurut Phatcharat et al (2006)
mengatakan terdapat factor-faktor lain yang mempengaruhi seperti kesegaran ikan
merupakan faktor yang dianggap paling penting untuk menentukan kemampuan
pembentukan gel pada surimi. Waktu dan suhu penyimpanan antara ikan yang telah
ditangkap dan pengolahannya dapat mempengaruhi kualitas akhir produk surimi.Waktu
penyimpanan yang semakin lama akan membuat kualitas gel yang lebih rendah,
sehingga kemampuan untuk mengikat air atau WHC pun rendah. Selain itu, selama
proses pembuatan surimi pun terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi, yaitu
suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan. Jumlah protein larut air yang hilang
selama pencucian tergantung pada suhu air pencuci, dimana hal tersebut akan
mempengaruhi kekuatan gel. Kekuatan gel terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan
dicuci dengan air yang bersuhu 100C-150C. Hal tersebut diungkapkan oleh Andini
(2006).
9
Selain itu, saat pembuatan surimi ditambahkan dengan garam. Menurut Roussel dan
Cheftel (1988), penambahan garam berfungsi untuk membentuk gel yang fleksibel dan
elastis pada surimi yang dihasilkan. Apabila surimi dicampurkan dengan garam, dan
disertai dengan proses pelumatan, hal tersebut akan mengakibatkan terbentuknya sol
dan apabila ada pemanasan maka gel akan terbentuk. Lan et al. (1995) menambahkan
bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel surimi yaitu bahan
baku, kekuatan ion, pH, suhu dan laju pemanasan, serta jenis ikan yang digunakan.
Penambahan garam bertujuan untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang
sangat penting untuk pembentukan gel yang kuat. Pembentukan gel tersebut akan
mempengaruhi dari WHC surimi itu sendiri. Penggunaan garam juga berfungsi sebagai
bahan pelarut protein miofibril. Apabila konsentrasi garam yang ditambahkan kurang
dari 2% maka protein miofibril tidak dapat larut, sedangkan apabila konsentrasi garam
yang ditambahkan lebih dari 12% maka protein miofibril akan terhidrasi dan
menyebabkan salting out. Konsentrasi garam yang umumnya digunakan untuk
membuat surimi adalah 2% hingga 3% (Shimizu et al., 1992). Hal tersebut sesuai
dengan praktikum yang dilakukan dimana pada pembuatan surimi dilakukan
penambahan garam sebanyak 2,5% dari berat sampel.
Pada umumnya, surimi yang dihasilkan bersifat kenyal, kecuali pada kelompok 1, 4, dan
6, yaitu tidak kenyal. Menurut Tanaka (2001), surimi biasanya memiliki tekstur yang
elastis dan kenyal, hal tersebut dikarenakan surimi mengandung konsentrasi protein
miofibril yang sangat tinggi. Hal ini mungkin disebabkan selama proses pembuatan
surimi pun terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi, yaitu suhu air pencuci
dan penggilingan daging ikan. Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian
tergantung pada suhu air pencuci, dimana hal tersebut akan mempengaruhi kekuatan
gel. Kekuatan gel terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air yang
bersuhu 100C-150C. Hal tersebut diungkapkan oleh Andini (2006). Hal ini didukung
pula oleh jurnal Worawan Panpitat 2010, yang berjudul Gel Properties of croaker-
mackerel Surimi blend yang mengatakan karakteristik reologi gel surimi tergantung
pada sifat protein myofibrillar, yang dipengaruhi oleh spesies dan kesegaran ikan, serta
pada parameter pengolahan, terutama konsentrasi protein, pH, kekuatan ion, dan suhu.
10
Selain itu, untuk parameter aroma, aroma yang sangat amis ditujukan pada surimi
kelompok B2 dengan perlakuan sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1%, dan
untuk semua kelompok yang lainnya beraroma amis.
Menurut jurnal Rodiana Nopianti et al, 2013 yang berjudul Effect of polydextrose on
physicochemical properties of threadfin bream (Nemipterus spp) surimi during frozen
storage mengatakan bahwa Krioprotektan melindungi protein myofibrillar selama
penyimpanan beku karena menghambat denaturasi protein myofibrillar yang biasanya
terjadi selama penyimpanan beku Umumnya, surimi dengan polydextrose sebagai
krioprotektan akan menghasilkan surimi dengan sifat fisiko kimia lebih baik
dibandingkan surimi mentah, surimi dengan STPP dan sukrosa akan mempertahankan
protein myofibrillar dari denaturasi. Polydextrose dapat digunakan untuk menggantikan
Sukrosa sebagai kriptoprotektan jenis baru yang tidak manis. Surimi dengan 12% atau
6% polydextrose dengan 0,3% STPP sebagai krioprotektan yang terbaik dan tingkat
optimal polydextrose yang direkomendasikan adalah 6%. Hal ini didukung oleh jurnal
Rodiana Nopianti et al, 2011 yang berjudul A Review on the Loss of the Functional
Properties of Proteins During Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming
Prroperties of Surimi mengatakan bahwa surimi dari daging ikan cincang yang dicuci
dengan air akan tetap stabil bila telah ditambah dengan krioprotektan. Krioprotektan
perlu ditambahkan untuk mempertahankan sifat fungsional protein mriofibril yang
digunakan nantinya untuk produk berbasis gel.
Menurut jurnal Isabel S´anchez-Alonso et al, 2006 yang berjudul effect of wheat fibre
in frozen stored fish muscular gel menyatakan serat panjang gandum dapat di
aplikasikan pada surimi karena kegunaannya yaitu agar melindungi gel dari hilangnya
kekuatan gel dan kekerasan selama proses pembekuan.
3. KESIMPULAN
Surimi merupakan produk olahan perikanan setengah jadi (intermediate product)
berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan
garam dingin, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive),
pengepakan dan pembekuan.
Terdapat 2 jenis surimi yang umumnya diproduksi adalah mu-en surimi dan ka-en
surimi.
Jenis surimi yang dilakukan pada praktikum ini adalah ka-en surimi.
Ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi harus memiliki tingkat kesegaran
yang tinggi, memiliki daging berwarna putih, dan memiliki kadar lemak rendah,
serta mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik.
Kesegaran ikan merupakan faktor yang dianggap paling penting yang menentukan
kemampuan pembentukan gel pada surimi.
Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian tergantung pada suhu air
pencuci karena akan berpengaruh terhadap kekuatan gel.
Mutu surimi yang baik adalah mempunyai warna putih, flavor yang baik, dan
memiliki elastisitas tinggi.
Penambahan garam berfungsi untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang
sangat penting untuk pembentukan gel yang kuat.
Gula memiliki kemampuan untuk mengikat air, dimana semakin banyak
penambahan gula pada surimi maka WHC yang dimiliki juga akan semakin
tinggi.
Penambahan bahan polifosfat bertujuan untuk menambah nilai kelembutan dan
memperbaiki sifat surimi.
Keberadaan polifosfat juga dapat berfungsi dalam memperbaiki daya ikat air
(WHC) pada produk olahan surimi yang akan membuat daya ikat air semakin
besar.
Semarang, 6 September 2014
Praktikan, Asisten Dosen
11
12
Ade Surya Wibowo Dea Nathania
12.70.0011
4. DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.
Andini YS. 2006. Karakteristik surimi hasil ozonisasi daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.) [skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Anonim_a. (1987). Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta.
Dahar, D. (2003). Pengembangan Produksi Hasil Perikanan. Sidoarjo.
Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc.
Haryati S. 2001. Pengaruh lama penyimpanan beku surimi ikan jangilus (Istiophorus sp) terhadap kemampuan pembentukan gel ikan [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Hordur G. Kristinsson, Ann E. Theodore, Necla Demir, And Bergros Ingadottir. (2005). A Comparative Study between Acid and Alkali-aided Processing and Surimi Processing for the Recovery of Proteins from Channel Catfish Muscle. Journal of Food Science.
Isabel S´anchez-Alonso., Ramin Haji-Maleki., Javier Border´ıas. (2006). Effect of wheat fibre in frozen stored fish muscular gels. Eur Food Res Technol (2006) 223: 571–576 DOI 10.1007/s00217-005-0242-4
Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri. Jakarta: UI Press.
Lan, H. Y., Mu W., Nikolic-Paterson D.J., and Atkins R.C. (1995). A Novel, Simple, Reliable, and Sensitive Method for Multiple Immunoenzyme Staining: Use of Microwave Oven Heating to Block Antibody Cross-Reactivity and Retrieve Antigens. J Histochem Cytochem 43:97–10.
Nopianti, Rodiana., Nurul Huda., & Noryati Ismail. (2010). Loss of Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. As. J. Food Ag-Ind. 2010 , 3(06), 535-547
13
14
Nopianti., R., Huda, N., Fazilah, A., Ismail., N., & Easa, A.M. (2012). Effect of polydextrose on physicochemical properties of threadfin bream (Nemipterus spp) surimi during frozen storage. International Food Research Journal.
Okada, M, M. David, and G. Kudo. (1973). Kamaboko The Giant Among Japanese Processed Fishery Products. MFR Paper 1019.Marine Fisheries Review Vol 35 (12).
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.
Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. 2006. Effect of Washing with Oxidising Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food Technology Prince of Songkla University Thailand.
Pipatsattayanuwong S, Park JW, Morissey MT. 1995. Functional properties and self life of fresh surimi from pacific whitting. Journal of Food Science 60(6):1241-1244.
Reinheimer et al. 2010. Quality Characteristics of Surimi Made From Sabalo (Prochilodus platensis) as Affected by Water Washing Composition. World Congress and Exhibiton Engineering. Argentina.
Roussel, H and Cheftel J.C. (1988).Characteristics of Surmi and Kamaboko from Sardines. International Journal of Food Science and Technology 23:607-623.
P., Santana., Huda. N., & Yang T.A. (2012). Technology for Production of Surimi Powder and Potential of Applications. International Food Research Journal 19(4): 1313-1323 (2012)
Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.
Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publ Ltd.
Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.
Tanaka, M. (2001).Surimi and Surimi Products.Department of Food Science and Technology. Jepang.
15
Wiguna, A. N. 2005. Skripsi: Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Winarno F.G, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.
Wong, D.W.S. (1989).Mechanism and Theory in Food Chemistry. Pp. 48–62. New York: Avi =Van Nostrand Reinhold.
Worawan Panpipa., Manat Chaijan., Soottawat Benjakul. (2010). Gel properties of croaker–mackerel surimi blend. Food Chemistry 122 (2010) 1122–1128
Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. 2006. Cryoprotective effect of trehalose and sodium lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica) surimi durimg frozen storage. Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Perhitungan Kelompok B11. Luas Atas
La=13
a(h 0+4 h 1+2 h 2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 44(101+(4 x117 )+(2 x183)+(4 x168)+78)
= 28233,33
2. Luas Bawah
Lb=13
a(h0+4 h 1+2 h 2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 44(101+(4 x26)+(2 x 9)+(4 x18)+78)
= 5470,673. Luas Area Basah = La – Lb
= 28233,33 – 5470,67 = 22762,66
4. mg H 2 O= Luas Area Basah−80,0948
= 22762,66−8
0,0948 = 240028,06
Perhitungan Kelompok B21. Luas Atas
La=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 47(101+(4 x187)+(2 x199)+(4 x 184)+90)
= 32477
2. Luas Bawah
Lb=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 47(101+(4 x20)+(2 x6)+(4 x16)+90)
= 5436,333. Luas Area Basah = La – Lb
16
17
= 32477 – 5436,33 = 27040,67
4. mg H 2 O= Luas Area Basah−80,0948
¿27040,67−8
0,0948 = 285154,75
Perhitungan Kelompok B31. Luas Atas
La=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 47,5(98+(4 x187)+(2 x 201)+(4 x191)+107)
= 33550,83
2. Luas Bawah
Lb=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 47,5(98+(4 x21)+(2 x 8)+(4 x21)+107)
= 6159,173. Luas Area Basah = La – Lb
= 33550,83 – 6159,17 = 27391,66
4. mg H 2 O= Luas Area Basah−80,0948
¿27391,66−8
0,0948 = 288857,17
Perhitungan Kelompok B41. Luas Atas
La=13
a(h 0+4 h 1+2 h 2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 49(107+(4 x200)+(2x 280)+(4 x201)+108)
= 38808
2. Luas Bawah
18
Lb=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 49(107+(4 x35)+(2 x )23+(4 x33)+108)
= 8705,673. Luas Area Basah = La – Lb
= 38808 – 8705,67 = 30102,33
4. mg H 2 O= Luas Area Basah−80,0948
¿30102,33−8
0,0948 = 317967,62
Perhitungan Kelompok B51. Luas Atas
La=13
a(h 0+4 h 1+2 h 2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 47,5(89+(4 x182)+(2 x192)+(4 x177)+96)
= 31745,83
2. Luas Bawah
Lb=13
a(h0+4 h 1+2 h 2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 47,5(89+(4 x16,5)+(2 x 6)+(4 x22)+96)
= 5557,503. Luas Area Basah = La – Lb
= 31745,83 – 5557,50 = 26188,33
4. mg H 2 O= Luas Area Basah−80,0948
¿26188,33−8
0,0948 = 276163,82
Perhitungan Kelompok B61. Luas Atas
La=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+h 4)
¿ 13
x 45(101+(4 x 193)+(2 x212)+(4 x204 )+95)
19
= 33120
2. Luas Bawah
Lb=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h 3+h 4)
¿ 13
x 45(101+(4 x 24)+(2 x 10)+(4 x24)+95)
= 61203. Luas Area Basah = La – Lb
= 33120 – 6120 = 27000
4. mg H 2 O= Luas Area Basah−80,0948
¿27000−8
0,0948 = 284725,74
5.2. Laporan Sementara
5.3. Diagram Alir