Interpretasi Status Lokalis Pasien

62
Jump I. Klasifikasi Istilah 1. Vulnus laceratum : luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot 2. Combustion grade II 15% : luka bakar, luka yg dibakan oleh oksidasi yg cepat. Grade II berarti luka bakar mengenai lapisan epidermis hingga dermis. Dibagi menjadi dua, yakni dermis superfisial atau dermis dalam. 15% menunjukkan luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar. 3. Vulnus penetratum : luka disebakan benda asing, benda tajam, merusak jaringan dan oragan dibawahnya, luka menembus sampai dalam tubuh 4. Defense muskuler : ketengan otot abdomen dimana pada palpasi teraba keras seperti papan, sering terjadi akibat peritonitis. 5. WSD : sistem drainase menggunakan awater shield untuk mengeluarkan udara ataupun cairan dari cavum pleura 6. Visum et repertum : keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan resmi penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang dalam keadaan hidup atau mati atau bagian tubuh dari orang tersebut, berupa apa yang dilihat dan ditemukan serta interpretasinya, yang ditulis di bawah sumpah dan dapat dipertanggungjawabkan serta digunakan di peradilan. 7. Undulasi : Tes untuk mengetahui ada tidaknya cairan bebas pada cavum abdomen.

description

swdwdd

Transcript of Interpretasi Status Lokalis Pasien

Page 1: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Jump I. Klasifikasi Istilah

1. Vulnus laceratum : luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya

karena tarikan atau goresan benda tumpul. Kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa

hingga lapisan otot

2. Combustion grade II 15% : luka bakar, luka yg dibakan oleh oksidasi yg cepat. Grade II

berarti luka bakar mengenai lapisan epidermis hingga dermis. Dibagi menjadi dua, yakni

dermis superfisial atau dermis dalam. 15% menunjukkan luas permukaan tubuh yang terkena

luka bakar.

3. Vulnus penetratum : luka disebakan benda asing, benda tajam, merusak jaringan dan oragan

dibawahnya, luka menembus sampai dalam tubuh

4. Defense muskuler : ketengan otot abdomen dimana pada palpasi teraba keras seperti papan,

sering terjadi akibat peritonitis.

5. WSD : sistem drainase menggunakan awater shield untuk mengeluarkan udara ataupun

cairan dari cavum pleura

6. Visum et repertum : keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan resmi

penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang dalam keadaan hidup atau mati atau

bagian tubuh dari orang tersebut, berupa apa yang dilihat dan ditemukan serta

interpretasinya, yang ditulis di bawah sumpah dan dapat dipertanggungjawabkan serta

digunakan di peradilan.

7. Undulasi : Tes untuk mengetahui ada tidaknya cairan bebas pada cavum abdomen.

Teknik ini dipakai bila cairan cukup banyak. Prinsipnya

adalah ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang

cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain.

8. Pekak alih : Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah

yang menyebabkan terjadinya pergeseran suara pekak ke timpani pada perkusi.

9. Bubble : gelembung udara

Page 2: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Jump II. Identifikasi Masalah

1. Interpretasi status lokalis pasien ? vulnus laceratum, combustion dan laserasi ?

2. Mengapa pasien mengeluh sesak nafas ? Adakah hubungannya dengan luka tusuk dan luka

bakar ?

3. Adakah hubungan ditemukannya vulnus penetratum dengan perkusi dan auskultasi pasien ?

4. Jenis, indikasi serta prosedur pemasangan WSD ?

5. Mengapa abdomen distended ? terdapat vulnus penetratum dan pemeriksaan fisik lainnya ?

6. Mengapa bising usus menurun ?

7. Bagaimana prosedur pembuatan visum et repertum ?

8. Bagaimana interpretasi pemeriksan vital sign pasien ?

9. Apa saja jenis-jenis luka ?

10. Apakah pneumothorax dan hemothorax dapat terjadi secara bersamaan ? bagaimana

terjadinya hal tersebut ?

11. Apa sajakah yang menentukan derajat berat luka bakar ? Bagaimana menentukan

presentase luasanya luka bakar ?

12. Bagaimana proses wound healing ?

13. Diferensial diagnosis pada kasus tersebut?

14. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien tersebut (terapi awal dan terapi lanjutan

berdasarkan jenis luka) ?

15. Apa saja komplikasi dan prognosis pada kasus tersebut?

Jump III

1. Interpretasi status lokalis pasien ? vulnus laceratum, combustion dan laserasi :

Pasien berusia 28 tahun disebutkan bahwa mengalami luka bakar derajat 2 dan seluas

15% luas total tubuh yang mengenai region colli, thorax dan abdomen. Pada keadaan ini

pasien mengalami luka bakar derajat sedang. Menurut luas dan kedalam luka bakar,

derajat luka bakar dibagi menjadi 3, yaitu:

a. minor untuk derajat 2 dengan luas < 15% atau derajat 3 dengan luas <2%

b. moderate derajat 2 dengan luas 15-25% atau derajat 3 dengan luas 5-10%

Page 3: Interpretasi Status Lokalis Pasien

c. mayor derajat 2 dengan luas >25% atau derajat 3 dengan luas >10%, atau luka bakar

pada wajah, telinga, perineum dan yang menyebabkan gangguan kosmetik.

Pada pemeriksaan di regio palmar didapatkan vulnus laceratum sepanjang 3 cm.

vulnus laceratum merupakan luka sobek. Luka terbuka dengan tepi yang tidak rata dan

pada salah satu sisinya terdapat luka lecet tekan. Luka tersebut dapat disebabkan karena

terkena pecahan botol kaca saat pasien berusaha menahan pukulan suami.

Pada pemeriksaan pada region hemithorax sinistra posterior inferior dan region

abdomen dextra superior ditemukan adanya vulnus penetratum. Vulnus penetratum yaitu

luka tembus pada daerah berongga. Disebabkan oleh tusukan pecahan botol yang

dilakukan oleh suami pasien. Penusukan yang dilakukan pada region posterior thorax

dapat menyebabkan kerusakan jaringan lapisan thorax dan organ di dalamnya.

Contohnya mengenai pleura ataupun pulmo sehingga menimbulkan pendarahan dan

tertampung pada pleura, menyebabkan efusi pleura yaitu hematothorax. Luka yang

terbuka dapat menyababkan masuknya udara sehingga dapat disertai dengan adanya

pneumothorax. Tertampungnya darah pada cavum pleura dapat menyebabkan

peningkatan tekanan pada rongga dada sehingga terjadi kolaps pulmo. Pada pemeriksaan

akan ditemukan sesuai dengan apa yang terjadi pada pasien yaitu ketertinggalan

pergerakan hemithorax sinistra, perksi redup pada hemithorax sinistra dan pada

auskultasi suara vesicular menurun.

Pada orang dewasa, klasifikasi hematothorax berdasarkan berat ringannya

dibedakan menjadi :

Hemothorax

Ringan

Hemothorax

Sedang

Hemothorax Berat

Jumlah darah < 400 ml 500 – 2000 ml >2000 ml

Bagian yang tertutup

bayangan pada foto

thorax

< 15 % 15 – 35 % >35 %

Perkusi Perkusi pekak

sampai iga IX

Perkusi pekak

sampai iga VI

Perkusi pekak

sampai iga IV

Page 4: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Sedangkan, vulnus penetratum yang ada pada regio abdomen dextra superior

(region hypocondriaca dextra) dapat melukai jaringan lapisan abdomen dan organ-organ

didalamnya seperti hepar dan vesica fellea. Pada pemeriksaan masih ditemukannya

pekak hepar mennadakan bahwa tidak terjadi rupture hepar karena tusukan pecahan

botol tersebut.

2. Mengapa pasien mengeluh sesak nafas ? Adakah hubungannya dengan luka tusuk

dan luka bakar ?

Sesak nafas pada scenario dapat disebabkan oleh dua faktor :

1. Akibat luka tusukan pada punggung belakang dan perut atas pasien

Jejas pada thorax mengakibatkan adanya cairan berupa darah yang mengisi cavum

pleura. Hal ini disebut sebagai hematothorax. Darah pada cavum pleura tersebut

mengakibatkan tekanan pada rongga pleura meningkat, melebihi tekanan atmosfer.

Paru – paru tidak dapat mengembang dengan sempurna sehingga proses ventilasi

oksigen pun terganggu. Akibatnya, jumlah oksigen yang terikat pada Hb juga

berkurang sehingga proses distribusinya di dalam tubuh tidak adekuat. Hal tersebut

menyebabkan terjadinya sesak napas.

2. Akibat luka bakar pada leher, dada, hingga perut pasien.

Pada keadaan terpajan suhu yang tinggi, pembuluh kapiler akan rusak dan

permeabilitas meningkat. Meningkatnya permeabilitas, menyebabkan Na masuk ke

dalam sel dan K keluar kemudian terjadi peningkatan tekanan osmotik sehingga

volume intrasel dan cairan intravaskular menurun dan terjadi hipovolemi. Hipovolemi

menyebabkan terjadi hipoperfusi organ yang memicu takipneu. Selain itu, lokasi luka

bakar pasien yang mengenai daerah leher hingga dada dan perut juga menyebabkan

rasa nyeri yang hebat terutama saat proses respirasi yang melibatkan otot-otot

pernafasan, sehingga proses pengembangan dinding dada menjadi tidak maksimal dan

ventilasi oksigen berkurang.

3. Adakah hubungan ditemukannya vulnus penetratum dengan perkusi dan

auskultasi

4. Jenis, indikasi serta prosedur pemasangan WSD ?

Page 5: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Water Seal Drainage (WSD) adalah pipa khusus yang dimasukkan ke rongga pleura

dengan perantaraan trokar atau klem penjepit bedah. Pada trauma toraks WSD dapat

menjadi alat diagnostik, terapi dan tindakan preventif.

a. Diagnostik: menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga

dapat ditentukan perlu tidaknya operasi torakotomi sebelum penderita jatuh dalam

syok.

b. Terapi: mengeluarkan darah, cairan atau udara yang terkumpul di rongga pleura

sehingga tekanan rongga pleura dapat kembali seperti yang seharusnya.

c. Preventif: mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga

mechanic of breathing tetap baik.

A. Jenis WSD

1. Single Bottle Water Seal System

Ujung akhir pipa drainase dari dada pasien dihubungkan ke dalam satu botol

yang memungkinkan udara dan cairan mengalir dari rongga pleura tetapi tidak

mengijinkan udara maupun cairan kembali ke dalam rongga dada.

2. Two Bottle System

System ini terdiri dari botol water-seal ditambah botol penampung cairan.

Drainase sama dengan system satu botol, kecuali ketika cairan pleura

terkumpul, underwater seal system tidak terpengaruh oleh volume drainase.

Page 6: Interpretasi Status Lokalis Pasien

3. Three Bottle System

Pada system ini ada penambahan botol ketiga yaitu untuk mengontrol jumlah

cairan suction yang digunakan. Sistem tiga botol menggunakan 3 botol yang

masing-masing berfungsi sebagai penampung, "water seal" dan pengatur;

yang mengatur tekanan penghisap.

B. Indikasi :

1. Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)

2. Perdarahan di rongga dada (hemothorax)

3. Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax or hemothorax)

4. Abses paru atau pus di rongga dada (empyema).

C. Prosedur Pemasangan WSD

1. Bila mungkin penderita dalam posisi duduk. Bila tidak mungkin setengah

duduk, bila tidak mungkin dapat juga penderita tiduran dengan sedikit miring

ke sisi yang sehat.

2. Ditentukan tempat untuk pemasangan WSD. Bila kanan sela iga (s.i) VII atau

VIII, kalau kiri di s.i VIII atau IX linea aksilaris posterior atau kira-kira sama

tinggi dengan sela iga dari angulus inferius skapulae. Bila di dada bagian

depan dipilih s.i II di garis midklavikuler kanan atau kiri.

3. Ditentukan kira-kira tebal dinding toraks.

4. Secara steril diberi tanda pada slang WSD dari lobang terakhir slang WSD

tebal dinding toraks (misalnya dengan ikatan benang).

5. Cuci tempat yang akan dipasang WSD dan sekitarnya dengan cairan

antiseptik.

Page 7: Interpretasi Status Lokalis Pasien

6. Tutup dengan duk steril

7. Daerah tempat masuk slang WSD dan sekitarnya dianestesi setempat secara

infiltrate dan "block".

8. Insisi kulit subkutis dan otot dada ditengah s.i.

9. irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus pleura.

10. Dengan klem arteri lurus lobang diperlebar secara tumpul.

11. Slang WSD diklem dengan arteri klem dan didorong masuk ke rongga pleura

(sedikit dengan tekanan).

12. Fiksasi slang WSD sesuai dengan tanda pada slang WSD.

13. Daerah luka dibersihkan dan diberi zalf steril agar kedap udara.

14. Slang WSD disambung dengan botol SD steril.

15. Bila mungkin dengan continous suction dengan tekanan -24 sampai -32

cmH20.

D. Perawatan WSD

1. Dengan WSD diharapkan paru mengembang

2. Kontrol pengembangan paru dengan pemeriksaan fisik dan radiologik.

3. Latihan nafas ekpirasi dan inspirasi yang dalam.

4. Latihan batuk yang efisien.

5. Pemberian antibiotika

6. Expectorant: cukup obat batuk hitam (OBH)

E. Dinyatakan berhasil, bila:

1. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik atau radiologik.

2. Darah cairan tidak keluar dari WSD.

3. Tidak ada pus dari slang WSD (tidak ada empyema).

E. Dikatakan baik dan dapat dipulangkan:

1. Keadaan umum memungkinkan

2. Pada kontrol 1 -2 hari pasca pengangkatan WSD paru tetap mengembang

penuh

Page 8: Interpretasi Status Lokalis Pasien

3. Tanda-tanda infeksi/empiema tidak ada

E. Komplikasi Pemasangan WSD

a. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial

aritmia

b. Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema

5. Mengapa abdomen distended ? terdapat vulnus penetratum dan

pemeriksaan fisik lainnya ?

Abdomen distended disebabkan adanya peningkatan tekanan pada dinding abdomen, baik

oleh udara maupun cairan.

a. Akibat akumulasi udara pada cavum abdomen

Udara terakumuasi dan terperangkap pada cavum abdomen, sehingga menekan diding

abdomen dan menyebabkan permukaannya menegang. Hal ini dapat terjadi pada

kasus ileus obstruktif dan ileus paralitik.

b. Akibat akumulasi cairan pada cavum abdomen

1. Darah

Vulnus penetratum pada perut kanan atas pasien dicurigai dapat mengenai organ

dalam di regio hypocondriaca dexstra, yaitu hepar, dimana menyebabkan

perdarahan dan terakumulasi di cavum abdomen. Hal tersebut ditandai dengan

adanya pekak alih (+), dimana cairan akan berada pada area dorsal / inferior pada

tes tersebut akibat adanya gravitasi.

2. Air / plasma

Luka bakar akibat tersiram air panas pada regio leher hingga abdomen pada

pasien dapat menyebabkan hilangnya protein plasma terutama albumin yang

berfungsi mengatur tekanan osmotic vaskuler. Kadar albumin yang rendah (N :

3,5 – 5 gr/dl) menyebabkan ekstravasasi cairan intravaskuler ke jaringan

intersisial di sekitarnya, dalam kasus ini di regio thoracoabdominal, sehingga

cairan tersebut terakumulasi di cavum abdomen. dan menyebabkan abdomen

tampak distended dan teraba tegang.

6. Mengapa bising usus menurun ?

Page 9: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Bising usus menurun disebabkan oleh aliran darah menuju usus yang menurun

akibat syok hipovolemik, sebagai akibat langsung dari perdarahan ataupun respon

sistemik tubuh terhadap luka bakar (biasanya pada kasus luka bakar > 25 %), sehingga

menyebabkan ileus intestinal.

7. Bagaimana prosedur pembuatan visum et repertum ?

Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas

permintaan resmi penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang dalam

keadaan hidup atau mati atau bagian tubuh dari orang tersebut, berupa apa yang dilihat

dan ditemukan serta interpretasinya, yang ditulis di bawah sumpah dan dapat

dipertanggungjawabkan serta digunakan di peradilan.

Dasar hukum visum et repertum adalah pasal 133 KUHAP, yang berbunyi:

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik

luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan

tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli

kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan

secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan

luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Dalam visum et repertum, sesuai dengan definisi yang telah disebutkan di atas akan

menguraikan segala hal yang ditemukan pada pemeriksaan medis. Oleh sebab itu, visum

et repertum (veR) dapat digunakan sebagai pengganti barang bukti yang sah. Selain itu,

akan dimuat keterangan berupa hasil interpretasi dokter dari pemeriksaan yang

dilakukan.

Unsur-unsur penting yang harus termuat dalam veR adalah:

1. Pro Justitia

Dicantumkan di sebelah kiri atas. Artinya adalah demi keadilan.

2. Pendahuluan

- Identitas pemohon veR

- Tanggal dan waktu diterimanya permintaan veR

Page 10: Interpretasi Status Lokalis Pasien

- Identitas dokter yang memeriksa

- Identitas lengkap subjek yang diperiksa

- Waktu dan tempat pemeriksaan

3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)

Memuat hasil objektif sesuai yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan secara sistematis

dari atas kepala hingga ke kaki dengan deskripsi yang terinci, mulai letak anatomis,

koordinat, jenis luka/cedera, karakteristik, dan ukuran. Hasil pemeriksaan ditulis dengan

bahasa Indonesia yang baik dan mudah dipahami, bukan bahasa medis.

Untuk korban hidup, hal-hal yang harus ditulis, di antaranya adalah:

a. Anamnesis

b. Hasil pemeriksaan

Pemeriksaan fisik, laboratorium, dan penunjang lain.

c. Tindakan dan indikasinya

Apabila dilakukan tindakan, diuraikan apa indikasinya serta tindakan yang telah

dilakukan apa saja. Jika tidak, tetap dijelaskan mengapa tidak dilakukan tindakan

tersebut.

d. Keadaan akhir korban

Gejala sisa atau cacat badan.

4. Kesimpulan

Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

berdasarkan apa yang ditemukan saat membuat veR. Kesimpulan bukan resume hasil

pemeriksaan, namun lebih ke arah interpretasi dari hasil yang ditemukan. Dalam

bagian ini, minimal terdapat jenis luka/kekerasan dan derajat kualifikasi luka.

5. Penutup

Memuat pernyataan bahwa veR dibuat dengan mengingat sumpah ketika menerima

jabatan dahulu serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat veR.

8. Bagaimana interpretasi pemeriksan vital sign pasien ?

a. Tekanan Darah 90/60 (N : 110/80) : Hipotensi

Page 11: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Hipotensi pada kasus ini desebabkan oleh syok hipovolemik akibat pasien kehilangan

banyak darah pada vulnus penetratum atau hilangnya plasma akibat luka bakar yang

diderita pasien.

b. Denyut Nadi 120x/menit ( N 60 – 80x/menit) : Takikardia

Syok hipovolemik menyebabkan jantung harus memompa lebih kuat dan cepat untuk

dapat memenuhi suplai darah ke seluruh organ tubuh.

c. RR 32x/menit (N: 16-20x/menit) : Takepneu

- Sebagai kompensasi untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi jantung yang

kerjanya meningkat akibat syok hipovolemik

- Akibat asidosis metabolik yang dihasilkan oleh proses metabolisme anaerob oleh

hipoperfusi organ.

d. Suhu 36◦C, akral dingin dan lembab.

Pada keadaan syok, proses perfusi diutamakan untuk organ-orgaan vital seperti ginjal,

otak, hati dan jantung. Akibatnya organ-organ perifer seperti ujung-ujung jari tangan

dan kaki mengalami hipoperfusi sehingga teraba dingin dan lembab

9. Apa saja jenis-jenis luka ?

Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kulit, mukosa mambran dan tulang

atau organ tubuh lainnya.

Etiologi.

Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:

1)     Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan

terjepit.

2)      Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir.

3)      Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin.

4)      Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat

iritif dan berbagai korosif lainnya.

A. Berdasarkan derajat kontaminasi :

Page 12: Interpretasi Status Lokalis Pasien

a. Luka bersih: luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, merupakan luka

sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi.Kemungkinan

terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

b. Luka bersih terkontaminasi : luka pembedahan dimana saluran pernafasan,

saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses

penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi.

Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%

c. Luka terkontaminasi : luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran

pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi.

Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka

laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% -

17%.

d. Luka kotor : luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan

luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat

pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses

dan trauma lama.

B. Berdasarkan Penyebab

a. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores : cedera pada permukaan epidermis

akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak

dijumpai pada kejadian traumatik.

b. Vulnus scissum

luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan.

Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau

dapur, sayatan benda tajam dimana bentuk luka teratur,

c. Vulnus laseratum atau luka robek

luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan

atau goresan benda tumpul. Kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga

lapisan otot.

d. Vulnus punctum (ictum) atau luka tusuk

Page 13: Interpretasi Status Lokalis Pasien

luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada

lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan

benda-benda tajam lainnya.

e. Vulnus morsum

luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka

yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga

menyesuaikan gigitan hewan tersebut.

f. Vulnus combutio

luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus

combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang

lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan

epitel kulit dan mukosa.

C. Klasifikasi berdasarkan penyembuhan :

a. Akut :

Luka akut akan sembuh dalam waktu cepat antara 6-12 minggu, kecuali jika sudah

terinfeksi. Luka akut terbagi atas luka mekanis dan luka bakar/ luka terkena bahan

kimia.

b. Kronik

Luka kronik merupakan luka akut yang terlambat di obati atau lama dalam melakukan

penangan pertama. Luka kronik antara lain: Luka ganas, Ulkus pada kaki, Terdapat

tekanan pada daerah ulkus, Ulkus pada penderita Diabetes Mellitus.

10. Apakah pneumothorax dan hemothorax dapat terjadi secara bersamaan ?

bagaimana terjadinya hal tersebut ?

Apabila pada cavum pleura ditemukan darah bersamaan dengan uadara, maka

keadaan tersebut dikenal sebagai hematopneumothorax. Hematopneumothorax

merupakan keadaan yang jarang terjadi namun sangat mengancam jiwa, menyertai 0.5 –

12 % pasien dengan pneumothorax. Penyebab utama terjadinya hematopneumothorax

adalah trauma thorax yang menyebabkan rupturnya pembuluh darah kecil non-kontraktil

Page 14: Interpretasi Status Lokalis Pasien

yang berada pada perlekatan antara pleura viceralis dan pleura parietalis yang menyertai

kolapsnya paru-paru. Penyebab lainnya ialah sebagai berikut :

1. Rupturnya bula vaskuler atau parenkima paru pada region apex.

2. Keadaan patologis dimana terjadi penebalan pada pembuluh darah akibat

degenerasi / sclerosis di tunika intima – media sehingga menyebabkan pembuluh

darah tidak dapat bervasokonstriksi.

3. Komplikasi metastasis pada cavum pleura

4. Koagulopati.

Manifestasi klinisnya berupa nyeri dada dan dyspnea, serta hypovolemia tanpa diketahui

penyebabnya. Diagnosis pasti dapat ditegakan melalui chest roentgenogram yang

menunjukkan gambaran air fluid flow.

11. Apa sajakah yang menentukan derajat berat luka bakar ? Bagaimana menentukan

presentase luasanya luka bakar ?

Beberapa faktor yang mempengaruhi berat - ringannya injuri luka bakar antara

lain kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, mekanisme injuri dan usia.

1. Kedalaman Luka Baka

2.

Luas Luka Bakar

Klasifikasi baru Klasiffikasi lama Kedalaman Luka Bentuk Klinis

Superficial thickness Derajat I Lapisan Epidermis Erythema, Rasa sakit seperti tersengat, blisters(Gelembung cairan )

Partial thickness- superficial

Derajat II Epidermis superficial, Papilary dermis

Blisters, Cairan bening ketika gelembung dipecah, dan rasa sakit nyeri

Partial thickness - deep

Derajat III Epidermis - Reticular Dermis

Sampai pada lapisan berwarna putih, Tidak terlalu sakit seperti superficial derajat II. sulit dibedakan dari full thickness

Full tickness Derajat III dan IV

Dermis dan struktuir tubuh dibawah dermis Fascia, Tulang, dan Otot

Berat, adanya eschar seperti kulit yang melelh, cairan berwarna , tidak didapatkan sensasi rasa sakit

Page 15: Interpretasi Status Lokalis Pasien

a. Palmar surface

Luas permukaan telapak tangan (termasuk jari-jarinya) sekitar 0.8% (1%) dari seluruh

tubuh. Penghitungan luas luka bakar dengan telapak tangan ini dapat digunakan pada

luka bakar yang relative sempit (<15% luas total tubuh) atau luka bakar yang luas

(>85% luas total tubuh) namun berpulau-pulau. Penggunaan pada pada luka bakar

dengan luas medium tidak dianjurkan karena tidak akurat.

b. Wallance Rule of Nine

Penghitungan luas luka pakar dengan Wallance Rule of Nine sangat bagus pada

pasien dewasa. Setiap luas tubuh dibagi menjadi 9% luas tubuh sehingga dapat

dijumlahkan sesuai dengan luas daerah yang terkena. Penilaian pada dewasa dan

anak-anak berbeda, contohnya, luas kepala anak menjadi dua kali lebih luas

dibanding dewasa karena kepala pada anak lebih besar. Pembagian persentase luas

tubuh dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1.1

Page 16: Interpretasi Status Lokalis Pasien

c. Lund and Browder Chard

Penilaian luas luka bakar dengan Lund and Browder Chard merupakan cara yang

paling akurat apabila digunakan dengan benar. Cara ini dapat menilai berbagai variasi

luas tubuh karena pengaruh usia oleh karena itu dapat digunakan untuk menilai pada

pasien anak secara akurat. Pembagian persentase setiap luas tubuh dapat dilihat pada

gambar di bawah ini:

Page 17: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Gambar 1.2

3. Lokasi Luka Bakar

Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan

komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah seringkali menyebabkan

abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian seringkali

membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan implikasi terhadap

kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen.

Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces.

Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torak dapat menyebabkan tidak

adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner.

4. Mekanisme Injury

Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan

kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi

kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila

injury elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau

alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui

dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi.

Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct current (DC). Ini seringkali

berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel,

kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra. Pada

luka bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat terjadi.

5. Usia

Angka kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari

4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65

tahun. Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka

bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti

lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan

mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga

Page 18: Interpretasi Status Lokalis Pasien

mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan

terjadi athropi pada bagian-bagian kulit lain.

12. Bagaimana proses wound healing ?

Wound healing atau penyembuhan luka adalah suatu proses alami, baik secara

selular maupun biokimia, yang dilakukan oleh tubuh untuk regenerasi jaringan dermis

atau epidermis sebagai respon atas suatu jejas atau injuri. Proses ini secara garis besar

terdiri dari 3 fase. Jika fase-fase ini tidak berjalan sebagaimana harusnya, maka luka tidak

akan sembuh. Luka mungkin menjadi luka kronis seperti venous ulcer atau skar patologis

seperti keloid. Fase-fase tersebut adalah:

1. Fase Inflamasi

2. Fase Proliferasi

3. Fase Maturasi dan Remodeling

Secara skematis dapat dilihat dari gambar dibawah ini

Page 19: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Gambar 1.3

Ditinjau dari lamanya waktu 

Page 20: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Gambar 1.4

Ringksan fase-fase wound healing :

Gambar 1.5

1. FASE INFLAMASI

Page 21: Interpretasi Status Lokalis Pasien

                Fase inflamasi ditandai dengan terjadinya pembekuan darah (clotting) untuk

mempertahankan hemostasis, pelepasan bermacam-macam faktor untuk menarik sel-sel

yang akan memfagosit debris, bakteri, dan jaringan yang rusak, serta pelepasan faktor

yang akan memulai proliferasi jaringan. Segera setelah pembuluh darah berdilatasi,

membran sel yang ruptur akan melepaskan tromboksan dan prostaglandin yang

menyebabkan pembuluh darah berkontraksi untuk mencegah kehilangan darah sekaligus

mengumpulkan faktor-faktor dan sel inflamasi lainnya. Vasokonstriksi ini berlangsung

selama 5–10 menit, kemudian diikuti dengan vasodilatasi yang terjadi karena pelepasan

histamin. Dengan terjadinya vasodilatasi maka akan terjadi ekstravasasi protein. Hal ini

menyebabkan tekanan osmolar ekstravaskular meningkat dan air tertarik ke

ekstravaskular sehingga jaringan menjadi edematous. Vasodilatasi ini juga memfasilitasi

leukosit dari pembuluh darah untuk mencapai lokasi luka.

Setelah 1 jam luka terjadi, polymorphonuclear (PMNs) sampai pada lokasi luka.

Netrofil akan memfagositosis debris dan bakteri, membunuh bakteri dengan cara

melepaskan radikal bebas, membersihkan luka dari jaringan mati dengan mensekresi

protease. Setelah netrofil menyelesaikan tugasnya, ia akan mengalami apoptosis dan

didegradasi oleh makrofag. Leukosit lainnya yang memasuki lokasi luka adalah sel T-

helper yang mensekresi sitokin. Sitokin menyebabkan sel T-helper membelah lebih

banyak lagi sehingga terjadi proses inflamasi, vasodilatasi, dan peningkatan permeabilitas

kapiler lebih hebat. Fase inflamasi sangat penting dalam proses penyembuhan luka

karena berperan melawan infeksi pada awal terjadinya luka serta memulai fase

proliferasi. Walaupun begitu, inflamasi dapat terus berlangsung hingga terjadi kerusakan

jaringan yang kronis.

2. FASE PROLIFERASI 

Fase proliferasi dari penyembuhan luka dimulai kira-kira 2–3 hari setelah

terjadinya luka, dan ditandai dengan adanya fibroblas di sekitar luka. 

Pada fase ini terjadi angiogenesis. Angiogenesis disebut juga sebagai neovaskularisasi,

yaitu proses pembentukan pembuluh darah baru. Karena aktivitas fibroblas dan epitelial

membutuhkan oksigen, angiogenesis adalah hal yang penting sekali dalam langkah-

langkah penyembuhan luka. Jaringan dimana pembentukan pembuluh darah baru terjadi,

Page 22: Interpretasi Status Lokalis Pasien

biasanya terlihat berwarna merah (eritem) karena terbentuknya kapiler-kapiler di daerah

itu. 

Salah satu peranan penting dari fibroblas adalah menghasilkan kolagen. Fibroblas

mulai menghasilkan kolagen pada hari ke-2 sampai hari ke-3 setelah terjadinya luka, dan

mencapai kadar puncak pada minggu ke-1 hingga minggu ke-3. Basal keratinosit dari tepi

luka dan lapisan dermal, seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan glandula sebacea

adalah sel yang paling bertanggung jawab untuk terjadinya fase epitelisasi pada

penyembuhan luka. Mereka tumbuh dalam bentuk lembaran, melintasi luka dan

berproliferasi pada tepi luka, dan berhenti bergerak ketika bertemu di tengah luka.

3. FASE MATURASI DAN REMODELLING

Saat kadar produksi dan degradasi kolagen mencapai keseimbangan, maka

mulailah fase maturasi dari penyembuhan jaringan luka. Fase ini dapat berlangsung

hingga 1 tahun lamanya atau lebih, tergantung dari ukuran luka dan metode penutupan

luka yang dipakai. Selama proses maturasi, kolagen tipe III yang banyak berperan saat

fase proliferasi akan menurun kadarnya secara bertahap, digantikan dengan kolagen tipe I

yang lebih kuat. Serat-serat kolagen ini akan disusun, dirangkai, dan dirapikan sepanjang

garis luka. 

Kekuatan susunan kolagen akan bertambah seiring dengan perjalanan waktu. Setelah 3

bulan, rata-rata kekuatan jaringan ini mencapai 50% dari kekuatan jaringan normal, dan

akan terus bertambah hingga maksimal 80% dari kekuatan jaringan normal. Lama

kelamaan aktivitas pada lokasi luka berkurang, sehingga luka pun menjadi tidak

eritematous karena pembuluh darah yang tidak lagi dibutuhkan untuk kelangsungan

proses penyembuhan luka akan dihilangkan secara apoptosis.

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Penyembuhan

Faktor-faktor ini secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor lokal

dan faktor sistemik.

1. Faktor lokal : meliputi besarnya luka, jenis jaringan yang mengalami luka, lokasi,

bersih dan kotornya luka (kontaminasi) serta kecepatan penatalaksanaannya.

Page 23: Interpretasi Status Lokalis Pasien

2. Faktor sistemik meliputi : keadaan umum  penderita beserta kelainan kronik

sebelumya yang telah diderita, keadaan gizi, penyakit sistem imun dan lain

sebagainya.

Jump IV

Page 24: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Jump V

Perempuan, 28 th, korban

KDRT.

1. vulnus laceratum regio palmar 3 cm dan vulnus

penetratum abdomen atas Abdomen distendedBising usus menurun

pekak hepar (+)defans muskular (-)

undulasi (-)Pekak alih (+)Komplikasi ?

Px Penunjang ?Tatalaksana ?

Anamnesis : Pasien sadar, lemas,

sesak nafas, nyeri perut kanan atas

Primary Survey : GCS 15

jalan nafas bebasvital sign :

- HR : 120x/mnt- BP : 90/60 mmHg-T : 36◦ C

akral dingin dan lembab- RR : 32x/mnt

3. Combusto grade II 15%

Macam-macam luka bakar ?

Derajat luka bakar ?Menentukan luas

luka bakarKomplikasi ?

Tata Laksana ? WSD -> keluar darah 75

ccPost WSD:

RR : 24x/mntBubble (-)

Undulasi (+)

Visum et repertum Prosedur penulisan ?

2. vulnus penetratum hemithorax sinistra

posterior bawah - Inspeksi : Pergerakan

hemithorax sinistra tertinggal

- Perkusi : redup- Auskultasi : suara vesikuler menurun

Komplikasi ?Px Penunjang ?

Tatalaksana ? -> WSD (Indikasi, Kontra

indikasi, Prosedur )

Page 25: Interpretasi Status Lokalis Pasien

1. Interpretasi status lokalis pasien ? vulnus laceratum, combustion dan laserasi ?

2. Adakah hubungan ditemukannya vulnus laceratum dengan perkusi dan auskultasi

pasien ?

3. Mengapa abdomen distended ? terdapat vulnus penetratum dan pemeriksaan fisik

lainnya ?

4. Apakah pneumothorax dan hemothorax dapat terjadi secara bersamaan ? bagaimana

terjadinya hal tersebut ?

5. Diferensial diagnosis pada kasus tersebut?

6. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien tersebut (terapi awal dan terapi lanjutan

berdasarkan jenis luka) ?

7. Apa saja komplikasi dan prognosis pada kasus tersebut?

Jump VI

Jump VII

Pada scenario ini, pasien mengalami tiga jenis luka yang cukup serius, yakni vulnus

penetratum pada region abdomen atas dan hemithorax sinistra posterior serta combustion grade

II 15 % pada region coli anterior hingga thoracoabdominal.

Dari hasil anamnesis, pasien mengeluh sesak nafas dan nyeri pada perut kanan atas. Sesak nafas

tersebut dapat disebabkan oleh dua faktor, pertama akibat luka tusukan pada punggung belakang

dan perut atas pasien atau kedua, oleh karena luka bakar yang mengenai leher hingga perut

pasien. Jejas pada thorax mengakibatkan adanya cairan berupa darah yang mengisi cavum

pleura. Hal ini disebut sebagai hematothorax. Darah pada cavum pleura tersebut mengakibatkan

tekanan pada rongga pleura meningkat, melebihi tekanan atmosfer. Paru – paru tidak dapat

mengembang dengan sempurna sehingga proses ventilasi oksigen pun terganggu. Akibatnya,

jumlah oksigen yang terikat pada Hb juga berkurang sehingga proses distribusinya di dalam

tubuh tidak adekuat. Hal tersebut menyebabkan terjadinya sesak napas. Pada keadaan terpajan

suhu yang tinggi, pembuluh kapiler akan rusak dan permeabilitas meningkat. Meningkatnya

permeabilitas, menyebabkan Na masuk ke dalam sel dan K keluar kemudian terjadi peningkatan

Page 26: Interpretasi Status Lokalis Pasien

tekanan osmotik sehingga volume intrasel dan cairan intravaskular menurun dan terjadi

hipovolemi. Hipovolemi menyebabkan terjadi hipoperfusi organ yang memicu takipneu. Selain

itu, lokasi luka bakar pasien yang mengenai daerah leher hingga dada dan perut juga

menyebabkan rasa nyeri yang hebat terutama saat proses respirasi yang melibatkan otot-otot

pernafasan, sehingga proses pengembangan dinding dada menjadi tidak maksimal dan ventilasi

oksigen berkurang.

Pasien masih sadar tetapi merasa lemas olehkarena ia mengalami kehilangan banyak

darah dan kekurangan oksigen akibat luka yang dideritanya. Kemudian saat di rumah sakit,

pasien diperiksa oleh dokter IGD, dan diperoleh hasil kesadaran GCS 15 yang artinya dalam

keadaan sadar penuh, jalan nafas bebas, tidak ada hambatan. Pemeriksaan vital sign pasien

mengalami takikardia (120x / menit), takipneu (32x/menit) dengan tekanan darah relative rendah

(90/60), suhu tubuh pasien sedikit menurun (36◦C) dimana akralnya dingin dan lembab.

Takikardia terjadi sebagai kompensasi terjadinya hipovolemi akibat hilangnya banyak darah oleh

karena luka tusuk serta hilangnya sebagian besar plasma akibat luka bakar yang diderita pasien.

Jantung harus memompa lebih kuat dan cepat untuk dapat memenuhi suplai darah ke seluruh

organ tubuh. Namun, akibat terjadinya syok, proses perfusi tersebut diutamakan untuk organ-

orgaan vital seperti ginjal, otak, hati dan jantung itu sendiri, akibatnya organ-organ perifer

lainnya mengalami hipoperfusi sehingga teraba dingin dan lembab. Takipneu terjadi sebagai

kompensasi dari kerja jantung yang meningkat sehingga kebutuhan oksigenasinya pun

meningkat. Selain itu, organ-organ yang mengalami hipoperfusi akan menghasilkan asam laktat

sebagai hasil metabolisme anaerob menyebabkan asidosis metabolik yang memicu terjadinya

takipneu.

Pada pemeriksaan di regio palmar didapatkan vulnus laceratum sepanjang 3 cm. vulnus

laceratum merupakan luka sobek. Luka terbuka dengan tepi yang tidak rata dan pada salah satu

sisinya terdapat luka lecet tekan. Luka tersebut dapat disebabkan karena terkena pecahan botol

kaca saat pasien berusaha menahan pukulan suami.

Ditemukan jejas vulnus penetratum pada hemithorax sinistra posterior bagian bawah.

Vulnus penetratum pada region thorax dapat menyebabkan akumulasi darah pada cavum pleura

yang disebut sebagai hematothorax. Sebagian orang membedakan hematothorax dengan efusi

pleura akibat akumulasi darah dengan melihat kadar hematokri, yakni >50% untuk

Page 27: Interpretasi Status Lokalis Pasien

hematothorax. Darah pada hematothorax tersebut dapat bersumber dari dinding dada, jantung,

atau pembuluh darah besar. Berdasarkan penyebabnya, hematothorax dibedakan menjadi dua,

yakni ekstrapleural injury dan intrapleural injury. Ekstrapleural injury, seperti kasus pada

scenario, disebabkan oleh terjadinya trauma pada dinding dada yang mengenai membrane plura

sehingga menyebabkan perdarahan pada cavum pleura. Perdarahan tersebut pada umumnya

berasal dari a.intercostalis dan a.mamaria interna. Intrapleural injury disebabkan oleh kelainan

struktur intrathoracis seperti perdarahan pada aorta dan vena brachiocephalica, a.pulmonary

mayor, vena cava superior et inferior dan v.azygos. Selain itu cedera pada jantung atau parenkim

paru, serta terdapatnya metastasis tumor pada dinding pleura juga dapat menyebabkan

hematothorax . Hasil pemeriksaan fisik pasien juga mengarahkan adanya hematothorax yakni

dengan manifestasi klinis sebagai berikut :

Manifestasi Klinis Diagnosis Fisik Radiologis

- Nyeri dada

- Sesak nafas

- Letih

- Sulit bernafas

- Batuk

Palpasi

Fremitus melemah, Trakhea deviasi,

ICS melebar

Auskultasi

Suara nafas melemah/ menghilang

bronkial dan egofoni

Perkusi

redup/pekak (Garis Ellis Domessau)

Inspeksi

Pengembangan rongga torak yang

asimetris sehingga sisi yang

mengalami efusi terjadi ketinggalan

bernafas (Hoover sign)

Pergeseran mediastinum

hanya terlihat pada efusi yang masif

(>1000 mL)

- > 75 ml : sinus

kostofrenikus tumpul

- > 300 ml : gambaran efusi

pleura,

Garis Ellis Domessau

(pemeriksaan lateral

dekubitus)

- pergesaran trakea dan

mediastinum ke arah kontra

lateral lesi efusi.

Page 28: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Apabila darah pada cavum pleura disertai adanya akumulasi udara akibat luka tembus pada regio

hemithorax sinistra posterior pasien, maka disebut sebagai hematopneumothorax.

Hematopneumothorax merupakan keadaan yang jarang terjadi namun sangat mengancam jiwa,

menyertai 0.5 – 12 % pasien dengan pneumothorax akibat trauma. Penyebab utama terjadinya

hematopneumothorax adalah rupturnya pembuluh darah kecil non-kontraktil yang berada pada

perlekatan antara pleura viceralis dan pleura parietalis sebagai akibat dari progresifitas kolapsnya

paru-paru. Selain akibat trauma, penyebab non traumatik lainnya ialah komplikasi dari

metastasis pada cavum pleura, serta koagulopati. Manifestasi klinisnya berupa nyeri dada dan

dyspnea, serta hypovolemia tanpa diketahui penyebabnya. Diagnosis pasti dapat ditegakan

melalui chest roentgenogram yang menunjukkan gambaran air fluid flow.

Secara garis besar, trauma abdomen dapat dibagi menjadi trauma tembus dan trauma

tumpul. Pada kasus diatas, pasien mengalami trauma tembus abdomen akibat pecahan botol kaca

pada regio abdomen kanan atas. Golden period trauma tembus abdomen adalah 8 jam.

Berdasarkan organ yang terkena, trauma tembus abdomen dapat dibedakan menjadi :

a. Organ padat : hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan.

b. Organ berongga : usus, lambung dan saluran empedu dengan gejala utama peritonitis.

Dari haril pemeriksaan fisik, ditemukan abdomen distended. Abdomen distended merupakan

peningkatan tekanan pada dinding abdomen, baik oleh udara maupun cairan. Abdomen distended

akibat akumulasi udara pada cavum abdomen ditemukan pada kasus ileus obstruktif dan ileus

paralitik. Sedangkan pada kasus ini, diduga abdomen distended akibat akumulasi cairan pada

cavum abdomen, baik berupa liquid (air) ataupun darah. Vulnus penetratum pada perut kanan

atas pasien dicurigai dapat mengenai organ dalam di regio hypocondriaca dexstra, yaitu hepar,

dimana menyebabkan perdarahan dan terakumulasi di cavum abdomen. Hal tersebut ditandai

dengan adanya pekak alih (+), dimana cairan akan berada pada area dorsal / inferior pada tes

tersebut akibat adanya gravitasi. Selaim itu, luka bakar pada pasien akibat tersiram air panas

pada regio leher hingga abdomen dapat menyebabkan hilangnya protein plasma terutama

albumin yang berfungsi mengatur tekanan osmotic vaskuler. Kadar albumin yang rendah (N : 3,5

– 5 gr/dl) menyebabkan ekstravasasi cairan intravaskuler ke jaringan intersisial di sekitarnya,

dalam kasus ini di regio thoracoabdominal, sehingga cairan tersebut terakumulasi di cavum

abdomen. dan menyebabkan abdomen tampak distended dan teraba tegang.

Page 29: Interpretasi Status Lokalis Pasien

. Bising usus menurun disebabkan oleh aliran darah menuju usus yang menurun akibat syok

hipovolemik, sebagai akibat langsung dari perdarahan ataupun respon sistemik tubuh terhadap

luka bakar (biasanya pada kasus luka bakar > 25 %), sehingga menyebabkan ileus intestinal.

Pekak hepar (+), defeans muscular (-), dan tes undulasi (-) menyingkirkan kemungkinan adanya

peritonitis. Pekak hepar menghilang disebabkan oleh adanya perforasi intestinal yang

menyebabkan akumulasi udara pada cavum peritoneum, dimana hal tersebut merupakan tanda

awal terjadinya peritonitis.

Selain vulnus penetratum, pasien juga mengalami luka bakar akibat tersiram air panas. Berat

ringannya luka bakar ditentukan oleh beberapa hal, yakni kedalaman, luas, lokasi, mekanisme

injury, dan usia.

Pada pasien disebutkan bahwa mengalami luka bakar derajat II seluas 15% luas total

tubuh. Pada keadaan ini pasien mengalami luka bakar derajat sedang. Menurut luas dan

kedalam luka bakar, derajat luka bakar dibagi menjadi 3, yaitu:

d. minor untuk derajat 2 dengan luas < 15% atau derajat 3 dengan luas <2%

e. moderate derajat 2 dengan luas 15-25% atau derajat 3 dengan luas 5-10%

f. mayor derajat 2 dengan luas >25% atau derajat 3 dengan luas >10%, atau luka bakar

pada wajah, telinga, perineum dan yang menyebabkan gangguan kosmetik.

Lokasi luka bakar juga turut serta menentukan keparahan luka bakar. Pada pasien, luka bakar

mengenai region colli, thorax, dan abdomen, dimana komplikasi tersering dari kasus tersebut

ialah gangguan pulmoner, baik berupa oedema pulmoner maupun gangguan pengembangan

dinding dada akibat rasa nyeri yang ditimbulkan oleh luka bakar tersebut.

Kemudian dokter memasang WSD segera. WSD (Water Seal Drainage) merupakan pipa khusus

yang dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit bedah. Indikasi

dari pemasangan WSD ialah adanya pneumothorax, hematothorax, ataupun efusi pleura ganas.

Pemasangan WSD pada kasus ini berdasarkan indikasi adanya hematothorax akibat vulnus

penetratum pada regio hemothorax sinistra posterior. Tujuan dari pemasangan tersebut ialah

untuk mengeluarkan darah yang terakumulasi pada cavum pleura sehingga tekanannya kembali

normal dan proses pernafasan berlangsung seperti semula.

Tempat insersi slang WSD berbeda, tergantung tujuan dari pemasangan WSD tersebut, yaitu :

Page 30: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Pengeluaran udara dilakukan pada intercostals 2-3 garis midclavicula

Pengeluaran cairan dilakukan pada intercostals 7-8-9 mid aksilaris line/dorsal axillar line

Setelah pemasangan WSD, darah yang berhasil dikeluarkan sebanyak 75 cc dan RR 24x/ menit.

Selain itu, didapatkan bubble (-) dan undulasi (+).

Bubble (-) menandakan bahwa pada proses drainage tersebut, hanya diperoleh darah

dalam cavum pleura (hematothorax) tanpa disertai adanya udara akibat pneumothorax. Selain itu,

jumlah gelembung (bubble) menurun seiring dengan ekspansi paru dimana area pleural menurun.

Undulasi pada selang WSD mengikuti irama pernafasan, meningkat saat inspirasi dan menurun

saat ekspirasi. Penilaian undulasi terkait beberapa keadaan, dimana apabila undulasi (-)

menandakan terjadinya hal – hal berikut, yakni motor suction tidak berjalan, slang tersumbat /

terlipat dan paru-paru telah mengembang sempurna.

Indikasi pengangkatan WSD adalah apabila paru -paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :

- Tidak ada undulasi

- Cairan yang keluar tidak ada

- Tidak ada gelembung udara (Bubble) yang keluar

- Tidak ada kesulitan bernafas

- Rontgen foto tidak ada cairan atau udara

- Pemeriksaan tidak ada cairan atau udara

Pada pasien, setelah pemasanga WSD didapatkan Undulasi tetap (+), hal tersebut

mengindikasikan bahwa paru – paru belum mengembang secara sempurna. Hal tersebut

diperkuat dengan RR yang masih relatif tinggi walaupun telah menurun dari keadaan pasca

trauma, yakni 24x/menit dimana nilai normalnya 16 – 20x/menit.

Setelah pasien stabil, maka dokter membuat visum et repertum. Visum et repertum adalah

keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan resmi penyidik tentang pemeriksaan

medis terhadap seseorang dalam keadaan hidup atau mati atau bagian tubuh dari orang tersebut,

berupa apa yang dilihat dan ditemukan serta interpretasinya, yang ditulis di bawah sumpah dan

dapat dipertanggungjawabkan serta digunakan di peradilan.

Diagnosis banding akibat vulnus penetratum pada kasus tersebut, yaitu sebagai berikut :

Page 31: Interpretasi Status Lokalis Pasien

KONDISI PENILAIAN         

Tension pneumothorax •  Deviasi Tracheal

•  Distensi vena leher

•  Hipersonor

•  Bising nafas (-)

Massive hemothorax •  ± Deviasi Tracheal

•  Vena leher kolaps

•  Perkusi : dullness

•  Bising nafas (-)

 Cardiac tamponade •  Distensi vena leher

•  Bunyi jantung jauh dan lemah

•  EKG abnormal

Diagnosis banding untuk Combustio, sebagai berikut :

Klasifikasi baru Klasiffikasi

lama

Kedalaman Luka Bentuk Klinis

Superficial

thickness

Derajat I Lapisan Epidermis Erythema, Rasa sakit

seperti tersengat, blisters

(Gelembung cairan )

Partial thickness-

superficial

Derajat II Epidermis

superficial,

Papilary dermis

Blisters, Cairan bening

ketika gelembung dipecah,

dan rasa sakit nyeri

Partial thickness

- deep

Derajat III Epidermis -

Reticular Dermis

Sampai pada lapisan

berwarna putih, Tidak

terlalu sakit seperti

superficial derajat II. sulit

Page 32: Interpretasi Status Lokalis Pasien

dibedakan dari full

thickness

Full tickness Derajat III dan

IV

Dermis dan

struktuir tubuh

dibawah dermis

Fascia, Tulang,

dan Otot

Berat, adanya eschar

seperti kulit yang melelh,

cairan berwarna , tidak

didapatkan sensasi rasa

sakit

Untuk menentukan diagnosis pasti dari kasus ini, maka diperlukan beberpa pemeriksaan

penunjang, yakni :

A. Pemeriksaan Penunjang untuk menentukan derajat luka bakar :

1. Hitung darah lengkap: peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi

sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.

2. Elektrolit serum: kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan dan penurunan

fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.

3. Alkalin fosfat: peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan

interstitiil/ganguan pompa natrium.

4. Urine: adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam

dan kehilangan protein

5. Foto rontgen dada: untuk memastikan ada tidaknya cedera inhalasi

6. Scan paru: untuk menentukan luasnya cedera inhalasi

7. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.

8. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.

9. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.

10. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

11. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan

12. Fotografi luka bakar: memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya

B. Pemeriksaan Penunjang untuk trauma abdomen dan thorax :

Pemeriksaan Laboratorium

Page 33: Interpretasi Status Lokalis Pasien

1. Pemeriksaan darah lengkap

Menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan jumlah darah yang hilang pada

hemothoraks.

2. Kimia serum

Jika pengukuran gas darah tidak dilakukan, kimia serum dapat digunakan untuk

mengukur serum glukosa dan level karbon dioksida. Pemeriksaan cepat glukosa

darah dengan menggunakan alat stik pengukur penting pada pasien dengan

perubahan status mental.

3. Tes fungsi hati

Tes fungsi hati pada pasien dengan trauma abdomen penting dilakukan. Sebuah

penelitian menunjukkan bahwa kadar aspartate aminotransferase (AST) atau

alanine aminotransferase (ALT) meningkat lebih dari 130 U pada koresponden

dengan cedera hepar yang signifikan. Kadar Lactate Dehydrogenase (LDH) dan

bilirubin tidak spesifik menjadi indikator trauma hepar.

4. Gas Darah Arteri

Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan asidosis respiratori.

Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya tetapi biasanya kembali ke

normal dalam waktu 24 jam

Pemeriksaan Radiografi Abdomen

1. Up Right Chest x-ray : adanya gambaran hipodense (menunjukkan akumulasi

cairan) pada rongga pleura di sisi yang terkena, tampak sebagai meniscus yang

menumpulkan sudut costofremicus diafragmatik. dan adanya mediastinum

shift (menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)). Chest x-ray

sebagi penegak diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan

lainnya.

Page 34: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Gambar 5 . Chest xray Hematotoraks Kanan

2. CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks minimal, untuk

evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas atau

jumlah bekuan darah di rongga pleura.

Gambar 6 . CT-scan Hematotoraks

3. USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk pasien

yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.

Gambar 7 . USG toraks pada pasien Hematotoraks

4. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Page 35: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Diagnostic peritoneal lavage (DPL) digunakan sebagai metode cepat untuk

menentukan adanya perdarahan intraabdomen. DPL terutama berguna jika

riwayat dan pemeriksaan abdomen menunjukkan ketidakstabilan dan cidera

multisistem atau tidak jelas. DPL juga berguna untuk pasien dimana pemeriksaan

abdomen lebih lanjut tidak dapat dilakukan

Indikasi dilakukannya DPL pada trauma tumpul dimana :

a. Pasien dengan cedera medulla spinalis

b. Cedera multipel dan syok yang tidak bisa dijelaskan

c. Pasien dengan cedera abdomen

d. Pasien intoksikasi dimana ada kecenderungan cedera abdomen

e. Pasien dengan resiko cedera intra abdomen dimana dibutuhkan anestesi yang

lebih panjang untuk prosedur yang lain.

Kontraindikasi absolute untuk DPL adalah kebutuhan untuk laparotomi yang

nyata. Kontraindikasi relatif termasuk obesitas morbid, riwayat pembedahan

abdomen multipel, dan kehamilan.

Hasil lain dari DPL yang menjadi indikasi dilakukan eksplorasi termasuk

adanya empedu atau kadar amylase tinggi yang abnormal (indikasi perforasi

usus), serat makanan, atau bakteri pada pemeriksaan bakteri

Pada pasien, dicurigai terjadi syok hipovolemik akibat perdarahan ataupun hilangnya

cairan plasma akibat luka bakar.

A. Penanganan Vulnus Penetratum

Tujuan utama terapi adalah untuk menstabilkan hemodinamik pasien, menghentikan

perdarahan dan mengeluarkan darah dari rongga pleura. Langkah pertama untuk

menstabilkan hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan

infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.

1. Oksigenasi

Pemberian oksigen selalu diperlukan bila keadaan penderita buruk. Indikasi pemberian

oksegen adalah antara lain :

Page 36: Interpretasi Status Lokalis Pasien

- setiap penderita trauma berat.

- pada saat resusitasi jantung paru (RJP)

- Setiap nyeri pre-kordial.

- Gangguan paru seperti asthma, COPD.

- Gangguan jantung seperti decompensasi cordis.

Cara pemberian oksigen dapat dengan :

a. Kanul hidung (nasal canule).

Pemberian oksigen melalui kanul tidak bisa lebih dari 6 liter/menit karena tidak berguna

untuk meningkatkan konsentrasi dan iritatif untuk penderita.

b. Rebreathing mask

Merupakan alat pemberian oksigen kontinu 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen

40 – 60%. Keuntungan Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter

atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup

berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian Tidak

dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan

penumpukan CO2 jika aliran rendah.

c. Non Rebreathing Mask.

Pada face mask dipasang reservoir oksigen yang mempunyai katup. Bila diinginkan

konsentrasi oksigen yang tinggi, maka rebreathing mask paling baik. Dengan

pemberian 8 – 12 liter/menit konsentrasi 02 sampai 99% yang bisa menyebabkan tidak

mengeringkan selaput lendir. Kekurangannya kantong oksigen bisa terlipat dan

mempengaruhi sirkulasi oksigen.

2. Resusitasi Cairan

Pasien diberikan RL hangat untuk mencegah hipotermia dan memperbaiki

homeostasis tubuh. Pemasangan infuse juga harus disertai monitoring kerja jantung, CRT,

perfusi ginjal, kerja paru, dan vital sign. Jumlah cairan infuse yang diberikan harus sesuai

dengan kebutuhan pasien. Untuk penghitungannya dapat mrnggunakan metode 3 for 1,

Page 37: Interpretasi Status Lokalis Pasien

yakni mengganti tiap milli liter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid (RL

ataupun NacCl fisiologis. Cairan Infus dihangatkan karena proses pembekuan darah paling

baik pada suhu 38,5ºC. Hemostasis sukar berlangsung baik pada suhu dibawah 35ºC.

Pemasangan ifus 2 jalur diindikasikan pada pasien yang membutuhkan terapi cairan dalam

jumlah yang banyak. Pasien terkesan mengalami perdarahan internal (abdomen).

Pemberian cairan dalam jumlah yang banyak dan cepat untuk mencegah terjadinya syok

yang diakibatkan kehilangan darah yang massive.

Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks adalah

mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara:

a. Chest tube (Tube thoracostomy drainage) :

Gambar pemasangan chest tube

Merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi chest tube

melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara. Pemasangannya selama

beberapa hari untuk mengembangkan paru ke ukuran normal.

Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:

Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)

Perdarahan di rongga dada (hemothorax)

Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax or

hemothorax)

abses paru atau pus di rongga dada (empyema).

Page 38: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube thoracostomy adalah

sebagai berikut:

Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg

Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan menggunakan

alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau ICS VII posterior Axillary

Line

Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn lidokain

Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line

Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya

dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)

Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube.

b. Thoracotomy :

Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :

1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube

Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam

Kebocoran udara presisten

Impaired lung expansion,

Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik

Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih

Gambar 5 . Prosedur torakotomi

Page 39: Interpretasi Status Lokalis Pasien

c.Trombolitik agent :

Trombolitik agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah pada chest tube atau

ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi hal ini sangat berisiko

karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan perlu tindakan operasi segera.tg

B. Penanganan Combustio

EMERGENCY

1. Sebelum sampai rumah sakit

Menjauhkan pasien dari sumber luka bakar

Memadamkan pakaian yang terbakar

Matikan listrik dan jauhkan dari sumber listrik

Lepaskan asesoris

Perhatikan ABC pasien

Pertahankan panas tubuh dengan menyiram dengan air dengan suhu normal, lalu

diselimuti

Segera kirim ke rumah sakit

2. Di bagian emergensi rumah sakit

Reevaluasi jalan napas, kondisi pernapasan, sirkulasi, dan trauma lain

Resusitasi cairan intravena

Pemasangan kateter urin untuk mengukur kecukupan cairan.

Pemasangan nasogastric tube untuk mencegah risiko terjadinya aspirasi.

Pemeriksaan vital sign dan lab.

Manajemen nyeri

FASE AKUT

Fase ini dimulai ketika pasien mulai stabil biasanya terjadi 48-72 jam setelah injuri.

1. Atasi sumber infeksi

2. Perawatan luka

Page 40: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Membersihkan luka dengan hidroterapi

Debridement pengangkatan skar untuk meningkatkan penyembuhan luka

Pembalutan

REHABILITASI

Peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal.

Tindakan-tindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau

meminimalkan deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan

memberikan support emosional serta pendidikan merupakan bagian dari proses

rehabilitasi

Vulnus penetratum pada thorax posterior sinistra dan abdomen kanan atas pasien

apabila tidak segera ditangani dengan baik akan menimbulkan beberapa koplikasi.

Golden periode dari trauma tembus abdomen adalah 8 jam, apabila pasien baru

memperoleh penanganan lebih dari golden periode tersenut, maka akan timbul beberapa

komplikasi seperti perdarahan masif dan perforasi organ intraabdominal.

1. Perdarahan

Setiap trauma abdomen (trauma tumpul, tajam, dan tembak) dapat menimbulkan

perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan pada trauma adalah parenkim, mesenterium, dan

ligamenta; sedangkan traktus digestivus pada trauma tumpul biasanya jarang mengalami

perdarahan. Penting sekali untuk menentukan apakah ada perdarahan dan tindakan segera

harus dilakukan untuk menghentikan perdarahan tersebut untuk menegah terjadinya syok.

2. Perforasi

Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau

mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka

perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis hebat.

Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak timbul gejala

karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru setelah 6 jam timbul

gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum. Mengingat kolon tempat bakteri dan

hasil akhirnya adalah faeses, maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu segera

dilakukan pembedahan.

Page 41: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Sedangkan komplikasi hematothorax akibat akumulasi darah pada cavum pleura

adalah sebagai berikut :

3. Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan

meninggal).

4. Fibrosis atau skar pada membran pleura.

5. Pneumothorax

6. Pneumonia.

7. Septisemia.

8. Syok hemorargik

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi

kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,

disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang

tidak adekuat.

Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya

terjadi pada:

a.Kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh

seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

b. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah

yang besar. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau

fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.

c.Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein

plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

− Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis

− Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison

− Luka bakar (combustio) dan anafilaksis

Komplikasi karena luka bakar yang terjadi pada pasien dapat mengakibatkan :

A. Fase Akut: syok, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Dalam 24 jam pertama

Page 42: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Luka Bakar

Meningkatnya permeabilitas kapiler

Hilangnya plasma, protein, cairan dan elektrolit dari volume sirkulasi

ke dalam rongga interstisial :

hypoproteinemia, hyponatremia, hyperkalemia

Hipovolemi

Syok

B. Fase Subakut: infeksi dan sepsis,multiorgan failure

SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus

klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi autoimun, sirosis,

pankreatitis. Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi

(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh

karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara

berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik,

menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan gangguan fungsi organ ; MODS ( Multi-system

Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ ( Multi-system

OrganFailure / MOF).

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada pasien

luka bakar maupun trauma berat lainnya.Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS,

yaitu infection, injury, inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury.

Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil konsensus AmericanCollege of Chest phycisians

yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:

Page 43: Interpretasi Status Lokalis Pasien

1. Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)

2. Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)

3. Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah (PaCO2< 32

mmHg)

4. Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3)

5. Leukopeni (< 4000 sel/mm3) atau

6. Dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur

Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur darah/bakteremia),

maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan dengan MODS.

PatofisiologiPerjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan oleh Bonedalam

beberapa tahap.

C. Fase Lanjut: parut hipertropik 

1. Hipertrofi Jaringan Parut

Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi kulit yang biasa dialami pasien dengan

luka bakar yang sulit dicegah, akan tetapi masih bisa diatasi dengan tindakan tertentu

terbentuknya hipertrofi jaringan parut pada pasien luka bakar dipengaruhi oleh berbagai faktor

antara lain :

Kedalaman luka bakar

Sifat kulit

Usia pasien

Lamanya waktu penutupan kulit

Penanduran kulit.

2. Kontraktur

Kontraktur adalah komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bakar dan menimbulkan

gangguan fungsi pergerakan.

Beberapa tindakan yang dapat mencegah atau mengurangi komplikasi kontraktur adalah :

Pemberian posisi yang baik dan benar sejak awal.

Page 44: Interpretasi Status Lokalis Pasien

Ambulasi yang dilakukan 2-3 kali/hari sesegera mungkin (perhatikan jika ada fraktur)

pada pasien yang terpasang berbagai alat invasif (misalnya, IV, NGT, monitor EKG,

dll) perlu dipersiapkan dan dibantu (ambulasil pasif).

Pressure grament adalah pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan

menekan timbulnya hipertrosi scar, dimana penggunaan presure grament ini dapat

menghambat mobilitas dan mendukung terjadinya kontraktur.