Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

14
1. MATERI DAN METODE 1.1. MATERI 1.1.1. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/ stirrer, alat pengering (oven), dan plate stirrer. 1.1.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina kering, aquades, dan dekstrin. 1.2. METODE Biomassa Spirulina kering dimasukkan dalam erlenmenyer. Spirulina dilarutkan dengan aquades (perbandingan 1:10) Disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit lalu supernatan dipindah ke gelas ukur. Diaduk menggunakan stirrer selama kurang lebih 2 jam

description

Proses percobaan pembuatan pewarna alami fikosianin

Transcript of Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

Page 1: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

1. MATERI DAN METODE

1.1. MATERI

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirrer, alat

pengering (oven), dan plate stirrer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina kering, aquades,

dan dekstrin.

1.2. METODE

Biomassa Spirulina kering dimasukkan dalam erlenmenyer.

Spirulina dilarutkan dengan aquades (perbandingan 1:10)

Disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit lalu supernatan dipindah ke gelas ukur.

Diaduk menggunakan stirrer selama kurang lebih 2 jam

Page 2: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

Sebagian supernatan pada gelas ukur diencerkan hingga 10-2

kemudian diukur kadar fikosianinnya dengan

spektrofotometer (615 nm)

nm dan 652 nm).

Sisa supernatan pada gelas ukur ditambahkan desktrin dengan

perbandingan supernatan:desktrin = 8:9 (kelompok E1, E2, dan

E3)dan 1:1 (kelompok E4 dan E5).

Setelah tercampur rata lalu dituangkan ke dalam wadah yang

dapat digunakan sebagai alas untuk proses pengeringan.

Page 3: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

Dioven pada suhu 45C hingga kering kurang lebih kadar air

sekitar 7% (cukup diambil dengan spatula dan dilihat kering atau

masih gempal).

Adonan yang telah dikeringkan, dihancurkan dengan alat

penumbuk hingga berbentuk powder.

Kadar fikosianin diukur dengan rumus:

Konsentrasi Fikosianin/KF (mg/ml) = OD615−0,474 (OD652)

5,34x

1

fp

Yield (mg/g) = KF x Vol (total filtrat)

g (berat biomassa)

Page 4: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan fikosianin meliputi konsentrasi fikosianin, yield dan warna dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamtan Fikosianin

Kelompok

Berat Biomassa

Kering

(g)

Jumlah aquades

yang ditambahakan

(ml)

Total filtrat

yang diperoleh

(ml)

OD

615

OD

652

KF

(mg/ml)

Yield

(mg/ml)

Warna

Sebelum

dioven

Sesudah

dioven

E1 8 80 56 0,0551 0,0164 0,886 6,202 ++ +

E1 8 80 56 0,0575 0,0164 0,931 6,517 ++ +

E3 8 80 56 0,0647 0,0159 1,070 7,493 + +

E4 8 80 56 0,0613 0,0144 1,020 7,140 + +

E5 8 80 56 0,0624 0,0176 1,012 7,084 +++ ++

Keterangan :

Warna

+ = biru muda

++ = biru tua

+++ = biru sangat tua

Dari tabel pengamatan yang meliputi konsentrasi fikosianin, yield dan warna dapat kita lihat bahwa semua kelompok memperoleh berat

biomassa, jumlah aquades yang ditambahkan dan total filtrat yang sama yaitu 8 gram, 80 ml, dan 56 ml. Pada kelompok E1 memperoleh

OD615 sebesar 0,055, OD652 sebesar 0,0164, KF sebesar 0,886 mg/ml, yield sebesar 6,202 mg/ml, dan warna sebelum dioven biru tua

Page 5: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

menjadi biru muda. Untuk kelompok E2 memperoleh OD615 sebesar 0,0575, OD652 sebesar 0,0164, KF sebesar 0,931 mg/ml, yield sebesar

6,517 mg/ml, dan warna sebelum dioven biru tua menjadi biru muda. Untuk kelompok E3 memperoleh OD615 sebesar 0,0647, OD652

sebesar 0,0159, KF sebesar 1,070 mg/ml, yield sebesar 7,493 mg/ml, dan berwarna biru muda baik sebelum dan sedudah dioven. Untuk

kelompok E4 memperoleh OD615 sebesar 0,0613, OD652 sebesar 0,0144, KF sebesar 1,020 mg/ml, yield sebesar 7,140 mg/ml, dan berwarna

biru muda baik sebelum dan sedudah dioven. Untuk kelompok E5 memperoleh OD615 sebesar 0,0624, OD652 sebesar 0,0176, KF sebesar

1,012 mg/ml, yield sebesar 7,084 mg/ml, dan warna sebelum dioven biru sangat tua menjadi biru tua.

Page 6: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Biru-hijau ganggang (cyanobacteria) adalah salah satu makhluk hidup yang mempunyai

struktur selular prokariot sederhana. Mikroalga dapat melakukan fotosintesis akan tetapi

tidak memiliki dinding sel tanaman, hal ini menjadi karakteristik mikroalga. Jenis

mikroalga bluegreen yang dapat dimakan adalah spesies Nostoc sp, dan Spirulina sp,.

Spirulina platensis menjadi salah satu mikroalga penting karena memiliki kandungan

pigmen yang tinggi. Selain itu, mengandung fikosianin yang dapat dijadikan sumber

pigmen biru untuk pewarna makanan (Fairchild dan Glazer, 1994). Selain itu

pemanfaatan mikroalga sudah semakin dikembangkan karena dapat menghasilkan

komponen bioaktif untuk bahan farmasi, kedokteran, industri pangan dan lainnya.

Spirulina sp., memiliki potensi yang besar untuk bidang pangan yang sehat karena

mengandung protein, vitamin, dan mineral. Selain itu juga dapat menghasilkan

komponen bioaktif yang digunakan untuk bahan farmasi, kedokteran, industri pangan

dan lainnya (Metting dan Pyne, 1986).

Pada umumnya, pigmen dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu buatan (sintetis) dan

alami (biopigmen) (Mohammad, 2007). Pigmen alami (biopigmen) merupakan jenis

pigmen yang tidak memiliki sifat karsinogenik, tidak memiliki efek samping negatif

serta dapat diuraikan. Pewarna alami yang banyak digunakan di masyarakat umumnya

berasal dari pigmen daun, buah, batang, atau umbi-umbian. Namun demikian, pewarna

alami dari bahan-bahan tersebut memiliki kekurangan yaitu kestabilannya kurang, tidak

tahan terhadap panas, pH, dan cahaya kurang, ketersediaannya terbatas, serta lebih

mahal sehingga kurang cocok untuk produksi massal. Oleh karenanya, perlu dicari

sumber pewarna alami lain yang ketersediaannya melimpah. Salah satunya yaitu dari

mikroalga. (Borowitzka, 1988).

Fikosianin merupakan pigmen yang terdapat pada alga hijau biru jika dibandingkan

dengan pigmen-pigmen yang terkandung pada alga hijau biru lainnya. Jumlah fikosianin

ini lebih dari 20% dari berat kering alga hijau biru (Richmond, 1988). Fikosianin

memiliki absorbansi cahaya maksimum pada 546 nm. Berat molekul fikosianin sebesar

134 kDa, meskipun jumlah ini tidaklah jumlah yang paling besar namun jumlah inilah

yang biasanya dimiliki oleh fikosianin. Sedangkan ekstrak fikosianin segar pada

Page 7: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

beberapa spesies alga hijau biru mempunyai berat molekul yang lebih besar dari berat

molekulnya, yakni sekitar 262 kDa.(Ó Carra & Ó hEocha 1976). Berat molekul yang

lebih besar ini diperkirakan dikarenakan oleh keberadaan fragmen fikobilisom (Kessel

et al., 1973 dalamÓ Carra & Ó hEocha, 1976).

Gambar 2. Struktur Penyusun Fikosianin (Ó Carra & Ó hEocha, 1976)

Dalam pembuatan pewarna alami fikosianin, stabilitas warna selama penyimpanan

harus diperhatikan. Fikosianin dapat mengalami pemudaran warna hingga 30% setelah

penyimpanan 5 hari. Namun akan menjadi bening setelah 15 hari disimpan pada suhu

35oC (Mishra et al, 2008). Maka dari itu, diperlukan suatu treatment khusus yang

digunakan untuk memerangkap pigmen fikosianin dalam dekstrin (Hartayanie dan Rika,

2011). Dekstrin memiliki sifat yang mudah larut air, tidak kental, lebih cepat terdispersi,

dan lebih stabil dibandingkan pati (Reynold, 1982).

Pada praktikum ini, jenis mikroalga yang digunakan adalah Spirulina platensis.

Mikroalga Spirulina platensis akan diisolasi pigment fikosianinnya dan dibuat sebagai

bahan pewarna bubuk. Parameter yang diamati adalah konsentrasi fikosianin, yield dan

warna sebelum dan sesudah dioven.

Sebagai langkah awal, biomassa Spirulina kering dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan

dilarutkan dengan aquades (1:10). Penggunaan biomassa yang kering, akan lebih baik

karena biomassa basah akan rentan dimanfaatkan oleh bakteri yang dapat mendegradasi

komposisi gizinya (Jayant, 2005). Setelah itu diaduk menggunakan strirrer selama

kurang lebih 2 jam dan sentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit. Sentrifugasi bertujuan

untuk memisahkan cairan dengan padatan terdispersi didalamnya. Hasil dari sentrigasi

adalah cairan bening (supernatant) serta endapan (Suyitno, 1989). Supernatan yang

didapatkan dari hasil setrifugasi, akan diukur kadar fikosisaninnya menggunakan

Page 8: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan untuk pengukuran adalah 615

nm dan 625 nm. Pengukuran absorbansi bertujuan untuk mengetahui kelarutan

fikosianin terhadap larutan (Achmadi et al., 1992). Kemudian, supernatant yang

didapatkan ditambah dekstrin dengan perbandingan antara supernatant dan dekstrin (1:

1,25). Dekstrin merupakan salah satu hidrokoloid yang termasuk dalam senyawa

polisakarida yang mudah larut dalam air dan terbentuk dari gula sederhana dan

turunannya (Fennema, 1985; Winarno, 2002). Penambahan dekstrin berfungsi untuk

mempercepat pengeringan dan mencegah kerusakan akibat panas, meningkatkan total

padatan dan memperbesar volume, melapisi komponen flavor (Murtala, 1999). Setelah

tercampur rata, dituangkan ke dalam wadah untuk proses pengeringan dalam oven

bersuhu 45oC hingga kering, kadar air mencapai sekitar 7% (dilihat kering atau masih

gempal). Setelah dikeringkan dan terlihat seperti membentuk adonan kering yang

gempal, maka selanjutnya dihancurkan dengan alat penumbuk/ mortar hingga berbentuk

powder. Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai dengan

konsentrasi tertentu, mengurangi air bebas yang dapat digunakan oleh bakteri untuk

merusak fikosianin. Perlakuan pengeringan dengan suhu 45oC ini juga sudah tepat,

apabila pengeringan di atas 60oC akan menyebabkan degradasi fikosianin dan

menimbulkan reaksi pencoklatan (Maillard) Desmorieux & Dacaen (2006).

Metode yang dilakukan dalam praktikum ini, secara umum sudah sesuai dengan metode

menurut (Moares et al., 2010), bahwa kultur disonikasi selama 40 detik untuk memecah

filamen dan melepaskan pigmen fikosianin, kemudian disentrifugasi 8000 rpm untuk

menghilangkan kotoran filamen. Kemudian supernatan yang didapatkan, diukur dengan

panjang gelombang yang berbeda misalnya 562, 615 dan 652 nm untuk phycoerythrin,

phycocyanin dan allophycocyanin. Konsentrasi phycobiliprotein dapat dihitung dengan

persamaan berikut dalam mg ml-1 (Bennett dan Bogard, 1973) :

Phycocyanin (PC) = OD615-0.474 (OD652) / 5,34

Allophycocyanin (APC) = OD652-0.208 (OD615) / 5,09

Phycoerythrin (PE) = OD562-2.41 (PC) -0,849 (APC) / 9.62

Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan konsentrasi fikosianin yang berbeda- beda

tiap kelompok, walaupun berat biomassa, jumlah aquades dan total filrat yang

didapatkan sama. Akan tetapi, konsentrasi fikosianin yang didapatkan mempunyai

Page 9: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

kisaran 0,886 mg/ml oleh kelompok E1 sebagai yang terkecil dan yang terbesar 1,070

mg/ml oleh kelompok E3 sebagai yang terbesar. Perhitungan konsentrasi fikosianin

yang dilakukan pada praktikum, sudah sangat sesuai dengan teori Bennett dan Bogard

(1973). Selain itu, perbedaan hasil konsentrasi fikosianin yang didapatkan dapat

disebabkan oleh jenis pelarut dan waktu ekstraksi (Abalde et al, 1998;. Reis et al,

1998.).

Sedangkan warna yang dihasilkan adalah biru tua menjadi biru muda setelah dioven.

Perubahan warna menjadi lebih muda atau pucat disebabkan oleh adanya penambahan

dekstrin. Penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin banyak akan menyebabkan

bubuk fikosianin menjadi pudar atau cenderung pucat, karena pada awalnya dekstrin

berwarna putih. Selain itu, pencampuran dekstrin dan fikosianin yang tidak homogen,

akan mengakibatkan pencampuran yang kurang sempurna. Akibatnya dekstrin tidak

dapat melindungi pigment fikosianin dan saat pengeringan, jadi warnanya menjadi

pudar. Menurut (Wiyono, 2007), pengujian terhadap warna dilakukan dengan secara

sensoris (inderawi) sehingga hasilnya bisa jadi kurang akurat, karena hanya berdasarkan

pengamatan dari satu praktikan.

Page 10: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

4. KESIMPULAN

Jenis mikroalga bluegreen yang dapat dimakan adalah spesies Nostoc sp, dan

Spirulina sp,.

Spirulina sp, memiliki potensi yang besar untuk bidang pangan yang sehat karena

mengandung protein, vitamin, dan mineral.

Pigmen alami (biopigmen), tidak memiliki sifat karsinogenik, tidak memiliki efek

samping negatif serta dapat diuraikan.

Kekurangan pigmen alami yaitu kestabilannya kurang, tidak tahan terhadap panas,

pH, dan cahaya kurang, ketersediaannya terbatas, serta lebih mahal

Fikosianin adalah pigmen yang paling banyak terdapat pada mikroalga blue green.

Selama penyimpanan, harus diperhatikan stabilitas pewarna alami fikosianin,

selama penyimpanan.

Pengukuran absorbansi bertujuan untuk mengetahui kelarutan fikosianin terhadap

larutan

Dekstrin dibutuhkan dalam pembuatan bubuk pewarna untuk mempercepat

pengeringan dan mencegah kerusakan akibat panas, meningkatkan total padatan dan

memperbesar volume, melapisi komponen flavor.

Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai dengan

konsentrasi tertentu, mengurangi air bebas.

Pengeringan dengan suhu yang tinggi, kan menyebabkan degradasi fikosianin dan

terjadi reaksi pencoklatan (Maillard)

Perbedaan hasil konsentrasi fikosianin dapat disebabkan oleh jenis pelarut dan

waktu ekstraksi

Perubahan warna menjadi lebih muda atau pucat disebabkan oleh adanya

penambahan dekstrin dan perlindungan yang tidak sempurna.

Semarang, 4 November 2015

Praktikan, Asisten Dosen:

Kelompok E1

Lia Limiarti -Deanna Suntoro

13.70.0127 -Ferdyanto Juwono

Page 11: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS, Jayadi, Tri-Panji.(2002). Produksi pigmen oleh Spirulina platensis yang

ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat.Hayati. 9(3):80-84.

Borowitzaka MA dan Borowitzka LJ. (1988). Dunaliella dalam Borowitzka MA dan

Borowitzka LJ. (Eds). Mikroalgal Biotechnology. Cambridge University Press.

Cambridge.

Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective drying of Spirulina in thin layer. Journal

Of Food Engineering, 77:64-70.pdf

Diaa A. Marrez. (2013). Impact of Culturing Media on Biomass Production and

Pigments Content of Spirulina platensis International Journal of Advanced

Research Volume 1, Issue 10, 951-961 951 Journal

homepage:http://www.journalijar.com

Hartayanie, Laksmi and Rika Pratiwi. (2011). Optimation and Thermal Stability of

Phycocyanin Powder from Spirulina platensis. UNIKA Soegijapranata.

Indonesia.

M. Sudha et al,. The Protective Role of Spirulina in Doxorubicin iInduced Genotoxicity

in Germ Cells of Rats. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Vol 2

/Issue 3/ 2011.

Mishra SK, Shrivastav A, Mishra S. (2008). Effect of preservatives for food grade C-PC

from Spirulina platensis. Process Biochemistry 43:339–345.

Mohammad, Johan. (2007). Produksi dan Karakteristik Biopigmen Fikosianin dari

Spirulina fusiformis serta Aplikasinya Sebagai Pewarna Minuman. Program

Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Bogor.

Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi

Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis).

Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.

N. Zahroojian et al,. Effects of Dietary Marine Algae (Spirulina platensis) on Egg

Quality and Production Performance of Laying Hens. J. Agr. Sci. Tech. (2013)

Vol. 15: 1353-1360 1353.

O Carra P, O heocha C.(1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW,

editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic

press inc. Hal 328-371.

Page 12: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

P. Saranraj* and S. Sivasakthi. (2014). Spirulina Platensis- food for future- A review .

Asian Journal of Pharmaceutical Science & Technology.

Prabuthas P.*, Majumdar S., Srivastav P. P. and Mishra H. N. Standardization of rapid

and economical method for neutraceuticals extraction from algae. Journal of

Stored Products and Postharvest Research Vol. 2(5) pp. 93 - 96, May 2011.

Reynold, James E.F. (1982). Martindale The Extra Pharmacopolia, Edition Twenty

Eigth. The Pharmacentical Press. London.

Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ,

editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.

Suyitno. (1989). Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas

Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Winarno, F. G. (2002). Pangan Gizi Teknologi Konsumen. PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi

Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.

Page 13: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Konsentrasi Fikosianin (mg/ml)=𝑂𝐷 615−0,474(𝑂𝐷652)

5,34×

1

𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛

Yield (mg/g)=𝐾𝐹×𝑣𝑜𝑙 (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡)

𝑔(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎)

Kelompok E1

Konsentrasi Fikosianin=0,0551−0,474(0,0164)

5,34×

1

10−2

= 0,886 𝑚𝑔/𝑚𝑙

Yield =0,886×56

8

= 6,202 𝑚𝑔/𝑔

Kelompok E2

Konsentrasi Fikosianin =0,0575−0,474(0,0164)

5,34×

1

10−2

= 0,931 𝑚𝑔/𝑚𝑙

Yield =0,931×56

8

= 6,517 𝑚𝑔/𝑔

Kelompok E3

Konsentrasi Fikosianin =0,0647−0,474(0,0159)

5,34×

1

10−2

= 1,070 𝑚𝑔/𝑚𝑙

Yield =1,070×56

8

= 7,493 𝑚𝑔/𝑔

Kelompok E4

Page 14: Fikosianin Lia Limiarti 13.70.0127 E1 Unika Soegijapranata

Konsentrasi Fikosianin =0,0613−0,474(0,0144)

5,34×

1

10−2

= 1,020 𝑚𝑔/𝑚𝑙

Yield =1,020×56

8

= 7,140 𝑚𝑔/𝑔

Kelompok E5

Konsentrasi Fikosianin =0,0613−0,474(0,0176)

5,34×

1

10−2

= 1,012 𝑚𝑔/𝑚𝑙

Yield =1,012×56

8

= 7,084 𝑚𝑔/𝑔