HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG Web viewProgram Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu...
Transcript of HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG Web viewProgram Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu...
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENATALAKSANAAN GOUT DENGAN PENGENDALIAN KADAR
URIC ACID PADA PASIEN GOUT
BAGUS PRAMONOProgram Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Gresik
ABSTRACT
Gout is an acute inflammatory disorder characterized by pain due to accumulation of monosodium urate crystals in the joints and soft tissues in the body, it happens because of the many people who do not understand the good management of gout. Design Cross-sectional this research used design, with purposive sampling. Samples taken as many as 28 respondents. Independent variable is the level knowledge of the management of gout is the dependent variable control uric acid levels. The data of this research were taked by used questionnaires and observation. From the statistical test Mann Whitney Test results obtained knowledge (α count) = 0,001 and U = 11,000 correlation means there is a strong correlation level of knowledge about the management of gout by controlled levels of uric acid in gout patients. Lack of knowledge will affect gout arthritis patients to be able to cope with the prevention of recurrence or to prevent complications. Therefore, in need of efforts by medical personnel to provide health education on the management of patients with gout.
Keywords: level of knowledge, management of gout, uric acid levels and control gout patients
ABSTRAK
Gout yaitu merupakan gangguan inflamasi akut yang ditandai dengan adanya nyeri akibat penimbunan kristal monosodium urat pada persendian maupun jaringan lunak di dalam tubuh, hal tersebut terjadi karena banyaknya masyarakat yang tidak mengerti akan penatalaksanaan gout yang baik. Desain penelitian ini menggunakan Cross sectional design, dengan purposive sampling. Sampel yang diambil sebanyak 28 responden. Variabel independennya adalah tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan gout dan variabel dependennya adalah pengendalian kadar uric acid. Data penelitian ini diambil dengan menggunakan kuisioner dan observasi. Dari hasil uji statistik Mann Whitney Test didapatkan hasil pengetahuan (α hitung) = 0,001 dan korelasi U = 11.000 artinya ada hubungan kuat tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan gout dengan pengendalian kadar uric acid pada pasien gout. Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien gout artritis untuk dapat mengatasi kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi. Oleh sebab itu, di perlukan upaya oleh petugas medis untuk memberikan health education tentang penatalaksanaan gout.
Kata kunci : tingkat pengetahuan, penatalaksanaan gout, pengendalian kadar uric acid dan pasien goutI. PENDAHULUAN
288
I.1 Latar Belakang
Asam urat adalah zat hasil metabolisme purin dalam tubuh. Zat asam urat ini biasanya akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urin dalam kondisi normal. Namun dalam kodisi tertentu, ginjal tidak mampu mengeluarkan zat asam urat secara seimbang sehingga terjadi kelebihan dalam darah. Kelebihan zat asam urat ini akhirnya menumpuk dan tertimbun pada persendian-persendian di tempat lainnya termasuk di ginjal itu sendiri dalam bentuk kristal-kristal (Herman Sandjaya, 2014). Kelebihan Asam urat (hiperurisemia) sering disebut dengan istilah gout yaitu merupakan gangguan inflamasi akut yang ditandai dengan adanya nyeri akibat penimbunan kristal monosodium urat pada persendian maupun jaringan lunak di dalam tubuh (Shetty et al., 2011). Penyakit asam urat ini pada umumnya dapat mengganggu aktivitas harian penderitanya. Penderita penyakit asam urat tingkat lanjut akan mengalami radang sendi yang timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Penderita tidur tanpa ada gejala apapun, namun ketika bangun pagi harinya terasa sakit yang sangat hebat hingga tidak bisa berjalan. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan atau kaki, lutut, dan siku (Tehupeiory, 2006). Penderita yang sering mengalami serangan gout menduga kakinya keseleo atau kena infeksi sehingga sering penderita berobat ke tukang urut dan waktu sembuh menyangka disebabkan karena hasil urutan atau pijatan. Pasien gout tersebut sering sekali kambuh dan berulang-ulang berobat ke puskesmas padahal sudah diberikan health education oleh petugas kesehatan tentang penatalaksanaan gout namun sebagian dari pasien gout belum mengetahui bagaimana cara penatalaksanaan yang benar.
WHO tahun 2007 mendata penderita gout di Indonesia mencapai 81% dari populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan 71% nya cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling tinggi menderita gout jika dibandingkan dengan negara di Asia lainnya seperti Hongkong, Malaysia, Singapura dan Taiwan. Penyakit sendi secara nasional prevalensinya berdasarkan wawancara sebesar 30,3% dan prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 14% (Riskesdas 2007-2008).
I.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan gout dengan pengendalian kadar uric acid pada pasien gout” ?
I.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan gout dengan pengendalian kadar uric acid pada pasien gout.
I.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Angka penyakit gout dapat diturunkan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi khasanah ilmu keperawatan khususnya ilmu keperawatan medikal bedah.
b. Manfaat Praktis
Sebagai masukan bagi intitusi pendidikan khususnya bagi perawat untuk menyusun stategi dalam memberikan pendidikan kesehatan sebagai upaya intervensi pada penderita gout untuk mengetahui penatalaksanaan gout yang benar dan meningkatkan derajat kesehatan, Sebagai bahan informasi bagi individu dan keluarga tentang penyakit gout, penanganan serta faktor yang dapat memperburuk penderita gout, sehingga individu mengetahui penatalaksanaan yang tepat apabila terjadi serangan gout, Peneliti dapat menambah pengetahuan serta dapat mengaplikasikan ilmu langsung ke pasien melalui asuhan keperawatan penyakit gout, Sebagai masukan bagi petugas kesehatan untuk memberikan pendidikan kesehatan agar penderita gout selalu mematuhi penatalaksanaan dan tidak terjadi kekambuhan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari ‘tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
289
manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh oleh mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Perilaku adalah kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo.S, 2003). Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari (dikutip dari Notoatmodjo, 2003). Gout adalah bentuk inflamasi arthritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (Herman, 2014). Asam urat merupakan senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen (asam deoksiribonukleat) (Syukri, 2007). Gout dapat bersifat primer, sekunder, maupun idiopatik. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obatan tertentu sedangkan gout idiopatik adalah hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primer, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologis atau anatomi yang jelas (Putra, 2009). Asam urat adalah produk dari metabolisme nukleotida purin (Murray et al., 2009). Asam urat merupakan senyawa yang memiliki sifat sangat sulit larut di dalam air. Asam urat disebut juga senyawa semi solid. Metabolisme Purin Purin dihasilkan melalui tiga mekanisme yaitu degradasi DNA (Deoxyribonucleic Acid), degradasi asam nukleat serta berkurangnya sintesis ATP (adenosine triphosphate). Pada deplesi DNA akan terjadi mekanisme sintesis inosin dari adenosin dengan adenosin deaminase
mekanisme sintesis inosin dari adenosin dengan adenosin deaminase sebagai katalisatornya. Selanjutnya inosin akan dirubah menjadi hipoxantin yang kemudian akan dioksidasi lagi menjadi xantin. Sedangkan pada degradasi asam nukleat mekanisme pembentukan xantin berasal dari basa guanin. Xantin tersebut yang kemudian akan dioksidasi menjadi asam urat (Weaver et al., 2010).
III.METODE DAN ANALISA
Desain penelitian digunakan metode penelitian korelasi dengan pendekatan cross sectional. Cross sectional (hubungan dan asosiasi) adalah jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita gout yang datang di Pukesmas Nelayan Kabupaten Gresik sebanyak 30 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita gout yang sesuai dengan kreteria inklusi. Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling jenis purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi sampai besar sampel tersebut terpenuhi (Nursalam, 2008). Instrumen yang digunakan adalah instrumen kuesioner. Data yang telah terkumpul dari penderita gout yang dijadikan responden untuk menilai hubungan tingkat pengetahuan penatalaksanaan gout dengan pengendalikan kadar asam urat, sesuai kriteria inklusi dan eklusi sampai memenuhi besar sampel , kemudian diolah sesuai identifikasi masalah penelitian, dan selanjutnya penguji masalah menggunakan uji statisti dari Mann Whittney.
IV. HASIL DAN PEMBAHASANTabel 1: Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Penatalaksanaan Gout Dengan Pengendalian Kadar Uric Acid Pada Pasien Gout.
No
Tingkat
Pengendalian Uric Acid
Frekue
%
290
Pengetahuan nsiTerken
dali
Tidak Terken
dali
∑ % ∑ %
291
1 Baik 6 21,43 0 0 6 21,4
3
2 Cukup 2 7,14 6 21,
43 8 28,57
3 Kurang 0 0 14 50 14 50
Jumlah 8 28,
5720
71,43 28 100
Mann Whitney Test ρ = 0,001 U = 11.000
Dari table di atas dapat di jelaskan bahwa dari 28 responden didapatkan bahwa setengahnya yaitu 50% (14 responden) memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang penatalaksanaan gout dengan pengendalian kadar uric acid tidak terkendali dan sebagian kecil responden memiliki tingkat pengetahuan cukup tentang penatalaksanaan gout dengan pengendalian kadar uric acid terkendali yaitu 7,14% (2 responden). Dengan menggunakan uji statistik non parametrik, korelasi mann whitney U test tingkat kemaknaan α ≤ 0,05 didapatkan hasil ρ =0,001 artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan gout dengan pengendalian kadar uric acid pada penderita gout. Sedangkan nilai korelasi U = 11.000 artinya ada derajat hubungan yang kuat antara tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan gout dengan pengendalian kadar uric acid pada penderita gout.
Dengan adanya pembagian tingkatan dan faktor yang mempengaruhi pengetahuan tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang akan memberikan kontribusi terhadap perilaku selanjutnya yang pada akhirnya akan memberikan dampak pada obyek yang dikenai perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2005). Dengan bekal pengetahuan tinggi yang menyangkut pengetahuan tentang penatalaksanaan gout merupakan langkah awal dalam sebuah perilaku hidup sehat terutama agar kadar uric acid dalam darah terkendali, apabila tingkat pengetahuan dalam penatalaksanaan gout pasien gout tidak baik bisa di pastikan pasien gout tersebut kadar uric acid dalam darahnya tidak terkendali pengetahuan tersebut seperti pengaturan berat badan, membatasi asupan alkohol, banyak minum (minimal 2 liter/hari), diet rendah purin, mengistirahatkan sendi, kompres air hangat, diberikan obat anti inflamasi non steroid (oains) dan penurun asam urat. (Tan
dan kirana 2012). Jika hal tersebut dapat tercapai maka tingkat kadar uric acid pada pasien gout dapat di kendalikan bahkan dihilangkan sehingga pada akhirnya penderita pasien gout dapat memperoleh kesejahteraan hidup.
Banyaknya responden yang berpendidikan SMA ini mengakibatkan banyak responden yang kurang menyadari pentingnya menjaga kesehatan dirinya terutama tentang gout. karena makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan pengetahuan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenalkan. Hampir setengahnya responden tidak bekerja, responden yang tidak bekerja, menyebabkan pengetahuannya kurang karena kurang berinteraksi dengan orang lain hanya berinteraksi dengan orang sekitar rumahnya saja. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan upaya peningkatan pengetahuan dengan berbagai cara yang mudah diterima seperti poster, leafleat, pelatihan ataupun kegiatan lain yang melibatkan responden dengan dukungan kader kesehatan di puskesmas setempat. Agar pasien gout mengerti tentang penatalaksanaa gout sehingga kadar uric acid di dalam darahnya dapat terkontrol dan status kesehatannya bisa lebih baik lagi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
a. KesimpulanHubungan antara tingkat pengetahuan
tentang penatalaksanaan gout yang benar akan meningkatkan pengendalian kadar uric acid di wilayah kerja Puskesmas Nelayan tingkat hubungan adalah kuat.
b. Saran
1. Pusksmas harus melaksanakan program-program penyuluhan kesehatan terutama yang berhubungan dengan upaya pengendalian kadar uric acid pada penderita gout.
2. Institusi pendidikan perlu menyusun strategi dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit gout sebagai upaya intervensi pada penderita gout untuk mengetahui penatalaksanaan gout
292
yang benar dan meningkatkan derajat kesehatan.
3. Individu dan keluarga berperan aktif dalam perawatan di rumah baik pendampingan masalah diet ataupun terapi yang telah ada atau pada pasien gout.
4. Diharapkan variable penelitian diperluas lagi, disamping itu jumlah penelitian ditambah, termasuk lokasi penelitian diperluas, sehingga diharapkan dapat diperoleh hasil yang lebih presentatif.
DAFTAR PUSTAKA
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. (2009). Biokimia harper (27 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
.Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
.Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Raka Putra, Tjokorda. (2009). Hiperurisemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5 Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2550-2559.
Shetty, S., Bhandary, R. R., & Kathyayini. (2011). Serum uric acid as obesity
related indicator in young obese adults. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 2(2), 1-6.
Sandjaya,Herman. (2014). Buku Sakti Pencegah dan Menangkal Asam Urat. Yogyakarta : Mantra books.
Sylvia Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses - proses penyakit (6 ed. Vol. 2). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Syukri, Maimun,. (2007). Asam Urat dan Hiperurisemia. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol 40 : 52-55.
Tehupeiory, Edward S. (2006). Artritis Pirai (Atritis Gout). Dalam Aru W. Sudoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Weaver, A. L., Edwards, N. L., & Simon, L. S. (2010). The gout clinical companion:The latest evidence and patient support tools for the primary care physician. The France Foundation: an educational grant fromTakeda Pharmaceuticals North America, Inc.
WHO. (2007). Prevalansi Penyakit Sendi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
293
PENGARUH PENULUHAN TOILET TRAINING TERHADAP PENGETAHUAN IBU DAN KEMAMPUAN TOILET TRAINING
TODDLER
LAILIYATUL FITRIYAHProgram Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Gresik
ABSTRACT
Toilet training in the toilet can be carried out on children who have entered the anal phase , counselling toilet training given to the mother’s as a mediator in the toddler toilet training, cause she does not do toilet training was the lack of knowledge and information on implementation, benefits and impact, ability toddler doing toilet training was effect by methods, knowledge mothers. The research design used pre experimental one group pre-post test design and selection of samples with simple random sampling, the sample 16 was this study in early childood mother and toddler WILDAN Manyar Sidomukti, Gresik. Collecting data using questionnaires and observation, using the Wilcoxon test with significance value p = > 0,05. The results showed a significance the effect of counselling toilet training with the mother's knowledge about toilet training with value ρ = 0.000 and significance the effect of counselling toilet training the ability of toilet training toddler with value ρ = 0.001. Level of knowledge was effect by the level of counselling, higher education more easily accept a change, counselling used as the basis to provide health education to improve health behavior, proper toilet training was done at the age of 24-36 months for the development of language and motor ripe, sign readiness of toddler include readiness physical, mental and psychological well to the toilet training.
Keywords : Counselling, Toilet Training, Toddler (2-3 years), Mothers Knowledge and Ability Toddler Toilet Training.
ABSTRAKPelatihan BAB dan BAK di toilet dapat dilaksanakan pada anak yang sudah memasuki fase anal, penyuluhan toilet training diberikan kepada ibu sebagai mediator dalam pembelajaran toilet training pada toddler, penyebab ibu tidak melakukan toilet training kurang pengetahuan dan informasi cara pelaksanaan, manfaat dan dampak, kemampuan anak dalam melakukan toilet training dipengeruhi oleh metode dan pengetahuan ibu. Desain penelitian menggunakan pra experiment one group pre-post test design dan pemilihan sampel dengan Simple Random Sampling, sampel penelitian ini 16 ibu dan toddler di PAUD WILDAN Manyar Sidomukti, Gresik. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi, menggunakan uji statistik wilcoxon dengan nilai kemaknaan ρ≤ 0,05. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara penyuluhan toilet training terhadap pengetahuan ibu dengan nilai ρ = 0,001 dan ada pengaruh yang signifikan antara penyuluhan toilet training dengan kemampuan toilet training toddler dengan nilai ρ = 0,000. Tingkat pengetahuan dipengaruhi tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima perubahan, penyuluhan dijadikan dasar memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan perilaku hidup sehat, toilet training tepat dilakukan pada usia 24-36 bulan karena perkembangan bahasa dan motorik sudah matang, tanda kesiapan anak meliputi kesiapan fisik, mental dan psikologis perlu diperhatikan dalam toilet training.
Kata Kunci: Penyuluhan Toilet Training, Toddler (1-3 tahun), Pengetahuan Ibu, Kemampuan Toilet Trainig Toddler.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak ia lahir sampai mencapai usia dewasa. Pada masa balita pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi sangat cepat. Salah satu tugas perkembangan anak pada masa toddler adalah membentuk kemampuan, kedisiplinan, dan kepekaan emosi pada anak.
Tugas perkembangan tersebut dapat dicapai melalui toilet training (Hidayat, 2005). Toilet training pada anak suatu usaha melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Berlangsung pada umur 18 bulan sampai 3 tahun (Hidayat, 2008). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PAUD WILDAN Manyar Sidomukti Kabupaten Gresik, belum ada penyuluhan tentang toilet
294
training, terdapat 6 dari 10 ibu tidak membiasakan anaknya BAB dan BAK dikamar mandi, selama ini ibu masih membiasakan anaknya memakai diapers, ibu juga mengatakan anaknya belum mampu dalam melakukan toilet training. Di PAUD WILDAN, belum pernah dilakukan penyuluhan tentang toilet training. Sampai saat ini pengaruh penyuluhan toilet training terhadap pengetahuan ibu dan kemampuan toilet training toddler belum dapat dijelaskan. Mengajarkan toilet training dibutuhkan metode yang tepat sehingga mudah dimengerti oleh anak serta perlu kesabaran ibu melatih anak tahap demi tahap sehingga toilet training berhasil diterapkan pada anak. Penggunaan metode yang tepat akan mempengaruhi pengetahuan ibu dan kemampuan anak juga keberhasilan ibu dalam mengajarkan konsep toilet training pada anak (Hidayat, 2005). Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh penyuluhan toilet training terhadap pengetahuan ibu dan kemampuan toddler.
1.2 Rumusan MasalahApakah ada pengaruh penyuluhan toilet training terhadap pengetahuan ibu dan kemampuan toilet training toddler
1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh penyuluhan toilet training terhadap pengetahuan ibu dan kemampuan toilet training toddler.1.3.2 Tujuan Khusus1. Menganalisis pengaruh penyuluhan toilet
training terhadap pengetahuan ibu .2. Menganalisis pengaruh penyuluhan toilet
training terhadap kemampuan toilet training toddler.
1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat Teoritis
Mengembangkan ilmu keperawatan anak yang berfokus pada usaha peningkatan kemampuan toilet training berdasarkan pendekatan Self Care - Orem Theory.1.4.2 Manfaat Praktis1.4.2.1 Bagi Responden
Meningkatkan pengetahuan orang tua dalam pelaksanaan Toilet Training pada anak toodler dan kemampuan Toilet training pada anak, sehingga anak dapat menyelesaikan salah satu tugas perkembangannya priode toddler.14.2.2 Bagi institusi kesehatan dan staf
pengajarMemberikan masukan dan informasi
tentang pentingnya pendidikan kesehatan
toilet training yang benar menangani masalah kesehatan pada anak usia toddler.
1.4.2.3 Bagi PenelitiSebagai bahan acuan dalam memberikan
pendidikan atau intervensi lain pada toilet training.
II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari system dan proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan (Adrianto, 2009). Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti tetapi mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Machfoedz, 2007). Toilet training pada anak merupakan usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol buang air kecil dan buang air besar. Secara umum dapat dilaksanakan pada anak yang sudah memasuki fase kemandirian pada anak. Toilet training dapat bermanfaat dalam pendidikan seks sebab anak dapat mengenal anatomi serta fungsinya tubuhnya sendiri (Hidayat, 2008). Waktu yang tepat toilet training harus dimulai saat anak benar-benar siap, karena tahap perkembangan anak berbeda-beda, kesiapan anak untuk berlatih juga akan berbeda. Sebagian anak siap berlatih sejak usia 2 tahun. Namun, sebagian yang lain bisa saja belum siap sampai usia 3 tahun. Anak perempuan umumnya lebih cepat belajar daripada anak laki-laki. Anak kedua biasanya belajar lebih cepat daripada anak pertama (Munazalah, Prabowo, 2012). Pengetahuan adalah hasil “tahu” ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmojo. 2007). Toddler adalah tahap tumbuh kembang anak berusia 1-3 tahun. Sedangkan tumbuhan adalah perubahan dalam ukuran, besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa di ukur dengan berat dan panjang (sujono, sukrmin, 2009). Berdasarkan teori pertumbuhan dan perkembangan psikoseksual dari freud, anak toddler memesuki fase anal, pada fase ini fungsi tubuh memberikan kepuasan terpusat
295
pada anus, misalnya anak mengeluarkan BAK dan BAB sendiri, pada fase ini ajarkan anak konsep bersih, ketepatan waktu dan cara mengontrol diri. Dengan demikian toilet training adalah waktu yang tepat dilakukan pada priode ini (sujono, sukrmin, 2009).
III. METODA DAN ANALISA
Desain penelitian menggunakan Pra experiment yaitu pra pasca test dalam satu kelompok (one group pre-post-test design) dengan teknik sampel probality sampling dengan metode random sampling, derajat ɑ dengan 16 responden ibu dan Toddler di PAUD WILDAN Manyar Sidomikti, Gresik. Menggunakan uji tes analisa wilcoxon. Variabel independen : penyuluhan toilet training, Variabel dependen : pengetahuan ibu dan kemampuan toilet training toddler. Pengumpulan data penelitian ini dengan kuesioner pada ibu di PAUD WILDAN untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dan observasi kemampuan toddler melakukan toilet training sebelum diberikan penyuluhan dan post tes pengetahahuan dilakukan sesaat setelah penyuluhan sedangkan observasi kemampuan toilet training toddler dilakukan 2 minggu setelah penyuluhan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengaruh Penyuluhan Toilet Training Terhadap Pengetahuan Ibu
Tabel 1 :Pengaruh penyuluhan penyuluhan toilet training terhadap pengetahuan ibu
No
Pengetahuan Toilet Training Ibu
KriteriaPre
IntervensiPost
IntervensiN % N %
1 Baik 0 0 8 50.02 Cukup 6 37.5 7 43.83 Kurang 10 62.5 1 6.2
Total 16 100 16 100Mean 51.18 77.06SD 14.40 13.70
Wilcoxon = (p) 0.001
Berdasarkan tabel 5.6 pengetahuan toilet training ibu sebelum diberikan penyuluhan sebagian besar responden berpengetahuan kurang sebanyak 10 (62.5%) dan tidak ada responden yang berpengetahuan baik. Setelah dikakukan penyuluhan setengah responden berpengetahuan baik 8 (50.0%) dan sebagian kecil 1 (6.2%) berpengetahuan cukup. Hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test diketahui
tinggkat kemaknaan (p) = 0,001 dimana nilai (p) < 0,05 berarti H1 diterima, ada pengaruh penyuluhan toilet training terhadap pengetahuan ibu. Hasil rerata semula 51.18 (pre) mengalami perubahan pada hasil rerata (Post) sebesar 77.06 yang menunjukkan secara kuantitatif pengetahuan seseorang berubah setelah diberikan intervensi.
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Machfoedz, 2007). Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, informasi, lingkungan, pengalaman, pekerjaan dan usia (Notoatmojo 2007). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut menerima informasi baik dari orang lain maupun dari media massa sehingga makin banyak pula pengetahuan yang didapat (Notoatmodjo, 2007). Toilet training pada anak merupakan usaha melatih anak agar mampu mengontrol buang air kecil dan buang air besar. Secara umum dapat dilaksanakan pada anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian pada anak. Toilet training juga dapat bermanfaat dalam pendidikan seks sebab anak dapat mengenal anatomi tubuhnya sendiri serta fungsinya (Hidayat, 2008).
Pengetahuan dipengaruhi oleh 1) Pendidikan dan informasi, Sebelum dilakukan penyuluhan responden berpengetahuan kurang karena pendidikan dan informasi yang kurang mengenai toilet training. Penyuluhan toilet training merupakan pendidikan kesehatan yang secara langsung memberikan materi dan leaflet. Setengah dari jumlah responden berlatar belakang SMA. Maka semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima suatu perubahan. 2) usia, semakin bertambah usia semakin berkembang daya tangkap dan pola pikir seseorang. 3) lingkungan, berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan orang yang berada di lingkungan tersebut karena ada interaksi timbal balik yang direspon sebagai pengetahuan. 4) pekerjaan yang sering berinteraksi dengan orang lain lebih banyak pengetahuan daripada orang tanpa ada interaksi dengan orang lain. 5) pengalaman, ibu mempunyai satu anak dengan dua anak akan memiliki pengalaman berbeda. Setelah dilakukan intervnsi pengetahuan ibu meningkat namun satu ibu berpengalaman tetap dikarenakan, pengalaman ibu dalam mengasuh anak.
296
2. Pengaruh Penyuluhan Toilet Training Terhadap Kemampuan Toilet Training Toddler
Tabel 2 :Pengaruh penyuluhan toilet training terhadap kemampuan toilet training toddler
No Kriteria
Pre Intervensi
`Post Interven
siN % N %
1 Sama Sekali Belum Mampu
4 25.0 0 0
2 Mampu Dengan Bantuan
7 44 4 15
33
Mampu 2 12 3 19
4 Sangat Mampu
3 19 9 56
Total 16 100 16 100Mean 5.12 10.37SD 4.48 3.93
Wilcoxon (p) = 0.000 Berdasarkan tabel 5.7 diketahui sebagian besar toddler mampu dengan bantuan 7 responden (44%) dan sebagian kecil toddler mampu 2 responden (12%). Setelah dilakukan penyuluhan kemampuan toddler sebagian besar responden berkemampuan sangat mampu 9 reponden (56%) dan sebagian kecil mampu dengan bantuan 4 responden (25%). Hasil uji wilcoxon Signed Rank Test diapatkan nilai signifikan (p) = 0,000 dimana nilai (p) < 0,05 berarti H1 diterima, ada pengaruh penyuluhan toilet traiing terhadap kemampuan toilet training paa anak toddler. Hasil rerata yang semula 5.12 (pre) mengalami perubahan pada hasil rerata (Post) sebesar 10.37 yang menunjukkan secara kuantitatif bahwa kemampuan toilet training toddler berubah setelah diberikan intervensi. Kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu (Robin 2006). Toilet training adalah usaha melatih anak agar mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil ditoilet yang dapat dilaksanakan pada anak toddler (Hidayat, 2008). Faktor yang mempengaruhi kemampuan toilet training pada anak toddler dengan baik antara lain usia anak, kesiapan anak dan anak yang keberapa di keluarga (Munazalah, Prabowo, 2012). Usia dalam mencapai kemampuan toilet training yang optimal adalah antara 24-36 bulan (Hidayat 2008). Teori perkembangan psikososial dari Erikson, anak akan meniru perilaku orang lain
disekirnya untuk mengembangkan fungsi anatominya dalam mengontrol tubuh dan lingkungan melalui proses belajar (Riyadi, Sukarmin, 2009). Pelatih utama toilet training dilakukan oleh ibu sehingga kemampuan anak perempuan lebih cepat daripada anak laki-laki karena anak usia toddler lebih cenderung memiliki sifat imitasi, Padahal, toilet training antara laki-laki dan perempuan berbeda dalam segi cara buang air kecil / besar dan cara hygiene yang tepat. selain itu sistem syaraf anak laki-laki berkembang lebih lama dan anak laki-laki kurang kurang sensitif terhadap rasa basah di kulit mereka. Pada usia 24-36 bulan perkembangan bahasa anak baik secara verbal dan non verbal sudah mampu mengkomunikasikan kebutuhannya dalam bereliminasi. Selain itu perkembangan motorik anak pada usia ini juga menunjukkan perkembangan yang lebih matang sehingga dapat mendukung dalam peningkatan kemampuan toilet training, anak kedua dapat belajar lebih cepat daripada anak pertama dikarenakan dengan pengalaman dalam mengasuh anak. Mengajarkan toilet training selain persiapan dari ibu juga harus memperhatikan tanda kesiapan anak meliputi kesiapan fisik, mental dan psikologis.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Penyuluhan toilet training dapat meningkatkan pengetahuan ibu dalam toilet training pada anak toddler. Pengetahuan ibu dipengaruhi oleh faktor : usia dan pendidikan ibu .
2. Pengaruh penyuluhan toilet training kepada ibu dapat meningkatkan kemampuan toilet training pada anak toddler. Kemampuan anak dipengaruhi oleh faktor : jenis kelamin, usia, anak yang keberapa dalam keluarga.
Saran1. PAUD Dan Posyandu
Instansi PAUD WILDAN Manyar Sidomukti menyediakan toilet untuk melatih siswa dalam BAB dan BAK di toilet.2. Perawat
Perlu adanya penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ibu tentang toilet training dan bisa memberikan asuhan keperawatan yang baik serta menjadi support system dan motivator dalam menstimulasi tumbuh kembang toddler.3. Penelitian Lebih Lanjut
297
Waktu observasi pelaksanaan toilet training toddler lebih sering sehingga didapatkan hasil yang lebih optimal dan perlu adanya observasi tindakan yang berpengaruh langsung terhadap kemampuan toilet training pada toddler.
VI. KEPUSTAKAAN
Alligood, MR (2010) Nursing Theories and Their Work 6th Ed. Mosby. St. Louis Missouri.
Ardianto. (2009). Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Arikunto.(2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Bahara. (2008). Pengaruh Pengasuhan Terhadap Perkembangan Anak, Pengamatan Longitudinal Pada Anak Etnis Bugis Usia 0-12 Bulan, Disertasi Tidak Diterbitkan. Surabaya: PPS UNAIR
Binawarti D. (2006). Pengaruh Metode Pembelajaran Demonstrasi Terhadap Perubahan Prilaku Orang Tua Dan Kemampuan Toilet Training Pada Anak Toddler. Tidak dipublikasikan. Skripsi. Universitas Airlangga.
Fudyartanta, N. (2005). Psikologi Kepribadian Freudinamisme. Jogjakarta : Zenith Publisher.
Hartweg, D. (1995) Dorothea Orem: self-care deficit theorie. SAGE publisher
Hidayat A. Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Surabaya : Salemba Medika Surabaya.
Hidayat, A. Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Surabaya : Salemba Medika Surabaya.
Ijs. 2010. Toilet Training untuk Balita. Diakseshttp://www.indosiar.com/ragam/79080/toilet-training-untuk-balita. Di aksess pada 26 Agusstus 2014
Ladner (2002) Fundamentals of nursing: Standards & practice 2nd Ed. New York. Delmar-Thomson Learning.
Machfuedz. (2007). Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Fitramaya.
Maryunani, Anik. (2014). Asuhan Neonatus, Bayi Dan Anak Pra Sekolah. Jakarta : In Media.
Mubarak. Wahid Iqbal. (2007). Promosi Kesehatan. Jogjakarta : Graha ilmu.
Munazalah, Nur Laili & Prabowo, Cahyadi. (2012). Growing Up Usia 2 Tahun. Jakarta : Tiga Serangkai Putaka Mandiri
Notoadmodjo. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu prilaku. Jakarta: Renika Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Peenelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen Penelitan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Perker, Marlin E (Editor). (2001). Nursing Theories End Nursing Practice. Piladelpia : F. A. Davis Compeny.
Riblat, S.N., et al (2003). Parents And Child Profesional Toilet Training Attitudes And Pracite a Comparative Analysis. (http://www.journal.pedriatrics). Diakses pada 26 Agustus 2014
Riyadi, S & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Siti Z. (2012). Pendidikan Gizi dengan Media Booklet terhadap Pengetahuan Gizi. Jurnal Kemas, 7(2): 127-133.
Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Stephen P. Robin s. (2006) Perilaku Organisasi. Jakarta : Gramedia.
Sugiono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfa Beta.
298
HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN PROGRAM A6
UNIVERSITAS GRESIK
SAPTA JULI SRIHANDONOProgram Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Gresik
ABSTRAK
Stres merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh ketidak mampuan individu terhadap tuntunan internal maupun eksternal, (stimulus) yang dapat membahayakan penyesuaian terhadap situasi, stres dapat dialami siapa saja terlebih lagi pada mahasiswa dalam menghadapi skripsi, salah satu gangguan tidur yang muncul pada mahasiswa yang menghadapi skripsi adalah insomnia. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa program A6 Universitas gresik. Penelitian ini menggunakan desain Cross sectional, dengan teknik purposive sampling.Varibel independen adalah Tingkat Stres dan variable dependen adalah insomnia, pada mahasiswa S1 Keperawatan Program A6. Data diambil menggunakan kuesioner dengan uji statistik Spearman rank.Hasil penelitian ini didapatkan bahwa P = 0,239 yang berarti Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan tingkat stres dengan kejadian insomnia.Stres yang dialami mahasiswa mayoritas mengalami stres ringan dan mengalami insomnia sedang. Kesimpulan dalam penelitian ini jika seorang mampu berespon dengan baik terhadap stres maka seorang dapat memenuhi kebutuhan tidur sehingga tidak mengalami insomnia.
Kata kunci: Tingkat Stres, Insomnia dan Mahasiswa S1 Keperawatan.
ABSTRACT
Stress is a condition caused by the inability of individuals to the internal and external guidance, (stimulus) that could jeopardize the adjustment to the situation, the stress can be experienced by anyone but especially the students in the face of the thesis, one of the sleep disorders that appear on the face of the thesis students is insomnia. The aim of research was to determine the relationship of stress levels with the incidence of insomnia in gresik University student A6.This study used a cross-sectional design, with a purposive sampling technique. Independent variableis the level of stress and the dependent variable is the insomnia, the S1 Keperawatan A6 Program. Data collected using a questionnaire with the Spearman-rank test.The results of this study found that P = 0.239 which means Ho accepted which means there was no relation with the incidence of stress level of closeness hubungan insomnia.Stress experienced by the majority of students experiencing mild stress and insomnia are experiencing. Therefore concluded in this study if a well is capable of responding to stress that one can meet the needs of sleep so di’d not have insomnia.
Keywords: Level of Stress, Insomnia and S1 Nursing.
I. PENDAHULUAN
299
a. Latar Belakang
MD di University of Colorado (2008), dilaporkan sebanyak (67%) mahasiswa di Amerika mempunyai gangguan tidur (insomnia), (65,6%) terbangun di malam hari dan sulit tidur kembali, (72,2%) sulit berkonsentrasi sepanjang hari. Di Indonesia berdasarkan data di rumah sakit Cipto Mangunkusumo (2010), menunjukan bahwa gangguan tidur menyerang 10% dari penduduk Indonesia atau sekitar 28 juta orang akibat dari stres situasional seperti masalah pekerjaan, sekolah, penyakit, dan kehilangan orang yang berarti. Berdasarkan hasil kuesioner survey awal yang dilakukan pada 32 mahasiswa Program A6 S1 Keperawatan Universitas Gresik, terdapat mahasiswa yang mengalami stres ringan 10 orang (31.25%), mahasiswa mengalami stres sedang 8 orang (25%), mahasiswa yang mengalami stres berat 14 orang (43.75%), dan juga mahasiswa yang mengalami insomnia ringan 5 orang (15.62%),mahasiswa mengalami insomnia sedang 6 orang (18.75%), yang mengalami insomnia berat 19 orang (59.37%) dan yang tidak mengalami insomnia 2 orang (6.25%). Stres dan gangguan tidur yang terus berlangsung dapat menganggu mahasiswa skripsi untuk mencapai kesuksesan akademik, yaitu lulus dengan IPK tinggi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Robotham (2008) yang mencatat bahwa individu yang mengalami stres akan merasakan dampak negatif stres seperti sulit berkonsentrasi, mudah lupa, depresi, sakit kepala, dan berprilaku negatif, misalnya minum–minuman alkohol. gangguan tidur mengakibatkan terjadinya perubahan koknitif, persepsi perhatian suasana hati, dan meningkatkan resiko kecelakaan (Cabrera dan Schub, 2011) gangguan tidur berdampak terhadap belajar, seperti penurunan konsentrasi, motivasi belajar, kesehatan fisik, kemampuan berfikir kritis, kemampuan berinteraksi dengan individu atau lingkungan kampus dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas (Gaultney, 2010 : Mayoral 2006), Pada mahasiswa keperawatan yang sedang
menjalani skripsi sangat rentan mengalami stres yang berdampak pada gangguan tidur (insomnia). Keadaan stres tidak dapat di hilangkan dari kehidupan seseorang oleh karena itu di perlukan strategi untuk bisa mengurangi stres di antaranya dengan membangun kebiasaan baru untuk mengurangi kebosanan yang mengakibatkan stres, tidak melakukan perubahan yang tidak perlu, menyediakan waktu memfokuskan diri terhadap stres, mengelola waktu hal ini dapat berguna untuk individu yang tidak dapat memprioritaskan tugas yang dianggap penting dan membuat daftar tugas, serta memodifikasi lingkungan (Rasmun, 2004). Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Gresik dalam mengatasi stres saat menghadapi skirpsi diantaranya dengan metode pengalihan perhatian dimana mahasiswa melakukan aktifitas bersama seperti olahraga, maingame, jalan-jalan dan ada juga mahasiswa yang menyendiri dalam mengatasi stres dengan mendengar musik, merokok atau berdiam diri di kamar tanpa melakukan aktifitas apapun. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk penelitian dengan judul Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Insomnia pada mahasiswa program A6 Universitas Gresik.
b. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa program A6 Universitas Gresik.?
c. Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa program A6 Universitas Gresik. d. Manfaat Penelitian
c. Manfaat Teoritis
Untuk pengembangan Ilmu Keperawatan Dasar dalam memenuhi kebutuhan dasar tidur.
300
d. Manfaat Praktis
Untuk mengetahui tingkat stres dengan kejadian insomnia yang dialami oleh mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat segera mengatasi masalah tersebut agar tidak berkelanjutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Stres adalah segala situasi dimana tuntunan non spesifik yang mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan,respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis atau psikologis (Perry and Porter, 2005). Secara umum, yang dimaksud stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketergantungan emosi, dan lain-lain. Stres adalah segala masalah atau tuntunan penyesuaian diri, sesuatu yang menganggu keseimbangan kita (Hawari, 20003).
Insomnia berasal dari kata ini artinya tidak dan somnus yang berarti tidur, jadi insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. Selanjutnya dijelaskan bahwa insomnia ada tiga macam, yaitu pertama, Initial Insomnia artinya gangguan tidur saat memasuki tidur. Kedua, Middle Insomnia yaitu terbangun di tengah malam dan sulit untuk tidur lagi. Ketiga, Late Insomnia yaitu sering mengalami gangguan tidur saat bangun pagi (Hawari, 2000). Insomnia adalah gangguan tidur yang ditandai dengan kesulitan dalam memulai tidur dan mempertahankan tidur sehingga merasa tidur yang dilakukan tidak berkualitas.
III. METODE DAN ANALISA
Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Berdasarkan tujuan penelitian desain yang digunakan adalah analitik korelasi yang bertujuan untuk mengali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2002), dengan pendekatan Cross Sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran data variable independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2011). Dalam hal ini penelitian mengkaji Hubungan Tingkat Stres saat menghadapi skripsi dengan kejadian
Insomnia pada Mahasiswa Keperawatan program A6 Universitas Gresik.
IV. HASIL DAN PEMBAHASANTabel 1:Hubungan Tingkat Stres dengan
Kejadian Insomnia pada Mhahasiswa Program A6 Universitas Gresik
Dari Tabel diatas tabulasi dari hasil penelitian yang di uji dengan hasil uji Spearmen Rank dengan SPSS 16.0 di dapatkan hasil bahwa p = 0,239 maka hasil kesimpulan Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa, didapatkan pula r = 0,214 yang berarti tingkat hubungan rendah.
Teori menurut Hawari (2008) bahwa stres merupakan reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan dan ketegangan emosi yang dapat di pengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor internal yang bersumber dari diri sendiri, stres individual dapat timbul dari tuntunan pekerjaan atau beban berat, motivasi dan harapan , tipe kepribadian dalam menyesuaikan diri dengan pekerjaan, membenci kegiatan terencana dan selalu berorientasi pada pekerjaan, melakukan pekerjaan sebanyak mungkin dalam jangka waktu yang singkat, bersaing penuh kekuatan, berbicara eksploratif, ambisius, tidak sabar, emosional dan terdapat pula faktor eksternal stres yang dapat bersumber dari keluarga, kondisi lingkungan, fasilitas, kondisi keuangan yang dapat menimpa siapa saja, baik laki – laki maupun perempuan.
Karakteristik responden. menunjukkan hampir sebagian besar perempuan sebanyak 25 (78,12%), stres pada mahasiswa perempuan terlalu memikirkan konsul skripsi sering kali muncul karena didapatkan revisi yang berulang – ulang,
301
Insomnia Total
Ringan Sedang Berat
Tingkat Stres
Stres Ringan
7 19 2 28
Stres Sedang
1 1 2 4
Total 8 20 4 32
Hasil Uji Analisa Spearmen Rank p = 0,239 r = 0,214
sehingga mahasiswa tergesa – gesa dan memikirkan revisi yang didapat sangat banyak sehingga mahasiswa mengalami stres.
Karakteristik responden. menunjukkan sebagian besar mahasiswa bertempat tinggal bersama keluarga 21 orang (65,62%). Stres yang di alami mahasiswa dengan tidak adanya teman sederajatnya mahasiswa mengerjakan revisi sendiri tanpa adanya teman, karena mahasiswa tinggal bersama keluarga, dari 32 responden sebagian besar mahasiswa berjenis kelamin perempuan sebanyak 25 (78,12%), dan sebagian besar mahasiswa berumur 22 tahun sebanyak 19 (59.37%). keluarga tidak bisa membantu karena tidak tahu masalah revisi yang didapat oleh mahasiswa, sehingga mahasiswa mengalami stres. Stres yang didapat mahasiswa tidaklah berat dengan adanya keluarga mahasiswa sering berdekatan sama keluarga mencurahkan isi hati yang di deritanya sehingga keluarga mampu memberikan solusi baik untuk mahasiswa dan mahasiswa mampu menjalani skripsi dengan baik.
Sebagian besar mahasiswa mengalami stres ringan seperti mudah marah karena hal-hal kecil yang dapat dilihat dari kuesioner pada item no,1, responden menjawab jarang mengalami hal tersebut.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
b. Kesimpulan
Tidak terdapat hubungan tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa Universitas Gresik, terutama yang berhubungan dengan faktor
internal dan eksternal.
c. Saran
1. Untuk institusi pendidikan
Diharapkan untuk pembimbing skripsi mahasiswa supaya mampu memotivasi mahasiswa selama bimbingan sehingga stress pada mahasiswa dapat terminimalisasi.
2. Untuk mahasiswa ( responden )
Berusaha membangun prilaku yang efektif agar mahasiswa mampu mengatasi (masalah) stres yang dialami secara mandiri dan diharapkan juga pada mahasiswa dapat merubah model mengerjakan revisi dengan tidak melakukan model mengerjakan sistem kebut semalam (SKS), karena kesulitan tidur jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya insomnia.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variabel dan instrumen lain yang mampu mengurangi dampak dari stres.
DAFTAR PUSTAKA
Adeleyna, N. (2008). Analisis Insomnia pada Mahasiswa melalui Model Pengaruh Kecemasan Tes. Jakarta : Universitas Indonesia.
Akoso. (2009). Bebas Insomnia. Yogyakarta : Kanisius.
Arikunto, Suhasmi (2006). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta : Rhineka Cipta
Arikunto. (2010). Prosedur penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Botney (2010) Subjective and Objective Daytime Consequences of Insomnia. USA : Informa Healthcare.
Depkes RI. (2007). Laporan Nasional Riskesdes 2006. Jakarta : Badan Penelitian Dan pengembangan Kesehatan.
Dimatteo, MR & Martin, LR. (2002). Health Psycology. Boston : Allyn and Bacon.Djaali. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Epstein, JL & Mardon, S. (2007). The Harvard Medical School Guide to a Good Night’s Sleep. USA : McGraw-Hill eBooks.
Gunawan, dkk. (2001). Gangguan pola tidur. Nuha Medika : Jogjakarta.
Handayani. (2008). Deteksi Dini Gangguan Pola Tidur. Nuha medika : Jogjakarta.
Hawari, D. (2008). Doa dan Dzikir Sebagai Pelengkap Terapi Medis. Jakarta FIKUI
302
Hidayat, A, Azis (2003). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta Salemba Medika.
Jefrey, S.Nevid.2007. psikologi abnormal. Jakarta : Erlangga
Johana, Rosalina. (2008). 25 Oktober 2012. Pukul 19.30 WIB. “Menyiasati Stres Dalam Dunia Perkuliaan” www.all-abaut-stress,com.
Kozier, dkk. (2002). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Prakteik. Edisi 7. Jakarta. EGC
Lilis, dkk. (2001). 29 Oktober 2012. Pukul 01.15 WIB. Siklus Tidur Normal. www.sleep-knowledge.com
Lovibond. (1995). Depression Anxiety Scale Stress 13 ( DASS 13). http;//www.swin.edu.au.tanggal 22 November 2012. Pukul 22.12 WIB.
Notoatmodjo,S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.
Nursallam. (2010). Pendekatan Praaktis Metodologi Riset Keperawatan. Penerbit.Sagung Seto. Jakarta.
Nursalam, (2011). Konsep dan Metode Penelitian Ilmu Kesehatan . Jakarta: Salemba Medeika
Pagel, J, (2008) Bahaya Gangguan Tidur. www.sleepclinic.com
Pigeon, WR. (2010). Insomnia as a Risk Factor in Disease. USA : Informa Healthcare.
Potter& perry. (2003). Fundamental Keperawtan. Edisi 2.EGC : Jakarta.
Rasmun, (2004). Stres dan Adaptasi : Teori Podon Masalah Keperawatan.Edisi 1. Sagung Seto: Jakata.
Sigiono (2004). Statistik Untuk Penelitian. Bandung, Alfabeta
Widya. (2012). Mengatasi Insomnia. Yogyakarta : Katahati
303
HUBUNGAN OBESITAS DENGAN TINGKAT KADAR KOLESTEROL DALAM DARAH
Anib Ubaidillah
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Gresik
ABSTRACT
Obesity was overweight as a resulted of excessive accumulation of body fat that can harm our health. With increased in weight, the size of the fat cells will increased in size and the possibility of multiplyed in number, if it was on leave will have an impact on health which will further increase the risk of various diseased. The purpose of this research was to determine the relationship of obesity with the level of cholesterol in the blood.The method used Cross-sectional design, with purposive sampling. Population in this research were 27 people that obesity. Samples taked as many as 24 respondents. Independent variable was obesity, and the dependent variable was the level of cholesterol in the blood. The data of this research were taked by used observation. From the test resulted of Spearman rank test showed (α count) = 0.001 and r = 0.764 correlation means that there was a strong association of obesity with the level of cholesterol in the blood.Obesity was indeed a crucial issue for our body and because the main effect will increased the risk of various diseases, therefore we have to be good at choosing foods that we consume our weight can be controlled and not at risk for various diseases caused by an increase d in weight.
Keywords: Obesity, the level of cholesterol in the blood
ABSTRAK
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemungkinan jumlahnya bertambah banyak, bila hal ini di biarkan akan berdampak pada kesehatannya yang akan semakin beresiko meningkatkan berbagai macam penyakit. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah.Desain penelitian ini menggunakan Cross sectional design, dengan purposive sampling. Populasi pada penelitian ini ada 27 orang yang mengalami obesitas. Sampel yang diambil sebanyak 24 responden. Variabel independennya adalah obesitas, dan variabel dependennya adalah tingkat kadar kolesterol dalam darah. Data penelitian ini diambil dengan menggunakan observasi.Dari hasil uji statistik Spearman Rank Test didapatkan hasil (α hitung) = 0,001 dan korelasi r = 0,764 artinya ada hubungan kuat obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah.Kegemukan ini memang menjadi masalah penting dan utama bagi tubuh kita karena efeknya akan meningkatkan resiko berbagai macam penyakit, oleh karena itu kita harus pandai memilih makanan yang akan kita konsumsi agar berat badan kita dapat terkontrol dan tidak beresiko terkena berbagai macam penyakit yang di sebabkan oleh peningkatan berat badan.
Kata kunci: Obesitas, tingkat kadar kolesterol dalam darah
304
1. PENDAHULUAN
305
e. Latar Belakang
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemungkinan jumlah bertambah banyak (Sugondo, 2006). Penimbunan lemak pada jaringan adipose visceral dalam jangka panjang menyebabkan ketidak mampuan sel lemak untuk menyimpan trigliserida secara adekuat merupakan tahap awal terjadinya hipertrigliseridemia. Kolesterol adalah senyawa kimia yang secara alamiah dibuat oleh tubuh, dan komponen struktural yang esensial dalam membran sel dan selubung mielin (Zamora A, 2007). Kolesterol merupakan komponen lemak darah, dan diketahui bahwa lemak merupakan zat yang di butuhkan tubuh selain protein, vitamin, mineral dan karbohidrat. Lemak dalam tubuh kita berguna untuk membentuk dinding sel-sel tubuh. Akibat beberapa mekanisme ini yang merupakan akibat dari penimbunan lemak (Obesitas) dalam jangka panjang sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kolesterol dalam darah (Subramanian, 2011). Proses dari studi pendahuluan peneliti di desa Tlogogede Balongpanggang Gresik pada bulan Agustus 2014 jumlah keseluruhuan 328 orang, dan yang mengalami obesitas sebanyak 27 (8%) dengan IMT 26,0. Namun hubungan obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah belum dapat di jelaskan.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko di negara-negara berkembang. Di seluruh dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 juta adalah obese. Di waktu mendatang epidemi obesitas akan melanda negara – negara dibenua Asia . Bentuk tubuh orang Asia yang rata – rata lebih kecil dari penduduk di negara Barat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) jumlah orang dewasa di dunia yang mengalami obesitas sekitar 400 juta orang dan akan meningkat sampai 700 juta orang pada tahun 2015 (Chan, 2010). Angka kejadian obesitas di Indonesia. Tahun 2010 di atas usia 18 tahun yaitu laki-laki 7,8% dan perempuan 15,5% (Depkes 2010). Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan
bahwa 21.7% orang dewasa Indonesia mengalami obesitas, dan perempuan memiliki prevalensi yang lebih tinggi (26.9%) dibandingkan laki-laki (16.3%) (Balitbangkes 2010). Di desa Tlogogede Balongpanggang Gresik pada bulan Agustus 2014 yang mengalami obesitas sebanyak 27 (8%) dengan IMT 26,0. Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia pada tahun 2002, tercatat sebanyak 4,4 juta penderita hiperkolesterol atau sebesar 7,9% dari jumlah total kematian di usia muda. Hiperkolesterol ialah keadaan dimana kadar kolesterol dalam tubuh melebihi keadaan normal (Oetoro, 2007). Data yang dihimpun oleh (WHO, 2008) memperlihatkan bahwa prevalensi faktor risiko hiperkolesterol pada wanita di Indonesia lebih tinggi yaitu 37,2 dari pada pria yang hanya 32,8. Berdasarkan survei yang dilakukan di SDK Fr. Don Bosco Manadopada tahun 2008, terdapat 35,1% penduduk Indonesia berusia 25 tahun keatas dengan obesitas yang memiliki nilai kolesterol total 190 mg/dl.
Sekitar 80 % kolesterol diproduksi di hati, selebihnya diperoleh dari makanan (diet). Diet kolesterol terutama berasal dari daging, ayam, dan ikan. Organ dalam seperti hati umumnya mengandung kolesterol dalam jumlah tinggi (Wedro et al., 2010). Kolesterol berperan dalam banyak proses metabolisme tubuh, sintesis hormon seperti estrogen, testosteron and adrenalin, produksi vitamin D, dan asam empedu yang membantu tubuh mencerna lemak dan mengabsorpsi vitamin larut lemak dalam saluran pencernaan (Lavelle P, 2006), Faktor penyebab hiperkolesterol diantaranya, faktor keturunan, konsumsi makanan tinggi lemak, kurang olahraga dan kebiasaan merokok (Setiati, 2009). Gemuk merupakan kriteria untuk mengukurkesuburan dan kemakmuran suatu kehidupan, sehingga pada saat itu banyak orang berusahamenjadi gemuk dan mempertahankanya sesuai dengan status sosialnya, dalam perkembanganselanjutnya justru sebaliknya kegemukan atau obesitas selalu berhubungan dengan kesakitandan peningkatan kematian (Hermawan, A Guntur, 2010).Di Indonesia, persoalan obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan.Kecenderungan terjadinya obesitas berhubungan erat dengan pola makan. Berbagai faktorberperan dalam timbulnya obesitas, tetapi yang paling penting adalah
306
ketidak seimbanganantara masukan makanan dan aktifitas fisik (Misnadiarly, 2007).
Obesitasmerupakan dampak ketidak seimbanganenergi asupan jauh melampaui keluaranenergi dalam jangka waktu tertentu. Faktoryang menunjang kelebihan ini yaitu terlalubanyak makan dan terlalu sedikit bergerak(Arisman 2010). World HealthOrganization (WHO) tahun 2006 menyatakanbahwa obesitas merupakan suatu kondisiyang berisiko terhadap munculnya penyakitdegeratif. Obesitas sentral dapat terjadi padalaki-laki atau perempuan. Keadaan obesitassentral dipengaruhi oleh tidak seimbangnyaasupan energi dan kurangnya aktivitas fisiksehingga akumulasi lemak lebih banyak terjadidi bagian perut karena sel lemak di bagianperut lebih besar (Pusparini, 2007). Namun pada obesitas dikatakan dapat terjadinya gangguan pada regulasi asam lemak yang akan meningkatkan kadar kolesterol (Sherwood, 2001). Peningkatan kolesterol darah juga dapat disebabkan oleh kenaikkan kolesterol yang terdapat pada very-low-density lipoprotein dan low–density lipoprotein sekunder karena peningkatantrigliserida yang besar dalam sirkulasi apabila terjadi penumpukan lemak berlebihan didalam tubuh (Ahmar, 2010). Penderita obesitas mengalami penumpukan lemak yang berlebihan di dalamtubuh, yang ditandai dengan peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atasnormal.Kadar kolesterol yang tinggi dapat menyebabkanpembentukan arteriosklerosis, dan Peningkatan kadar kolesterol darah sebanyak 1,0 mmol/L dapat meningkat risiko penyakit jantung iskemik sebesar 14%. Keadaan dimana kadar kolesterol dalam darah lebih tinggi dari pada batas normal disebut hipertrigliseridemia (Widiharto, 2008). kadar kolesterol merupakan komponen dari dislipidemia aterogenik dan sering kali merupakan tanda awal dari kondisi lain yang berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskuler, seperti sindroma metabolik dan diabetes melitus (DM) tipe II (Bersot et al., 2006).
Kegemukan ini memang menjadi masalah penting dan utama bagi tubuh kita karena efeknya akan membuat badan atau tubuh kita menjadi lambat bergerak, kolestrol, sesak nafas, serta membuat kita malas untuk bergerak.Penimbunan lemak dalam tubuh yang tanpa disertai adanya pergerakan untuk mengolah lemak menjadi karbohidrat membuat tubuh akan menimbun lemak terus-
menerus sehingga terjadilah kegemukan atau obesitas (Bersot et al., 2006). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tipe pangan yang kita masukkan ke dalam tubuh menentukan yang akan dibakar dan yang akan disimpan sebagai lemak tubuh. Oleh karena itu kita harus pandai memilih makanan yang akan kita konsumsi. Pangan berkadar kolesterol rendah akan membantu dalam penurunan berat badan karena pangan tersebut dapat mengenyangkan dalam waktu yang cukup lama dan dapat membantu membakar lemak tubuh lebih banyak. Berdasarkan fenomena diatas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan kejadian obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah.
1.2 Rumusan MasalahApakah ada hubungan obesitas dengan
tingkat kadar kolesterol dalam darah ?1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan hubungan obesitas dengan tingkat kadar kolestrol dalam darah.1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi obesitas.2. Mengidentifikasi tingkat kadar
kolesterol dalam darah.3. Menganalisis hubungan obesitas
dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah.
1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Teoristis
Masukan dalam pengembangan penelitian kejadian obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah di bidang ilmu keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah.
1.4.2 Praktis1. Bagi perawat
Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai masukan bagi perawat untuk meningkatkan kesehatan individu, maupun masyarakat, dan Sebagai motifasi dalam meningkatkan pengetahuan khususnya tentang obesitas.
2. Bagi masyarakatMemberi saran dan masukan pada masyarakat tentang tidak sehatnya
307
serta banyak resiko penyakit yang dapat di sebabkan oleh obesitas.
3. Bagi peneliti selanjutnyaMemberi tambahan kepustakaan dan masukan peneliti selanjutnya yang berminat mengenali lebih lanjut tentang masalah obesitas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Obesitas adalah suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relatif seseorang, sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, yang dapat ditentukan dengan indeks masa tubuh, berat badan dan persentase lemak dalam tubuh (Romauli Simatupang, 2008). Sedangkan Overweight adalah tahap sebelum dikatakan obesitas secara klinis (Guyton, 2007). Seseorang yang dikatakan obesitas apabila terjadi pertambahan atau pembesaran sel lemak tubuh mereka (Myers, 2004).
Menurut Sherwood (2003), obesitas terjadi jika, selama periode waktu tertentu, kilokalori yang masuk melalui makanan lebih banyak daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak. Sedangkan menurut Fauci, et al., (2009), obesitas dapat disebabkan oleh peningkatan masukan energi, penurunan pengeluaran energi, atau kombinasi keduanya. Selain itu, akumulasi lemak tubuh berlebihan sangat dipengaruhi lingkungan, faktor genetik, faktor sosial, dan kondisi ekonomi. Faktor genetik dianggap menentukan kerentanan terhadap timbulnya obesitas, dan 30-50 % variasi penyimpanan lemak tubuh total. Penyebab sekunder obesitas dapat berupa kerusakan hipotalamus, hipotiroid, Cushing’s syndrome, dan hipogonadisme. Penggunaan obat-obatan juga dapat menimbulkan penambahan berat badan seperti penggunaan obat antidiabetes (insulin, sulfonylurea, thiazolidinepines), glukokortikoid, agen psikotropik, mood stabilizers (lithium), antidepresan (tricyclics, monoamine oxidase inibitors, paroxetine, mirtazapine) atau obat-obat anti epilepsi (volproate, gabapentin, carbamazepin). Faktor penyebab obesitas sangat kompleks. Kita tidak bisa hanya memandang dari satu sisi. Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai
penyebab utama obesitas. Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang obese, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan (Guyton, 2007).
Kolesterol adalah sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Kolesterol di dalam tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu di satu sisi diperlukan dan di sisi lain dapat membahayakan bergantung berapa banyak terdapat di dalam tubuh dan di bagian mana. Kolesterol juga merupakan unsur penting dalam membran sel dan lapisan luar lipoprotein (Botram dan Mayes, 2006). Sterol yang serupa ditemukan pada tumbuhan normalnya tidak diabsorpsi dari saluran cerna. Kebanyakan kolesterol terkandung di dalam kuning telur dan lemak hewani (Ganong, 2005). Krichevsky (2006) menyatakan bahwa kolesterol mewakili sekitar 0,2% dari total berat tubuh. Otak dan sistem saraf pusat, jaringan ikat, otot, dan kulit meliputi sekitar 75% kolesterol tubuh.
Kolesterol umumnya berasal dari menu makanan yang dikonsumsi. Semakin banyak konsumsi makanan berlemak, maka akan semakin besar peluangnya untuk menaikkan kadar kolesterol. Contoh makanan tersebut seperti gorengan, minyak kelapa atau kelapa sawit, alpukat, durian, daging berlemak, jeroan, kacang tanah, dan sejenisnya Kolesterol dalam kadar tertentu bermanfaat bagi tubuh. Namun, jika tidak dikontrol dan kadarnya berlebihan dalam tubuh, kolesterol dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan seperti darah tinggi, penyakit jantung, stroke, batu empedu, dan gagal ginjal.
Kolesterol termasuk zat gizi yang sukar di serap oleh tubuh, masuk ke dalam organ tubuh melalui sistem limfatik. Kolesterol dalam plasma darah terutama di jumpai berikatan dengan asam lemak dan ikut bersikulasi dari bentuk ester kolesterol (Hertog N, 2002). Kolesterol tidak dapat diedarkan langsung oleh darah karena tidak larut dalam air. Untuk mengedarkannya, diperlukan
308
molekul “pengangkut” yang disebut lipoprotein. Ada dua jenis lipoprotein, yaitu high density lippoprotein (HDL) dan low density lippoprotein(LDL).
1. Kolesterol LDL (low-density lipoprotein)
LDL adalah pembawa kolesterol utama dalam plasma. Lipoprotein ini mentransport kolesterol ke sel – sel perifer untuk sintesis membrane dan produksi hormone, dan ke hati untuk produksi asam empedu (Rubenstein, 2007). Kolesterol LDL menahan kolesterol dan apoprotein B-100 yang umumnya berasal dari dalam VLDL sehingga LDL ini kaya akan kolesterol dan apoprotein B-100. LDL dihilangkan dari sirkulasi dengan cara berikatan dengan reseptor B-100/E membrane plasma(Reseptor LDL) di hepar dan jaringan ekstrahepatik. Umumnya kolesterol dan apoprotein B-100 dikeluarkan melalui proses di hepar. Pembebasan kolesterol dalam LDL ke dalam jaringan akan menekan sintesis molekul kolesterol yang baru. Defisiensi aktivitas reseptor LDL menyebabkan terjadinya hiperkolesterolemia tipe IIa (hiperkolesterolemia familial). Hal ini merupakan kelainan genetik yang serius yang paling umum terdapat pada manusia (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2009). Disebut kolesterol jahat karena menempel pada dinding pembuluh darah. Kolesterol LDL mengankut kolesterol paling banyak di dalam darah. Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol dalam arteri (Soeharto, 2004)
2. Kolesterol HDL (high-density lipoprotein)
HDL adalah pembawa kolesterol dari jaringan perifer ke hati untuk diekskresi (Rubenstein, 2007). Kadar HDL yang sangat tinggi (sampai 95%) berkorelasi positif dengan lamanya masa hidup. Tingkat kadar kolesterol HDL plasma di anggap rendah bila kadarnya dibawah 35 mg/dl. (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2009).Dianggap kolesterol baik karena mencegah pelekatan pada dinding pembuluh darah. Dan membuang kelebihan kolesterol jahat di pembulu darah arteri kembali ke hati, untuk di proses dan di buang.HDL ini mempunyaikandungan lemak
lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehinggalebih berat (Parker, 2010).
III. METODE DAN ANALISA
Penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan cross sectional, dilaksanakan di Desa Tlogogede Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik pada bulan januari 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah warga Desa Tlogogede yakni 27 orang.yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan sebagai responden penelitian didapat sample 20 responden.
Variabel independen dalam penelitian ini adalahobesitas, sedangkan variable dependennya adalah tingkat kadar kolesterol dalam darah. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini melalui kuisioner dan observasi. Lembar observasi pada penelitian ini digunakan untuk hubungan obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah. Data-data yang sudah berbentuk ordinal dan ordinall, dianalisis dengan menggunakan uji statistik Spearman Rank dengan taraf signifikan ρ≤ 0,05 dengan program SPSS 17 for Window maka Ho ditolak dan H1 di terima.
IV. HASIL DAN PEMBAHASANHubungan obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah.
No
Obesitas
Tingkat Kadar Kolesterol Dalam
Darah Frekuens
i%Nor
mal
Batas Tingg
i
Tinggi
∑ % ∑ % ∑ %
1
Resiko Obesitas
28,33
520,84
0 0 729,17
2 Ob 0 0 1 58 0 0 14 58
309
esitas I 4 ,3
3,33
3
Obesitas II
0 0 0 0 312,5
3 12,5
Jumlah 2
8,33
19
79,17
312,5
24 100
Spearman Rho Rank ρ = 0,001 r = 0,764
Tabel 5.1Distribusi Obesitas Dengan Kadar Kolesterol Dalam Darah di Desa Tlogogede Balongpanggang Kabupaten Gresik Bulan Januari2015
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 24 responden didapatkan bahwa sebagian besar yaitu 14 (58,33%) responden memiliki tingkat obesitas I dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah dalam batas tinggi dan sebagian kecil responden dengan tingkat obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah normal yaitu 2 responden (8,33%).Dengan menggunakan uji statistik non parametrik, korelasi spearmans rho tingkat kemaknaan α ≤ 0,05 didapatkan hasil ρ =0,001 artinya ada hubungan antara obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah. Sedangkan nilai korelasi r = 0,764 artinya ada derajat hubungan yang kuat antara obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan1. Sebagian besar responden mengalami
obesitas tingkat I. Di pengaruhi oleh faktor jenis kelamin, umur, pekerjaan, kebiasaan merokok dan berolah raga.
2. Hampir seluruhnya responden kadar kolesterolnya dalam batas tinggi. Di pengaruhi oleh faktor jenis kelamin, umur, kebiasaan merokok dan berolah raga.
3. Semakin obesitas seseorang maka kadar kolesterol dalam darahnya semakin tinggi.
6.1 Saran1. Tenaga kesehatan untuk meningkatkan
kesehatan individu, maupun masyarakat,
dan Sebagai motivasi dalam meningkatkan pengetahuan khususnya tentang obesitas dengan jalan memberikan health education kepada individu tentang pola makan yang baik agar individu tidak mengalami obesitas dan dapat mengontrol kadar kolesterol dalam darahnya.
2. Agar masyarakat lebih memperhatikan pola makannya agar berat badannya dapat terkontrol dan tidak terjadi obesitas karena obesitas dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darahnya dan meningkatkan berbagai macam resiko penyakit seperti : darah tinggi, penyakit jantung, dan stroke.
3. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar, serta dengan topik lainnya seperti faktor-faktor yang berhubungan dengan obesitas dan kolesterol sehingga hasil yang diharapkan bisa maksimal
VI. DAFTAR PUSTAKA
Adiwinanto (2008). Pengaruh Intervensi Olahraga di Sekolah Terhadap Indeks Massa Tubuh dan Tingkat Kebugaran Kardiorespirasi Pada Remaja Obesitas. Available from: eprints.undip.ac.id/17622/1/Wahyu Adiwinanto.pdf Accesed 26 April 2011 jam 18.30.
Alimul (2004). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGCAlwi (2009). Manifestasi Klinis Jantung Pada
Penyakit Sistemik. In: Aru W. Sudoyo et al. ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Arora (2007). A Study on Lipid Profile And Body Fat in Patients with Diabetes Melitus. Jurnal ofAnthropologist. 9(4): 295-298.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI [Balitbangkes] (2010). Riset Kesehatan Dasar 2010. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
310
Bahri (2004). Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Jantung Koroner. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Bungin (2006). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Edisi pertama. Jakarta:Kencana.
Denke (2006). Lipids and Dyslipoproteinemia. Edisi 20. W.B. Saunder Company, Philadelphia,
Depkes (2010). Diet sehat bagi penderita obesitas dengan mengkonsumsi makanan rendah lemak dan serat sehat. diunduh dari http://aguskrisno.wordpress.com / akses tanggal 13 April 2011 jam 19.30.
Freitag Harry (2010). Bebas Obesitas Tanpa Diet Menyiksa. Jogjakarta : Medpress.
Ganong (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Graha, K.C (2010). Struktur dan fungsi lemakDalamKolesterol.PT Elex Media Komputindo, jakarta : EGC.
Guyton and Hall (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11st ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Hermawan, A Guntur. (2010) . Pangan dan Gizi.http://si.uns.ac.id/profil/upload publikasi/Jurnal/3. pdf. Akses tanggal 11 februari 2012.
Hill, (2005). Obesity: Etiologi in Modern Nutrition in Health and Diasease. Lipponcot Williams & Wilkns. USA.
Kritchevsky, (2006), Cholesterol and Other Dietary Sterols in Moden Nutrition in Health end Disease. Lippincott Williams & Wilkins. USA.
Kumar, et al. (2007). Buku ajar patologi, Vol. 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
LIPI (2009). Kolesterol. UPT-BALAI INFORMASI TEKNOLOGI LIPI. Pangan dan Kesehatan. Copyright@2009. http://medicastore.com.
Misnadiarly. (2007).Obesitas Sebagai Faktor Risiko Beberapa Penyakit. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Moleong. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung
Notoadmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Eka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodoligi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika,
Oetoro (2007). Cara Cerdas Menyikapi Kolesterol. http://www.medicastore. com / kolesterol / diakses tanggal 18 April 2010 jam 19.00.
Romauli Simatupang, (2008), Pengaruh Pola Kosumsi, Aktivitas Fisik dan Keturunan Terhadap Kejadian Obesitas Pada Siswa Dasar Swasta. http://repository. usu.ac.id (diunduh pada tanggal 8 maret, 12:39)
Rubenstein (2007). Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Setiati (2009). Bahaya Kolesterol, Mengenal, Mencegah dan Menanggulangi Kolesterol. Yogyakarta: Dokter Books,
311
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG BAHAYA ROKOK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP BERHENTI MEROKOK
MUHAMMAD FANANIProgram Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Gresik
ABSTRACTSmoking behavior was individual activity in form of burning and sucking cigarette
which can produce smoke are able to be inhaled by surrounding people. The aim of this research was to know the effect of health education about cigarette danger toward knowledge and behavior to stop smoking.
The research method used preexperimental one group pre – post test designed by using purposive sample respondent consisted of 12 person. Dependent variable was the knowledge and behavior to stop smoking. Collecting data used questionnaire, leaflet then tested by wilcoxon signed rank test and McNemar with level of significant < 0,05.
The result of wilcoxon signed rank test and McNemar obtained that there was effect of health education about cigarette danger toward the effect of teenager knowledge in which the significant value = 0,000 and statistical test = -4,302. There was effect of health education on the danger of smoking on adolescent attitude where significant value = 0.008.
The giving of health education about cigarette danger could effect knowledge and behavior to stop smoking and it was hoped that this research could increase knowledge to the respondent, especially about cigarette danger toward health if it was consumed in the long term.Key words : Health Education, Knowledge, Behavior To Stop Smoking.
ABSTRAKPerilaku merokok merupakan sesuatu aktivitas yang dilakukan individu berupa
membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang – orang yang ada disekitarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan tentang bahaya rokok terhadap pengetahuan dan sikap berhenti merokok.
Metode penelitian ini menggunakan pre eksperimental one gruop pre – post test desain dengan menggunakan purposive sampling responden berjumlah 12 orang. Variabel dependen adalah pengetahuan dan sikap berhenti merokok. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, leaflet kemudian di uji dengan Willcoxon Signed Rank Test dan McNemar dengan tingkat siginifikan < 0,05.
Hasil dari uji Willcoxon Signed Rank Test dan McNemar di dapat bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok terhadap pengetahuan remaja dimana nilai signifikan = 0,000 dan test statistik -4,302. Ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok terhadap sikap remaja dimana nilai signifikan = 0,008.
Pemberian pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap berhenti merokok dan diharapkan dapat menambah pengetahuan pada responden terutama tentang bahaya rokok terhadap kesehatan jika digunakan dalam jangka waktu yang lama.Kata kunci : pendidikan kesehatan, penegtahuan, sikap berhenti merokok.
I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Perilaku merokok adalah sesuatu aktivitas yang dilakukan individu berupa
310
membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang – orang disekitarnya,menurut Levy (dalam Nasution, 2007).Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti bahwa sebagian besar remaja siswa MTs AL Fattah Banyuurip Ujung Pangkah Gresik sudah mulai merokok. Di lingkungan sekolah misalnya terjadi pada pagi hari sebelum masuk sekolah, waktu istirahat, dan pulang sekolah. Mereka sering merokok di tempat penitipan sepeda motor, warung makan, rental play station dan rumah siswa yang dekat dengan sekolahan. Mereka merokok dengan bergerombol dan sambil ngobrol serta bisa menghabiskan rokok sekitar 1 – 5 batang dalam waktu yang singkat. Perilaku merokok mereka ada yang sembunyi – sembunyi supaya tidak ketahuan oleh pihak sekolah tetapi ada juga yang secara terbuka memperlihatkan perilaku merokoknya. Bahkan ironisnya lagi ada yang berani merokok di kantin sekolah maupun di kamar mandi sekolah yang jelas – jelas merupakan area terlarang karena berada di lingkungan sekolah, bahkan pihak sekolah pun sudah memberikan sanksi bagi siswa yang kedapatan merokok diarea sekolah, tapi sanksi tersebut tidak membuat siswa menjadi jera atau takut. Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti pada tanggal 9 bulan september dengan jumlah populasi kelas IX sebanyak 13 siswa dengan presentase 8% mengetahui tentang bahaya merokok dan 92% tidak mengetahui tentang bahaya rokok, sehingga mereka tidak mau berhenti merokok. Kondisi di atas didukung dengan pihak sekolah yang belum pernah memberikan edukasi tentang bahaya rokoksehingga siswa yang merokok tidak mau berhenti. Kondisi di atas menimbulkan kekhawatiran terhadap perilaku merokok remaja, bukan tidak mungkin dengan pengetahuan yang kurang terhadap bahaya rokok mereka akan menjadi perokok berat di usia dewasa. Pada awalnya mereka hanya coba – coba untuk merokok kemudian mereka menjadi ketagihan. Kandungan rokok membuat seseorang ketagihan dan tidak mudah untuk berhenti merokok karena dua alasan, yaitu faktor ketergantungan atau adiksi pada nikotin dan faktor psikologis
yang merasakan adanya kehilangan suatu kegiatan tertentu jika berhenti merokok (Aula, 2010). Meskipun semua orang mengetahui tentang bahaya yang ditimbulkan akibat rokok, tetapi hal ini tidak pernah surut dan hampir setiap saat dapat ditemui banyak orang yang sedang merokok bahkan perilaku merokok sudah sangat wajar dipandang oleh para remaja, khususnya remaja laki-laki (Susilo, 2009).
Masalah rokok saat ini telah menjadi permasalahan global karena dampaknya yang sangat kompleks dan merugikan, terutama dampaknya terhadap kesehatan. Berdasarkan laporan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2006 – 2008, diperkirakan sebanyak 5,4 juta orang di dunia meninggal akibat rokok. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010 prevalensi merokok di Indonesia sebesar (34,7%) . Pada waktu pengambilan data awal di Sekolah MTs AL Fattah Banyuurip Ujungpangkah Gresik didapatkan kelas IX siswa laki – laki yang merokok sebanyak 12 (92%) siswa dan yang tidak merokok sebanyak 1 (8%) siswa dan untuk kelas VIII angka kejadian merokok hanya 2 (13%) siswa laki – laki dari keseluruhan 15 (100%) siswa dan yang tidak merokok sebanyak 13 (87%). Kemudian untuk kelas VII belum terjadi kasus atau kejadian siswa merokok. Dari data diatas menunjukkan tingginya siswa laki – laki kelas IX yang berperilaku merokok.
Perilaku merokok yang dinilai merugikan telah bergeser menjadi perilaku yang menyenangkan dan menjadi aktifitas yang bersifat obsesif. Terkait hal itu, kita tentu telah mengetahui bahwa karakter seseorang banyak dibentuk oleh lingkungan sekitar, baik keluarga, tetangga, ataupun teman pergaulan (Aula, 2010). Di lingkungan MTs AL Fattah Banyuurip, siswa cenderung untuk berperilaku merokok di lingkungan sekitar sekolah. Mereka merokok disebabkan berbagai faktor ada yang bermula dari coba-coba, pengaruh dari teman yang merokok. Pada penelitian tentang rokok pernah dilakukan sebelumnya oleh Komalasari dan Helmi (2000) dalam jurnal yang diberi judul Faktor-faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja.
311
Penelitian ini menghipotesiskan bahwa ada banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan seorang remaja mulai merokok. Mulai dari kepuasan psikologis, sikap permisif dari orang tua terhadap perilaku merokok pada remaja. Penelitian ini mengacu pada teori Social Cognitive Learning dari Bandura. Teori ini menyatakan bahwa perilaku individu disebabkan pengaruh lingkungan, individu, dan kognitif. Beragam kalangan memandang perilaku merokok sebagian besar mengarah bahwa rokok memiliki dampak negatif.
Dalam upaya menekan angka perilaku merokok pada siswa MTs AL Fattah Banyuurip, sebagai edukator bagi siswa maka perawat memberikan pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok terhadap pengetahuan dan sikap berhenti merokok sehingga remaja tahu dan mengerti terhadap perilaku merokok memberikan dampak buruk, terutama pada aspek kesehatan.
1.2 Rumusan MasalahAdakah pengaruh pendidikan
kesehatan tentang bahaya rokok terhadap pengetahuan dan sikap berhenti merokok ?
1.3 Tujuan PenelitianMenjelaskan pengaruh pendidikan
kesehatan tentang bahaya rokok terhadap pengetahuan dan sikap berhenti merokok.
1.4 Manfaat Penelitiana. Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan manfaat dalam pengembangan ilmu keperawatan, khususnya dalam ilmu komunitas, setelah pengaruh pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok terhadap pengetahuan dan sikap berhenti merokok dijelaskan.
b. PraktisMeningkatkan peran fungsi perawat sebagai pendidik, meningkatkan pengetahuan remaja tentang bahaya rokok terhadap kesehatan, pihak institusi dapat memberi informasi atau gambaran mengenai pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok, merupakan bahan masukan dan
tambahan informasi mengenai pengetahuan remaja tentang pendidikan kesehatan bahaya rokok.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pendidikan kesehatan adalah proses belajar pada individu, kelompok atau mayarakat dari tidak tahu tentang nilai – nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah – masalah kesehatanya menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah – masalah kesehatanya sendiri menjadi mampu dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Dengan pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja dalam berhenti merokok. Konsep Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing. (Notoatmodjo, 2007). Perilaku negatif remaja dalam hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor dari lingkungan, faktor sikap permisif orang tuan dan faktor teman.
III. METODE DAN ANALISA
Penelitian ini menggunakan pre – eksperimental jenis One – Group – Pre – Post – Test Design, dilaksanakan di Sekolah MTs AL Fattah Banyuurip Ujung Pangkah Gresik pada bulan November 2014. Pada penelitian ini populasinya adalah siswa laki – laki kelas IX B di Sekolah MTs AL Fattah Banyuurip Ujung Pangkah Gresik sebesar 13 siswa, menggunakan tipe purposive sampling, dimana setiap siswa laki – laki yang merokok yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan sebagai responden penelitian didapat sampel 12 siswa.
Variabel independen pada penelitian ini adalah pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok, sedangkan variabel dependennya adalah pengetahuan dan sikap berhenti
312
merokok. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok. Data yang sudah terkumpul dianalisa dengan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dan McNemar dengan SPSS 16 for Windows untuk mengetahui tingkat kemaknaan p < 0,05 dari pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Pengetahuan Bahaya Rokok Sebelum Dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Bahaya Rokok.
KategoriPengetahuan
Sebelum Sesudahf % f %
Baik 0 0 4 33Cukup 4 33 6 50Kurang 8 67 2 17Total 12 100 12 100Wilcoxon Signed Rank Test
α ≤ 0,05 Z = 4.302a
Sig.(2-tailed) 0.000
Dari tabel 4.1 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 12 responden sebelum intervensi hampir sebagian besar responden berpengetahuan kurang 8 siswa (67%) dan sebagian kecil berpengetahuan cukup 4 siswa (33%). Sesudah intervensi dapat dijelaskan bahwa dari 12 responden setengah responden berpengetahuan cukup 6 siswa (50%) dan sebagian kecil responden berpengetahuan kurang 2 siswa (17%). Dapat dijelaskan hasil analisis Uji Wilcoxon Signed Rank Test bahwa ada pengaruh antara pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok terhadap pengetahuan dan sikap berhenti merokok dimana Sig. (2-tailed) = 0.001 (ρ= 0.000) dengan α ˂0,05 dan korelasi Z = 4,302 artinya ada pengaruh kuat pendidikan seks terhadap pengetahuan tentang pencegahan perilaku penyimpangan seksual pada remaja.
Tabel 4.2 Sikap Berhenti Merokok Sebelum Dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Bahaya Rokok.
KategoriSikap
Sebelum SesudahN % N %
Positif 2 17 10 83Negatif 10 83 2 17N 12 100 12 100McNemar Test
Exact Sig. (2-tailed) 0.008
Dari tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 12 responden sebelum intervensi hampir sebagian besar responden bersikap negatif 10 siswa (83%) dan sebagian kecil bersikap positif 2 siswa (17%). Sesudah intervensi dapat dijelaskan bahwa dari 12 responden sebagian besar bersikap positif 10 siswa (83%) dan sebagian kecil bersikap negatif sebanyak 2 siswa (17%). Dapat dijelaskan engan menggunakan uji analisis statistik Uji McNemar Test pada sikap sebelum – sikap sesudah dengan menggunakan SPSS 16 tersebut di atas dari 12 responden yang di analisis didapatkan p = 0.008 < 0,05 yang berarti ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok terhadap sikap berhenti merokok.
Dengan pendidikan kesehatan responden memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Bila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama. Menurut Stuart (1968) dalam definisi yang dikemukakan oleh staf jurusan PK – IP FKMUI (1994) mengatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah komponen program kesehatan dan kedokteran yang terdiri atas upaya terencana untuk mengubah perilaku individu, keluarga dan masyarakat yang merupakan perubahan berfikir, bersikap dan berbuat dengan tujuan membantu pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan promosi hidup sehat.
Pendidikan kesehatan bisa merubah seseorang melalui beberapa proses diantaranya proses belajar : motivasi, kesiapan, perlibatan aktif, umpan balik, pengulangan dan waktu. Kemudian melalui proses perubahan perilaku : awarenees, interest, evaluation, trial, adaption (Notoatmodjo 2003). Kemudian dengan adanya pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok terhadap pengetahuan maka
313
responden jadi tahu dan memahami tentang bahaya rokok jika dikonsumsi dalam jangka panjang, sehingga hasil dari penelitian ini terjadi peningkatan pengtahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok.
Pendidikan kesehatan yang diterima oleh siswa yang merokok dapat mengubah sikap dalam bertindak atau berperilaku terutama dalam berhenti merokok melalui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui (dinilai baik) melalui proses : awarenees, interest, evaluation, trial, adaption (Notoatmodjo 2003).
Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Perawat merupakan seseorang yang dianggap memahami masalah klien. Informasi yang diberikan perawat atau peneliti akan mempengaruhi penghayatan dan membentuk tanggapan , dimana tanggapan merupakan salah satu dasar terbentuknya sikap. Informasi yang diberikan peneliti melalui pendidikan kesehatan, poster dan leaflet dapat menyampaikan pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru, akan memberikan landasan berfikir kognitif baru bagi terbentuknya sikap. Sikap mengalami perubahan setelah pendidikan kesehatan diberikan diduga dikarenakan faktor informasi yang diterima oleh responden, pada waktu pemberian materi juga kebanyakan responden mendengarkan dan menyimak materi yang diberikan sehingga dapat berpengaruh terhadap sikap. Namun, masih didapatkan 2 responden yang tidak mengalami peningkatan diduga dikarenakan frekuensi merokok responden yang sangat lama sehingga untuk merubah sikap masih diperlukan waktu yang sangat lama.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
a. KesimpulanPendidikan kesehatan tentang bahaya rokok berpengaruh terhadap
pengetahuan dan sikap berhenti merokok.
b. Saran1. Bagi MTs AL Fattah Banyuurip dengan
adanya penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk membuat program – program atau kegiatan yang berbasis pada kesehatan untuk menekan angka perokok pada remaja.
2. Diharapkan dapat menambah pengetahuan pada responden terutama tentang bahaya rokok terhadap kesehatan jika digunakan dalam jangka waktu yang lama.
3. Untuk peneliti selanjutnya, penelitian ini masi diperlukan lebih lanjut tentang metode – metode penyampaian pendidikan kesehatan yang lain agar proses penyampaian informasi dapat diterima dengan baik oleh responden.
DAFTAR PUSTAKA
Aula, Lisa Ellizabet, (2010). Stop Merokok. Yogyakarta : Gara Ilmu.
Nasution, Indri Kemala. (2007). Perilaku Merokok Pada Remaja. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
Susilo, Suko (2009). Psikologi Sosial. Surabaya: Jenggala Pustaka Utama.
Notoatmodjo,s. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo,s. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
314
Komasari, D & Helmi, AF. (2000). Faktor – faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada, 2. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press
315
EFEKTIFITAS HANDRUB LOKAL DAN HANDRUB PABRIK TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN JAMUR
DI RUANG ICU RUMAH SAKIT SEMEN GRESIKSuwardi
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Gresik
ABSTRAK
Organisme patogen pada tangan petugas selama aktivitas klinik bisa tersebar ke pasien lain. Cuci tangan adalah tindakan terpenting mengurangi penularan tersebut. Penelitian ini menjelaskan efektifitas Handrub Lokal dan Handrub Pabrik Terhadap Pertumbuhan Bakteri dan Jamur.
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, meliputi 12 sampel dengan teknik total sampling. Data dikumpulkan melalui observasi dan dianalisa menggunakan SPSS Version 16 for Windows dengan Test Chi Square Analisis.
Pada cuci tangan dengan handrub pabrik 83% hasil negatif Bakteri/Jamur dan 17% positif Bakter/Jamur. Pada handrub produk lokal 83% hasil negative dan 17% positif. Tes analisis Chi Square hasil penelitian Nilai p = 1.000 dan df = 1 dengan skala nominal, berarti tidak ada perbedaan antara efektifitas handrub produk lokal dengan handrub produk pabrik terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur.
Pada praktek cuci tangan, handrub produk lokal bisa menjadi alternatif yang baik sebagai upaya menekan pertumbuhan bakteri dan jamur.
Kata Kunci : Handrub produk lokal, Handrub produk pabrik, Cuci tangan
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Dari sudut pandang pencegahan dan
pengendalian infeksi, praktek membersihkan tangan adalah untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan, dan untuk menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit.
Mencuci tangan telah dianggap sebagai salah satu tindakan terpenting untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi kepada petugas kesehatan yang melayani mereka dan staf pendukung (seperti staf rumah tangga, staf pembuang sampah, staf laboratorium) semua dihadapkan pada risiko infeksi. Organisme patogen dari pasien yang terinfeksi atau dari lingkungan yang terkontaminasi tangan petugas selama aktivitas klinik kemudian
tersebar ke pasien lain. Berdasarkan pola dan peta kuman yang ada di Rumah Sakit Semen Gresik tahun 2012 Kuman gram negatif adalah kuman yang paling banyak ditemukan dengan persentase 56,5% atau 130 isolat. Kuman gram positif sebanyak 43,5% atau 100 isolat.Kuman gram negatif yang paling banyak ditemukan adalah Escherichia sp. dengan persentase 22,2% dari 130 isolat gram negatif. Kuman gram positif masih didominasi oleh bakteri golongan stafilokokkus koagulase negatif, dengan jenis kuman yang paling banyak ditemukan adalah Staphylococcus epidermidis sebanyak 28 isolat atau 12,2%. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial (Boyce 1999; Larson 1995). Kegagalan melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai
316
penyebab utama infeksi nosokomial (HAIs) dan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002). Penggunaan handrub untuk tangan yang bersih lebih efektif membunuh flora residen dan flora transien dari pada mencuci tangan dengan sabun antiseptik atau dengan sabun biasa dan air, antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah flora tangan yang lebih besar (Girau et al.2002). Hanrub dapat menggantikan cuci tangan, proses cuci tangan dengan sabun dan air sebagai prosedur utama untuk meningkatkan kepatuhan (Larson et al.2000; Pittet et al 2000). Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit (PERDALIN, 2009). Antiseptik atau bahan antimikroba adalah zat kimia yang digunakan pada permukaan kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme baik yang bersifat sementara maupun tetap (JHPIEGO, 2004). Larutan penggosok antiseptik berbasis alkohol tanpa air atau pengosok antiseptik bereaksi cepat yang tidak harus menggunakan air dapat menghilangkan flora sementara atau mengurangi mikroorganisme tetap serta melindungi kulit sebagaian besar mengandung alkohol 60-70%, emolien dan sering ditambahkan antiseptik lain misalnya klorheksidin glukonat 2-4% yang mempunyai aksi sisa/residual (Larson dkk 2001). Kedua tangan harus dicuci dengan dengan sabun dan air bersih (atau menggunakan penggosok antiseptik) sesudah melepas sarung tangan karena kemungkinan sarung tangan berlubang atau robek, sehingga bakteri dapat dengan mudah berkembang biak di lingkungan yang hangat dan basah di dalam sarung tangan (Korneiwicz dkk 1990). Larutan berbasis alkohol untuk penggosok tangan yang bersifat non-iritasi dapat dibuat dengan menambahkan baik gliserin, propilen glikol, atau sorbitol dengan alkohol (2ml pada 100ml dari 60-90% larutan etil atau isopropil alkohol) (Larson 1990; Pierce 1990).
Namun sampai saat ini efektifitas handrub produk lokal terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur belum perna di jelaskan.
Di RS Semen Gresik, SOP (Standar Operasional Prosedur) tertuang dalam Surat Keputusan Direksi RSSG No Dokumen QAP/2005/01 tentang cara cuci tangan dengan antiseptik berbasis alkohol tanpa air. Pada tahun 2013 kebutuhan handrub di RS Semen Gresik total 563 liter, yang di pergunakan di IRNA : 447 liter atau sekitar 79%, IRJ : 28 liter atau 4%, IGD : 34 liter atau 6%, IBS : 9 liter atau 1% sedangkan di bagian unit penunjang 44 liter atau 7%.Standar rumah sakit mewajibkan para petugas untuk melakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur yang berlaku, tetapi rumah sakit juga harus konsisten untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Rumah Sakit Semen Gresik selaku pengelola wajib menyediakan sarana cuci tangan (handrub) untuk mendukung pelaksanaan kerja perawat sehingga mengurangi risiko infeksi nosokomial.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Semen Gresik salah satunya adalah dengan membuat handrub sendiri sebagai produk lokal, dengan harapan secara mutu pelayanan tetap terjaga untuk mengurangi risiko infeksi dan juga dari segi biaya dapat ditekan seminimal mungkin. Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan antiseptik tangan (handrub) produk lokal sama efektifnya dibandingkan dengan (handrub) produk pabrik terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur pada perawat Intensive Care Unit di Rumah Sakit Semen Gresik.
1.2. Rumusan masalahBerdasarkan latar belakang di atas
maka peneliti menetapkan rumusan masalah sebagai berikut : “Apakah ada perbedaan Efektifitas handrub lokal dan handrub pabrik terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur ? “
B. TINJAUAN PUSTAKA
317
2.1 Cuci tangan
Menurut Learson (1995) Kesehatan dan kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta meminimalisasi kontaminasi silang (misalnya dari petugas kesehatan ke pasien), pilihan sabun biasa atau antiseptik atau penggunaan penggosok tangan berbasis alkohol tergantung pada besarnya risiko kontak dengan pasien.
Menurut E Girau dkk (2002) membersihkan tangan dengan menggunakan larutan yang menggandung alkohol lebih banyak menurunkan kontaminasi melalui tangan pada petugas kesehatan di bandingkan dengan cara mencuci tangan menggunakan sabun. Larutan antiseptik tersebut yang digunakan tersebut menggandung 45% 2-propanolol, 30% 1-propanolol, 0,2% mecetronium etil sulfat, dengan isi 3-5ml, bermerek sterillium buatan pabrik Bode Chemie–Jerman.
Sedangkan menurut JJ Parienti dkk (2002), membersihkan tangan dengan menggunakan larutan menggandung alkohol sama efektifnya untuk menurunkan kontaminasi melalui tangan pada staf operasi di bandingkan cara mencuci tangan dengan menggunakan sabun, larutan diberikan di tangan hingga siku sebanyak 5ml dan didiamkan selama 2 menit 30 detik tanpa dibilas ataupun dikeringkan.
Menurut EL Larson (2005), tidak ditemukan perbedaan signifikan terhadap timbulnya infeksi pada neonatus pada pemakaian larutan antiseptik pada petugas NICU ataupun yang mencuci tangan dengan sabun antiseptik, pada pembersihan dengan larutan antiseptik dibandingkan terhadap mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebesar 0,98 (95% CI,0,77-1,25) untuk semua jenis infeksi pada neunatus.
2.2 Cara mencuci tangan yang efektif menggunakan sabun antiseptik maupun dengan menggunkan larutan mengandung alkohol.
Sebagian besar penyebaran kuman patogen adalah melalui kontak tangan. Menjaga kebersihan tangan berperan dalam menurunkan insiden HAIs. Cuci tangan di promosikan satu-satnya cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi, tetapi mempertahankan kebiasaan cuci tangan masih menjadi masalah serta ketersediaan sarana cuci tangan yang memadai. Pentingnya cuci tangan di perkenalkan pertama kali oleh dr. Ignaz Semmelweis pada pertengan tahun 1800-an, mendemonstrasikan bagaimana cuci tangan secara teratur dapat menurunkan penyebaran penyakit. Baru pada tahun 1980-an diperkenalkan pada konsep menjaga kebersihan tangan terhadap petugas kesehatan dengan dikeluarkannya guideline pertama. Pada tahun 1961 telah dikeluarkan film demonstrasi tentang cuci tangan dengana menggunakan air dan sabun selama 1-2 menit pada petugas kesehatan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
Tujuan mencuci tangan pada petugas kesehatan adalah untuk membersihkan kotoran yeng terlihat pada tangan, mencegah membawah kuman dari rumah ke tempat kerja, mencegah membawah kuman dari tempat kerja ke rumah, mencegah terjadinya infeksi pada pasien yang didapat di rumah sakit.
Saat tangan terlihat kotor, terkontaminasi, atau berlumuran tanah, maka dapat dicuci dengan menggunakan air dan sabun antimikroba ataupun non antimikroba. Sedangkan bila tangan tidak terlihat secara jelas seperti diatas, maka tangan dapat cukcup dibersihkan dengan larutan mengandung alkohol.
Indikasi waktu untuk mencuci tangan yakni sebelum dan sesudah melakukan tindakan, setelah kontak dengan cairan tubuh, setelah memegang alat yang terkontaminsi (misal jarum suntik, linen) sebelum dan sesudah kontak dengan pasien di ruang isolasi, keluar dari toilet, sebelum menyajikan makanan dan minum, pada saat memulai dan mengakhiri kerja, dan sesudah kontak dengan lingkungan pasien di sekitar pasien. Hal yang perlu diperhatikan dalam
318
mencuci tangan sebagaimana dianjurkan oleh WHO :
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menjaga kebersihan tangan antara lain jari tangan, penelitian membuktikan bahwa daerah di bawah kuku (ruang subungual) mengandung jumlah mikroba tertinggi (McGinlnley, Larson dan Leydon 1988). Beberapa penelitian baru-baru ini telah memperlihatkan kuku yang panjang dapat berperan sebagai reservoir untuk bakteri gram negatif (P.aerugenosa), jamur dan patogen lain (Hedderwick et al. 2000). Kuku panjang, baik yang alami ataupun yang buatan lebih mudah melubangi sarung tangan 9Olsen et al.1993). Oleh karena itu kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3mm melebihi ujung jari. Kuku buatan (pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik) yang dipakai oleh petugas kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosokomial (Hedderwick et al. 2000). Selain itu telah terbukti bahwa kuku buatan dapat berperan sebagai reservoir untuk bakteri gram negatif, pemakaiannya oleh petugas kesehatan harus di larang. Cat kuku, penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan.Perhiasan, penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperkenankan.
C. METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Eksperimen yang dilakukan di Ruang ICU Rumah Sakit Semen Gresik mulai tanggal mulai 1 – 31 Oktober 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat Ruang ICU RS Semen Gresik sebanyak 12 orang.
Pada penelitian ini menggunakan teknik Total sampling yaitu teknik penetapan sampel dimana semua target populasi dimasukkan sebagai sample yaitu sebanyak 12 orang. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah cuci tangan dengan menggunakan handrub produk lokal dan cuci tangan dengan menggunakan handrub produk pabrik, sedangkan variabel dependennya pertumbuhan bakteri dan
jamur pada tangan perawat setelah cuci tangan.
Pengumpulan data pada penelitian ini didapatkan melalui observasi pada pengambilan sample pada tangan responden yang diteliti setelah melakukan cuci tangan dengan menggunakan handrub produk lokal dan handrub produk pabrik, selanjutnya peneliti melakukan observasi yang dilakukan di laboratorium selama 48 jam. Data yang sudah berbentuk nominal diolah dan dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square yang dengan derajat kemaknaan p < (0,05).
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.1 Pertumbuhan Bakteri dan Jamur pada petugas yang melakukan cuci tangan dengan handrub produk lokal.
Dari diagram pie 5.1 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya perawat yang mencuci tangan menggunakan handrub produk lokal (6 perawat Ruang ICU) didapatkan sebanyak 5 orang perawat (83%) setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dinyatakan Negatif Kuman, dan sebagian kecil (1 orang perawat Ruang ICU) didapatkan positif tumbuh jamur (17%).
5.1.2 Pertumbuhan Bakteri dan Jamur pada petugas yang melakukan cuci tangan dengan handrub produk pabrik.
Dari diagram pie 5.2 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya perawat yang mencuci tangan menggunakan handrub produk pabrik (6 perawat Ruang ICU) didapatkan sebanyak 5 orang perawat (83%) setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dinyatakan Negatif Kuman, dan sebagian kecil (1 orang perawat Ruang ICU) didapatkan positif tumbuh bakteri (17%).
319
E. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan1 Hampir seluruh perawat yang
mencuci tangan dengan menggunakan handrub produk lokal tidak di dapatkan pertumbuhan bakteri dan jamur.
2 Hampir seluruh perawat yang mencuci tangan dengan menggunakan handrub produk pabrik tidak di dapatkan pertumbuhan bakteri dan jamur.
3 Perawat yang melakukan cuci tangan dengan menggunakan handrub produk lokal dan handrub produk pabrik tidak didapatkan pertumbuhan bakteri dan jamur.
6.2. Saran
1 Diperlukan penelitian untuk mengetahui pertumbuhan jenis bakteri/jamur secara mikroskopis.
2 Sebagai acuan dalam penentuan standar operasional efisiensi biaya dalam pemakaian handrub produk lokal atau handrub produk pabrik yang dipakai dalam prosedur cuci tangan terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur di Rumah Sakit Semen Gresik
3 Setiap perawat wajib cuci tangan sesuai dengan SOP yang telah di tetapkan Rumah Sakit Semen Gresik.
DAFTAR PUSTAKAAlimul A. Aziz, (2003). Riset Keperawatan
dan Teknik Penulisan Ilmiah, Jakarta : EGC
Depkes RI,(2001). Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, Jakarta Depkes
Depkes RI, (2007). Pedoman Manajerial Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Jakarta Depkes.
Depkes RI, (2007). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Edisi kedua. Jakarta, Depkes.
Depkes RI, (2004). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di ICU. Jakarta,Depkes.
Depkes RI, (2005).Pedoman Pelaksanaan Kwaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan, Edisi II ,Jakarta
Direktorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik Kementrian Kesehatan RI,( 2010). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Kesiapan Menghadapi Emerging Infectious Disease. Jakarta.Depkes
Dahesihdewi A. dkk, (2010). Perbandingan Efektivitas Berbagai Antiseptik pada Implementasi Program Kebersihan Tangan Menuju Keamanan Pelayanan. Di RSUP DR Sardjito. Yogyakarta tidak di publikasikan
Fajar Ardi Desiyanto, Sitti Nur Djannah (2013). Efektifitas Mencuci Tangan Menggunakan Cairan Pembersih Tangan Antiseptik (Hand Sanitizer) Terhadap Jumlah Angkah Kuman. KESMAS VOL.7
Isadiartuti, D. dan S. Retno, (2005). Uji efektifitas sediaan gel antiseptik tangan yang mengandung etanol dan triklosan. Majalah Farmasi Airlangga.5 (3): 8
IGGA Putri Sri Rejeki (2013). Mikrobiologi Makalah worshop dan PPIRS di Departemen / Instalasi Patologi Klinik Surabaya. Tidak di publikasikan 14-16 November.
Komite Pengendalian Infeksi (2009). Pedoman Diagnostik dan Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial, Rumah Sakit Umum Dr Soetomo, Surabaya
Linda Tietjen, Debora, et al (2004). Pedoman Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas, Edisi Kedua, Jakarta 2004
320
Nursalam. (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Surabaya : Salemba Medika
PPI, RSSG (2013). SK DIREKSI No.189/Kpts/Ka.RSSG/2013 Panduan Kebersihan Tangan. Tidak dipublikasikan
PPI, RSSG (2013). SK DIREKSI No.196/Kpts/Ka.RSSG/2013 Panduan Manajemen Risiko. Tidak dipublikasikan
PPI, RSSG (2013). SK DIREKSI No.076/Kpts/Ka.RSSG/2013 Panduan Alat Pelindung Diri. Tidak dipublikasikan
PPI, RSSG (2013). SK DIREKSI No.168/Kpts/Ka.RSSG/2013 Panduan Perawatan Pasien Penyakit Menular. Tidak dipublikasikan
RS Semen Gresik (2013). Standar Prosedur Operasional Cara Cuci Tangan dengan Antiseptik berbasis alkohol tanpa air. Bidang Keperawatan RS Semen Gresik. Tidak dipublikasikan.
Rachmayanti, (2009). Penggunaan Media Panggung Boneka dalam Pendidikan Personal Hygiene Cuci Tangan Menggunakan Sabun di Air Mengalir. 1(1), 1-13,
RS Semen Gresik (2005). Standar Praktek Keperawatan. Bidang Keperawatan RS Semen Gresik. Tidak dipublikasikan.
Sari, Wening (2009). Efektivitas Larutan Antiseptik Klorheksidin Glukonat 0,5% yang Tergenang untuk Cuci Tangan. Journal - ilmiah nasional Cermin Dunia Kedokteran vol. 36 no. 5 page 324-327
Supriyantoro, Chairul Radjab Nasution, et al (2012), Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkolosis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Jakrata
Saifudin, Abdul Bari, dkk (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Saryono, (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi 1. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press
321
HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN OBESITAS PADA REMAJA
Melinda FihmaturizkaProgram Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Gresik
ABSTRACT
Obesity was a condition where a person has a weight heavier than their ideal weight due to the accumulation of fat in body, this happens due to excessive eating and lack in the activity. The purpose of this research is to determine the relationship of diet and physical activity with obesity in adolescents. The methode used design Cross-sectional research, population in this research 22 obese adolescents with a total sampling. Samples taked as many as 22 respondents. Independent variable was diet and physical activity and the dependent variable was obesity. The data of this research was taken by used questionnaires and observation. From the statistical test of Spearman's rho correlation was obtained diet ρ = 0.000 with a correlation of r = 0.782 means that there was a strong relationship between diet and obesity in adolescents. physical activity obtained correlation ρ = 0.000 and r = 0.752 means that there was a strong relationship between physical activity and obesity in adolescents. Based on these results in order to improve young people's behavior regarding appropriate diet and increase physical activity needs, so as not obese adolescents and teens can be protected from various kinds of diseases caused by obesity.
Keywords: diet, physical activity, obesity and adolescents.
ABSTRAK
Obesitas adalah keadaan dimana seorang memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat badan idealnya yang disebabkan terjadinya penumpukan lemak ditubuhnya, hal ini terjadi karena pola makan yang berlebihan dan kurangnya dalam beraktifitas. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan pola makan dan aktifitas fisik dengan obesitas pada remaja. Desain penelitian ini menggunakan Cross sectional, populasi dalam penelitian ini 22 remaja yang mengalami obesitas dengan total sampling. Sampel yang diambil sebanyak 22 responden. Variabel independennya adalah pola makan dan aktifitas fisik dan variabel dependennya adalah obesitas. Data penelitian ini diambil dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Dari hasil uji statistik korelasi spearmans rho didapatkan hasil pola makan ρ =0,000 dengan korelasi r = 0,782 artinya ada hubungan kuat antara pola makan dengan obesitas pada remaja. aktifitas fisik didapatkan ρ = 0,000 dan korelasi r = 0,752 artinya ada hubungan kuat antara aktifitas fisik dengan obesitas pada remaja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut agar para remaja meningkatkan perilaku mengenai pola makan yang sesuai kebutuhan dan meningkatkan aktifitas fisik, sehingga remaja tidak mengalami obesitas dan remaja dapat terhindar dari berbagai macam penyakit yang di sebabkan oleh obesitas.
Kata kunci: pola makan, aktifitas fisik, obesitas dan remaja.
I. PENDAHULUAN
322
A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak – kanak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi macam perubahan dan perkembangan yang cepat baik secara fisik maupun psikososial. Perubahan fisik akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan, yang akan mempengaruhi status kesehatan dan gizinya, ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi baik berupa masalah gizi lebih maupun gizi kurang. Masalah – masalah gizi dan kesehatan yang dihadapi remaja tersebut saling berkaitan satu sama lain dan diperlukan penanganan yang terpadu dan menyeluruh. Masalah gizi yang biasa dialami pada fase remaja adalah obesitas (Depkes Jakarta1, 2010). Sebagian remaja baik laki-laki maupun perempuan mengalami Berat Badan lebih atau Obesitas. Beberapa diantaranya yang dapat menyebabkan obesitas yaitu pola makan dan aktivitas fisik. Seperti apa kualitas dan kuantitas makanan serta bagaimana seseorang beraktivitas. Jika genetik dan psikososial tidak dapat diubah, pola makan dan aktivitas dapat diubah jika ada kemauan dari seseorang untuk memperbaiki kualitas kesehatannya (Hudha, 2006). Studi awal di dapatkan ada sekitar 75 remaja, dimana 22 remaja mengalami obesitas yang disebabkan karena pola makan yang salah dan kurangnya melakukan aktivitas fisik. Namun hubungan pola makan dan aktifitas fisik dengan kejadian Obesitas pada remaja masih belum dapat dijelaskan.
Data selama 2010, di Indonesia ternyata prevalensi obesitas pada anak usia > 17 tahun tertinggi berada di jakarta (24,8%), Semarang (24%), Solo (5,3 %), Yogyakarta (11,4%), surabaya (17,75%) (Ashari, 2013).
II. Rumusan Masalah
Adakah Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan kejadian Obesitas pada Remaja di desa Cerme Lor RW 08?
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan pola makan dan aktivitas
fisik dengan obesitas pada remaja di desa cerme lorrw 08.
B. Manfaat Penelitian
C. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan tambahan kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan kejadian obesitas.
D. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi khususnya mengenai Obesitas, tentang pentingnya pengetahuan tentang hubungan pola makan dan aktivitas fisik pada remaja, sehingga dapat mencegah terjadinya obesitas. Mengetahui adanya faktor penyebab terjadinya obesitas pada remaja, serta untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan. Dapat memberikan informasi ilmiah untuk mendukung program kesehatan dan gizi terutrama di perkotaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan memberikan informasi kepada masyarakat, mengenai faktor–faktor penyebab yang mempengaruhi terjadinya obesitas. Dapat menghindari penyebab terjadinya obesitas pada remaja.
III. TINJAUAN PUSTAKA
Pola makan merupakan wujud perilaku manusia pada makanan. Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas, yang merupakan hasil akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai macam gejala seperti perhatian, pengamatan, pikiran, ingatan, dan fantasi (Suharsini. 2006). Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan antara lain : frekuensi makan, kebiasaan makan dan jenis makanan (Damayanti, 2002). Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot - otot rangka yang dihasilkan sebagai suatu pengeluaran tenaga (dinyatakan sebagai kilo kalori). Meliputi pekerjaan, waktu senggang, dan aktivitas sehari - hari. Aktivitas tersebut memerlukan usaha ringan, sedang, dan berat dapat menyebabkan perbaikan bila dilakukan secara teratur (Erryga & Puji .2010). Faktor - faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik: umur, jenis kelamin dan penyakit/kelainan
323
tubuh (O'dea. Jenny. 2005). Obesitas adalah keadaan yang menunjukkan adanya kelebihan lemak tubuh yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dari kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya (Waspadji, 2003). Masa remaja atau adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan social dan berlangsung dalam decade kedua masa kehidupan ( Moersintowati, 2010 ).
Makanan tinggi lemak biasanya tinggi kalori, dan bila per harinya mengkonsumsi secara terus menerus hingga berlebihan, maka akan menyebabkan penimbunan lemak di dalam tubuh sehingga berakibat mengalami obesitas. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan obesitas, diantaranya Faktor Pola Makan dan Aktivitas Fisik. Pola makan yang berlebih menjadi faktor terjadinya obesitas. Obesitas terjadi jika seseorang mengonsumsi kalori melebihi jumlah kalori yang dibakar. Pada hakikatnya, tubuh memerlukan asupan kalori untuk kelangsungan hidup dan aktifitas fisik. Orang dengan obesitas akan lebih responsif terhadap rangsangan lapar eksternal ( rasa, bau makanan, jam makan, dan lainnya ) dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal. Orang dengan obesitas akan makan lebih banyak pada saat yang mencengkam atau kondisi penuh stres. Sedangkan Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan energi, sehingga apabila aktivitas fisik rendah maka kemungkinan terjadinya obesitas akan meningkat (Soegih, 2009).
IV. METODE DAN ANALISA
Penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan cross sectional, dilaksanakan di Desa Cerme Lor RW 08 Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik pada bulan November 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah semua remaja yang mengalami obesitas di Desa Cerme Lor RW
08 Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik. Jumlah populasi sebesar 22 remaja, menggunakan non probability tipe total sampling, dimana seluruh remaja yang mengalami obesitas di gunakan sebagai responden. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola makan dan aktivitas fisik, sedangkan variable dependennya adalah kejadian obesitas. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini melalui kuisioner dan observasi. Lembar kuisioner pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui pola makan sedangkan lembar observasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui aktivitas fisik dan kejadian obesitas. Data-data yang sudah berbentuk ordinal dan ordinal, dianalisis dengan menggunakan uji statistik Spearman Rank dengan taraf signifikan ρ≤ 0,05 dengan program SPSS 17 for Window. Maka Ho ditolak dan H1 di terima.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1: Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 22 responden didapatkan bahwa sebagian besar yaitu 54,5% (12 responden) memiliki pola makan baik dengan kejadian obesitas berat dan sebagian kecil responden memiliki pola makan kurang dengan kejadian obesitas ringan yaitu 9,1% (2 responden).
Dengan menggunakan uji statistik non parametrik, korelasi spearmans rho tingkat kemaknaan α ≤ 0,05 didapatkan hasil ρ =0,000 artinya ada hubungan antara pola makan dengan kejadian obesitas pada remaja. Sedangkan nilai korelasi r = 0,782 artinya derajat hubungan yang kuat antara pola makan dengan kejadian obesitas pada remaja.
Tabel 2 : Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja.
Aktivitas Fisik
Kejadian Obesitas Frekuensi %Ringan Sedang Berat
324
No Pola Makan
Kejadian Obesitas Frekuensi %Ringan Sedang Berat
∑ % ∑ % N %1 Berlebih 0 0 2 9,1 12 54,5 14 63,62 Sedang 0 0 6 27,3 0 0 6 27,33 Kurang 2 9,1 0 0 0 0 2 9,1
Jumlah 2 9,1 8 36,4 12 54,5 22 100Spearman Rho ρ = 0,000 r = 0,782
∑ % ∑ % ∑ %1 Ringan 0 0 0 0 12 54,5 12 54,52 Sedang 0 0 8 36,4 0 0 8 36,43 Berat 2 9,1 0 0 0 0 2 9,1
Jumlah 2 9,1 8 36,4 12 54,5 22 100Spearman Rho ρ = 0,000 r = 0,752
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 22 responden didapatkan bahwa sebagian besar yaitu 54,5% (12 responden) memiliki aktivitas fisik ringan dengan kejadian obesitas berat dan sebagian kecil responden memiliki aktivitas berat dengan kejadian obesitas ringan yaitu 9,1% (2 responden).
Dengan menggunakan uji statistik non parametrik, korelasi spearmans rho tingkat kemaknaan α ≤ 0,05 didapatkan hasil ρ =0,000 artinya ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja. Sedangkan nilai korelasi r = 0,752 artinya derajat hubungan yang kuat antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada remaja.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan1. Pola makan responden sebagian besar
adalah baik2. Aktivitas fisik responden sebagian besar
adalah ringan.3. Tingkat obesitas sebagian besar
responden adalah obesitas berat.4. Pola makan berhubungan dengan
obesitas pada remaja di pengaruhi faktor pola makan yaitu frekuensi konsumsi pangan, umur, dan pendidikan.
5. Aktivitas fisik berhubungan dengan obesitas pada remaja dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin.
B. Saran
1. Agar puskesmas/tempat pelayanan kesehatan melaksanakan program-program penyuluhan kesehatan terutama yang berhubungan dengan upaya penurunan berat badan.
2. Agar para perawat dan tenaga medis lainnya untuk meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya menjaga pola makan dan aktifitas fisik agar dapat mengurangi dan atau mencegah peningkatan berat badan di wilayah kerjanya.
3. Agar para penderita obesitas lebih meningkatkan upaya penurunan berat badannya yang sesuai aturan agar penderita obesitas tidak mengalami gangguan kesehatan.
4 Perlunya instrument pola makan yang melihat pada pedoman gizi seimbang baik jumlah maupun jenis.
5 Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar, serta dengan topik lainnya dan juga penelitian lanjutan tentang pengaruh penyuluhan kesehatan tentang pentingnya asupan nutrisi terhadap peningkatan berat badan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Asrori, Muhammad, Dkk .2009. Psikologis Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Bumi Aksara.
Azwar, Saifuddin. MA. 2007. Sikap Manusia Dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Azwar, Saifuddin.2010. Metode Penelitian . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Dinkes. 2009. Pola makan Di Indonesia. Tersedia di http://www. Dinkes.go.id. diakses tanggal 24 September 2014.
Erryga & Puji .2010. Keluarga Sehat . Jakarta : Gramedia.
Hidayat, A.Aziz Alimul.2007.Riset Keperawatan dan Teknis Penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, Aziz alimul. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Surabaya: Kelapa pariwara.
Mansjoer, Arif.2008.Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Aesculapius.
325
Misrawatie.2010.Gizi Remaja.Tersedia di www . id. wordpress.com . diakses tanggal 24 September 2014.
Moersintowati, dkk . 2010. Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Sagung Seto.
Notoadmojo, Soekidjo . 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta.
Notoadmojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam.2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan . Jakarta : Salemba Medika.
O’dea. Jenny. 2005. Makanan sehat, Anak cerdas. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Proverawati, Atikah.2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Obesitas .Yogyakarta : Nuha Medika.
Poltekes Depkes. 2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya.Jakarta : Salemba Medika
Rachmad & Kunkun.2009.Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis. Jakarta : Sagung Seto.
Riduwan.2010.Skala Pengukuran Variabel – Variabel Penelitian . Bandung : ALFABETA.
Setiadi. 2007. Konsep Dasar Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setiadi. 2013. Konsep Dasar Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sulistyowati.2009.Rahasia Sehat dan Cantik Sampai Usila. Yogyakarta : ANDI.
Sumanto, Agus.2009. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet . Jakarta : Agromedia Pustaka.
Suyatno.2008.Kebiasaan Makan. Tersedia di http://ebookbrowse./jurnal.com Diakses tanggal 18september 2014.
326
PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES PADA LANJUT USIA
Alfia Lestari Yani
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Gresik
ABSTRACT
Physical and psychological setbacks in the elderly can give problems causing the elderly to become stressed. Stress can be overcome with laughter therapy because it can provide a stimulus to the brain to suppress the secretion of epinephrine and cortisol and encourages the release of hormones endorphine. The purpose of this study is to determine the effect of laughter therapy to decrease stress levels.The research design used a one-group pre-post test design, the population in this study there were 18 respondents with purposive sampling. Samples taken as many as 17 respondents. Independent variable was laughter therapy and the dependent variable was the level of stress elderly. The data of this study were taken by using observation and structured interviews.From the statistical test Wilcoxon signed rank test showed sig (2-tailed) p = 0.000, mean p <0.05 then Ho was rejected Hi acceptable means there influence laughter therapy to decrease the level of stress in the elderly.Laughter therapy is needed in a decrease in stress levels. Laughter therapy in addition to lower stress levels can also cause feelings of calm and comfortable for suppressing the secretion of the hormone epinephrine, cortisol and encourages the release of endorphine.
Keywords: laughter therapy, stress levels, elderly
ABSTRAKKemunduran fisik dan psikologis pada lanjut usia dapat memberikan masalah sehingga menyebabkan
lanjut usia menjadi stres. Stres dapat diatasi dengan terapi tertawa karena dapat memberikan stimulus pada otak untuk menekan sekresi epinephrin dan kortisol dan mendorong pelepasan hormon endorphine. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan tingkat stres.Desain penelitian ini menggunakan one-group pre-post test design, populasi dalam penelitian ini ada 18 responden dengan purposive sampling.Sampel yang diambil sebanyak 17 responden. Variabel independennya adalah terapi tertawa dan variabel dependennya adalah tingkat stres lanjut usia. Data penelitian ini diambil dengan menggunakan observasi dan wawancara terstruktur.Dari hasil uji statistik Wilcoxon signed Rank Test didapatkan hasil nilai sig (2-tailed) p = 0.000, berarti p < 0.05 maka Ho ditolak Hi diterima artinya ada pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan tingkat stres pada lanjut usia.Pemberian terapi tertawa sangat dibutuhkan dalam penurunan tingkat stres. Terapi tertawa selain untuk menurunkan tingkat stres juga dapat menimbulkan perasaan tenang dan nyaman karena menekan sekresi hormon epinephrine, kortisol dan mendorong pelepasan endorphine.
Kata kunci : Terapi tertawa, tingkat stres, lanjut usia
327
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hasil dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy).Dilihat dari sisi ini pembangunan kesehatan di Indonesia telah meningkat secara bermakna. Namun, di sisi lain dengan meningkatnya angka harapan hidup ini membawa beban bagi masyarakat, karena populasi penduduk lanjut usia (lansia) meningkat (Nugroho, 2004). Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Banyak orang takut memasuki usia lanjut, karena asumsi mereka lansia itu adalah tidak berguna, lemah, tidak punya semangat hidup, pelupa, tidak diperhatikan oleh keluarga atau masyarakat, menjadi beban bagi orang lain, dan sebagainya. Pada kenyataannya, lanjut usia mengalami berbagai perubahan, secara fisik maupun mental. Akan tetapi perubahan-perubahan tersebut dapat diantisipasi sehingga tidak datang lebih dini. Proses penuaan pada setiap orang berbeda-beda, tergantung pada sikap dan kemauan seseorang dalam mengendalikan atau menerima proses penuaan itu (Wirakusuma, 2008). Kemunduran fisik dan psikologis pada lanjut usia dapat memberikan masalah pada lanjut usia tersebut dan orang disekitarnya. Walaupun demikian menua tidak dianggap suatu penyakit tetapi merupakan suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Nugroho, 2004). Hal ini bisa menyebabkan lanjut usia menjadi stres. Stres adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu seseorang untuk menanganinya.Sumber stres dibagi menjadi tiga yaitu stres yang bersumber dari diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan (Hidayat, 2004). Stres ini dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan terapi tertawa. Terapi tertawa adalah suatu kegiatan yang akan melibatkan otot wajah dan organ dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, melibatkan dada, diafragma dan perut, gerakan tersebut akan memberikan stimulus pada otak untuk menekan sekresi ephineprin dan kortisol dan mendorong pelepasan hormone endorphin yang menyebabkan timbulnya perasaan tenang dan nyaman (Kataria, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan di Panti Wreda Lamongan didapatkan 55 Lanjut Usia. Dan dipanti tersebut sudah pernah dilakukan terapi yaitu terapi okupasi dengan training keterampilan dan terapi tertawa, namun untuk terapi tertawa belum optimal karena tidak dijadikan sebagai rutinitas sehingga pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan tingkat stres pada lanjut usia sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan.
Di Indonesia sendiri jumlah penduduk lansia meningkat setiap tahun nya, hal ini sesuai dengan survey yang dilakukan oleh United States Bureau of Census 1993, populasi usia lanjut di Indonesia diproyeksikan pada tahun 1990 – 2023 akan naik 414 %, suatu angka tertinggi di seluruh dunia dan pada tahun 2020, Indonesia akan menempati urutan keempat jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina, India, dan Amerika. Fenomena ini akan berdampak pada semakin tingginya masalah yang akan dihadapi baik secara biologis, psikologis dan sosiokultural (Harry, 2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2005) terapi tertawa dapat menurunkan tingkat depresi pada lanjut usia dengan rata-rata gejala depresi sebelum terapi tertawa adalah 28.27 dengan standar deviasi 3.863 dan rata-rata gejala depresi sesudah terapi tertawa 24.50 dengan standar deviasi 3.901. Berdasarkan data dari Panti Wreda Lamongan jumlah lanjut usia per oktober 2014 adalah 55 orang. Di Panti Wreda Lamongan , didapatkan lanjut usia yang mengalami stres adalah 18 orang yaitu stres ringan 11 orang (61,1%), stres sedang 6 orang (33,3%), dan stres berat adalah 1 orang (5,6%).
Menurut Mubarok et al (2006) lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus-menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungan kurang berhasil maka timbulah berbagai masalah. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan kognitif dan perubahan spiritual.Perubahan-perubahan tersebut menurut Hawari (2007) secara langsung atau tidak langsung dapat merupakan penyebab lansia mengalami stres.Seseorang yang mengalami stres dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi fisiknya. Keluhan yang sering dirasakan pada orang yang mengalami stres adalah pemarah, pemurung, cemas, sedih, pesimis, menangis atau suasana hati sering berubah-ubah, harga diri menurun atau merasa tidak aman, mudah tersinggung, mudah menyerah pada orang dan mempunyai sikap bermusuhan, mimpi buruk, serta mengalami gangguan konsentrasi dan daya ingat (Hawari, 2007). Bila tidak diatasi dengan tepat, permasalahan yang harus dihadapi oleh lanjut usia akan menimbulkan akibat gangguan sistem, timbulnya penyakit dan manifestasi klinik, serta menurunya ADL (Activities of Daily Living) (Hardywinoto dan Setiabudhi, 2005). Tertawa 1 menit ternyata sebanding dengan bersepeda selama 15 menit.Hal ini membuat tekanan darah meningkat, O2 didalam sel dan jaringan juga meningkat sehingga bisa merelaksasi otot-otot dan aliran darah keseluruh tubuh, dan dapat menurunkan hormon epineprine dan kortisol sehingga meningkatkan hormon endorpine.Tertawa juga melatih otot dada, pernafasan, wajah, kaki, dan punggung.Selain fisik, tertawa juga
328
berpengaruh terhadap kesehatan mental.Tertawa terbukti memperbaiki suasana hati dalam konteks sosial (Mangoenprasodjo & Hidayati, 2005).
Diharapkan dengan memberikan terapi tertawa dapat membantu membentuk pola pikir positif sehingga seseorang akan berpikir dengan cara yang lebih postif. Tertawa merupakan cara yang paling baik dan paling ekonomis dalam melawan stres. Tertawa akan merilekskan otot-otot yang tegang. Tertawa juga melebarkan pembuluh darah sehingga memperlancar aliran darah ke seluruh tubuh. Selain itu, tertawa juga berperan dalam menurunkan kadar hormon stres epineprine dan kortisol (Tarigan, 2009). Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan tingkat stres pada lanjut usia. Diharapkan petugas kesehatan lebih optimal memberikan terapi tertawa pada lansia terutama lansia yang mengalami stres.
1.2 Rumusan MasalahApakah ada pengaruh terapi tertawa
terhadap penurunan tingkat stres pada lanjut usia?1.3 Tujuan Penelitian
Menjelaskan pengaruh terapi tertawa terhadap stres pada lanjut usia.1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Teoritis
Untuk meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam bidang gerontik.1.4.2 Praktis
1. Bagi PenelitiDiharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sarana belajar dalam rangka menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman dan juga sebagai salah satu bentukkepedulian terhadap masalah kesehatan yang terjadi, khususnya mengenai pengaruh terapi tertawa terhadap stres pada lanjut usia.
2. Bagi Instansi PendidikanDiharapkan hasil penelitian inidapat digunakan sebagai masukan dalam pengembangan kurikulum keperawatan gerontik pada lanjut usia.
3. Bagi Lanjut UsiaSebagai media pada lanjut usia agar dapat mengurangi stres yang sedang dihadapi.
4. Instansi PantiDapat memberikan intervensi dan lebih optimal lagi dalam menurunkan tingkat stres pada lanjut usia.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Terapi tertawa adalah suatu kegiatan yang akan melibatkan otot wajah dan organ dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, melibatkan dada, diafragma dan perut, gerakan tersebut akan
memberikan memberikan stimulus pada otak untuk menekan sekresi ephineprin dan kortisol dan mendorong pelepasan hormone endorphin yang menyebabkan timbulnya perasaan tenang dan nyaman (Kataria, 2010).
Brunner (2002) mengatakan stres adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang mengancam, menantang serta merusak keseimbangan seseorang.
Lanjut Usia adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
III. METODE DAN ANALISA
Penelitian ini menggunakan metode Pre
Eksperimental dengan rancangan One Group Pre
test-Post test design (Nursalam, 2008), yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi
tertawa terhadap penurunan tingkat stres pada
lanjut usia di Panti Wredha Lamongan.Populasi
adalah setiap subjek misalnya (manusia, pasien)
yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2008).Populasi dalam penelitian ini
adalah yang mengalami stres di Panti Wredha
Lamongan sebanyak 18 Orang.Sampel adalah
bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui
sampling (Nursalam, 2008).Alat pengumpulan data
pada penelitian ini menggunakan observasi dan
wawancara terstruktur. Instrumen yang digunakan
untuk alat ukur stres pada lanjut usia sebelum dan
sesudah dilakukan terapi tertawa, menggunakan
observasi dan wawancara terstruktur tertutup
menurut skala Holmes dan Rahe dengan 36
pertanyaan dan responden hanya memberi tanda
centang (√) dan menggunakan SAK.
329
7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Stres pada lanjut usia sebelum
dilakukan terapi tertawa.
Tabel 5.1 Distribusi tingkat stres pada lanjut usia sebelum dilakukan terapi tertawa di Panti Tresna Wreda Lamongan pada bulan Februari 2015.
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebelum diberi terapi tertawa didapatkan hasil sebagian besar mengalami stres ringan (58,8%), dan sebagian kecil mengalami stres berat (5,9%).
Tingkat Stres pada lanjut usia sesudah dilakukan terapi tertawa.
Tabel 5.2 Distribusi tingkat stress pada lanjut usia sesudah dilakukan terapi tertawa di Panti Tresna Wreda Lamongan pada bulan Februari 2015.
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa
setelah diberikan terapi tertawa didapatkan
sebagian besar tidak ada stres (52,9%), dan
sebagian kecil stres sedang (11,8%).
Pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan
tingkat stres pada lanjut usia.
Tabel 5.3 Pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan tingkat stres pada lanjut usia di Panti Tresna Wreda Lamongan bulan Februari 2015.
Kategori Tingkat stressSebelum terapi Sesudah
terapiX XI = 214.5294 X2 =
141.2941SD 46.43156 41.44690
Wilcoxon test nilai sig (2-tailed) = 0.000
Dari tabel 5.3 dapat diketahui nilai rerata sebelum diberikan terapi tertawa adalah X1 = 214.5294 artinya lanjut usia banyak yang mengalami stres sedang dan nilai standar deviasinya 46.43156. Sedangkan rerata setelah diberikan perlakuan terapi tertawa adalah X2 = 141.2941 artinya lanjut usia tidak mengalami stres dan nilai standar deviasinya 41.44690. Hasil uji statistik menunjukkan nilai sig (2- tailed) adalah p = 0.000, berarti p< 0.05 maka HO ditolak dan H1
diterima artinya ada pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan tingkat stres pada lanjut usia.
Menunjukkan perbedaan antara sebelum dan sesudah dilakukan perlakukan.Menurut Dr. Lee Berk, seorang imunolog dari Loma Linda University di California USA, tertawa bisa mengurangi peredaran dua hormon dalam tubuh, yaitu efinefrin dan kortisol (hormon yang dikeluarkan ketika stres) yang dikeluarkan oleh hipotalamus. Jika kedua hormon tersebut dikeluarkan maka bisa menghalangi proses penyembuhan penyakit. Jadi dalam keadaan bahagia ataupun tertawa, maka hipotalamus akan mengeluarkan hormon endorpine, yang berfungsi mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kekebalan tubuh. Paul Ekman, peneliti utama dalam bidang ini, meyakini bahwa mekanika gerakan otot-otot wajah sangat berkaitan dengan sistem saraf otonom, yang mengatur denyut jantung, pernapasan, dan fungsi-fungsi yang tidak bisa dikendalikan secara sadar. Dan Tertawa 1 menit ternyata sebanding dengan bersepeda selama 15 menit. Hal ini membuat tekanan darah menurun,
terjadi peningkatan oksigen pada darah yang akan mempercepat penyembuhan. Tertawa juga melebarkan pembuluh darah sehingga memperlancar aliran darah ke seluruh tubuh. Selain itu, tertawa juga berperan dalam menurunkan kadar hormon stres epineprine dan kortisol. Tertawa juga melatih otot dada, pernafasan, wajah, kaki, dan punggung.Selain fisik, tertawa juga berpengaruh terhadap kesehatan mental.Tertawa terbukti memperbaiki suasana hati dalam konteks sosial (Mangoenprasodjo & Hidayati, 2005).
Dari hasil data tersebut diatas dengan terapi tertawa lanjut usia bisa menggunakan waktu luangnya dengan berkumpul dengan teman-temannya dan melakukan terapi tertawa sehingga hari-harinya tidak mengalami kesepian, dan stres yang dialami akan mengalami penurunan. Dan dapat disimpulkan dengan adanya terapi tertawa menunjukkan perbaikan kesehatan jiwa (mental
330
No Tingkat Stres Frekuensi Prosentase %
1 Tidak ada 0 02 Ringan 10 58,83 Sedang 6 35,34 Berat 1 5,9
Jumlah 17 100
No Tingkat Stres
Frekuensi Prosentase %
1 Tidak ada 9 52,92 Ringan 6 35,33 Sedang 2 11,84 Berat 0 0
Jumlah 17 100
health), dimana kesehatan jiwa sendiri dapat diartikan sebagai suatu kondisi mental yang sejahterayang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia. Dari hasil penelitian tersebut maka selayaknya perlunya dikembangkan dan dilakukan terapi tertawa pada lanjut usia dengan harapan terwujudya kondisi mental yang sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif pada masa senjanya.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Sebelum dilakukan terapi tertawa, tingkat stres pada lanjut usia di Panti Tresna Wreda Kabupaten Lamongan adalah didapatkan hasil sebagian besar responden mengalami stres ringan karena para lanjut usia hanya santai, mencuci, duduk-duduk didepan kamar sambil menunggu makan dan sholat bagi yang menjalankan, sehingga waktu luang para lanjut usia digunakan untuk tidur.
2. Sesudah dilakukan terapi tertawa tingkat stres pada lanjut usia di Panti Tresna Wreda Kabupaten Lamongan adalah didapatkan sebagian besar tidak ada stres, lanjut usia lebih banyak meluangkan waktunya untuk melakukan kegiatan dalam mengisi hari-harinya terutama dilakukan bersama dengan teman-temannya bercanda, selain untuk berekreasi juga bersifat terapeutik sehingga dapat memulihkan kembali untuk berkonsentrasi.
3. Pemberian terapi tertawa berpengaruh terhadap penurunan tingkat stres pada lanjut usia. Lanjut usia menggunakan waktu luangnya dengan mengisi kegiatan terapi tertawa dengan teman-temanya sehingga hari-harinya tidak mengalami kesepian, bergaul dengan teman-teman dan stres yang dialami akan mengalami penurunan.
Saran
1. Bagi Panti Tresna WredaSelayaknya diperlukan pengembangan dan dilakukan terapi tertawa pada lanjut usia, sehingga dapat mengisi waktu luang lanjut usia dalam kegiatan positif.
2. Bagi PerawatMeningkatkan asuhan keperawatan gerontik sehingga dapat menurunkan tingkat stres pada lanjut usia.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih baik dan hendaknya peneliti mengkaji lebih dalam tentang faktor lain yang menyebabkan terjadinya stres pada lanjut usia.
4. Bagi Lanjut UsiaDapat digunakan untuk mengisi hari-hari bersama teman-temannya sehingga menghadapi hidup yang harmonis dan produktif dimasa senjanya dan dapat menurunkan tingkat stres pada lanjut usia
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz (2003). Riset keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.Jakarta: Salemba Medika.
Azwar, A. (2006). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut BagiPetugas Kesehatan. Depkes: Jawa Timur
Firmanto, M. (2006).Pengaruh terapi tawa untuk menurunkan stres kerja pada pegawai lembaga pemasyarakatan kelas I Surabaya di Desa Kebon Agung Kecamatan Porong.Skripsi.Tidak Diterbitkan. Surabaya: Universitas Airlangga.
Hawari, D. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi (Edisi II Cetakan 2).Jakarta : FKUI.
Hawari, D. (2011). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi.Jakarta : Gaya Baru Harry. Depresi pada lansia. http://Depkes.go.id. Diakses 8 Maret 2012. Dilihat 17 Januari 2015.
Hidayat, (2004).“Model Konsep Dan Teori Keperawatan”. Jakarta: EGC
Hidayat, A. A. (2007). Metode penelitian keperawatan teknik analisis data, Salemba Medika,Jakarta.
Hurlock, E.B., (2000). In: Sijibat, R.M., ed. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hernawati, I. (2006). Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga,Kesehatan.Depkes:Jakarta
J. Karnadi, (2000).”Stres dalam kegiatan sehari-hari ”. Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No 123
331
Kataria, M. (2004).Laugh For No Reason (Terapi Tawa). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kushariyadi 2012, Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia, Salemba Medika, Jakarta.
Maramis (2000).Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Maryam, S dkk, (2008).Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya .Salemba Medika: Jakarta
Maryam, Siti dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Lansia.Jakarta : Trans Info
Medika
Muhammad, A. (2011). Tertawalah biar Sehat. Jakarta: Diva Press
Notoatmojo S, (2007). Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam (2003).Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan Ed 1. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, W. (2008).Gerontik dan Geriatik. EGC: Jakarta
Nugroho, W. (2006).Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Nugroho, W. (2004).Keperawatan Gerontik & Geriatric.Edisi 3.EGC. Jakarta
Nugraheni (2005) “Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Depresi Pada Usia Lanjut” Di
Wirosaban RW XIV, Sorosutan, Umbulharjo, Yogyakarta”.
Plutchik, R. (2002). Emotions and Life perspective from psychology, biology, and evolution.Washington, DC: American Psychological Association
Potter, P,A& Perry, A,G (2001). Fundamentals of nursing (5thed)”. St.lois: mosby
Psikologizone.(2010). Terapi tawa hilangkan stres cegah penyakit.Diunduh dari http://www.psikologizone.com/terapi-tertawa-hilangkan-stres-cegah-penyakit. Diakses 10 April 2011. Dilihat 15 Desember 2014.
Santrock, (2002).Life Span Development. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2006). Human Adjustment .University Of Texas at Dallas. Mc Graw Hill Companies
Suliswati, (2005).“ Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa”. Jakarta. EGC
Sunaryo, (2004) “ Psikologi Untuk Keperawatan “. Jakarta. EGC
Stuart & Sundeen, (2000). Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Terapi Tawa. (2010). Terapi Tawa.Diunduh dari http://www.holistic-online.com/Humor_Therapy/humor_therapy_introduction.htm.Diakses 10 januari 2011.Dilihat 15 Desember 2014.
Wirakusuma, (2008).“ Tetap Bugar Di Usia Lanjut “ Jakarta. EGC
332
PENGARUH MENEJEMEN KEPALA SEKOLAH TERHADAP PRESTASI KERJA GURU DI MI AL-ITTAHIDUL ISLAMIYAH
ZAYYINATUL MAGHFIROHProgram Studi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Prodi Administrasi
Pendidikan, Universitas Gresik
ABSTRAK
ZAYYINATUL MAGHFIROH: 2015 Pengaruh Menejemen Kepala Sekolah Terhadap Prestasi Kerja Guru di MI Al-Ittahidul Islamiyah. Sarjana Strata –I Program Studi Adminstrasi Pendidik Gresik, Pembimbing Pertama Prof. Dr. H. Sukiyat, SH,M. Si. Pembimbing kedua Drs. Subawadi, M. Pd
Kompetensi manajerial merupakan pokok dari seorang kepala sekolah, dalam kontek Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memeberikan wewenang sepenuhnya kepada sekolah untuk mengelola semua perangkat sekolah. Artinya sebagai manajer, kepala sekolah harus mampu mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah dalam rangka mewujudkan visi dan misi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam penerapannya kepala sekolah belum mampu sepenuhnya menjadi seorang manajer, kompetensi yang dimilki masih sebatas konseptual, menjadi kepala sekolah hanya sebatas tugas, belum menjadi tanggung jawab. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana persepsi guru terhadapa kompetensi manajerial kepala MI Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambambagan.
Tujuan yang ingin dicapai penulis adalah untuk mengetahui Peran kepala sekolah sebagai manajerial dalam meningkatkan mutu pendidikan di MI Al-Ittahidul Islamiyah KedungJambangan Bangilan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu keadaan tertentu yang ada masa sekarang, kemudian dijelaskan, dianalisa, dan disajikan. Sehingga menjadi sebuah gambaran yang jelas dan sistematis. Metode ini penulis lakukan dengan cara pengumpulan data dengan teknik observasi, angket dan wawancara.
Kata kunci: Menejemen Kepala sekolah terhadap prestasi kerja guru
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan sebagai sarana vital dalam pengembangan Sumber Daya Manusia, merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia terampil di bidangnya. Pendidikan dalam pengertian
bahasa disebut proses melatih dan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, pikiran, perilaku, dan lain-lain terutama oleh sekolah formal. Pendidikan dalam pengertian ini, dalam kenyataannya, sering dipraktekkan dengan pengajaran yang sifatnya verbalistik.
Untuk mewujudkan sekolah idaman dan sekolah yang memenuhi kebutuhan masyarakat dibidang pendidikan. Maka, sekolah atau lembaga pendidikan
332
membutuhkan sumber daya manusia yang profesional. Sumber daya manusia yang dimiliki sekolah dapat memberikan konstribusi yang menguntungkan bagi terselenggaranya pendidikan yang efektif.
Kepemimpin kepala sekolah harus mampu memobilisasi sumber daya sekolah, dalam kaitannya dengan perencanaan dan evaluasi program sekolah, pengembangan kurikulum, pembelajaran, pengelolaan ketenagaan, saran dan prasarana, sumber keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dan masyarakat dan penciptaan iklim sekolah.
Kepala sekolah sebagai manajer sudah saatnya mengoptimalkan mutu kegiatan pembelajaran untuk memenuhi harapan pelanggan pendidikan. Sekolah berfungsi untuk membina sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif, sehingga kelulusannya memenuhi kebutuhan masyarakat, baik pasar tenaga kerja sektor formal maupun sektor informal. Para manajer pendidikan di tuntut mencari dan menerapakan suatu strategi manajemen baru yang dapat mendorong perbaikan mutu sekolah. MI Al-Ittahidul Islamiyah Desa Kedungjambangan Kecamatan Bangilan.
Berdasarkan uraian latar berlakang di atas, maka penelitian ini bermaksud mengungkap pengaruh Manajemen kepala sekolah terhadap prestasi kinerja guru di Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban.
1.2. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang
penelitian yang dipaparkan di atas, maka yang menjadi fokus perhatian dan sekaligus menjadi problem adalah sejauh mana kinerja guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan dari Manajemen Kepala Sekolah terhadap kinerja guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan. Masalah pokok tersebut teridentifikasi sebagai berikut :
a. Kinerja guru di Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan di Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban menunjukkan kurang optimal dalam melakukan tugasnya.
b. Kinerja guru yang belum optimal dimungkinkan karena profesionalitas guru sekolah dasar tersebut.
c. Kinerja guru sangat menentukan hasil belajar peserta didik, maka guru dituntut untuk profesional dalam melaksanakan tugasnya.
d. Kinerja guru juga akan ditentukan oleh manajemen kepala sekolah selaku figur sentral dalam suatu sekolah.
e. manajemen kepala sekolah yang baik dalam memimpin dan memberdayakan sumber daya manusia khususnya guru akan mempengaruhi kinerja guru.
f. Guru dalam melaksanakan tugasnya akan ditentukan oleh banyak faktor, dalam penelitian ini kinerja guru akan dipengaruhi oleh manajemen kepala sekolahnya.
1.3. Rumusan MasalahBerdasarkan pembatasan masalah
yang telah dikemukakan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah manajemen kepala
sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan di Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban?
2. Bagaimanakah potensi kerja guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan di Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban?
3. Bagaimanakah manajemen kepala sekolah terhadapprestasi kerja guru di Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan di Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban?
1.4. Tujuan PenelitianTujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini untuk :a. Untuk mengetahui manajemen kepala
sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan di Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban.
b. Untuk mengetahui potensi kerja guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan di Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban.
c. Untuk mengetahui pengaruh manajemen kepala sekolah terhadap prestasi kerja guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan di Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban.
1.5. Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut :
a. Manfaat TeoritisHasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan teori, minimal menguji teori-teori menajemen pendidikan yang berkaitan dengan manajemen kepala sekolah terhadap prestasi kerja guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan di Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban.
b. Manfaat PraktisSecara praktis, manfaat yang diharapkan dapat diperoleh melalui
333
temuan penelitian ini adalah sebagai berikut:a. Bagi Kementrian Agama
Kabupaten Tuban, khususnya UPT Kemenag Kecamatan Bangilan diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan dalam membina guru Madrasah dan pengaruh Manajemen kepala sekolah terhadap prestasi kerja guru Madrasah Ibtidaiyah Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan di Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban.
b. Dapat memberi motivasi bagi guru Sekolah Dasar agar supaya meningkatkan mutu pendidikan dapat tercapai.
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
2.1 Teorisasi 2.2. Tinjauan Tentang Manajemen
Manajemen merupakan proses untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen bisa sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang logis dan sistematis juga sebagai suatu kreativitas pribadi yang disertai suatu keterampilan.
Manajemen menginginkan tujuan organisasi tercapai dengan efisien dan efektif.
Adapun fungsi manajemen diantaranya :a. Perencanaan (Planning) adalah
kegiatan menetapkan tujuan organisasi dan memilih cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
b. Pengorganisasian (Organizing dan Staffing) adalah kegiatan mengkoordinir sumber daya, tugas, dan otoritas diantara anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien dan efektif.
c. Pengarahan (Leading) adalah membuat bagaimana orang-orang tersebut bekerja untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.
d. Pengendalian (Controlling) bertujuan untuk melihat apakah organisasi berjalan sesuai rencana.
e. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi : perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan perusahaan, maka pengalaman dan hasil penelitian bidang SDM dikumpulkan secara sistematis selanjutnya disebut dengan manajemen sumber daya manusia. Menurut Veithzal Rivai (2008:1) istilah
manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber daya manusia. Dengan manajemen maka pemanfaatan sumber daya yang ada dapat lebih optimal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Sedarmayanti (2007 : 13) mengungkapkan bahwa manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk :
a. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan pegawai cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi seperti yang diperlukan.
b. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada manusia kontribusi, kemampuan dan kecakapan mereka.
c. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan dan seleksi yang teliti, sistem kompensasi dan insentif yang tergantung pada kinerja, pengembangan manajemen serta aktifitas pelatihan yang terkait “kebutuhan bisnis”.
d. Mengembangkan praktek manajemen dengan komitmen tinggi yang menyadari bahwa karyawan adalah pihakterkait dalam organisasi Yang bernilai membantu dan membentuk pengembangan iklim kerjasama dan kepercayaan bersama.
e. Menciptakan iklim, dimana hubungan yang produktif dan harmonis dapat dipertahankan melalui asosiasi antara manajemen dengan karyawan.
f. Mengembangkan iklim lingkungan dimana kerjasama tim dan fleksibilitas dapat berkembang.
g. Membantu organisasi menyeimbangkan dan mengadaptasikankebutuhan pihak terkait (pemilik, lembaga atau wakil pemerintah,manajemen, karyawan, pelanggan, pemasok dan masyarakat luas).
h. Memastikan bahwa orang dinilai atau dihargai berdasarkan apa yang mereka lakukan dan mereka capai.
i. Mengelola karyawan yang beragam, memperhitungkan perbedaan individu dan kelompok dalam kebutuhan penempatan, gaya kerja dan aspirasi.
j. Memastikan bahwa kesamaan tersedia untuk semua.
k. Mengadopsi pendekatan etis untuk mengelola karyawan yang didasarkan pada perhatian untuk karyawan, keadilan dan transportasi.
l. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental karyawan.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas manajemen
334
sumber daya manusia harus malaksanakan beberapa kelompok aktivitas yang semuanya saling berhubungan dan terkait, seperti yang terjadi dalam konteks organisasi meliputi : perencanaan sumber daya manusia, kompensasi dan tunjangan kesehatan, keselamatan dan keamanan, hubungan karyawan dan buruh. Namun di era globalisasi dimana teknologi membuat dunia seolah tanpa batas maka lingkungan eksternal menjadi bagian penting yang harus menjadi pertimbangan bagi semua pimpinan dalam melaksanakan aktivitas sumber daya manusia diantaranya : hukum,politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi. Hal ini dikarenakan lingkungan eksternal seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari organisasi itu sendiri.
2.3. Tinjauan Tentang Kepala Sekolah2.3.1. PengertianKepala Sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan lembaga pendidikan .Kepala sekolah berasal dari dua kata “kepaladan sekolah”. Kata kepala diartikan sebagai ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau lembaga. Sedangkan sekolah adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran.
Kepala sekolah merupakan personel sekolah yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan-kegiatan sekolah, mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan seluruh kegiatan pendidikan dalam lingkungan sekolah yang dipimpinnya dengan dasar pancasila yang bertujuan untuk:a. Meningkatkan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang MahaEsa.b. Meningkatkan kecerdasan dan
ketrampilan.c. Mempertinggi budipekerti. d. Memperkuat kepribadian.e. Mempertebal semangat kebangsaan
dan cintatanah air.F. Mulyasa menjelaskan bahwa kepala
madrasah adalah motor
2.3.2 Peran, Fungsi dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah
Kepala sekolah yang berhasi
ladalah mereka yang memahami
keberadaan madrasah sebagai
organisasi yang komplek dan unik,
serta mampu melaksanakan peranan
kepala sekolah sebagai seorang
pemimpin yang diberitanggung jawab
untuk memimpin sekolah. Berbicara
tentang Peran kepala sekolah terkait
peningkatan kinerja, maka peran
kepala sekolah pada masing-masing
lembaga pendidikan berbeda.
Seorang kepala sekolah tidak
hanya bertanggung jawab atas
kelancaran sekolah secara teknis
akademis saja, melainkan juga
bertanggung jawab dengan kondisi dan
situasinya serta hubungannya dengan
masyarakat sekitarnya. Kegiatan yang
menjadi tanggung jawab kepala sekolah
antara lain sebagai berikut:
a. Kegiatan mengatur proses belajarmengajar.
b. Kegiatan mengatur kesiswaan.c. Kegiatan mengatur personalia.d. Kegiatan mengatur peralatan
pembelajaran.e. Kegiatan mengatur dan
memelihara gedung dan perlengkapan. sekolah.
f. Kegiatan mengatur keuangan.g. Kegiatan mengatur hubungan
sekolahdengan masyarakat.2.3.3. Syarat-syarat Kepala Sekolah
Pengalaman kerja merupakan
syarat penting yang tidak dapat
diabaikan. Tugas dan tanggungjawab
kepala sekolah sangat besar,oleh sebab
itu untuk menjadi kepala sekolah harus
335
memenuhi syarat-syarat tertentu.
Adapun syarat tersebut antaralain:
a. Memiliki ijazah yang sesuai dengan ketentuanya ngtelah ditetapkan oleh pemerintah.
b. Mempunyai pengalaman kerja yang cukup ,terutama disekolah yang sejenis dengan sekolah yang dipimpinnya.
c. Mempunyai sifat kepribadian yang baik ,terutama sikap dan sifat yang diperlukan bagi kepantingan pendidikan.
d. Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas,terutama mengenai bidang-bidang pengetahuan pekerjan yang diperlukan bagi madrasah yang dipimpinnya.
e. Mempunyai ide dan inisiatif yang baik untuk kemajuan dan pengembangan sekolahnya.
2.3. Prestasi Kerja Guru
2.3.1. Pengertian Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah hasil upaya
seseorang yang ditentukan oleh
kemampuan karakteristik pribadinya serta
persepsi terhadap perannya terhadap
pekerjaan itu (Sutrisno, 2011:149).
Menurut Mangku negara (2002:33) prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikannya. Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dengan melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu (Hasibuan 2008:94). Sedangkan menurut Maier dalam As’ad (2001:63) prestasi kerja adalah kualitas, kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi, dan keselamatan dalam menjalankan pekerjaan.
2.4. Tugas dan Peran Guru
Guru memiliki banyak tugas baik
yang terikat dengan dinas maupun
diluar dinas dalam bentuk pengapdian.
‟Tugas gurupada umumnya adalah
mewariskan pengetahuan dan berbagai
ketrampilan kepada generasi muda‟‟.
Apabila dikelompokan terdapat tiga jenis tugas seorang guru yaitu:
a. Tugas dalam bidang profesi yang meliputi mendidik, mengajar, dan melatih.
b. Tugas guru pada bidang kemanusiaan, guru harus mampu menempatkan diri sebagai orang tua kedua.
c. Tugasgurudalambidangmasyarakat,masyarakatmenempatkanpada tempatyang lebihterhormatdilingkungannyakarenadariseorangguru merekaberharap mendapatkan ilmu pengetahuan.
2.4. Syarat dan Kompetensi Guru
Seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus memenuhi syarat yang ditentukan, agar pembelajaran dapat berjalan dengan maksimal. Mengenai tugas seorang guru yang semakin berat di masa yang akan datang, karena guru tidak hanya mendidik, mengajar, dan membimbing maka dibawa hinia dalah uraian mengenai syarat-syarat seorang guru.
UU Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 42 menyatakan bahwa:a. Pendidik harus memiliki harus
memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.
b. Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
c.Ketentuan mengenai kualifikasi pendidikan sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) dan ayat (2) ditur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
336
Menurut Ag. Suejono yang dikutip oleh Akhyak, syarat-syarat guru adalah sebagai berikut:
a. Memilikikedewasaan umur. b. Sehat jasmani dan rohani.c. Memilikikeahlian dan kemampuan dalam
mengajar. d. Harus berkesusilaan danberdedikasi tinggi.
2.6. Manajemen Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Guru
2.6.1. Kepala Sekolah sebagai Edukator atau Pendidik
Dalam melakukan fungsinya sebagai edukator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan propesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasihat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program akselerasi bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.
2.6.2. Kepala Sekolah sebagai ManajerManajemen pada hakekatnya
merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan suatu proses, karena semua manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan.
2.6.3. Kepala Sekolah sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan
secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah. Untuk itu, kepala sekolah harus mampu menjabarkan kemampuan di atas dalam tugas-tugas operasional.
2.6.4. Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitaspembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.
Pada prinsipnya setiap tenaga kependidikan atau guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru seniornya untuk membantu melaksanakan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh (1) meningkatnya kesadaran guru untuk meningkatkan kinerjanya (2) meningkatnya keterampilan guru dalam melaksanakan tugasnya. Kepala sekolah juga harus berupaya menjadikan sekolah sebagai sarana belajar yang lebih efek
2.6.5. Kepala Sekolah sebagai LeaderKepala sekolah sebagai leader
harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo (2002 : 110) mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan professional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.
2.6.6. Kepala Sekolah sebagai InovatorDalam rangka melaksanakan
peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan yang baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah dan mengembangkan model pembelajaran yang inovatif.
2.6.7. Kepala Sekolah sebagai Motivator
337
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektivitas dan penyediaan sebagai sumber belajar melalui pengembangan pusat sumber belajar (PSB).
2.7. Hipotesis PenelitianSesuai dengan pokok
permasalahan yang telah dikemukakan dalam penelitian ini, maka dapat diajukan hipotesis berikut :
1. Terdapat pengaruh manajemen kepala sekolah terhadap prestasi kerja guru MI Al-Ittahidul Islamiyah Kedung jambangan Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian merupakan keseluruhan prosedur perencanaan, dan pelaksanaan penelitian yang meliputi pula prosedur pengumpulan data dan pengolahan data yang telah ditentukan.
Penelitian ini menempatkan pengaruh manajemen kepala sekolah terhadap prestasi kerja guru di MI Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban
3.2. Populasi dan SampelMenurut Istijanto (2005 : 109),
polpulasi merupakan jumlah keseluruhan semua anggota yang diteliti. Berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru MI Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan Kecamatan Bangilan Kabupaten Tuban yang berjumlah 12 orang termasuk Kepala Sekolah dan guru tidak tetap (GTT).
Mempertimbangkan jumlah populasi di bawah seratus orang maka penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai responden, artinya teknik sampling yang diambil adalah teknik angket
3.3. Variabel penelitianDalam penelitian ini terdapat tiga
variabel yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu variabel bebas/independent variable/predictor dan variable
terikat/dependent variable/kriterium. Variabel dipandang sebagai variabel yang diduga mempengaruhi variabel bebas. Variabel bebas terdiri dari manajemen kepala sekolah yang dipersepsikan oleh guru (X), Sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi kerja guru (Y).
3.4. Instrument PenelitianMetode pengumpulan data yag
digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, yaitu teknik pengumpulan dan analisis data berupa opini dari subyek yang diteliti melalui kuesioner, wawancara dan observasi.
3.5. Teknik Analisi DataSetelah data yang penulis perlukan
terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Menganalisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk menguraikan data yang diperoleh agar dapat dipahami bukan hanya oleh orang yang meneliti, tetapi juga oleh orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian.
3.5.1. Editing Dalam menganalisis data,
yang pertama kali harus dilakukan adalah editing.
3.5.2. ScoringPenulis memberi skor terhadap
butir pernyataan yang terdapat pada angket. Butir jawaban yang terdapat dalam angket ada empat, yaitu “selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah” maka skor yang diberikan penulis yaitu:
4 untuk selalu, 3 untuk sering, 2 untuk kadang - kadang,1 untuk tidak pernah.
3.5.3. TabulatingLangkah selanjutnya adalah
penghitungan terhadap data yang telah diperoleh dengan menggunakan statistik sederhana.
3.5.4. PresentasePerhitungan ini digunakan
untuk mengetahui besar kecilnya tingkat keberhasilan yang diperoleh dari hasil penyebaran angkat tentang pengaruh kepala sekolah sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Ittahidul Islamiyah Kedung jambangan Bangilan Tuban.
Untuk meganalisis data yang diperoleh guna membuktikan hipotesis di atas,
penulis menggunakan teknik korelasi Product Moment.
Dengan rumus:
338
Keterangan:
r xy : Koefisien korelasi product moment
X : Jumlah nilai variabel x
Y : Jumlah nilai variabel y
XY : Jumlah hasil perkalian skor x dan y
N : Jumlah responden
Hasil dari perhitungan di atas akan dikonsultasikan dengan r tabel, jika rxy
lebih besar dari r tabel, maka hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima. Dan sebaliknya jika rxy
lebih kecil dari r tabel, maka hipotesis nihil (Ho) diterima, dan hipotesis kerja (Ha) ditolak.
BAB IVPEMBAHASAN
4.1. Gambaran MI Al Ittahidul Islamiyah Kedung Jambagan .
Gambaran MI Al Ittahidul Islamiyah KedungJambagan Bangilan berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Al Ittahidul Islamiyah, Yayasan ini mempunyai luas tanah 300 M². Yayasan ini telah melaksanakan kegiatan pendidikan berupa pendidikan kanak-kanak (TK), MI Al Ittahidul Islamiyah KedungJambagan Bangilan dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah di MI Al Ittahidul Islamiyah KedungJambagan Bangilan merupakan yang langsung berkenaan dengan kebutuhan dunia kerja dewasa ini, tersebut adalah . Siswa yang berminat untuk melanjutkan jenjang selalu mengalami fluktuasi (naik-turun).
1. Visi dan MisiVISI
Menjadi lembaga yang dapat mengembangkan potensi siswa, berpengetahuan, bertegnologi, kompetitif dan berakhlaqul karimah.
MISIa. Menciptakan lingkungan madrasah yang
aman, bersih, nyaman, menyenangkan dan merindukan.
b. Melaksanakan pelatihan dan pembinaan secara teratur.
c. Melaksanakan PBM yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
d. Menerapkan pembelajaran berbasis tehnologi dan informasi.
e. Memberi pelayanan pendidikan yang sempurna dan memadai.
f. Melaksanakan akhlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
g. Melaksanakan dan mengikutilomba akademik dan non akademik.
h. Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh pihak terkait.
4.2.1. Sarana dan Prasarana MadrasahSarana dan prasarana merupakan bagian yang sangat vital yang harus dimiliki oleh setiap lembaga pendidikan, guna tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan baik dalam bidang intrakulikuler maupun ekstrakulikuler. Adapun data secara lengkapnya adalah sebagi berikut:
= 891048 – 886652 √{787440 – 781456. √1012344 - 1006009
= 4396 √ 37908640
= 4396 √ 6156,9992
= 0,713984175 = 0,71
Jadi koefisian Pengaruh adalah 0,71 hal ini memberikan interprestasinya terhadap rxy atau rho.
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, ada beberapa halang dapat disimpulkan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Menurut persepsi guru, bahwa kepala MI Al Ittahidul Islamiyah Cinere dalammelaksanakan kompetensi manajerialnya pada katagori cukup mampu 0,71. Sehingga berguna dalam meningkatan mutu pendidikan.
2. Dalam membuat perencanaan kepala sekolah dikatagorikan cukup (5675%), dalam perencanaan kepala sekolah belum maksimal dalam pengembangan perencanaan masih berupa konseptual dan belum variatif dalam membuat perencanaan pendidikan.
3. pembinaan dan pengembangan perlu ditingkatkan karena inti dari kurikulum adalah bagaimana guru mampu mengaplikasikan dengan baik kepada siswa. Sarana dan prasarana atau Fasilitas dan kelengkapan belajar kepala sekolah juga selalu memperhatikan (60%), perbaikannya saran dan prasaran yang ada perlu ditingkatkan.
339
5.2. SaranBerdasarkan kesimpulan dari penlitian
yang dikemukan di atas ada beberapa saran yang penulis ingin sampaikan sebagai berikut:5.2.1.Kepala Sekolah diharapkan
meningkatan kompetnsi manajerialnya dari katagori cukup kepada katagori sangat baik. Hal ini tentunya di dapat dari kerja keras dan kerjasama semua pihak, dan tidak merasa puas dengan kemampuan yang telah ada.
5.2.2. Kepala Sekolah harus meningkatkan kerjasama dengan guru untuk meningkatkan efektivitas tugas manajerialnya
5.2.3. Guru MI Al-Ittahidul Islamiyah Kedungjambangan memebrikan masukan dalam pelaksanaan tugas manajerial kepala sekolah. Sejak tahap perencanaan, pengorganisasian sampai pada tahap pengandalian.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin Dkk, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Ciputat: Quantum Teaching (Ciputat Press Group), Cet-I, 2006
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi RevisiVI. Jakarta: Rineka Cipta, Cet-XIII, 2006
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi VI,Jakarta: Rineka Cipta, Cet- XI, 1998
Danim, Sudarwan dan Suparno, Manajemen dan
Kepemimpinan
Transformasional Kekepalasekolahan Visi dan
Strategi Era Teknologi,
Situasi Krisis, dan Internasionalisasi Pendidikan,
Jakarta: Rineka, Cipta, 2009
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009
Hikmat, Manajemen Pendidikan, Bandung: PT
Pustaka Setia, 2009
Manullang, M., Dasar-dasar manajemen, Gadjah Mada University Press, Cet- XIX, 2006
Mulyasa, E., Menjadi Kepala Sekolah
Profesional dalam Kontek Menyukseskan
MBS dan KBK, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007
Muslich, Masnur, KTPS (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan) Dsara Pemahaman
dan Pengembangan, Jakarta: Bumi
Aksara, Cet-V, 2009
Purwanto, Ngalim, M., Administrasi dan
Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Kalam Mulia, 2004
340
PENGARUH KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PRAMUKA TERHADAP TINGKAH LAKU PESERTA DIDIK
DI MI AL-HIDAYAH LAJUKIDUL KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN
TAHUN PELAJARAN 2014/2015.
SITI ZUMROTUS SA’ADAH
Program Studi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Prodi Administrasi Pendidikan
ABSTRAK
Pendidikan merupakan satu dari sekian banyak hal yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan manusia. Di sisi lain, pendidikan juga dipandang sebagai aspek dalam mempersiapkan sekaligus membentuk generasi muda di masa yang akan datang dan diharapkan mampu menumbuhkan dan meningkatkan keimanannya yang diwujudkan dalam tingkah laku yang terpuji.
Skripsi ini diangkat dari sebuah latar belakang tentang pengaruh kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap tingkah laku peserta didik di MI Al-Hidayah LajuKidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban tahun pelajaran 2014/2015.
Dalam skripsi ini penulis membuat tiga rumusan masalah, yaitu : Bagaimana kegiatan ekstrakurikuler pramuka di MI Al-Hidayah?, Bagaimana tingkah laku peserta didik di MI Al-Hidayah?, dan Bagaimana pengaruh kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap tingkah laku peserta didik di MI Al-Hidayah LajuKidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban?.
Dalam penelitian ini, penulis mengambil jenis penelitian kuantitatif dengan mengunakan sampel penuh dikarenakan populasi yang mengikuti ekskul pramuka ada 55 siswa. Jika popolasi kurang dari 100 maka harus diambil keseluruhan. Penulis menggunakan beberapa metode, yaitu : metode observasi, dokumentasi, interview, wawancara dan angket. Sedangkan untuk menganalisa menggunakan teknik analisis “Product Moment”.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan, bahwa : kegiatan ekstrakurikuler pramuka mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap tingkah laku peserta didik. Hal ini ditunjukan bahwa r hitung sebesar o,584 sedangkan r tabel signifikan 5%= o,266 dan taraf signifikan 1%= 0,345, Jadi dapat disimpulkan bahwa r hitung > r tabel product moment.
Kata Kunci : Kegiatan ekstrakurikuler pramuka, Tingkah Laku.
341
1.1 Pengantar Pendidikan merupakan satu dari sekian
banyak hal yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan manusia. Di sisi lain, pendidikan juga dipandang sebagai aspek dalam mempersiapkan sekaligus membentuk generasimuda dimasa yang akan datang.Maka dari itu, dengan diadakannya proses pendidikan, manusia diharapkan mampu untuk mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pada pasal 3 disebutkan bahwa : “Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan kemampuan dan watak sertaperadapanbangsayangbermartabatdalamrangkamencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang ada diluar program yang tertentu dalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa. (Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka).
Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah banyak sekali ragamnya,antara lain adalah pramuka, kesenian, ketrampilan dan lain-lain. Selaku bapak pandu Pramuka sedunia, Lord Robert Baden Powell mengatakan bahwa :
Kepramukaan itu bukanlah suatu ilmu yang harus dipelajari dengan tekun, bukan pula merupakan kumpulan – kumpulan ajaran atau naskah buku. Kepramukaan adalah suatu permainan yang menyenangkan yang dilakukan di alam terbuka, tempat orang dewasa dan anak-anak pergi bersama-sama, mengadakan pengembaraan seperti kakak beradik, membina kesehatan dan kebahagiaan, ketrampilan dan kesediaan untuk memberi pertolongan bagi yang membutuhkan.( Andri Bob Sunardi, Boyman, Ragam Latih Pramuka,(Bandung:NuansaMuda 2010)
Selain itu, melalui kegiatan organisasi Gerakan Pramuka siswa dapat belajar untuk selalu perprilaku disiplin, baik itu dalam mengikuti latihan kepramukaan yang dilaksanakan di sekolahan maupun dalam melaksanakan segala aktifitas yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari.
Maka dari itu, berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti “Pengaruh
Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Terhadap Tingkah Laku Peserta Didik Di MI Al-Hidayah LajuKidul Singgahan Tuban”.
1.2 Batasan MasalahUntuk menghindari kesalahan memahami
istilah yang ada pada judul penelitian, maka akan dijelaskan pada uraian berikut ini: 1. Kegiatan ektrakurikuler pramuka
Kegiatanekstrakurikuler pramuka adalah kegiatan yang bersifat mendidik yang pelaksanaannya dilakukan di alam terbuka dengan prinsip dasar metodik kepramukaan mrngarah pada tujuan mendidik manusia berwatak luhur berdasar pancasila dan setia kepada negara republik indonesia.
2. Tingkah laku peserta didik Tingkah laku atau dengan kata lain
disebut dengan kpribadian ini, dalam islam adalah pribadi yang sholih, yaitu sikap konstruktif menuju tatanan ilahiyah, dimana sikap, ucapan dan tindakan seorang muslim dihiasi dengan nilai-nilai yang datang dari Alloh SWT baik dari Al-Qur’an maupun maupaun hadits melalui Rosul-Nya.
1.3 Rumusan Masalah Dari pembatasan masalah diatas, maka
penulis dapat merumuskan permasalahannya. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :1. Bagaimana kegiatan ekstrakurikuler
pramuka di MI Al-Hidayah Laju Kidul Singgahan Tuban?
2. Bagaimana tingkah laku peserta didik di MI Al-Hidayah Lajukidul Singgahan Tuban?
3. Bagaimana pengaruh kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap tingkahlaku peserta didik di MI Al-Hidayah Laju Kidul Singgahan Tuban?
1.4 Tujuan PenelitianAdapun tujuan penelitian yang ingin dicapai
penulis dalam penelitian ini adalah :1. Mengetahui pola pembinaan latihan
kepramukaan di MI Al-Hidayah LajuKidul Singgahan Tuban.
2. Mengetahui peranan peserta didik dalam menyikapi pendidikan kepramukaan di MI Al-Hidayah LajuKidul Singgahan Tuban.
3. Mengetahui bagaimana pengaruh kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap tingkah laku peserta didik di MI Al-Hidayah Lajukidul Singgahan Tuban.
1.5 ManfaatPenelitianManfaat dari penelitian ini, yaitu :
342
1. Bagi pihak Madrasah, hasil karya skripsi ini dapat dijadikan sebagai tombak motivasi dalam rangka meningkatkan kwalitas usaha pembinaan kesiswaan di Madrasah dan mengaktifkan kegiatan latihan kepramukaan di lingkungan madrasah, sehingga apa yang di harapkan pihak madrasah dapat tercapai dengan baik.
2. Bagi peserta didik, hasil karsya skripsi ini dapat memotivasi semangat para peserta dididk untuk terus tetap aktif dalam mengikuti latihan kegiatan kepramukaan, sehingga apa yang telah didapatkan dari latihan tersebut dapat membantu peserta didik untuk bersemangat terus dalam menjalani kehidupan sehingga dapat bertingkah laku sesuai dengan aturan syari’at agama maupun negara.
3. Bagi orang tua peserta didik dan masyarakat pada umumnya, hasil karya sekripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu alat atau sarana komunikasi dan sumber informasi dalam memberikan pengenalan, pengertian, dan pemahaman terhadap peranan pendidikan kepramukaan. Sehingga pada akhirnya nanti dapat memberikan partisipasi dan dukungan dalam memeupuk dan menggembangkan organisasi gerakan pramuka sebagai salah satu wadah untuk pembinaan kesiswaan yang ada di madrasah.
1.6 Hipotesis Hipotesis terdiri atas dua jenis, yakni
hipotesis nol (H0) yang menyatakan ada hubungan atau tidak ada perbedaan antara variabel X dan variabel Y, dan hipotesis alternatif (Ha) yang menunjukkan ada pengaruh atau ada hubungan atau ada perbedaan antara variabel X dan Variabel Y. (Suharsimi Arikunto,2010:110).
Adapun hipotesis nol (H0) dalam penelitian ini adalah :
Tidak ada hubungan yang signifikan antara kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan tingkah laku peserta didik MI Al-Hidayah LajuKidul singgahan Tuban tahun pelajaran 2014/2015.
Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah:
Ada hubungan yang signifikan antara pengaruh kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan tingkah laku peserta didik MI Al-Hidayah LajuKidul Singgahan Tuban tahun pelajaran 2014/2015.
1.7 Landasan Teori7.1 KegiatanEkstrakurikuler
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 menjelaskan kegiatan“ekstrakurikuler” adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan disekolah/madrasah.
Kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan untuk mengembangkan salah satu bidang pelajaran yang diminati oleh peserta didik, misalnya olahraga, kesenian, berbagai macam keterampilan dan kepramukaan diselenggarakan di sekolah di luar jam pelajaranbiasa (Suryosubroto;2009:286).
Dalam buku Panduan Pengembangan Diri Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan fungsi dari kegiatan ekstrakurikuler adalah sebagai berikut: a. Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan
ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.
b. Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
c. Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, menggembirakan, menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan.
d. Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik. Adapun prinsip-prinsip kegiatan
ekstrakurikuler sebagai berikut: a. Individual, yaitu prinsip kegiatan
ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat, minat peserta didik masing-masing.
b. Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela peserta didik.
c. Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh.
d. Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler dalam suasana yang disukai dan menggembirakan peserta didik.
343
e. Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.
f. Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.
Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah ikut andil dalam meningkatkan prestasi dalam belajar. Kegiatan ekstrakurikuler bukan termasuk materi pelajaran yang terpisah dari materi pelajaran lainnya, penyampaian materi pelajaran dapat dilaksanakan di sela-sela kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan, mengingat kegiatan tersebut merupakan bagian penting dari kurikulum sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler dapat dijadikan wadah untuk peserta didik menampung minat dan bakatnya (Syamsudar,2012).
7.2 KepramukaanPramuka adalah sebutan bagi
anggota Gerakan Pramuka yangberusiaantara 7-25tahundan berkedudukan sebagai peserta didik, yaitu sebagai Siaga, Penggalang, Penegak dan Pandega. Disamping itu pula, bahwa pramuka merupakan singkatan dari Praja Muda Karana yang memiliki arti rakyat muda yang suka berkarya. Kata ini diambil daribahasa sansekerta.(kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 1983:27)
Berdasarkan Resolusi Konferensi Kepramukaan sedunia yang diselenggarakan di Konpenhagen, Denmark pada bulan Agustus tahun 1924 dinyatakan bahwa kepramukaa itu bersifat Nasional. “(Andri Bob sunardi,hal:4,cet:6)”.
Adapun Landasan Dasa rPendidikan Kepramukaan adalah : a. Landasan Idiil
Landasan Idiil dari pendidikan kepramukaan adalah Pancasila.Hal ini sesuai dengan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka pada Bab II pasal 3 yang berbunyi : “Gerakan Pramuka berasaskan Pancasila. ”(Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 1999 : 5)”. Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan kepramukaan mendasarkan diri pada Pancasila sebagai Dasar Negara dan falsafah bangsa Indonesia.
b. Landasan KonstitusionalLandasan Konstitusional dari
Gerakan Pramuka adalah :
1. UndangUndang Dasar 1945, khususnya pasal 31 ayat 1 yang berbuny i: “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.”(amande-ment UUD 1945,1999:16)”. Dari sini dapat
diambil sebuah pengertian bahwa semua warga Negara Republik Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan, baik itu pendidikan formal, informal atau pun non formal .Dan juga pendidikan yang lainnya termasuk salah satunya adalah pendidikan kepramukaan.
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 238 Tahun 1961 tentang Pramuka, yang memutuskan bahwa :
Pertama,penyelenggaraan Pendidikan Kepanduan kepada anak-anak dan pemuda Indonesia ditugaskan kepada perkumpulan Gerakan Pramuka.
Kedua, diseluruh wilayah Republik Indonesia, perkumpulan Gerakan Pramuka dengan Anggaran Dasar sebagaimana tertera dalam lampiran keputusan ini adalah satu-satunyabadanyang diperbolehkanmeyelenggarakan pendidikan kepanduan itu.
Ketiga, badan-badan lain yang sama sifatnya atau yang meyerupai perkumpulan Gerakan Pramuka dilarang adanya. ”(kwartir Nasional Gerakan Pramuka,hal: vi)”
c. Landasan OperasionalLandasan operasional dari pendidikan kepra
mukaan adalah :
1)Peraturan perundang - undangantentang pendidikan
2) Keputusan Musyawarah Nasional (MUNAS) Gerakan Pramuka
3) Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
Hakekat Pendidikan Kepramukaanadalah:
1. Suatu proses pendidikan dalam bentuk kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan pemuda dibawah tanggung jawab orang dewasa.
2. Suatu proses pendidikan yang dilaksanakan di luar lingkungan pendidikan sekolah dan lingkungan pendidikan keluarga.
3. Dengan menggunakanprinsipdasarkepramukaan danmetode kepramukaan. Jadi, kepramukaan sebagai suatu proses pendidikan, harus merupakan kegiatan yang dapat dipertanggung jawabkan dan
344
bernilaipendidikan.Sehingga kegiatannya harus terencana, dipersiapkan, dilaksanakan dan dapat bernilai dari segi pendidikan dankejiwaan.
pendidikan kepramukaan mempunyai tiga s ifat atau ciri khas, yaitu , “(Kwartir daerah Gerakan Pramuka,2004:8-9)”:
1) NasionalMemiliki arti, bahwa suatu organisasi yang meyelenggarakan Pendidikan kepramukaan di suatu Negara haruslah menyesuaikan pendidikannya itu dengan keadaan, kebutuhan,kepentinganmasyarakat,bangsa dan Negara. Hal inilah yang membedakan pelaksanaan pendidikankepramukaandiIndonesiadengan Negara-negara lain.
2) InternasionalYang berarti, bahwa organisasi kepramukaan di Negara manapun didunia ini harus mengembangkan rasa persaudaraan dan persahabatan antarasesama anggotapramukadansesamamanusiatanpa membedakan kepercayaan, agama, golongan, tingkat, suku dan bangsa.
3) UniversalYang berarti, bahwa kepramukaan dapat dipergunakan di mana saja untuk mendidik anak-anak dari bangsa apa saja. Dimana dalam pelaksanaanpendidikannya selalu menggunakan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan. ”(Kwartir Nasional Gerakan pramuka, 1983:26-27)”
Fungsi Gerakan Pramuka :1. Kegiatan yang menarik bagi anak dan pemud
a2. Pengabdian bagi Orang Dewasa3. AlatbagiMasyarakatdanOrganisasi
7.3 Tingkah LakuDari sudut biologis tingkah laku adalah
suatu kegiatan atau aktivitas organism yang bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. tingkah laku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri.
Secara oprasional tingkah laku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut.
Dalam sosiologi, perilaku dianggap sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang paling mendasar (Arifin, 2009).
1.8 Metode PenelitianPenelitian adalah 1. Peneriks anaan yang
teliti, penyelidikan, 2. Kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum. (Depdikbud RI, 1995 : 920).
Penelitian ini merupakan penelitian korelasi yaitu penelitian yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan itu. (Suharsimi Arikunto, 1993:145). Dalam penelitian ini menerapkan korelasi atau hubungan antara dua variabel.
Rencana penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama penelitian. (Nursalam dan Pariani, 2001:130).
Berdasarkan analisis variabel, penelitian ini bersifat analitik observasional, dimana peneliti ini mencoba mencari hubungan antara variabel dan dilakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan.
Setelah diketahui jenis penelitiannya maka rancangan penelitian yang akan dibuat adalah penelitian korelasional. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara dua atau beberapa variabel. Besar tingginya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk koefesien korelasi. (Suharsimi Arikunto, 1998:326).
Adapun rencana penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan : X : Ekstrakurikuler PramukaY : Tingkah Laku peserta didikBerdasarkan rencana penelitian di atas,
Variabel (X) Ekstrakurikuler Pramuka akan diketahui pengaruhnya terhadap Variabel (Y) Tingkah Laku.
1.9 Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek
penelitian. (Suharsimi Arikunto, 1998:130). Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi, studi penelitiannya juga disebut study populasi. Karena penelitian ini ber hubungan dengan kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan yang mengikutinya adalah kelas IV dan kelas V, maka populasi yang diambil adalah kelas IV dan kelas V siswa MI Al-Hidayah LajuKidul Kecamatan Singgahan Tuban Tahun Pelajaran 2014/2015 sejumlah 55 siswa. Jadi jumlah populasinya 55 siswa.
345
X Y
1.10 Sampel Sampel adalah sebagian individu atau wakil
populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisa-sikan hasil penelitian sampel. Yang dimaksud menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi. (Suharsimi Arikunto, 1998:130).
Dalam penelitian ini populasi yang dijadikan responden adalah kelas IV dan Kelas V siswa MI Al-Hidayah LajuKidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2014/2015. Adapun dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel keseluruhan responden MI Al-Hidayah Laju Kidul kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2014/2015 dikarenakan kurang dari 100 orang, jadi jumlah sampel yang digunakan adalah 55 siswa.
1.11 Definisi Operasional dan Variabel Penelitian Didalam kamus besar bahasa indonesia
disebutkan bahwa variabel adalah “sesuatu yang dapat berubah, faktor atau unsur yang dapat menentukan perubahan”. (Depdikbud, 1995:60).
Dengan demikian variabel adalah suatu objek yang akan diteliti dengan menggunakan metode yang cocok atau sesuai dengan kebutuhan dalam sebuah penelitian.
1.12 Jenis Variabel Menurut Winarno Surachmad membedakan
variabel menjadi 2 (dua) kelompok yaitu : 1. Variabel Bebas atau disebut Variabel
Ekperimental atau Variabel X, atau variabel yang diselidiki seluruhnya
2. Variabel terikat atau disebut juga Variabel kontrol atau Variabel ramalan atau variabel Y, yaitu Variabel yang diramalkan akan timbul dalam hubungan yang fungsional atau sebagai pengaruh variabel bebas. (Winarno Surachmad, 199:73)Dengan demikian dapat diambil suatu
penjelasan bahwa jenis variabel dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu variabel bebas dan variabel terikat atau tergantung.
1.13 Variabel Penelitian Adapun variabel dalam penelitian ini
adalah :1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka”
2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah “Tingkah Laku”
1.14 Jenis data Menutut Prof. Dr. Sutrisno Hadi jenis data
dapat dijadikan menjadi dua yaitu : 1. Data kualitatif yaitu data-data yang tidak
dapat diselidiki secara langsung seperti dalam penelitian adalah kegiatan ekstrakurikuler pramuka
2. Data kuantitatif yaitu data-data yang dapat di selidiki secara langsung misalnya jumlah siswa, media yang digunakan, lama waktu mengajar dan Tingkah Laku siswa lewat angket. (Sutrisno Hadi, 1986:66).
1.15 Sumber Data Sumber data sesuai dengan cara
memperolehnya dibagi menjadi dua yaitu :
1. Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari lapangan. Dalam hal ini adalah siswa MI Al-Hidayah LajuKidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban
2. Sumber data skunder yaitu data-data yang diperoleh dari kepustakaan yang mendukung dan melengkapi data primer. (Nasution, 1995). Dalam hal ini buku-buku (kepramukaan,psikologi pendidikan, strategi pembelajaran, kamus besar bahasa indonesia) dokumen dan jurnal.
1.16 Metode Pengumpulan DataDalam suatu penelitian membutuhkan data-
data yang relevan dengan tujuan penelitian. Sedangkan untuk mendapatkan data-data tersebut perlu menggunakan metode yang cocok dan dapat mengangkat data yang dibutuhkan. Adapun metode yang digunakan oleh penulis dalam pengumpulan data ini adalah: 1. Metode Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki. (Suharsimi Arikunto, 1998:131-132). Metode ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum obyek penelitian : letak geografis lokasi, lingkungan sosial sekolah, bangunan gedung, penataan ruang kelas dan lain-lain.
2. Metode Interview (Wawancara)Interview / wawancara adalah
pengumpulan data melalui tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandasan pada tujuan pendidikan. (Sutrisno Hadi, 1986:136). Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi dari kepala MI Al-Hidayah LajuKidul
346
Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban tentang berdirinya MI Al-Hidayah Lajukidul, Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan tingkah laku peserta didik di MI Al-Hidayah LajuKidul kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2014/2015.
3. Metode Angket Angket adalah pengumpulan data
melalui daftar pertanyaan secara tertulis yang disusun dan disebarkan untuk mendapatkan informasi atau keterangan dari sumber data yang berupa orang. (Sutrisno Hadi, 1986:193). Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang pengaruh kegiatan ekstrakurikulerpramuka terhadap tingkah laku peserta didik di MI Al-Hidayah LajuKidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2014/2015.
4. Metode Tes Tes adalah merupakan alat atau
prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. (Suharsimi Arikunto, 1998:130).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikelaskan bahwa tes merupakan alat ukur yang berbentuk pertanyaan atau latihan, dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada seorang atau kelompok orang.
Sebagai alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes harus dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang diukur. Sedangkan sebagai alat ukur berupa latihan, maka tes harus dapat mengungkap keterampilan dan bakat seseorang atau kelompok orang. Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis dan tingkah laku individu. Dengan demikian sudah pasti dapat dipastikan mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya sekaligus dapat membandingkan antara seseorang dengan orang lain.
Dalam suatu penelitian ilmiah harus dapat memastikan pola analisis data yang digunakan, apakah analisis statistik atau non statistik. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis statistik, karena data yang diperoleh bersifat kuantitatif yaitu berupa angka atau sekor tes.
Untuk menguji apakah hipotesis itu dapat diterima atau ditolak, maka rumus yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment.
=
Keterangan:
= Koefisien korelasi antara
variabel x dan variabel y
N = Jumlah subyek yang diteliti
y = Jumlah perkalian antara variabel
x dan y
= Jumlah kuadrat dari nilai x
= Jumlah kuadrat dari nilai y
= Jumlah nilain x kemudian
dikuadratkan
= Jumlah nilain y kemudian
dikuadratkan
Hasil dari perhitungan di atas akan dikonsultasikan dengan r tabel, jika rxy lebih besar dari r tabel, maka hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dan sebaliknya jika rxy lebih kecil dari r tabel, maka hipotesis nihil (H0) diterima, dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak.
4.1 Laporan Hasil PenelitianHasil penelitian dapat dilaporkan bahwa
nilai hasil angket yang dibagikan kepada siswa yang menjadi responden di MI Al-Hidayah LajuKidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban tahun pelajaran 2014/2015 peneliti menggunakan variabel (X) untuk angket kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan variabel (Y ) untuk angket tingkah laku peserta didik.
Dalam kegiatan ini penelitian langkah pertama yang ditempuh adalah merumuskan masalah yang akan diteliti, karena perumusan masalah merupakan titik tolak bagi perumusan hipotesis yang akan diajukan.
Setelah penulis menentukan judul penelitian sesuai dengan permasalahan yang diajukan yaitu “Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Terhadap Tingkah Laku Peserta Diduk Di MI Al-
347
Hidayah LajuKidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2014/2015.
Instrumen merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dianalisis. Instrumen harus sesuai dengan judul yang diajukan. Instrumen yang penulis gunakan adalah angket pada kedua variabel sehingga dapat diperoleh skor nilainya.
Seperti yang telah dipaparkan di bab III angket yang digunakan tentang kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan angket tingkah laku terdiri dari 10 item dengan masing-masing item disediakan 4 alternatif jawaban dengan penskoran sebagai berikut : a. Jawaban A diberi nilai 8b. Jawaban B diberi nilai 6c. Jawaban C diberi nilai 4d. Jawaban D diberi nilai 2
Karena angket setiap variabel terdiri dari 10 item maka skor maksimal adalah 80 dan skor minimumnya adalah 20.
Dari tabel kegiatan ekstrakurikuler pramuka diperoleh data sebagai berikut : 1. Sangat baik: 28 orang = 50,90%2. Baik : 21 orang = 38,18 %3. Sedang : 2 orang = 3,63 %4. Rendah : 3 orang = 5,45 % 5. Sangat Rendah : - orang = 0,00 %
Dari hasil tersebut untuk katagori tinggidan sangat tinggi ada sebanyak 84,08%. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler pramuka di MI Al-Hidayah Laju Kidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2014/2015 tergolong baik.
Sedangkan daftar tabel hasil angket Tingkah Laku peserta didik diperoleh data sebagai berikut:1. Sangat baik : 29 orang = 52,73%2. Baik : 24 orang = 43,63 %3. Sedang : 2 orang = 3,63 %4. Rendah : - orang = 0,00 % 5. Sangat Rendah : - orang = 0,00 %
Dari hasil tersebut untuk kategori tinggi dan sangat tinggi ada sebanyak 96,36%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkah laku peserta didik MI Al-Hidayah Laju Kidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Tahun Pelajaran 2014/2015 tergolong sangat baik.
Koefesien korelasi pada penelitian ini penulis hitung dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :
=
Untuk menganalisis data pada penelitian, digunakan statistik uji korelasi product moment
yang perhitungan statistinya akan dijabarkan sebagai berikut:
=
=
=
=
=
=
= 0,584
Dari perhitungan antara variabel X dan variabel Y maka dapat terlihat tabel korelasi untuk mengetes apakah nilai r yang kita peroleh berarti atau tidak (signifikan atau tidak signifikan) dengan tabel nilai-nilai r product moment dengan taraf signifikan 5% maupun 1%.
Untuk memberikan dasar hal tersebut di atas maka penulis cuplikan sebuah pendapat yang mengatakan bahawa : “Bilamana yang kita peroleh sama dengan atau lebih besar dari nilai r dalam tabel r itu, maka r yang kita peroleh itu signifikan. (Sutrisno Hadi, 2000 : 302).
Berdasarkan tabel nilai-nilai r product moment di atas, untuk N = 55 taraf signifikan 5% sebesar 0,266 dan 1% sebesar 0,345, sehingga r hitung > r tabel. Dengan demikian terdapat korelasi yang signifikan.
Berdasarkan hasil analisis data statistik dengan menggunakan rumus korelasi product moment yang telah penulis paparkan di atas maka dapat di interpretasikan sebagai berikut : 1. Kegiatan ekstrakurikuler pramuka di MI Al-
Hidayah Lajukidul Kecamatan Singggahan Kabupaten Tuban sangat baik hal ini dibuktikan dengan hasil angket dengan jawaban yang dikatagorikan sangat tinggi dan tinggi sebanyak 46 orang = 85,45 %.
2. Tingkah laku peserta didik di MI Al_hidayah LajuKidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban tergolong sangatbaik. Hal ini
348
ditunjukkan dengan hasil angket yang dikategorikan baik dan sangat baik sebanyak 53 orang = 96,36 %
3. Dengan menggunakan rumus korelasi product moment yang diperoleh r hitung sebesar 0,584 sedang r tabel untuk N = 55 taraf signifikan 5% sebesar 0,266 dan 1% sebesar 0,345.Mengingat nilai r hitung dalam penelitian
lebih besar dibandingkan nilai r tabel dengan taraf signifikan 5% dan 1% maka dapat di intepretasikan bahwa hipotesis kerja (Ha) diterima atau signifikan dan hipotesis nol (H0) ditolak artinya “Ada pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka terhadap Tingkah Laku Peserta Didik di MI A-Hidayah LajuKidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban”.
1.17 Kesimpulan Dan Saran Dari apa yang telah diuraikan dalam skripsi
ini, maka pada akhirnya penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan kstrakurikuler pramuka di MI Al-Hidayah Lajukidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban, cukup baik.
2. Tingkah laku peserta didik di MI Al-Hidayah Laju kidul Kecamatan Singgahan Kabupaten tuban, sangat baik.
3. Ada pengaruh yang signifikan antara pengaruh kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap tingkah laku peserta didik di MI Al-Hidayah Lajukidul kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban.Hal ini terbukti dengan hasil perhitungan r xy
adalah sebesar 0,584, sedangkan r tabel product moment dengan taraf signifikasi 5% = 0,266 dan tarf signifiklasi 1% = 0,345. Dengan demikian r hitung> r tabel product moment yang berarti ada pengaruh yang signifikan.
Supaya kegiatan ekstrakurikuler pramuka dalam hubungannya dengan tingkah laku peserta didik di MI Al-Hidayah Lajukidul Singgahan Tuban dapat berhasil dengan memuaskan, maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut :
1. Bagi madrasah diharapkan dapat terus meningkatkan kemampuan para tenaga yang ada ( tenaga edukatif, tenaga administratif ) guna tercapainya sebuah tujuan pendidikan. Mengingat pentingnya lembaga sekolah dalam mengantarkan manusia pada perubahan, sekaligus mengadakan pendekatan pada masyarakat guna pengoptimalkan pemanfaatan berbagai potensi yang ada. Juga meyakinkan
masyarakat bahwa pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan, meski lembaga sekolah bukan satu-satunya tempat pendidikan.
2. Bagi para guru, diharapkan terus berusaha meningkatkan kemampuan profesinya baik secara pribadi maupun kelompok, dan berusaha berperan aktif dalam pembinaan sikap dan mental siswa guna membangun prilaku yang sesuai dengan ajaran agama islam.
3. Bagi siswa, diharapkan selalu berperan aktif dalam meningkatkan ilmu, tetap bersemangat dalam meraih prestasi yang terbaik dan berusaha lebih tanggap terhadap keadaan zaman yang serba modern, serta berusaha membuka diri untuk bekerjasama dalam hal yang positif.
DAFTAR PUSTAKA
Amandement UUD 1945. (1999) Perubahan pertama UUD Negara RI tahun 1945, Jakarta : Sinar Grafika
Arikunto, Suharsimi. (1998) Prosedur penelitian, Jakarta : Rhineka Cipta
_______. (2000) Manejemen Penelitian, Jakarta, : Rineka Cipta
Atmasulistya, Endy R dkk. (2000) Kwarda Gerakan Pramuka,Panduan Praktis Membina Pramuka Penggalang,Jakarta:Kwarda Gerakan Pramuka
Depag RI.(1988).AlQur’an dan terjemahnya, Semarang: CV. Thoha Putra
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, cet.VII, h.225
D.Boenakin. (1981) Kepramukaan, Jakarta: PT Hidakarya Agung
Hadi, Sutrisno.(1986) Metodologi Research, Jakarta: Andi Offset
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. (1983) Bahan Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar, Jakarta: KwarNas Gerakan Pramuka
Muhammad bin YazidAbu Abdullah AlQozwaini, Sunan Ibnu Majah, Beirut : Daarul Fikr, h.269
349
Mukson. (2008) Pramuka Penggalang, Semarang : BP Undip, h.6
Nasution. (1995) Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara
NurSalam&Pariani.(2001)Pendekatan PraktisMetodologi Riset Keperawatan, Jakarta : EGC.
Setyawan. (2009) Dari Gerakan Kepanduan ke Gerakan Pramuka, Jakarta: Pustaka Tunas Media
Sunardi Bob Andri. (2010) Boyman, Ragam Latihan Pramuka, Bandung: Nuansa Muda
Suryo Subroto. (2009) Proses Belajar mengajar di Sekolah, Jakarta : Rineka Cipta
Syamsudar,Bambang. (2012) Dampak Kegiatan Ekstrakurikuler Olahraga, Dalam Jurnal Pendidikan Indonesia 2012
UU Sisdiknas. (2003)Undang-undang No .20 tahun 2003 Bandung: Fokusmedia
350
PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU DI MTS ASSALAM BANGILAN TAHUN PELAJARAN
2014/2015
SITI MAIMUNAHProgram Studi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Prodi Administrasi Pendidikan
ABSTRAK
Peran penting kepemimpinan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kinerja guru, menerapkan kualitas sekolah, dan gerak langkah suatu organisasi sekolah, dikendalikan olehkepala sekolah. Studi dimaksudkan untuk menjawab permasalahan : (1) Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah di MTs Assalam Bangilan. (2) bagaimana kinerja guru di MTs Assalam Bangilan ? (3) seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di MTs Assalam Bangilan. Pembahasan tersebut[ dibahas melalui studi lapangan yang dilaksanakan di MTs Assalam Bangilan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survai korelasional dengan teknik analisis regresi sederhana.
Dalam penelitian ini populasi sebanyak 23 guru. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrument angket untuk memperoleh data X dan Y. instrument angket sebelum digunakan untuk memperoleh data yang obyektif., terlelih dahulu dilakukan uji validitas, reabilitas. Setelah dilakukan uji instrumen kemudian peneliti menyebar angket untuk memperoleh data X dan Y. Selanjutnya hasil dari perhitungan statistik dengan koefesien korelasi dan analisis regresi dimana terdapat korelasi yang positif antara kepemimpinan kepala sekolah (X) terhadap kinerja guru (Y), hal ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi = 0,6748 > 0,413, pada taraf signifikan 5% ini berarti signifikan. Sementara itu = 21, 001>= 4,32 pada taraf signifikan 5%, maka dalam hal ini dapat berartisignifikan. Dengan demikian dapat diketahui ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di MTs Assalam Bangilan. Kepala sekolah di MTsAssalam telah memenuhi standar kepala sekolah/madrasah sesuai dengan PeraturanMenteri Pendidikan Nasional No 13 Tahun 2007 (Tentang standar kepala sekolah/madrasah) baik kualifikasi umum maupun kualifikasi khusus serta memenuhi 5 standar kompetensi, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, kompetensi sosial. mampu menyusun perencanaan madrasah untuk berbagai tingkat perencanaan, mengembangkan potensi siswa untuk mengembangkan madrasah sesuai dengan kebutuhan. Kepemimpinan kepala sekolah mempunyai pengaruh yang positif signifikan dan kuat terhadap kinerja guru dengan kontribusi sebesar 67,48%.
351
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Pengantar Pendidikan merupakan suatu unsur yang
tidak dapat dipisahkan dari seorang manusia. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua, manusia mengalami proses pendidikan yang didapatkan dari orang tua, masyarakat, maupun ingkungan. Lembaga pendidikan pertama dan utama dalam pembentukan dan pendidikan manusia muda adalah keluarga. Di samping itu masyarakat juga mempunyai peran untuk membantu orang tua dalam membentuk manusia muda melalui pengembangan bidang intelektual yang berlangsung dalam lembaga disebut sekolah.
Oleh karena itu kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi sangat berpengaruh dalam menentukan kemajuan sekolah harus mempunyai kemampuan administrasi, memiliki komitmen tinggi, dan luwes dalam melaksanakan tugasnya. Kepala sekolah yang baik harus dapat mengupayakan peningkatan kinerja guru melalui program pembinaan kemampuan tenaga kependidikan harus mempunyai kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan serta ketrampilan-ketrampilan untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan.
Dalam kaitannya masalah peningkatan kinerja guru di MTs Assalam Bangilan, peran kepala sekolah merupakan kunci utama dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin pendidikan. Seperti apakah model kepemimpinannya sehingga kepala sekolah mempunyai strategi apa saja untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang salah satunya ditandai dengan meningkatnya prestasi siswa.
Demi tercapainya mutu pendidikan yang diharapkan, kepala sekolah juga harus mampu meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dalam mewujudkan prestasi belajar siswa.
Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola oleh kepala sekolah dengan baik yaitu kurikulum dan pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen pelayanan khusus lembaga pendidikan (kesehatan, perpustakaan, dan keamanan sekolah). Oleh Karenaitu guru adalah tenaga kependidikan sekaligus kunci keberhasilan pendidikan dan pembelajaran di sekolah, sehingga perlu untuk dikelola dengan baik oleh kepala sekolah agar senantiasa mereka aktif dan bersemangat dalam menjalankan tugas-tugasnya. Salah satu upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja tenaga kependidikan adalah dengan mengikutsertakan para guru dalam penataran-penataran, lokakarya, in service training, atau yang lainnya, yang mana berfungsi untuk menambah wawasan bagi guru dan juga memberikan kesempatan kepada guru untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya, yang nantinya akan
bermanfaat pada peningkatan mengajar yang profesional.
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di Mts Assalam Bangilan.
1.2. Penegasan judulAgar dalam pembahasan masalah dalam penelitian ini tidak terlalu melebar maka penulis perlu memberikan penegasan judul 1. Pengaruh : Daya yang ada / timbul dari
sesuatu yang ikut membentuk watak (depdikbud. 1990 : 664)
2. Kepemimpinan :Menurut Stoner dalam Handoko kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Menurut Miftah Thoha kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi prilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Kinerja guru : Kinerja guru adalah kemampuan dan usaha guru untuk melaksanakan tugas pembelajaran sebaik-baiknya dalam perencanaan program pengajaran dan pelaksanaan program pembelajaran serta evaluasi program pembelajaran. Kinerja guru yang dicapai harus berdasarkan standar kemampuan profesional selama melaksanakan kewajiban sebagai guru sekolah.
1.3. Rumusan masalahBerdasarkan latar belakang diatas,
permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah di MTS Assalam Bangilan?
2. Bagaimana kinerja guru di MTS Assalam Bangilan?
3. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di MTS Assalam Bangilan?
1.4. Tujuan penelitian1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis
kepemimpinan kepala sekolah di MTs Assalam Bangilan
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kinerja guru di MTs Assalam Bangilan
3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di MTs Assalam Bangilan
1.5. Manfaat penelitian1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan tentang pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan fasilitas kerja terhadap kinerja guru.
2. Manfaat praktis
352
a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai input bagi pemimpin dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan kepemimpinan sekolah dalam kaitannya peningkatan kinerjaguru di MTs Assalam Bangilan.
b. Sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran guna meningkatkan kinerja guru di MTs Assalam Bangilan.
1.6. Hipotesis Sebelum hipotesis dirumuskan,
kiranya perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah tersebut telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta- fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Adapun hipotesis yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru.
2.1. Fungsi kepemimpinanMemimpin adalah membimbing
suatu kelompok sedemikian rupa, sehingga tujuan kelompok dapat tercapai. Seorang pemimpin tidak bisa asal memimpin, dibutuhkan ketrampilan dalam memimpin anggotanya. Salah satu konsekuensi dari seseorang yang diangkat menjadi pemimpin adalah harus mempunyai kemampuan dan keahlian yang lebih dibandingkan dengan para anggotanya. Beberapa kemampuan dan keahlia memimpin terdapat dalam fungsi kepemimpinan. Dengan demikian untuk menjadi pemimpin yang efektif, seorang pemimpin harus memahami fungsi kepemimpinan terlebih dahulu. Menurut Indra Fachrudi dalam bukunya “ Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif “ menyatakan bahwa fungsi kepemimpinan terbagi menjadi dua (2) yaitu :
1. Fungsi pemimpin berdasarkan tujuan yang hendak dicapai Tugas pemimpin dalam fungsi itu, dapat penulis deskripsikan sebagai berikut : a) Memikirkan dan
merumuskan dengan teliti tujuan kelompok, serta menjelaskan supaya anggota dapat bekerja sama mencapai tujuan itu.
b) Memberi dorongan kepada anggota kelompok untuk ikut menganalisis situasi supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat memberi harapan lebih baik lagi.
c) Membantu anggota kelompok dalam mengumpulkan keterangan yang
perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan yang sehat.
d) Menggunakan kesanggupan dan minat khusus anggota kelompok.
e) Memberi dorongan kepada seluruh anggota untuk melahirkan perasaan, pikiran dan memilih buah pikiran yang baik serta berguna dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh kelompok.
f) Memberi kepercayaan dan menyerahkan tanggung jawab kepada anggota dalam melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing demi kepentingan bersama.
2. Fungsi pemimpin yang bertalian dengan penciptaan suasana kerja yang sehat dan menyenangkan, dapat penulis deskripsikan sebagai berikut : a) Menunjukkan dan memelihara
kebersamaan di dalam kelompok. b) Mengusahakan suatu tempat
bekerja yang menyenangkan sehingga dapat dipupuk kegembiraan dan semangat bekerja dalam melaksanakan tugas.
c) Menanamkan dan memupuk perasaan kepada anggota bahwa mereka termasuk dalam kelompok dan merupakan bagian dari kelompok.
d) Pemimpin dapat mempergunakan kelebihan yang terdapat pada pemimpin bukan untuk berkuasa atau mendominasi, melainkan untuk memberi sumbangsih kepada kelompok menuju pencapaian tujuan bersama.
2.2. Tugas pemimpinBerdasarkan pengertian bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi tingkah laku yang mengandung indikasi serangkaian tugas penting seorang pemimpin yaitu :
1) Mendefinisikan visi dan peranan organisasi Misi dan peranan organisasi dapat dirumuskan dengan baik apabila seorang pemimpin lebih dulu memahami asumsi struktural sebuah organisasi
2) Mengendalikan tujuan organisasi Dalam tugas ini pemimpin harus mengambil kebijaksanaan kedalam tatanan atau keputusan terhadap sasaran untuk mencapai tujuan yang direncanakan.
3) Mempertahankan tujuan organisasi Pemimpin bertugas untuk mempertahankan keutuhan organisasi dengan melakukan koordinasi dan kontrol melalui dua cara, yaitu melalui otoritas, peraturan, literally, melalui pertemuan dan koordinasi khusus terhadap berbagai peraturan.
353
Mengendalikan konflik internal yang terjadi dalam organisasi
2.3. Kaitan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru
Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan ada yang berkenaan dengan tujuan sekolah yang hendak dicapai. Misalnya, mendeskripsikan tujuan institusional sekolah sehingga mudah dipahami oleh guru-guru maupun staf lainnya, bersama-sama dengan guru-guru maupun staf lainnya memikirkan dan merencanakan kegiatan-kegiatan yang dapatmenyokong tujuan institusional sekolah, melakukan pendelegasian kepada guru-guru dan staf lainnya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan, mendorong dan mengawasi pelaksanaan tugas-tugas yang telah didelegasikannya. Di samping itu, ada pula tugas dan tanggung jawab kepala sekolah yang berkenaan dengan penciptaan suasana yang menyenangkan sehingga dapat menumbuhkan moral kerja guru-guru maupun staf lainnya.
3.1. Metode penelitian1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kwantitatif dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain. Dalam hal ini adalah regresi antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di MTs Assalam Bangilan Tuban.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, artinya penelitian yang berdasarkan pada perhitungan angka-angka atau statistik di suatu variabel untuk dikaji secara terpisah, kemudian dipengaruhkan.
Metode ilmiah memiliki peranan penting dalam penelitian. Penggunaan metode yang sesuai berarti menentukan hasil penelitian yang tepat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan mengukur besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru, penelitian dirancang sebagai berikut :
Variable Bebas (X)
Variable Terikat (Y) Uji
X : Kepemimpinan Kepala Sekolah
Y : Kinerja Guru
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan kepala sekolahterhadap kinerja guru di MTs Assalam.
3.2. Populasi dan sampelSugiyono memberikan pengertian bahwa
populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Sampel adalah himpunan dari bagian suatu populasi sebagai bagian dari populasi sampai memberikan gambaran yang benar tentang populasi.
Dalam hal ini peneliti melibatkan seluruh populasi. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru baik yang berstatus swasta ataupun yang negri yang seluruhnya berjumlah 23 guru.
Untuk lebih jelas sampel penelitian diperjelas di dalam tabel berikut :
NO Nama Guru Mata Pelajaran
1 KH. Abd Moehaimin T
Akhlak, Tarbiyah
2 H. Nur Ghozi, S.H.MA
Fiqih, Sosiologi
3H. Yunan Jauhar, S.Pd.M.Pd
English Lesson
4 Zairoh Basyar Mahfudhot
5 Sunayah Ketrampilan
6 Ma’shum, S.Pd.I
Qur’an Hadits
7 Hj. Noor Anim SW, S.H.
PKN
8 Siti Maemunah Biologi
9 Eni Iflahah, S.Pd
Bahasa Inggris
10 Moh. Siddiq Tajwid
11 Sutresno, S.Pd MTK
12 Masrukah, S.Pd.I
B. Indonesia
13Yuli Prestiyowati, S.Pd
Biologi
14 Isti’anah, S.Pd B. Indonesia
15 Winardi, S.Pd. Fisika
16 Marzuqi, S.Pd B. Inggris, Imla’
17 Mudzakir, S.Pd Durusul L.
18 Mashari, S.Pd.I TIK
354
19 Murtasimah, S.Pd
Bahasa Inggris
20 Ali Mudhofir IPS, Imla’
21 Rika Andriyani Putri
Geografi
22 Wahyu Puji Lestari
B. Indonesia
23 Mulyadi. S.Pd Dur, Nahwu, Usul F.
3.3. Variable penelitian
1. Variabel PenelitianTerdapat dua variabel dalam penelitian ini yakni variabel bebas (X) dan variable terikat (Y).Variabel Bebas (X) dari penelitian ini adalah Kepemimpinan Kepala sekolah (X), sedangkan Variabel Terikat (Y) Kinerja guru.
2. Indikator Variabel PenelitianTabel 3.2. Variabel Penelitian
Variabel Sub Variabel
Indikator
Kepemimpinan
Kepala Sekolah
Idealized
influence
1.1 Rasa hormat dari pegawai
1.2 Rasa percaya diri dari pegawai
1.3 Melakukan sesuatu melebihi model pimpinan
Inspirational
Motivation
1.4 Memberi tantangan
1.5 Mengarahkan dengan cara sederhana
Intelektual
Stimulation
1.6 Memberi inovasi baru
1.7 Memberi ide baru dan solusi kreatif
Individualized
1.8 Penuh perhatian
1.9 Penghargaan pada karyawan
1.10 Memberikan kesempatan belajar
Melakukan
supervisi
administrasi
pembelajaran
1.11 Penyusunan program semester dan tahunan
1.12 Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
1.13 Penyusunan silabus
Melakukan
supervisi
pelaksanaan
pembelajaran
1.14 Memecahkan masalah yang dihadapi siswa
1.15 Pelaksanaan pembelajaran
1.16 Penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
Menciptakan
hubungan
manusiawi
1.17 Memulihkan kepercayaan diri
1.18 Sikap simpati terhadap perasaan kesulitan
1.19 Sikap ramah dalam supervisi di sekolah
Melakukan
supervisi
kegiatan
1.20 pelaksanaan program ekstrakurikuler
1.21 evaluasi
355
ekstrakurikuler
kegiatan ekstrakurikuler
1.22 mengidentifikasi kegiatan ekstrakurikuler
1.23 Menindak lanjuti hasil evaluasi
Jumlah
Variabel Sub Variabel
Indikator
Kinerja Guru
Perencanaan
Pembelajaran
2.1 Karakteristik siswa
2.2 Tujuan pembelajaran
2.3 Bahan ajar
2.4 Menggunakan metode
Pelaksanaan
Pembelajaran
2.5 Menyajikan materi pelajaran
2.6 Menggunakan metode
2.7 Menerapkan media
2.8 Strategi pembelajaran
Evaluasi 3.0 Protes
3.1 Remidi
3.4. Teknik pengumpulan data
1. Metode Pengumpulan DataUntuk memperoleh data yang diharapkan, peneliti menggunakan metode, yaitu : Metode Kuesioner.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga dapat digunakan bila jumlah responden
cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan atau pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet.1
Kuesioner digunakan untuk memperoleh data tentang kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru. Kemudian hasilnya digunakan untuk deskripsi data.
4.1. Hasil penelitianBerdasarkan data yang diperoleh dari
penelitian maka pada bab IV akan disajikan deskripsi Madrasah Tsanawiyyah Assalam Bangilan Kab. Tuban telah mengikut-sertakan Ujian Negara MTs Negeri pada awal permulaan dilaksanakan Ujian Negara yaitu pada tahun 1967 dan satu-satunya Madrasah Tsanawiyyah di Kabupaten Tuban yang menyelenggarakan Ujian Negara. Data pengolahan data dan keputusan-keputusan uji hasil penelitian.
Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab III, pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan angket. Data dari penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Di MTs Assalam Bangilan yang diperoleh dari angket yang telah diberikan pada responden sebanyak 23 guru (lihat di lampiran 1). Maka secara rinci data hasil penelitian dapat disajikan sebagai berikut :
1. Instrumen (angket) dan Analisis Butir Soal Instrumen
Sebelum angket disebarkan kepada para responden (guru) untuk memperoleh data penelitian, maka ada beberapa langkah yang harus peneliti lakukan untuk dapat menciptakan instrumen yang baik. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : a. Mengadakan pembatasan materi
penelitian Materi yang diujikan
pada penelitian ini hanya terfokus pada kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru.
b. Menyusun kisi-kisi Kisi-kisi instrumen dapat
dilihat pada tabel di lampiran 2. c. Analisis butir soal hasil uji coba
instrumen Sebelum instrumen
disebarkan kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui apakah butir soalpada angket tersebut sudah memenuhikualitas instrumen yang baik atau belum. Adapunalat yang digunakan dalam pengujian analisis uji coba instrumen meliputi uji validitas dan uji reabilitas.
1) Uji Validitas
1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, hlm 199
356
Data uji validitas ini disebarkan kepada 23 guru MTs Assalam. Uji validitas digunakan untuk mengetahui valid atau tidaknya butir angket tersebut. Data mentah uji validitas dapat dilihat pada lampiran 3. Butir angket yang tidak valid akan didrop (dibuang) dan tidak digunakan. Sedangkan butir angket yang valid digunakan sebagai alat untuk memperoleh data.
Hasil analisis perhitungan butir soal (r hitung) dikonsultasikan dengan harga Hasil analisis perhitungan validitas butir soal (r hitung) dikonsultasikan dengan harga kritik r product momen, pada taraf signifikan 5 % dan 1% dengan N= 23. Jika harga tabel r hitung>r tabel maka butir soal tersebut dikatakan valid. Dan sebaliknya, jika tabel r hitung<r tabel maka butir soal tersebut dikatakan tidak valid.
5.1. KesimpulanSesuai dengan penelitian yang telah dilaksanakan dan pembahasannya mengenai pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di MTs assalam bangilan tuban, penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh positif dan kuat terhadap kinerja guru di MTs Assalam. Karena kepala sekolah ditelah memenuhi standar kepala sekolah/madrasah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 13 Tahun 2007 (Tentang standar kepala sekolah/madrasah) baik kualifikasi umum maupun kualifikasi khusus serta memenuhi 5 standar kompetensi, yaitu : kompetensi kepribadian,kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, kompetensi sosial.
2. Guru di MTs Assalam mampu menyusun perencanaan madrasah untuk berbagai tingkat perencanaan, mengembangkan potensi siswa untuk mengembangkan madrasah sesuai dengan kebutuhan. Serta memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan kemampuan siswa di madrasahnya.
3. Kepemimpinan kepala sekolah mempunyai pengaruh yang positif signifikan dan kuat terhadap kinerja guru dengan kontribusi sebesar 67,48%, sedangkan sisanya 32,52% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan :
1. Kepala sekolah MTs Assalam Bangilan telah menerapkan fungsi supervisi. Atas dasar itu, pembinaan yang sudah baik ini hendaknya dipertahankan karenapembinaan/supervisi mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting bagi segala aktifitas pendidikan di MTs Assalam Bangilan, sebab merupakan alat pendinamis terhadap jalannya proses pembelajaran, sehingga tercapainya tujuan pendidikan nasional.
2. Pada pembahasan diatas disebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru sebesar 67,48%. Maka sisanya 32,52%, kemungkinan besar dipengaruhi oleh beberapa variabel yang diantaranya : a. Motivasi, dengan ketekunan
keyakinan dan usaha yang sungguh-sungguh serta yadanya motivasi yang kuat, maka guru akan dapat mengemban tugasnya dengan sebaik-baiknya dan berusaha meningkatkan keberhasilan kinerjanya, meskipun banyak rintangan yang dihadapi dalam melaksanakan tugas.
b. Etos Kinerja Guru, Dalam meningkatkan budaya kinerja dibutuhkan etos kerja yang baik, karena etos kerja memiliki peluang yang besar dalam keberhasilan kinerja.
c. Lingkungan Kinerja Guru, dapat mendukung guru dalam melaksanakan tugas secara efektif dan efisien adalah lingkungan sosial psikologis dan lingkungan fisik. Dengan lingkungan yang baik akan dapat meningkatkan semangat kerja para guru sehingga produktivitas kinerja meningkat, kualitas kinerja lebih baik dan prestise sekolah bertambah baik yang selanjutnya menarik pelanggan datang ke sekolah.
3. Dalam konteksnya dengan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di MTs Assalam mampu menyusun perencanaan madrasah untuk berbagai tingkat perencanaan, mengembangkan organisasi madrasah sesuai dengan kebutuhan, memimpin madrasah dalam rangka pendayagunaan sumberdaya madrasah secara optimal memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan di madrasahnya. Menciptakan iklim Madrasah yang kondusif, memberikan nasihat kepada warga sekolah. Memberikan dorongan kepada seluruh guru, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik.
5.3. Dafatar pustaka
Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelola
357
Sekolah dan Madrasah. Bandung : PT. Pusatka Educa 2010.
Depdikbud, Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta : Balai Pustaka, 1990
Handoko, T. Hani.. Manajemen. Yogyakarta : BPFE, 1995.
Hasibuan. H. Malayu. S.p Manajemen : Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta : Bumi Aksara, ed. rev.
Hasibun. H. Malayu. S.p. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2005
Husaini Ustman, Manajemen, Teori, Praktik Dan Reset Pendidikan, 2008.
Indara Fachrudi, Soekarno, Bagaimana Memimpin Yang Efektif, Bogor : PT : Ghalia Indonesia, 2006
Kartini, Kartono. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Grafindo persada 1992
Miftah, Thoha, Kepemimpinan Dalam Manajemen Jakarta : PT : Raja Frafindo Persada, 1995
Miftah, Thoha, Prilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, (jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), Ed. 1
Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media. 2008
358
PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PELAKSANAAN SUPERVISI TERHADAP KINERJA GURU
DI GUSLAH III KECAMATAN PANDAAN KABUPATEN PASURUAN
Sri Lestari
Program Studi Manajemen Pendidikan, PPS (S2), Universitas Gresik
ABSTRAK
Guru dan karyawan dapat tumbuh dengan baik apabila sering dilakukan pembinaan yang baik dan terarah serta sesuai dengan permasalhannya, diharapkan guru dan karyawan akan mampu melaksanakan tugasnya dengmr baik sehingga tujuan yang diinginkan organisasi tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan: (1) Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di Guslah III Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan (2) Pengaruh pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru di Guslah III Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan (3) Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru di Guslah III Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif atau penelitian yang dilakukan berdasarkan tingkat eksplanasi atau penjelasan, yaitu penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain Adapun hasil dari uji t adalah nilai t-hitung pada variabel kemimpinan kepala sekolah (X1) sebesar 2,413 dengan tingkat signifikan kurang dari 5% yaitu 0,025 yang artinya variabel kepemimpinan kepala sekolah (X1) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru (Y). Adapun hasil dari uji t adalah nilai t-hitung pada variabel supervisi kepala sekolah (X2) sebesar 2,202 dengan tingkat signifikan kurang dari 5% yaitu 0,038.
Kata Kunci: Kepemimpinan, Kepala, Sekolah, Supervisi, Guru
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Figur pernimpin yang baik memang
muflak diperlukan di dalam suatu
organisasi, tetapi tidak kalah pentingnya
Sumber Daya manusia yang dimiliki oleh
organisasi tersebut harus dituntut
semaksimal mungkin dan
menggunakannya sedemikian rupa
sehingga dapat efektif dan efisien. Dalam
arti harus dituntut kedisiplinan yang
tinggi, disamping memiliki ketrampilan
dan bekerja secara profesionalisme yang
nantinya bisa diharapkau dapat
meningkatkan karier seseorang sebagai
perwujudan peningkatan kinerja guru
dan karyawan.
359
Kepala sekolah selaku pemimpin
secara langsung merupakan contoh nyata
dalam aktivitas kerja bawahannya.
Kepala sekolah yang rajin, cermat, peduli
terhadap bawahan akan bsrbeda dengan
gaya kepemimpinan yang acuh tak acuh,
kurang komunikatif apalagi arogan
dengan komunitas sekolahnya.
Untuk dapat melaksanakan tugas
dan tanggung jawab, seorang guru
dituntut memiliki beberapa kemampuan
dan ketrampilan tertentu. Kemampuan
dan ketrampilam tersebut sebagaimana
dalam Peraturan Menteri No 16 Tahun
2007 yaitu : l) Kompetensi pedagogik; 2)
Kompetensi kepribadian; 3) Kompetensi
sosial dan; 4) Kompetensi
prosifionalisme..
Kinerja guru atau prestasi kerja
adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-
tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman,
dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan,
2001:94). Kinerja guru akan baik jika
guru telah melakukan unsur-unsur yang
terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang
tinggi pada tugas mengajar, menguasai
dan mengembangkan bahan pelajaran,
kedisiplinan dalam mengajar dan tugas
lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan
pengajaran, kerjasama dengan semua
warga sekolah, kepemimpinan yang
menjadi panutan siswa, kepribadian yang
baik, jujur dan objektif dalam
membimbing siswa, serta tanggung
jawab terhadap tugasnya.
2. Rumusan masalah
1. Adakah pengaruh kepemimpinan
kepala sekolah terhadap kinerja
guru di Guslah III Kecamatan
Pandaan Kabupaten Pasuruan?
2. Adakah pengaruh pelaksanaan
supervisi terhadap kinerja guru di
Guslah III Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan?
3. Adakah pengaruh kepemimpinan
kepala sekolah dan pelaksanaan
supervisi terhadap kinerja guru di
Guslah III Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan?
3. Tujuan penelitian
Dalam penelitian ini untuk mengetahui :
1. Pengaruh kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kinerja guru di
Guslah III Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan
2. Pengaruh pelaksanaan supervisi
terhadap kinerja guru di Guslah
III Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan
3. Pengaruh kepemimpinan kepala
sekolah dan pelaksanaan supervisi
terhadap kinerja guru di Guslah
III Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan
4. Manfaat penelitian
a. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat dan memberi masukan
pada kepala sekolah khususnya
dalam rangka meningkatkan
pelaksanaan supervisi terhadap
guru.
b. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai wacana bagi
guru untuk lebih meningkatkan
kinerjanya.
c. Bagi pengembangan ilmu
pengetahuan
Temuan hasil penelitian ini untuk
memberi data empirik yang akurat
tentang gaya kepemimpinan
kepala sekolah dan pelaksanaan
supervisi terhadap kinerja guru.
B. KAJIAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan Kepala Sekolah
1. Kepemimpinan
Berdasarkan definisi-definisi
kepemimpinan memiliki beberapa implikasi,
antara lain: Pertama: kepemimpinan berarti
melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para
karyawan atau bawahan (followers). Para
karyawan atau bawahan harus memiliki
kemauan untuk menerima arahan dari
pemimpin. Walaupun demikian, tanpa
adanya karyawan atau bawahan,
kepemimpinan tidak akan ada juga. Kedua:
seorang pemimpin yang efektif adalah
seseorang yang dengan kekuasaannya (his or
herpower) mampu menggugah pengikutnya
untuk mencapai kinerja yang memuaskan.
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki
kejujuran terhadap diri sendiri (integrity),
sikap bertanggungjawab yang tulus
(compassion), pengetahuan (cognizance),
keberanian bertindak sesuai dengan
keyakinan (commitment), kepercayaan pada
diri sendiri dan orang lain (confidence) dan
kemampuan untuk meyakinkan orang lain
(communication) dalam membangun
organisasi.
2. Cara Melakukan Kepemimpinan
Sepanjang dapat diketahui dan
sepanjang pengamatan para ahli maka
cara seorang pemimpin melakukan
kepemimpinanya itu dapat digolongkan
atas beberapa golongan antara lain :
a) Secara Otokrasi
b) Secara Militeristis.
c) Secara Paternalis
d) Secara Kharismatis
e) Secara "laisses faire"
f) Secara Demokratis.
3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan
Kepemimpinan pada Seseorang
a. Berpengetahuan yang luas
b. Mempunyai sifat adil dan ramah
c. Berorientasi masa kini dan masa depan
d. Memiliki sifat sebagai guru dan efekt
e. Memiliki iman yang kuat dan moral
yang tinggi
4. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang
Demokratis
Studi keberhasilan kepala sekolah
menunjukan bahwa kepala sekolah adalah
seorang yang menentukan titik pusat dan
irama suatu sekolah. Berdasarkan rumusan
hasil study diatas menunjukan betapa
penting peranan kepala sekolah dalam
mengerakkan kehidupan sekolah mencapai
tujuan . Ada dua hal yang perlu diperhatikan
dalam rumusan tersebut yaitu sebagai
berikut:
a. Kepala sekolah berperan sebagai
kekuatan sentral yang menjadi
kekuatan penggerak kehidupan
sekolah.
b. Kepala sekolah harus memahami tugas
dan fungsi mereka demi keberhasilan
sekolah, serta memiliki kepedulian
kepada staf dan siswa
B. Pelaksanaan Supervisi
Masalah mutu pembelajaran,
menyangkut masalah yang sangat
esensial yaitu masalah kualitas mengajar
yang dilakukan guru harus mendapat
pengawasan dan pembinaan yang terus
menerus dan berkelanjutan. Masalah ini
berhubungan erat dengan pengawasan
profesional untuk memperbaiki
pembelajaran. Guru belum mendapat
bantuan yang optimal sehingga
menyebabkan mutu pendidikan menjadi
rendah.
Pengawasan dalam pendidikan
merupakan pengawasan yang khas yang
hanya berlaku dalam pendidikan,
bertujuan mengembangkan potensi
peserta didik melalui kegiatan belajar
bermutu yang dilayani guru. Dikatakan
khas karena sifat pengawasannya
berkaitan dengan pengakuan dan
penghargaan atas diri anak sebagai
manusia yang utuh yang harus dihargai
dan dihormati, bukan pengawasan seperti
pada proses produksi barang.
1. Definisi Pengawasan
Pengawasan secara umum
dapat didefinisikan sebagai cara
suatu organisasi mewujudkan
kinerja yang efektif dan efisien,
serta lebih jauh mendukung
terwujudnya visi dan misi
organisasi
2. Peran Pengawasan dalam
Perspektif Kepemimpinan
Peran pengawasan akan
semakin terasa jika seorang
pimpinan menerapkan konsep
pengawasan secara sangat baik.
Narnun peran pengawasan menjadi
tidak begitu berarti jika pimpinan
tidak ikut terlibat secara penuh ikut
serta dalam mewujudkan
terbentuknya pengawasan yang
dimaksud.
3. Tipe-tipe Pengawasan
Secara konsep pengawasan
tersebut memiliki banyak tipe.
Menurut T. Hani Handokola ada
tiga tipe pengawasan, yaitu
a. Pengawasan pendahuluan,
b. Pengawasan "concurrent," dan
c. Pengawasan umpan balik.
4. Hambatan-hambatan dalam
Pengawasan
Seorang pimpinan yang
profesional memiliki
tanggungjawab penuh untuk
melakukan kajian dan analisis
terhadap berbagai sebab timbulnya
hambatan-hambatan dalam bidang
pengawasan termasuk menerima
masukan dari berbagai pihak.
Karena masukan dari berbagai
pihak tersebut bisa menjadi bahan
intropeksi bagi pimpinan dalam
membangun konsep pengawasan di
masa yang akan datang atau lebih
baik dari sebelumnya.
C. Kinerja Guru
1. Pengertian Kinerja Guru
Istilah kinerja guru berasal dari kata
job performance/actual permance
(prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh
seseorang). Jadi menurut bahasa kinera
bisa diartikan sebagai prestasi yang
nampak sebagai bentuk keberhasilan
kerja pada diri seseorang. Keberhasilan
kinerja juga ditentukan dengan
pekerjaan serta kemampuan seseorang
pada bidang tersebut. Keberhasilan
kerja juga berkaitan dengan kepuasan
kerja seseorang.
Jadi, kinerja guru dalam proses
belajar mengajar adalah kemampuan
guru dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pengajar yang memiliki
keahlian mendidik anak didik dalam
rangka pembinaan peserta didik untuk
tercapainya institusi pendidikan.
2. Tugas Pokok Dalam Pembelajaran
Menurut Sukadi .sebagai seorang
profesional, guru memiliki lima tugas
pokok, merencanakan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran, menindaklanjuti hasil
pembelajaran, serta melakukan
bimbingan dan konseling.
3. Kriteria Kinerja Guru
Kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah serta pendidikan
anak usia dini meliputi:
a) kompetensi paedagogik
b) kompetensi kepribadian
c) kompetensi profesional
d) kompentensi sosial
4. Indikator Kinerja guru
Ada beberapa indikator yang
dapat dilihat peran guru dalam
meningkatkan kemampuan dalam
proses belajar-mengajar. Indikator
kinerja tersebut adalah:
1) Kemampuan merencanakan belajar
mengajar.
2) Kemampuan melaksanakan
kegiatan belajar mengajar
3) Kemampuan mengevaluasi
5. Langkah- Langkah
Peningkatan Kinerja
Dalam rangka peningkatan
kinerja, paling tidak telah
mengemukakan tujuh langkah yang
dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Mengetahui Adanya kekurangan
dalam kinerja
b. Mengenai kekurangan dan tingkat
keseriusan.
c. Mengidentifikasikan hal-hal yang
mungkin menjadi penyebab
kekurangan baik yang behubungan
dengan dengan pegawai itu sendiri
d. Mengembamgkan rencana tindakan
tersebut
e. Melakukan evaluasi apakah
masalah tersebut sudah terasi atau
belum
f. Mulai dari awal, apabila perlu.
D. Hipotesis
Dalam penelitian ini, maka hipotesis yang
diajukan adalah :
1. Ada pengaruh kepemimpinan
kepala sekolah terhadap kinerja
guru di Guslah III Kecamatan
Pandaan Kabupaten Pasuruan.
2. Ada pengaruh pelaksanaan
supervisi terhadap kinerja guru di
Guslah III Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan.
3. Ada pengaruh kepemimpinan
kepala sekolah dan pelaksanaan
supervisi terhadap kinerja guru di
Guslah III Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan.
C. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan
deskriptif atau penelitian yang dilakukan
berdasarkan tingkat eksplanasi atau
penjelasan.
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh obyek yang
akan diteliti dalam sebuah penelitian,
sedangkan sampel adalah sebagian
anggota populasi yang diambil untuk
dikaji atau diteliti. Populasi dalam
penelitian ini adalah guru di Guslah III
Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan
pada tahun pelajaran 2014/2015
sejumlah 40 orang yang seluruhnya
dijadikan obyek dalam penelitian ini.
C. Variabel Penelitian
Berikut ini akan dijelaskan
mengenai variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini beserta
definisi. antara lain sebagai berikut:
1) Variabel kepemimpinan kepala
sekolah (X1)
Variabel ini didefinisikan sebagai
memimpin yang menganggap
dirinya bagian dari kelompoknya
dan bersama dengan
kelompoknya berusaha
bertanggung jawab tentang
pelaksanaan tujuannya .
2) Variabel pelaksanaan supervisi
(X2)
Variabel ini didefinisikan sebagai
usaha yang memberikan
kesempatan kepada guru untuk
berkembang secara profesional,
sehingga mereka lebih mampu
lagi dalam melaksanakan tugas
pokoknya, yaitu memperbaiki dan
menyempurnakan proses belajar
murid-murid.
3) Variabel kinerja guru (Y)
Variabel ini didefinisikan sebagai
kemampuan guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai
pengajar yang memiliki keahlian
mendidik anak didik dalam
rangka pembinaan peserta didik
untuk tercapainya institusi
pendidikan.
D. Instrument Penelitian
Indikator untuk instrument variabel
kepemimpinan kepala sekolah yaitu:
a) Keterampilan dan pengharapan
bawahannya
b) Lingkungan organisasi
c) Filosofi yang dijadikan
d) Etika kepemimpinan
e) Cara pengambilan keputusan dan
menangani masalah
Indikator untuk instrument variabel
pelaksanaan supervisi terdiri dari :
a) Fungsi supervisi
b) Peran pengawasan dalam perspektif
kepemimpinan
c) Tipe-tipe supervisi
d) Alasan pentingnya diadakannya
supervisi
e) Hambatan yang muncul selama
kegiatan supervisi berlangsung
Indikator untuk instrument variabel
kinerja guru terdiri dari :
a) Kompetensi pedagogig
b) Kompetensi profesional
c) Kompetensi interpersonal
d) Kompetensi sosial
E. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul semuanya
maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis data tersebut. Data yang
telah dikumpulkan diolah baik secara
manual maupun dengan menggunakan
bantuan komputer. Program yang
digunakan untuk membantu pengelolaan
data ini adalah program IBM SPSS
version 19.0 for windows.
D. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Rumusan Masalah Ke-1
Rumusan masalah ke-1 dalam
penelitian ini sudah terjawab, karena
sesuai dengan hasil uji t yaitu uji secara
parsial yang dapat dilihat pada tabel 4.19
di atas. Adapun hasil dari uji t tersebut
adalah nilai t-hitung pada variabel
kemimpinan kepala sekolah (X1) sebesar
2,413 dengan tingkat signifikan kurang
dari 5% yaitu 0,025 yang artinya variabel
kepemimpinan kepala sekolah (X1)
secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja guru (Y).
B. Rumusan Masalah Ke-2
Rumusan masalah ke-2 dalam
penelitian ini sudah terjawab, karena
sesuai dengan hasil uji t yaitu uji secara
parsial yang dapat dilihat pada tabel 4.19
di atas. Adapun hasil dari uji t tersebut
adalah nilai t-hitung pada variabel
supervisi kepala sekolah (X2) sebesar
2,202 dengan tingkat signifikan kurang
dari 5% yaitu 0,038. Artinya variabel
supervisi kepala sekolah (X2) secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap
kinerja guru (Y).
C. Rumusan Masalah Ke-3
Rumusan masalah ke-3 dalam
penelitian ini sudah terjawab, karena
sesuai dengan hasil uji F yaitu uji secara
simultan yang dapat dilihat pada tabel
4.17 di atas. Adapun hasil dari uji t
tersebut adalah nilai Fhitung yang
dihasilkan sebesar 6,092 dengan nilai
signifikansi p = 0,008 lebih kecil dari 5%
yang artinya variabel kepemimpinan
kepala sekolah dan supervisi kepala
sekolah secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja guru.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda dapat disimpulkan bahwa
ketiga rumusan masalah dalam penelitian
sudah terjawab, dengan uraian sebagai
berikut :
1. Rumusan masalah ke-1 dalam
penelitian ini sudah terjawab, karena
sesuai dengan hasil uji t yaitu nilai t-
hitung pada variabel supervisi kepala
sekolah (X1) sebesar 2,413 dengan
tingkat signifikan kurang dari 5%
yaitu 0,025 yang artinya variabel
kepemimpinan kepala sekolah (X1)
secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja guru (Y).
2. Rumusan masalah ke-2 dalam
penelitian ini sudah terjawab, karena
sesuai dengan hasil uji t yaitu nilai t-
hitung pada variabel supervisi kepala
sekolah (X2) sebesar 2,202 dengan
tingkat signifikan kurang dari 5%
yaitu 0,038. Artinya variabel
supervise kepala sekolah (X2) secara
parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja guru (Y).
3. Rumusan masalah ke-3 dalam
penelitian ini sudah terjawab, karena
sesuai dengan hasil uji F yaitu nilai
Fhitung yang dihasilkan sebesar 6,092
dengan nilai signifikansi p = 0,008
lebih kecil dari 5% yang artinya
variabel supervisi kepala sekolah (X1)
dan supervisi kepala sekolah (X2)
secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja guru.
B. Saran
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah
merupakan langkah awal dan
langkah utama dalam membentuk
kinerja guru yang baik, karena
dengan kepemimpinan kepala
sekolah yang baik guru bisa
memperbaiki segala kekurangannya
dalam mengajar.
2. Kepala Sekolah harus memiliki
supervisi yang tinggi, karena
keberhasilan sekolah dan kinerja
guru yang baik sangat dipengaruhi
oleh supervisi dari kepala sekolah.
3. Kepemimpinan Kepala Sekolah
yang efektif dengan didukung
supervisi dari Kepala Sekolah akan
menciptakan kinerja guru yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ambo Enre. 1989. Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Perilaku Komunikasi antar Pribadi terhadap Efektivitas Kepala Sekolah. Editoral jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi 40.
Adams, J.E. 1997. A Study to Determine the Impact of a Precollege Intervention on Early
Adolescent Aspiration and Motivation for College in West Virginia. Dissertation Anoraga, P. (1992). Psikologi kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Alih bahasa : FX. Budiyanto, dkk. Ctakan II tahun 1994. copyright dalam bahasa Indonesia. 1989. Jakarta : Penerbit Arcan.
Anonim. (2008). Gaya kepemimpinan&kinerja perusahaan.
Approach Success. Journal of Abnormal and Social Psychology 60.
Arikunto, Suharsimi, (1989). Prosedur Penelitian, Jakarta; Rineka Cipta.
Atkinson, J.W. 1958. Achievement Motive and Test Anxiety Asimilator Motives to
Blacksburg, Virginia, Scholar.lib.vt.edu/theses/public/etd-101397- 15292/materials/etd.pgf.
Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan Kartini Kartono. Jakarta : Raja Grafindo.
Danim, Sudarwan, (2002). Inovasi Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia.
Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta: direktorat SLTP
Mulyasa. E, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006)
Rivai. Veithzal, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), edisi kedua
Wahjosumijo, Kepemimpinan kepala Sekolah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999)
Yukl. Gary, Kepemimpinan dalam Organisasi, (Jakarta: Prentice-Hall, 2001)
Sumitted to the Faculty of the Virginia Politechnic Institue and State University.
Martianah, Sri Mulyani. 1984. Disertasi : Motif Sosial Remaja Jawa dan Keturunan Cina Suatu Studi Perbandingan. Yogyakarta : Gadjah Mada Press.
Mussen, Paul Henry, dkk.1984. Child Development and Personality. Harper & Row, Inc.
Rivai, M. 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa
http:www.depdiknas.co.id/jurnal/29faktor.htm.
Riyadi, Papa, 2004. Hubungan Motivasi Berprestasi dan Bimbingan Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa SMU N 1 Kota Magelang. Tesis. Semarang. Pascasarjana UNNES.
Slameto. 2002. Persepsi Siswa terhadap Guru Pembimbing dalam Hubungannya dengan
Kemandirian Belajar dan Prestasi Belajar Siswa SMU Unggulan. Tesis. Semarang : Program Pasca Sarjana UNNES.
Soewadji. 2003. Hubungan Interaksi Sosial dalam Metode Pembelajaran Kelompok Kecil dan Motivasi Berprestasi dengan Prestasi Belajar Siswa pada Bidang Studi Geografi di SLTP Laboratorium Kristen Satya Wacana. Laporan penelitian. Salatiga.
Wahidin. 2001. Tesis Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Motivasi Berprestasi dengan Prestasi Belajar Siswa. Yogyakarta: UGM.
Yuniarti, K.W. 1988. Pola Asuh, Self Esteem, Motivasi Berprestasi, dan Prestasi Belajar. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
PENGARUH PELAYANAN PENDIDIKAN DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT DI GUSLAH IV
KECAMATAN PANDAAN KABUPATEN PASURUAN
Suhadi IpnuProgram Studi Manajemen Pendidikan, PPS (S2), Universitas Gresik
ABSTRAK
Mutu pendidikan menyangkut berbagai komponen, karena pendidikan itu sendiri sebagai suatu sistem yang melibatkan berbagai komponen yang merupakan satu keterkaitan. Oleh karena peningkatan mutu pendidikan tidak boleh dilihat dari satu sisi saja, peningkatan mutu pendidikan harus dilihat dari unsur input, proses dan out put pendidikan. Populasi adalah seluruh obyek yang akan diteliti dalam sebuah penelitian, sampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil untuk dikaji atau diteliti. Populasi dalam peneritian ini adalah guru di guslah IV kecamatan Pandaan kabupaten Pasuruan pada tahun pelajaran 2014/2015 sejumlah 25 orang yang seluruhnya dijadikan obyek dalam penelitian ini. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini beserta definisi. antara lain sebagai berikut: (1) Variabel persepsi pelayanan pendidikan (X1) (2) Variabel profesionalisme guru (X2) Kepuasan masyarakat (Y) Hasil Penelitian 89,57% responden menyetujui bahwa sekolah yang mereka pilih telah memberikan pelayanan yang terbaik bagi pendidikan putra-putrinya dan 83,94% responden menyetujui bahwa mayarakat merasa puas dengan mutu sekolah tersebut. Tidak hanya menurut jawaban responden yang dilihat dari distribusi frekuensi, hasil regresi linier berganda juga menunjukkan bahwa semakin tinggi pelayanan pendidikan terbukti memberikan dampak positif terhadap kepuasan masyarakat, dilihat dari hasil uji t sebesar 2,091 lebih besar ttabel sebesar 2,045.
Kata Kunci: Pelayanan Pendidikan, Profesionalisme Guru, Kepuasan Masyarakat.
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Pemerintah di bidang pendidikan
saat ini memberikan perhatian yang
serius, misalnya perbaikan sarana
pendidikan, perbaikan pelayanan
pendidikan, pemberian tunjangan bagi
guru yang bersertifikasi sebagai guru
profesional sampai pemberian bea siswa
tugas belajar pada para guru untuk
meraih gelar yang lebih tinggi. Hal ini
merupakan bukti bahwa pemerintah
serius menangani mutu pendidikan.
Majunya sekolah sejalan dengan
kemajuan masyarakat sekitarnya,
keinginan masyarakat hendaknya mampu
dijawab oleh pihak sekolah dalam bentuk
menghasilkan output yang memiliki
SDM tinggi, berkompetensi dan
menghasilkan tenaga kerja yang siap
bersaing di dunia kerja yang kompetitif
di era globalisasi ini.
Jadi marketing lembaga
pendidikan adalah kegiatan lembaga
369
pendidikan memberi layanan atau
menyampaikan jasa pendidikan
kepada konsumen dengan cara yang
memuaskan. (Buchari Alma 2008:30)
Standar pelayanan mengacu
pada pelayanan semestinya. Dengan
standar pelayanan dapat dijadikan
ukuran dalam pelaksanaan sebuah
pelayanan. Adanya standar pelayanan
diharapkan dapat dilaksanakan sistim
pelayanan yang dapat memenuhi
harapan dan keinginan pelanggan.
Maka pelanggan dapat merasakan
atau terpenuhi apa yang diharapkan.
Dengan demikian dapat
disimpulkan pelayanan yang
berkualitas disekolah, didukung
tenaga mengajar yang profesional
dapat memberikan kepuasan kepada
masyarakat selaku konsumen,
pendidikan karena mereka merasa
sekolah telah berhasil mendidik dan
mengajar putra–putri mereka dengan
baik.
2. Rumusan masalah
1. Apakah ada pengaruh kualitas
pelayanan pendidikan terhadap
kepuasan masyarakat di Guslah
IV Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan?
2. Apakah ada pengaruh
profesionalisme guru terhadap
kepuasan masyarakat di Guslah
IV Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan?
3. Apakah ada pengaruh kualitas
pelayanan pendidikan dan
profesionalisme guru terhadap
kepuasan masyarakat di Guslah
IV Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan?
3. Tujuan penelitian
1. Pengaruh kualitas pelayanan
pendidikan terhadap kepuasan
masyarakat di Guslah IV
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan
2. Pengaruh profesionalisme guru
terhadap kepuasan masyarakat di
Guslah IV Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan
3. Pengaruh kualitas pelayanan
pendidikan dan profesionalisme
guru terhadap kepuasan
masyarakat di Guslah IV
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan
4. Manfaat penelitian
a. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat dan memberi
masukan pada sekolah terutama
kualitas pelayanan pendidikan,
profesionalisme guru terhadap
kepuasan masyarakat.
b. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai kualitas
pelayanan pendidikan,
profesionalisme guru terhadap
kepuasan masyarakat dengan
pelayanan jasa yang diberikan
oleh guru.
c. Bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Temuan hasil penelitian ini untuk
memberi data empirik yang
akurat tentang kualitas pelayanan
pendidikan, profesionalisme guru
terhadap kepuasan masyarakat.
B. KAJIAN PUSTAKA
A. Pelayanan Pendidikan
1. Pengertian Pelayanan
Berkaitan dengan pelayanan,
ada dua istilah yang perlu
diketahui, yaitu melayani dan
pelayanan. pengertian melayani
adalah membantu menyiapkan
(mengurus) apa yang diperlukan
seseorang. Sedangkan pengertian
pelayanan adalah "usaha melayani
kebutuhan orang lain”. (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1995).
Contoh: menerima telepon dari
pihak lain yang berhubungan
dengan unit kerja kita, adalah
bentuk pelayanan yang rutin kita
lakukan.
2. Standar Pelayanan
Standar pelayanan merupakan
ukuran yang telah ditentukan
sebagai suatu pembakuan
pelayanan yang baik. Dalam
standar pelayanan ini juga terdapat
baku mutu pelayanan. Adapun
pengertian mutu menurut Goetsch
dan Davis (1994), merupakan
kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa manusia,
proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan
pihak yang menginginkannya.
3. Prinsip-prinsip Pelayanan
t.
Perhatian lembaga terhadap
perbaikan pelayanan kepada warga
sekolah, sebenamya telah diatur
dalam beberapa pedoman, antara
lain sebagai berikut:
a) Kejelasan.
b) Akuras
c) Tanggung jawab
d) Kelengkapan Sarana dan
prasarana
e) Kedisiplinan, Kesopanan dan
Keramahan
f) Kenyaman
4. Komitmen Pelayanan
Pedoman untuk mencapai
kesuksesan dalam memperkenalkan
inisiatif masyarakat umumnya.
5. Mutu Pelayanan
Pelayanan pada masyarkat di
masa yang akan datang hendaknya
makin lama makin baik (better),
makin lama makin cepat (faster),
makin lama makin diperbaharui
(newer), makin lama makin murah
(cheaper), dan makin lama makin
sederhana (more simple
1. Standar Pelayanan Minimal
Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Provinsi sebagai
daerah otonom mengisyaratkan
adanya hak dan kewenangan
pemerintah pusat untuk menetapkan
kebijakan tentang perencanaan
nasional yang menjadi pedoman
atau acuan bagi penyelenggaraan
pendidikan di provinsi, kabupaten
kota sebagai daerah.
B. Profesionalisme Guru
1. Peranan Guru dalam Pendidikan
Dalam Undang-Undang
Republik Indonesiai Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, dikemukakan bahwa :
profesional guru merupakan bidang
pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip
sebagai berikut : 1) memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa, dan idealism
; 2) memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia; 3) memiliki kualifikasi
akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang
tugas ; 4) memiliki kompetensi
yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas; 5) memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan
tugas keprofesionalan 6)
memperoleh penghasilan yang
ditentukan sesuai dengan prestasi
kerja ; 7) memiliki kesempatan
untuk rnengembangkan
profesionalisme secara
berkelanjutan dengan belajar
sepanjang hayat; 8) memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas
profesionalisme; dan 9) memiliki
organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
2. Guru Profesional dan Bermutu
Guru profesional adalah guru
yang mengedepankan mutu dan
kualitas layanan dan produknya,
layanan guru, harus rnemenuhi
standarisasi kebutuhan masyarakat,
bangsa, dan pengguna serta
memaksimalkan kemampuan
peserta didik berdasar potensi dan
kecakapan yang dimiliki masing-
masing individu.
3. Kebijakan Pemberdayaan Guru
Dalam kontek ini, alasan
pemberdayaan guru berdasarkan
beberapa asumsi, yaitu: pertama,
bahwa guru ingin dilibatkan dalam
pembuatan keputusan sekolah.
Kedua, bahwa guru dilibatkan
dalam level pengambilan keputusan
sekolah adalah dapat memenuhi
minat pribadinya.
4. Kebijakan Reward dan Insentif
Kebijakan yang dapat dibuat
kepala sekolah melalui bekerja
sama dengan pihak sekolah yang
terkait dalam rangka pcningkatan
reward dan insentif para personel
sekolah. Sebenarnya melalui
kebijakan Dinas Pendidikan dan
pengajaran Kabupaten di era
otonomi daerah dapat dirumuskan
ulang peningkatan reward dan
insentif bagi para guru untuk
mendukung peningkatan, mutu
sekolah. Tentu saja dukungan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) kabupaten dan kota
dituntut untuk rnembuktikan janji
ketika pemilihan umum dalam
membenahi mutu pendidikan.
5. Kinerja Tenaga Pengajar
Perihal tenaga pengajar
dengan kinerjanya adalah
menyangkut seluruh aktivitas yang
ditunjukkan oleh tenaga pengajar
dalam tanggung jawabnya sebagai
orang yang mengemban suatu
amanat dan tanggung jawab untuk
mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, dan memandu
peserta didik dalam rangka
menggiring perkembangan peserta
didik ke arah kedewasaan mental-
spiritual maupun fisik-biologis.
C. Kepuasan masyarakat
Hubungan kerja sama antara
sekolah dengan masyarakat yaitu dengan
melibatkan orangtua, dan masyarakat
serta isu-isu yang timbul dan bagaimana
menyelesaikan isu-isu tersebut. Dalam
hal ini kepemimpinan kepala sekolah
mempunyai peranan menentukan sebagai
satu kekuatan atau kewibawaan (power)
di dalam menghimpun dan
menggerakkan segala sumberdaya di
dalam kerja sama dengan masyarakat
pendidikan yang lebih luas, serta untuk
memperoleh berbagai dukungan sumber
daya manusia, dana, serta dukungan
informasi berbagai lembaga dan
dukungan politis dari segenap jajaran
aparat pendidikan.
Setiap program yang ada di sekolah
perlu dikembangkan, lebih-lebih
program hubungan sekolah dengan
masyarakat yang masih dini dalam
masyarakat perlu mendapat perhatian
terus untuk dikembangkan. Mungkin
kesadaran masyarakat akan
keikutsertannya dalam
bertanggungjawab terhadap pendidikan
di sekolah belum tinggi, walaupun
kesadaran akan pentingnya pendidikan
sudah tinggi, membuat mereka tidak
banyak berpartisipasi di sekolah. Atau
mungkin juga karena kondisi sosial
ekonomi mereka membuat perhatian
mereka hanya terpaku kepada usaha-
usaha meningkatkan kehidupan dam
memandang pendidikan di sekolah cukup
diangani oleh personalia- personalia
sekolah saja. Apapun alasannya yang
membuat partisipasi masyarakat dalam
pendidikan di sekolah belum banyak,
perlu diteliti dan dikaji oleh sekolah
dijadikan bahan untuk mengembangkan
hubungan sekolah dengan masyarakat.
D. Hipotesis
Dalam penelitian ini, maka hipotesis
yang diajukan adalah
1. Kualitas pelayanan pendidikan
berpengaruh terhadap kepuasan
masyarakat di Guslah IV
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan.
2. Profesionalisme guru
berpengaruh terhadap kepuasan
masyarakat di Guslah IV
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan.
3. Kualitas pelayanan pendidikan
dan profesionalisme guru
berpengaruh terhadap kepuasan
masyarakat di Guslah IV
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan.
C. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan
deskriptif atau penelitian yang dilakukan
berdasarkan tingkat eksplanasi atau
penjelasan.
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh obyek yang
akan diteliti dalam sebuah penelitian,
sedangkan sampel adalah sebagian
anggota populasi yang diambil untuk
dikaji atau diteliti. Populasi dalam
peneritian ini adalah guru di guslah IV
kecamatan Pandaan kabupaten Pasuruan
pada tahun pelajaran 2014/2015
sejumlah 25 orang yang seluruhnya
dijadikan obyek dalam penelitian ini.
C. Variabel Penelitian
Berikut ini akan dijelaskan
mengenai variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini beserta
definisi. antara lain sebagai berikut:
A. Variabel persepsi pelayanan
pendidikan (X1).
Sesuatu yang diberikan dari pihak
sekolah selaku pemberi jasa
pendidikan kepada masyarakat
selaku konsumen pendidikan.
B. Variabel profesionalisme guru
(X2).
Variabel ini didefinisikan sebagai
Guru yang mengedepankan mutu
dan kualitas layanan produknya,
layanan guru harus memenuhi
standarisasi kebutuhan
masyarakat, bangsa dan
pengguna serta memaksimalkan
kemampuan peserta didik
berdasar kompetensi dan
kecakapan yang dimiliki masing
masing individu.
C. Kepuasan masyarakat (Y)
Variabel ini didefinisikan sebagai
sesuatu yang diterima masyarakat
selaku konsumen pendidikan dari
pihak selaku pemberi jasa
pendidikan.
Variabel ini diukur oleh guru
sendiri dengan melakukan proses
intropeksi melalui kuesioner yang
diberikan oleh peneliti rnengenai
kepuasan masyarakat.
F. Instrument Penelitian
Indikator untuk instrument variabel
pelayanan pendidikan terdiri dari empat
faktor sistem yaitu:
a) mewujudkan prestasi belajar.
b) kondisi budaya sekolah.
c) program kewirausahaan.
d) akuntabilitas sekolah
Variabel profesionalisme guru
merupakan variabel yang mengukur
kualitas dari profesionalisme kerja
kepada guru. Indikator variabel ini terdiri
dari empat atribut yaitu:
- Berkualifikasi pendidikan yang
memadai,
- Mampu mentransferkan ilmunya
kepada peserta didik,
- Menjadi suri teladan bagi peserta
didik,
- Berwawasan luas,
.
Variabel ini diukur oleh guru
sendiri dengan melakukan proses
intropeksi diri melalui kuesioner yang
diberikan oleh peneliti mengenai
kepuasan masyarakat saat ini. Indikator
variabel ini adalah out put peserta didik,
kondisi sekolah dan sekitarnya,
pelayanan yang diberikan pihak sekolah,
mutu pendidikan di sekolah tersebut.
G. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul semuanya
maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis data tersebut. Data yang
telah dikumpulkan diolah baik secara
manual maupun dengan menggunakan
bantuan komputer. Program yang
digunakan untuk membantu pengelolaan
data ini adalah program IBM SPSS
version 19.0 for windows .
D.HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Pelayanan Pendidikan
Terhadap Kepuasan Masyarakat.
Berdasarkan hasil jawaban
responden pada kedua variabel tersebut
menunjukkan bahwa sudah memberikan
pelayanan pendidikan yang bagus,
sehingga masyarakat merasa puas
terhadap , hal ini dapat dilihat dari
jawaban responden yang cenderung
memberi jawaban setuju pada semua
item pernyataan. Dimana 89,57%
responden menyetujui bahwa sekolah
yang mereka pilih telah memberikan
pelayanan yang terbaik bagi pendidikan
putra-putrinya dan 83,94% responden
menyetujui bahwa mayarakat merasa
puas dengan mutu sekolah tersebut.
Tidak hanya menurut jawaban
responden yang dilihat dari distribusi
frekuensi, hasil regresi linier berganda
juga menunjukkan bahwa semakin tinggi
pelayanan pendidikan terbukti
memberikan dampak positif terhadap
kepuasan masyarakat, dilihat dari hasil
uji t sebesar 2,091 lebih besar ttabel
sebesar 2,045.
B. Pengaruh Kompetensi
Profesionalisme Guru Terhadap
Kepuasan Masyarakat
Dalam penelitian ini,
menunjukkan bahwa guru di guslah IV
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan sudah memiliki
profesionalisme yang baik, dilihat dari
jawaban responden pada variabel ini
yaitu 89,94% responden menyetujui
bahwa guru yang mengajar di sekolah
sangat profesional dalam mengajar dan
mendidik murid-muridnya.
Profesionalisme guru yang baik akan
berdampak pada peningkatan kepuasan
masyarakat, dilihat dari jawaban
responden yaitu 83,94% responden
menyetujui bahwa mayarakat merasa
puas dengan mutu sekolah tersebut.
Berdasarkan jawaban responden
terdapat kecenderungan bahwa
kompetensi profesionalisme guru
berdampak pada peningkatan kepuasan
masyarakat, dan hasil tersebut didukung
oleh hasil regresi linier berganda yaitu
uji t yaitu sebesar 2,403 lebih besar
dari ttabel sebesar 2,045.
C. Pengaruh Pelayanan Pendidikan dan
Kompetensi Profesionalisme Guru
Terhadap Kepuasan Masyarakat
Hasil uji secara parsial
membuktikan bahwa pelayanan
pendidikan dan kompetensi
profesionalisme guru berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kepuasan
masyarakat, yang berarti secara parsial
peningkatan pelayanan pendidikan dan
kompetensi profesionalisme guru dapat
berdampak pada peningkatan kepuasan
masyarakat. Begitu juga, pengaruh
secara simultan, pelayanan pendidikan
dan kompetensi profesionalisme guru
terbukti berpengaruh terhadap kepuasan
masyarakat, dilihat dari nilai Fhitung
sebesar 8,564 lebih besar dari Ftabel
sebesar 3,328.
Penelitian ini hanya membuktikan
besarnya pengaruh pelayanan pendidikan
dan kompetensi profesionalisme guru
terhadap kepuasan masyarakat sebesar
37,1% dan sisanya sebesar 62,9%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dibahas pada penelitian ini.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda dapat disimpulkan bahwa
ketiga rumusan masalah dalam penelitian
sudah terjawab, dengan uraian sebagai
berikut :
1. Secara parsial semakin tinggi
pelayanan pendidikan terbukti
memberikan dampak positif terhadap
kepuasan masyarakat, dilihat dari
hasil uji t yaitu 2,091 lebih besar ttabel
sebesar 2,045.
2. Secara parsial kompetensi
profesionalisme guru terbukti
memberikan dampak positif
terhadap kepuasan masyarakat,
dilihat dari hasil uji t yaitu 2,403
lebih besar dari ttabel sebesar 2,045.
3. Secara simultan pelayanan
pendidikan dan kompetensi
profesionalisme guru terbukti
berpengaruh terhadap kepuasan
masyarakat, dilihat dari nilai Fhitung
sebesar 8,564 lebih besar dari Ftabel
sebesar 3,328.
B. Saran
1. Beberapa strategi yang dapat
dilakukan oleh kepala sekolah
dalam membina iklim dan budaya
sekolah untuk meningkatkan
kualitas pelayanan antara lain
melalui program akselerasi,
mendongkrak prestasi belajar,
mendayagunakan lingkungan
sekitar sekolah, melibatkan
masyarakat dan mengembangkan
program kewirausahaan, kegiatan
bimbingan belajar dan peningkatan
kegiatan extrakurikuler.
2. Usaha pemerintah untuk
memberikan tunjangan bagi guru,
sebaiknya guru lebih profesional
dalam bekerjanya misalnya
melanjutkan pendidikan ke S2,
mengikuti seminar / workshoop
lokakarya dengan demikian guru
dapat meningkatkan kinerjanya
sehingga tujuan pendidikan tercapai
secara optimal.
3. Pelayanan pendidikan yang
berkualitas dengan didukung guru
yang profesional akan
mengakibatkan kepuasan tersendiri
bagi masyarakat sehingga anemo
masyarakat terhadap sekolah
tersebut akan tinggi dan diminati
sehingga sekolah tersebut menjadi
sekolah yang berwawasan unggul.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, M., (2001). Psikologi Industri. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Edisi Ke-4. Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Bismoko, J., (2005). Standarisasi dan Sertifikasi Guru : Modern, Sekretarian, Politis, Kedaulatan Rakyat, Kolom OPINI.
Gujarati, Damokar. (1993). Ekonometrika Dasar. Terjemahan Sembiring. Basic of Econometric. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Handoko. T. Hani. (1985). Manajemen Edisi Pertama, Yogyakarta : BPFE.
Haryanto, Edy. (2008). Teknologi Informasi dan Komunikasi : Konsep dan Perkembangan. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai Media Pembelajaran, Bandung : Apabeta.
Jeri, Sukamto. (2005). Pengaruh Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja yang efektif terhadap turn over karyawan di PT. Yatragana di Blitar. Surabaya: Penerbit Kampus Universitas Kristen Petra Surabaya.
Mangkunegara. Anwar Prabu. (2000). Perilaku Konsumen edisi revisi. Bandung : P.T. Revika Aditama.
Mulyasa, E. (2006). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Rahman. (2006). Peran Strategis Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jatinangor : Alqaprint.
Reksohadiprojo, Sukanto. (1999). Organisasi Perusahaan : Teori,
PENGARUH KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS DAN KOMUNIKASI ORGANISASI TERHADAP KINERJA GURU
DI SDN SE-GUSLAH IV UPT KECAMATAN PANDAAN KABUPATEN PASURUAN
SutomoProgram Studi Manajemen Pendidikan, PPS (S2), Universitas Gresik
ABSTRAK
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Profesionelime menjadi tuntutan dalam setiap pekerjaan. Guru yang profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan deskriptif atau penelitian yang dilakukan berdasarkan tingkat eksplanasi atau penjelasan, bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan. Populasi dalam peneritian ini adalah guru di SDN Se-Guslah IV UPT Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan pada tahun pelajaran 2014/2015 sejumlah 50 orang dimana yang dijadikan obyek penelitian 23 orang dengan teknik purposive random sampling. Variabel-variabel yang digunakan dalam Berdasarkan jawaban responden terdapat kecenderungan bahwa pola kepemimpinan kepala sekolah berdampak pada peningkatan kinerja guru, dan hasil tersebut didukung oleh hasil regresi linier berganda yaitu uji t dimana nilai t-hitung yang dihasilkan sebesar 2,326 lebih besar dari ttabel 2,086 yang artinya pola kepemimpinan kepala sekolah demokratis secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guruKata Kunci : Kepemimpinan Demokratis, Komunikasi Organisasi, Kinerja Guru.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi sekarang ini,
sekolah harus mampu eksis dengan
segala konsekuensinya melalui proses
yang dilakukan, Keberadaan kepala
sekolah sebagai kunci sukses
pelaksanaan proses harus mampu
memahami fungsi dan tugas serta
tanggung jawab yang melekat yaitu:
fungsi leader, manajer, edukator,
supervisor, administrator, inovator, dan
monitor.
Keberadaan kepala sekolah dalam
menjalankan fungsi, tugas dan tanggung
jawabnya dalam manajemen tidak bisa
terlepas dali peran pembantunya.
Sebagaimana dikemukakan oleh
Jackson dan Musselman (1989:104)
manajemen adalah sarana seorang
manajer unfuk mencapai sesuatu dengan
memanfaatkan orang lain. Seorang
manajer berperan sebagai pemimpin,
perencana koordinator, pembimbing
serta pengawas dan seorang manajer
harus berperan sebagai fasilitator untuk
meningkatkan kinerja bawahan sesuai
dengan tingkat yang berbeda-beda.
Profesionelime menjadi tuntutan
dalam setiap pekerjaan. Guru yang
profesional adalah mereka yang
memiliki kemampuan profesional
dengan berbagai kapasitasnya sebagai
pendidik. Karena guru profesional tidak
hanya menguasai bidang ilmu, bahan
ajar, dan metode yang tepat akan tetapi
mampu memotivasi peserta didik,
memiliki keterampilan yang tinggi dan
wawasan yang luas terhadap dunia
pendidikan. Profesionalisme guru juga
secara konsisten menjadi salah satu
faktor terpenting dari mutu pendidikan.
Guru yang profesional mempunyai
keinginan yang kuat untuk selalu
berupaya meningkatkan kinerjanya.
Kinerja merupakan prestasi kerja
yang dipengaruhi oleh faktor
kemampuan, pengetahuan dan
keterampilan. Kemampuan berkaitan
erat dengan kecerdasan. Dari
kecerdasan seseorang berhubungan
dengan latar belakang pendidikan orang
tersebut. Sedangkan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki seorang
guru menunjukkan kadar kompetensi
guru tersebut yang menunjang tugas dan
tanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa prestasi kerja (kinerja) guru
dipengaruhi oleh faktor persepsi
terhadap kepemimpinan tingkat
pendidikan dan kompetensi.
2. Rumusan masalah
4. Adakah pengaruh kepemimpinan
demokratis terhadap kinerja guru
di SDN se Guslah IV UPT
kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan?
5. Adakah pengaruh komunikasi
organisasi terhadap kinerja guru
di SDN se Guslah IV UPT
kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan?
6. Adakah pengaruh kepemimpinan
demokratis dan komunikasi
organisasi terhadap kinerja guru
di SDN se Guslah IV UPT
kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan?
3. Tujuan penelitian
Dalam penelitian ini untuk mengetahui :
1. pengaruh kepemimpinan
demikratis terhadap kinerja guru
di SDN se Guslah IV UPT
kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan.
2. pengaruh komunikasi organisasi
terhadap kinerja guru di SDN se
Guslah IV UPT kecamatan
Pandaan Kabupaten Pasuruan.
3. Pengaruh kepemimpinan
demokratis dan komunikasi
organisasi terhadap kinerja guru
di SDN se Guslah IV UPT
kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan.
4. Manfaat penelitian
A. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat dan memberi
masukan pada kepala sekolah
khususnya dalam rangka
meningkatkan kinerja guru.
B. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai wacana bagi
guru untuk lebih meningkatkan
kinerjanya.
C. Bagi pengembangan ilmu
pengetahuan
Temuan hasil penelitian ini untuk
memberi data empirik yang
akurat tentang kepemimpinan
demokratis dan komunikasi
organisasi terhadap kinerja guru
dalam pembelajaran yang
bermuatan life skill.
A. KAJIAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Demokratis
Kata "kepemimpinan"
terjemahan dari bahasa Inggris
“leadership" banyak sekali kita
ketemukan dalam kehidupan kita
sehari-hari. Kata itu kita dengar
dalam percakapan orang, dalam
pertemuan-pertemuan, dari radio
dan televisi, kita dapat membaca
dalam surat-surat kabar, majalah-
majalah buku-buku dan lain-
lainnya.
a) organisasi.
1. Cara Melakukan Kepemimpinan
Sepanjang dapat diketahui dan
sepanjang pengamatan para ahli
maka cara seorang pemimpin
melakukan kepemimpinanya itu
dapat digolongkan atas beberapa
golongan antara lain :
a) Secara Otokratis
b) Secara Militeristis.
c) Secara Paternalistis.
d) Secara Kharismatis
e) Secara "laisses faire" atau
secara bebas
f) Secara Demokratis.
g) Kepala dan Pemimpin
2. Kunci kesuksesan Kepemimpinan
A. Kepala Sekolah
Sepuluh kunci sukses
kepemimpinan kepala sekolah
tersebut mencakup; visi yang utuh,
tanggung jawab, keteladanan'
memberikan layanan terbaik,
mengembangkan orang, membina
rasa persatuan dan kesatuan, fokus
pada peserta didik, manajemen
yang mengutamakan praktik,
menyesuaikan gaya kepemimpinan,
dan memanfaatkan kekuasaan
keahlian.
B. Komunikasi Orgnisasi
1. Pengertian komunikasi organisasi
Perbedaan konseptual mengenai
komunikasi organisasi ini terlihat
dalam fenomena. Down dan Larimer
rnengemukakan 21 bidang yang
diajarkan dalam rnata kuliah
kornunikasi organisasi yaitu
kornunikasi dari atasan kepada
bawahan, kornunikasi dari bawahan
kepada atasan, teori organisasi,
kornunikasi horizontal, pembuatan
keputusan, komunikasi kelompok kecil,
kepemimpinanya teknik penelitian,
motivasi, interview, perubahan dan
inovasi, pengelolaan konflik,
pengernbangan organisasi, teknik
konferensi, teori manajemen, latihan
konsultasi, mendengar, kepuasan kerja,
berbicara di muka umum, menulis dan
latihan yang sensitif.
2. Pendekatan Komunikasi
Organisasi
Untuk melihat komunikasi yang
terjadi dalam suatu organisasi dapat
digunakan tiga pendekatan yaitu
pendekatan rnakro, mikro dan
individual.
3. Iklim organisasi
Konsep mengenai iklim
organisasi telah mendapat perhatian
kira-kira 30 tahun yang lalu tetapi
sampai sekarang belum ada
kesepakatan para ahli tentang itu. Telah
banyak usaha yang telah dilakukan
untuk memisahkan,menerangkan dan
menentukan tempat konsepsi ini dalam
teori organisasi. Bermacam definisi
dikemukakan dalam literatur mengenai
iklim organisasi di antaranya seperti
apa yang dikemukakan oleh Tagiuri
(1968) yang mengatakan iklim
organisasi adalah kualitas yang relatif
abadi dari lingkungan internal
organisasi yang dialami oleh anggota-
anggotanya, mempengaruhi tingkah
laku mereka serta dapat diuraikan
dalam istlah nilai-nilai suatu set
karakteristik tertentu dari lingkungan.
4. Kepuasan Komunikasi
Organisasi
Yang dimaksud dengan istilah
kepuasan komunikasi organisasi
menurut Redding (Pace, 1989) adalah
semua tingkat kepuasan seorang
karyawan mempersepsi lingkungan
komunikasi secara keseluruhan.
Konsep kepuasan ini memperkaya ide
iklim komunikasi. Iklim mencakup
kepuasan anggota organisasi terhadap
informasi yang tersedia.
5. Hubungan Komunikasi
Organisasi Dengan Kepuasan
Kerja Dalam Rangka
Peningkatan Profesionalisme
Guru
Keputusan kerja merupakan
respons seseorang (sebagai pengaruh)
terhadap bermacam-macam lingkungan
kerja yang dihadapinya (Coleman,
1982). Termasuk ke dalam hal ini
respons terhadap komunikasi
organisasi, supervisor, kompensasi,
promosi, teman sekerja, kebijaksanaan
organisasi dan hubungan interpersonal
dalam organisasi. Dan selanjutnya
mengatakan bahwa semua variabel
komunikasi berhubungan secara berarti
dengan bermacam-macam aspek
kepuasan kerja.
C. Kinerja Guru
1. Pengertian Kinerja Guru
Istilah profesionalisme berasal
dari profession. Dalam Kamus Inggris
Indonesia, .profession berarti
pekerjaan..1 Arifin dalam buku Kapita
Selekta Pendidikan mengemukakan
bahwa profession mengandung arti
yang sama dengan kata occupation
atau pekerjaan yang memerlukan
keahlian yang diperoleh melalui
pendidikan atau latihan khusus.
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa, profesi adalah
suatu jabatan, profesional adalah
kemampuan atau keahlian dalam
memegang suatu jabatan tertantu,
sedangkan profesionalisme adalah jiwa
dari suatu profesi dan profesional.
2. Perlunya Guru Profesional
Guru yang profesional merupakan
faktor penentu proses pendidikan yang
bermutu. Untuk dapat menjadi
profesional, mereka harus mampu
menemukan jati diri dan
mengaktualkan diri. Pemberian
prioritas yang sangat rendah pada
pembangunan pendidikan selama
beberapa puluh tahun terakhir telah
berdampak buruk yang sangat luas bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Aspek-aspek Kompetensi Guru
Profesional
Kompetensi yang harus dimiliki
seorang guru itu mencakup empat
aspek sebagai berikut:
a. Kompetensi Pedagogik.
b. Kompetensi Kepribadian.
c. Kompetensi Profesioanal.
d. Kompetensi Sosial.
4. Hipotesis
Dalam penelitian ini, maka hipotesis
yang diajukan adalah
1. Terdapat hubungan kepemimpinan
demokratis terhadap kinerja guru
di SDN Se-Guslah IV UPT
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan.
2. Terdapat hubungan komunikasi
organisasi terhadap kinerja guru di
SDN Se-Guslah IV UPT
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan.
3. Terdapat hubungan kepemimpinan
demokratis dan komunikasi
organisasi terhadap kinerja guru
di SDN Se-Guslah IV UPT
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan.
B. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan
deskriptif atau penelitian yang dilakukan
berdasarkan tingkat eksplanasi atau
penjelasan.
2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh obyek
yang akan diteliti dalam sebuah
penelitian, sedangkan sampel adalah
sebagian anggota populasi yang
diambil untuk dikaji atau diteliti.
Populasi dalam peneritian ini adalah
guru di SDN Se-Guslah IV UPT
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan pada tahun pelajaran
2014/2015 sejumlah 50 orang dimana
yang dijadikan obyek penelitian 23
orang dengan teknik purposive random
sampling.
3. Variabel Penelitian
1) Variabel Kepemimpinan
Demokratis(X1)
Variabel ini didefinisikan bahwa
kemampuan mempengaruhi orang
lain agar mau bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan cara berbagai
kegiatan yang akan dilakukan
ditentukan bersama antara
pimpinan dan bawahan
2) Variabel Komunikasi
Organisasi (X2)
Variabel ini didefinisikan bahwa
komunikasi organisasi merupakan
arus informasi, pertukaran
informasi dan pemindahan arti di
dalam suatu organisasi
3) Variabel Kinerja Guru (Y)
Variabel ini didefinisikan sebagai
seseorang yang memiliki
kapabilitas pemahaman baik dalam
ruang lingkup konsep atau metode
dan juga pemahaman yang bersifat
universal terhadap tugas pokok
keguruan itu sendiri.
C. Instrument Penelitian
Indikator untuk instrument variabel
kepemimpinan demokrasi terdiri dari
empat sistem yaitu:
a) hubungan dengan bawahannya.
b) cara menanggapi saran/kritik dari
bawahannya.
c) suasana kerja dan produktifitas dalam
pekerjaan.
d) cara menanggapi kesalahan
bawahannya
Indikator untuk instrument variabel
komunikasi organisasi terdiri dari empat
sistem yaitu:
a) Proses komunikasi berlangsung
b) Jenis pesan yang disampaikan
c) Jaringan dalam berorganisasi
d) Budaya atau iklim organisasi yang
berlaku
Variabel kinerja guru merupakan
variabel yang mengukur kualitas dari
profesionalisme kerja guru. Indikator
variabel ini terdiri dari empat atribut yaitu:
- kompetensi pedagogik,
- kompetensi kepribadian,
- kompetensi sosial,
- kompetensi profesional,
D. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul semuanya
maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis data tersebut. Data yang
telah dikumpulkan diolah baik secara
manual maupun dengan menggunakan
bantuan komputer. Program yang
digunakan untuk membantu pengelolaan
data ini adalah program IBM SPSS
version 19.0 for windows.
E. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Pola kepemimpinan kepala sekolah
demokratis
Berdasarkan jawaban responden
tersebut terdapat kecenderungan bahwa
pola kepemimpinan kepala sekolah
berdampak pada peningkatan kinerja
guru, dan hasil tersebut didukung oleh
hasil regresi linier berganda yaitu uji t
dimana nilai t-hitung yang dihasilkan
sebesar 2,326 lebih besar dari ttabel 2,086
yang artinya pola kepemimpinan kepala
sekolah demokratis secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja guru.
B. Komunikasi Organisasi
Berdasarkan jawaban responden
tersebut terdapat kecenderungan bahwa
komunikasi organisasi yang baik akan
berdampak pada peningkatan kinerja
guru, dan hasil tersebut didukung oleh
hasil regresi linier berganda yaitu uji t
dimana nilai t-hitung yang dihasilkan
sebesar 2,413 lebih besar dari ttabel 2,086
yang artinya komunikasi organisasi
secara parsial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja guru.
C. Kinerja Guru
Kinerja guru merupakan suatu
wujud perilaku guru dalam organisasi
sekolah dengan orientasi prestasi.
Kinerja guru dipengaruhi oleh beberapa
factor, dan dalam penelitian ini faktor
yang diteliti adalah pola kepemimpinan
kepala sekolah demokratis dan
komunikasi organisasi. Pola
kepemimpinan kepala sekolah
demokratis dan komunikasi organisasi
secara parsial dan simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja guru. Hasil
uji secara simultan dapat dilihat dari nilai
Fhitung yang dihasilkan sebesar 2,549 lebih
besar dari Ftabel (3,492). Hal ini
menunjukkan bahwa pola kepemimpinan
yang baik dan diimbangi oleh
komunikasi organisasi yang baik maka
kinerja guru akan semakin baik.
F. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat
diambil dari hasil analisis regresi linier
berganda adalah sebagai berikut :
1. Rumusan ke-1 dalam penelitian ini
sudah terjawab, dimana hasil
penelitian ini adalah pola
kepemimpinan kepala sekolah
demokratis mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap
kinerja guru hal ini terbukti dari hasil
uji t yaitu thitung yang dihasilkan
sebesar 2,326 dan nilai tersebut
melebihi dari nilai ttabel nya (2,086).
2. Rumusan ke-2 dalam penelitian ini
sudah terjawab, dimana hasil
penelitian ini adalah komunikasi
organisasi mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap
kinerja guru, hal ini terbukti dari hasil
uji t yaitu thitung yang dihasilkan
sebesar 2,413 dan nilai tersebut
melebihi dari nilai ttabel nya (2,086).
3. Rumusan ke-3 dalam penelitian ini
sudah terjawab, dimana hasil
penelitian ini adalah pola
kepemimpinan kepala sekolah
demokratis dan komunikasi
organisasi mempunyai pengaruh
signifikan terhadap kinerja, hal ini
terbukti dari hasil uji F yaitu nilai
Fhitung (12,567) yang dihasilkan
melebihi nilai Ftabel nya (3,492).
B. Saran
1. Pola Kepemimpinan Kepala
Sekolah yang demokratis
merupakan salah satu bentuk pola
kepemimpinan yang ideal karena
Kepala Sekolah begitu menghargai
keberadaan anak buahnya (Guru)
dan mau menerima keluh kesah dan
saran bagi Guru. Hubungan kepala
sekolah dan guru sangat harmonis.
2. Komunikasi organisasi yang efektif
sasngat berpengaruh dalam
membentuk iklim organisasi yang
kondusif. Dengan berkomunikasi
yang efektif semua pesan dan
informasi dapat tersampaikan
dengan baik. Sehingga tujuan bisa
tercapai secara optimal.
3. Pola kepemimpinan Kepala
Sekolah yang demokratis dengan
didukung komunikasi organisasi
yang efektif akan menciptakan
kinerja guru yang baik, karena guru
merasa nyaman dan tenang dalam
bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1993.
Departemen Pendidikn dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Cet. Ke- 2.
Direktorat Tenaga Kependidikan, Supervisi Akademik Kepala Sekolah, Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 2004.
Hasibuan, Malayu SP. Organisasi dan Motivasi, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Hamalik, Oemar, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006, Cet, Ke-4.
Nasution, Metode Research, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Nazarudin, Manajemen pembelajaran, Yogyakarta:Teras, 2007.\
Nurtain H, Supervisi Pendidikan Teori dan Praktik, Jakarta: Depdikbud, 1989.
Pidarta, Made, Pemikiran tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 1996.
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1979.
Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.
Purwanto, M. Ngalim, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. Ke-10.
_________________, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003, Cet. Ke-19.
Sahertian, Piet A dan Farns Mahateru, Prinsip dan teknik Supervisi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional.1986.
Sholeh, Asrorun, Ni.am, Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis atas Lahirnya Undang-Undang Guru dan Dosen, Jakarta: eLSAS, 2006, Cet. Ke-1.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, Cet. Ke-4.
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, Cet. Ke-2.
Sudijono, Anas, Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. Ke-10.
Sudjana, Nana, Dasar-dasar Pproses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo, 1998, Cet. Ke-4.
T. Hani Handoko, Manajemen, Yogyakarta: BPFE, 1998.
Usman, M. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006, Cet. Ke-20.
Winkel, W.S, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Grasindo, 1996, Cet. Ke-4.
Yamin, Martinis, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007, Cet. Ke-2.
Zurinal Z. Dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, Cet. Ke-1.
PENGARUH SUPERVISI PENGAWAS SEKOLAH DAN MANAJEMEN
KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU
DI SDN PLINTAHAN I KECAMATAN PANDAAN KABUPATEN
PASURUAN
Tsalis FatmawatiProgram Studi Manajemen Pendidikan, PPS (S2), Universitas Gresik
ABSTRAK
Berbagai studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dalam suasana perubahan lingkungan yang cepat, salah satu hal yang menyebabkan prestasi sekolah dan mutu lulusan menurun adalah kepemimpinan kepala sekolah yang kurang berhasil Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan (1) Hubungan supervisi Pengawas Sekolah terhadap kompetensi guru di SDN Plintahan I kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan (2) Hubungan manajemen kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kompetensi guru di SDN Plintahan I kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan (3) Hubungan supervisi Pengawas Sekolah dan manajemen kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kompetensi guru di SDN Plintahan I kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif atau penelitian yang dilakukan berdasarkan tingkat eksplanasi atau penjelasan. Pengaruh supervisi Pengawas Sekolah terhadap peningkatan kinerja guru dapat dijelaskan bahwa supervisi
Pengwas Sekolah dapat mempengaruhi kinerja guru. Pengaruh keefektifan kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan kinerja guru di SDN Plintahan I kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan dapat dijelaskan bahwa keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dapat mempengaruhi kinerja guru. Tingkat pengaruh supervisi pengawas sekolah dan keefektifan kepemimpinan kepala sekolah terhadap peningkatan kinerja guru di di SDN Plintahan I kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan. Supervisi pengawas sekolah yang baik dan diimbangi kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dapat meningkatkan kinerja guru.Kata kunci : Supervisi, Pengawas Sekolah, Manajemen, Kepala Sekolah,
Kompetensi, Guru
A. PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah
Kepala sekolah adalah suatu profesi
yang menuntut pengetahuan mapan,
bidang kerja yang ditekuni
membutuhkan pemahaman pengelolaan
organisasi sekolah secara maksimal dan
mempunyai kompetensi serta keahlian
dibidangnya. Kepala sekolah yang
profesional harus mempunyai
kemampuan konseptual dan teknikal..
Dengan demikian supervisi
dilakukan digunakan untuk ; a)
membangkitkan semangat dan
merangsang guru-guru dan staf sekolah
lainnya untuk menjalankan tugas
dengan baik; b) berusaha mengadakan
dan melengkapi kebutuhan sekolah
untuk kelancaran proses betajar
mengajar; c) bersama guru-guru
berusaha mengembangkan mencari dan
menggunakan metode-metode baru
dalam proses belajar mengajar yang
lebih baik; d) membina kerja sama
yang baik dan harmonis antara: guru,
murid dan staf sekotah lainnya; dan e)
berusaha mempertinggi mutu dan
pengetahuan guru-guru dan staf
sekolah, antara lain dengan mengadakan
workshop, insevice training atau up-
grading.
Guru merupakan salah satu SDM
yang berada di sekolah, Kinerja guru di
sekolah mempunyai peran penting
dalam pencapaian tujuan sekolah.
Masalah kinerja menjadi sorotan
berbagai pihak, kinerja pemerintah akan
dirasakan oleh masyarakat dan kinerja
guru akan dirasakan oleh siswa atau
orang tua siswa. Berbagai usaha
dilakukan untuk mencapai kinerja yang
baik. Perhatian pemerintah terhadap
pendidikan sudah disosialisasikan,
anggaran pendidikan yang diamanatkan
Undang-Undang No. 20 sudah mulai
dilaksanakan.
a. Rumusan masalah
7. Adakah hubungan supervisi
terhadap kompetensi guru di SDN
Plintahan I kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan?
8. Adakah hubungan manajemen
kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kompetensi guru di SDN
Plintahan I kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan ?
9. Apakah ada hubungan supervisi
dan manajemen kepemimpinan
kepala sekolah terhadap
kompetensi guru di SDN
Plintahan I kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan ?
b. Tujuan penelitian
Dalam penelitian ini untuk mengetahui :
1. Hubungan supervisi terhadap
kompetensi guru di SDN Plintahan
I kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan.
2. Hubungan manajemen
kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kompetensi guru di SDN
Plintahan I kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan ?
3. Hubungan supervisi dan
manajemen kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kompetensi guru
di SDN Plintahan I kecamatan
Pandaan Kabupaten Pasuruan ?
c. Manfaat penelitian
1. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat dan memberi
masukan pada sekolah terutama
kepala sekolah dan guru untuk
meningkatkan intensitas supervisi
2. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai wacana bagi
guru untuk lebih meningkatkan
kinerjanya
2. Bagi pengembangan ilmu
pengetahuan
Temuan hasil penelitian ini untuk
memberi data empirik yang akurat
tentang supervisi, manajemen
kepemimpinan kepala sekolah
dan kompetensi guru
B. KAJIAN PUSTAKA
A. Supervisi
1. Pengertian supervisi
Supervisi merupakan pengawasan
terhadap pelaksanaan kegiatan teknis
edukatif di sekolah, bukan sekedar
pengawasan terhadap fisik material.
Supervisi merupakan pengawasan
terhadap kegiatan akademik yang
berupa proses belajar mengaiar,
pengawasan terhadap guru dalam
rnengajar, pengawasan terhadap murid
yang belajar dan pengawasan terhadap
situasi yang menyebabkannya.
Aktivitasnya dilakukan dengan
mengidentifikasi kelemahan-
kelemahan pembelajaran untuk
diperbaiki, apa yang menjadi
penyebabnya dan mengapa guru tidak
berhasil melaksanakan tugasnya
dengan baik.
2. Supervisi administratif
Supervisi administratif adalah
supervisi yang ditujukan kepada
pembinaan dalam memanfaatkan setiap
sarana bagi keperluan pembelajaran.
Fasilitas berajar, media belajar, buku
tekss, perpustakaan, mebeler, semua itu
merupakan sarana belajar yang perlu
dikaitkan kepada peristiwa belajar
supaya rnempertinggi kualitas proses
belajar.
3. Pengawasan dalam
pendidikan
Pengawasan dalam lingkungan
birokrasi merupakan bagian dari sistem
manajemen yang ditujukan untuk
menjawab berbagai pertanyaan tentang
pelaksanaan pekerjaan yaitu
memeriksa dan memastikan apakah
rencana dijaiankan sebagaimana
mestinya ataukah tidak.
4. Supervisi sebagai pengawasan
profesional dalam bidang
akademik
Pengawasan, profesional dalam
kajian ini disebut supervisi, merupakan
kajian yang terfokus pada usaha
memperbaiki kinerja guru dalam
menjalaukan tugas mengajar agar
terjadi kualitas belajar yang dapat
memberi kepuasan, baik kepada guru
sendiri maupun peserta didiknya.
Realisasi pengawasan profesional
oleh kepala sekolah sebagai kegiatan
supervisi terhadap guru dalam usaha
rnernperbaiki dan meningkatkan mutu
mengajar, seyogyanya langsung terarah
pada perbaikan perilaku kinerja
profesional guru dalam melayani
peserta didiknya, bila tidak, perilaku
pengawasannya sudah pasti bisa
kepada tindakan lain seperti misalnya
menjalankan pengawasan administratif,
atau menginspeksi pelaksanaan
mengajar guru di kelas.
5. Manajemen Kepemimpinan
Kepala Sekolah
1. Pengertian Kepemimpinan
Kata "kepemimpinan"
terjemahan dari bahasa Inggris
“leadership" banyak sekali kita
ketemukan dalam kehidupan kita
sehari-hari. Kata itu kita dengar
dalam percakapan orang, dalam
pertemuan-pertemuan, dari radio
dan televisi, kita dapat membaca
dalam surat-surat kabar, majalah-
majalah buku-buku dan lain-
lainnya.
2. Cara Melakukan
Kepemimpinan
a) Secara Otokratis
Kepemimpinan secara
otokratis artinya pemimpin
menganggap organisasi sebagai
milik sendiri. Ia bertindak
sebagai diktator terhadap para
anggota organisasinya dan
menganggap mereka itu sebagai
bawahan dan merupakan
sebagai alat, bukan manusia,
Cara menggerakkan para
anggota organisasi dengan
unsur-unsur paksaan dan
ancaman-ancaman pidana.
b) Secara Militeristis.
Cara yang dimaksud di
sini bukanlah cara yang
memang lazim dan harus
dilaksanakan oleh pemimpin
militer dalam ketentaraan yang
sudah sewajarnya, akan tetapi
melaksanakan kepemimpinan
biasa memakai cara yang lazim
digunakan dalam kemiliteran.
c) Secara Paternalistis.
Cara ini boleh dikatakan
untuk seorang pemimpin yang
bersifat "kebapakan", ia
menganggap anak buahnya
sebagai "anak" atau manusia
yang belurn dewasa yang dalam
segala hal masih membutuhkan
bantuan dan perlindungan, yang
kadang-kadang perlindungan
yang berlebih-lebihan.
d) Secara Kharismatis
Sebenarnya kurang tepat
kalau dikatakan "menjalankan
kepemirnpinan secara
kharismatis", lebih tepat kalau
dikatakan "pemirnpin yang
mempunyai kharisma" atau
"pemirnpin yang kharismatis"
e) Secara "laisses faire" atau
secara bebas.
Sebenarnya dalam hal ini
pemimpin tidak memberikan
pimpinan. Melaksanakan
pimpinan secara ini dapat
diartikan: “membiarkan anak
buahnya untuk berbuat
sekehendak sendiri-sendiri".
f) Secara Demokratis.
Cara ini lazimnya
dipandang sebagai kebalikan
daripada cara kepemimpinan
yang otokratis. Kalau iara
otokratis perlakuannya bersifat
diktatoris, memerintah anak-
buah dengan keras dan
menganggap mereka sebagai
alat belaka.
2. Kunci kesuksesan
Kepemimpinan Kepalan Sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah
berkaitan dengan berbagai tugas
dan fungsi yang harus diembannya
dalam mewujudkan sekolah efektif,
produktif, mandiri, dan akuntabel.
Dari berbagai tugas dan fungsi
kepala sekolah yang harus
diembannya dalam
mengembangkan sekolah. Secara
efektif, efisien, produktif dan
akuntabel tersebut; sedikitnya
terdapat sepuluh kunci
kepemimpinanny
C. Kompetensi Guru
1. Pengertian Kinerja Guru
Istilah kinerja guru berasal
dari kata job performance/actual
permance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh
seseorang). Jadi menurut bahasa kinera
bisa diartikan sebagai prestasi yang
nampak sebagai bentuk keberhasilan
kerja pada diri seseorang. Keberhasilan
kinerja juga ditentukan dengan
pekerjaan serta kemampuan seseorang
pada bidang tersebut. Keberhasilan
kerja juga berkaitan dengan kepuasan
kerja seseorang.
Prestasi bukan berarti
banyaknya kejuaraan yang diperoleh
guru tetapi suatu keberhasilan yang
salah satunya nampak dari suatu proses
belajar mengajar. Untuk mencapai
kinerja maksimal, guru harus berusaha
mengembangkan seluruh kompetensi
yang dimilikinya dan juga manfaatkan
serta ciptakan situasi yang ada
dilingkungan sekolah sesuai dengan
aturan yang berlaku.
2. Tugas Pokok Dalam
Pembelajaran
Guru berhadapan dengan
siswa adalah pada saat proses belajar
mengajar berlangsung. Seorang guru
harus memiliki kinerja yang baik
terutama pada saat proses belajar
berlangsung. Guru diharapkan
memiliki ilmu yang cukup sesuai
bidangnya, pandai berkomulikasi
mengasuh dan menjadi belajar yang
baik bagi siswanya untuk tubuh dan
berkembang menjadi dewasa.
3. Kriteria Kinerja Guru
Kemampuan yang harus
dimiliki guru telah disebutkan dalam
peraturan pemerintah RI No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan pasal 28 ayat 3 yang
berbunyi : Kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah serta pendidikan
anak usia dini meliputi:
a. kompetensi paedagogik
b. kompetensi kepribadian
c. kompetensi profesional
d. kompetensi sosial
4. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kinerja
Menurut Anwar Prabu
Mangkunegara .faktor yang
mempengaruhi kinerja guru adalah
faktor kemampuan (ability) dan faktor
motivasi (motivision)
5. Indikator Kinerja guru
a. Kemampuan merencanakan
belajar mengajar.
b. Kemampuan melaksanakan
kegiatan belajar mengajar.
c. Kemampuan mengevaluasi.
Hipotesis
Dalam penelitian ini, maka hipotesis
yang diajukan adalah
G. Ada hubungan supervisi terhadap
kompetensi guru di SDN
Plintahan I Kecamatan
Pandaan Kabupaten Pasuruan.
H. Ada hubungan manajemen
kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kompetensi guru di SDN
Plintahan I Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan.
I. Ada hubungan supervisi dan
manajemen kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kompetensi guru
di SDN Plintahan I Kecamatan
Pandaan Kabupaten Pasuruan.
D. METODE PENELITIAN
a. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan
deskriptif atau penelitian yang dilakukan
berdasarkan tingkat eksplanasi atau
penjelasan.
b. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh obyek
yang akan diteliti dalam sebuah
penelitian, sedangkan sampel adalah
sebagian anggota populasi yang
diambil untuk dikaji atau diteliti.
Populasi dalam peneritian ini adalah
guru di SDN Plintahan I kecamatan
Pandaan Kabupaten Pasuruan pada
tahun pelajaran 2014/2015 sejumlah 20
orang yang seluruhnya dijadikan obyek
dalam penelitian ini.
c. Variabel Penelitian
Berikut ini akan dijelaskan
mengenai variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini beserta
definisi. antara lain sebagai berikut:
1. Variabel Supervisi (X1)
Variabel ini didefinisikan sebagai
kegiatan pengawasan dari atasan
( pengawas atau kepala sekolah)
kepada bawahannya ( guru ) dimana
kegiatan ini bertujuan untuk
membantu guru dalam menjalankan
profesinya sebagai pendidik.
2. Variabel Manajemen Kepemimpinan
Kepala Sekolah (X2)
Variabel ini didefinisikan sebagai
suatu proses kegiatan yang dilakukan
oleh seorang pemimpin dalam
memimpin anak buahnya agar
tercapai tujuan yang diharapkan.
3. Variabel Kompetensi Guru (Y)
Variabel ini didefinisikan sebagai
seseorang yang memiliki kapabilitas
pemahaman baik dalam ruang lingkup
konsep atau metode dan juga
pemahaman yang bersifat universal
terhadap tugas pokok keguruan itu
sendiri.
d. Instrument Penelitian
Indikator untuk instrument variabel
supervisi terdiri dari empat sistem yaitu:
a) Pihak yang mensupervisi dan yang
disupervisi
b) Maksud tujuan dari supervisi
c) Proses supervise berlangsung
d) Tindak lanjut dari kegiatan
supervise tersebut
Indikator untuk instrument variabel
manajemen kepemimpinan kepala sekolah
yaitu:
a) Gaya kepemimpinan yang dianut
b) Prosedur pengambilan keputusan
c) Cara menyelesaikan masalah
d) Pelaksanaan kebijakan, pemberian
hadiah dan pemberian sanksi
Variabel profesionalisme guru
merupakan variabel yang mengukur kualitas
dari kompetensi kerja guru yang ada di
SDN Plintahan I Kecamatan Pandaan
kabupaten Pasuruan. Indikator variabel ini
terdiri dari empat atribut yaitu:
a) Proses perencanaan, pelaksanan dan
evaluasi kegiatan pembelajaran
b) Kompetensi yang dimiliki guru
c) Evaluasi kinerja
d) Factor kemampuan yang
dimiliki guru
E. TEKNIK ANALISIS DATA
Setelah data terkumpul semuanya maka
langkah selanjutnya adalah menganalisis
data tersebut. Data yang telah dikumpulkan
diolah baik secara manual maupun dengan
menggunakan bantuan komputer. Program
yang digunakan untuk membantu
pengelolaan data ini adalah program IBM
SPSS version 19.0 for windows.
F. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN A. Pengaruh supervisi pengawas
sekolah terhadap peningkatan
kinerja guru di SDN Plintahan I
kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan.
Supervisi merupakan pengawasan
terhadap pelaksanaan kegiatan teknis
edukatif di sekolah, bukan sekedar
pengawasan terhadap fisik material. si
merupakan pengawasan terhadap
kegiatan akademik yang berupa proses
belajar mengaiar, pengawasan terhadap
guru dalam rnengajar, pengawasan
terhadap murid yang belajar dan
pengawasan terhadap situasi yang
menyebabkannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat
dijelaskan bahwa supervisi kepala
sekolah dapat mempengaruhi kinerja
guru. Hasil penelitian ini mendukung
teori di atas bahwa secara parsial,
supervisi kepala sekolah berdampak
nyata terhadap peningkatan kinerja
guru dan besarnya pengaruh supervisi
pengawas sekolah terhadap kinerja
guru adalah sebesar 17,8%.
B. Pengaruh keefektifan
kepemimpinan kepala sekolah
terhadap peningkatan kinerja guru
di SDN Plintahan I kecamatan
Pandaan Kabupaten Pasuruan.
Pemimpin kharismatis mampu
menguasai pengikutnya karena mereka
ini diliputi oleh kepercayaan yang luar
biasa besar terhadapnya. Pemimpin ini
rupanya mempunyai semacam kesaktian,
mempunyai kemampuan yang luar biasa
di luar kemampuan orang-orang biasa.
Ada pula yang mengatakan ia menguasai
pengikutnya dengan daya hipnotis,
sehingga mereka ini ikut dengan
membabi buta. Untuk mudahnya
dikatakan, bahwa pemimpin yang
demikian itu diberkahi dengan kekuatan
gaib. Jenderal Soedirrnan adalah
pemimpin yang kharismatis- Tarnpang
jenderal tidak dimiliki, apalagi kekuatan
jasmaniah, waktu berjuang kesehatannya
buruk.
Berdasarkan uraian di atas dapat
dijelaskan bahwa keefektifan
kepemimpinan kepala sekolah dapat
mempengaruhi kinerja guru. Hasil
penelitian ini mendukung teori di atas
bahwa secara parsial, keefektifan
kepemimpinan kepala sekolah
berdampak nyata terhadap peningkatan
kinerja guru dan besarnya kontribusi
keefektifan kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kinerja guru adalah
sebesar 14,6%.
C. Tingkat pengaruh supervisi pengawas
sekolah dan keefektifan kepemimpinan
kepala sekolah terhadap peningkatan
kinerja guru di di SDN Plintahan I
kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan.
Tidak hanya berperan secara
parsial, supervisi pengawas sekolah dan
keefektifan kepemimpinan kepala
sekolah secara simultan mempengaruhi
peningkatan kinerja guru. Supervisi
pengawas sekolah yang baik dan
diimbangi kepemimpinan kepala sekolah
yang efektif dapat meningkatkan kinerja
guru. Hal ini dilihat dari hasil uji F yaitu
nilai Fhitung sebesar 10,177 dengan tingkat
signifikan kurang dari 5% yaitu 0,000
dan besarnya pengaruh supervisi
pengawas sekolah dan keefektifan
kepemimpinan kepala sekolah secara
simultan terhadap kinerja guru adalah
sebesar 42,1% sedangkan sisanya 57,9%
dipengaruhi oleh variabel lainnya.
B. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Ketiga tujuan penelitian ini sudah
tercapai. Secara detail dapat dilihat dari
bab sebelumnya dan kesimpulan nya
adalah sebagai berikut :
1. Secara parsial, supervisi kepala
sekolah berdampak nyata terhadap
peningkatan kinerja guru dan
besarnya kontribusi supervisi
pengawas sekolah terhadap kinerja
guru adalah sebesar 17,8%.
2. Secara parsial, keefektifan
kepemimpinan kepala sekolah
berdampak nyata terhadap
peningkatan kinerja guru dan
besarnya kontribusi keefektifan
kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kinerja guru adalah sebesar
14,6%.
3. Tidak hanya berperan secara parsial,
supervisi pengawas sekolah dan
keefektifan kepemimpinan kepala
sekolah secara simultan
mempengaruhi peningkatan kinerja
guru. Besarnya kontribusi pengaruh
supervisi pengawas sekolah dan
keefektifan kepemimpinan kepala
sekolah secara simultan terhadap
kinerja guru adalah sebesar 42,1%
sedangkan sisanya 57,9%
dipengaruhi oleh variabel lainnya.
b. Saran
1. Supervisi yang dilakukan oleh
pengawas sekolah sangat diperlukan.
Kegiatan supervisi jangan dianggap
menakutkan melainkan hakekat dari
kegiatan supervisi merupakan cermin
bagi guru kearah perbaikan dari
segalah sesuatu yang kurang
sempurna.
2. Kepala Sekolah sebagai seorang
pemimpin hendaknya memiliki
karismatik dan kewibawaan sehingga
ia benar-benar memberi suri tauladan
bagi anaknya buahnya dan
kepemimpinannya menjadi efektif.
3. Supervisi pengawas sekolah yang
dilakukan secara efektif, efisien dan
berkesinambungan dan didukung
kepemimpinan Kepala Sekolah yang
efektif maka akan menghasilkan
kinerja guru yang optimal dengan
demikian tujuan pendidikan akan
tercapai
DAFTAR PUSTAKA
Ardana dkk., 2008, Perilaku Keorganisasian, Yogyakarta, Graha Ilmu.
Ardana Komang, 2008, Perilaku Keorganisasian, Yogyakarta, Graha Ilmu.
Asmani Jamal Ma’mur, 2011, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, Yogyakarta, DIVA Press.
Berlyn (1960) dalam Koeswara E., 1995, Motivasi Teori dan Penelitianya, Bandung, Angkasa.
Kartono Kartini, 2010, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal itu ?, Jakarta, Rajawali Pers.
Mardiyatmo Ismet Untung.,2005, Kiat-kiat Meningkatkan Motivasi dan Profesionalisme Kerja, Jakarta, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.
Muhaimin, dkk., 2010, Manajemen Pendidikan Aplikasinya Dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta, Kencana Prenada Madia Group.
Rohiat, 2010, Manajemen Sekolah, Bandung, Refika Aditama.
Suhardan Dadang, 2010, Supervisi Profesional Layanan Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah, Bandung, Alfabeta.
Suhendra K., 2008, Manajemen dan Organisasi Dalam Realita Kehidupan, Bandung, CV. Mandar Maju.
PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU DI
GUSLAH VI KECAMATAN PANDAAN KABUPATEN PASURUAN
M. Zaini
Program Studi Manajemen Pendidikan, PPS (S2), Universitas Gresik
ABSTRAK
Dalam pelaksanaanya untuk menerapkan kepemimpinan (leadership) yang berkualitas dalam mengelola sekolah seringkali tidak terwujud. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kompetensi kepemimpinan (leadership) kepala sekolah. Penelitian ini untuk mengetahui: (1) Pengaruh secara parsial kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja guru di guslah VI kecamatan Pandaan kabupaten Pasuruan (2) Pengaruh secara parsial penerapan manajemen berbasis sekolah terhadap kinerja guru di guslah VI kecamatan Pandaan kabupaten Pasuruan. (3) Pengaruh secara simultan kepemimpinan Kepala Sekolah dan penerapan manajemen berbasis sekolah terhadap kinerja guru di guslah VI kecamatan Pandaan kabupaten Pasuruan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan deskriptif atau penelitian yang dilakukan berdasarkan tingkat eksplanasi atau penjelasan. Hasil penelitian Menunjukkan semakin bagus kepemimpinan kepala sekolah maka kinerja guru akan semakin baik, dilihat dari hasil uji t yaitu nilai t-hitung yang dihasilkan sebesar 2,799 dengan tingkat signifikan kurang dari 5% yaitu 0,023. hasil penelitian ini yaitu penerapan manajemen sekolah yang semakin baik maka kinerja guru akan semakin baik, dilihat dari hasil uji t yaitu nilai t-hitung yang dihasilkan sebesar 2,663 dengan tingkat signifikan kurang dari 5% yaitu 0,029. dilihat dari hasil uji F yaitu nilai Fhitung yang dihasilkan sebesar 28,009 dengan nilai signifikansi 0,000 dibawah 5%.
Kata kunci: Kepemimpinan, Kepala Sekolah, Manajemen Berbasis Sekolah,Kinerja
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Peningkatan mutu pendidikan harus
dilaksanakan dengan memberdayakan
dan melibatkan semua unsur yang ada
di lembaga pendidikan. Adanya
penerapan sistem otonomi dalam
pemerintahan, dalam UU No 2/1999
disebutkan adanya pelimpahan
wewenang oleh pernerintah pusat
kepada pemerintah daerah dalam
kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. Pelimpahan wewenang dari
pusat ke daerah, termasuk didalamnya
pendidikan. Kepala sekolah merupakan
faktor penggerak penentu arah
kebijakan sekolah yang akan
menentukan bagaimana tujuan sekolah
dan pendidikan pada umumnya yang
direalisasikan dengan MBS. Kepala
sekolah dituntut senantiasa
meningkatkan efektifitas kinerja.
Dengan begitu MBS sebagai paradigma
baru pendidikan yang dapat
memberikan hasil yang memuaskan.
Kinerja kepala sekolah dalam kaitannya
dengan MBS adalah segala upaya 'ang
dilakukan dan hasil yang dapat dicapai
oleh kepala sekolah dalam
mengimplementasikan MBS
disekolahnya untuk mewujudkan tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien.
Melihat penting dan strategisnya
posisi kepala sekolah dalam
mewujudkan tujuan sekolah maka
seharusnya kepala sekolah harus
mempunyai nilai kemampuan relation
yang baik dengan segenap warga di
sekolah, sehingga tujuan sekolah dan
tujuan pendidikan berhasil dengan
optimal. Ibarat nahkoda yang
menjalankan sebuah kapal mengarungi
samudra.
2. Rumusan masalah
1. Apakah pengaruh secara parsial
kepemimpinan Kepala Sekolah
terhadap kinerja guru di guslah VI
kecamatan Pandaan kabupaten
Pasuruan ?
2. Apakah pengaruh parsial
penerapan manajemen berbasis
sekolah terhadap kinerja guru di
guslah VI kecamatan Pandaan
kabupaten Pasuruan ?
3. Apakah pengaruh secara simultan
kepemimpinan Kepala Sekolah
dan penerapan manajemen
berbasis sekolah terhadap kinerja
guru di guslah VI kecamatan
Pandaan kabupaten Pasuruan ?
3. Tujuan penelitian
Dalam penelitian ini untuk
mengetahui:
1. Pengaruh secara parsial
kepemimpinan Kepala Sekolah
terhadap kinerja guru di guslah VI
kecamatan Pandaan kabupaten
Pasuruan
2. Pengaruh secara parsial
penerapan manajemen berbasis
sekolah terhadap kinerja guru di
guslah VI kecamatan Pandaan
kabupaten Pasuruan
3. Pengaruh secara simultan
kepemimpinan Kepala Sekolah
dan penerapan manajemen
berbasis sekolah terhadap kinerja
guru di guslah VI kecamatan
Pandaan kabupaten Pasuruan
4. Manfaat penelitian
a. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat dan memberi
masukan pada sekolah terutama
untuk lebih meningkatkan
keefektifan kepemimpinan kepala
sekolah dalam rangka
pelaksanaan menajemen berbasis
sekolah.
b. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai wacana bagi
guru untuk lebih meningkatkan
kinerjanya.
c. Bagi pengembangan ilmu
pengetahuan
Temuan hasil penelitian ini untuk
memberi data empirik yang akurat
tentang kepemimpinan kepala
sekolah dan penerapan
manajemen berbasis sekolah
terhadap kinerja guru.
B. KAJIAN PUSTAKA
a. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Pemimpin dan kepemimpinan
adalah ibarat sekeping mata uang logam
yang tidak bisa dipisahkan, dalam artian
bisa dikaji secara terpisah namun harus
dilihat sebagai satu kesatuan, Seorang
pemimpin harus memiliki jiwa
kepemimpinan, dan jiwa kepemimpinan
yang dimiliki seorang pemimpin tidak
bisa diperoleh dengan cepat dan segera
namun sebuah proses yang terbentuk
dari waktu ke waktu hingga akhirnya
mengkristal dalam sebuah karakteristik.
Dalam artian ada sebagian orang yang
memiliki sifat kepemimpinan namun
dengan usahanya yang gigih mampu
membantu lahirnya penegasan sikap
kepemimpinan pada dirinya tersebut.
Para ahli dengan berbagai latar belakang
keilmuan (science) dan pengalaman
(experience) yang dimiliki berusaha
untuk memberikan penafsiran
perbedaan antara pemimpin dan
kepemimpinan.
Untuk mewujudkan seseorang
menjadi pemimpin yang ideal
dibutuhkan syarat-syarat yang
tergambarkan dalam bentuk ciri-ciri
yang dimiliki. Adapun ciri-ciri
untuk menjadi seorang pemimpin
adalah:
1. Memiliki kompetensi yang
sesuai dengan zamannya.
2. Mampu menerapkan konsep
"The right man and the right
place" secara tepat dan baik.
Seorang pimpinan dalam
mengarahkan para karyawan dalam
melaksanakan pekerjaan tidak hanya
harus dilakukan atas dasar perintah dan
sanksi yang akan diterima, namun
seorang pimpinan juga harus
mengedepankan sikap kewibawaan
yang teraplikasi dalam bentuk personal
power yang dimilikinya. personal pawer
atau kekuatan pribadi itu tidak lahir
begitu saja, namun melalui berbagai
proses yang panjang. Dalam artian tidak
mungkin seorang pemimpin bisa
bijaksana jika ia tidak merasakan apa
yang sesungguhnya dialami oleh
bawahannya tersebut. Karena itu ada
banyak pendapat yang berkomentar
bahwa sebaiknya seorang pemimpin
adalah yang berasal dari bawah di
perusahaan tersebut atau mereka yang
memulai pekerjaan dari posisi bawah
dan daiam proses yang panjang ia
menjalani dengan penuh kesabaran serta
keyakinan hingga akhirnya sukses
mendapatkan posisi yang
diinginkannya.
b. Manajemen Berbasis Sekolah
1. Konsep Pekerjaan Pendidikan
Bebasis Sekolah
Pendidikan adalah suatu proses
sosialisasi bagi seseorang untuk
memperoleh kemampuan fisik moral
dan sosial yang dituntut dari padanya
oleh kelompok tempat ia dilahirkan
dan harus berfungsi jika ingin merubah
kualitas kehidupan suatu bangsa maka
pendidikan adalah kunci dasar dari
segalanya. Tidak ada yang dapat
berubah,jika menginginkan perubahan
ke arah perbaikan mulailah dari
pendidikan karena pendidikan adalah
tangga untuk dapat melakukan
mobilitas sosial. Artinya, melalui
pendidikan seseorang dapat
memperbaiki kualitas kehidupannya.
Agar perencanaan sekolah dapat
dilakukan dengan baik, ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi.
Perencanaan sekolah tersebut harus:
a) Terarah pada pencapian tujuan
sekolah.
b) Berdasarkan dari data yang
obyektif tentang kondisi sekolah.
c) Dilakukan oleh orang yang mampu
membuat rencana
d) Melibatkan seluruh komponen
sekolah.
e) Jelas atau operasional, sehingga
benar-benar dapat dilaksanakan.
f) Akomodatif terhadap
perkembangan dan permasalahan
mendesak
g) Berorientasi kepada masalah yang
seobyektif mungkin
2. Pengertian Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah
Terminologi MBS atau
pendidikan berbasis rnasyarakat (PBM)
di mnd dalam Undang-Undang No 25
Tahun 2000 tentang Propenas.
Menurut undang-uadang ini MBS
dimaksudkan sebagai upaya untuk
meningkatkan kemandirian sekolah
dalam penyelenggaraan pendidikan.
Perwujudan shoool/community-based
education ini ditandai dengan
pembentukan komite sckolah dan
dewan pendidikan Kabupaten/kota.
Di lingkungan Depdiknas dan
Dinas Diknas terminologi yang popular
adalah MPMBS. MPMBS pada intinya
adalah otonomi. akuntabilitas, dan
partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan. Titik
tekan MPMBS adalah perbaikan mutu
masukan, proses, keluaran pendidikan,
serta sepanjang memungkinkan juga
menggamit layanan purnalulus.
Dengan demikian, meski MBS dan
MPMBS memiliki kaitan yang sangat
erat narnun MBS memiliki cakupan
yang lebih luas. Jika MBS benar-benar
diterapkan kepala sekolah, sistem
pembayaran tenaga guru, penetapan
kalender sekolah, penetapan biaya
pendidikan sekolah bahkan juga
kurikulum, semuanya menjadi
kewenangan sekolah (Sudarwan
Danim, 2006:28).
3. Tujuan Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Pada dasarnya MPMBS bertujuan
untuk memandirikan atau
memberdayakan sekolah melalui
pernberian kewenangan (otonomi)
kepada sekolah dan mendorong
sekorah untuk melakukan
pengambilan keputusan secara
partisipatif.
Berbicara karakteristik MPMBS
tidak dapat dipisahkan dari
karakteristik sekolah efektif. Jika
MPMBS merupakan
wadah/kerangkanya maka sekolah
efektif merupakan isinya. Oleh
karena itu, karakteristik MPMBS
berikut memuat secara insklusif
elemen-elemen sekolah yang
efektif, yang dikategorikan menjadi
input, proses dan output
4. Langkah-Langkah Perumusan
Operasional Rencana Sekolah
Untuk mengoperasionalkan
langkah-langkah perumusan rencana
sekolah, kita dapat menggunakan
pendekatan pemecahan masalah
(problem solving). Perencanaan
sekolah sekaligus juga akan
merencankan masalah-masalah yang
mungkin akan dihadapi oleh sekolah.
c. Kinerja Guru
1. Pengertian Kinerja Guru
Kinerja adalah penampilan
hasil karya SDM dalam suatu
organisasi, didalarn hal ini hasil
karya guru di sekorah. Kinerja
dapat merupakan penampilan
individu maupun kelompok kerja
SDM. Penilaian kinerja adalah
proses menilai hasil karya guru
dalam sekolah melalui instrumen
penilaian kinerja. Pada hakekatnya
penilaian kinerja rnerupakan suatu
evaluasi terhadap penampilan kerja.
Bila pelaksanaan pekerjaan sesuai
dengan atau melebihi uraian
pekerjaan, hal ini berarti pekerjaan
itu berhasil dikerjakan dengan baik.
Bila peniaian kinerja menunjukkan
hasil di bawah uraian pekerjaan hal
ini berarti pelaksanaan pekerjaan
tersebut kurang baik.
Kinerja atau prestasi kerja
berasal dari pengerrian
performance. Kinerja seorang
karyawan merupakan hal yang
bersifat individual, karena setiap
karyawan mempunyai tingkat
kemampuan yang berbeda- beda
dalam mengerjakan tugasnya. Pihak
manajemen dapat mengukur
karyawan atas unjuk kerjanya
berdasarkan kinerja dari masing -
masing karyawan. Kinerja adalah
sebuah aksi, bukan kejadian. Aksi
kinerja itu sendiri terdiri dari
banyak komponen dan bukan
merupakan hasil yang dapat dilihat
pada saat itu juga.
Hipotesis
Dalam penelitian ini, maka hipotesis
yang diajukan adalah
1. Pengaruh parsial kepemimpinan
Kepala Sekolah terhadap kinerja
guru di guslah VI kecamatan
Pandaan kabupaten Pasuruan
2. Pengaruh parsial penerapan
manajemen berbasis sekolah
terhadap kinerja guru di guslah VI
kecamatan Pandaan kabupaten
Pasuruan
3. Pengaruh secara simultan
kepemimpinan Kepala Sekolah dan
penerapan manajemen berbasis
sekolah terhadap kinerja guru di
guslah VI kecamatan Pandaan
kabupaten Pasuruan
C. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan
deskriptif atau penelitian yang dilakukan
berdasarkan tingkat eksplanasi atau
penjelasan.
2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh obyek yang
akan diteliti dalam sebuah penelitian,
sedangkan sampel adalah sebagian
anggota populasi yang diambil untuk
dikaji atau diteliti. Populasi dalam
peneritian ini adalah guru di guslah VI
kecamatan Pandaan kabupaten Pasuruan
pada tahun pelajaran 2014/2015
sejumlah 40 orang yang seluruhnya
dijadikan obyek dalam penelitian ini.
3. Variabel Penelitian
Berikut ini akan dijelaskan
mengenai variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini beserta
definisi, antara lain sebagai berikut:
1. Variabel kepemimpian kepala
sekolah (X1)
Individu yang mampu
mempengaruhi perilaku orang
lain tanpa harus mengandalkan
kekerasan.
2. Variabel penerapan manajemen
berbasis sekolah (X2)
Variabel ini didefinisikan sebagai
pemberdayaan kepada sekolah
sebagai pelaksanaan pendidikan
untuk mengambil prakarsa dan
inisiatif agar mengambil langkah
dinamis yang progresif untuk
menggerakkan semua aspek
organisasi
3. Kinerja guru (Y)
Variabel ini didefinisikan sebagai
pada proses pendidikan dan hasil
pendidikan. Dalam "proses
pendidikan" yang bermutu terlibat
berbagai input, seperti; bahan ajar
(kognitif, afektif atau
psikomotorik), metodologi
(bervariasi sesuai kemampuan
guru), sarana sekolah, dukungan
administrasi dan sarana prasarana
dan sumber daya lainnya serta
penciptaan suasana yang
kondusif.
4. Instrument Penelitian
Indikator untuk instrument variabel
kepemimpinan kepala sekolah terdiri dari
empat sistem yaitu:
a) kepribadian kepada sekolah.
b) budaya organisasi sekolah.
c) kebijakan organisasi
d) harapan akhir dari kepala sekolah dan
guru
Variabel penerapan manajemen
berbasis sekolah merupakan variabel
yang mengukur kualitas dari
profesionalisme kerja guru. Indikator
variabel ini terdiri dari empat atribut
yaitu:
- Transparansi sekolah,
- Efektifitas kepemimpinan kepala
sekolah,
- Kemauan sekolah untuk berubah
secara psikis dan fisik,
- Sekolah memiliki kemandirian
dan team work yang kompak
cerdas dan dinamis
Variabel ini diukur oleh guru
sendiri dengan melakukan proses
intropeksi diri melalui kuesioner yang
diberikan oleh peneliti mengenai kinerja
guru saat ini. Indikator variabel ini
adalah pencapaian mutu sekolah, prestasi
kerja hubungan dengan stakeholder,
ketaatan terhadap peraturan, transparan
dan kerja sama dengan rekan sejawat..
2. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul semuanya
maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis data tersebut. Data yang
telah dikumpulkan diolah baik secara
manual maupun dengan menggunakan
bantuan komputer. Program yang
digunakan untuk membantu pengelolaan
data ini adalah program IBM SPSS
version 19.0 for windows.D. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
a. Pengaruh Kepemimpinan Kepala
Sekolah Terhadap Kinerja Guru
Berdasarkan jawaban responden
secara keseluruhan yaitu nilai rata-
ratanya sebesar 3,18 dan masuk dalam
kategori setuju, hal ini berarti rata-rata
responden dalam hal ini adalah guru
menyetujui bahwa kepala sekolah
memiliki sikap kepemimpinan yang baik
dan diterima oleh semua orang yaitu
guru, karyawan, siswa, wali murid dan
lain sebagainya.
Kepemimpinan kepala sekolah
yang baik diharapkan dapat
meningkatkan kinerja guru, sesuai
dengan hasil penelitian ini yaitu semakin
bagus kepemimpinan kepala sekolah
maka kinerja guru akan semakin baik,
dilihat dari hasil uji t yaitu nilai t-hitung
yang dihasilkan sebesar 2,799 dengan
tingkat signifikan kurang dari 5% yaitu
0,023.
b. Pengaruh Penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah Terhadap Kinerja
Guru
Berdasarkan jawaban responden
secara keseluruhan yaitu nilai rata-
ratanya sebesar 3,20 dan masuk dalam
kategori setuju, hal ini berarti rata-rata
responden dalam hal ini adalah guru
menyetujui bahwa manajemen yang
diterapkan kepala sekolah adalah
manajemen yang berbasis sekolah.
Semakin baik manajemen yang
diterapkan kepala sekolah diharapkan
dapat meningkatkan kinerja guru, sesuai
dengan hasil penelitian ini yaitu
penerapan manajemen sekolah yang
semakin baik maka kinerja guru akan
semakin baik, dilihat dari hasil uji t yaitu
nilai t-hitung yang dihasilkan sebesar
2,663 dengan tingkat signifikan kurang
dari 5% yaitu 0,029.
C. Pengaruh Kepemimpinan Kepala
Sekolah dan Penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah Terhadap Kinerja
Guru
Kepemimpinan kepala sekolah
yang diterima oleh semua kalangan dan
diimbangi oleh manajemen yang
diterapkan sangat baik pula, maka
kinerja guru akan semakin meningkat,
sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu
tingginya kepemimpinan kepala sekolah
dan penerapan manajemen berbasis
sekolah berdampak nyata terhadap
peningkatkan kinerja guru, dilihat dari
hasil uji F yaitu nilai Fhitung yang
dihasilkan sebesar 28,009 dengan nilai
signifikansi 0,000 dibawah 5%.
Besarnya pengaruh variabel
kepemimpinan kepala sekolah dan
penerapan manajemen berbasis sekolah
secara simultan terhadap kinerja guru
sebesar 87,5% dan sisanya 12,5%
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain selain
variabel dalam penelitian ini, misalnya :
motivasi guru, disiplin dan lain
sebagainya.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda, maka kesimpulan dalam
penelitian ini adalah :
1. Semakin efektif kepemimpinan
kepala sekolah maka kinerja guru
akan semakin baik, dilihat dari hasil
uji t yaitu nilai t-hitung yang
dihasilkan sebesar 2,799 dengan
tingkat signifikan kurang dari 5%
yaitu 0,023.
2. Penerapan manajemen sekolah yang
semakin efektif maka kinerja guru
akan semakin meningkat, dilihat dari
hasil uji t yaitu nilai t-hitung yang
dihasilkan sebesar 2,663 dengan
tingkat signifikan kurang dari 5%
yaitu 0,029.
3. Tingginya kepemimpinan kepala
sekolah dan penerapan manajemen
berbasis sekolah berdampak nyata
terhadap peningkatkan kinerja guru,
dilihat dari hasil uji F yaitu nilai Fhitung
yang dihasilkan sebesar 28,009
dengan nilai signifikansi 0,000
dibawah 5%
B. Saran
1. Sebagai seorang pemimpin Kepala
Sekolah hendaknya bisa menjadi
suri teladan bagi anak buahnya
(Guru dan Karyawan di sekolah
tersebut) Kepala Sekolah
hendaknya bisa menjalankan
kepemimpinan secara efektif dan
gaya kepemimpinan yang tepat.
2. Hakekat dari Manajemen Berbasis
Sekolah adalah pemberdayaan
kepada Sekolah sebagai
pelaksanaan pendidikan untuk
mengambil prakarsa dan inisiatif
agar mengambil langkah dinamis
yang progresif untuk
menggerakkan semua aspek
organisasi dengan melibatkan
seluruh potensi yang ada.
3. Kepemimpinan Kepala Sekolah
yang efektif dengan didukung
keberhasilan Manajemen Berbasis
Sekolah akan menciptakan kinerja
guru yang baik dan profesional
sesuai yang diharapkan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad M. (2001). Psikologi Industri. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Edisi Ke-4. Yogyakarta : Liberty.
Bismoko, J. Standarisasi dan Sertifikasi Guru : Modern, Sektariatan, Politis, Kedaulatan Rakyat, Kolom OPINI. 3 Desember 2005.
Handoko, T Hani. (1985). Manajemen edisi pertama. Yogyakarta : BPFE.
. (1998). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia cetakan kedua belas edisi dua. Yogyakarta : BPFE.
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2000). Perilaku Konsumen edisi revisi. Bandung : PT. Revika Aditama.
Robbins, Stephen P. (2000). Perilaku Organisasi : Konsep, Kontoversi dan Aplikasi edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta : PT. Prehallindo.
Santoso, S dan Fandy Tjiptono. (2002). Riset Pemasaran edisi kedua. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
Singarimbun, M dan Efendi S. (1987). Metode Penelitian Suvai, Cet. Ke-8. Jakarta : LP3ES.
Sugiyono. (2005). Metode Riset Pemasaran, edisi revisi. Bandung : Alpabeta.
Suparno, Paul. (2004). Guru Demokratis di Era Reformasi. Jakarta : Grasindo.
Swasta, B. (1997). Manajemen Sumberdaya Manusia. Yogyakarta : BPFE.
Thoha. (1992). Kepemimpinan dalam Manajemen : Suatu Pendekatan Perilaku. Jakarta : CV. Rajawali Pers.
Tjiptono, F. (2002). Riset Pemasaran, edisi Kedua. Jakarta : Kelompok Gramedia.
PENGARUH MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA GURU (STUDI KASUS DI GUSLAH I
KECAMATAN PANDAAN KABUPATEN PASURUAN)
Pendi WigiantoProgram Studi Manajemen Pendidikan, PPS (S2), Universitas Gresik
ABSTRAK
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menciptakan SDM yang unggul. Dunia pendidikan yang utama adalah sekolah. Dengan lahirnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menimbulkan perubahan dalam organisasi pendidikan, yaitu sistem manajeman pendidikan menjadi desentralistik. Hal ini menuntut keahlian manajerial kepala sekolah sekaligus mengembangkan keahliannya dalam kepemimpinan. Kajian teoritis penelitian ini meliputi manajerial kepala sekolah, motivasi kerja, dan kinerja guru. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif atau penelitian yang dilakukan berdasarkan tingkat eksplanasi yaitu menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Hasil pengolahan data dengan metode regresi linier berganda sebagai berikut : 1). Hasil uji F menunjukkan bahwa F hitung sebesar 18,879 dengan nilai signifikasi p=0,000 lebih kecil dari 5% sedangkan F tabel sebesar 3,252 yang berarti Ho ditolak dan Hi diterima; 2). Hasil uji T terhadap variabel X1 menunjukkan bahwa T hitung sebesar 2,275 dengan nilai signifikasi p=0,029 lebih kecil dari 5% sedangkan T tabel
sebesar 2,026 yang berarti Ho ditolak dan Hi diterima; 3). Hasil uji T terhadap variabel X2 menunjukkan bahwa T hitung sebesar 3,620 dengan nilai signifikasi p=0,001 lebih kecil dari 5% sedangkan T tabel sebesar 2,026 yang berarti Ho ditolak dan Hi diterima.
Kata kunci :Manajerial Kepala Sekolah, Motivasi, Kinerja Guru.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Era desentralisasi adalah era
perubahan yang memberikan peluang
besar kepada para pemimpin untuk
mengembangkan nilai-nilai
kepemimpinan. Pada era ini berbagai
tantangan dan ancaman yang datang
silih berganti memerlukan keteguhan
sikap dan kecerdasan menangkap
peluang dan merancang mursa depan.
Untuk meningkatkan kualitas
dan efektivitas mengajir guru, banyak
factor yang mempengaruhinya,
diantaranya adalah kepemimpinan
kepala sekolah, karena kepala sekolah
merupakan orang yang berperan penting
dalam mengatur aktivitas proses belajar
mengajar dan kepala sekolah juga
bertanggung jawab langsung terhadap
404
pelaksanaan segala jenis dan bentuk
peraturan atat tata tertib yang harus
dilaksanakan baik oleh guru maupun
siswa.
Menurut Reddin (dalam
Matutina, dkk 1993) dalam
kepemimpinan memiliki 3 pola dasar
yaitu unsur tugas, unsur manusia dan
unsur hasil yang dicapai. Untuk dapat
memperlakukan ketiga unsur tersebut
secara seimbang, seorang pemimpin
harus memiliki pengetahuan atau
kecakapan dan keterampilan yang
diperlukan dalam melaksanakan
kepemimpinan.
Mempersoalkan kinerja guru,
tidak hanya dipengaruhi oleh kualifikasi
dan kompetensinya tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan.
Kepemimpin akan muncul jika ada
sekelompok orang bekerja yang
melakuhan akrivitas bersama untuk
mencapai suatu tujuan bersama. Profesi
merupakan suatu jabatan atau pekerjaan
yang menurut keahlian yang khas dari
para anggotanya. Keahlian yang khas
tersebut tersebut tentunya tidak dimiliki
oleh anggota profesi lain, sebab
keahlian dan ketrampilan yang dimiliki
oleh suatu profesi merupakan hasil
pendidikan dan pelatihan atau melalui
suatu proses profesionalisme dalam
suatu program pendidikan dan pelatihan
yang terencana. Begitu pula dengaa
profesi dalam dunia kependidikan
(Tilaar, 2000).
Guru sebagai profesi perlu
diiringi dengan pemberlakuan aturan
profesi keguruan sehingga akan ada
keseimbangan antara hak dan kewajiban
bagi seseorang yang berprofesi guru,
antan lain: Indonesia memerlukan guru
yang bukan hanya disebut guru,
melainkan guru yang profesional
terhadap profesinya sebagai guru.
Aturan profesi keguruan berasal dari
dua kata dasar profesi dan bidang
spesifik guru keguruan. Secara logik,
setiap usaha pengembangan profesi
(profesionalization) harus bertolak dari
konstruk profesi, untuk kemudian
bergerak ke arah substansi spesifik
bidangnya.
Diletakkan dalam konteks
pengembangan profesionalisme
keguruan, maka setiap pembahasan
konsturk profesi harus diikuti dengan
penemu keahlian muatan spesifik
bidang keguruan. Lebih khusus lagi,
penemu kenalan muatan didasarkan
pada khalayak sasaran profesi tersebut.
Profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi. Sebagai profesi, guru wajib
memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidilg sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Kualifikasi akademik yang
disyaratkan bagi guru adalah guru
mempunyai pendidikan sarjana atau
diploma empat. Kompetensi guru yang
dipersyaratkan adalah kompetensi
pedagogik kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi.
2. Rumusan masalah
1. Adakah pengaruh secara
parsial manajerial kepala
sekolah dengan kinerja guru di
Guslah I Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan?
2. Adakah pengaruh secara
parsial motivasi dengan kinerja
guru di Guslah I Kecamatan
Pandaan Kabupaten Pasuruan?
3. Adakah pengaruh secara
simultan manajerial kepala
sekolah dan motivasi dengan
kinerja guru di Guslah I
Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan?
3. Tujuan penelitian
Dalam penelitian ini untuk
mengetahui :
1. Pengaruh manajerial kepala
sekolah dengan kinerja guru di
Guslah I Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan
2. Pengaruh motivasi dengan
kinerja guru di Guslah I
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan
3. Pengaruh manajerial kepala
sekolah dan motivasi dengan
kinerja guru di Guslah I
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan
4. Manfaat penelitian
3. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat dan memberi masukan
pada kepala sekolah khususnya
dalam rangka meningkatkan
kinerja guru.
4. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai wacana bagi
guru untuk lebih meningkatkan
kinerjanya.
5. Bagi pengembangan ilmu
pengetahuan
Temuan hasil penelitian ini untuk
memberi data empirik yang akurat
tentang manajeial kepala sekolah
dan motivasi dengan kinerja guru
di Guslah I Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan.
B. KAJIAN PUSTAKA
A. Manajerial Kepala Sekolah
1. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu
ilmu yang mengkaji secara
komprehensif tentang bagaimana
mengarahkan, mempengaruhi, dan
mengawasi orang lain untuk
mengerjakan tugas sesuai dengan
perintah yang direncanakan. Ilmu
kepemimpinan telah semakin
berkembang seiring dengan dinamika
perkembangan hidup manusia. .
2. Ciri-ciri Pemimpin
Untuk mewujudkan seseorang
menjadi pemimpin yang ideal
dibutuhkan syarat-syarat yang
tergambarkan dalam bentuk ciri-ciri
yang dimiliki. Adapun ciri-ciri untuk
menjadi seorang pemimpin adalah:
3. Memiliki kompetensi yang sesuai
dengan zamannya. Memahami
setiap permasalahan secara lebih
dalam dibandingkan dengan
orang lain, serta mampu
memberikan keputusan terhadap
permasalahan tersebut.
4. Mampu menerapkan konsep "The
right man and the right place"
secara tepat dan baik. The right
man and the right place adalah
menempatkan orang sesuai
dengan tempatnya dan
kemampuan atau kompetensi
yang dimilikinya.
3. Kepemimpinan dan Perilaku
Dalam mengembangkan dan
memajukan suatu organisasi manajer
dengan pengaruh kepemimpinan yang
dimilikinya berkewajiban untuk
memahami perilaku setiap karyawan
yang berada di lingkungan kerjanya.
Karena itu dalam mewujudkan suatu
perilaku yang diinginkan oleh konsep
manajemen maka seorang manajer
mengharuskan untuk mempergunakan
kekuatannya.
B. Motivasi Kerja
Konsep motivasi berprestasi
dirumuskan pertama kali oleh Henry
Alexander Murray. Murray memakai
istilah kebutuhan berprestasi (need for
achievement) untuk motivasi berprestasi,
yang dideskripsikannya sebagai hasrat
atau tendensi untuk mengerjakan sesuatu
yang sulit dengan secepat dan
sebaikmungkin. (Purwanto,1993:20-21).
Menurut Murray (dalam Winkel
1984:29) achievement motivation
(motivasi berprestasi) adalah daya
penggerak untuk mencapai taraf prestasi
belajar yang setinggi mungkin demi
pengharapan kepada dirinya sendiri.
Mc. Clelland yang merupakan
pionir dalam studi motivasi berprestasi
dan mengembangkan metode
pengukurannya, memberi batasan
motivasi berprestasi sebagai usaha untuk
mencapai sukses dan bertujuan untuk
berhasil dalam kompetisi dengan suatu
ukuran keunggulan. Ukuran keunggulan
itu dapat berupa prestasinya sendiri
sebelumnya atau prestasi orang lain
(Haditono 1979 : 8).
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi merupakan
suatu proses psikologis yang
mempunyai arah dan tujuan untuk
sukses sebagai ukuran terbaik. Sebagai
proses psikologis, motivasi berprestasi
dipengaruhi oleh dua faktor (Martianah
1984 : 26).
a) Faktor Individu (intern)
Individu sebagai pribadi mencakup
sejumlah aspek yang saling berkaitan.
Motivasi berprestasi sebagai salah satu
aspek psikis.
b) Faktor Lingkungan (ekstern)
Menurut Mc. Clelland (1987 : 89-90;
128-133) beberapa faktor lingkungan
yang dapat membangkitkan motivasi
berprestasi adalah:
1) Adanya norma standar yang
harus dicapai
2) Ada situasi kompetisi
3) Jenis tugas dan situasi
menantang
2. Ciri-ciri Orang yang mempunyai
Motivasi Berprestasi Tinggi
Menurut Asnawi (2002:86)
manifestasi dari motivasi berprestasi ini
terlihat dalam perilaku seperti: 1)
mengambil tanggung jawab pribadi atas
perbuatan-perbuatannya, 2) mencari umpan
baik tentang perbuatannya, 3) memilih
resiko yang moderat atau sedang dalam
perbuatannya, dan 4) berusaha melakukan
sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
Sedangkan menurut Rohwer dalam
Syaodih (2003) mengemukakan dalam dua
jenis motivasi berprestasi yaitu a) Motivasi
berprestasi ekstrinsik dan b) Motivasi
berprestasi intrinsik. Motivasi instrinsik
berasal dari dalam diri sendiri yaitu
dorongan untuk bertindak efisien dan
kebutuhan untuk berprestasi secara baik.
Ciri-ciri seseorang yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi diungkapkan oleh Mc.
Clelland dikutip dalam Wahidin (2001)
adalah :
1) Mempunyai keinginan untuk
bersaing secara sehat dengan
dirinya sendiri maupun dengan
orang lain.
2) Mempunyai keinginan bekerja
dengan baik.
3) Berfikir realistis, tahu kemampuan
serta kelemahan dirinya.
4) Memiliki tanggung jawab pribadi
5) Mampu membuat terobosan dalam
berfikir
6) Berfikir strategis dalam jangka
panjang
7) Selalu memanfaatkan umpan balik
untuk perbaikan.
3. Fungsi Motivasi
Pembelajaran akan berhasil
manakala siswa memiliki motivasi dalam
belajar. Oleh sebab itu, menumbuhkan
motivasi belajar siswa merupakan salah satu
tugas dan tanggung jawab guru. Guru yang
baik dalam mengajar selamannya akan
berusaha mendorong siswa untuk
beraktivitas mencapai pembelajaran.
4. Motivasi dan Kebutuhan
Di muka telah dijelaskan bahwa
antara motivasi dan kebutuhan merupakan
dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Motivasi muncul karena kebutuhan. Oleh
karena itu, kebutuhan merupakan sumber
motivasi. Selanjutnya bagaimana kebutuhan
ini dapat mendorong aktivitas.
C. Kinerja Guru
1. Pengertian Kinerja Guru
Istilah kinerja guru berasal dari
kata job performance/actual permance
(prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh
seseorang). Jadi menurut bahasa kinera
bisa diartikan sebagai prestasi yang
nampak sebagai bentuk keberhasilan
kerja pada diri seseorang. Keberhasilan
kinerja juga ditentukan dengan
pekerjaan serta kemampuan seseorang
pada bidang tersebut. Keberhasilan
kerja juga berkaitan dengan kepuasan
kerja seseorang.
Prestasi bukan berarti banyaknya
kejuaraan yang diperoleh guru tetapi
suatu keberhasilan yang salah satunya
nampak dari suatu proses belajar
mengajar. Untuk mencapai kinerja
maksimal, guru harus berusaha
mengembangkan seluruh kompetensi
yang dimilikinya dan juga manfaatkan
serta ciptakan situasi yang ada
dilingkungan sekolah sesuai dengan
aturan yang berlaku.
Kemudian Anwar Prabu
Mangkunegara mendefinisikan kinerja
(prestasi kerja) sebagai .hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan.
Dari berbagai uraian teori
tentang kinerja guru, maka yang
dimaksud dengan kinerja guru dalam
penelitian ini adalah kemampuan
seseorang untuk melaksanakan
tugasnya yang menghasilkan hasil yang
memuaskan guna tercapainya tujuan
organisasi kelompok dalam suatu unit
kerja. Kinerja guru dalam penelitian ini
dapat diukur berdasarkan 4 indikator,
yaitu kinerja guru dalam perencanaan
pembelajaran, kinerja guru dalam
pelaksanaan pembelajaran, kinerja guru
dalam evaluasi pembelajaran, serta
kinerja guru dalam disiplin tugas.
2. Hipotesis
Dalam penelitian ini, maka hipotesis
yang diajukan adalah ada :
1. Pengaruh manajerial kepala
sekolah dengan kinerja guru di
Guslah I Kecamatan Pandaan
Kabupaten Pasuruan
2. Pengaruh motivasi kerja dengan
kinerja guru di Guslah I
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan
3. Pengaruh manajerial kepala
sekolah dan motivasi kerja
terhadap kinerja guru di Guslah I
Kecamatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan
D. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan
deskriptif atau penelitian yang dilakukan
berdasarkan tingkat eksplanasi atau
penjelasan.
2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh obyek yang
akan diteliti dalam sebuah penelitian,
sedangkan sampel adalah sebagian
anggota populasi yang diambil untuk
dikaji atau diteliti. Populasi dalam
penelitian ini adalah guru di Guslah I
Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan
pada tahun pelajaran 2014/2015
sejumlah 40 orang yang seluruhnya
dijadikan obyek dalam penelitian ini.
3. Variabel Penelitian
Berikut ini akan dijelaskan
mengenai variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini beserta
definisi. antara lain sebagai berikut:
1) Variabel Manajerial kepala Sekolah
(X1)
Variabel ini didefinisikan sebagai
kegiatan untuk mempengaruhi
perolaku orang lain atau seni
mempengaruhi perilaku manusia baik
perseorangan maupun kelompok
2) Variabel Motivasi kerja (X2)
Variabel ini didefinisikan sebagai
daya penggerak untuk mencapai taraf
prestasi belajar yang setinggi
mungkin demi pengharapan kepada
dirinya sendiri.
3) Variabel kinerja Guru (Y)
Variabel ini didefinisikan sebagai
sesuatu yang dapat dicapai, prestasi
diperlihatkan atau kemampuan kerja.
Kinerja guru merupakan persiapan,
pelaksana dan pencapaian guru dalam
melaksanakan interaksi belajar
mengajar di kelas.
4. Instrument Penelitian
Indikator untuk instrument variable
manajerial kepala sekolah terdiri dari :
a) Gaya atau tipe kepemimpinan
b) Teknik pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan
2. Perbuatan yang menjadi panutan
3. Perlakuan terhadap bawahannya
Indikator untuk instrument variable
motivasi kerja terdiri dari :
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi
5. Ciri-ciri orang yang memiliki
motivasi tinggi
6. Fungsi motivasi
7. Motivasi dan kebutuhan
8. Jenis-jenis motivasi
Indikator untuk instrument kinerja
guru terdiri dari :
a) Unsur waktu
b) Unsur hasil
c) Unsur metode
5. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul semuanya
maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis data tersebut. Data yang
telah dikumpulkan diolah baik secara
manual maupun dengan menggunakan
bantuan komputer. Program yang
digunakan untuk membantu pengelolaan
data ini adalah program IBM SPSS
version 19.0 for windows.
D. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Pengaruh
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Motivasi Secara Parsial Terhadap
Kinerja Guru
Penelitian ini membuktikan bahwa
kepemimpinan kepala sekolah secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap
kinerja guru, dilihat pada tabel 4.16 di
atas. Adapun hasil dari uji t tersebut
adalah :
1. Nilai t-hitung pada variabel
kepemimpinan kepala sekolah (X1)
sebesar 2,275 dengan tingkat
signifikan kurang dari 5% yaitu
0,029. Artinya variabel
kepemimpinan kepala sekolah (X1)
secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja guru (Y).
2. Nilai t-hitung pada variabel motivasi
guru (X2) sebesar 2,417 dengan
tingkat signifikan kurang dari 5%
yaitu 0,024. Artinya variabel motivasi
mengajar (X2) secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap
kinerja guru (Y).
B. Pembahasan Pengaruh
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Motivasi Secara Simultan Terhadap
Kinerja Guru
Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa kepemimpinan kepala sekolah
dan motivasi mengajar secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
guru, dilihat pada hasil uji F dengan nilai
sebesar 19,879 dengan nilai signifikansi
p = 0,000 lebih kecil dari 5%. Besarnya
pengaruh variabel kepemimpinan kepala
sekolah dan motivasi mengajar secara
simultan terhadap kinerja guru sebesar
51,8% sedangkan 48,2% dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain selain variabel
dalam penelitian ini.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Rumusan masalah ke-1 dalam
penelitian ini sudah terjawab, karena
sesuai dengan hasil uji T yaitu nilai
Thitung pada variabel manajerial kepala
sekolah(X1) sebesar 2,275 dengan
tingkat signifikan kurang dari 5%
yaitu 0,029 yang artinya variabel
manajerial kepala sekolah (X1) secara
parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja guru (Y).
2. Rumusan masalah ke-2 dalam
penelitian ini sudah terjawab, karena
sesuai dengan hasil uji T yaitu nilai
Thitung pada variabel motivasi kerja
(X2) sebesar 3,620 dengan tingkat
signifikan kurang dari 5% yaitu 0,001
yangartinya variabel motivasi kerja
(X2) secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap kinerja guru (Y).
3. Rumusan masalah ke-3 dalam
penelitian ini sudah terjawab, karena
sesuai dengan hasil uji F yaitu nilai
Fhitung yang dihasilkan sebesar 19,879
dengan nilai signifikansi p = 0,000
lebih kecil dari 5% yang artinya
variabel manajerial kepala sekolah
(X1) dan motivasi kerja (X2) secara
simultan berpengaruh signifikan
terhadap kinerja guru (Y).
B. Saran
1. Manajemen kepemimpinan kepala
sekolah yang efektif dengan
didukung motivasi berprestasi yang
tinggi akan menghasilkan kinerja
guru yang baik pula.
2. Guru dituntut lebih kreatif dalam
penggunaan media pembelajaran,
dengan begitu proses belajar
mengajar lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Afifuddin, 1984. Psikology Pendidikan Anak. Solo: Harapan Masa.
Sadiman, AM. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta ; Rajawali.
Alex Subur, 2003. Psikology Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung : Pustaka Setia.
Bakri Djamarah, S. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Banjarmasin : Reneka Cipta.
Efendi, Usman. 1985. Pengantar Psikologi. Bandung : Angkasa.
Hikmat, 2009. Manajemen Pendidikan, Bandung : Pustaka Setia.
Ngalim Purwanto, 1995. Psikology Pendidikan , Bandung : PT. Remaja Rusada Karya.
Piet A. Sahertian. 1982. Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya : PT. Usaha Nasional.
Arikunto, Suharsimi.1992. Prosedur penelitian, Yogyakarta : Reneka Cipta.
Subari. 1994. Supervisi Pendidikan dalam Rangka perubahan Situasi Belajar. Surabaya : Bumi Aksara.
Hadi, Sutrisno. 1985. Statistik I. Yogyakarta : Fakultas Psikology Universitas Gajah Mada .
Surachmad Winarno. 1989. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung : Jamarars.
Hadi Sutrisno. 1981. Meteodologi research. Yogyakarta.
Surachmad Winarno. 1975. Dasar dasar Teknik Research. Bandung : Jamarars.
Purwanto M. ngaim. 1991. Administarsi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : Jamarars.
Sumadi Surayabrata. 1965. Psikologi Pendidikan Dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia.
Winkel, WS. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia.
Mardiana, Zulfiyah. 1998. Motivasi Belajar. Surabaya : IKIP Surabaya.
MODEL KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
Suwarmi
Program Studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Gresik
ABSTRAK
Kepemimpinan di sekolah sering mengalami pergantian, sehingga sumber daya pendidikan di sekolah harus menyesuaikan. Bagaimana model kepemimpinan Kepala Sekolah yang efektif dan efisien sehingga bisa memberdayakan sumber daya pendidikan, bagaimanakah implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) diterapkan, dan bagaimanakah peningkatan mutu pendidikan di SMP Negeri 1 Benjeng Gresik.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), penelitian kualitatif, dengan strategi analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model kepemimpinan adalah model transformasional. Kepala sekolah memiliki kemampuan membangun komitmen guru dan karyawan dengan baik, pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah, pola komunikasi terbuka, selalu memberikan bimbingan, supervisi terhadap kinerja pegawai, memberikan motivasi dan penghargaan kepada guru dan karyawan untuk selalu berprestasi dalam menjalankan tugasnya. Implementasi MBS di SMP Negeri 1 Benjeng Gresik berjalan dengan baik. Berbagai upaya dilakukan yaitu (a) mengoptimalkan peran serta guru, karyawan dan komite sekolah; (b) menghimpun berbagai bentuk partisipasi masyarakat melalui komite sekolah ; dan (c) menerapkan strategi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Melalui model kepemimpinan yang efektif dan implementasi MBS yang baik, ternyata mampu mendorong peningkatan mutu pendidikan SMP Negeri 1 Benjeng Gresik. Mutu pendidikan di SMP Negeri 1 Benjeng Gresik mengalami peningkatan berdasarkan kriteria input, proses, output dan outcome.
Kata Kunci : Model Kepemimpinan, Manajemen Berbasis Sekolah, Mutu Pendidikan
ABSTRACT
Leadership at school often had change, this thing cause many obstade. Each principal had different model so the education resources ad school had to adjust. How is the effective and efficient resources, how is the school based management implementation applicated, and how the education quality upgrading at SMPN 1 Benjeng. This research is a field research while the research genre is Qualitative- Research. In analyzing data using descriptive analytic strategic model. The result of research shows that principal leadership is transformasional leadership model. The principal had skill and ability in building teacher and employee commintment well, decision withdrawal executed by asking opinion from the employee and teacher to be decided deliberately, always gives guidance/ supervision to the employee performance, gives motivation and reward to teacher and employee to always achieve the best in doing their tasks. MBS implementation at SMPN 1 Benjeng run smoothly well. Many effort done by the principal in such a maximum way, that are (a) optimizing teacher, employee and school committee participation; (b) collecting many kind of society participation through school committee; and (c) applying active, creative, effective and fun learning strategy. Through effective leadership model and good MBS implementation obviously able to encourage the increasing of education quality at SMPN 1 Benjeng. Education quality at SMPN 1 Benjeng Gresik had increase on input criteria, process, output and outcome. Keyword: Leadership Model, School Based Management, Education Quality
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar BelakangPendidikan merupakan salah satu
upaya yang bertujuan untuk
memanusiakan manusia, mendewasakan,
merubah perilaku, serta meningkatkan
kualitas hidup menjadi lebih baik.
Sebagaimana yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa Pendidikan Nasional yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Masalah pendidikan yang dihadapi
bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan
satuan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar dan menengah. Berbagai usaha
telah dilakukan untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional, antara lain
melalui perubahan kurikulum dari waktu
ke waktu, melaksanakan pelatihan dan
peningkatan kompetensi guru, pengadaan
buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana
prasarana dan meningkatkan mutu
manajemen sekolah. Namun demikian,
indikator mutu pendidikan belum
menunjukkan peningkatan yang merata.
Ada tiga faktor yang menyebabkan
peningkatan mutu pendidikan tidak
merata, Sebagaimana dikemukakan oleh
(Drs.Umaedi.M.Ed. 2000), Faktor
pertama, kebijakan dan penyelenggaraan
pendidikan nasional menggunakan
pendidikan education production
function. Faktor Kedua, penyelenggaraan
pendidikan nasional secara sentralistik.
Faktor ketiga, peran serta masyarakat
kurang optimal.
Kepala sekolah merupakan tokoh
sentral dan pemimpin di dalam lembaga
pendidikan. Bagaimanapun baiknya
kurikulum dan tersedianya fasilitas
pembelajaran yang memadai, jika kepala
sekolah tidak mampu melaksanakan
tugasnya maka peningkatan mutu
pendidikan di sekolah sulit terwujud.
Keberhasilan kepala sekolah dalam
menjalankan kepemimpinan yang efektif,
akan mampu mendorong peningkatan
mutu pendidikan.
Kepemimpinan kepala sekolah
dalam melaksanakan MBS adalah salah
satu alternative kebijakan
desentralisasi pendidikan.
Kepemimpinan kepala sekolah dalam
era desentralisasi pendidikan memiliki
otonomi yang luas pada sekolah untuk
mencapai tujuan.
415
Otonomi sekolah yang dimaksud
adalah kewenangan sekolah untuk
mengatur kepentingan warga sekolah
sesuai dengan perundang-undangan
nasional yang berlaku. Hal ini
didasarkan pada Undang-Undang RI
Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi
daerah dan Undang-Undang RI Nomor
20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. (UU RI No. 20
tahun 2005: Pasal 5 Ayat 1).
Melihat begitu besar peran kepala
sekolah dan begitu penting suatu
lembaga pendidikan mengatur diri
secara mandiri dengan menggunakan
manajemen berbasis sekolah, maka
perlu dilakukan penelitian dengan judul
“Model Kepemimpinan Kepala Sekolah
dalam Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah untuk Meningkatkan
Mutu Pendidikan”.
I.2 Fokus PenelitianMengacu kepada latar belakang
masalah di atas, maka fokus penelitian
ini adalah:
1) Bagaimana model kepemimpinan
Kepala Sekolah dalam Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah di SMP
Negeri 1 Benjeng Gresik ?
2) Bagaimana implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah di SMP Negeri 1
Benjeng Gresik ?
3) Apakah dengan model kepemimpinan
Kepala Sekolah yang efektif dan
implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah yang baik dapat
meningkatkan mutu pendidikan di SMP
Negeri 1 Benjeng Gresik?
I.3 Tujuan PenelitianTujuan Penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui model
kepemimpinan Kepala Sekolah
dalam mengimplementasikan
Manajemen Berbasis Sekolah di
SMP Negeri 1 Benjeng Gresik.
2) Untuk mengetahui implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah yang
dilaksanakan di SMP Negeri 1
Benjeng Gresik.
3) Untuk mengetahui apakah dengan
model kepemimpinan kepala
Sekolah yang efektif dan
implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah yang baik dapat
meningkatkan mutu pendidikan di
SMP Negeri 1 Benjeng Gresik.
I.4 Manfaat PenelitianManfaat penelitian ini adalah:
1) Memberikan masukan kepada
kepala sekolah untuk menerapkan
model kepemimpinan yang efektif
dalam mengimplementasikan
manajemen berbasis sekolah
sehingga dapat meningkatkan mutu
pendidikan.
2) Sebagai pengembangan dan
penyebarluasan ilmu pengetahuan
tentang implementasi MBS dan
peran kepala sekolah dalam
manajemen berbasis sekolah.
416
3) Sebagai bahan informasi bagi
kepala sekolah dan stakeholder
yang lain, untuk mengatasi
problematika yang sama dalam
implementasi MBS.
II. KAJIAN TEORI.II.1Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan atau leadership dalam
pengertian umum menunjukkan suatu proses
kegiatan dalam hal memimpin, membimbing,
mengontrol perilaku, perasaan serta tingkah
laku terhadap orang lain yang ada dibawah
pengawasannya.
Menurut Wahjosumidjo (2002:83) Kepala
dapat diartikan ‘Ketua atau ‘Pemimpin’
dalam suatu organisai atau lembaga.
Sedangkan sekolah adalah sebuah lembaga
dimana menjadi tempat menerima dan
memberi pelajaran. Dengan demikian
pengertian kepala sekolah dapat didefinisikan
seorang tenaga professional guru yang diberi
tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana
diselenggarakan proses belajar mengajar.
2.2 Model Kepemimpinan.
Model kepemimpinan yang dimaksud
adalah teori kepemimpinan dari pendekatan
perilaku pemimpin.
a. Model Kepemimpinan Fiedler.
Fiedler mengembangkan model
Kepemimpian Kontingensi yang Efektif
(a Contingency Model of Leadership
Effectiveness), bahwa kontribusi
pemimpin terhadap efektifitas kinerja
kelompok bergantung pada cara atau gaya
kepemimpinan (leadership style) dan
kesesuaian situasi (favourableness of the
situation) yang dihadapinya. Ada tiga
faktor utama yang mempengaruhi
kesesuaian situasi, ketiga faktor ini
selanjutnya mempengaruhi keefektifan
pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah
hubungan antara pemimpin dan bawahan
(leader-member relations), struktur tugas
(the task structure) dan kekuatan posisi
(position power).
b. Model Kepemimpinan Likert.
Menurut Likert, bahwa pemimpin itu
dapat berhasil jika menggunakan model
participative management, keberhasilan
pemimpin itu jika berorientasi pada
bawahan dan mendasarkan komunikasi.
Ada empat sistem kepemimpinan dalam
manajemen yaitu: Pertama, sistem
pemimpin dengan model otoriter
(ekspoitiveauthoritive). Kedua, sistem
pemimpin dengan model outokratis yang
baik hati (benevalent autthoritive).
Ketiga, model kepemimpinan yang
konsultatif. Keempat, model kelompok
berparsipatif (participative group). Model
kepemimpinan partisipatif disebut juga
kepemimpinan demokratis.
Dibawah kepemimpinan demokratis,
bawahan cenderung bermoral tinggi,
dapat bekerja sama, mengutamakan mutu
kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri
(Rivai, 2006:61).
c. Model Kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan situasional adalah
perilaku seorang pemimpin
berdasarkan tiga hal: kekuatan dalam
diri pemimpin, kekuatan dalam diri
orang-orang yang dipimpin dan
kekuatan dalam situasi. Pimpinan
perlu mengubah model
417
kepemimpinan sesuai dengan
perkembangan setiap tahap.
Pada tahap awal, ketika bawahan
pertama kali memasuki organisasi,
model kepemimpinan yang
berorientasi tugas paling tepat. Pada
tahap dua, bawahan belum mampu
menerima tanggungjawab yang
penuh. Namun kepercayaan dan
dukungan pimpinan terhadap
bawahan dapat meningkat sejalan
dengan makin akrabnya dengan
bawahan. Pada tahap ketiga,
kemampuan dan motivasi prestasi
bawahan meningkat dan bawahan
secara aktif mencari tanggungjawab
lebih besar. Pada tahap empat
bawahan sudah mampu berdiri sendiri
dan tidak memerlukan atau
mengharapkan pengarahan yang detil
dari pimpinannya. Pelaksanaan model
kepemimpinan situasional sangat
tergantung dengan kematangan
bawahan, sehingga perlakuan
terhadap bawahan tidak akan sama
baik dilihat dari umur atau masa kerja.
d. Model Kepemimpinan
Transformasional.
Kepemimpinan transformasional
merupakan model kepemimpinan
yang mengutamakan pemberian
kesempatan dan atau mendorong
semua unsur yang ada dalam sekolah
untuk bekerja atas dasar sistem nilai
yang luhur, sehingga semua unsur
yang ada di sekolah (guru, siswa,
pegawai, orang tua siswa, masyarakat
dan sebagainya) bersedia tanpa
paksaan, berpartisipasi secara optimal
dalam rangka mencapai tujuan
sekolah. Ciri model kepemimpinan
transformasional menurut Luthans
adalah: (1) mengidentifikasi dirinya
sebagai agen pembaharuan; (2)
memiliki sifat pemberani; (3)
mempercayai orang lain; (4) bertindak
atas dasar sistem nilai; (5)
meningkatkan kemampuan secara
terus menerus; (6) memiliki
kemampuan untuk menghadapi situasi
yang rumit, tidak jelas dan tidak
menentu; serta (7) memiliki visi ke
depan.
Bass (1990) model kepemimpinan
transformasional terdiri atas: .
1) Karismatik ( Idealized
Influence ) memiliki integritas
perilaku (behavioral integrity)
atau kesesuaian antara perkataan
dan tindakan.
2) Inspirasional (Inspirational
Motivation). Pemimpin mampu
mengkomunikasikan suatu visi
yang menarik.
3) Stimulasi Intelektual
(Intellectual Stimulation).
Pemimpin melalui stimulasi
intelektual, kreativitas anggota
dirangsang, dan mendorong
untuk menemukan solusi bagi
418
pemecahan masalah- masalah
lama dengan prespektif baru.
4) Perhatian Secara Individual
(Indivualized Consideration).
Pemimpin memberi dukungan
pada anggota secara individual.
2.3 Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS)
Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS), dalam Bahasa Inggris
School Based Management.
Manajemen Berbasis Sekolah dapat
diartikan sebagai model manajemen
yang memberikan otonomi lebih
besar kepada sekolah dan
mendorong pengambilan keputusan
parsitipatif yang melibatkan secara
langsung semua warga sekolah
(guru, siswa, kepala sekolah,
karyawan, orang tua siswa,dan
masyarakat) untuk meningkatkan
mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional.
2.4 Mutu Pendidikan
Pengertian mutu dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
diartikan sebagai kualitas, taraf atau
derajat (kepandaian, kecerdasan,
dsb).
Mutu dibidang pendidikan meliputi
input, proses, output, dan outcome,
yaitu:
1) Input pendidikan dinyatakan
bermutu apabila telah
berproses.
2) Proses pendidikan bermutu jika
mampu menciptakan suasana
yang aktrif, kreatif dan juga
menyenangkan.
3) Output dinyatakan bermutu jika
hasil belajar dalam bidang
akademik dan nonakademik
siswa tinggi.
4) Outcome dinyatakan bermutu
apabila lulusan cepat terserap di
dunia kerja, gaji yang wajar,
dan semua pihak mengakui
kehebatannya lulusannya dan
merasa puas.
III. METODE PENELITIAN.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
adalah desain penelitian deskriptif
2. Lokasi Penelitian di SMP Negeri 1
Benjeng Gresik.
3. Sumber Data dan Sampel Penelitian
terdiri dari :a) Data Primer, yaitu wawancara
dengan kepsek, guru dan pengurus
komite sekolah.
b) Data Sekunder, yaitu dokumen foto,
CD, disket, buku dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data adalah :
a) Studi Kepustakaan dan
Dokumen.
b) Wawancara.
c) Pengamatan (Observasi).
419
5. Teknik Analisis Data dilakukan dua
tahap, yaitu tahap analisis di
lapangan dan analisis setelah dari
lapangan. Tahap analisis data
sebagai berikut:
1) Melakukan analisis awal apabila
data yang terkumpul telah
memadai.
2) Mengembangkan reduksi data
temuan.
3) Melakukan analisis data temuan.
4) Mengadakan pengayaan dan
pendalaman data.
5) Merumuskan kesimpulan akhir.
6) Mempersiapkan penyusunan
laporan penelitian
IV. PAPARAN DAN TEMUAN
HASIL PENELITIANIV.1Analisis Model Kepemimpinan
Kepala Sekolah yang Efektif
Model kepemimpinan kepala SMP
Negeri 1 Benjeng Gresik menerapkan
model kepemimpinan transformasional.
Model kepemimpimpinan ini dianggap
efektif karena mampu
mentransformasikan ide atau gagasan
dari semua unsur dan tingkatan dalam
organisasi sekolah. Indikator kriteria
model kepemimpinan yang efektif
adalah:
1) Membangun Komitmen.
Dalam membangun komitmen bersama,
kepala sekolah melakukan upaya-upaya
sebagai berikut:
a. Melakukan pembinaan setiap hari senin
untuk mengevaluasi kegiatan selama 1
minggu dan menggali masukan dari
guru dan karyawan
b. Melaksanakan rapat dinas yang
biasanya membahas segala kegiatan
yang akan dilaksanakan dan membahas
program sekolah secara umum. .
c. Memberi kepercayaan penuh pada guru
dan staf untuk melaksanakan tugas
sesuai job description masing-masing.
2) Pengambilan Keputusan.
Kepala sekolah dalam mengambil
keputusan sifatnya terbuka. Kepala
sekolah terlebih dahulu bermusyawarah
dengan semua unsur yang ada di
sekolah (guru, karyawan dan komite
sekolah)
3) Pola Komunikasi.
Pola komunikasi yang diterapkan
kepala sekolah sangat fleksibel. Artinya
komunikasi yang dilakukan bisa dua
arah atau multi arah sehingga
komunikasi bisa berjalan secara formal
maupun informal. .
Bentuk komunikasi yang demikian
menjadikan seseorang menyadari
dengan sendirinya tanpa ada paksaan,
sehingga merasa enjoy dalam
melaksanakan tugasnya.
4) Bentuk pengawasan.
Kepala sekolah melakukan
pengawasan, pembinaan atau
bimbingan kepada guru dan tenaga
kependidikan. Pengawasan atau
supervisi yang dilakukan adalah terkait
420
dengan administrasi, kunjungan kelas,
supervisi klinis dan memberi tindak
lanjut.
5) Motivasi dan Penghargaan.
Kepala sekolah sering memberikan
motivasi kepada guru dan karyawan
terutama terkait dengan fungsi dan
tugas mereka di sekolah. Motivasi
diberikan baik pada saat forum resmi
maupun non formal.
4.2. Analisis Implementasi MBS di
SMP Negeri 1 Benjeng
Implementasi MBS di SMP Negeri
1 Benjeng Gresik terdiri dari input,
proses dan output. Berdasarkan hasil
observasi di lapangan bahwa input yang
dimiliki SMP Negeri 1 Benjeng sangat
baik. Sekolah memiliki visi, misi,
tujuan dan sasaran yang terukur dengan
jelas. Struktur organisasi sangat
proporsional (the right man on the right
place) sesuai dengan skill/ kemampuan
masing-masing. Pada aspek proses,
sekolah melaksanakan MBS dengan
menerapkan strategi pengambilan
keputusan secara terbuka dengan
musyawarah yang melibatkan semua
unsur sekolah (guru, karyawan, wali
siswa, komite sekolah).. Berkaitan
dengan output, SMP Negeri 1 Benjeng
termasuk sekolah yang memiliki
banyak prestasi baik dibidang akademik
maupun non akademik. Disamping itu
pada kurun tiga tahun terakhir jumlah
siswa yang lulus mencapai 100% dan
rata-rata memiliki nilai UN yang baik
serta diterima di sekolah favorit di
Gresik dan sekitarnya. Hal ini
membuktikan bahwa SMP Negeri 1
Benjeng memiliki output yang
berkualitas dan mendapatkan
pengakuan dari masyarakat sekitar.
4.3. Analisis Peningkatan Mutu
Pendidikan di SMPN 1 Benjeng
Gresik.
Berdasarkan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi, model
kepemimpinan kepala sekolah SMP
Negeri 1 Benjeng Gresik ternyata
membawa dampak pada penerimaan
siswa-siswi yang terus mengalami
peningkatan dari tahun ketahun. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2
Data Lulusan Siswa SMP Negeri 1 Benjeng
(3 Tahun Terakhir)
No
Tahun L P Jml
Prosen
Lulus
1 2011/’1
2
10
0
86 186 100%
2 2012/’1
3
10
2
11
3
215 100%
421
3 2013/’1
4
12
4
12
8
252 100%
Proses pendidikan bermutu jika mampu
menciptakan suasana yang aktif, kreatif dan
juga menyenangkan. Penerapan
pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan (PAKEM) telah
dilaksanakan dengan baik oleh para guru
dengan fasilitasi yang telah dilakukan oleh
kepala sekolah sebagai leader.
Output dinyatakan bermutu jika hasil
belajar dalam bidang akademik dan non
akademik siswa tinggi. Pembinaan,
pengawasan dan pemberian reward yang
dilakukan oleh kepala sekolah membuat
guru semakin semangat dalam
melaksanakan tugasnya. Sehingga secara
tidak langsung berdampak pada kualitas
pembelajaran di kelas, yang pada akhirnya
para siswa berhasil dalam bidang akademik
dan non akademik.
Peningkatan Jumlah Lulusan Terbaik dan
Pengakuan dari Masyarakat (Outcome)
Peningkatan jumlah lulusan terbaik dan
pengakuan dari masyarakat termasuk salah
satu indikator sekolah memiliki mutu
pendidikan yang baik. Lulusan SMP
Negeri 1 Benjeng Gresik rata-rata memiliki
hasil nilai UN yang memuaskan dan
dinyatakan lulus 100%. Sehingga dari
sekian lulusan tersebut banyak yang
diterima di sekolah favorit di Gresik dan
sekiktarnya.
4.4 Analisis Relevansi Model
Kepemimpinan Kepala Sekolah
yang Efektif dan Implementasi
MBS yang Baik Terhadap
422
Peningkatan Mutu Pendidikan
di SMP Negeri 1 Benjeng Gresik.
Model kepemimpinan kepala
sekolah yang efektif memberikan
pengaruh secara langsung terhadap input,
proses dan output sekolah. Input siswa
semakin meningkat atau stabil dari tahun
ke tahun, proses pengambilan kebijakan
dan pengelolaan lembaga sangat
transformative membuat guru dan
karyawan semangat dalam melaksanakan
fungsi dan tugasnya sehingga hal ini
membawa dampak positif pada output
siswa yang berprestasi di bidang
akademik maupun non akademik.
Penerapan manajemen berbasis sekolah
(MBS) sebagai bagian dari system
manajemen yang efektif secara tidak
langsung memudahkan dalam
melaksanakan proses penyelenggaraan
pendidikan di sekolah. Berdasarkan
kajian atau analisis data yang sudah
dipaparkan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa ada relevansinya
model kepemimpinan kepala sekolah
yang efektif dan implementasi MBS yang
baik terhadap peningkatan mutu
pendidikan.
V. PENUTUP5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang sudah diuraikan, maka
dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Model kepemimpinan kepala sekolah di
SMP Negeri 1 Benjeng Gresik adalah
model kepemimpinan transformasional.
Kepala SMP Negeri 1 Benjeng Gresik
memiliki skill/ kemampuan dalam
membangun komitmen guru dan
karyawan dengan baik, pengambilan
keputusan dilakukan dengan meminta
pendapat dari bawahan untuk
diputuskan secara musyawarah,
melakukan pola komunikasi yang
terbuka terhadap bawahan, selalu
memberikan bimbingan/ supervise
terhadap kinerja pegawai, memberikan
motivasi dan penghargaan kepada guru
dan karyawan untuk selalu berprestasi
dalam menjalankan tugasnya.
2. Implementasi MBS di SMP Negeri 1
Benjeng Gresik berjalan dengan baik.
Berbagai upaya dilakukan kepala
sekolah sangat maksimal yaitu (a)
mengoptimalkan peran serta guru,
karyawan dan komite sekolah; (b)
menghimpun berbagai bentuk
partisipasi masyarakat melalui komite
sekolah dengan mekanisme yang baik;
dan (c) menerapkan strategi
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan (PAKEM).
3. Melalui model kepemimpinan yang
efektif dan implementasi MBS yang
baik, ternyata mampu mendorong
peningkatan mutu pendidikan SMP
Negeri 1 Benjeng Gresik. Mutu
pendidikan di SMP Negeri 1 Benjeng
Gresik mengalami peningkatan
berdasarkan kriteria input, proses,
output dan outcome yang berlangsung
dengan baik.
5.2 Saran-Saran
423
1. Kepada pimpinan SMP Negeri 1
Benjeng Gresik dapat menggunakan
hasil penelitian ini untuk terus
mengembangkan lembaga yang
dipimpinnya dengan model
kepemimpinan yang efektif.
Disarankan agar prestasi yang sudah
dicapai sekarang ini dapat
dipertahankan dan ditingkatkan dari
tahun ke tahun.
2. Kepada semua pemimpin di lembaga
pendidikan manapun, disarankan untuk
menjadikan hasil penelitian ini sebagai
salah satu pedoman dalam memimpin
sekolahnya. Perlu kiranya
dikembangkan manajemen yang sehat
sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional agar masa depan pendidikan di
Indonesia lebih baik lagi. Salah satu
manajemen yang relevan dengan
peningkatan mutu pendidikan adalah
MBS.
DAFTAR PUSTAKA
A.Hamdan Dimyati. 2014. Model
Kepemimpinan dan Sistem
Pemgambilan Keputusan,
Bandung : Pustaka Setia
Daryanto dan Mohammad Farid. 2013.
Konsep Dasar Manajemen
Pendidikan di Sekolah,
Yogyakarta : Gava Media
Departemen Pendidikan Nasional. 2001.
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka.
Larry J, Raynolds. 2005. Kiat sukses
Manajemen Berbasis Sekolah,
Jakarta: Diva Pustaka.
Mulyasa E. 2005. Manajemen berbasis
Sekolah, Bandung: Remaja
Rosdakarya
Pidarta Made. 2004. Manajemen
Pendidikan Indonesia, Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Suparlan. 2014. Manajemen Berbasis
Sekolah, Jakarta : Bumi Aksara
Wahjosumidjo. 2011. Kepemimpinan
Kepala Sekolah, Jakarta : Raja
Grafindo Persada
http://suparlan.com [7/3/15]
http://kbbi.web.id/ [ 9/3/15]
http://tulisanterkini.com/artikel/[18/4/15]
424
425
ANALISIS PENGARUH HARGA DAN PROMOSI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PONSEL ANDROID SAMSUNG
(Studi Kasus Pada Konter Acc Cell Gresik)
Achmad SolehProgram Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gresik
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh harga dan promosi terhadap terhadap keputusan pembelian ponsel Android Samsung. Penelitian ini dilakukan berdasarkan observasi awal di lapangan dan didapatkan sebuah masalah bahwa terjadi fluktuatif jumlah penjualan ponsel Android Samsung, penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dengan program SPSS. Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 873 responden dengan metode purposive sampling. Penelitian dilakukan dengan pembagian kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup. Hasil dari penelitian tersebut bahwa harga dan promosi mempengaruhi keputusan pembelian. Dikatakan demikian karena berdasarkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki nilai skala sikap yang tinggi responnya terhadap variabel-variabel tersebut. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa diantar variabel harga dan promosi secara parsial berpengaruh terhadap keputusan pembelian, dan variabel yang lebih dominan adalah variabel harga terhadap keputusan pembelian ponsel Android Samsung.
Kata Kunci : Harga, promosi, keputusan pembelian.
I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, juga semakin maraknya pengguna ponsel maka banyak merek dan type baru yang bermunculan yang di tawarkan kepada konsumen, mulai dari ponsel buatan China sampai pada buatan Amerika yang masing-masing produk mempunyai kualitas keunggulan tersendiri yang menarik minat konsumen. Kotler dan Amstrong (2004:347) menyebutkan bahwa “kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsi-fungsinya meliputi daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahan operasi dan perbaikan, serta atribut bernilai lainnya”. Tidak hanya berujung pada kualitas produk saja, tampilan desain dan fitur-fitur yang menarikpun di sajikan pada ponsel masa kini, Sebagai pembeda produk satu dengan produk yang lainnya. Kotler (2004;332) berpendapat bahwa “desain merupakan totalitas keistimewaan yang mempengaruhi penampilan dan fungsi suatu produk dari segi kebutuhan konsumen”. Semakin banyak tampilan fitur yang di sajikan di ponsel maka semakin sangat berbeda pula merek ponsel tersebut.
Ponsel Android adalah salah satu jenis ponsel yang terbaru di pasarkan di pasaran pada awal 2010, sehingga mampu menarik minat beli konsumen dan mengungguli ponsel yang sebelumnya. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen yaitu harga dan promosi.
Promosi, pada pemasaran modern seperti sekarang ini, merupakan suatu faktor yang menentukan keberhasilan dalam memasarkan suatu produk. Produk akan dapat dipasarkan secara luas apabila promosi yang dilakukannya mencakup area yang luas pula. Berbicara mengenai promosi adalah berbicara mengenai bagaimana kita mengkomunikasikan produk yang kita tawarkan, oleh sebab itu ada ada anggapan bahwa komunikasi yang baik akan mencerminkan kualitas produk yang kita tawarkan.
Promosi sebagai penunjang untuk meningkatkan pembelian. Menurut Saladin (2002:123) Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk merubah sikap dan tingkah laku pembeli, yang tadinya tidak mengenal menjadi mengenal sehingga menjadi pembeli dan tetap mengingat
426
produk tersebut. Promosi sebagai sarana penunjang pemasaran barang dan jasa sudah dikenal efektifitasnya. Permasalahannya yaitu jika cara atau metode promosi yang digunakan tepat, promosi diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan suatu produk. Promosi merupakan informasi atau komunikasi yang dipergunakan oleh pengusaha dalam memperkenalkan dan menawarkan produk kepada masyarakat, karena melalui promosi dapat juga memikat sampai ke tingkat memberikan dorongan dapat membeli sehingga dapat meningkatkan hasil penjualan perusahaan.
Ada faktor lain yang memengaruhi keputusan pembelian konsumen yaitu harga. Menurut Kotler (2008:266) harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk tersebut. Semakin terjangkau harga suatu produk maka konsumen akan semakin tertarik dan melakukan keputusan pembelian terhadap produk yang bersangkutan. Oleh sebab itu harga dan promosi merupakan hal yang dipikirkan bagi setiap perusahaan agar tetap bisa menguasai pangsa pasar terhadap perubahan yang ada, sehingga perubahan yang terjadi yang awalnya adalah sebuah ancaman bagi para pengusaha ternyata merupakan sebuah peluang untuk bisa mengembangkan produk sesuai keinginan pasar dan memperoleh keuntungan yang besar bagi perusahaan.
Pengertian akan perilaku konsumen sangat diperlukan, apalagi pada saat ini teknologi komunikasi (ponsel) semakin cepat berkembang, jadi sudah menjadi kewajiban bagi pihak pemasar agar lebih mengerti akan perilaku konsumen, supaya produknya tetap bisa di terima oleh konsumen.
Demikian halnya pada konter Acc Cell beralatkan di Jln. Faqih Usman No.14 Gresik, bergerak pada bidang penjualan ponsel, dalam proses penjualan banyak di hadapkan dengan pesaing pesaingnya. Dalam upaya beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi, konter Acc Cell senantiasa melakukan berbagai upaya agar bisa meningkatkan hasil penjualan. Data penjualan ponsel Android Samsung 4 tahun terakhir mulai dari tahun 2010 sampai dengan 2014 adalah 873 Uniit
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menyajikan dalam suatu karya ilmiah yang berjudul :“ Analisis Pengaruh Harga dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Ponsel Android Samsung. (Studi Kasus Pada Konter Acc Cell Gresik)”.
1.2 Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang di
paparkan, maka permasalahan pokok dalam penulisan ini adalah :1. Apakah harga secara parsial
berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Android Samsung ?
2. Apakah promosi secara parsial berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Android Samsung ?
3. Apakah promosi dan harga secara simultan berpengaruh pada keputusan pembelian ponsel Android samsung?
1.3 Tujuan PenelitianAgar penelitian ini tidak melebar
maka ada tujuan penelitian yang akan penulis bahas, yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah harga secara parsial berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Android Samsung ?
2. Untuk mengetahui apakah promosi secara parsial berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Android Samsung ?
3. Untuk mengetahui apakah harga dan promosi secara simultan berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Android Samsung?
1.4 Manfaat PenelitianDengan adanya penelitian ini penulis
berharap dapat memberikan manfaat:1. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk perusahaan supaya dapat menyusun langkah-langkah yang efektif dalam hal pemasaran ponsel.
2. Bagi penulis, sebagai syarat menyelesaikan pendidikan, menambah ilmu pengetahuan didalam bidang ilmu manajemen pemasaran, dan melatih penulis dalam penerapan teori-teori yang di dapat dari perkuliahan.
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat di gunakan untuk bahan referensi dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
427
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pemasaran
Kotler dan Keller edisi 13 (2009:5) Asosiasi Pemasaran Amerika (AMA) menawarkan definisi formal berikut: Pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. Sedangkan Tjiptono (2002:7) memberikan definisi pemasaran adalah:Suatu proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai dengan orang atau kelompok lain.
2.2 HargaMenurut Kotler dan Armstrong (2008:345) mendefinisikan harga sebagai berikut “Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan konsumen untuk memperoleh suatu produk.” Sedangkan menurut Tjiptono (2002:151) adalah : harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang dan jasa.Selanjutnya menurut Saladin(2008:95) mengemukakan bahwa harga adalah sejumlah uang sebagai alat tukar untuk memperoleh produk atau jasa atau dapat juga dikatakan penentuan nilai suatu produk dibenak konsumen.
2.3 Promosi Menurut Kotler (2000:81) menyatakan aktivitas promosi merupakan usaha pemasaran yang memberikan berbagai upaya intensif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa. Seluruh kegiatan promosi bertujuan untuk mempengaruhi perilaku pembelian, tetapi tujuan promosi yang utama adalah memberitahukan, membujuk dan mengingatkan.Sedangkan menurut Kismono (2001:374), promosi adalah usaha yang dilakukan oleh pemasar untuk mempengruhi pihak lain agar berpartisipasi dalam kegiatan pertukaran.
2.4 Keputusan PembelianMenurut Buchari Alma (2013:104) ada beberapa tahap pengambilan keputusan membeli yaitu:1. Need Recognition (pengenalan
kebutuhan)2. Information Search (pencarian
informasi)3. Evaluation of Alternative (evaluasi
alternatif)4. Purchase Decision (keputusan
membeli)
Model Kerangka Konseptual
III. METODE PENELITIAN
Analisis Kuantitatif yaitu data yang menggunakan perhitungan atau metode statistik untuk mengolah data yang diperoleh. Umar (1999) didalam buku Danang Sunyoto (2013:143). Data yang diperoleh dari perhitungan kuesioner yang akan dilakukan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.Sedangkan jenis data yang digunakan adalah:Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden pengguna ponsel Android Samsung, meliputi karakteristik responden dan persepsi responden terhadap sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner penelitian.Data Sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan organisasi yang bukan pengelolahnya Soeratno dan Lincolin Arsyad didalam buku Danang Sunyoto 2013:141. Data ini diperoleh dari konter Acc Cell yang berupa catatan, serta dokumen yang ada hubungannya dengan obyek penelitian.Populasi dalam penelitian ini adalah pembeli ponsel android samsung pada konter Acc Cell Gresik. Sugiono (2004:122) adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling, Teknik ini didasarkan atas ciri – ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri – ciri populasi yang sudah ditetapkan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
428
Harga
(X 1) Keputusan pembelian ponsel Android Samsung
( Y )Promosi
(X 2)
Bahwa seluruh variabel independen (harga dan promosi) secara bersama-sama mampu menjelaskan perubahan variabel dependen (keputusan pembelian) sebesar 24.3% sedangkan sisanya sebesar 75,7% diperoleh dari (100% - 24,3% = 75,7%), yang dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.Nilai R multiple (koefisien korelasi berganda) sebesar 0,493 artinya hubungan antara variabel X1 dan X2 secara bersama-sama dengan variabel dependen Y terikat sama kuat.
Berdasarkan perhitungan diperoleh t-hitung sebesar 1,769 < t-tabel sebesar 1,988, maka Ho diterima dan Ha ditolak pada level signifikansi 5%. Kesimpulan secara parsial variabel Promosi (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel keputusan pembelian konsumen (Y). Dari kedua variabel, hanyan variabel promosi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian. Berarti semakin tinggi penilaian variabel harga mengakibatkan semakin tinggi keputusan pembelian ponsel Android Samsung. Ini berarti faktor harga merupakan dasar pertimbangan konsumen sebelum memutuskan membeli ponsel Android Samsung. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji koefisien parsial variabel harga 0,391 atau 39,1 % dan variabel promosi hasil uji koefisien parsial sebesar 0,182 atau 18,2%. Dalam penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa variabel harga yang berpengaruh paling kuat terhadap keputusan pembelian dengan hasil uji koefisien parsial sebesar 0,391 atau 39,1 %.V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1 KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh harga dan promosi terhadap keputusan pembelian ponsel Android Samsung yang telah dibahas serta perhitungan-perhitungan statistik yang dilakukan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil analisis diperoleh persamaan regresi bahwa :Y = 2,162 + 0,348 X1 + 0,147 X2
a) Semua variabel harga dan promosi berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Android Samsung dan nilainya positif.
b) Variabel yang lebih dominan berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponselAndroid Samsung adalah variabel faktor harga, hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi yang lebih besar dibandingkan dengan koefisien promosi.
2. Koefisien determinasi (R2) = 0,243. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 24,3% keputusan pembelian konsumen dapat dijelaskan oleh variabel (harga dan promosi), sedangkan sisanya (100% - 24,30% = 75,7%) dijelaskan faktor-faktor lain yang tidak diteliti.
3. Uji F dari tiap variabel X diperoleh harga dan promosi secara simultan berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponselAndroid Samsung.
4. Uji t dari tiap variabel X (faktor-faktor) diperoleh harga dan promosi secara parsial masing-masing berpengaruh terhadap variabel keputusan pembelian ponselAndroid Samsung, dan yang paling dominan adalah variabel harga
5.2 SaranBeberapa saran yang dapat diajukan berkaitan dengan kesimpulan adalah sebagai berikut :
1. Disarankan kepada pemilik konter Acc Cell harus selalu melakukan upaya terus-menerus untuk mengetahui perkembangan dan keinginan konsumen terhadap produk ponsel Android Samsung, karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa harga dan promosi berpengaruh terhadap keputusan pembelian. dan faktor yang dominan berpengaruh adalah harga. Maka dari itu konter Acc Cell harus lebih memperhatikan faktor harga yang meliputi: a.Kemampuan daya beli konsumen,
terutama dikalangan remaja yang berusia 21 – 30 tahun. Karena dari hasil klasifikasi responden yang telah diteliti diketahui usia tersebut banyak menggunakan ponsel Android Samsung.
b. Persaingan harga, dengan banyaknya pesaing disarankan kepada perusahaan yaitu konter Acc Cell, dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, dan mengubah harga sesuai dengan situasi ekonomi target pasar yang telah
429
ditentukan, agar konsumen memilih untuk membeli.c. Harga sesuai kualitas. Konter Acc Cell
harus jelih dalam pembelian ponsel Samsun di konter resmi Samsung, karena harga yang di tawarkan konter pada konsumen harus sesuai dengan kualitas ponsel tersebu. Untuk itu ketiga hal tersebut perlu diperhatikan oleh perusahaan agar dapat diterima oleh konsumen dengan baik.
2. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan memasukkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian agar hasilnya lebih maksimal.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2013. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Edisi Kesepuluh. Alfabeta. Bandung.
Fandy Tjiptono. 2002. Strategi Pemasaran. Edisi kedua. Cetakan keenam. Penerbit. Andy Yogyakarta.
Kismono, Gugup. 2001. Pengantar Bisnis. Edisi Pertama. Yogyakarta. BPFE.
Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Bumi Aksara. Jakarta
Kotler, Philip dan Keller, Kevin. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi Keduabelas. Cetakan ke IV. Penerbit Indeks.
Kotler, Philip & Amstrong, 2004, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi Kesembilan, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kotler, Philip & Amstrong, Garry. 2008. Prinsip – Prinsip Pemasaran. Edisi 12. Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Koler, Philip dan Keller, Kevin Lane. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi ketigabelas. Penerbit Erlangga. Jakarta.
H. Saladin, Djaslim, SE. 2002. Intisari Pemasaran dan Unsur-Unsur Pemasaran. Bandung : Linda Karya
Saladin, D. 2008. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengendalian. Linda Karya. Bandung.
Sunyoto, Danang. 2011. Metodologi Penelitian Ekonomi. Cetakan Pertama. Penerbit CAPS. Yogyakarta.
Sugiyono.2004. Metode Penelitian Bisnis.Bandung: CV. Alfabeta.
430
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN PADA POLI SPESIALIS PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT PETROKIMIA
DRIYOREJO GRESIK
Gigih KudhoriProgram Studi Ekonomi Manajemen, FK. Ekonomi, Universitas Gresik
ABSTRAK
Rumah sakit adalah sebagai salah satu sarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran yang sangat penting dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini menuntut rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik. Dengan memberikan pelayanan yang baik akan menciptakan kepuasan bagi para konsumennya.
Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien di Poliklinik Rawat Jalan pada poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik.
Penelitian ini dilakukan di lokasi Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik. Sampel penelitian ini berjumlah 95 responden dengan metode pengambilan sampling Convenience Sampling (Cara Dipermudah). Metode yang digunakan adalah metode survei dan untuk mengolah data tersebut peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukan terdapat hubungan yang cukup tinggi antara variabel X (Kualitas Pelayanan) sehingga dapat memengaruhi variabel Y (Kepuasan Pasien), Hal ini di buktikan dengan rumus Pearson Product Moment yaitu : Y = a + b X
Kata Kunci : Pasien, Kualitas Pelayanan, Kepuasan Pasien
431
I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang
Rumah sakit adalah sebagai salah satu sarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran yang sangat penting dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini menuntut penyedia jasa pelayanan kesehatan yakni rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Secara teorinya, dalam Kotler (2007 : 177) mendefinisikan “kepuasan pelanggan adalah Perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan.”.
Selain itu, kepuasan juga mempertimbangkan tentang apa yang dirasakan oleh pasien. Pasien akan memberikan penilaian tentang suatu yang mereka dapatkan.
Menurut Permenkes RI, Nomor : 1045/MENKES/PER/XI/2006, yang dimaksud dengan Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokkan rumah sakit berdasarkan perbedaan yang bertingkat mengenai kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan dan kapasitas sumber daya organisasi. Berdasarkan klasifikasi rumah sakit dapat diketahui bahwa rumah sakit dengan kategori/ kelas A, mempunyai fungsi, jumlah dan kategori ketenagaan, fasilitas, dan kemampuan pelayanan yang lebih besar daripada rumah sakit dengan kelas lainnya yang lebih rendah, seperti kelas B Pendidikan, RSU Kelas B Non-Pendidikan, C, dan kelas D. Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik termasuk dalam kategori rumah sakit kelas D.
Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik memiliki beberapa jenis pelayanan medis. Dan kali ini penelitian terfokus pada pelayanan di Poliklinik Rawat Jalan Poli Spesialis Penyakit Dalam.
Berdasarkan data kunjungan pasien dan kunjungan pasien rata-rata
perbulan pada bulan Januari tahun 2010 sampai dengan Desember tahun 2014, terjadi fluktuasi disetiap divisi Poliklinik Rawat Jalan. Namun pada dasarnya memang terlihat bahwa telah terjadi peningkatan kunjungan pasien dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Beberapa divisi yang mengalami fluktuasi yang cukup signifikan adalah : Poli Spesialis Penyakit Dalam, UGD, Poli Spesialis Orthopedi.
Dari uraian di atas dapat dilihat apakah rumah sakit telah memberikan kualitas jasa yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang konsumen dan hak dan kewajiban pasien. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi dari sisi penyedia layanan untuk mengetahui kepuasan yang diterima oleh pasien. Oleh karena itu penulis ingin mengangkat masalah tersebut dalam penelitian yang berjudul “PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN PADA POLI SPESIALIS PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT PETROKIMIA DRIYOREJO GRESIK”
Agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang dimaksud, dalam skripsi ini penulis membatasinya permasalahan yang akan di teliti pada Poliklinik Rawat Jalan Poli Spesialis Penyakit Dalam dengan pendekatan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien.
1.2. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut
dapat dirumuskan masalah yaitu Apakah terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien di Poliklinik Rawat Jalan pada poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik ?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah untuk
mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien di Poliklinik Rawat Jalan pada poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik.
1.4. Manfaat Penelitian1) Bagi Rumah Sakit.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
432
sebagai dasar pertimbangan dalam usaha perbaikan rumah sakit pada umumnya dan diharapkan dapat memberikan masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
2) Bagi Universitas, Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian-penelitian yang akan datang.
3) Bagi Penulis.Penelitian ini merupakan proses pembelajaran untuk dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama ini dan diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan mengenai pengaruh dimensi kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien pada pelayanan Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik.
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Landasan Teori a) Pemasaran dan Manajemen
PemasaranDefinisi pemasaran menurut
menurut AMA (American Marketing Association) dalam Kotler (2009:5) adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingan.
Manajemen pemasaran Kotler (2009:5) adalah “seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.”
b) JasaJasa adalah semua tindakan
atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat atau tidak terkait dengan produk fisik. Kotler (2009:36).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran jasa adalah suatu tindakan yang ditawarkan pihak produsen kepada konsumen dalam arti jasa yang diberikan tidak dapat dilihat,
dirasa, didengar, atau diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi.
c) PasienMenurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia,(http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php) pasien adalah Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
d) Kualitas Pelayanan Menurut Tjiptono, “Kualitas
Pelayanan adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen.” (Tjiptono,2007:27). Oleh karena itu, kualitas pelayanan harus mendapat perhatian yang serius dari manajemen organisasi jasa. Untuk menetapkan kualitas pelayanan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi jasa, terlebih dahulu organisasi tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas.
Menurut Parasuraman et al, (dalam Kotler, 2007:56) menyimpulkan bahwa ada lima dimensi ServQual (Service Quality) yang dipakai untuk mengukur kualitas pelayanan,yaitu :
1) Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.
2) Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
3) Responsiveness atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
433
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.
4) Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.
5) Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.
e) Kepuasan PasienKotler (2007 : 177) mendefinisikan
“kepuasan pelanggan adalah Perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan.”
Menurut Philip Kotler (Tjiptono, 2014:369) paling tidak ada empat metode yang banyak nukur kepuasan konsumen adalah :1) Sistem keluhan dan saran
Sistem organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggan untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat dan keluhan mereka.
2) Ghost/ Mistery Shopping
Salah satu metode untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shopper untuk berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan dan pesaing.
3) Lost Customer Analysis
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok, agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya
dapat mengambil kebijakan perbaikan/ penyempurnaan.
4) Survey kepuasan konsumen atau pelanggan
Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan pelanggan menggunakan metode survei, baik via pos, telepon, email, maupun wawancara langsung.
2.2. HipotesisBerdasarkan kerangka pemikiran
yang telah diuraikan maka penulis mengambil kesimpulan hipotesis : di duga terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien di Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik
III. METODE PENELITIAN3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Agar penelitian ini lebih terarah serta sesuai dengan tujuan yang diinginkan, penulis menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif.
3.2. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel adalah
suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Definisi operasional dalam penelitian ini meliputi :
a) Kualitas Pelayanan (X)Kualitas adalah bagaimana cara untuk mencari tahu apa yang menciptakan nilai bagi konsumen dan perusahaan harus memberikan nilai tersebut. Beberapa indikator untuk mengukur sejauh mana kualitas pelayanan adalah Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy.
b) Variabel Kepuasan Pasien (Y) Kepuasan Pasien dalam penelitian ini adalah perasaan senang atau kecewa yang dirasakan oleh pasien terhadap pelayanan yang diterima dari pihak rumah sakit, indikatornya adalah adalah: Sistem keluhan dan saran, Ghost/ Mistery Shopping, Lost Customer Analysis, Survey kepuasan konsumen.
3.3. Lokasi PenelitianUntuk memperoleh data-data yang
dibutuhkan maka penulis mengadakan penelitian di lokasi Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik, Yang beralamatkan di Jl
434
Raya Legundi KM.5 Driyorejo Gresik. No telepon 031-8981778/ 031-8981779, fax 031-8986700.
3.4. Penentuan Sampel, Teknik Pengambila Sampel Populasi dalam penelitian ini
adalah 1769 pasien yang datang berobat ke Poli Rawat Jalan Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan Convenience Sampling (Cara Dipermudah).
3.5. Metode Analisis DataAnalisis regresi sederhana
digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen.. Dengan variabel dependen (Y) dan variabel independen (X ). Persamaan regresinya sebagai berikut:
Y= Variabel tak bebas . (Kepuasan Pasien)a= Bilangan berkonstantab= Koefisien regresi variabelX= Variabel bebeas (Kualitas . Pelayanaan)
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN4.1. Hasil Penelitian
Data-data yang diperoleh dari jawaban responden kemudian diolah dengan bantuan SPSS 16,0 didapatkan hasil sebagai berikut
X = 0 ≤ Y = 0,932Artinya apabila nilai X = 0, maka
nilai Y (kepuasan konsumen) sudah mempunyai nilai sebesar 0,932 yang tidak dipengaruhi variabel apapun.
Y = 0,932 + 0,680X Yang menunjukkan bahwa Jika X
(kualitas pelayanan) berubah dengan satu satuan, maka Y (Kepuasan Pasien) akan berubah sebesar 0,680 satuan, artinya semakin tinggi kualitas pelayanan, maka kepuasan pasien akan semakin meningkat.
Hasil uji t diperoleh nilai t untuk variabel kualitas layanan menunjukkan nilai t = 0,000 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Dengan nilai signifikansi di bawah 0,05 tersebut menunjukkan bahwa kualitas layanan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pasien. Hal ini berarti Hipotesis 1 diterima. Arah koefisien regresi positif berarti bahwa kualitas layanan memiliki pengaruh
positif yang signifikan terhadap kepuasan konsumen.
V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil analisis regresi linier sederhana yang telah dilakukan pada penelitian ini, didapat persamaan regresi sebagai berikut: Y = a + bX = 0,932 + 0,680X, dari persamaan regresi tersebut dapat diketahui ika X (kualitas pelayanan) berubah dengan satu satuan, maka Y (Kepuasan Pasien) akan berubah sebesar 0,680 satuan, artinya semakin tinggi kualitas pelayanan, maka kepuasan pasien akan semakin meningkat
Besarnya nilai korelasi / hubungan (r) yaitu sebesar 0,747 artinya terdapat hubungan antara variabel X terhadap variabel Y.
Terdapat hubungan yang cukup tinggi antara variabel X (Kualitas Pelayanan) sehingga dapat memengaruhi variabel Y (Kepuasan Pasien)
5.2. Saran 1) Dalam kaitannya dengan
Responsiveness/ Daya Tanggap, Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik perlu meningkatkan Responsiveness/ Daya Tanggap yang menjadi salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kepuasan konsumen.
2) Dalam kaitannya dengan bukti fisik, Rumah Sakit Petrokimia Driyorejo Gresik perlu untuk melakukan renovasi pada bangunan, yaitu dengan mengecat ulang bangunan rumah sakit, dan memperbaiki bagian bangunan yang rusak, merubah sebagian interior bangunan juga perlu dilakukan agar lebih menarik serta membeli peralatan-peralatan medis terbaru untuk menunjang kualitas pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller, 2007. Manajemen Pemasaran. Jilid Satu, Edisi Ketigabelas, PT. Indeks.
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller, 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid Dua, Edisi Ketigabelas, Cetakan Ketiga. Penerbit Erlangga.
435
Tjiptono, Fandy, 2007, Pemasaran Jasa, Bayu Media Publishing, Yogyakarta Tjiptono, Fandy, 2014, Pemasaran Jasa,
Penerbit Andi, Yogyakartahttp://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php,
diakses tanggal 1 Agustus 2015
ANALISIS PENURUNAN KAPASITAS POMPA NATRIUM HIDROKSIDA (NaOH) DENGAN KAPASITAS
60 M3/JAM
Ahmad Ali FikriProgram Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Gresik
ABSTRAK
Pompa mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Dalam penggunaannya di bidang industri khususnya di PT. KARUNIA ALAM SEGAR
436
Gresik alat ini digunakan untuk memindahkan fluida, salah satunya yaitu Natrium Hidroksida (NaOH) yang berfungsi untuk keperluan water treatment, yaitu regenerasi air bebas mineral untuk ketel uap. Adanya suatu kebutuhan pompa yang dapat digunakan untuk mengalirkan fluida Natrium Hidroksida (NaOH) yang mampu menghasilkan kapasitas sebesar 60m3 /jam, dimana saat ini hanya mampu menghasilkan 38.6m3/jam.Dari hasil perhitungan dan pembahasan, ditentukan debit aliran sebesar 60 m3/jam atau 1 m3/menit. Sehingga diperoleh hasil dari perhitungan diameter pipa 80 mm, mayor head losses 79 m, friction factor pipa dan peralatan 12,66 m, dan total head pompa adalah sebesar 96,8 m. Dipilih pompa PENTAIR AURORA 3800 SERIES SINGLE STAGE END SUCTION model 3804 dengan dimensi 2 x 3 x 11L, dengan 2950 r/min menggunakan motor induksi 3 phase 30 HP, 230/460 V, 50 Hz.
Kata kunci : pompa sentrifugal, head losses, friction factor
I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Pada zaman modern ini, pompa
mempunyai peranan penting dalam kehidupan
manusia.Pompa yang sering digunakan untuk
memenuhi kebutuhan baik secara pribadi atau
keperluan industri adalah pompa
sentrifugal.Dalam penggunaannya di bidang
industri khususnya di PT. KARUNIA ALAM
SEGAR Gresik alat ini digunakan untuk
memindahkan fluida kerja salah satunya yaitu
Natrium Hidroksida (NaOH) yang berfungsi
untuk keperluan water treatment, yaitu
regenerasi air bebas mineral untuk ketel uap.
Adanya suatu kebutuhan pompa yang
dapat digunakan untuk mengalirkan fluida
kerja Natrium Hidroksida (NaOH) yang
mampu menghasilkan kapasitas sebesar
60m3/jam dimana saat ini hanya mampu
menghasilkan 38.6m3/jam.
1.2 Rumusan Permasalahan
Mengacu dari latar belakang masalah
diatas, maka dapat dirumuskan suatu masalah
yaitu: Mengapa pompa Natrium Hidroksida
(NaOH) tidak dapat memenuhi kapasitas
sebesar 60 m3?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah untuk:
1. Menghitung ulang head instalasi.
2. Memilih tipe pompa yang sesuai.
1.4 Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini
adalah :
1. Dapat menghitung head instalasi
pompa.
2. Menambah wawasan ilmu
pengetahuan khususnya berkaitan
dengan head instalasi dalam
menentukan tipe pompa yang sesuai
secara tepat dan optimum.
1.5 Batasan masalah
Dalam penelitian ini diperlukan
beberapa batasan masalah agar penelitian ini
tidak melebar diantaranya batasan-batasan
tersebut adalah
1. Pompa yang digunakan adalah pompa
jenis sentrifugal.
2. Fluida kerja yang dialirkan adalah
Natrium Hidroksida (NaOH).
II. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat
437
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal
1 oktober 2014 di PT. Karunia Alam Segar
Gresik.
2.2 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan untuk
penelitian ini merupakan data yang diperoleh
dari hasil pengamatan visual di lapangan dan
juga dari laporan resmi hasil inspeksi teknik
yang berisi data instalasi media aliran fluida
natrium hidroksida (NaOH).
Data yang dikumpulkan meliputi :
Data instalasi media aliran (panjang
total, jumlah fitting, tipe dan jumlah
valve, jenis material pipa, jumlah flow
meter, check valve, kecepatan aliran.
Data fluida kerja Natrium Hidroksida
(NaOH) (massa jenis, temperature,
density, viskositas kinematik,
kapasitas laju aliran).
2.3 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.1 : Diagram alir penelitian
Langkah-langkah penelitian diatas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
2.3.1 Tahap identifikasi
Identifikasi merupakan sebuah
tahapan awal dalam melakukan sebuah
penelitian yang bertujuan mengidentifikasi dan
merumuskan masalah secara tepat yaitu
masalah penurunan kapasitas pompa natrium
hidroksida (NaOH).
Tahapan identifikasi yang dilakukan
terdiri yaitu dengan menganalisa instalasi
media saluran natrium hidroksida (NaOH)
2.3.2 Tahap pengumpulan dan
pengolahan data
Dalam tahap ini akan dilakukan
perhitungan head total instalasi dari data yang
meliputi :
Panjang pipa total :619650 mm
Material pipa: stainlesssteel
elbow:26 buah
gatevalve:3 buah
checkvalve:1 buah
flowmeter:1 buah
fluida:Natrium Hidroksida (NaOH) 40
%
temperature :50 C density:1389 Kg/m3
viskositas kinematik:0,006 mm2/s
tahap-tahap perhitungan :
a. perhitungan head statis (hs)
head statis ini merupakan perbedaan
tinggi antara permukaa air di sisi tekan dan di
sisi isap.
b. Perhitungan Head karena tekanan (hp)
Head tekanan didapat dari perbedaan
head tekanan yang bekerja pada permukaan zat
cair pada sisi tekan dengan head tekanan yang
bekerja pada permukaan zat cair pada sisi
hisap.
c. Head karena kecepatan (hv)
Head kecepatan didapat dari
perbandingan perbedaan antar head kecepatan
zat cair pada saluran isap.
d. Head loss (hL)
438
ya
tidak
Head didapatkan dari harga kerugian
gesek aliran dalam perpipaan, dan head
kerugian di dalam belokan-belokan (elbow),
percabangan, dan perkatupan (valve). Head loss
terdiri dari :
Mayor head loss (mayorlosses)
Merupakan kerugian energy sepanjang
saluran pipa. Yang dinyatakan dengan rumus
Darcy yang secara matematis ditulis sebagai
berikut :
Harga f (faktor gesekan) didapat dari
diagram moody, sebagai fungsi dari angka
Reynolds dan kekerasan relative, sebagai
fungsi dari nominal diameter pipa dan
kekerasan permukaan dalam pipa (e) yang
tergantung dari jenis material pipa.
Sedangkan besarnya Reynolds number
dapat dihitung dengan rumus :
Apabila aliran laminar ( Re 2000 ),
factor gesekan (f) dapat dicari dengan
pendekatan rumus :
Dan apabila aliran turbulent ( Re
2000 ), factor gesekan (f) dapat dicari dengan
moody diagram pada gambar 3.2.
Minor Losses
Didapat dengan melakukan
perhitungan kerugian yang diakibatkan fitting,
valve yang terdapat di sepanjang system.
Dengan rumus :
2.3.3 Tahap pembuatan saran dan
kesimpulan
Dalam tahap ini setelah didapatkan
hasil perhitungan data dari proses pengumpulan
data sehingga sudah dapat ditarik sebuah
kesimpulan yang sesuai dengan hasil penelitian
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kapasitas pompa yang dipakai Qh maks
yaitu 1 m3 /menit. Kecepatan aliran pompa
diasumsikan 3 m/s dengan menggunakan
rumus.
Sehingga akan didapat diameter pipa dan
kecepatan aliran.
Pemeriksaan,
Dari pemeriksaan diatas dapat
diketahui bahwa didapatkan diameter pipa
adalah 80 mm dengan kecepatan 3 m/s. Untuk
mencari besar head pompa yang diperlukan
dapat dinyatakan dengan rumus berikut:
3.1 Head statis (ha)
Adalah merupakan perbedaan tinggi
antara permukaan air di sisi tekan dan di sisi
hisap yang telah diketahui sebesar 4750 mm.
3.2 Perbedaan Head tekanan (Δhp)
439
Karena P1 dan P2 merupakan tangki terbuka,
maka P1 dan P2 = 0, sehingga :
3.3 Kerugian head (HL)
3.3.1 Mayor head loss (mayor losses)
Sebelum mencari head, ditentukan
terlebih dahulu apakah aliran yang terjadi
adalah aliran laminar atau aliran turbulen
dengan menggunakan bilangan Reynolds, yaitu
bila Re ˂ 2300, aliran bersifat laminar
bila Re ˃ 4000, aliran bersifat turbulen
υ = 0,006 mm2/s = 0,006.10-3 m2/s (pada suhu
50oC)
d = 80 mm = 0,08 m
maka :
Karena Re ˃ 4000, maka aliran yang terjadi
bersifat turbulen.
Maka untuk menghitung kerugian gesek yang
terjadi didalam pipa menggunakan rumus :
untuk mencari λ, menggunakan formula Darcy
untuk aliran turbulen, dengan rumusnya adalah
dengan L = 619,650 m (panjang total pipa)
maka kerugian gesek dalam pipa :
3.3.2 Minor losses
Didapat dengan melakukan
perhitungan kerugian yang diakibatkan fitting,
valve yang terdapat di sepanjang system.
Dengan rumus :
Tabel 4.2 : Minor losses valve
Type of Component or
Fitting
Minor Losses
Cooficient
Globe Valve, Fully Open 10
Angle Valve, Fully Open 2
Gate Valve, Fully Open 0,15
Swing Check Valve, forward
flow
2
Elbow long radius 900 0,7
Diapraghm Valve, Fully
Open
2,3
Water Meter 7
Minor losses untuk elbow loing radius 900
Minor losses untuk gate valve fully open
Minor losses untuk swing check valve forward
flow
Minor losses untuk flow meter
Jadi harga minor losses total adalah :
Sehingga didapat kerugian head (HL)
440
Maka besar Head total pompa (H), adalah :
Jadi total head pompa adalah 96,8 m
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan dan
pembahasan diatas, ditentukan debit aliran
sebesar 60 m3/jam atau 1 m3/menit. Sehingga
diperoleh hasil dari perhitungan diameter pipa
80 mm, mayor head losses 79 m, friction factor
pipa dan peralatan 12,66 m, dan total head
pompa adalah sebesar 96,8 m.
Dilihat melalui grafik total head vs
debit aliran pada gambar 5.1. Dipilih pompa
PENTAIR AURORA 3800 SERIES SINGLE
STAGE END SUCTION model 3804 dengan
dimensi 2 x 3 x 11L, dengan rpm 2950 r/min
menggunakan motor induksi 3 phase 30 HP,
230/460 V, 50 Hz.
Gambar 5.1 : Grafik Total Head vs. Debit
Aliran
Gambar 5.2 : PENTAIR AURORA model
3804
4.2 Saran
Saran yang dapat saya sampaikan setelah
menyelesaikan tugas akhir analisa penurunan
kapasitas pompa natrium hidroksida (NaOH)
dengan kapasitas 60 m3 adalah sebaiknya
sebelum melakukan pemilihan tipe pompa
diharuskan untuk menganalisa besar total head
dan kapasitas yang diperlukan terlebih dahulu,
sehingga pompa dapat berfungsi secara
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Austin, H.C.1990, Pompa Dan Blower
Centrifugal, Jakarta : PT. Erlangga.
Dietzel, F., 1992, Turbin Pompa dan
Kompresor, Jakarta : PT. Erlangga.
Fox, W.Robert, and Mc Donald, Alan T, 1998.
Introductions to Fluid Mechanics, 5th
edition, Canada : Jhon Wiley and
Sons, Inc.
Mikha Marthen 2013, Total Head, Friction
loss.Available:
//http/www/mikhamarthen.files.wordp
ress.
Munson, Bruce R., Young, Donald F., and
Okiishi, Theodore H. 2003. Mekanika
Fluida Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Sularso, Tahara, H., 2004, Pompa Dan
Kompresor, Jakarta : PT. Pradnya
Paramita.
441
442
ANALISA PENGARUH OVERSIZE PISTON TERHADAP KINERJA MOTOR DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR
Maftukhin
Fakultas Teknik Mesin, Universitas Gresik
ABSTRAK
Proses oversize piston banyak dilakukan pada motor yang telah melewati batas toleransi ukuran antara piston dengan dinding silinder. Proses oversize adalah penggantian dengan diameter piston yang lebih besar dari ukuran sebelumnya yaitu 50 mm. Obyek penelitian menggunakan motor yamaha Mio Soul GT tahun 2014. Pada penelitian ini dilakukan analisa perhitungan akan diketahui pengaruh kinerja motor dengan piston ukuran standart dengan oversize 0,25mm, 0,50mm, 0,75 dan 1mm dan dampak pada konsumsi bahan bakar setelah dilakukan proses oversize dengan bahan bakar yang bernilai oktan 88.
Tujuan dilakukannya proses oversize adalah untuk mengetahui pengaruh kinerja motor dan membandingkannya dengan piston standart serta mengetahui dampak pada konsumsi bahan bakar setelah dilakukannya proses oversize. Dari hasil menunjukkan bahwa dengan meng-oversize piston terjadi kenaikan volume langkah, tapi tekanan dalam ruang bakar menurun, perbandingan kompresi meningkat, sedangkan untuk daya dan gaya relatif sama dengan motor ukuran standart, serta sedikit kenaikan pada konsumsi bahan bakar
Kata kunci : Pengaruh Proses Oversize Piston
442
I. Pendahuluan1.1 Latar Berlakang
Selaras dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seiring dengan perkembangan dan kemajuan dibidang industri terutama dibidang permesinan, berbagai alat diciptakan untuk mempermudah dan menambah kenyamanan manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Salah satunya dibidang otomotif.
Adapun akibat dari pemakaian mesin motor bakar dalam jangka waktu lama akan terjadi kerenggangan celah ( clearance ) antara piston dengan dinding piston. Jika celah tersebut telah melebihi batas maksimum yang diizinkan, maka celah tersebut harus dikembalikan ke posisi standart. Artinya diameter dalam silinder tersebut diperbesar, maka ukuran piston sendiripun juga harus diperbesar.1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :- Bagaimana pengaruh kinerja motor
terhadap piston standart dengan piston yang oversize 0.25 mm, 0.50 mm, 0.75 mm, dan 1 mm.
- Bagaimanakah dampak pada konsumsi bahan bakar apabila setelah dilakukannya proses oversize dengan bahan bakar yang bernilai oktan 88
1.3 Tujuan Penelitian- Untuk mengetahui pengaruh proses
oversize terhadap kinerja motor serta membandingkan dengan motor ukuran standart.
- Untuk mengetahui dampak pada konsumsi bahan bakar apabila proses oversize setelah dilakukan.
1.4 Manfaat Penelitian- Dengan hasil penelitian ini diharapkan
dapat menentukan dampak perubahan yang akan terjadi setelah dilakukannya proses oversize.
- Dengan hasil penelitian diharapkan orang dapat mengetahui secara detail
spesifikasi-spesifikasi motor bakar 4 tak yang dimilikinya.
1.5 Batasan Masalah- Analisis perhitungan kinerja motor
bensin 4 langkah yaitu Yamaha Mio Soul GT tahun 2014
- Analisis panas dan pengaruhnya terhadap kekuatan material tidak dibahas.
II. Kajian Pustaka2.1 Pengertian Dasar
Motor bakar adalah salah satu jenis dari mesin kalor yang mengubah tenaga kimia menjadi tenaga mekanis dan pengubahan itu dilaksanakan dalam mesin itu sendiri. Motor bakar mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, hampir setiap orang menikmati manfaat yang dihasilkan oleh motor bakar.
Proses oversize merupakan proses penggantian piston dengan ukuran diameter yang lebih besar dari ukuran sebelumnya. Salah satu jenis penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi thermal untuk melakukan kerja mekanik, atau yang mengubah energi thermal menjadi energi mekanik. Energi itu sendiri dapat diperoleh dengan proses pembakaran. Ditinjau dari cara memperoleh energi thermal ini mesin kalor dibagi menjadi dua golongan, yaitu mesin pembakaran luar dan mesin pembakaran dalam.
I.2 Motor 4 tak ( langkah )a. Prinsip kerja motor 4 tak
Prinsip kerja sebuah motor merupakan suatu siklus, yaitu rangkaian persitiwa yang selalu berulang kembali mengikuti jejak yang sama seperti semula dan membentuk suatu rangkaian tertutup.
1. Langkah hisap Dalam langkah ini, campuran bahan
bakar dan bensin di hisap ke dalam silinder. Katup hisap membuka sedangkan
443
katup buang tertutup. Waktu torak bergerak dari titik mati atas (TMA) ke titik mati bawah (TMB).
2. Langkah Kompresi Dalam langkah ini, campuran udara dan
bahan bakar dikompresikan. Katup hisap dan katup buang tertutup. Waktu torak naik dari titik mati bawah (TMB) ke titik mati atas (TMA).
3. Langkah Kerja ( usaha )Dalam langkah ini, mesin menghasilkan
tenaga untuk menggerakkan kendaraan. Saat torak mencapai titik mati atas (TMA) pada saat langkah kompresi, busi memberikan loncatan bunga api pada campuran yang telah dikompresikan.
4. Langkah Pembuangan Dalam langkah ini, gas yang sudah
terbakar, akan dibuang ke luar silinder. Katup buang membuka sedangkan katup hisap tertutup.Waktu torak bergerak dari titik mati bawah (TMB) ke titik mati atas (TMA), mendorong gas bekas keluar dari silinder.
b. Ciri-ciri Motor Empat TakRangkaian prinsip kerja motor empat tak,
kita dapat menarik kesimpulan bahwa motor empat langkah itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ;1. Tiap siklus atau tiap langkah torak, hanya
ada satu langkah ekspansi dan tiga langkah torak yang melakukan langkah pada gas.
2. Proses pembuangan dan pengisian, masing-masing diselesaikan sepanjang satu langkah torak.
3. Pada setiap silinder sekurang-kurangnya terdapat dua buah katup yaitu katup hisap dan katup buang.
c. Piston dan Kelengkapannya1. Fungsi Piston
Piston didalam silinder bersama dengan cincin piston berfungsi sebagai berikut:- Menghisap dan mengkompresi muatan segar
didalam silinder- Mengubah tenaga gas ( selama ekspansi )
menjadi usaha mekanis- Menyekat hubungan gas diatas dan dibawah
piston.Bagian atas piston puncak piston. Bentuk
puncak piston sangat bergantung pada bentuk ruang bakar, bagian tersebut ditebalkan agar sanggup menampung tekanan gas dan memperbaiki jalannya aliran panas melalui cincin piston.
Semakin tinggi temperatur semakin besar juga pemuaian piston. Panas yang diterima oleh piston harus dapat disalurkan secara cepat agar temperaturnya tidak melampaui batas yang di ijinkan, untuk itu menghindari pemuaian yang terlalu besar, maka bagian puncak piston dibentuk berbentuk kerucut.
Gambar 2.5 Bentuk-bentuk puncak piston.2. Kedudukan Piston
Piston adalah bagian motor yang bergerak lurus bolak balik di dalam silinder. Jadi kedudukan piston adalah pada silinder didalam ruang pembakaran dan ditopang oleh batang piston yang meneruskan gerakan piston ke poros engkol.
3. Bagian-bagian Piston
Gambar 2.6 Piston dan bagian-bagiannya
Ruang silinder diatas piston harus benar-benar tertutup rapat. Untuk mencapai keadaan tersebut digunakan cincin piston yang dipergunakan cincin piston yang dipasang pada piston. Cincin-cincin ini menyekat gas pada piston agar proses kompresi dan ekspansi dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.
Selain itu cincin piston harus pula mengoles minyak pelumas dari dinding silinder pada waktu piston bergerak dari TMA menuju TMB. Terbakarnya minyak pelumas, selain dapat memboroskan minyak pelumas, juga dapat membentuk kerak karbon pada busi, katup dan cincin piston.
2.3 Motor BensinMotor bensin merupakan pengembangan
dari motor otto. Bahan bakarnya bensin, yaitu suatu cairan bahan bakar yang mudah menguap pada temperatur normal. Bahan bakar ini dicampur dengan udara selama langkah pengisian berlangsung, alat pencampur ini dinamakan karbulator.
444
Agar putaran motor tetap berlangsung, dibentuklah deretan proses yang selalu berulang kembali mengikuti jejak-jejak yang sama seperti semula. Untuk itu diperlukan peralatan yang dapat bekerja dengan tepat.2.4 Sistem Pembakaran Pada Sepeda
Motor Proses Pembakaran pada sepeda motor
adalah campuran bahan bakar dan udara didalam silinder motor bensin harus sesuai dengan syarat busi, yaitu jangan terbakar sendiri. Ketika busi mengeluarkan api listrik pada saat beberapa derajat engkol sebelum torak mencapai TMA, campuran bahan bakar dan udara disekitar itulah mula-mula terbakar. Kemudian nyala api merambat ke segala arah dengan kecepatan yang sangat tinggi (25-50 m/detik).2.5 Sistem Bahan Bakar
Bahan Bakar yang digunakan motor bakar dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok, yaitu :1)Bahan bakar berwujud gas2)Bahan bakar berwujud cair3)Bahan bakar berwujud padat
Bahan bakar cair diperoleh dari minyak bumi, yang terpenting dari kelompok ini adalah 1)Bensin2)Minyak bakar3)Kerosin2.5.1 Syarat bensin untuk Motor bakar
Sebelum kita berbicara banyak tentang bensin, maka yang perlu kita perhatikan ketetapan sifat utama bahan bakar, yaitu :
2.5.2 Angka oktanBeberapa unsur bahan bakar ada yang
sangat mudah berdetonasi dan ada yang sukar. Sebagai pembanding, bahan bakar yang sangat mudah berdetonasi adalah heptana normal (C7HI 6) sedangkan yang sukar berdetonasi adalah iso-oktana (CsHI 8).2.5.3 Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi bahan bakar adalah banyaknya pemakaian bahan bahan bakar tiap satuan waktu. Satuan yang digunakan adalah ml/sec. Pengukuran konsumsi
bahan bakar dilakukan dengan menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan sejumlah bahan bakar.a) Menghitung konsumsi bahan bakar per
detik :Specific Fuel Consumption adalah
jumlah pemakaian bahan bakar yang dipakai setiap detik untuk menghasilkan satu satuan daya dan waktu pemakaian sebanyak 10 ml ( heywood, 1988 ; 13 )
dimana :
Sfc= Specific Fuel consumption (mg/mj)
mf = masssa bahan bakar yang dikonsumsi (g/s)
P = daya poros (kW)
b) Laju konsumsi bahan bakar dapat diperoleh dengan persamaan (Ariends & Berenschot, 1988 ; 13 )
Dimana :
Mf= laju konsumsi bahan bakar ( g/s )
t = waktu konsumsi bahan bakar setiap 1 ml ( s )
ρ = massa jenis bahan bakar ( gr/cm3)
ρprem= 0,73 gr/cm3 untuk premium.
2.6 Beberapa Besaran Ukuran Dalam Motor Bakar
2.6.1 Perhitungan Pada Motor Dengan Piston Ukuran Standart
a. Menurut Volume LangkahKapasitas mesin ditunjukkan oleh
volume yang terbentuk pada saat piston bergerak keatas dari TMB ke TMA, disebut juga sebagai volume langkah.
445
Volume langkah dihitung dalam satuan cc (cm3).
Rumus untuk menghitungnya adalah :
V langkah = L. lingkaran silinder x P. langkah
= r2 x S
= ( ½ D)2 x S
=
Keterangan :
V langkah = Volume langkah ( cc )
D = diameter piston (cm)
S = stroke/langkah piston (cm)
b. Menurut Volume Ruang BakarVolume ruang bakar adalah volume dari
ruangan yang terbentuk antara kepala silinder dan kepala piston yang mencapai lambang Vc
Proses pengukuran dilakukan dengan cara menuangkan air ataupun oli, kemudian ditakar menggunakan bejana ukur dan suntikan.
Penuangan air atau oli.
Gambar. 2.7 Pengukuran Volume ruang bakar
c. Menurut volume silinderVolume silinder adalah jumlah total
dari pertambahan antara volume langkah dengan volume ruang bakar.
Rumusnya :
Vs = Vl + Vc
Keterangan :
Vs = Volume silinder ( cc )
Vl = Volume langkah ( cc )
Vc = Volume ruang bakar ( cc )d. Menurut Perbandingan Kompresi
Perbandingan kompresi adalah perbandingan volume silinder dengan volume kompresinya. Perbandingan kompresi berkaitan dengan Volume langkah.Rumusnya :
Keterangan : E = Perbandingan Kompresi Vs = Volume silinder (cc) Vc = Volume Ruang Bakar (cc)
e. Menurut Kecepatan PistonSewaktu mesin berputar, kecepatan piston
di TMA dan TMB adalah nol dan pada bagian tengah lebih cepat, oleh karenanya kecepatan piston diambil rata-rata.Rumusnya :
Keterangan :V = Kecepatan piston rata-rata ( m / menit )L = langkah ( m )N = putaran mesin ( rpm )
f. Menurut TorsiTorsi juga sering disebut momen. Momen
sendiri merupakan gaya kali jarak.Rumusnya :
T = F x bF = m x g
Keterangan :T = torsi (Nm)F = gaya penyeimbang yang diberikan (N)m= beban terukur (kg)g = gaya grafitasi (9,81 m/s2)b = jarak lengan torsi (mm)
g. Menurut Gaya yang bekerja pada pistonUntuk menghitung gaya yang bekerja pada
piston,dapat dihitung dengan persamaan.Rumusnya :
M = F x LKeterangan :M = torsi (N.m)F = gaya yang bekerja pada piston ( N )
446
L = ½ dari panjang langkah piston ( m ) Semakin banyak jumlah gigi pada roda
gigi, semakin besar torsi yang terjadi. Sehingga kecepatan direduksi menjadi separuhnya.
h. Menurut TekananSetelah diketahui gaya yang bekerja pada
piston, barulah dapat dihitung tekanan yang terjadi pada ruang bakar motor dengan piston standart dengan persamaan.Rumusnya :
Keterangan :P = tekanan ( pascal atau N/m2)F = gaya yang bekerja pada piston ( N )a = Luas piston ( m2)
i. Menurut Torsi MaksimumBesarnya torsi maksimum pada sepeda
motor berbeda-beda. Ketika sepeda motor bekerja dengan torsi maksimum, gerak gaya roda belakang juga maksimum. Semakin besar torsinya semakin besar tenaga sepeda motor tersebut.
Besarnya torsi biasanya dicantumkan dalam data spesifikasi teknik, buku pedoman service atau brosur pemasaran suatu produk motor.
j. Menurut Daya Pada PorosDaya Motor adalah besarnya kerja
selama waktu tertentu, menghitung besarnya daya motor dalam satuan watt .
Rumusnya :
P = 2πN x T x 10-3
Keterangan :
P = Daya Motor (watt)
N= Putaran mesin (rev/s)
T= torsi (Nm)
2.6.2 Perhitungan Pada Motor Dengan Piston Oversize
a. Menurut Volume Langkah Piston Oversize
Rumusnya :
Keterangan :
Vs = volume langkah (mm3)
D = diameter silinder (mm)L = panjang langkah (mm)
b. Menurut Volume Total Silinder Piston OversizeSama seperti pada motor standart untuk
menghitung volume total silinder langkah (Vs) dengan Volume ruang bakar (Vc)Rumusnya :
Vt = Vc + Vs
Keterangan :Vt = Volume total silinder (cc)Vc = Volume ruang bakar (cc)Vs = Volume langkah (cc)
Karena oversize yang dilakukan hanya menambah diameter piston atau silindernya saja, tanpa merubah ruang bakarnya. Sehingga untuk volume ruang bakarnya sama seperti motor standart, sedangkan volume langkahnya berubah sesuai dengan hasil perhitungan sebelumnya.c. Menurut Perbandingan Kompresi Pada
Piston OversizeUntuk menghitung perbandingan
kompresi motor dengan ukuran piston oversize, yaitu dengan menggunakan persamaan :
Rumusnya :
Keterangan :
CR = Perbandingan kompresi
Vs = Volume langkah (cc)
Vc = Volume ruang bakar (cc)
d. Menurut Tekanan Pada Piston Oversize Tekanan yang terjadi pada ruang bakar
motor ukuran oversize akan berbeda dengan motor ukuran standard, ini terjadi karena adanya perubahan volume total akibat adanya penambahan diamater piston.
Rumusnya :
447
P1 . V1 = P2 . V2
Keterangan :
P1 = tekanan pada motor standard ( N/m2)
P2 = tekanan pada motor oversize ( N/m2)
V1 = volume total silinder motor standard (m3)
V2 = volume total silinder motor oversize (m3)
e. Menurut Gaya Yang Bekerja Pada Piston Oversize
Rumusnya : F = P x a
Keterangan :
F = gaya yang bekerja pad piston oversize (N)
P = tekanan motor oversize (pascal atau N/m2)
a = luas permukaan piston oversize (m2)
f. Menurut Torsi Pada Piston OversizeRumusnya :
M = F x L
Keterangan :
M = torsi (N.m)
F = gaya yang bekerja pada piston (N)
L = ½ langkah piston (m)
g. Menurut Daya Motor Dengan Piston OversizeSebelum menghitung daya pada motor
dengan piston ukuran oversize, terlebih dahulu dihitung putaran (n) yang terjadi pada motor standard, karena daya pada motor standard telah diketahui seperti yang tertera pada spesifikasinya.
Rumusnya :
Keterangan :
Pi = daya pada piston oversize (watt)
P = tekanan motor oversize ( N/m2)
a = luas permukaan oversize ( m2)
L = langkah piston (m)
n = putaran piston (rpm)
III METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian merupakan gambaran mengenai langkah-langkah penelitian yang sistimatik.
3.1 Tempat dan waktu penelitianPenelitian dilakukan di Universitas
Gresik. Waktu pengambilan data dimulai dari bulan Desember 2014. Untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dan data yang akurat.
3.2 Pengumpulan dataData yang diperoleh untuk penelitian
ini adalah data sekunder berupa data resmi di spesifikasi Motor pada brosur spesifikasi dan data pengamatan secara visual bengkel.
Data yang dikumpulkan meliputi :
1. Data Spesifikasi2. Data Bahan Perhitungan3. Data Hasil Analis3.3 Diagram Alir Penelitian
448
Gambar 3.1 Diagram alir proses penelitian
Langkah –langkah penelitian diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Identifikasi a. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan ini merupakan keegiatan pengumpulan informasi dengan melakukan observasi awal untuk mengetahui masalah yang terjadi, kemudian mengidentifikasi masalah tersebut dan menguraikan masalah secara detail dengan didukung studi literature yang memadai, untuk melakukan review terhadap beberapa teori yang berkaitan dalam permasalahan yang diteliti sebagai dasar dalam pencarian dampak akibat proses oversize.2. Penentuan Objek Penelitian
Menentukan objek apa yang akan di teliti dan dilakukan dengan mengambil data penguji spesifikasi motor.
3. Identifikasi Masalah dan Tujuan penelitian
Tahap Analisa dan Pengolahan Data
Metode pengumpulan data ini merupakan hal yang penting untuk mendapatkan data – data penelitian yang akan dipergunakan sebagai media untuk menganalisa dan memberikan kesimpulan yang tepat dari data yang diperoleh. Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data spesifikasi, hasil analisa perubahan yang terjadi akibat proses oversize.
4. Tahap hasil analisa pengujian dan Kesimpulan
IV ANALISA DAN PEMBAHASAN4.1Data-Data yang diperlukan
Untuk melakukan perhitungan kinerja motor diperlukan data-data antara lain : spesifikasi yang diperoleh dari Brosur Spesifikasi Motor Standart Yamaha Mio Soul GT tahun 2014.
Tabel 4.1.1 Data Spesifikasi Motor Standart Yamaha Mio Soul GT tahun 2014.
Guna melengkapi Data-Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kinerja motor, maka perlu dilakukan pengukuran Volume Ruang bakar. Proses Pengukuran dilakukan dengan cara menuangkan air atau oli, kemudian ditakar menggunakan bejana ukur atau suntikan.
449
Mulai
Penentuan objek
Identifikasi masalah dan tujuan penelitian pada
proses oversize
Pengumpulan Data yang akan di analisa
Melakukan pengujian awal meliputi perhitungan, dan dampak akibat proses oversize
Selesai
Hasil analisa pengujian
Kesimpulan
Spesifikasi Standart Yamaha Mio Soul GT 2014
Volume Langkah (cc) 113,7 cc
Diameter Piston (mm) 50,0 mm
Langkah Piston (mm) 57,9 mm
Torsi (N.m) 8,5 N.m
Perbandingan Kompresi 9,3 : 1
Daya (kW) 5,7 Kw
Study PendahuluanTahap identifikasi
Tahap analisa dan pengolahan
data
Tahap hasil pengujian
analisa dan kesimpulan
Penuangan air atau oli
Gambar 4.1 Pengukuran Volume Ruang
Bakar
Hasil pengukuran manual pengukuran Volume Bahan Bakar untuk Motor Yamaha Mio Soul tahun 2014 Standart adalah 14,55 cc
Serta untuk menghitung perubahan pada diameter Piston pada Motor perlu ditambah diameter piston tersebut sesuai dengan oversize piston tersebut.
4.2 Prosedur Perhitungan Kinerja Motor
Prosedur Perhitungan yang dilakukan dengan proses pembakaran normal yang meliputi pada motor ukuran Standart dan oversize. Penambahan ukuran oversize yang dilakukan yaitu dengan menambah diameter piston sebesar 0,25 mm, 0,50mm, 0,75mm dan 1mm dari ukuran standart nya. Perhitungan secara manual ini diperlukan untuk mengetahui pengaruh oversize piston terhadap kinerja motor dan membandingkannya dengan motor yang masih berukuran standart.
4.2.1 Menghitung Volume Langkaha) Menghitung Volume Langkah dengan
oversize standartDiketahui : D = 50 mm atau D = 5
cm S = 57,9 mm atau S = 5,79
cmDitanya : V langkah ( cc )Dijawab : V langkah =L.lingkaran silinder x P.
langkah
= r2 x S
= 3,14 . 2,52 x 5,79 (cm3 atau cc)
= 3,14 x 6,25 x 5,79 = 113,7 cc
b) Menghitung Volume Langkah dengan oversize 0,25 mmDijawab :
Vlangkah=L.lingkaran silinder x P.langkah
= r2 x S
= 3,14 . 2,5122 x 5,79 cc = 3,14 x 6,31 x 5,79 = 114,7 cc
4.2.2 Menghitung Volume Sillindera.) Menghitung Volume Silinder pada Piston
oversize standartDiketahui :
Vl = 113,7 cc
Vc = 14,55 cc
Ditanya :
Vs = Volume Silinder (cc)
Dijawab :
Vs = Vl + Vc
= 113,7 + 14,55
= 128,25 ccb.) Menghitung Volume Silinder pada Piston
oversize 0,25 mm Dijawab : Vs = Vl + Vc
= 114,7 + 14,55
= 129,25 cc4.2.3 Menghitung Perbandingan
Kompresia.) Menghitung Perbandingan Kompresi pada
Piston oversize Standart. Diketahui :
Vs = 128,25 cc Vc = 14,55 cc
Ditanya : E = Perbandingan Kompresi
Dijawab :
450
b.) Menghitung Perbandingan Kompresi pada Piston oversize 0,25 mm.
Dijawab :
4.2.4 Menghitung Tekanan pada Piston.Rumus Menghitung Tekanan Pada Piston Oversize Standart.
Keterangan :P = Tekanan ( pascal atau N/m2)F = Gaya yang bekerja pada piston
(N)a = Luas Piston ( m2 )
Rumus Menghitung Tekanan Pada Piston Ber-Oversize
P1 . V1 = P2 . V2
Keterangan : P1 = tekanan pada motor standard (pascal
atau N/m2)P2 = tekanan pada motor oversize (pascal
atau N/m2)V1= volume total silinder motor standard
(m3)V2 = volume total silinder motor oversize
(m3)
a.) Menghitung Tekanan pada Piston oversize standart.Diketahui : F = Gaya yang bekerja pada piston (N)a = Luas Piston (m2)Ditanya : P = Tekanan (N/m2)Dijawab :
P = 149,61 N/m2
b.) Menghitung Tekanan pada Piston oversize 0,25 mm. Dijawab :
P1 . V1 = P2 . V2
149,61 (N/m2) . 1,28 (m3) = P2 . 1,29 (m3)
P2 =
P2 = 148,45 N/m2
P2 =
4.2.5 Menghitung Gaya yang bekerja pada Piston.
a.) Menghitung Gaya pada Piston oversize standartDiketahui :
M = 8,5 NmL = 28,95 mm = 0,02895 m
Ditanya :F = Gaya yang bekerja pada Piston ( N )Dijawab :
M = F x L 8,5 (N.m) = F (N) x 0,02895 (m)
F(N)=
= 293,61 Nb.) Menghitung Gaya pada Piston oversize 0,25
mm.Dijawab :
F = P x aF = 148,45 . 1,98 = 293,93 Na = 2,04 m2
4.2.6 Menghitung Daya pada Piston.a.) Menghitung Daya pada Piston oversize
0,25mmDiketahui : P = 148,45 N/m2
a = 1,98 m2
L = 57,9 mn = 670 rpmDitanya :P1 = Daya yang bekerja pada Piston Oversize 0,25mm ( kW )Dijawab :
451
Pi = 5,70 kW
b.) Menghitung Daya pada Piston oversize 0,50 mm.Dijawab :
Pi = 5,70 kW4.2.7 Menghitung Konsumsi Bahan
Bakar.Dari Data Spesifikasi Motor
yamaha Mio Soul GT 2014 Standart Konsumsi Bahan Bakarnya mencapai 51,9 km/liter
a) Konsumsi Bahan Bakar untuk piston Oversize Standart
b) Konsumsi Bahan Bakar untuk piston Oversize 0,25 mm
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Hasil Pekerjaan.
Berdasarkan Analisis yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa dengan meng-Oversize piston, Volume langkah akan bertambah besar tetapi Tekanan pada ruang pembakaran menurun, Perbandingan Kompresi dan Gaya yang bekerja pada piston mengalami peningkatan, Sedangkan untuk Torsi dan Daya yang dihasilkan relatif sama dengan motor berukuran standart, ini terlihat dari
Hasil perhitungan yang telah dilakukan. Kenaikan maupun Penurunan yang terjadi akan mempengaruhi kinerja motor serta konsumsi bahan bakar.
5.2 Saran
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini dengan berdasarkan data spesifikasi yang ada lalu dihitung dengan rumus-rumus yang ada. Saran yang diberikan adalah adalah dilakukan penelitian ulang dengan menggunakan benda uji yang nyata dan mempraktekan dengan sebenarnya perubahan yang terjadi serta mempertimbangkan kekuatan materialnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Syarif Hidayatullah, Jurusan Teknik Mesin. Universitas Gunadarma.
Brosur Spesifikasi Motor Yamaha Mio Soul GT 2014, Dealer Yamaha Yes
BPM. Arends, H. Berenschot, Motor Bensin. Erlangga, Jakarta 1980
DM. Murdhana, Teknik Praktis Merawat Sepeda Motor, Pustaka Grafik
.
Harsanto, 1979, Motor Bakar, Penerbit Djambatan, Jakarta
Jalius Jama, dkk. Teknik Sepeda Motor.
Nugroho, Amien, 2005.
452
Ensiklopedi Otomotif, cetakan pertama, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Pengetahuan Dasar 4 Langkah, PT. Yamaha Motor Indonesia, 1996
www.motorplus-online.com
www.yamaha.com
453
ANALISA KEBUTUHAN ANODA KORBAN SENGPADA PLAT BOTTOM KAPAL
DI PT. INDONESIA MARINA SHIPYARD
Deni SeptianProgram Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Gresik
ABSTRAK
Kontruksi bot tom kapal adalah bagian pertama kali terkena air laut dan paling cepat mengalami korosi., sampai saat ini salah satu cara untuk melindungi korosi adalah dengan sistem metoda catodic protection. Metoda catodic protection yang sering dipakai menggunakan anoda korban. Jenis anoda korban yang digunakan adalah paduan seng. Analisa dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas anoda korban sebagai catodic protection dan mengetahui kebutuhan anoda korban untuk memperlambat laju korosi. Metodologi dalam penelitian ini adalah bertempat di PT. INDONESIA MARINA SHIPYARD. Dan sebagai obyek penelitian adalah kapal KMP. CITRA MANDALA SAKTI, dengan menggunakan media air laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anoda korban paduan seng mempunyai sifat bekerja secara optimal untuk menghambat laju korosi dengan rata-rata 0,30 mm/tahun. Dengan demikian kebutuhan anoda korban seng yang terpasang pada permukaan yang terkena air laut, dengan luas plat bottom kapal, memakai anoda korban seng sebagai catodic protection.
Kata Kunci : Baja, Seng, Korosi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi saat ini
transportasi sangatlah penting sebagai alat
penghubung. Kapal laut adalah salah satu
alat transportsi yang sangat penting.
Di lihat dari segi konstruksi pada kapal
laut, plat bottom kapal adalah daerah yang
pertama kali terkena air laut, dan sangatlah
rentan terkena korosi.
Dari kerusakan kerusakan atau korosi
pada kontruksi bangunan plat kapal laut
adalah karena air laut. Dan sampai saat ini
penggunaan besi baja sebagai bahan utama
untuk pembuatan bangunan kapal baja
Untuk menghindari dampak yang
timbul akibat korosi air laut, maka plat
lambung kapal perlu di beri perlindungan
korosi secara berkala. dan sampai saat ini
untuk melindungi plat kulit kapal bagian
bawah atau bottom kapal terhadap korosi air
laut masih menggunakan, perlindungan
secara pasif (dengan pengecatan) dan
perlindungan secara aktif dengan metoda
(cathodic protection).
Dalam hal ini metode yang digunakan
untuk menahan laju korosi dalam plat
lambung kapal adalah dengan sistim
perlindungan memakai anoda korban
(cathodic protection), perlindungan dengan
anoda korban mempunyai kelebihan
diantaranya lebih sederhana, simpel dan
biaya perawatan yang lebih rendah. Jenis
anoda korban yang banyak digunakan
adalah paduan
Dan anoda korban zink mempunyai
kelebihan dengan reliability karakter yang
mudah larut untuk menyebar melindungi
bagian kulit bottom kapal dan jenis anoda
korban ini lebih sering di pakai dan sangat
cocok untuk system regulasi kapal yang dalam
tiap tahunnya harus menjalani undocking dan
454
untuk melihat kelayakan dari bangunan kapal,
terutama bagian bottom kapal.
Anoda korban zink dengan komposisi
paduan yang sesuai dengan karakteristik untuk
memproteksi plat bottom kapal dari korosi dan
menempelnya hewan laut, dari sarat standart
kelayakan kapal yang tiap tahunnya menjalani
proses docking kapal dan akan tetapi anoda ini
bersifat mudah larut.
1.2. Rumusan Masalah
Mengacu dari latar belakang masalah
di atas, maka dapat dirumuskan masalah
yaitu, berapa banyak anoda korban zink yang
dibutuhkan untuk melindungi plat bottom
kapal?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektifitas kebutuhan
anoda korban paduan zinc, sebagai
proteksi katodik pada plat lambung kapal
(lapisan plat yang terkena air), dan secara rinci
tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Menghitung laju korosi plat baja pada
bottom kapal yang sedang menjalani
repair dan pengedockan di galangan
kapal untuk menentukan efektifitas
anoda korban yang terpasang.
b. Menghitung kebutuhan anoda korban
zinc sebagai proteksi katodik untuk
plat baja pada bottom kapal yang
terkena air laut, untuk memenuhi
standar kelayakan yang berlaku.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini semoga dapat
bermanfaat bagi perusahaan dok kapal
dalam menentukan kebutuhan jumlah dan
berat anoda korban zink, sebagai pelindung
terhadap korosi pada plat bottom kapal,
Serta masukan ide pemikiran yang
bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam bidang
perkapalan, khususnya dalam hal
perlindungan plat bottom kapal terhadap
korosi air laut.
Sedangkan manfaat bagi
perusahaan pelayaran dapat menggunakan
dari hasil analisa dan penelitian ini dan
diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan atau masukan dalam
menentukan kebutuhan dan penempatan
dalam pemasangan. anoda korban paduan
zinc untuk memperoleh hasil perlindungan
yang baik dan optimal.
Adapun untuk instansi atau akademik,
di harapkan penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai masukan dan bahan
pertimbangan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
1.5. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini
adalah agar dapat dilakukan sesuai dengan
tujuan yang telah direncanakan, antara lain :
a. Salinitas air laut sesuai dengan kondisi
lingkungan air laut pada saat kapal
berlayar yaitu di perairan Laut Jawa.
b. Plat baja pada lambung kapal (shell
expantion) yang digunakan sebagai
spesimen uji penelitian merupakan plat
baja standar A dari class BKI (Biro
Klasifikasi Indonesia) yang memiliki
komposisi kimia dan sifat mekanis
setara dengan pelat baja AISI E 2512.
c. Anoda korban yang dipakai adalah
anoda paduan zink.
III.METEDOLOGI PENELITIAN
3.1. Metodologi Penelitian.
Lokasi uji dan analisa dalam
penelitian ini adalah bertempat di dock dan
455
galangan kapal PT. Indonesia Marina
Shipyard, Gresik. Jawa Timur, pada tahun
2014.
3.2. Sumber dan jenis penelitian.
Dari tahap pengamatan dan
pengukuran, kemudian diklarifikasi dengan
daftar pustaka tentang korosi dan
perlindungan plat lambung kapal untuk
menggunakan anoda korban yang biasa
dilakukan oleh pihak galangan kapal.
kemudian dalam tahap selanjutnya adalah
mencari data dan informasi yang
dibutuhkan dalam mengatasi masalah
tersebut, selanjutnya diterapkan langkah-
langkah untuk menganalisa dalam penelitian
ini melalui metoda penerapan yang ada di
dock, PT. Indonesia Marina Shipyard, Gresik
3.3. Diagram Alir Penelitian
Tahap Identifikasi
Studi Pendahuluan
Studi Lapangan
Tahap Pengumpulan dan PengolahanData
Tahap PembuatanKesimpulan danSaran
Gambar.3.3. Diagram alir penelitian
456
Kesimpulan
Mulai
Mengukur Ketebalan Plat Baja Lambung
KMP. Citra Mandala Sakti
Selesai
Menghitung Laju Korosi
Menghitung Kebutuhan Anoda Korban
3.4. Penjelasan
3.4.1. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan ini dilakukan dengan
cara peninjauan langsung di lapangan untuk
memperoleh data laju korosi plat baja lambung
kapal
3.4.2. Studi Lapangan
Data hasil hasil dari pengukuran
ketebalan plat Kulit bawah garis air (BGA) kapal
yang masih tersisa dianalisa untuk
menentukan laju korosi yang terjadi dan
menentukan kebutuhan anoda korban.
3.4.3. Mengukur Ketebalan Plat
Data dan penelitian di lakukan dengan
cara melalui metode penempatan alat ukur
(ultrasonic test) pada lambung kapal
kemudian mengambil ukuran ketebalan plat
sebagai data hasil analisa dan dicatat dalam
tabel
3.4.4. Menghitung Laju Korosi dan
Kebutuhan Anoda Korban
Setelah ukuran ketebalan plat
diketahui kemudian dicatat dan
dihitung laju korosi dari pengurangan
ketebalan dari tahun sebelumnya dan
laju korosi diketahui kemudian dilakukan
analisa jumlah anoda korban yang dipasang
pada plat lambung kapal.
IV. PEMBAHASAN DAN ANALISA HASIL
4.1. Analisa dan Penelitian di Lapangan
Penelitian dilakukan pada kapal KMP.
CITRA MANDALA SAKTI saat kapal
menjalani docking/naik dok di PT.
Indonesia Marina Shipyard. KMP.
CITRA MANDALA SAKTI merupakan kapal
jenis penumpang, yang beroperasi di perairan
laut Indonesia dengan salinitas air laut antara
33 o/oo s/d 37o/oo , dengan ukuran kapal :
Length Over All (Loa) : 48,94 m
Length Between Perpendicular : 42,91 m
Breadth (B) : 12,40 m
Depth (H) : 03,40 m
Draught (T) : 02,28 m
Gambar 4.1.1. KMP. CITRA MANDALA
SAKTI
bukaan kulit yang terbagi dalam
lajur plat dan hasil pengukuran tebal plat
lambung kapal setelah kapal berlayar selama
3 tahun di perairan laut Indonesia, dilakukan
dengan ultrasonict test, sebanyak 265 uji titik.
Distribusi titik uji ultrasonic test secara
memanjang, sebagaimana terlihat dalam
Gambar.4.1.2, berikut :
Gambar.4.1.2. Titik uji ketebalan pada
KMP. CITRA MANDALA SAKTI
4.2. Alat ukur ketebalan Plat.
Instrumen alat ukur yang digunakan
adalah ultrasonic test, alat ini digunakan
untuk mengukur ketebalan pada plat lambung
kapal.
Jenis layar : LCD
Resolusi : 0.001"/ 0.01 mm
Satuan : Metrik & Britis
Batas pengukuran : 0.04 ~8.0" (1 ~200mm)
standar
Batas kecepatan suara : 1000 ~ 9999 m/s
(3,280 ~32,805 ft/s)
Temperatur kerja : 0 ° C ~ +50° C ( 32 ~122 F°)
Frekuensi : 5 MHz
4.3.Hasil Perhitungan Laju Korosi
Data hasil penelitian di lapangan
terhadap KMP. CITRA MANDALA SAKTI,
menggunakan persamaan berikut.
CR = K x W . (mm/tahun) A x D x T
dimana :
K = 87.600
W =5.696.764
A = 7.853.500 (cm2)
D = Densitas pelat baja = 7,85(gram/cm3)
T = 26.280 (jam)CR = 87.600 x 5.696.764 = 499.036.526.400 (gram)
7.853.500 x 7.85 x 26.280 1.620.161.343.000 (cm²)
= 0.308 ( mm/tahun )
4.4. Hasil Perhitungan arus dan Kebutuhan
Anoda Korban
Perhitungan arus dan kebutuhan anoda
korban pada kapal KMP. CITRA MANDALA
SAKTI, dengan anoda korban yang di gunakan
paduan zink dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
M Ic T 8760
(kg)
dimana :
M = Berat anoda korban paduan zink (kg)
Ic = Kebutuhan arus proteksi (Ampere)
T = Umur proteksi (tahun), T = 3 Tahun
(Peraturan BKI)
= Faktor guna anoda korban, = 0,85
ε = Electrochemical efficiency (Ah/kg),
ε = 700, Anoda zink
Kebutuhan arus proteksi :
Ic = Ac x fc x ic (Ampere)
dimana :
Ac = Luas plat lambung kapal yang diproteksi
dengan paduan zink (m2)
Ac = 2T x Lpp x ...(m² )
dimana :
T = Sarat air kapal = 2,28 m
B = Lebar kapal = 12,40 m
Lpp = Panjang kapal = 42,91 m
ρ = Faktor efisiensi jenis kapal, ρ = 0,85 (untuk
kapal pasenger)
Ac = {(2x2,28)+12,40} x 42,91 x 0,85
Ac = 612.755 m²
fc = faktor kerusakan lapisan (tabel)
fc = k1 +k2 . tf ….( Ampere )
dimana :
k1 = 0,02 (mengacu pada DNV RPB401)
k2 = 0,015 (mengacu pada DNV RPB401)
tf = Umur Proteksi = 3 tahun
fc k1+k2 . tf = 0,002 + 0,015 x 3 = 0,0525
( Ampere )
ic = Arus Densitas rata-rata (Ampere/m2),
ic = 0,100 Ampere/m2 (tabel)
Sehingga :
Ic Ac fc ic 612,755 x 0,0525 x
0,100 3,217 ....(Ampere)
Maka berat anoda korban yang dibutuhkan :
M Ic T 8760
3,217 3 8760
142,087 .(kg) 0,85 700
Sesuai hasil perhitungan kebutuhan
anoda yang dipasang di plat area bawah garis
air di kapal KMP. CITRA MANDALA SAKTI
sebanyak (18 buah) klu di bagi dalam @ 8 kg/
buah. dan faktor tempat kritis 20% sehingga
jumlah menjadi (21 buah dalam satuan @ 8
kg/buah)
4.5. Penempatan Anoda Korban
Jumlah total adalah : 21 buah anoda
yang dipasang. dengan jarak penempatan anoda
korban adalah, panjang jarak kapal dibagi
jumlah anoda korban.
Gambar.4.5.1. Penempatan posisi anoda korban
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan
kebutuhan anoda korban sesuai dasar
pembahasan pada KMP. CITRA MANDALA
SAKTI, secara teknis dapat diketahui bahwa
untuk memperlambat laju korosi plat lambung
area bawah garis air kapal selama 3 tahun
berlayar, dibutuhkan anoda korban paduan
zink sebanyak @ 8 kg x 21 buah.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di
lapangan anoda korban paduan zink memiliki
kinerja yang optimal, dalam arti dapat
memperlambat laju korosi plat baja
seminimal mungkin, dan anoda korban zink
sifatnya mudah larut dan menyebar untuk
memproteksi, sehingga benar-benar dapat
berfungsi sebagai anoda yang memang
dikorbankan.
DAFTAR PUSTAKAAnggono, 2000, Studi Perbandingan
Kinerja Anoda Korban Paduan
Aluminium dengan Paduan Seng
dalam Lingkungan Air Laut, Jurnal
Teknik Mesin, Fakultas Teknologi
Industri, Universitas Kristen
Petra, Surabaya, Volume 2
Benjamin D. Craig, 2006, Corrosion
Prevention and Control : A
Program Management Guide for
Selecting Materials by : Advanced
Materials, Manufacturing, and
Testing Information Analysis
Center (AMMTIAC).
DNV Recomended Practice RP.B401, 1993,
Cathodic Protection Design, Det
Norske Veritas Industry Norway
AS, Hovik.
Fontana, Mars G, 1986, Corrosion
Engineering, 3th Edition, Mc
Graw Hill Book Co., New York.
PT. Biro Klasifikasi Indonesia, 2004,
Regulator for the Corrosion and
Coating System, Edition 2004,
BKI, Jakarta .
PT. Biro Klasifikasi Indonesia, 2006,
Rules for The Classification
and Construction of Seagoing Stel
Ships, Volume II, Rules For Hull,
Edition 2006, BKI, Jakarta .
Trethewey, Kenneth, R, B.Sc, Ph.D, C.Chem,
MRSC, MCORR.ST, John
Chamberlain, 1991, Korosi Untuk
Mahasiswa Sains dan Rekayasa,
PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
UJI KETAHANAN KOROSI MATERIAL
BAJA KARBON A 283 Gr C, SS 317L, SS 304, SS HG-30, SS Alloy-31
TERHADAP LIQUID SODIUM METABISULPHITE
Gh Rifqi Syaifullah
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Gresik
ABSTRAK
Logam merupakan material yang sering dipakai dalam berbagai aplikasi bidang. Misalnya dalam bidang perindustrian penggunaan logam sangat diperlukan. Fenomena korosi pada sebuah tangki penampungan liquid sodium metabisulphite yang menggunakan material baja karbon jenis A 283 C yang sering terjadi kebocoran, penelitian ini bertujuan untuk mencari material dengan laju korosi yang rendah untuk mengatasi masalah kebocoran tangki yang terjadi di lapangan akibat korosi. Dalam penelitian ini untuk mencari nilai laju korosi pada setiap material uji menggunakan metode Kehilangan Berat (Weight Loss), material dipotong dalam bentuk kupon dan dicelup kedalam bejana berisi liquid sodium metabisulphite selama 2 bulan, material ditimbang sebelum dan sesudah pengujian untuk mengetahui berat awal dan akhir sebagai data menghitung nilai laju korosi. Dilihat dari hasil pengujian pada material memiliki nilai laju korosi yang berbeda-beda, nilai laju korosi yang paling tinggi adalah pada material baja karbon tipe A 283 C, sedangkan nilai laju korosi yang paling rendah adalah pada material Stainless Steel tipe 317 L, dari karakteristik masing-masing kupon material terlihat lubang (pitting) pada permukaan material secara merata. Dari hasil penelitian tersebut dapat didapatkan bahwa nilai laju korosi pada material baja karbon A 283 C sebesar 1,663397735 mm/y, Stainless Steel 317 L sebesar0,003144580 mm/y, Stainless Steel 304 sebesar 0,935858876 mm/y, Stainless Steel HG 30 sebesar 0,004859598 mm/y, Stainless Steel Alloy 31 sebesar 0,003177925 mm/y. dan pada semua material uji terjadi korosi jenis lubang (pitting corossion). pada tangki penyimpanan liquid Sodium Metabisulphite disarankan menggunakan material Stainless steel tipe 317 L karna memiliki tingat nilai laju korosi yang paling rendah.
Kata Kunci : Laju korosi, Sodium Metabisulphite, Stainless Steel.
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sodium Metabisulphite adalah suatu garam industry yang terbuat dari bahan baku belerang/sulfur (S) dan soda ash (Na2CO3). Kegunaan Sodium Metabisulphite adalah sebagai pengawet
makanan food grade, pengkrispi makanan, anti jamur dan anti fermentasi, kegunaan lainnya seperti industry kertas, penetral sianida pada tambang emas, penetral chlorine dll.
460
Fenomena korosi dalam istilah sehari hari kita kenal sebagai peristiwa pengkaratan, korosi ini sebenarnaya merupakan peristiwa oksidasi logam oleh gas oksigen yang ada di udara membentuk oksidanya. Proses korosi banyak menimbulkan masalah-masalah pada peralatan industri yang terbuat dari besi walaupun logam-logam lain (kecuali logam mulia) dapat juga mengalami korosi, jadi jelas korosi dikenal sangat merugikan.
Besi adalah salah satu dari banyak jenis logam jenis logam yang penggunaaanya sangat luas didalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam dunia industri, namun kekurangan pada besi adalah sifatnya yang mudah terkorosi.
Begitu juga yang terjadi saat ini pada sebuah tangki penampungan fluida Sodium Metabisulphite denagan temperature sekitar 27°C sampai 30°C dengan menggunakan material Carbon Steel A 283 Grade C , pada tangki terjadi pengkorosian yang secara visual terlihat lubang-lubang kecil yang ada pada body tangki secara merata sehingga sering menimbulkan kebocoran, pada tangki tersebut.
1.2 Perumusan masalahDengan melihat latar belakang yang
telah dikemukakan maka beberapa masalah yang dapat penulis rumuskan yang akan dibahas dalam masalah ini adalah :
1. Material apa yang tahan atau mempunyai laju korosi yang rendah pada fluida Sodium Metabisulhite dengan temperatur sekitar 27°c sampai 30°c .
2. Tipe korosi apa yang terjadi.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jenis material apakah yang mempunyai laju korosi yang rendah ?
2. Untuk mengetahui jenis korosi apa yang terjadi pada berbagai material yang dipilih ?Hal ini harus dilakukan analisis untuk mengetahui bukti-bukti yang kongkrit.
1.4 Manfaat Penelitian bagi perusahaan
1. Untuk membantu perusahhan memberikan informasi tentang masalah yang terjadi
2. Memberikan pilihan-pilihan jalan keluar masalah tersebut dengan beberapa opsi dan pilihan terbaik kepada perusahaan.
3.1.5 Manfaat bagi Mahasiswa
1. Mempertajam kemampuan analisis dan berfikir secara sistimatis dengan logika yang tepat.
2. Menambah Pengalaman untuk memecahkan masalah yang sering terjadi dalam sebuah industri dan mencari jalan keluar dengan berbagai bukti-bukti dan alasan yang tepat.
1.6 Batasan Masalah. 1. Penelitian di lakukan pada
material tersebut yang di celupkan dalam bejana yang berisi liquid Sodium Metabisulphite.
2. Pengujian hanya di lakukan dengan metode uji kehilangan berat (weight loss) pada material tersebut.
3. Dalam penelitian ini tidak membahas struktur mikro pada material sebelum maupun sesudah pengujian.
II. METODE PENELITIAN2.1 Alir Penelitian
Penelitian dan karakterisasi sampel dilakukan di PT. METABISULPHITE NUSANTARA. Adapun metode alir penelitian dilakukan dengan tahapan-tahapan yang telah ditentukan sebagai berikut ;
1. Studi lapangan, untuk mencari data-data proses dari operasi manual dan data material manufaktur.
2. Studi pustaka, untuk mempelajari kasus korosi dengan literatur.
3. Melakukan pengujian korosi dengan pengukuran dimensi dan berat benda uji dengan material Baja karbon tipe A283 Grade C Stainless steel tipe 317L Stainless steel tipe 304 Stainless steel tipe HG-30 Stainless steel tipe Alloy-31
4. Menimbang dan mengevaluasi kondisi benda uji setiap minggu dan rencana pengujian selama 2 bulan .
5. Mengevaluasi hasil pengujian untuk menentukan laju korosi tiap material dan tipe korosi yang terjadi.
6. Melakukan kesimpulan hasil pengujian7. Memberikan saran-saran sesuai hasil
pengujian terhadap perbaikan alat/tangki yang terkorosi.
2.2 Peralatan dan Bahan
22.1 Peralatan
Gelas ukur Bejana Timbangan digital pH meter Jangka sorong Tang penjepit Bejana Thermometer Alat pendukung lainnya : sarung
tangan, masker, kertas, spidol
2.2.2 Bahan
Baja karbon tipe A 238 Grade C Stainless steel tipe 317L Stainless steel tipe 304 Stainless steel tipe HG-30 Stainless steel tipe Alloy-31 Sodium Metabisulphite Air
2.3 ProseS Pengujian dengan uji celup.
pengujian korosi dengan metode ini dikenal dengan metode pengujian hilang massa (weight loss). Pada tahap pengujian ini Sampel dibersihkan dengan air dan dikeringkan dengan hair dryer, sampel di ukur untuk mengetahui dimensi dan luas dari permukaan, sampel ditimbang untuk mengetahui berat awal sebelum pengujian, kemudian menyiapkan peralatan uji yang nyaman dan mudah digunakan, alat yang di gunakan sebagai chamber adalah sebuah bejana yang telah di isi larutan Sodium Metabisulphite, dengan kondisi pH larutan 4,4 dan suhu sekitar 27°C – 30°C kemudian sampel di celupkan dengan rencana waktu pencelupan selama 2 bulan / 1440 jam, dengan interval pengamatan setiap minggu..
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian tugas akhir ini, dilakukan beberapa pengujian untuk memperoleh data-data real yang dapat diaanalisa dan dapat menghasilkan kesimpulan yang cukup akurat dan relevan terhadap penelitian Tugas Akhir yang dilakukan.
3.1 Metode dan Hasil Pengujian
Metode pengujian yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini merupakan metode yang penulis anggap tepat dan dapat memenuhi kebutuhan data-data yang diperlukan dalam membangun system yang dibuat. Data-data hasil pengujian penulis sampaikan dalam bentuk table, diagram dan gambar agar lebih memudahkan untuk dianalisa dan dalam pengambilan kesimpulan terhadap hasil yang diperoleh. Pengukuran laju korosi pada material menggunakan metode kehilangan berat (Weight Loss), dengan menggunakan beberapa material diantaranya; baja karbon tipe A 283 C, stainless steel 304, stainless steel 317L, stainless steel HG30 dan stainless steel Alloy 31 . Pengujian dilakukan dalam waktu 2 bulan/1440 jam, mulai tanggal 25 maret 2015 - 25 mei 2015
3.1.2 Hasil pengujian.
Pengujian dengan metode kehilangan berat (Weight Loss) ini untuk mengetahui laju korosi pada kupon material uji pertahun, dan pada kupon material uji tersebut tidak dilakukan perlindungan apapun. Pengujian ini dilakukan selama 2 bulan / 1440 jam, berat kupon material uji sebelum dan sesudah dilakukan pengujian ditimbang, kemudian selisih beratnya dihitung untuk mencari laju korosi pada masing-masing material tersebut, liquid yang digunakan pada pengujian tersebut adalah liquid Sodium Metabisulphite yang berada pada suhu kamar.
Dari hasil pengukuran berat material sebelum dan sesudah pengujian dihasilkan selisih berat sebagai berikut :
A x D x T
K x W
Gambar 3.1 Diagram batang hasil pengukuran kehilangan berat pada masing-masing material.
Dari gambar 3.1 dapat diketahui bahwa kehilangan berat pada masing-masing material memiliki kehilangan berat yang berbeda-beda, pada material jenis baja karbon A 283 C memiliki kehilangan berat yang paling signifikan dibanding material lainnya yaitu sebesar 3,2197 gram. Sedangkan pada keempat material lainnya jenis Stainless steel terlihat kehilangan berat yang paling signifikan terlihat pada tipe 304 yaitu sebesar 1,3094 gram. Dan pada Stainless steel yang kehilangan beratnya tidak berbeda jauh adalah pada material tipe HG30 sebesar 0,11 gram, Alloy31 sebesar 0,0073 gram, dan nilai kehilangan berat yang paling kecil adalah pada tipe 317L yaitu sebesar 0,0066 gram.
Data kehilangan berat tersebut akan digunakan untuk melakukan perhitungan Corrosion Penetration Rate (CPR) atau biasa disebut laju korosi. Laju korosi pada masing-masing material dilakukan perhitungan terhadap perubahan berat material, luas permukaan yang tercelup, densitas material pada waktu ekspose
Laju korosi dapat dihitung sesuai dengan ASTM Section III G1-90 vol 3.2 2002, yaitu sebagai berikut:
Dimana ;
CPR = Laju korosi (mm/year)D = Densitas (g/cm³)A = Luas permukaan (cm²)T = Waktu (jam)K = Konstanta laju korosi (mmpy)W = Massa yang hilang (g)
Dari hasil uraian perhitungan laju korosi berbagai macam material didapatkan hasil kehilangan berat didalam tabel dan diagramberikut :
Tabel 3.2 Data perhitungan laju korosi pada masing-masing kupon material uji .
Gambar 3.2 Diagram batang nilai laju korosi pada setiap material uji.
Dari hasil pengujian tersebut dapat terlihat bahwa nilai Laju Korosi (CPR) pada masing-masing material dengan perlakuan yang sama memiliki tingkat laju korosi yang berbeda. Untuk tingkat laju korosi yang paling tinggi dalam penelitian ini adalah pada material jenis baja karbon dengan tipe A 283 C dengan nilai Laju Korosi (CPR) nya 1,663397735 mm/y. Sedangkan untuk keempat material lainnya dengan jenis Stainless steel (SS) nilai Laju Korosi (CPR) yang paling tinggi adalah pada tipe SS 304 yaitu sebesar 0,935858876 mm/y, tetapi tidak lebih tinggi dari jenis baja karbon tipe A 283 C. Dilihat dari diagram pada (Gambar 4.2) kedua material tersebut selisih nilai tingkat Laju Korosi (CPR) nya terlampau tinggi di banding ketiga material lainnya. Pada ketiga material tersebut selisih nilai Laju Korosi (CPR) nya tidak terlalu signifikan yaitu pada material SS HG-30 sebesar 0,004859598 mm/y. Nilai Laju Korosi (CPR) material SS Alloy-31 sebesar 0,003177925 mm/y. Sedangkan pada material SS 317L memiliki nilai Laju Korosi (CPR) yang paling rendah dari semua material uji yaitu sebesar 0.003144580 mm/y.
3.1.3 Analisa korosi pada sampel kupon material
Laju korosi yang terjadi pada kupon sangat terkait dengan mekanisme korosi yang terjadi, dimana perbedaan jenis korosi akan mengakibatkan hasil laju korosi yang berbeda pula.
MaterialUji
Berat AwalW0
(Gram)
Berat Akhir
W1
(gram)
Selisih BeratΔW
(gram)
LuasCm2
Laju KorosiCR (mm/th)
SS 317 LA 283 CSS 304SS HG 30
SS Alloy 31
19,75688,239417,997123,704023,6845
19,75095,019716,092823,693023,6772
0,00663,21921,90430,0110,0073
1615
15,591717
0,0031445801,6633977350,9358588760,0048595980,003177925
(CPR) =
Gambar3.3 Foto sampel kupon material sebelum pengujian
Gambar3.4 Foto sampel kupon material sesudah pengujian
Dilihat dari gambar permukaan dari masing-masing tipe material uji hampir pada semua jenis material timbul lubang (pitting) pada permukaan, akan tetapi pada setiap material uji memiliki tingkat kerusakan akibat korosi yang berbeda-beda, pada material baja karbon A 283 C dan SS 304 memiliki lubang (pitting) pada permukaan lebih lebar dan terlihat jelas dibandingkan material lainnya, sedangkan pada material SS 317 L, SS HG 30, dan SS Alloy 31 memiliki lubang (pitting) cenderung lebih kecil. Hal ini juga dipengaruhi oleh komposisi dari setiap material tersebut, Crhoum dan Nickel memiliki peranan penting dalam system perlindungan pada Stainless steel (SS).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisa pengukuran laju korosi yang telah dilakukan pada material baja karbon A 283 C, SS 317 L, SS 304, SS HG 30, SS Alloy 31 dengan media liquid Sodium Metabisulphite, didapatkan hasil kesimpulan sebagai berikut:
1. Laju korosi (CPR) yang terjadi pada masing-masing kupon material adalah : Nilai CPR pada material A 283 C
adalah 1,663397735 mm/y. Nilai CPR pada material SS 317 L
adalah 0,003144580 mm/y. Nilai CPR pada material SS 304
adalah 0,935858876 mm/y. Nilai CPR pada material SS HG 30
adalah 0,004859598 mm/y. Nilai CPR pada material SS Alloy
31 adalah 0,003177925 mm/y.2. Nilai laju korosi (CPR) yang paling besar
adalah pada material baja karbon tipe A 283 C yaitu sebesar 1,663397735 mm/y.
Sedangkan nilai laju korosi (CPR) yang paling rendah adalah pada material SS 317 L yaitu sebesar 0,003144580 mm/y
3. Dilihat dari permukaan pada semua sampel uji, Karakteristik korosi yang terjadi pada masing-masing material uji adalah korosi jenis lubang (pitting corrosion).
4.2 SaranBerdasaarkan dari hasil penelitian
nilai laju korosi tersebut bahwa pada tangki penyimpanan liquid sodium metabisulphite yang menggunakan material baja karbon A 283 C disarankan untuk mengganti material yang nilai laju korosinya rendah, sehingga dapat mengurangi masalah yang terjadi di lapangan seperti kebocoran yang sangat merugikan. Dari beberapa material uji tersebut nilai laju korosi yang rendah adalah pada material Stainless steel 317 L, Stainless steel HG 30, Stainless Steel Alloy 31, ketiga material tersebut memiliki perbedaan nilai laju korosi yang tidak terlalu jauh. Sehingga pada tangki penyimpanan liquid Sodium Metabisulphite disarankan menggunakan material Stainless steel tipe 317 L, selain mempunyai nilai laju korosi paling rendah dilihat dari segi biaya lebih efisien karena harga Stainless steel 317 L lebih murah dibandingkan Stainless Steel HG 30 dan Stainlesss steel Alloy 31.
Daftar Pustaka
ASTM G1. Standard practice for preparing, cleaning, and evaluation corrosion test specimens.
ASTM international.1999.
ASTM Section III G1-90 vol 3.2 2002, Standart test Methods and Definition For Mechanical testing of steel product.
Washington: API published
ServiceFontana, Mars G., 1987. Corrosion Engineering (Third Edition).
Singapore: McGraw-Hill Book Company
Gadang Priyotomo,2008. Kamus saku korosi material Vol.1 edisi mahasiswa,
PUSPIPTEK. Serpong Tangerang.
Syohan Demega Perdhana. Studi Laju Korosi Pada Plat Stainless Steel 304 dan 316 Dengan Variasi Media
Korosi.Tugas Akhir,Teknik Kelautan
ITS-surabaya
Trethewey, K. R.dan Chamberlain, J. 1991. Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan.
Jakarta: PT. Gramedia.
OPTIMALISASI ANALISA VIBRASI UNTUK MENDETEKSI GEJALA MISALIGNMENT PADA MESIN BERPUTAR
HENDRA DWI NUR CAHYO
Program Strudi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Univeritas Gresik
ABSTRAK
Kerusakan pada mesin berputar yang disebabkan oleh misalignment dan perbedaan phase merupakan kerusakan yang mengakibatkan kegagalan dan keterlambatan yang mempengaruhi kapasitas serta pencapaian hasil produksi.
Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan menggunakan simulator mesin berputar dengan cara memberikan shims pada posisi fan dengan variasi ketebalan antara 0,5, 0,75, 1,00, dan 1,50, sehingga mesin simulator mengalami keadaan misalignment baik pada posisi angular maupum posisi parallel.
Disetiap item percobaan dilakukan pengukuran vibrasi dan perbedaan phase menggunakan peralatan CSI 2130 Machinery Health Analyzer dual channel.
Dari hasil analisa spectrum vibrasi dan perbedaan phase dapat disimpulkan bahwa angular misalignment ditandai dengan nilai tingginya vibrasi diarah axial terutama didekat kopling yang strukturnya lemah dan terjadi perbedaan phase diarah axial sebesar 180°, parallel misalignment ditandai dengan tingginya vibrasi diarah radial(horizontal dan vertical) dan perbedaan phase diarah radial(horizontal dan vertical) sebesar 180°, sehingga untuk mendeteksi gejala misalignment sebaiknya pengukuran perbedaan phase harus dilakukan sebagai tambahan untuk memperkuat diagnosa pengambilan kesimpulan gejala awal misalignment.
Kata kunci : Misalignment, Spectrum Vibrasi, dan Perbedaan Phase
466
I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Misaligment adalah salah satu sumber getaran
yang dapat menyebabkan kerusakan pada mesin yang
sering terjadi pada mesin yang berputar.
Misalignment juga menimbulkan getaran yang
berlebihan sehingga dapat menimbulkan kerusakan dini
pada komponen mesin dan selanjutnya memperpendek
umur operasi pada pompa atau mesin berputar.
Diambil dari Vibration Diagnostic Chart yang
dibuat oleh Technical Associates of Charlotte memberikan
menganalisa karakteristik getaran misalignment pada
sistem pada mesin berputar dimana kopling rigid sebagai
elemen transmisi daya.
1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana cara mendeteksi gejala awal
misaligment.
2. Bagaimana pengaruh misalignment terhadap
perbedaan phase.
1.3 Tujuan Penelitian1. Untuk mengetahui cara mendeteksi gejala awal
misalignment.
2. Untuk mengetahui pengaruh misalignment terhadap
perbedaan phase pada mesin berputar.
1.4 Manfaat PenelitianManfaat analisa nantinya akan memberikan solusi
dan informasi pada industri agar dapat melakukan
pencegahan gejala awal kerusakan yang disebabkan oleh
misalignment pada mesin berputar.
1.5 Batasan Masalah1. Bahan yang dianalisa hanya komponen pada
simulator mesin berputar.
2. Analisa getaran misalignment.
(CSI 2130 Machinery Health Analyzer)
II. METODE PENELITIAN2.1. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian di laksanakan di Ruang Lab.Fisika Teknik
Mesin Universitas Gresik
2.2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yaitu tentang analisa vibrasi dan
misalignment.
2.3. Penggumpulan Dataa. Pengukuran Vibrasi.
b. Pengukuran Perbedaan Phase.
2.4 Proses Penelitian
Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
III. ANALISA DAN PEMBAHASAN3.1 Analisa Spectrum Vibrasi dan Perbedaan Phase
Gambar 3.1 Simulasi Mesin Berputar
Gambar 3.2 CSI 2130 Machinery Health Analyzer
Point – point pengukuran spectrum vibrasi dan perbedaan
phase.
Gambar 3.3 Point pengukuran simulasi mesin berputar
1. M1H = Motor Outboard Horizontal
2. M1V = Motor Outboard Vertical
3. M1A = Motor Outboard Axial
4. M2H = Motor Inboard Horizontal
5. M2V = Motor Inboard Vertical
6. M2A = Motor Inboard Axial
7. F1H = Fan Outboard Horizontal
8. F1V = Fan Outboard Vertical
9. F1A = Fan Outboard Axial
10. F2H = Fan Inboard Horizontal
11. F2V = Fan Inboard Vertical
467
12. F2A = Fan Inboard Axial
Keterangan diatas merupakan titik pengukuran yang
akan dilakukan pengukuran untuk mendapatkan data,
Pengukuran kami ambil dari 2 posisi yaitu angular dan
parallel pada titik vertical, horizontal, dan axial.
Gambar 3.4 point dari misalignment paralel yang akan
dilakukan pengukuran
Gambar 3.5 point dari misalignment angular yang akan
dilakukan pengukuran
3.2 Hasil Pengukuran Spectrum Vibrasi dan
Perbedaan Phase. Dibawah ini data dari hasil pengukuran Spectrum
Vibrasi dan Perbedaan Phase
Tabel 3.1 Hasil Pengukuran Spectrum Vibrasi dan Perbedaan Phase Angular misalignment
Tabel 3.2 Hasil Pengukuran Overall Spectrum Vibrasi
Angular Misalignment
Tabel 3.3 Hasil Pengukuran Perbedaan Phase Angular
Misalignment
3.3.1 Pengukuran Spectrum Vibrasi Angular Misalignment
Gambar 3.6 Spectrum Vibrasi Angular Misalignment
dengan shim 0,5 mm
468
Gambar 3.7 Spectrum Vibrasi Angular Misalignment
dengan shim 0,75 mm
Gambar 3.8 Spectrum Vibrasi Angular Misalignment
dengan shim 1,00 mm
Gambar 3.9 Spectrum Vibrasi Angular Misalignment
dengan shim 1,5 mm
Tabel 3.4 Data Hasil Pengukuran Spectrum Vibrasi dan
Beda Phase Paralel Misalignment
Tabel 3.5 Hasil Pengukuran Overall Spectrum Vibarasi
Paralel Misalignment
Tabel 3.6 Hasil Pengukuran Perbedaan Phase Paralel
Misalignment
3.3.2 Pengukuran Spectrum Vibrasi Paralel
Misalignment
Gambar 3.10 Spectrum Vibrasi Paralel Misalignment
dengan shim 0,5 mm
469
Gambar 3.11 Spectrum Vibrasi Paralel Misalignment
dengan shim 0,75 mm
Gambar 3.12 Spectrum Vibrasi Paralel Misalignment
dengan shim 1,00 mm
Gambar 3.13 Spectrum Vibrasi Paralel Misalignment
dengan shim 1,5 mm
Gambar 3.14 Spectrum Vibrasi Paralel Misalignment
dengan shim 0,5 mm
Gambar 3.15 Spectrum Vibrasi Paralel Misalignment
dengan shim 0,75 mm
Gambar 3.16 Spectrum Vibrasi Paralel Misalignment
dengan shim 1,00 mm
Gambar 3.17 Spectrum Vibrasi Paralel Misalignment
dengan shim 1,5 mm
3.3 Pembahasan Dari Hasil Analisa Spectrum Vibrasi dan
Perbedaan Phase.
Dari data yang ada diatas kita dapat mengetahui
pada posisi shim dengan ketebalan tertentu akan
menunjukkan perubahan point dengan nilai lebih tinggi
seperti yang terlampir pada tabel dan grafik dibawah ini :
3.3.1 Hasil Pengukuran Analisa Spectrum Vibrasi angular
Misalignment.
Tabel 3.7 Pengukuran Spectrum Vibrasi Angular
Misalignment Overall.
Gambar 3.18 Grafik Spectrum Vibrasi Angular
Misalignment
Dari tabel dan grafik diatas menunjukkan titik
pengukuran pada spectrum vibrasi yang dilakukan dengan
ketebalan shim tertentu, dari kenaikan nilai diatas
menunjukkan pada point F1A terlihat kenaikkan nilai
sangat signifikan sehingga terdeteksi oleh alat pengukur
vibrasi mesin simulator tersebut mengalami misalignment
pada point F1A (Fan Inboard Axial).
Sedangkan pada pengukuran beda phase didapat
nilai point pada tabel dan grafik dibawah ini
Tabel 3.8 Pengukuran Beda Phase Angular Misalignment.
470
Gambar 3.19 Grafik Beda Phase Angular Misalignment
Pada tabel dan grafik diatas pada pengukuran
beda phase terlihat jelas pada posisi axial sudah terlihat
dari hasil pengukuran dengan shim 0,5 mm menunjukkan
nilai yang cukup tinggi dari horizontal maupun vertical,
3.3.2 Pengukuran Analisa Spectrum Vibrasi Paralel
Misalignment.
Tabel 3.9 Pengukuran Spectrum Vibrasi Paralel
Misalignment Overall
Gambar 3.20 Grafik Spectrum Vibrasi Paralel
Misalignment
Dari tabel dan grafik diatas menunjukkan titik
pengukuran pada spectrum vibrasi yang dilakukan dengan
ketebalan shim tertentu, dari kenaikan nilai diatas
menunjukkan point F1H & F1V terlihat kenaikkan nilai
sangat signifikan sehingga terdeteksi oleh alat pengukur
vibrasi bahwasanya mesin simulator mengalami
misalignment pada point F1H (Fan Inboard Horizontal)
dan point F1V (Fan Inboard Vertical).
Sedangkan pada pengukuran beda phase didapat
nilai point pada tabel dan grafik dibawah
Tabel 3.10 Pengukuran Beda Phase Paralel Misalignment.
Gambar 3.21 Grafik Beda Phase Paralel Misalignment
Pada tabel dan grafik diatas pada pengukuran
beda phase terlihat jelas pada posisi horizontal dan vertical
sudah terlihat dari hasil pengukuran dengan shim 0,5 mm
menunjukkan nilai yang cukup tinggi dari posisi axial,
IV. KESIMPULAN DANSARAN4.1 Kesimpulan1. Angular misalignment ditandai dengan nilai tingginya
vibrasi pada posisi axial terutama didekat kopling yang
strukturnya lemah, dan terjadi perbedaan phase pada
posisi axial sebesar180°.
2.Paralel misalignment ditandai dengan tingginya nilai
vibrasi pada posisi radial (horizontal dan vertical) dan
perbedaan phase pada posisi radial (Horizontal dan
Vertical) sebesar 180°.
3. Untuk mendeteksi misalignment yang paling cepat dan
akurat adalah dengan mengukur perbedaan phase (untuk
parallelbedaphase horizontal dan vertical sedangkan
untuk angularbedaphase axial).
4.2 SaranUntuk mendeteksi gejala misalignment pada mesin
berputar maka sebaiknya :
Pengukuran perbedaan phase, sebagai tambahan untuk
memperkuat diagnosa pengambilan kesimpulan gejala
awal misalignment.
DAFTAR PUSTAKAArthur R. Crawford, Computational System, Incoporated
(CSI).
Girdhar, Paresh, 2004, Maintenance, Newnes An imprint of
Elsevier
ISO 10816, 1995, Mechanical vibrations measurement on
non-rotating parts
ISO 10816 Vibration Severity Chart,August 2000
471
http://www.usedvibration.com/
vibration_analysis_severity_charts.htm
http://www.reliabilitydirect.com/vibrationmeterproducts/ISO_10816.htm
tanggal 10 April 2011, pukul 22.04 wib).
Jackson, C. Shop testing, Orbit - Bently Publishing Co.,
Minden, NV, (June 1998)
Maedel, Jr, P. Vibration Standards and Test Codes, Shock
and Vibration Handbook 5th edition (Cyril Harris,
editor), McGraw Hill Publishing Co. (2001)
Maurice L. Adams, JR (2004), Rotating machinery
vibration from analysis to troubleshooting, Marcell
Dekker, Inc, New York.
Mobley, R. Keith, 2002, An Introduction of predictive
maintenance, secondedition, Plant engineering.
Supandi (1990).Manajemen Perawatan Industri. Statistika
Induktif edisi
472
ANALISA KEBUTUHAN DEBIT PADA TANAMAN
PADI DAN TAMBAK DI INTAKE I
DAERAH IRIGASI WADUK LOWAYU
Wahyu Satriyo Tri WibowoFakultas Teknik Mesin, Universitas Gresik
ABSTRAK
Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan adalahdengan melakukan pengembangan sumber daya air melalui pengelolaan alokasiair yang tepat dan efisien, yaitu dengan cara pengelolaan air irigasi. Dalampengelolaan irigasi terdapat permasalahan yang muncul salah satunya adalahkebutuhan air irigasi. Kebutuhan air irigasi yang diantaranya memperhitungkankebutuhan air tanaman dan kebutuhan efisiensi pada saluran. Untuk mengatasipermasalahan tersebut pada penelitian ini dianalisa bukaan pintu intake denganmemperhitungkan kebutuhan air irigasi sebagai upaya penentuan hasilproduktifitas tanaman dan guna memenuhi kebutuhan air secara efisien.
Bukaan pintu intake dengan memperhitungkan kebutuhan air irigasi adalahbukaan pintu intake yang memperhitungkan kebutuhan air tanaman dankebutuhan efisiensi pada saluran. Perhitungan bukaan pintu intake dengankebutuhan air irigasi dilakukan untuk mementukan berapa tinggi bukaan pintudalam memenuhi kebutuhan air.
Dari hasil perhitungan jumlah kebutuhan debit air adalah 1,3045 m3/det
didapat tinggi bukaan pintu sebesar 0,76 m dengan waktu bukaan selama 125 hari.Berdasarkan hasil analisa, untuk memenuhi kebutuhan debit air sebesar 1,3045
m3/det memerlukan tinggi bukaan pintu sebesar 0,76 m selama 125 hari.
Kata kunci : Kebutuhan Air, Pengaturan Bukaan Pintu
ABSTRACTThe efforts to increase food production is conduct water resource
development through appropriate management of water allocation precise andefficiently, in particular by irrigation management. Irrigation management hasemerging issues one of the issues is water supply. Including irrigation watersupply account the water for plants and for efficiency in the channel. To solvethese problems, in this study is analyzed the intake operation, by counting thewater supply for irrigation as a result of determining the productivity of the plantand to fill up the water needs efficiently.
Intake operation by counting the water supply for irrigation is Intakeoperation that counting the water supply for plants and for efficiency in the
473
channel. Operation of intake openings needs for irrigation is done to determinehow high the door openings in fill up water needs.
From the calculation of the required amount of water is 1.3045 m3/ s
gained high intake door openings of 0.76 m with the exposure time for 125 days.
Based on analysis, to fulfill amount water is 1.3045 m3.
Keywords: Water Supply, Intake Operation.
PENDAHULUANLatar Belakang
Permasalahan tentang air seringdijumpai di Indonesia, misalnya pada musimhujan di berbagai daerah banyak terjadibanjir, bahkan di daerah tertentu ada yangsampai memakan korban jiwa. Sedangkan dimusim kemarau di berbagai daerahmengalami kekeringan, yang mengakibatkanmengeringnya mata air sungai sehinggasawah dan tambak mengering. Ditambahlagi tingkat kesadaran masyarakat yangrendah dalam pemanfaatan air yang ada.Untuk meminimalisir hal tersebut makasebaiknya harus bisa memanfaatkan air yangtersedia dengan sebaik mungkin, terutamayang ada di dalam waduk, karena air dalamwaduk itu sangat berguna untuk persediaanyang dapat digunakan pada musim kemarau,air dalam waduk dapat digunakan untukirigasi dan memenuhi kebutuhan airmasyarakat di sekitar waduk tersebut.Dengan adanya waduk, air di musim hujandapat ditampung dan digunakan di musimkemarau juga untuk kebutuhan setiap hari.Di dalam tugas akhir ini, saya mengambilpintu Intake I (Satu) pada waduk Lowayusebagai bahan penilitian untuk memenuhidalam tercapainya tujuan pembelajaran diProgram Sarjana Teknik Jurusan TeknikSipil Universitas Gresik.
Di Kabupaten Gresik, Daerah
irigasi Waduk Lowayu merupakan DaerahIrigasi teknis terluas di Kabupaten Gresik.Sistem Irigasi Waduk Lowayu direncanakanuntuk mengairi areal pertanian seluas 1445Ha. Dalam waduk tersebut terdapat duapintu intake, yaitu intake I (satu) mengairiareal pertanian seluas 232 Ha dan intake II(dua) mengairi areal pertanian seluas 1213Ha, baku sawah Waduk Lowayu
inimencakup Lima belas desa yang berada diKecamatan Dukun yaitu Desa Bangeran,Desa Lowayu, Desa Petiyin Tunggal, DesaTirem, Desa Dukuh Kembar,
DesaTebuwung, Desa Mentaras, Desa MaduMulyorejo, Desa Mojopetung, Desa Ima’an,Desa Sekargadung, Desa Babak Bawo, Desa
474
Babak Sari, Desa Kalirejo, dan DesaSambogunung. Luas total areal WadukLowayu sebesar 97 Ha, dalam kondisinormal waduk ini mampu menampung airsekitar 1.690.000 m3, yang di bangun padatahun 1936. Lokasi waduk Lowayu berada
di Desa Lowayu kecamatan Dukun yangberjarak ± 40 km dari pusat kota Gresik.
Permasalahan yang ada pada wadukLowayu adalah maraknya petani yangmemakai pompa air secara liar.Mengakibatkan sering kali petani yangmemiliki sawah dibagian bawah, tidakmenerima air secara utuh. Sering pula parapetani yang terlibat konflik, cekcok mulut,saling hantam hingga aduh senjata tajamyang dipicu pada pembagian kebutuhan airyang menurutnya tidak adil. Sejumlahsaluran irigasi yang tidak tersentuh airmeliputi ; Saluran Irigasi di Desa Ima’an,Desa Sekargadung, Desa Babak Bawo, DesaBabak Sari, Desa Kalirejo, dan DesaSambogunung. Akhirnya para petani yangmerasa tidak tersentuh air banyak yangmembuat sumur bor. Sehingga denganbanyaknya pembuatan sumur bor di titikareal waduk, belum juga di areal baku sawahwaduk tersebut, mengakibatkan permukaanair tanah semakin menurun. Masalah lainjuga timbul yaitu meningkatnya erosi tanahsehingga kandungan lumpur dalam airsungai meningkat, yang menyebabkanpendangkalan saluran irigasi makin cepat.Adapun sebagian desa dari kecamatanSidayu di saat kekurangan pasokan airbiasanya meminta layanan dari wadukLowayu. Karena sekarang kondisi wadukLowayu hanya bisa mengairi sampai desaMojopetung, dari kecamatan Sidayu bilamembutuhkan air_pun tidak dapat terlayanioleh Waduk Lowayu. Pada dasarnyaidentifikasi masalah yang ada pada lokasistudi adalah minimnya pengetahuan parapetani dalam kebutuhan air sehinggasewenang – wenang dalam penggunaan air.
Rumusan masalah1. Berapakah kebutuhan air untuk padi
dalam satu kali panen ?2. Berapakah kebutuhan air untuk tambak
dalam satu kali panen ?3. Berapakah tinggi bukaan pintu Intake I
untuk mengairi padi dan tambak ?
2. METODE PENELITIANMulai,Latar Belakang,Perumusan
475
Masalah,Tujuan Penelitian,Pengelolaan Data: a. Observasi Lapangan, b. Kajian Pustaka,Analisis : a. Kebutuhan Air Padi 1 kali
Panen,b. Kebutuhan Air Tambak 1 kaliPanen,c. Tinggi Bukaan Pintu, Hasil,Kesimpulan.
476
1. Tahap PersiapanTahapan ini terdiri atas latar
belakang, perumusan masalah dan tujuanpenelitian. Berdasarkan latar belakang,perumusan masalah dilakukan denganmelihat permasalahan yang terjadi, wilayahkajian studi dari permasalahan dan jugakaitannya dengan kebutuhan air untuksawah. Wilayah studi ini adalah kawasanWaduk Lowayu, di Desa Lowayu, kecDukun, kab Gresik.
2. Tahap Pengumpulan DataData Jaringan irigasi sekunder
dengan jenis Skema bangunan daerah irigasiLowayu yang bersumber dari DepartemenPekerjaan Umun wilayah propinsi JawaTimur tujuan data ini adalah untukmenghitung Kebutuhan air.
Data jaringan tersier dengan jenisPeta Skema Eksploitasi daerah irigasiLowayu yang bersumber dari DinasPekerjaan Umun kab. Gresik wilayah utarapropinsi Jawa Timur tujuan data ini adalahuntuk menghitung Debit air yang mengairisawah.
Data Luas petak padi dan tambakdengan jenis Peta situasi rencana daerahirigasi Lowayu yang bersumber dariDepartemen Pekerjaan Umun wilayahpropinsi Jawa Timur tujuan data ini adalahuntuk menghitung Kebutuhan netto ataukebutuhan bersih air.
Data Panjang aliran irigasi intake Idengan jenis Skema jaringan irigasi rencanadaerah irigasi Lowayu yang bersumber dariDepartemen Pekerjaan Umun wilayahpropinsi Jawa Timur tujuan data ini adalahuntuk mengetahui Selisih jumlah volume airguna menentukan faktor kehilangan air.
Data usaha tani padi dan tambakdengan jenis Blanko Tanaman yangbersumber dari Departemen PekerjaanUmun wilayah propinsi Jawa Timur tujuandata ini adalah untuk mengetahui jenis Polatanam.
3. Analisis DataData yang telah didapat perlu
diklarifikasi dulu menurut daya guna tiap
lahan dan lokasi desa yang dialiri saluranirigasi intake I, Memasukkan data dalamtabel guna memudahkan perhitungan.3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Wilayah StudyWaduk Lowayu merupakan salah satu
waduk terbesar di kecamatan Dukun danKabupaten Gresik dengan Luas baku sawah1445 Ha yang secara administrasi meliputi16 desa, termasuk Kecamatan Dukun.Jaringan irigasi Waduk Lowayu termasukdalam pengawasan cabang seksi pengairanDukun. Adapun batas – batas Daerah Irigasiini adalah sebelah utara Daerah IrigasiMentaras, sebelah timur Daerah IrigasiSiraman, sebelah selatan Kali BengawanSolo / DI Kali Solo, dan Sebelah baratDaerah Irigasi Joho. Daerah Irigasi WadukLowayu merupakan waduk lapangan yangmempunyai luas areal waduk 97 Ha danmempunyai kedalaman air 3,50 m sertamempunyai daya tampung air normal1.690.075 m3.
Sistim Jaringan Irigasi Waduk Lowayuadalah merupakan jaringan irigasi yangmendapatkan air dari Waduk Lowayu yangmempunyai bangunan pintu pengambilanatau Intake. Air Irigasi dari Intake inidialirkan melalui intake 1 yang kearah kanandan intake 2 yang kearah kiri, dengan ukuranpintu masing – masing 1,00 m x 4,25 dan0,80 m x 4,25 m. Disamping pintupengambilan juga terdapat pintu pelimpahbanjir dengan ukuran 7,50 m x 3,70 m dandigunakan pada saat elevasi air di dalamwaduk melebihi elevasi air waduk kuranglebih 3,70 m. Dan mengenai saluran irigasipada Daerah Irigasi Waduk Lowayu padadasarnya sebagai saluran pembawa murni,panjang saluran intake 1 ; 2.105 m ( saluransekunder 918 m, saluran muka 1.187 m ) danpanjang saluran intake 2 ; 9.198 m, fasilitasini ditunjang bangunan – bangunan pengaturlainnya yaitu bangunan sadap 14 buah danbangunan Box Tersier 1 buah. Tabel. 7Kehilangan Pada Saluran
Jenis saluran Besar kehilangan ( % )Tersier
SekunderUtama
12,5 – 205 – 105 - 10
1 1
1 1
b=2 m
Saluran sekunder
1 1
1 1
b=1 m
Saluran tersier
2. PembahasanKebutuhan air untuk lt/det/ha untuk
tanaman padi haruslah menyesuaikandengan kegiatan penanaman padi yangterdiri dari tiga kegiatan, yaitu Daripembibitan, penggarapan, dan tanam hinggapanen. Dikarenakan pada masing – masingkegiatan tersebut mempunyai besaran
kebutuhan air yang berbeda dan jangkawaktu pemberian air yang berbeda pula.Pada kegiatan pembibitan hanya mengairiareal 1/20 dari luas areal yang diairi dengandebit air yang bisa dikatakan sebesar 1lt/det/ha. Karena hanya mengairi 1/20 dariluas areal maka dianjurkan menggunakan
Q/debit = (1/20).20 lt/det/ha dalamperhitungannya, yang mana 1 lt/det/ha =1/20 ha x 20 lt/det, untuk kegiatan ini
B=1m
memerlukan waktu selama 25 hari. Keduaadalah kegiatan penggarapan dengankebutuhan air / debit sebesar 6 lt/det/hayang dilaksanakan selama 10 hari. Danyang ketiga adalah kegiatan tanam hinggapanen dengan kebutuhan air / debit sebesar 4lt/det/ha yang dilakukan selama 90 hari.Kemudian untuk tambak sendiri diperlukandebit (Q) sebesar 1,5 lt/det/ha.
Pada perhitungan diatas bahwauntuk memenuhi kebutuhan air untuktanaman padi seluas 69 ha maka diperlukanbesaran debit diantaranya yaitu padakegiatan pembibitan memerlukan debitsebesar 69 lt/det/ha, pada kegiatanpenggarapan memerlukan debit sebesar 414lt/det/ha, dan pada kegiatan tanam hinggapanen memerlukan debit sebesar 276
lt/det/ha. Dan untuk mengetahui kebutuhanair selama satu kali panen yaitu mengalikandebit air dengan menit dan jam yangkemudian dikalikan lagi dengan hari, hasiltotal kebutuhan air tanaman padi dalam satu
kali panen yaitu sebesar 44.215 m3.Kemudian untuk tambak dengan luas 163 hadiperlukan debit sebesar 244,5 lt/det/ha,untuk mengetahui penggunaan air tambakdalam satu kali panen maka 244,5 x 60 x 24
x 120 = 42.249,6 m3. Dan total kebutuhanair tanaman padi dan tambak selama satu
kali panen adalah 44.215 m3 + 42.249,6 m3 =86.465 m3. Kemudian setelah diketahuikebutuhan netto atau kebutuhan bersih airpada tanaman padi dan tambak, kita dapatmenentukan kebutuhan air irigasi atau debitrencanan yang mana kita harus mengetahuidata faktor kehilangan pada saluran terlebihdahulu. Pada data yang didapat darilapangan faktor kehilangan (FK) diketahui30 % jadi kebutuhan air total untuk tanamanpadi dan tambak dalam satu kali panen yaitu
86.465 m3 + 30 % = 112.404,5 m3.Setelah diketahui Q total,
pengaturan bukaan pintu dapat dilakukansesuai kebutuhan air yang dibutuhkan.Dalam menentukan pengaturan bukaan pintuharuslah diketahui data kecepatan aliran danjenis atau lebar pintu terlebih dahulu. Padadata yang didapat kecepatan aliran yaitu0,82 m/det dan lebar pintu 1 m. Sebelummasuk dalam perhitungan pengaturanbukaan pintu, jumlahkan debit air tanamanpadi dan tambak yang kemudianditambahkan faktor kehilangan,penjumlahannya yaitu 69 + 414 + 276 = 756lt/det + 244,5 lt/det = 1.003,5 lt/det + 30% =1.304,5 lt/det. Pada perhitungan ini lt/det
terlebih dahulu dijadikan ke m3/det, yangmana 1.304,5 lt/det = 1,3045 m3/det. Setelahsudah menjadi satuan meter maka 1,3045
m3/det : 0,82 m/det = 1,59 m. Karena
standart bukaan pintu pada lapangan yaitu 1m, maka perlu menghitung lama bukaanpintu. Jadi untuk menghitung lama waktubukaan pintu setinggi 1,59 m, perlu untukmeninjau kembali jumlah total kebutuhan airdalam satu kali panen yaitu 112.404,5
m3
kemudian dijadikan ke lt/det/hayaitu
112.404.500 selanjutnya 1.304,5 x 60 x 24 =1.878.480 maka 112.404.500 : 1.878.480 =59,835 diglobalkan menjadi 60 hari. Jadibukaan pintu sebesar 1,59 m
untukmemenuhi kebutuhan air memerlukan waktu
selama 60 hari. Maka dari itu bukaan pintuuntuk waktu selama 125 hari yaitu 125 : 60= 2,083 kemudian 1,59 : 2,083 = 0,76. Jadiuntuk memenuhi kebutuhan air selama 125hari pada areal seluas 232 ha diperlukantinggi bukaan pintu sebesar 0,76 m.4. PENUTUP
1. KesimpulanDari penelitian sampai perhitungan
dapat diambil kesimpulan dan saran :1. Kebutuhan air untuk tanaman padi
dalam satu kali panen adalah
44.215 m3 dalam 759 lt/det/ha –nya. Hanya saja terbagi 3 langkahperhitungan yang mana jumlahdebit jika dikalikan menit, jam, danhari.
2. Kebutuhan air untuk tambak dalam
satu kali panen adalah 42.249,6 m3
dalam 244,5 lt/det/ha –nya.3. Kebutuhan air total ( Qt ) untuk
tambak dan padi dalam satu kali
panen adalah 112.4040,5 m3.4. Pada Q2 = 759 lt/det/ha + 244,5
lt/det/ha = 1.003,5 lt/det/ha x 60 x24 = 1.445.040 lt/hari/ha ≠ Q2
dalam 1 hari = 99.360 lt/hari/ha +596.160 lt/hari/ha + 397.440
lt/hari/ha + 352.080 lt/hari/ha =1.445.040 lt/hari/ha.
5. Untuk bukaan pintu dalam mengairi232 ha ada dua besaran bukaanyaitu 1,5 m selama 60 hari dan 0,76m selama 125 hari.
2. Saran1. Apabila ketersediaan air waduk
tidak mencukupi kebutuhan airbaku sawah dapat menyuplai dariDI. Bengawan solo.
2. Adapun warga yang tidakmemungkingkan menyuplai air dribengawan solo, warga dapatmengambil air dari sumur bor ( airTanah).
3. Dalam pemberian kebutuhan airstandart untuk tanaman padi ( 20l/det, 6 lt/det, 4 lt/det ) hanyauntuk gadu ijin, dan untuk gadu takijin kebutuhan air hanya sebesar 1lt/det/ha. Dan pemberian air untuktambak (1,5 lt/det/ha).
4. Untuk mengairi baku areal seluas232 ha dengan kebutuhan air
sebesar 112.404,5 m3, dalammengatur bukaan pintu lebih efisien
menggunakan bukaan sebesar 0,76m selama 125 hari dibandingkandengan bukaan sebesar 1,5 mselama 60 hari, dikarenakanstandart bukaan pintu padalapangan adalah 1 m.
4. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Irigasi dan Bangunan Air.Penerbit Gunadarma, Jakarta.Anonim. 1986. Standar Perencanaan
Irigasi-Kriteria Perencanaan 01.Jakarta: Direktorat JenderalPengairan Pekerjaan Umum.
Anonim. 1986. Standar PerencanaanIrigasi-Kriteria Perencanaan 03.Jakarta: Direktorat JenderalPengairan Pekerjaan Umum.
Chow, V.T. 1992. Hidrolika SaluranTerbuka. Jakarta, Penerbit Erlangga.Dinas Pekerjaan Umum. 1986. KP-01Perencanaan Jaringan Irigasi.Dinas Pekerjaan Umum. 1986. KP-02Bangunan Utama.Direktorat Jenderal Pengairan, 1986.
Standar Perencanaan Irigasi (KP.01 05). Departemen PekerjaanUmum, CV. Galang Persada,Bandung.
Departemen Pekerjaan Umum DirektoratJenderal Pengairan,1986, Standar
Perencanaan Irigasi KP-02, BadanPenerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
Garg, Satnosh kumar. 1981. IrrigationEngineering and hydraulicStructures. Khana Publisher. NaiSarak. Delhi.
Henderson, FM, 1966, Open ChannelFlow, New York. MacMillanPublishing Co.Inc
Martin Smith, 1991. CROPWAT (ver.5.7):Manual and Guidelines. FAO.Hadihardaja, Joetata. Dkk. 1997. Rekayasa
Pndasi I (konstruksi PenahanTanah). Gunadarma. Jakarta.
Ranga Raju, KG, 1986, Aliran melaluisaluran Tebuka, Jakarta. PenerbitErlangga
Soemarto CD, 1995. Hidrologi TeknikEdisi ke -2. Jakarta ErlanggaSubramanya, K, 1986, Flow in Open
Channels, New Delhi, TataMcGraw Hill PublishingCompany Limited.
Sudjarwadi. 1990. Teori dan PraktekIrigasi. PAU Ilmu TeknikUniversitas Gajahmada.Yogyakarta.
Sudjarwadi. 1979. Pengantar TeknikIrigasi. Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.
REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI
KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.GSK)
Rizal Hariyadi
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik
ABSTRAK
Narkotika adalah obat/ bahan berbahaya, yang dapat mengakibatkan ketergantungan bagi jiwa pemakainya, serta dapat mengakibatkan kehancuran fisik maupun mental. Narkotika sebenarnya dipakai dalam dunia kesehatan dan digunakan untuk membius pasien, akan tetapi banyak orang yang salah mempergunakan narkotika.. penyalahgunaan narkotika akhir-akhir ini semakin meningkat tak hanya orang dewasa melainkan remaja dan anak-anak juga ikut menyalahgunakannya. Korban penyalahgunaan atau orang yang menyalahgunakan narkotika merupakan orang yang sakit yang wajib menjalani rehabilitasi. Tak hanya sekali memakai tetapi akan bergantung pada barang haram tersebut, meskipun dalam undang-undang secara tegas tidak boleh menyalahgunakan narkotika kecuali untuk penelitian. Cara yang ampuh untuk penyalahguna narkotika adalah mengrehabilitasi mereka yang kecanduan narkotika walaupun ada unsur pidananya, dengan cara rehabilitasi pengguna narkotika akan di didik dan dibina agar kelak tidak terjerumus ke dalam dunia gelap narkotika lagi.
Kata Kunci : Penyalahguna, Narkotika, Rehabilitasi.
A. PENDAHULUAAN
1.1 Latar Belakang
Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran
hilangnya rasa, mengurangi dan
menghilangkan rasa nyeri serta dapat
menimbulkan ketergantungan. Jika dipakai
sesuai dengan takaran narkotika sebenarnya
obat yang sangat penting bagi dunia
kesehatan, pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika di Indonesia telah menyebar
sampai wilayah Indonesia, bahwa
penyalahgunaan narkotika sudah kian
menggawat (Rohman Hermawan, 1986: 1),
bukan hanya di kota-besar saja narkotika
menyebar tetapi sudah masuk sampai desa-
desa maupun daerah terpencil.
Penyalahgunaan narkotika tidak hanya para
kaum dewasa tetapi juga sudah sampai
para remaja maupun anak-anak yang
memakainya. Kebanyakan penyalahguna
narkotika Golongan I mengkonsumsi sabu-
sabu atau metamfetamina.
Menurut Undang-Undang Nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika
Golongan I ada 65 macam jenis yang
sering disalahgunakan yaitu ganja dan
kokain. Ganja dan kokain dilarang untuk
produksi dan digunakan dalam proses
produksi kecuali untuk kepentingan tertentu.
Narkotika hanya diperoleh secara impor dan
di produksi dalam negeri, materi hukumnya
hanya mengatur mengenai perdagangan dan
penggunaan narkotika (Siswanto Sunarso,
2011:2).
1
Sebagaimana bunyi pasal 41 Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, sebagai berikut :
“Narkotika Golongan I hanya disalurkan
oleh pedagang besar farmasi tertentu
kepada lembaga ilmu pengetahuan
tertentu untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan teknologi”.
Karena Undang-Undang secara tegas
telah melarang jenis narkotika golongan I
yakni shabu-shabu digunakan untuk
kepentingan yang lain yang bukan berkaitan
dengan ilmu pengetahuan.
Hukuman harus dapat mempertakut
orang supaya agar tidak berbuat jahat
(Soesilo, 1995 : 3), seperti yang dilakukan
oleh MUSHOLIN BIN MUSTOFA telah
terbukti bersalah melakukan tindak pidana
“bersama-sama melakukan perbuatan
menyalahgunakan narkotika golongan I bagi
diri sendiri”. Yaitu kristal metamfetamina
yang terdaftar dengan Golongan I Nomor
Unit 61 Undang-Undang Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika, yang pada
pokoknya menerangkan bahwa terdakwa
mengalami sindroma ketrgantungan
metamfetamina (shabu-shabu) dan
disarankan untuk menjalani rehabilitasi.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dimaksudkan sebagai
penegasan masalah yang akan diteliti
sehingga memudahkan dalam pekerjaan
serta pencapaian sasaran, dalam penelitian
ini penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
a. Apakah pecandu narkotika atau orang
yang menyalahgunakan narkotika
dikatagorikan pelaku kejahatan atau orang
yang sakit?
(Studi Kasus Putusan Nomor
22/Pid.B2014/PN.Gsk).
b. Apakah ketentuan pasal 54 Undang-
Undang Nomor 35 tahun 2009 yang
mewajibkan korban penyalahgunaan
narkotika menjalani rehabilitasi medis dan
sosial dapat disandingkan dengan pasal 103
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika?
(Studi Kasus Putusan Nomor
22/Pid.B/2014/PN/Gsk).
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui, mengkaji, dan
menganalisa Penyebab seseorang terlibat
dalam penyalahgunaan narkoba dan cara-
cara pencegahan agar tidak terlibat dalam
penyalahgunaan narkotika.
Untuk mengetahui, mengkaji, dan
menganalisa seperti apa pertanggung jawaban
pidana yang terlibat dalam penyalahgunaan
narkotika.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk
memberikan sumbangan pemikiran atau
memperkaya konsep-konsep, dan dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum.
1.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran
terhadap masyarakat, khususnya aparat
penegak hukum dalam melaksanakan tugas
secara profesional dan berkeadilan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Bahwa kejahatan adalah rechdelicten.
Yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun
tidak ditentukan dalam undang-undang,
sebagai perbuatan yang bertentengan dengan
tata hukum (Moeljatno, 2009: 3). Di dalam
2
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak
dicantumkan secara jelas tetapi kejahatan
diatur dalam pasal 104 sampai dengan pasal
488. Ada yang menyamakan antara
kejahatan dengan tindak pidana yaitu
perbuatan melawan hukum, perbuatan
melanggar hukum atau bertentangan dengan
Undang-Undang.
sebagaimana bunyi pasal 1 ayat 13
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika yaitu Pecandu narkotika
adalah orang yang menyalahgunakan
narkotika dan dalam keadaan ketergantungan
pada narkotika, baik secara fisik maupun
psikis, sedangkan ayat 14 yakni
ketergantungan pada narkotika adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk
menggunakan narkotika secara terus
menerus dengan takaran yang meningkat
agar menghasilkan efek yang sama dan
apabila penggunaannya dikurangi dan/atau
dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan
gejala fisik dan psikis yang khas.
Dapat dilihat juga pasal 1 ayat 15
bahwa Penyalahguna narkotika adalah orang
yang menggunakan narkotka tanpa hak atau
melawan hukum. Pecandu atau korban
penyelahgunaan narkotika adalah orang yang
sakit wajib menjalani rehabilitasi, sebagian
besar pelaku narkotika di katagorikan
korban penyalahguna dan korban narkotika
yang secara tidak langsung merupakan
orang yang sakit.
Pengguna narkotika dapat dikatakan
penyakit kronis seperti gangguan fisik
akibat penggunaan secara berlebihan,
narkotika sanggup mengghasilkan khayal-
khayal yang menyenangkan ( Rahman
Hermawan 1986: 4). Jumlah narkotika
semakin besar meningkatnya waktu yang
digunakan untuk memperoleh narkotika.
Pengguna narkotika tidak dapat berhenti
begitu saja, jika berhenti pemakaiannya
akan terjadi kerusakan oleh tubuh dan kerja
otak, hilangnya kesadaran dan menjadi gila
sampai mengalami kematian.
C. METODE PENELITIAN
1. Type Penelitian
Dalam metode penelitian ini
menggunakan penelitian hukum normatif,
penelitian hukum kepustakaan yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan-bahan pustaka atau
bahan-bahan sekunder.
2. Pendekatan Masalah
untuk membahas dalam penelitian ini,
digunakan pendekatan-pendekatan sebagai
berikut:
2.1 Pendekatan Perundang-Undangan
Pendekatan ini dilakukan secara
menelaah undang-undang yang berkenaan
dengan hukum yang ditangani. Dalam
metode ini peneliti perlu memahami hirarki,
asas-asas dalam peraturan perundang-
undangan (Marzuki, Peter Mahmud 2010:5).
2.2 Pendekatan Kasus
Dalam pendekatan ini perlu dilakukan
secara telaah terhadap kasus-kasus yang
berkaitan dengan isu yang akan dihadapi.
Yang perlu di pahami oleh peneliti adalah
retio decidendi yaitu alasan-alasan hukum
yang digunakan hakim untuk sampai kepada
putusannya.
2.3 Pendekatan konseptual
Pendekatan ini dapat diketemukan
dalam pandangan-pandangan sarjana dan
doktrin-doktrin hukum. Untuk memahaminya
pendekatan ini juga dapat diketemukan
dalam undang-undang.
3. Bahan Hukum
3
3.1 Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer terdiri dari
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika dan Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,
catatan-catatan resmi atau risalah dalam
perbuatan perundang-undangan dan putusan-
putusan hakim. Bahan hukum berikutnya
yaitu Putusan Nomor 22/Pid.B/2014/PN.Gsk,
yang berkaitan dengan isu yang akan
dihadapi.
3.2 Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum Sekunder adalah buku-
buku hukum meliputi skripsi, tesis, kamus-
kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan
komentar-komentar atas keputusan
pengadilan.
3.3 Bahan Hukum Tersier
Bahan Hukum Tersier yaitu bahan
hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelelasan terhadap bahan primer dan
sekunder yang berasal dari kamus hukum,
surat keterangan dan sebagainya.
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
pengumpulan data dengan membaca,
mempelajari dan mengidentifikasi seluruh
data baik peraturan perundang-undangan,
kepustakaan dan putusan pengadilan yang
berkaitan dengan kasus ini.
5. Pengolahan dan Analisis Bahan
Hukum.
Dalam penelitian ini, langkah
pengumpulan data adalah melalui studi
kepustakaan yaitu semua data yang terkait
dengan pokok permasalahan. .
D. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Rehabilitasi adalah Sebuah kegiatan
ataupun proses untuk membantu para
penderita narkotika yang memerlukan
pengobatan medis untuk mencapai
kemampuan fisik, tempat yang memberikan
pelatihan, keterampilan dan pengetahuan
untuk menghindarkan dari pengaruh
narkotika. Sebagaimana bunyi pasal 127
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika, sebagai berikut ;
1.“Setiap Penyalah Guna :
a. Narkotika Golongan I bagi diri
sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri
sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun;
c. Narkotika Golongan III bagi diri
sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun”.
2.“Dalam memutus perkara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), hakim wajib
memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55,
dan Pasal 103”.
3.“Dalam hal Penyalah Guna
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dibuktikan atau terbukti sebagai
korban penyalahgunaan Narkotika,
penyalah guna tersebut wajib
menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial”
Menurut Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika bahwa
rehabilitasi dapat digolongkan menjadi 2
macam yaitu Rehabilitasi Medis dan
Rehabilitasi Sosial. Rehabilitasi Medis yaitu
suatu proses kegiatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan
narkotika. Rehabilitasi medis pecandu
narkotika dapat dilakukan di Rumah
Sakit yang ditunjuk oleh Menteri
4
Kesehatan yaitu rumah sakit yang
diselenggarakan baik pemerintah maupun
masyarakat. Selain itu pengobatan dan
rehabilitasi medis juga dapat dilakukan
melalui pendekatan keagamaan dan
tradisional, sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
Sedangkan rehabilitasi Sosial yaitu suatu
proses pemulihan secara terpadu, baik fisik,
mental maupun sosial, agar bekas pecandu
narkotika. Lembaga rehabilitasi sosial yang
ditunjuk oleh Menteri Sosial yaitu lembaga
rehabilitasi sosial yang diselenggarakan baik
oleh pemerintah maupun sosial. Sebagaimana
bunyi pasal 54 Undang-Undang Nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotika sebagai
berikut :
“Pecandu narkotika dan korban
penyalahgunaan narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial”
Yang dimaksud dengan “korban
penyalahgunaan narkotika” adalah seseorang
yang tidak sengaja mengguunakan narkotika
karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa,
dan diancam untuk menggunakan narkotika.
Upaya untuk mengurangi jumlah
pengguna narkotika akan mengalami
kegagalan, penanganan yang kurang baik
dan tidak tepat terhadap pengguna, salah
satunya melalui rehabilitasi. Justru akan
membuat mereka kembali menggunakan
barang haram tersebut dan jumlah penghuni
tahanan akan semakin bertambah, upaya
menurunkan jumlah pengguna yang cukup
efektif adalah rehabilitasi bukan
diperkarakan dan dipidana (Gatot
Supramono 2010:5).
Sebagimana bunyi pasal 103 Undang-
Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika sebagi berikut :
1. “Hakim yang memeriksa perkara pecandu
narkotika dapat :
a. “Memutuskan untuk memerintahkan
yang bersangkutan menjalani
pengobatan dan/atau perawatan melalui
rehabilitasi jika pecandu narkotika
tersebut terbukti bersalah melakukan
tindak pidana narkotika; atau
b. ”Menetapkan untuk memerintahkan
yang bersangkutan menjalani
pengobatan dan/atau perawatan melalui
rehabilitasi jika pecandu Narkotika
tersebut tidak terbukti bersalah
melakukan tindak pidana Narkotika”.
2. “Masa menjalani pengobatan dan/atau
perawatan bagi pecandu narkotika
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diperhitungkan sebagai masa
menjalani hukuman”.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor
35 tahun 2009 tentang Narkotika yang
termasuk pasal 54, 55, dan 103 yang
menyatakan bahwa setiap pecandu narkotika
dan korban penyalahgunaan narkotika wajib
menjalani pengobatan dan/atau perawatan,
namun dalam praktek dilapangan masih ada
aparat penegak hukum yang mempunyai
paradigma baik pecandu, penyalahgunaan
narkotika dan pengedar harus dihukum.
Walaupun memiliki dan menguasai
narkotika harus dipertimbangkan juga
maksud dan tujuan kepemilikan narkotika
tersebut, apakah dimaksudkan untuk
digunakan sendiri atau diperjualbelikan.
Padahal amanat Undang-Undang Nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotika sangat jelas
menyatakan bahwa penting bagi
penyalahgunaan narkotika wajib menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
5
E. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penyalah Guna adalah Orang yang
menggunakan Narkotika tanpa hak atau
melawan hukum, menggunakan narkotika
tanpa sepengetahuan dan pengewasan
dokter. Pecandu atau korban penyalahgunaan
narkotika adalah orang yang sakit Sebagian
besar pelaku kasus narkotika termasuk
dalam kategori korban penyalahgunaan
narkotika yang secara tidak langsung
merupakan orang sakit.
Ketentuan tentang rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial terhadap
penyalahgunaan narkotika berdasarkan pasal
54 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika, bahwa setiap korban
penyalahgunaan narkotika wajib menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Jika disandingkan dengan pasal 103 ayat
(1) mengandung pengertian saling
bersimpangan. Maka dalam memberikan
putusan hakim terlebih dahulu menentukan
status terdakwa, apakah terdakwa tersebut
pecandu atau korban penyalahgunaan
narkotika.
5.2 Saran Rehabilitasi adalah cara yang tepat bagi
penyalahguna narkotika agar dapat dibina
dan mendapatkan perawatan atau
pengobatan agar kelak tidak terjerumus ke
dalam dunia gelap narkotika lagi.
Hakim yang dapat memutuskan pecandu
narkotika direhabilitasi apabila pecandu
narkotika terbukti benar-benar bersalah
melakukan tindak pidana narkotika dan
tempat rehabilitasi atau pengobatan bagi
penyalahgunaan narkotika seharusnya setiap
daerah itu ada.
DAFTAR PUSTAKA
Gatot Supramono. 2009. Hukum Narkoba
Indonesia, Jakarta : Djembatan.
Moeljatno. 2009. Asas-Asas Hukum Pidana.
Jakarta : Rineka Cipta.
Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian
Hukum. Jakarta : Kencana Prenada
Media Grub,
Rahman Hermawan. 1986. Penyalahgunaan
Narkotika Oleh Para Remaja.
Bandung. Eresco
Siswanto Sunarso. 2011. Penegakan Hukum
Psikotropika, Jakarta. Raja Grafindo
Persada,
Soesilo. 1995. Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, Bogor. Politeia,
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997
tentang Psikotropika.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika.
6
PEMBUKTIAN ANAK DENGAN BAPAK BIOLOGISNYA MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO :
46/PUU-8/2010
Diah Ayu Sulistiya NingrumProgram Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik
ABSTRAKPasca terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-8/2010, anak luar kawin tidak hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya saja, melainkan juga dengan bapak biologis yang telah dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti hukum lainnya. Dewasa ini kita mengenal teknologi tes Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) yang dapat digunakan untuk mengetahui sifat genetis seseorang. Penggunaan tes DNA yang penyelesaiannya berkaitan dengan pelacakan asal-usul keturunan dapat dijadikan sebagai bukti primer, yang berarti dapat berdiri sendiri tanpa diperkuat dengan bukti lainnya. Ketika dapat dibuktikan bahwa anak luar kawin tersebut merupakan anak dari perkawinan tidak sah orang tuanya, maka dengan prosedur yang telah ditetapkan undang – undang, dapat diangkat derajatnya menjadi anak sah. Anak luar kawin yang telah diakui dan disahkan menurut hukum, dia berhak mendapatkan hak – haknya sebagai anak sah yang telah dibuktikan dengan akta otentik. Hak – hak tersebut bukan hanya hak keperdataan melainkan juga terkait hak – hak administrasi.
Kata kunci : Putusan, anak luar kawin, keperdataan, administrasi
a. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kasus perkawinan siri yang
berdampak pada anak luar kawin,
salah satunya adalah kasus Machica
Mochtar dan anaknya, Muhammad
Iqbal Ramadhan. Disini kedua orang
tersebut yang bertindak sebagai
Pemohon I dan Pemohon II mencari
keadilan terkait pengakuan seorang
anak agar nantinya dia mendapatkan
apa yang menjadi haknya. Hingga
lahirlah Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor: 46/PUU-8/2010
yang telah menetapkan perubahan
pada Pasal 43 ayat (1) Undang –
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Banyak yang sudah
menganalisis putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut. Namun dengan
latar belakang itu, penulis lebih
tertarik untuk menganalisis bagaimana
pembuktian anak di luar kawin dengan
bapak biologisnya menurut Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor:
46/PUU-8/2010 dan apa saja akibat
hukum baik secara perdata maupun
administrasi.
I.2. Rumusan Masalah
1. Bagamainakah pembuktian anak
diluar kawin dengan bapak
biologisnya menurut putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor:
46/PUU-8/2010 ; dan
2. Apa akibat hukum keperdataan
dan administrasinya.
I.3. Tujuan Penelitian
7
Tujuan dari penelitia ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pembuktian
hubungan bapak biologis dengan anak
diluar kawin menurut Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor:
46/PUU-8/2010; dan mengetahui apa
saja akibat hukumnya.
I.4. Manfaat Penelitian
Secara teori, adalah agar tulisan ini
dapat menambah pengetahuan tentang
pembuktian hubungan bapak biologis
dengan anak diluar kawin menurut
Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor: 46/PUU-8/2010 dan apa
akibat hukum yang diperoleh anak
tersebut.
Manfaat secara praktis yang diperoleh
dari penelitian ini yaitu untuk dapat
memberikan masukan kepada
pemikiran sekaligus pengetahuan
tentang hal – hal yang berhubungan
dengan pembuktian hubungan bapak
biologis dengan anak diluar kawin
menurut Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor: 46/PUU-8/2010,
dan akibat hukum bagi anak setelah
lahirnya putusan tersebut.
b. Tinjauan Pustaka
Peraturan tentang alat – alat pembuktian,
termasuk dalam bagian yang pertama,
yang dapat juga dimasukkan dalam kitab
undang – undang tentang hukum perdata
materiil. Pendapat ini rupanya dianut oleh
pembuat undang – undang pada waktu
B.W. dilahirkan. Untuk bangsa Indonesia
peraturan perihal pembuktian ini telah
dimasukkan dalam H.I.R., yang memuat
hukum acara yang berlaku di Pengadilan
Negeri. (Subekti 2011:176)
Sebagai pedoman, diberikan oleh pasal
1865 BW bahwa barang siapa
mengajukan peristiwa-peristiwa atas
nama ia mendasarkan sesuatu hak,
diwajibkan membuktikan peristiwa-
peristiwa itu; sebaliknya barang siapa
mengajukan peristiwa – peristiwa guna
pembantahan hak orang lain, diwajibkan
juga membuktikan peristiwa – peristiwa
itu! (Kansil 2006:252).
Pasal 164 HIR menjelaskan yang disebut
alat-alat bukti, yaitu bukti dengan surat,
bukti dengan saksi, persangkaan-
persangkaan, pengakuan, sumpah, di
dalam segala hal dengan memperhatikan
aturan-aturan yang ditetapkan dalam
pasal-pasal yang berikut.
Pasal 181 RBg / 154 HIR menjelaskan
terkait saksi ahli, bahwa jika menurut
pendapat ketua pengadilan negeri,
perkara itu dapat dijelaskan oleh
pemeriksaan atau penetapan ahli – ahli,
maka karena jabatannya, atau atas
permintaan pihak – pihak, ia dapat
mengangkat ahli-ahli tersebut. Dalam hal
yang demikian, maka ditentukan hari
persidangan pada waktu mana hal itu
memberi laporannya baik dengan surat,
maupun dengan lisan dan menguatkan
keterangan itu dengan sumpah.
Pemeriksaan DNA merupakan proses
pemeriksaan yang dilakukan secara ilmu
kedokteran yang memperlihatkan sifat
genetika sebagai proses penurunan sifat –
sifat dari orang tua kepada anaknya yang
dilakukan melalui pemeriksaan golongan
darah. Hal ini dapat dijadikan bukti
8
sebagai alat bukti yang membantu
memperkuat bukti – bukti lainnya
sehingga memberikan keyakinan terhadap
kebenaran. (Alimuddin 2014:99).
Akibat hukum yang ditimbulkan dari
perubahan pasal 43 ayat (1) Undang –
Undang no 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan tersebut secara mutatis
mutandis telah menimbulkan banyak
perubahan. (Alimuddin 2013:88)
c. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
dekriptif, yaitu penelitian yang
menggambarkan masalah dengan cara
menjabarkan fakta – fakta secara
sistematik sehingga lebih mudah
dipahami dan disimpulkan.
Pendekatan penelitian yang dilakukan
adalah secara normative yakni
berdasarkan pada tinjauan peraturan
perundang – undangan.
Sumber data yang dibutuhkan dalam
penulisan jurnal ini diperoleh dari
perpustakaan dan dokumen – dokumen
resmi. Data yang dipergunakan dalam
penelitian ini terdiri dari data primer,
sekunder, dan data tersier. Data tersebut
diperlukan untuk menjawab
permasalahan yang menjadi fokus
penelitian.
Prosedur pengumpulan bahan – bahan
yang digunakan dalam penulisan jurnal
ini adalah studi kepustakaan yang
merupakan langkah awal dari penelitian
hukum normative. Sedangkan teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara
membaca, mempelajari, mengidentifikasi
literatur – literatur, laporan penelitian,
dokumen – dokumen resmi serta sumber
bacaan lainnya dengan menyalin atau
memindahkan data yang relevan dengan
penulisan jurnal ini.
Dalam penelitian ini penulis
mengumpulkan data – data yang dapat
digunakan sebagai bahan penelitian. Data
– data tersebut diperoleh dari hasil
kepustakaan yang kemudian diolah secara
kualitatif. Dalam penelitian hukum
normative, pengolahan data adalah
kegiatan untuk mengadakan sistematisasi
terhadap bahan – bahan hukum tertulis.
Sistematisasi tersebut terkait dengan cara
membuat klasifikasi terhadap bahan –
bahan hukum tersebut agar memudahkan
penulis untuk menganalisa data yang ada.
Analisis data terhadap data yang sudah
diperoleh melalui data primer, data
sekunder, dan tersier selanjutnya
dilakukan pengolahan data, yakni
kegiatan untuk mengadakan sistematisasi
terhadap bahan – bahan hukum tertulis.
d. Pembahasan
Pembuktian merupakan langkah
menentukan kebenaran. Dalam Pasal 164
HIR menyebutkan 5 alat bukti yang dapat
digunakan dalam peradilan, diantaranya
bukti dengan surat, bukti dengan saksi,
persangkaan – persangkaan, pengakuan,
dan sumpah. Dewasa ini selain alat bukti
tersebut, juga terdapat alat bukti lain.
Diantaranya adalah keterangan para ahli.
Pasal 153 HIR, hakim diberi kesempatan
apabila diperlukan untuk memperoleh
pertolongan dari sebuah panitia untuk
memeriksa keadaan sesuatu tempat,
sedangkan dalam pasal ini apabila
dipandang berfaedah, kepada hakim diberi
9
kemungkinan untuk minta pertolongan
atau pendapat seorang ahli. Pada
hakekatnya kedua hal tersebut adalah
merupakan alat atau sarana bagi hakim
untuk mencari kebenaran yang hakiki agar
dapat menjatuhkan keputusan yang adil.
Keterangan para ahli di dapat untuk
menjelaskan alat bukti yang sudah mulai
berkembang. Saat ini banyak sekali
teknologi yang terlahir dari pengetahuan
para ilmuan yang sudah digunakan dalam
peradilan, diantara lain adalah teknologi
tes kebohongan, perekam suara (audio
record) , perekam gambar (visual record),
pelacak sidi jari, dan tes DNA.
Pembuktian diperlukan apabila si anak
tidak mendapatkan pengakuan dari ayah
biologisnya. Menurut putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor: 46/PUU-8/2010, yang
menjelaskan bahwa Anak yang dilahirkan
di luar perkawinan mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya serta dengan laki-laki sebagai
bapaknya yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan/atau alat bukti lain menurut
hukum mempunyai hubungan darah,
termasuk hubungan perdata dengan
keluarga bapaknya. Ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dimaksud adalah teknologi
yang terlahir dari pengetahuan para ilmuan
yang dapat digunakan sebagai alat bukti
petunjuk dalam peradilan. Dan dalam
penjelasannya dapat disampaikan oleh para
ahli. Teknologi DNA merupakan teknologi
yang dilakukan secara ilmu kedokteran
yang memperlihatkan sifat genetika
sebagai proses penurunan sifat – sifat dari
orang tua kepada anaknya. Teknologi ini
digunakan karena setiap orang memiliki
DNA yang berbeda – beda. DNA dapat
diperoleh dalam darah, rambut, sel – sel
mukosa di bagian dalam pipi (dalam
mulut), dan jaringan – jaringan lainnya.
Setelah pengambilan sel – sel dari jaringan
tubuh, DNA kemudian dikeluarkan dari
dalam sel melalui proses ekstraksi DNA.
DNA yang diperoleh dari hasil ekstraksi
berjumlah relatif sangat sedikit sehingga
masih sulit untuk dianalisa. Oleh sebab itu
DNA perlu diperbanyak. Teknik
perbanyakan DNA disebut dengan
amplifikasi DNA. Proses memperbanyak
ini dilakukan melalui suatu rangkaian
reaksi yang disebut dengan Polymerase
Chain Reaction ( PCR ). Rangkaian reaksi
inilah yang membuat 1 (satu) DNA
menjadi berjuta – juta DNA dalam waktu
yang singkat yang kemudian akan mudah
untuk dianalisis. Setelah melalui proses
terakhir dalam analisis DNA, yaitu proses
sequencing, maka akan dapat diketahui
profil dari DNA seseorang. Profil inilah
yang kemudian dibandingkan dengan
kedua orang tua sehingga dapat diketahui
dengan pasti asal DNA
Setelah dapat dibuktikan bahwa anak
tersebut adalah anak dari bapak
biologisnya, maka kedudukannya dimata
hukum berubah. Jika seorang anak luar
kawin hanya memperoleh pengakuan saja
maka ia masih dianggap anak luar kawin
yang diakui. Statusnya dalam hukum
perdata adalah dia mendapatkan apa yang
menjadi haknya sebagai anak luar kawin
yang diakui. Seperti halnya waris, anak
yang lahir di luar perkawinan kemudian
telah mendapat pengakuan dari bapak
biologisnya maka anak tersebut berhak
mewaris dengan golongan sebagai berikut:
10
1. Anak luar kawin mewaris dengan ahli
waris golongan I, bagiannya: 1/3 dari
bagiannya seandainya dia anak sah;
2. Anak luar kawin mewaris dengan ahli
waris golongan II dan III , bagiannya
½ dari seluruh warisan;
3. Anak luar kawin mewaris dengan ahli
waris golongan IV, bagiannya ¾ dari
seluruh warisan.
Jika seorang anak luar kawin telah
mendapatkan pengakuan juga pengesahan
berdasarkan peraturan perundang –
undangan maka dia akan memiliki derajat
yang lebih tinggi dibanding dengan
mereka yang hanya mendapat pengakuan
saja. Dalam hal perdata kedudukan anak
luar kawin yang telah mendapatkan
pengakuan juga pengesahan, maka hak –
haknya akan setara dengan anak sah
lainnya. Baik perihal pembiayaan hidup,
sampai pada urusan waris.
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.
46/PUU-VIII/2010 tidak menyebutkan
terkait akibat hukum secara administratif,
atau akta kelahiran anak luar kawin.
Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi
ini berkaitan dengan status hukum dan
pembuktian asal usul anak luar kawin.
Hubungannya dengan akta kelahiran
adalah karena pembuktian asal – usul anak
hanya dapat dilakukan dengan akta
kelahiran otentik yang dikeluarkan oleh
pejabat berwenang sesuai dengan yang
diatur dalam Pasal 55 ayat (1) Undang –
Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan.
Mengenai konsekuensi hukum dengan
dikeluarkannya suatu akta kelahiran
terhadap anak luar kawin ialah di dalam
akta kelahiran anak tersebut hanya
tercantum nama ibunya. Karena pada saat
pembuatan akta kelahiran, status anak
masih sebagai anak luar kawin.
Akta kelahiran dapat dilakukan perubahan
apabila dalam perjalanannya, bapak
biologis dari anak tersebut melakukan
pengesahan anak. Pengesahan anak dapat
dilakukan setelah pengakuan anak, atau
langsung tanpa melalui pengakuan anak.
e. Penutup
V.1.Kesimpulan
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor: 46/Puu-8/2010 , anak diluar
perkawinan yang dapat dibuktikan
asal – usulnnya dengan menggunakan
ilmu pengetahuan atau teknologi
lainnya sebagai alat bukti petunjuk,
diangkat derajatnya dari anak diluar
perkawinan menjadi anak sah dimata
hukum. Namun bukti yang dibutuhkan
bukan hanya sekedar DNA, kelima
bukti menurut pasal 1866 Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata
juga sangat penting. Karena dalam
substansi dan kekuatan pembuktian
alat bukti tes DNA terletak pada alat
bukti tes DNA hanya bertindak
(bernilai) sebagai alat bukti petunjuk
karena bukan merupakan alat bukti
langsung atau indirect bewijs dan
kekuatan pembuktiannya bersifat
primer, yang berarti dapat berdiri
sendiri tanpa diperkuat dengan bukti
lainnya.
V.2.Saran
1. Bagi perempuan Indonesia,
hendaknya berpikir panjang jika
11
akan melakukan sesuatu. Jika
ingin memperoleh perlindungan
hukum, maka sebaiknya lakukan
tindakan yang berlandaskan
hukum. Lakukan perkawinan
yang sesuai dengan Undang –
Undang no 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan.
2. Kerjasama masyarakat sekitar
juga sangat dibutuhkan. Kita
hidup bersosial, jika salah satu
diantara kita akan melakukan
tindakan yang tidak sesuai atau
kurang sesuai dengan peraturan
yang ada, maka kewajiban kita
bersama untuk mengingatkan
terkait kemungkinan masalah –
masalah yang akan dihadapi.
3. Pemerintah hendaknya segera
membuat peraturan pemerintah
yang didalamnya membahas
tentang perlindungan perempuan
dan anak yang menjadi dampak
adanya perkawinan siri.
Daftar PustakaAbdussalam, 2014, Buku Pintar Forensik
(Pembuktian Ilmiah), Jakarta, Penerbit
PTIK Press.
Alimuddin, 2014, Pembuktian anak dalam
Hukum Acara Peradilan Agama,
Bandung, Penerbit Nuansa Aulia
Kansil, C.S.T, 1989, Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta,
Penerbit Balai Pustaka.
________, 2006, Modul Hukum Perdata,
Jakarta, Penerbit Pradnya Paramita.
Marzuki, Peter Mahmud, 2006, Penelitian
Hukum, Jakarta, Penerbit Kencana
Prenada Group.
Perangin, Effendi. Hukum Waris, Penerbit Raja
Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2014.
Prawirohamidjojo, R Soetojo. Hukum Orang
dan Keluarga, Penerbit Airlangga
University Press, Surabaya, Tahun
2008
Subekti, Pokok – Pokok Hukum Perdata,
Penerbit Intermasa, Jakarta, Tahun
2011.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Ilmu, Penerbit PT
Remaja Bosda Karya, Bandung, Tahun
2004.
12
TINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN BILYET GIRO( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Gresik
Putusan No: 246/Pid.B/2014/PN.Gsk. )
Lina Kamilah TsaniProgram Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik
ABSTRAK
Tindak pidana penipuan (oplichthing) merupakan tindak kejahatan yang mempunyai obyek harta benda. Penipuan menggunakan bilyet giro kosong merupakan modus yang baru saat ini, untuk itu korban dari penipuan atau pemegang bilyet giro menjadi dirugikan dan membutuhkan suatu perlindungan hukum. Penelitian ini untuk mengetahui pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Gresik dalam menjatuhkan Putusan Nomor 246/Pid.B/2014/PN.Gsk. mengenai tindak pidana penipuan menggunakan Bilyet Giro, dan bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan dalam tindak pidana penipuan menggunakan bilyet giro. Penelitian ini merupakan penelitian yang deskriptif dan dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum normatif. Dari hasil analisis didapatkan bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gresik dalam menjatuhkan putusan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang perlindungan hukum terhadap pemegang Bilyet Giro kosong.
Kata Kunci : Tindak Pidana Penipuan, Bilyet Giro, Perlindungan Hukum
I. PENDAHULUANI.1. Latar Belakang
Menurut Abdulkadir Muhammad (2013:223), Bilyet giro adalah jenis surat berharga yang tidak diatur dalam KUHD, yang tumbuh dan berkembang dalam praktek perbankan karena kebutuhan dalam lalu lintas pembayaran secara giral.
Bilyet Giro sendiri merupakan alat pembayaran, sedangkan kegagalan pembayaran utang dapat dikategorikan sebagai wanprestasi yang termasuk ke dalam ranah hukum perdata. Namun dapat juga kemungkinan kegagalan pembayaran tersebut dilakukan untuk melakukan tindak pidana, misalnya tindak pidana penipuan.
Adapun contoh kasus terkait dengan tindak pidana penipuan sebagaimana yang hendak penulis teliti adalah terjadinya tindak pidana penipuan menggunakan bilyet giro yang terjadi di lingkup pengadilan Negeri Gresik. Tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku dalam kasus ini adalah tindak pidana penipuan menggunakan bilyet giro dengan modus pelaku yakni dengan memberikan keyakinan dan membujuk korban yang intinya untuk memberikan pinjaman kepada pelaku untuk modal usaha dan akan memberikan jaminan berupa BG (Bilyet Giro) terhitung mundur dan akan
dapat dicairkan pada saat tanggal jatuh tempo dst. Namun pada saat jatuh tempo, Bilyet Giro yang dicairkan kepada Bank tertarik ternyata tidak dapat dicairkan karena saldo tidak cukup, warkat stop bayar.
Kasus ini membuat penulis ingin menelusuri lebih dalam tentang penerapan hukum pidana terhadap penipuan menggunakan bilyet giro dan tentang perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan dalam penipuan pencairan Bilyet Giro kosong dengan judul “Tindak Pidana Penipuan Menggunakan Bilyet Giro (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Gresik Putusan No. 246/Pid.B/2014/PN.Gsk.)”.
I.2. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang yang ada, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:a. Bagaimanakah penerapan hukum
pidana pada perkara tindak pidana penipuan menggunakan bilyet giro dalam putusan pengadilan Negeri Gresik No. 246/Pid.B/2014/PN.Gsk.?
b. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan dalam penipuan pencairan bilyet giro kosong?
I.3. Tujuan Penelitian
13
penelitian hukum ini mempunyai tujuan sebagai berikut:a. Tujuan obyektif
1. Mengetahui peraturan penerapan hukum pidana pada perkara tindak pidana penipuan menggunakan bilyet giro dalam putusan pengadilan Negeri Gresik No. 246/Pid.B/2014/PN.Gsk.
2. Untuk mengetahui apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penipuan menggunakan bilyet giro dalam putusan pengadilan Negeri Gresik No. 246/Pid.B/2014/PN.Gsk. sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
b. Tujuan Subyektif1. Untuk menambah pengetahuan di
bidang ilmu hukum khususnya Hukum Pidana;
2. Untuk menambah wawasan dan memperluas pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap teori-teori mata kuliah yang telah diterima selama menempuh kuliah guna melatih kemampuan dalam menerapkan teori-teori tersebut dalam prakteknya di masyarakat;
3. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam menyusun skripsi sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Gresik.
I.4. Manfaat Penelitianmanfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :a. Manfaat Teoritis
1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Pidana pada khususnya;
2. Diharapkan dapat menambah bahan referensi dibidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penlitian sejenis di masa yang akan datang.
b. Manfaat Praktis1. Memberikan jawaban atas
permasalahan yang akan diteliti;2. Memberikan manfaat untuk lebih
mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang
dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh;
3. Memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum khususnya yang berkaitan dengan penanganan terhadap tindak pidana penipuan menggunakan bilyet giro kosong.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tindak Pidana PenipuanIstilah tindak pidana berasal dari
istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Strafbaar feit terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar dan feit. Straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sementara itu untuk kata feit diterjemahkan dengan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.
Istilah penipuan barasal dari kata tipu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa tipu berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung; kecoh. Sedangkan penipuan berarti proses, cara, perbuatan menipu; perkara menipu (mengecoh).
Tindak pidana penipuan (oplichthing) merupakan salah satu kejahatan yang mempunyai obyek harta benda. Tindak pidana ini diatur dalam Bab XXV Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur mengatur tentang penipuan sebagai Berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
II.2. Bilyet GiroSufirman Rahman (2013:109)
merumuskan bahwa secara etimologi Bilyet Giro berasal dari bahasa Belanda,
14
kata bilyet berarti kertas atau surat. Giro atau giral berasal dari bahasa prancis yang berarti edar.
Ketentuan yang mengatur tentang bilyet giro terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SEBI) No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 pasal 1 huruf d yang berbunyi:
“Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan pada rekening pemegang yang disebutkan namanya.”
II.3. Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah
tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia. (Setiono, 2004:3)
Menurut Muchsin (2003:14) perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.
III. METODE PENELITIAN
III.1. Type PenelitianJenis penelitian yang akan Penulis lakukan adalah penelitian hukum normatif atau kepustakaan
III.2. Pendekatan MasalahPendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus.
III.3. Bahan Hukuma. Bahan Hukum Primer
Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad (2010:157), Bahan hukum primer yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan, yurisprudensi, atau keputusan pengadilan (lebih-lebih bagi penelitian yang berupa studi kasus), dan perjanjian internasional (traktat).
b. Bahan Hukum SekunderYakni bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis serta memahami bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku literatur, Makalah-makalah, hasil penelitian para pakar hukum, jurnal atau artikel, dan berita-berita dalam surat kabar atau majalah.
c. Bahan Hukum TersierYakni bahan hukum yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, yang terdiri dari Kamus Hukum, Kamus Bahasa Indonesia, Ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya.
III.4. Prosedur Pengumpulan Bahan HukumUntuk memperoleh data yang
sesuai dan mencakup permasalahan dalam penelitian hukum ini, maka Penulis akan menggunakan prosedur pengumpulan bahan hukum melalui studi kepustakaan.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1.Analisa Putusan Hakim Pengadilan Negeri Gresik
Terhadap pertimbangan Hukum Majelis Hakim dapat dilakukan analisis unsur-unsur sebagai berikut:a. Mengenai Unsur Barang Siapa
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan bahwa atas keterangan terdakwa yang membenarkan identitas dari dirinya maka diketahui bahwa terdakwa yang dihadapkan di persidangan ini adalah terdakwa ACHMAD FAIRUZSYAH dengan identitas sebagai telah tersebut.
Berdasarkan keterangan Terdakwa sendiri yang menyatakan bahwa ia berada dalam kondisi yang sehat baik akal maupun jasmani dan mampu memberikan keterangan di depan persidangan.
Berdasarkan keterangan terdakwa dan keterangan saksi-saksi, yang mana dari keterangan-keterangan tersebut terungkap fakta-fakta bahwa
15
terdakwa ACHMAD FAIRUZSYAH adalah subjek hukum yang keadaan dan kemampuan jiwanya menunjukkan kondisi yang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvatbaar) ;
Dengan demikian maka unsur "Barang siapa" telah terbukti pada diri terdakwa.
b. Unsur hendak menguntungkan diri atau orang lain dengan melawan hukum.
Berdasarkan keterangan saksi MAS’UD (korban) pada pokoknya menerangkan bahwa benar pada hari dan tanggal tidak dapat diingat sekitar bulan Pebruari 2011 sampai sekitar tahun 2012, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam antara tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 terdakwa datang meminjam uang kepada saksi untuk modal usaha. Sehingga jumlah uang saksi yang diserahkan kepada terdakwa sebesar Rp. 1.556.060.000,- (satu milyar lima ratus lima puluh enam juta enam puluh ribu rupiah) belum dikembalikan oleh terdakwa.
Berdasarkan fakta tersebut di atas maka unsur “dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum” telah terpenuhi;
c. Dengan memakai nama palsu, martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan
Berdasarkan keterangan saksi dan keterangan terdakwa yang terungkap dalam persidangan, bahwa terdakwa memberikan cek dan bilyet giro kosong yang tidak dapat dikliring oleh saksi di Bank Panin, BNI, BCA dan HSBC.
Dengan demikian maka unsur “Dengan memakai nama palsu, martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan” telah terpenuhi.
d. Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapus piutang
Berdasarkan keterangan saksi MAS’UD, terdakwa meminjam uang kepada saksi untuk modal usaha dengan mengatakan akan memberikan jaminan BG (bilyet giro) maupun cek
yang dapat dicairkan dengan jatuh tempo pencairan selama 3-5 bulan.
Menimbang bahwa dengan demikian maka unsur “Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapus piutang” telah terpenuhi.
Maka setelah menganalisa dan memperhatikan unsur-unsur dakwaan dan unsur-unsur tersebut terbukti maka penulis sependapat dengan Pertimbangan Hukum Majelis Hakim dan menyatakan bahwa terdakwa bersalah telah melakukan tindak pidana penipuan dan pantas untuk dihukum.
IV.2.Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Bilyet Giro Kosonga. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang
Bilyet Giro Menurut Undang-Undang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia
Undang-undang Perbankan tidak mengatur tentang perlindungan hukum bagi pemegang Bilyet Giro, di dalamnya hanya memberikan pengertian dari Bilyet Giro.
Bilyet giro secara khusus diatur dalam dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) tanggal 24 Januari 1972 No. 4/670/UPPB/PbB tentang Bilyet Giro, yang disempurnakan dengan: Surat Keputusan Direksi No. 28/32KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 Tentang Bilyet Giro, Surat Edaran No. 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995, dan Surat Edaran No. 2/10/DASP/ tanggal 8 Juni 2000 Tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong yang di ubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/17/DASP tanggal 7 November 2002. Dengan adanya surat edaran dari Bank Indonesia tersebut maka mulailah diadakan penyeragaman dalam penggunaan dan persyaratan-persyaratan yang menyangkut bilyet giro, peraturan lama yang mengatur tentang bilyet giro yaitu SEBI No. 4/670/UPPB/PbB tanggal 24 Januari 1972 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Namun dengan adanya surat edaran tersebut tidak pula mengatur tentang perlindungan hukum terhadap pemegang Bilyet Giro kosong. Dalam surat edaran tersebut tidak terdapat
16
aturan yang melindungi pemegang, sehingga pemegang tidak dapat pemindahan uang ke rekening pemegang dan lebih sulit menerima pembayaran.
Mengenai alasan penolakan bilyet giro yang diatur dalam SEBI No. 4/17/DASP Tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong di harapkan di dalamnya berisi syarat perjanjian kedua belah pihak yang melindungi pemegang, tetapi dalam syarat tersebut hanya mengatur persyaratan secara formal. Dalam SEBI disebutkan bahwa tertarik wajib melakukan penolakan atas bilyet giro yang di tujukan kepada tertarik apabila bilyet giro tidak memenuhi syarat.
Di dalam SEBI No. 4/17/DASP hanya memberikan penjelasan jika seorang menarik bilyet giro kosong sebanyak tiga kali dalam waktu enam bulan, maka bank yang bersangkutan wajib menutup rekening nasabah tersebut. Dalam hal terjadi penerbitan bilyet giro kosong tiga kali dalam waktu enam bulan pada beberapa bank, maka Bank Indonesia menginstruksi kepada bank-bank pemelihara rekening untuk menutup rekening nasabah yang bersangkutan. Hal ini agar nasabah mengetahui dan menyadari kemungkinan dikenakan sanksi tersebut, maka setiap terjadinya penolakan bilyet giro kosong bank wajib memperingatkan nasabah yang bersangkutan dengan surat peringatan.
Surat peringatan ini diberikan bersamaan dengan surat keterangan penolakan dan warkat bilyet giro yang ditolak kepada pemegang, untuk kemudian menjadi urusan antara pemegang dengan penerbit. Surat peringatan ini hanya memberikan penjelasan kepada penerbit untuk tidak melakukan penerbitan bilyet giro kosong kembali, sedangkan mengenai perlindungan terhadap pemegang tidak diberikan penjelasan yang dapat melindungi setiap pemegang bilyet giro.
b. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Bilyet Giro Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Dalam lingkup hukum perdata terjadi hubungan hukum berupa perjanjian kedua belah pihak antara penerbit dan penerima bilyet giro, yang berkaitan dengan azas-azas
hukum adalah buku ketiga tentang perikatan. Buku ketiga memuat berbagai hubungan hukum. Seperti perikatan, baik yang terjadi berdasarkan perjanjian saja maupun yang lahir berdasarkan Undang-undang. Hubungan ini juga dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 1313 sampai Pasal 1351 KUH Perdata. Hubungan hukum ini menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak.
Perikatan karena Undang-undang atau akibat sesuatu perbuatan menimbulkan hak dan kewajiban tertentu bagi masing-masing pihak (ketentuan Pasal 1352 KUH Perdata). Selanjutnya diantara perikatan yang lahir karena Undang-undang yang terpenting adalah ikatan yang terjadi karena akibat sesuatu perbuatan yang disebut juga dengan perbuatan melawan hukum (ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata).
V. PENUTUP
V.1. Kesimpulan1. Putusan tersebut tepat dan telah sesuai
dengan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan terdakwa pada pasal 378 KUHP. Setelah dicabutnya Undang-Undang No. 17 Tahun 1964 tentang larangan penarikan bilyet giro kosong maka ketentuan yang tegas tidak diatur pasal mengenai penarikan bilyet giro kosong ini, hanya saja apabila terjadi penarikan bilyet giro kosong maka perbuatan ini dapat dikenakan Pasal 378 KUH Pidana (Pasal penipuan)
2. Tidak ada peraturan khusus yang mengatur tentang perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan dalam penipuan pencairan bilyet giro kosong. Tatapi dalam kasus pencairan bilyet giro tersebut terjadi hubungan hukum antara pemberi surat berharga dan penarik surat berharga dalam bentuk pencairan bilyet giro yang melahirkan hak dan tanggung jawab bagi masing-masing pihak dan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya akan menimbulkan permasalahan dalam hubungan hukumnya sehingga dapat diajukan ke bidang hukum pidana berupa tindak pidana penipuan. Berdasarkan hal tersebut maka timbul suatu perikatan yang terjadi karena
17
akibat sesuatu perbuatan yang disebut juga dengan perbuatan melawan hukum (ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata).
V.2. SaranAdapun saran yang dapat penulis
berikan sehubungan dengan penulisan skripsi ini adalah :1. Pemberian sanksi pidana harus
diberikan lebih maksimal sehingga seseorang yang melakukan tindak pidana menjadi jera akan sanksi yang diberikan oleh penegak hukum.
2. Perlu kiranya penetapan sanksi atau peraturan khusus oleh Bank Indonesia terhadap penerbit bilyet giro kosong yang tidak hanya bersifat Administratif, melainkan menjatuhkan sanksi lainya yang lebih berat atau bersifat pemidanaan. Dan kiranya Bank tidak memberikan rehabilitasi terhadap penerbit yang telah menerbitkan bilyet giro kosong agar perlindungan hukum terhadap penerima bilyet giro sesuai dengan Undang-undang yang berlaku dan sesuai dengan keinginan masyarakat.
3. Diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan dalam penipuan pencairan bilyet giro kosong, misalnya pengaturan tentang hak regres seperti dalam surat wesel dan cek.
4. Diperlukan adanya himbauan kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bilyet giro atau surat berharga lainnya, dan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi menggunakan bilyet giro
atau surat berharga lainnya, dikarenakan kejahatan dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja.
DAFTAR BACAAN
BUKUAbdulkadir Muhammad. 2013. Hukum Dagang
Tentang Surat Berharga. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Muchsin. 2003. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Mukti Fajar. 2013. Dualisme Penelitian Hukum. Normatif dan Empiris, Cetakan ke-2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Setiono. 2004. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Sufirman Rahman. 2013. Hukum Surat Berharga Pasar Uang. Jakarta : Sinar Grafika.
UNDANG-UNDANGKitab Undang-Undang Hukum PerdataKitab Undang-Undang Hukum PidanaUndang-undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang PerbankanSurat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor : 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 Tentang Bilyet Giro.
Surat Edaran Bank Indonesia No 2/10/DASP Tanggal 8 Juni Tahun 2000 Tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong
Surat Edaran Bank Indonesia 4/17/DASP Tentang Tata Usaha Cek/Bilyet Giro Kosong
18
KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU
MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU
Nur HikmahProgram Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik
ABSTRAKUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai perjanjian kerja yang menjadi dasar adanya suatu hubungan kerja. Perjanjian kerja sendiri terbentuk dalam dua macam: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yang keduanya memiliki keterhubungan secara yuridis. PKWT yang tidak memenuhi syarat Pasal 52 undang-undang tersebut, dapat demi hukum berubah menjadi PKWTT. Sebaliknya, perubahan PKWTT menjadi PKWT adalah suatu peristiwa hukum yang dapat terjadi, yang peristiwa hukum tersebut harus tetap diakomodasi undang-undang.
Kata kunci: PKWTT, PKWT, Konstruksi Hukum
I. PENDAHULU
AN1.1. Latar Belakang
Perjanjian kerja, memuat hak dan
kewajiban, yakni timbul kewajiban satu
pihak untuk bekerja dan pihak lain
mempekerjakan dengan membayar upah.
Shamad menyatakan perjanjian kerja adalah
suatu perjanjian di mana seseorang
mengikatkan diri untuk bekerja pada orang
lain dengan menerima imbalan berupa upah
yang sesuai dengan syarat-syarat yang
dijanjikan atau disetujui bersama. Hal ini
kemudian menjadi ciri bahwa perjanjian
kerja memuat isi yang merupakan
kesepakatan antara para pihak, yakni
pekerja dan pengusaha, untuk dapat
melangsungkan suatu pekerjaan dan pekerja
diberikan upah sesuai janji.
Dikenal 2 (dua) macam perjanjian
kerja dalam UU No. 13 Tahun 2003, yakni
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu dan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. PKWT
adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau
untuk pekerjaan tertentu. Sedangkan
PKWTT adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja yang bersifat
tetap. Dua macam perjanjian kerja tersebut
menjadi titik tolak hubungan kerja
dibangun antara pekerja dengan pengusaha.
Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat
diadakan untuk pekerjaan yang bersifat
tetap, yaitu pekerjaan yang sifatnya terus
menerus, tidak terputus-putus, tidak
dibatasi waktu dan merupakan bagian dari
suatu proses produksi dalam satu
perusahaan atau pekerjaan yang bukan
musiman.
19
Pengaturan tentang perubahan
terhadap PKWT menjadi PKWTT di dalam
UU No. 13 Tahun 2003 telah sedemikian
rupa sehingga akibat hukum yang muncul,
juga telah diatur secara tegas di dalam Pasal
52 ayat (7). Permasalahan yang dapat dikaji
secara hukum adalah bagaimana undang-
undang memberikan akomodasi hukum
yang sama dan seimbang terhadap
perubahan status tersebut, yakni mengenai
perubahan status pekerja PKWTT menjadi
PKWT. Namun justifikasi yang dapat
disampaikan adalah bahwa status pekerja
PKWTT menjadi pekerja PKWT adalah
sama saja dengan mendegradasi status.
Akibat hukum atas perubahan status
tersebut juga harus dipahami secara hati-
hati dan dimaknai secara mendalam agar
perlindungan hak pekerja tetap
terakomodasi dengan tepat.
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah perubahan PKWTT
menjadi PKWT diatur di dalam
peraturan perundang-undangan
tentang ketenagakerjaan?
2. Apakah akibat hukum
perubahan PKWTT menjadi PKWT?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui
konstruksi hukum yang mengatur
tentang perubahan PKWTT menjadi
PKWT;
2. Untuk mengetahui tentang
akibat hukum yang muncul
dikarenakan perubahan PKWTT
menjadi PKWT.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan untuk
memberikan referensi baru mengenai
hukum ketenagakerjaan, terutama yang
menekankan pada konsep hukum mengenai
perjanjian kerja dan perlindungan terhadap
hak dan kewajiban para pihak di dalam
perjanjian kerja.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja yang dalam bahasa
Belanda disebut arbeidsoverencom
mempunyai beberapa pengertian. Pasal
1601a KUH Perdata memberikan
pengertian perjanjian kerja sebagai suatu
perjanjian dimana pihak kesatu (buruh)
mengikatkan dirinya untuk di bawah
perintah yang lain yaitu majikan untuk
sewaktu-waktu tertentu melakukan suatu
pekerjaan dengan menerima upah. Iman
Soepomo berpendapat bahwa pada
dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan
buruh dan majikan terjadi setelah diadakan
perjanjian oleh buruh dengan majikan
dimana buruh menyatakan kesanggupannya
untuk bekerja pada majikan dengan
menerima upah dan dimana majikan
menyatakan kesanggupannya untuk
mempekerjakan buruh dengan membayar
upah sehingga perjanjian yang demikian itu
disebut perjanjian kerja.
Istilah ‘perjanjian kerja’ menun-
jukkan bahwa perjanjian ini dibuat untuk
mengenai kerja, yakni dengan adanya
perjanjian kerja timbul salah satu pihak
untuk bekerja. Jadi berlainan dengan
perjanjian perburuhan yang tidak
menimbulkan hak atas dan kewajiban untuk
melakukan pekerjaan tetapi memuat syarat-
syarat tentang perburuhan. Oleh karena
perjanjian dibuat untuk suatu hal tertentu,
maka di dalam perjanjian kerja itu berkaitan
20
dengan obyek yang diperjanjikan, yaitu
tentang pekerjaan. Sedangkan suatu sebab
yang halal berkaitan dengan kausa
perjanjian kerja, maka pekerjaan yang
diperjanjikan tersebut tidak boleh
merupakan kausa (atau pekerjaan) yang
dilarang oleh undang-undang, serta
bertentangan dengan kesusilaan dan
ketertiban umum.
2.2. Akibat Hukum Perjanjian Kerja
Perbuatan hukum adalah setiap
perbuatan manusia yang dilakukan dengan
sengaja untuk menimbulkan hak dan
kewajiban. Perbuatan hukum adalah
perbuatan yang memiliki akibat-akibat
hukum. Akibat hukum adalah akibat suatu
tindakan yang dilakukan untuk memperoleh
suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku
dan yang diatur oleh hukum. Tindakan yang
dilakukannya merupakan tindakan hukum
yakni tindakan yang dilakukan guna
memperoleh sesuatu akibat yang
dikehendaki hukum.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur secara rinci hal-
hal yang berkaitan dengan Pasal 1320 KUH
Perdata, yakni dengan mengadopsinya di
dalam Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Pasal ini
mengatur tentang segalanya untuk membuat
perjanjian kerja menjadi sah. Asas
konsesualisme berarti bahwa perjanjian
lahir pada saat tercapainya kata sepakat
antara para pihak mengenai hal-hal yang
pokok dan tidak memerlukan suatu
formalitas. Demikian pula dengan
perjanjian kerja, bahwa perjanjian kerja itu
memenuhi asas konsesualisme bilamana
pekerja dan pengusaha mencapai kata
sepakat tentang hal-hal yang berkaitan
dengan hubungan kerja. Sehingga, secara
bentuk, perjanjian kerja lisan maupun
tertulis bukanlah suatu permasalahan.
Hukum perjanjian juga menganut
sistem terbuka. Artinya hukum perjanjian
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk mengadakan
perjanjian yang berisi dan bermacam apa
saja asal tidak melanggar ketertiban umum
dan kesusilaan. Hal ini berlaku pula untuk
perjanjian kerja sebagaimana diatur di
dalam UU No. 13 Tahun 2003. Pasal 1338
KUH Perdata menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Makna dari kata “semua”
menunjukkan bahwa para pihak dalam
perjanjian bebas membuat perjanjian yang
berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa
saja) dan perjanjian itu akan mengikat
mereka yang membuatnya seperti suatu
undang-undang. Demikian artinya bahwa
pengusaha dan pekerja dalam membuat
suatu perjanjian kerja, dibebaskan untuk
memuat substansi apapun di dalamnya, dan
kemudian berlakulah sebagai undang-
undang bagi mereka.
III. METODE
PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian
Penelitian ini menempatkan kasus
hukum sebagai peristiwa hukum dan
produk hukum. Oleh karena itu, jenis
penelitian yang digunakan dalam penulisan
ini adalah penelitian hukum normatif
(normative law research) yang pokok
kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan
sebagai norma atau kaidah yang berlaku
dalam masyarakat dan menjadi acuan
21
perilaku setiap orang. Demikian sehingga
penelitian hukum normatif berfokus pada
inventarisasi hukum positif, asas-asas dan
doktrin hukum, penemuan hukum dalam
perkara in concreto, sistematik hukum, taraf
sinkronisasi hukum, dan sejarah hukum.
3.2. Pendekatan Masalah
Penulis mengajukan pendekatan
perundang-undangan (statute approach)
yaitu pendekatan dengan menggunakan
legislasi dan regulasi.
3.3. Bahan Hukum
Sumber-sumber penelitian yang
digunakan oleh penulis dalam penulisan ini
adalah: bahan hukum primer ( punya
kekuatan mengikat secara umum atau
mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-
pihak yang berkepentingan), Bahan Hukum
Sekunder (publikasi tentang hukum yang
yang memberi penjelasan terhadap bahan
hukum primer) dan bahan hukum tersier,
(memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder).
3.4. Prosedur Pengumpulan Bahan
Hukum
Prosedur yang digunakan penulis
dalam penelitian ini adalah studi terhadap
dokumen atau bahan pustaka, yakni
pengumpulan bahan hukum sesuai tujuan
kajian penelitian. Dalam pelaksanaan studi
pustaka, langkah-langkah yang ditempuh
oleh penulis adalah: mengidentifikasi
sumber bahan hukum, menginventarisasi,
mencatat dan mengutip bahan hukum yang,
serta menganalisis bahan hukum yang
diperoleh itu sesuai dengan masalah dan
tujuan penelitian.
3.5. Pengolahan dan Analisis Bahan
Hukum
Data-data diolah dengan
menggunakan metode pengolahan data
secara kualitatif, yakni suatu tata cara
penelitian yang menghasilkan data
deskriptif analitis, yaitu apa yang
dinyatakan oleh responden secara lisan dan
tertulis dan juga perilakunya nyata, diteliti
dan dipelajari sebagai sesuatu yang bersifat
utuh. Tahap pengelolaan data dalam
penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan
identifikasi data, klasifikasi data, dan
penyusunan data.
IV. HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Perubahan PKWTT Menjadi PKWT
Perubahan PKWTT menjadi PKWT
bermula dari pemahaman tentang cara
PKWTT diadakan oleh pekerja dan
pengusaha. Berdasarkan asas kebebasan
berkontrak, Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah dan
berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Dengan
demikian, dapat ditemukan bahwa
perubahan PKWTT menjadi PKWT dapat
dimungkinkan terjadi, berdasarkan kehen-
dak masing-masing. Kehendak tersebut bisa
saja ada dan tidak ada peraturan perundang-
undangan yang tidak melarang hal tersebut.
Kemudian, yang menjadi terpenting
adalah alasan atau sebab-sebab berubahnya
PKWTT menjadi PKWT. Semenjak awal
PKWTT diadakan, antara pekerja dengan
pengusaha sudah menyepakati (berdasarkan
kehendak) bahwa hubungan kerja tidak
dibatasi waktu atau terus menerus, namun
ada peristiwa atau situasi kondisi tertentu
yang dapat menyebabkan PKWTT dapat
22
berubah menjadi PKWTT. Bahwa perlu
diingat PKWTT timbul karena 2 (dua) hal
mendasar, yakni: (1) kesepakatan
pekerja/buruh mengadakan PKWTT, dan
(2) akibat PKWT dilaksanakan tidak sesuai
ketentuan (perubahan PKWT menjadi
PKWT).
Jadi melihat dari cara timbulnya
saja, perubahan PKWTT menjadi PKWT
dapat dimungkinkan oleh karena
berhubungan dengan peristiwa-peristiwa
yang berkaitan dengan pelaksanaan jenis
pekerjaan di dalam suatu perusahaan. Hal
ini menunjukkan bahwa perubahan
PKWTT menjadi PKWT cenderung
dibarengi dengan adanya perubahan
pekerjaan sebagaimana jenis pekerjaan
yang terdapat pada UU No. 13 Tahun 2003.
Yang menjadi kunci bahwa PKWTT dapat
berubah menjadi PKWT adalah kehendak
yang sama antara pekerja dan pengusaha
dalam perjanjian.
4.2. Akibat Hukum
Perubahan PKWTT menjadi PKWT
membawa akibat hukumnya sendiri.
Peristiwa hukum ini terdiri dari dua
perbuatan hukum yang dilakukan, yakni
putusnya hubungan kerja PKWTT dan
pembuatan PKWT, yang keduanya
disepakati dan dilaksanakan kedua belah
pihak dalam perubahan tersebut. Adapun
akibat hukum dari perbuatan-perbuatan
hukum tersebut adalah:
Pertama, pemutusan hubungan kerja
PKWTT: mengakibatkan pengusaha wajib
membayar hak dan kewajiban kepada
pekerja yang didasarkan karena putusnya
hubungan kerja dengan alasan tanpa
kesalahan, yang merujuk pada ketentuan
perhitungan hak normatif pada Pasal 156
dan Pasal 167 UU No. 13 Tahun 2003. Hal
ini merupakan akibat hukum yang berupa
lenyapnya suatu keadaan hukum tertentu,
yaitu lenyapnya atau berakhirnya hubungan
kerja yang didasarkan pada PKWTT.
Kedua, pembuatan dan pelaksanaan
PKWT: yang mengacu pada Pasal 59 UU
No. 13 Tahun 2003 dan Kepmenakertrans
No. 100 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan
PKWT. Situasi ini dapat disebut sebagai
lahirnya suatu hubungan hukum baru, yakni
hubungan kerja yang didasarkan pada
PKWT.
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Bahwa perubahan PKWTT menjadi
PKWT dimungkinkan ada oleh karena dua
kepentingan mendasar, yaitu: (a)
kesepakatan para pihak dalam perjanjian
kerja, yang secara sadar dan setuju bahwa
ikatan PKWTT dapat dirubah menjadi
PKWT; dan, (b) terdapat perubahan jenis
pekerjaan yang semula ditetapkan dan
diperjanjikan dalam PKWTT yang
kualifikasi jenis pekerjaan PKWT dalam
Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 dan
peraturan pelaksanaannya. Tata cara
pelaksanaan perubahan PKWTT menjadi
PKWT dilakukan dengan beberapa
perbuatan hukum tertentu yang saling
berkaitan, yakni: pemutusan hubungan
kerja PKWTT, dan diadakannya hubungan
hukum baru, yakni hubungan kerja yang
didasarkan pada ketentuan mengenai
PKWT.
Akibat hukum perubahan yakni: (a)
muncul hak dan kewajiban sesuai Pasal 156
UU No. 13 Tahun 2003 tentang
23
Ketenagakerjaan; dan (b) dilaksanakannya
hubungan kerja, yakni yang memenuhi
unsur perintah, pekerjaan dan upah, yang
didasarkan pada sesuai Pasal 59 UU No. 13
Tahun 2003.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukannya
perubahan mendasar mengenai
ketentuan perjanjian kerja di dalam
peraturan perundang-undangan, terkait
dengan perubahan PKWTT menjadi
PKWT;
2. perlu aturan mengenai
perubahan PKWTT menjadi PKWT
yang tegas sehingga tidak mengurangi
syarat minimal perlindungan hukum
bagi pekerja maupun pengusaha;
3. bahwa pembinaan terhadap
pekerja dan pengusaha dalam hal
pembuatan perjanjian kerja yang tepat
dan tidak meninggalkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA:
Marzuki, Peter Mahmud. 2006. Penelitian
Hukum. Jakarta; Penerbit Kencana.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan
Penelitian Hukum. Bandung; Citra
Aditya Bakti.
Rusli, Hardijan. 2004. Hukum
Ketenagakerjaan: Berdasarkan UU
No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Peraturan
Terkait Lainnya. Cet. Kedua.
Jakarta; Ghalia Indonesia.
Sumanto, 2014. Hubungan Industrial:
Memahami dan Mengatasi Potensi
Konflik-Kepentingan Pengusaha-
Pekerja Pada Era Modal Global.
Yogyakarta; CAPS.
Soepomo, Imam. 2003. Pengantar Hukum
Perburuhan. Edisi Revisi. Jakarta;
Djambatan.
Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif. Jakarta; Penerbit
Rajawali.
Soekanto, Soerjono. 2006. Pengantar
Penelitian Hukum. Jakarta; Penerbit
Universitas Indonesia (UI Press).
Soeroso, R. 1996. Pengantar Ilmu Hukum, Cet.
II. Jakarta; Sinar Grafika.
Sunyoto, Danang. 2013. Hak dan Kewajiban
Bagi Pekerja dan Pengusaha.
Yogyakarta; Penerbit Pustaka
Yustisia.
24
KETERBUKAAN INFORMASI BADAN PUBLIK DAN PENERAPAN PASAL 13 UNDANG-UNDANG NOMOR 14
TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GRESIK
Ichyak UlumuddinProgram Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik
ABSTRAK
Tata kelola pemerintahan yang baik mensyaratkan pemerintahan yang terbuka sebagai salah satu fondasinya, dan kebebasan memperoleh informasi merupakan salah satu prasyarat untuk menciptakan pemerintahan terbuka. Kesadaran atas kebutuhan informasi adalah upaya pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi manusia, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), maka sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi yang mengharuskan penyelenggara negara membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif. Untuk mewujudkan pelayanan Informasi yang cepat, tepat, dan Sederhana, setiap Badan Publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). PPID adalah pejabat yang menduduki posisi jabatan tertentu pada badan publik dan bertindak sebagai penanggungjawab fungsi pelayanan informasi pada unit pelayanan informasi masing-masing badan publik. PPID juga bertanggungjawab atas pengklasifikasian jenis informasi yang dapat diakses oleh masyarakat.
Kata kunci : Keterbukaan Informasi Publik, Pelayanan Publik.
25
a. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keterbukaan informasi publik
merupakan salah satu ciri penting negara
demokratis untuk mewujudkan
penyelenggaraan Negara yang baik.
Keterbukaan informasi publik merupakan
sarana dalam mengoptimalkan pengawasan
publik terhadap penyelanggaraan Negara
dan Badan Publik lainnya.
Tiga isu besar yang mendorong
lahirnya kesadaran atas kebutuhan
informasi adalah upaya pemberantasan
korupsi, penegakan hak asasi manusia, dan
tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance). (Dhoho A. Sastro
dkk,2010;1).
UU KIP telah disahkan pada tanggal
30 April 2008. Berbeda dengan undang-
undang lain yang umumnya langsung
efektif setelah disahkan, Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik baru efektif
diberlakukan pada 1 Mei 2010. Waktu dua
tahun setelah diundangkan tersebut
diberikan untuk Badan-Badan Publik agar
mempersiapkan diri menyongsong
implementasi UU KIP pada intinya
memberikan kewajiban kepada setiap
Badan Publik untuk membuka akses bagi
setiap pemohon informasi publik untuk
mendapatkan informasi publik, kecuali
beberapa informasi tertentu.
Mengimplementasikan yang dimaksud
adalah mempersiapkan perangkat, sarana
dan pra sarana yang mendukung
terwujudnya informasi yang mudah diakses
oleh masyarakat.
Gagasan utama hak atas informasi
adalah bahwa informasi yang dikuasai oleh
Badan Publik tidaklah dimiliki oleh
mereka, akan tetapi dikuasai atas nama
rakyat, dan bahwa rakyat harus memiliki
akses terhadap inoformasi ini, dengan
pengecualian secara terbatas untuk
melindung kepentingan yang lebih tinggi.
(Dessy Eko Prayitno dkk.,2008;2).
Hak warganegara untuk memperoleh
informasi publik dijamin oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yaitu tercantum dalam Pasal
28F yang berbunyi:
“Setiap orang berhak berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia”.
UU KIP sudah berlaku efektif selama
lebih dari empat tahun, namun daftar
panjang pekerjaan rumah itu masih berada
di depan mata, misalnya: belum semua
Badan Publik melaksanakan mandat hukum
UU KIP masih banyak masyarakat
indonesia yang belum tahu dan belum
memanfaatkan UU KIP dalam meminta
informasi, permasalahan kapasitas
komisioner Komisi Informasi,
permasalahan independensi Komisi
informasi.( Dessy Eko Prayitno, 2014;3).
1.2. Perumusan Masalah
a) Bagaimana tahapan atau mekanisme
penunjukan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi (PPID) menurut Pasal
13 UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik?
26
b) Apakah penerapan Pasal 13 UU Nomor
14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik di Pemerintah
Kabupaten Gresik sudah sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui Tahapan atau mekanisme
dalam penunjukan PPID di Pemerintah
Kabupaten Gresik serta bagaimana
penerapan Pasal 13 UU Nomor 14 tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
di Kabupaten Gresik.
1.4. Manfaat Penelitian
Secara teori, adalah agar tulisan ini
dapat menambah pengetahuan bagi
masyarakat bahwa setiap warga Negara
berhak untuk mendapatkan informasi
tentang hal yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Negara, dengan mudah
dan akurat.
Manfaat secara praktis yang diperoleh
dari penelitian ini yaitu untuk dapat
memberikan masukan kepada badan publik
untuk memberikan kemudahan akses
informasi kepada masyarakat baik diminta
maupun tidak.
b. TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai undang-undang yang tidak
hanya sekedar mengatur hak atas
informasi, UU KIP mengandung beberapa
pokok pikiran berikut (Henri
Subagyo,2009;4):
1. Setiap Badan Publik wajib menjamin
keterbukaan informasi publik;
2. Setiap informasi publik bersifat terbuka
dan dapat diakses oleh publik;
3. Informasi publik yang dikecualikan
bersifat ketat, terbatas, dan tidak
mutlak/tidak permanen;
4. Setiap informasi publik harus dapat
diperoleh dengan cepat, tepat waktu,
biaya ringan, dan cara sederhana;
5. Informasi publik bersifat proaktif;
6. Informasi publik harus bersifat utuh,
akurat, dan dapat dipercaya;
7. Penyelesaian sengketa secara cepat,
murah, kompeten, dan independen; dan
8. Ancaman pidana bagi penghambat
informasi.
Pasal 13 UU KIP mengamanatkan
bahwa untuk mewujudkan pelayanan
informasi yang cepat, tepat, dan sederhana,
maka setiap badan publik menunjuk Pejabat
pengelola Informasi dan Dokumentasi
(PPID). PPID adalah pejabat yang
menduduki posisi jabatan tertentu pada
masing-masing badan publik dan bertindak
sebagai penanggungjawab fungsi pelayanan
informasi pada unit pelayanan informasi
masing-masing badan publik.
Hal-hal yang harus diperhatikan badan
Publik dalam menunjuk atau menempatkan
PPID adalah (Tanya Jawab Seputar UU
Nomor 14 tahun,2008:5):
(1) Penunjukan dan penetapan PPID
diserahkan kepada masing-masing
Badan Publik.
(2) Fungsi PPID dapat dilakukan oleh
pejabat yang telah ada, fungsi PPID
dapat dilekatkan pada tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) pejabat yang telah ada.
(3) Penunjukan dan penetapan PPID
dilakukan berdasarkan analisa tugas,
tanggungjawab, dan kewenangan PPID
sebagaimana diatur dalam UU KIP dan
Parturan Komisi Informasi. Sehingga
27
berdasarkan beban tugas,
tanggungjawab, dan kewenangan
tersebut, Badan Publik dapat menetukan
kualifikasi pejabat mana yang dapat
ditunjuk dan ditetapkan sebagai PPID.
(4) Penunjukan dan penetapan PPID harus
dilakukan dengan mempertimbangkan
rentang kendali/kewenangan yang
dimiliki pejabat tersebut untuk
melakukan koordinasi antar bidang/unit
atau divisi pada Badan Publik dalam
rangka pelaksanaan pelayanan
Informasi Publik.
(5) Pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan
sebagai PPID harus memiliki
kompetensi tidak hanya terbatas pada
bidang informasi dan dokumentasi
tetapi juga substansi terkait dengan
informasi yang dikelola Badan Publik.
c. METODE PENELITIAN
3.1. Tipe penelitian
Untuk melengkapi agar tujuan
penulisan dapat lebih tercapai, terarah dan
dapat dipertanggungjawabkan, maka
metode penelitian yang digunakan adalah
sebagai berikut :
a. Penelitian Kepustakaan (Library
Research)
Penelitian kepustakaan ini dilakukan
dengan studi kepustakaan berdasarkan
sumber-sumber bacaan, seperti : buku-
buku, perundang-undangan yang
berhubungan dengan Keterbukaan
Informasi Publik yang dijadikan sebagai
landasan berpikir guna penyusunan
penelitian dalam penelitian ini.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan ini dilakukan
dengan melakukan riset yaitu
melakukan wawancara dan mengambil
data dari tempat riset berupa dokumen
permohonan dan penyampaian
informasi, dan selanjutnya data tersebut
dianalisis guna penyusunan penelitian
ini.
3.2. Bahan hukum
Sumber data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini diperoleh dari perpustakaan
dan dokumen-dokumen resmi. Data yang
dipergunakan dalam penelitian ini terdiri
dari data primer, sekunder, dan data tersier.
Data tersebut diperlukan untuk menjawab
permasalahan yang menjadi fokus
penelitian,
3.3. Prosedur pengumpulan bahan
hukum
Pengumpulan bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan yang merupakan langkah awal
dari penelitian hukum normativ dan terdiri
dari bahan hukum primer, sekunder dan
tersier. Sedangkan teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara membaca,
mempelajari, mengidentifikasi literature-
literatur, laporan penelitian, dokumen-
dokumen resmi serta sumber bacaan
lainnya dengan menyalin atau
memindahkan data yang relevan denga
penelitian ini.
3.4. Pengolahan dan analisis bahan
hukum
Pengolahan dan analisis bahan hukum
terhadap data yang sudah diperoleh melalui
data primer, data sekunder, dan tersier
selanjutnya dilakukan pengolahan data,
yakni kegiatan untuk mengadakan
28
sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis.
Selanjutnya data yang diperoleh akan
dianalisis secara kualitatif yaitu data yang
tidak berbentuk angka, melainkan lebih
banyak berupa narasi, cerita, dokumen
tertulis dan tidak tertulis.
d. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan Keputusan Bupati Gresik
Nomor : 019/441/HK/437.12/2011 tentang
Pejabat pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID) di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Gresik, bahwa yang
ditunjuk sebagai PPID adalah Kepala
Bagian Humas Sekretariat Daerah
Kabupaten Gresik.
Dalam rangka memberikan pelayanan
informasi dan dokumentasi, PPID dibantu
oleh PPID Pembantu yang berada
dilingkungan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dan/atau Pejabat
Fungsional berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
PPID Pembantu di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Gresik sebagaimana
dimaksud adalah :
a. Kepala Bagian di lingkungan Sekretariat
daerah Kabupaten Gresik;
b. Kepala Kantor di Lingkungan
pemerintah Kabupaten Gresik;
c. Sekretaris Dinas, Badan, dan
Inspektorat di Kabupaten Gresik;
d. Kepala Bagian Humas dan Perundang-
Undangan pada Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Gresik; dan
e. Kepala Bagian Tata Usaha pada Rumah
Sakit Umum Daerah “Ibnu Sina”
Kabupaten Gresik; dan
f. Camat Kecamatan se-Kabupaten Gresik.
Dalam menjalankan tugas sebagai
PPID Kab. Gresik Sesuai Keputusan Bupati
Gresik Nomor : 019/441/HK/437.12/2011,
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat
Sekretariat Daerah Kabupaten Gresik
(Kabag Humas Pemkab Gresik)
menyampaikan informasi secara berkala
dan serta merta melalui website
www.gresikkab.go.id, Majalah Warta Giri,
Baliho/Spanduk, dan iklan di media massa.
Untuk pengelolaan website, PPID
Kab. Gresik dibantu oleh Kepala Bagian
Pengelolaan Data dan Teknlogi Informasi
(PDTI) Sekretariat daerah kabupaten Gresik
yang juga termasuk dalam jajaran PPID
Pembantu dan juga dibantu oleh jajaran
SKPD yang sudah mempunyai link website
sendiri. Sedangkan untuk publikasi produk
hukum atau peraturan perundang-undangan,
PPID Kab. Gresik dibantu oleh Kepala
bagian Hukum Sekretariat daerah
kabupaten Gresik.
Pengumuman Informasi Publik yang
disampaikan oleh PPID Kabupaten Gresik
bersifat Informasi yang dalam ruang
lingkup Sekretariat daerah Pemerintah
kabupaten Gresik, sedangkan untuk
informasi yang lebih bersifat spesifik dalam
satu bidang dikelola oleh PPID Pembantu
yang terdapat di setiap SKPD. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah pelayanan
informasi dan berdasarkan pada prinsip
cepat dan tepat.
PPID Kabupaten gresik belum
memiliki Standar Operasional Prosedur
(SOP) Pelayanan Informasi Publik, hal ini
29
dikarenakan belum adanya Peraturan
daerah tentang konten tersebut. Rencana
Peraturan Daerah (Raperda) telah diajukan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kab. Gresik kepada Pemerintah Provinsi
Jawa Timur (Pemprov Jatim) pada tahun
2014. Namun sampai saat ini masih dalam
proses uji dan belum disahkan. Selain itu
minimnya Operasional serta Sumber Daya
Manusia (SDM) PPID juga menjadi salah
satu penghambat dalam pelayanan
Informasi di Kabupaten Gresik.
e. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa:
1. Mekanisme penunjukan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi
(PPID) dilakukan dalam tiga tahapan
yaitu;
a) Tahap Persiapan
Persiapan pembentukan PPID
Pemda dapat diawali dengan
menetapkan Tim Pembentukan PPID
berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur/Bupati/Walikota yang
mempunyai tugas membuat rencana
kerja PPID Pemda, merancang
struktur organisasi PPID Pemda
Provinsi dan Kabupaten/Kota,
menyiapkan infrastruktur dasar bagi
PPID Pemda Provinsi dan
Kabupaten/Kota, melakukan
pelatihan awal kepada semua calon
PPID dan PPID Pembantu serta
unsur-unsur didalamnya, membuat
pengaturan anggaran operasional
dan kegiatan PPID Pemda selama
satu tahun yang melekat pada unit
kerja dimana PPID menjabat dan
Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(SKPD) terkait/PPID Pembantu.
b) Tahap Pembentukan.
Tim pembentukan PPID menyusun
rancangan pembentukan PPID yang
terdiri atas rencana kerja struktur
organisasi, rencana Standar
Operasional Prosedur, dan rencana
anggaran kegiatan PPID. Tim
Pembentukan PPID menyusun
rancangan tersebut dalam sebuah
dokumen yang diserahkan kepada
Kepala Daerah melalui Sekretaris
Daerah (Sekda).
c) Tahap Penetapan.
Setelah dokumen pembentukan
PPID disetujui oleh
Gubernur/Bupati/ Walikota,
selanjutnya Tim Pembentukan PPID
Pemda membuat rancangan
Peraturan Kepala Daerah
(Gubernur/Bupati/Walikota) yang
berisi pedoman umum PPID yang
memuat struktur dan mekanisme
pengelolaan dan pelayanan
informasi PPID Pemda.
2. Penerapan Pasal 13 Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (UU
KIP) di Pemerintah Daerah Kabupaten
Gresik (Pemkab. Gresik) belum sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang,
amanat UU KIP untuk mewujudkan
pelayanan informasi yang cepat, tepat,
dan sederhana, belum bisa dilaksanakan
oleh Pemerintah Kabupaten Gresik. Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
30
a) PPID Pemkab. Gresik belum
melakukan pengklasifikasian
Informasi Publik dan menyusun
Daftar Informasi Publik;
b) PPID Pemkab. Gresik belum
melakukan uji konsekuensi
mengenai Informasi Publik yang
dikecualikan;
c) PPID Pemkab. Gresik belum
memiliki Standar Operasional
Prosedur (SOP) Pelayanan Informasi
Publik;
d) Operasional PPID Pemkab. Gresik
sangat minim, baik dalam hal sarana
dan prasarana maupun Sumber Daya
Manusia yang menjabat sebagai
PPID; dan
e) Kurang adanya kordinasi antara
PPID induk dengan PPID Pembantu.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka
penulis menyampaikan saran-saran sebagai
berikut:
1. Dalam hal penunjukan dan penetapan
PPID agar lebih mengutamakan
kompetensi calon pejabat yang ditunjuk
sebagai PPID induk dan PPID
Pembantu.
2. Untuk mewujudkan pelayanan
informasi yang cepat, tepat, dan
sederhana, maka Pemerintah Kabupaten
Gresik agar melakukan
pengklasifikasian Informasi Publik dan
menyusun Daftar Informasi Publik,
melakukan uji konsekuensi mengenai
Informasi Publik yang dikecualikan,
membuat Standar Operasional Prosedur
(SOP) Pelayanan Informasi Publik,
memenuhi kebutuhan operasional PPID
baik dalam hal sarana dan prasarana
maupun peningkatan kompetensi
Sumber Daya Manusia yang bertugas
sebagai PPID dan PPID Pembantu, dan
untuk lebih meningkatkan kordinasi
antara PPID induk dengan PPID
Pembantu.
DAFTAR PUSTAKADessy Eko Prayitno, Melawan Korupsi dari
advokasi hingga pemantauan masyarakat,
Penerbit Transparency International
Indonesia, Jakarta, Tahun 2014.
Dessy Eko Prayitno, Modul bagi Badan Publik
melaksanakan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2008, Indonesian Center for
Environmental Law.
Dhoho A. Sastro, Mengenal Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik, Penerbit
Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat,
Jakarta, Tahun 2010.
31
Henri Subagyo, Anotasi Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik (Edisi
Pertama), Komisi Informasi Pusat
Republik Indonesia, Jakarta, Tahun 2009.
Tanya jawab Seputar UU Nomor 14 tahun
2008, Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI, Jakarta, Tahun 2010.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan informasi publik.
Keputusan Bupati Gresik Nomor
019./441/HK/437.12/2011 tentang Pejabat
pengelola informasi dan dokumentasi di
lingkungan pemerintah kabupaten gresik.
32
PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999
TENTANG JAMINAN FIDUSIA
AgustinaProgram Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik
ABSTRAK
Fidusia adalah lembaga jaminan bentuk baru atas benda bergerak disamping gadai dimana dasar hukumnya yurisprudensi. Walaupun lembaga Fiducia ini sudah melembaga dalam praktek perFIFan khususnya FIFAstra, tidak terlepas dari cacat. Dimana menjadi persoalan adalah ketentuan mana yang akan diterapkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, penelitian kepustakaan yaitu meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberi jaminan fidusia ini merupakan perjanjian yang bersifat accessoir dari suatu perjanjian pokok sebagaimana disebutkan dalam penjelasan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 dan harus dibuat dengan suatu akta notaris yang disebut sebagai Akta jaminan fidusia. Kesimpulannya adalah dalam Fiducia benda jaminan tidak diserahkan secara nyata oleh debitur kepada kreditur, yang diserahkan hanyalah hak milik secara kepercayaan. Benda jaminan masih tetap dikuasai oleh debitur dan debitur masih tetap bisa mempergunakan untuk keperluan sehari-hari.
Kata Kunci : Fidusia, Pengaturan Fidusia, FIFAstra, Debitur, Kreditur
33
a. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam kegiatan perekonomian pada dasarnya, pinjam-meminjam uang atau pemberian kredit oleh FIF atau non FIF diberikan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk membayar kembali dengan syarat melalui perjanjian utang piutang di antara kreditur dan debitur. Perjanjian kredit yang dibuat oleh FIF ataupun non FIF kepada debitur merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara kreditur dan debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak sehubungan dengan pemberian kredit.
Salah satu lembaga jaminan yang dikenal dalam sistem hukum jaminan di Indonesia adalah lembaga jaminan fidusia. Fidusia yang berarti penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan memberikan kedudukan kepada debitur untuk tetap menguasai barang jaminan. Lembaga jaminan fidusia telah diakui eksistensinya dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, yang telah diundangkan pada tanggal 30 September 1999. Sebagaimana diketahui bahwa jaminan fidusia adalah hak agunan/jaminan atas benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud, atau yang tidak dapat dibebani hak tanggungan menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang dimiliki oleh penerima fidusia yang terdaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu dan yang mempunyai hak untuk didahulukan dari pada kreditur lainnya.
Suatu perjanjian penjaminan, biasanya memang antara kreditur dan debitur disepakati janji tertentu, yang pada umumnya dimaksudkan memberikan suatu posisi yang kuat bagi kreditur dan nantinya sudah didaftarkan dengan maksud juga untuk mengikat pihak ketiga. Dengan demikian, ikatan jaminan dan janji-janji fidusia menjadi terdaftar dan yang demikian bisa menjadi milik penerima fidusia sedangkan terhadap penerima fidusia perlindungan hukum yang diberikan lewat
perjanjian jaminan fidusia sesuai mengikat pihak ketiga.
Bentuk kelemahan diperburuk dengan tindakan praktek penerapan perjanjian fidusia dilapangan, berupa tidak dilakukannya pendaftaran benda jaminan fidusia (hanya berhenti pada pembuatan akta otentik), dilakukannya negosiasi yang memberikan biaya tambahan bagi penerima fidusia pada saat mengeksekusi benda jaminan fidusia, sehingga sertifikat fidusia tidak memberikan pendidikan hukum dalam masyarakat.
Sehingga tidak mengherankan akibat praktek dilakukan secara damai dalam kasus-kasus lamban dan susahnya eksekusi jaminan fidusia menjadi persoalan, dalam pra survey yang peneliti lakukan, misalnya pada karyawan FIFAstra perjanjian fidusia tidak efektif karena susahnya pelaksanaan eksekusi.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, peneliti dapat menarik perumusan masalah sebagai berikut :1. Bagaimana pengaturan perjanjian kredit
jaminan fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia?
2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit jaminan fidusia di FIFAstra?
b. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Perjanjian Kredit
2.1.1. Pengertian Perjanjian
Menurut pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa : “suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Defenisi dalam pasal tersebut diatas sebenarnya belum memuaskan, sehingga banyak para sarjana yang menjelaskan defenisi perjanjian secara terperinci antara lain adalah R. Subekti yang memberikan defenisi bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
34
melaksanakan sesuatu hal, sehingga tiap perjanjian mengikat kedua belah pihak.
2.1.2. Pengertian Kredit
Sedangkan arti kredit dalam dunia perFIFan di Indonesia dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang PerFIFan yaitu :Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara FIF dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah suatu jangka waktu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
2.1.3. Pengertian Fidusia
Fiducia yang lengkapnya disebut Fiduciaire Eigendom Overdracht (FEO) adalah lembaga jaminan bentuk baru atas benda bergerak disamping gadai dimana dasar hukumnya yurisprudensi. Lembaga ini banyak disebut dengan bermacam-macam nama. Menurut Subekti pengertian "Fiducia" adalah penyerahan secara kepercayaan. Selanjutnya Subekti menyatakan bahwa perkataan "fiduciaire" yang berarti secara kepercayaan yang diberikan secara timbal balik oleh satu pihak kepada pihak lain bahwa apa yang keluar ditampakkan sebagai pemindahan milik, sebenarnya (ke dalam) hanya suatu jaminan saja untuk suatu hutang.
2.1.4. Sifat dan Bentuk Perjanjian Fidusia
Pendapat pertama mengemukakan bahwa perjanjian Fiducia itu bersifat zakelijk (kebendaan). Pendapat kedua mengatakan, bahwa perjanjian Fiducia merupakan perjanjian yang bersifat persoonlijk (perorangan). Bentuk perjanjian Fiducia dalam praktek disyaratkan tertulis, namun tidak perlu adanya penyerahan nyata.
2.1.5. Obyek Jaminan Fidusia
Menurut sejarah pada mulanya yang menjadi obyek Fiducia adalah benda-benda
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya tidak sedikit pula benda yang tidak bergerakpun juga menjadi obyek Fiducia. Obyek fidusia diantaranya adalah benda-benda bergerak/berwujud, benda bergerak tidak berwujud, benda tetap. Dalam hal ini para sarjana banyak yang sepakat bahwa obyek jaminan Fiducia tidak hanya terbatas pada benda bergerak saja, tetapi juga benda tidak bergerak bisa dijadikan obyek jaminan Fiducia (didasarkan Undang-Undang Nomor 16 pasal 1 angka 8 Tahun 1985).
c. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian
Menggunakan metodologi berikut :
1. Type Penelitian Dalam metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, penelitian kepustakaan yaitu meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder.
2. Pendekatan MasalahUntuk membahas permasalahan dalam penelitian ini, digunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :- Pendekatan perundang-undangan
(Statute Approach)- Pendekatan Konseptual (Conseptual
Approach)- Pendekatan kasus (Case Approach)
3.2. Metode Pengumpulan Data
Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara membaca, mempelajari dan mengidentifikasi seluruh data baik peraturan perundang-undangan, kepustakaan dan putusan pengadilan yang berkaitan dengan kasus-kasus yang ada, data bersifat umum kemudian ditarik atau disimpulkan menjadi khusus, sehingga data yang diperoleh berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
35
3.3. Metode Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian langkah pengumpulan data adalah melalui studi kepustakaan, yaitu semua data yang terkait dengan pokok permasalahan, data tersebut disusun secara sistematis untuk lebih mudah membaca dan mempelajarinya.
d. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Agar perusahaan makin berkembang maju dan kredit yang diberikan dipergunakan dengan semestinya oleh debitur, maka FIFAstra harus memberikan pembinaan dan pengarahan kepada debitur tersebut. Selama diadakan pengawasan dan pembinaan ini, FIFAstra tetap memantau terhadap penggunaan kredit yang dikelola oleh debitur. Apabila selama jangka panjang waktu meminjam kredit tersebut debitur tidak pernah lalai akan kewajibannya untuk membayar angsuran beserta bunganya, maka untuk periode berikutnya FIFAstra dapat memberikan tambahan kredit dan lebih banyak dari nilai kredit yang sebelumnya.
Dalam pengajuan permohonan kredit pada FIFAstra ini pada prinsipnya, mengandung asas-asas umum hukum perdata yaitu adanya asas kesepakatan di antara para pihak, yakni antara pihak debitur dan pihak FIFAstra sendiri.
Apabila seseorang hendak mengajukan permohonan kredit pada FIFAstra maka terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pihak FIFAstra. Ada 5 (lima) tahapan yang berkenaan dengan permohonan kredit yaitu :1. Pengajuan Kredit di FIFAstra
Calon peminjam/nasabah kredit datang ke FIFAstrauntuk mengutarakan maksudnya meminta kredit dengan mengajukan permohonan ke FIFAstra. Formulir permohonan tersebut telah disediakan oleh pihak FIFAstra. Formulir tersebut dicantumkan antara lain:- Nama nasabah- Alamat nasabah/tempat nasabah tersebut
menjalankan usahanya.
- Besarnya kredit yang diminta, jangka waktu kredit dan keterangan untuk apa kredit tersebut digunakan.
- Bentuk jaminan yang akan diserahkan.Setelah itu formulir permohonan kredit akan diteruskan ke bagian kredit untuk diperiksa.2. Penilaian Kredit di FIFAstra
Penilaian kredit akan dilakukan oleh pihak FIFAstra. Dalam tahap ini FIFAstratetap memeriksa apa yang disebut dengan the five C's of credit analisys, seperti yang telah dilakukan oleh FIF-FIF pada umumnya, yakni2:
a. Characterb. Capacityc. Capitald. Condition of economicse. Collecteral
3. Pengambilan Keputusan di FIFAstraDalam tahapan ini pimpinan FIFAstra mempertimbangkan hasil pemeriksaan oleh petugas FIFAstra pada tahap penilaian yang telah maju. Apabila pimpinan menyetujui, permohonan kreditnya dapat diterima.
4. RealisasiTahap realisasi merupakan tahap akhir antara debitur mengajukan permohonan kreditnya. Dalam tahap ini pihak FIFAstra dan debitur telah menyetujui perjanjian membuka kredit yang tertuang di dalam akta perjanjian membuka kredit.
Proses pendaftaran jaminan Fidusia dimulai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia oleh Notaris, yang kemudian dilakukan pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) sesuai dengan ketentuan pasal 13 ayat (1) Undang Undang Fidusia. Selanjutnya untuk melaksanakan secara teknis ketentuan pasal-pasal Peraturan Pemerintah nomor 86 tahun 2000, maka ditetapkanlah Keputusan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Nomor M.01.UM.01.06 tahun 2000 tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Fidusia.
Permohonan pendaftaran jaminan Fidusia diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM;
1. Secara tertulis dalam bahasa Indonesia;2. Melalui Kantor Pendaftaran Fidusia;
2 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Hal.71
36
3. Oleh penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya;
4. dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan Fidusia sesuai formulir yang bentuk dan isinya sudah ditetapkan M.01.UM.01.06 tahun 2000;
5. dilengkapi dengan:a) salinan akta notaris tentang
pembebanan jaminan Fidusia, yaitu salinan akta yang menguraikan obyek jaminan Fidusia, termasuk salinan lampiran jika akta tersebut disertai lampiran;
b) surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran jaminan Fidusia ; bukti pembayaran beaya pendaftaran jaminan Fidusia.
Hambatan bagi debitur/nasabah dalam pengembalian, banyak dipengaruhi faktor-faktor yang terdapat di dalam dan di luar pribadi debitur. Faktor yang terdapat dalam diri debitur tersebut disebabkan dari faktor yang bersifat internal, sedangkan yang terjadi di luar diri debitur disebut faktor eksternal. berdasarkan titel eksekutorial ini penerima Fiducia dapat lansung melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum atas objek jaminan Fiducia tanpa melalui pengadilan.
Undang-Undang jaminan Fiducia juga memberi kemudahan dalam melaksanakan eksekusi melalui lembaga parate eksekusi. Kemudahan dalam pelaksanaan eksekusi ini tidak semata-mata monopoli jaminan Fiducia, karena dalam hal gadai juga dikenal lembaga serupa. Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fiducia menyatakan bahwa apabila debitur atau pemberi Fiducia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan Fiducia dapat dilakukan. Jadi prinsipnya adalah bahwa penjualan benda yang menjadi objek jaminan Fiducia harus melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi. Namun demikian dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan baik pemberi fiducia dan penerima fiducia, maka dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi fiducia dan
penerima fiducia dan syarat jangka waktu pelaksanaan penjualan tersebut dipenuhi.
Pasal 30 Undang-Undang Jaminan Fiducia mewajibkan pemberi fiducia untuk menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan Fiducia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fiducia. Dalam hal pemberi fiducia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fiducia pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima fiducia berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fiducia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.
Khusus dalam benda yang menjadi objek jaminan fiducia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau bursa, penjualannya dapat dilakukan ditempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal akan otomatis berlaku. Pengaturan serupa dapat kita lihat juga dalam hal pranata gadai, sebagaimana diatur dalam pasal 1155 ayat (2) Kitab Undang-Undang Perdata. Ketentuan yang diatur dalam pasal 29 dan 31 Undang-Undang Jaminan Fiducia sifatnya mengikat dan tidak dapat dikesampingkan atas kemauan para pihak. Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fiducia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dan pasal 31, adalah batal demi hukum (pasal 32 Undang-Undang Jaminan Fiducia).
Untuk Hak Tanggungan dapat dilihat pada pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang berbunyi: "Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum".
Berdasarkan keterangan di atas didalam praktek sering ditemukan perjanjian fidusia dimana didalamnya dicantumkan ketentuan, bahwa apabila debitor atau pemberi fidusia lalai atau tidak memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu yang telah ditentukan untuk itu, kepada kreditor atau pemberi fidusia diberi kuasa/kewenangan mutlak. dalam arti tidak bisa ditarik kembali dan tidak akan berakhir atas dasar sebab-sebab yang ditentukan dalam Pasal 1813 KUH Perdata.
37
Jaminan fidusia merupakan suatu perjanjian ikutan (accessoir) yang selalu mengikuti perjanjian pokoknya yang baru timbul setelah adanya perjanjian pokok yang mensyaratkan obyek jaminan fidusia sebagai jaminan pelunasan kreditnya. Yang dimaksud dengan perjanjian pokok (obligatoir) adalah perjanjian kredit antara pihak pemberi kredit, yaitu FIF dengan calon penerima kredit atau debitomya, yang merupakan perjanjian dasar. Bentuk dari perjanjian kredit ini bebas, artinya tidak disyaratkan dipergunakan bentuk-bentuk tertentu, baik dalam bentuk akta Notaris Waupun akta di bawah tangan.
Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1338 ayat (I) KUH Perdata. Jika debitor tidak dapat memenuhi prestasi secara sukarela, maka kreditor mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya terhadap harta kekayaan debitor yang dipakai sebagai jaminan. Hak pemenuhan dari kreditor itu dilakukan dengan cara penjualan dimuka umum karena adanya janji terlebih dahulu dengan cara eksekusi atau bisa juga dengan penyitaan terhadap benda-benda tersebut untuk pelunasan piutang kreditor. Sebagaimana ditentukan oleh Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia, bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan fidusia. Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwasanya setiap pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris. Apabila suatu pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan akta dibawah tangan. Dengan nilai penjaminan yang besar maka, secara otomatis terhadap pembebanan tersebut tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang berakibat tidak menjamin kepentingan pihak penerima fidusia. Sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jarninan Fidusia, tidak ada kewajiban pendaftaran pembebanan jaminan fidusia, dan ketentuan yang menyangkut pembebanan jaminan fidusia tersebut. Sehingga tidak dapat terbit Sertifikat Jaminan Fidusia yang memiliki titel eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Lahimya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 maka pembebanan jaminan fidusia wajib didaftarkan sesuai dengan kriteria dan nilai
penjaminan. FIFAstra selaku penerima fidusia hendaknya diberi hak atas dasar suatu kuasa yang tercantum pada akta jaminan fidusia, untuk setiap saat memasuki tempat dimana jaminan berada/disimpan, untuk memeriksa keadaannya dan melakukan atau menyuruh segala perbuatan yang seharusnya dilakukan untuk mempertahankan agar jaminan dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Hal ini dimaksudkan agar terdapat kontrol terhadap obyek jaminan, sehingga setiap saat FIF dapat mengetahui keadaan dan keberadaan obyek jaminan, jangan sampai obyek jaminan fidusia hilang, mengalami kerusakan, atau hal-hal lain yang berakibat turunnya nilai jaminan. Untuk menjamin kepentingan semua pihak, baik kreditor maupun debitor maka hendaknya dalam akta pemberian jaminan fidusia dicantumkan klausula-klausula yang mengandung janji-janji sehingga mengikat para pihak yaitu debitor sebagai pemberi fidusia dan kreditor sebagai penerima fidusia. Klausula-Klausula yang mungkin dapat dicantumkan dalam akta pemberian jaminan fidusia.
Dari hasil penelitian yang penulis temui, dalam praktek terdapat beberapa macam kendala-kendala sehubungan dengan pembebanan jaminan fldusia, adalah sebagai berikut:1. Pembebanan fidusia secara di bawah tangan.
Sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia praktek pembebanan jaminan fidusia dapat dilakukan dengan di bawah tangan, namun sejak diberlakukan Undang-undang tersebut maka hal yang demikian tidak diperkenankan lagi. Hal ini terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, menentukan bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam babasa Indonesia dan merupakan akta fidusia.
2. Obyek fidusia tidak diasuransikan.Dengan alasan mengurangi biaya atau beban yang harus ditanggung oleh debitor maka terhadap obyek jaminan fidusia tidak diasuransikan. Hal demikian ini sebenarnya memperlemah posisi kreditor (FIF), dimana setiap saat suatu obyek jaminan fidusia dapat mengalami masuk atau musnah, misalnya: kendaraan bermotor mengalami kecelakaan.
38
Dengan tidak diasuransikan obyek jaminan fidusia maka tidak ada penggantian apabila nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap obyek jaminan fidusia,
3. Akta jaminan fndusia tidak didaftarkan.Sebelum lahimya Undang Nomor 42 Tahun 1999, banyak terjadi di dalam praktek, bahwa akta jaminan fidusia tidak didattarkan. Namun sejak keluarnya Undang-undang Jaminan Fidusia ini, sesuai dengan Pasal 11. maka benda yang dibebani dengan jaminan fidusia ini wajib didaftarkan.
Dari permasalahan-permasalahan tersebut, akan penulis bahas alternative-alternatif penyelesaianya dari kendala-kendala di atas sebagai berikut ini :1. Pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan Akta
Notaris. Sebagaimana ditentukan oleh Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia, bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan fidusia. Apabila suatu pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan akta dibawah tangan. Dengan nilai penjaminan yang besar, secara otomatis terhadap pembebanan tersebut tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang berakibat tidak menjamin kepentingan pihak penerima fidusia.
2. Setiap pembebanan jaminan fidusia wajib didaftarkan.Sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jarninan Fidusia, tidak ada kewajiban pendaftaran pembebanan jaminan fidusia, dan ketentuan-ketcntuan yang menyangkut pembebanan jaminan fidusia tersebut. Sehingga tidak dapat terbit Sertifikat Jaminan Fidusia yang memiliki titel eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan lahimya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tersebut maka pembebanan jaminan fidusia maka wajib didaftarkan.
3. Pemeriksaan terhadap obyek fidusia oleh Penerima fidusia. Hal ini dimaksudkan agar terdapat kontrol atau pengawasan terhadap obyek jaminan, sehingga setiap saat FIF dapat mengetahui keadaan dan keberadaan obyek
jaminan, jangan sampai obyek jaminan fidusia hilang, mengalami kerusakan, atau hal-hal lain yang berakibat turunnya nilai jaminan.
4. Pencantuman klausula-klausula (janji-janji) yang mengatur kepentingan para pihak dalam akta pemberian jaminan fidusia. Untuk menjamin kepentingan semua pihak, baik kreditor maupun debitor maka dalam akta pemberian jaminan fidusia dicantumkan klausula yang mengandung janji sehingga mengikat para pihak yaitu debitor sebagai pemberi fidusia dan kreditor sebagai penerima fidusia. Klausula-Klausula yang mungkin dapat dicantumkan dalam akta pemberian jaminan fidusia
5. Mengansuransikan obyek jaminan fidusia.Musnahnya atau rusaknya benda yang menjadi jaminan fidusia tentu menyebabkan hapusnya/berakhimya jaminan fidusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka terhadap benda yang difudisiakan tersebut harus diasuransikan.
e. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, maka peneliti menarik kesimpulan dari hasil penelitian sebagai berikut:a. Pengaturan perjanjian kredit fidusia berdasarkan
undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas kepercayaan berdasarkan perjanjian kredit dengan ketentuan bahwa benda tetap berada dalam kekuasaan pemilik benda atau debitur.
b. Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada umumnya dilakukan dengan menempuh prosedur pengajuan kredit oleh debitur kepada pihak kreditur FIFAstra yaitu :
1. Pengajuan kredit2. Penilaian terhadap kredit3. Pengambilan keputusan oleh FIFAstra
terhadap pemohon kredit4. Realisasi kredit5. Pengawasan-pengawasan terhadap
penggunaan kredit dan terhadap
39
barang jaminan.Sesuai dengan sifat ikutan atau accesoir dari
jaminan fidusia, maka adanya jaminan fidusia tergantung pada piutang yang dijamin pelunasannya dan apabila piutang tersebut hapus karena lunasnya utang maka jaminan fidusia menjadi hapus.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti menyumbangkan saran demi kemajuan FIFAstra dan pihak lainnya yang membutuhkan. Berikut ini masukan dari peneliti:
a. Dalam pemberian kredit dengan jaminan Fiducia, hendaknya pihak FIFAstra sebagai kreditur perlu mengadakan pengawasan/pemeriksaan secara rutin, guna mencegah timbulnya penyalahgunaan terhadap kredit yang diberikan.
b. Untuk mencegah dan mengatur kemacetan pengambilan kredit, sudah selayaknya pemerintah menghidupkan kembali lembaga penyanderaan terhadap debitur.
DAFTAR PUSTAKA
Badrulzaman, Mariam Darus, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya (Kumpulan Karangan), Penerbit Alumni, Bandung 1981.
Hartono, Sunaryati, Mencari Bentuk dan Sistem Hukum Perjanjian Nasional Kita. Penerbit Alumni, Bandung, 1974.
Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1980.
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata tentangPersetujuan-persetujuan Tertentu. Penerbit Sumur, Bandung, 1985.
Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Penerbit CV. Rajawalai, Jakarta, 1980.
Subekti, R., Hukum Perjanjian, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, Cetakan ke-10, 1985.
Syahroni, Ridwan, Masalah Tertumpuknya Beribu-ribu Perkara di Mahkamah Agung,
Penerbit Alumni, Bandung, 1980.Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Kepadatan, Sinar
Grafika Cetakan I Tahun 2008.
40
PENGANIAYAAN SECARA PSIKIS DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA
Dwi Wachidiyah NingsihProgram Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik
Abstrak
Salah satu bentuk kekerasan yang termasuk dalam kategori kejahatan yang berpengaruh besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). KDRT dapat dibedakaan atas (1) kekerasan fisik, (2) kekerasan psikis, (3) kekerasan seksual, dan (4) kekerasan finansial. Namun dari semua bentuk kekerasan tersebut, kekerasan psikis adalah kekerasan yang paling banyak dialami oleh anggota keluarga.
Kekerasan psikis tersebut memiliki dampak yang cukup serius. Kekerasan psikis ini memberikan dampak buruk kepada korban, pelaku sendiri maupun kepada masyarakat. dampak buruk kekerasan psikis bagi korban adalah timbulnya penderitan psikologis (rasa bersalah, kehilangan, kepercayaan, setres, depresi, trauma hingga menjadi gila dapat diderita oleh korban kekerasan). Sedangkan pada anak-anak akan memunculkan dampak yang sangat berarti bagi perilaku anak tersebut.
Bentuk pertanggung jawaban pidana bagi pihak yang terlibat dalam pelaku kekerasan dalam rumah tangga secara psikis dapat diuraikan sebagai berikut: pertama, pelimpahan rasa ketidakenakan terhadap pelaku. Kedua, pemberian hukum pidana objektif dan subjektif. Ketiga, pemberlakuan hukum pokok dan hukum tambahan berupa: (a) pembatasan gerak pelaku, dan (b) penetapan pelaku dalam program konseling dibawah pengawasan lembaga tertentu, antara lain: rumah sakit, klinik, dan biro konselor. Dan dalam UUPKDRT telah menegaskan sanksi yang tertuang pada pasal 45 ayat (1) dan ayat (2), yang mana sanksi tersebut berupa denda dan juga kurungan penjara. Selain itu pada Pasal 50 ditetapkan sanksi tambahan yang bentuknya tergantung pada putusan hakim.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) merupakan salah satu kejahatan yang sangat besar pengaruhnya atas kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. KDRT dapat merusak tatanan keluarga sebagai tiang penyangga kehidupan bangsa dan negara. Sayangnya jumlah kasus KDRT yang terjadi seolah-olah tiap tahun selalu mengalami peningkatan. Kasus KDRT yang terjadi sesungguhnya dapat disebut sebagai fenomena gunung es, karena banyak korban kekerasan dalam rumah tangga yang tidak melaporkan apabila terjadi KDRT. Sebagian korban terutama dari pihak wanita menganggap kasus KDRT sebagai kasus yang biasa terjadi dan bukan
merupakan kasus KDRT yang perlu ditanggulangi dengan sanksi yang berupa pidana. Budaya daerah sering mengajarkan kepada masyarakat untuk tidak membawa kasus rumah tangga ke ranah publik. Hal ini dilakukan secara turun temurun sehingga menjadi budaya masyarakat untuk menutup-nutupi masalah rumah tangga yang dianggap aib untuk dikonsumsi publik.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengungkapkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan. Dalam data yang ada, pada tahun 2009 kasus KDRT yang berhasil dicatat KPPPA berdasarkan pada data Kepolisian sebanyak 143.586 kasus. Pada tahun 2010 kasus KDRT yang tercatat berjumlah
105.103 kasus. Memasuki 2011, kasus KDRT yang ada sebanyak 119.107. Dari data tersebut kekerasan yang terjadi adalah seputar kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan eksploitasi. Menurut Menteri pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, meningkatnya kasus KDRT yang ada masih disebabkan karena persoalan ekonomi, selain itu ada juga persoalan sosial budaya masyarakat yang mensubordinasikan perempuan dan anak. Tidak hanya itu permasalahan mengenai produk perundang-undangan yang masih banyak bias gender dan bersifat diskriminatif juga menjadi salah satu penyebab. Karena itu Menteri berharap agar para hakim dapat memutus setiap perkara KDRT dan anak dengan seadil-adilnya3.
Menurut Deputi Bidang Perlindungan Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, sepanjang 2010 angka pengajuan perceraian karena KDRT mencapai 15.000 kasus4. Statistik Mitra Perempuan Women’s Crisis Centre tahun 2011 (hingga 10 Desember) mencatat jumlah layanan pengaduan dan bantuan diberikan kepada 209 orang perempuan dan anak-anak yang mengalami kasus kekerasan, terutama 90.43% merupakan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga di wilayah Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor dan wilayah lainnya5.
Kekerasan dalam rumah tangga yang paling banyak terjadi dalam beberapa jenis, antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan ekonomi, kekerasan seksual, dan lain sebagainya. Dari jenis-jenis kekerasan itu, kekerasan psikis merupakan kekerasan yang paling banyak terjadi sepanjang tahun. LBH APIK Jakarta mencatat bahwa KDRT secara psikis di Jakarta pada tahun 2002 sebagai KDRT terbanyak terjadi sebanyak 250
kasus, kekerasan ekonomi 165 kasus, dan kekerasan fisik 86 kasus6. Banyaknya kasus KDRT ini salah satu penyebabnya adalah budaya patriarki yang kuat, kesetaraan gender yang belum nampak, serta budaya masyarakat yang ingin hidup harmonis sehingga selalu cenderung menyalahkan suami atau istri.
Salah satu contoh kasus KDRT secara psikis adalah yang dilakukan oleh Andriyanto, seorang PNS pada KUA Prabumulih yang tidak memberikan nafkah kepada istrinya, baik berupa nafkah lahir maupun batin, sehingga menyebabkan istrinya mengalami penderitaan psikis yang cukup berat meliputi rasa malu, tertekan, terhina, sedih, kecewa, hingga stres. Kasus ini telah divonis oleh Pengadilan Negeri Prabumulih Melalui Putusan Nomor 17/Pid.B/AN/2010/PN.Pbm dengan vonis pidana penjara 6 bulan melalui masa percobaan selama 1 tahun. Putusan ini telah dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor. 575K/Pid.Sus/2011.
Beberapa kasus KDRT terutama kekerasan psikis masih belum banyak yang dilaporkan, karena sulitnya pembuktian yang harus dilakukan oleh pidak pelapor. Selain itu banyaknya kasus KDRT yang tidak ditangani, diselesaikan secara damai, atau vonis pidana yang kurang memuaskan pihak korban, menyebabkan masyarakat enggan melaporkan terjadinya kasus KDRT. Oleh karena itu dalam penulisan penelitian ini penulis membahas Tentang Penganiayaan Secara Psikis Dalam Rumah Tangga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Rumusan Masalah1. Apa kriteria kekerasan secara psikis?
3 Diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/04/27/m34tjt-kas, 18 Juni 2013, 15:524 Diakses melalui http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=11656&kat=1, 18 Juni 2013, 15:555 Diakses melalui http://perempuan.or.id/statistik-catatan-tahunan/2012/01/03/tahun-2011, 19 Juni 2013, 09:006 Abdul Wahab, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, diakses melalui http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Rochmat
%20Wahab,%20M.Pd.,MA.%20Dr.%20,%20Prof.%20/KEKERASAN%20DALAM%20RUMAH%20TANGGA%28Final%29.pdf, 19 Juni 2013, 10:00
520
2. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana bagi pihak yang terlibat dalam pelaku kekerasan secara psikis dalam rumah tangga?
Tujuan Penelitian1. Mengetahui dan menganalisis kriteria
kekerasan secara psikis2. Mengetahui dan menganalisis bentuk
pertanggungjawaban pidana bagi pihak yang terlibat dalam pelaku kekerasan secara psikis dalam rumah tangga
Manfaat PenelitianManfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk mengetahui kriteria kekerasan secara psikis dan sumbangan pemikiran dalam bidang tindak pidana KDRT terutama dalam perlindungan hukum bagi korban kekerasan psikis, pertanggungjawaban pelaku, dan upaya penanggulangannya.
Manfaat PraktisSecara praktis penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan penegak hukum secara khusus yang menangi masalah KDRT, agar meningkatkan penegakan hukum terhadap KDRT secara psikis.
Tinjauan PustakaKekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan menurut para ahli diartikan sebagai kejahatan kekerasan (violent crime) yaitu suatu peristiwa seseorang dengan sengaja melukai fisik atau mengancam untuk melakukan tindakan kekerasan kepada orang lain, baik dalam bentuk penganiayaan, perampokan, perkosaan, pembunuhan, maupun intimidasi lainnya. Defini lain kejahatan kekerasan (violence) adalah sebagai istilah yang digunakan untuk membuat cedera mental atau fisik, yang merupakan bagian
dari proses kekerasan yang kadang-kadang diperbolehkan, sehingga jarang disebut sebagai kekerasan.7 Kekerasan juga didefinisikan sebagai tindakan/serangan terhadap seseorang yang memungkinkan dapat melukai secara fisik, psikis, dan mentalnya serta menyebabkan penderitaan dan kekerasan8. Masyarakat biasanya membuat kategori-kategori tertentu mengenai tingkah laku yang dianggap keras dan tidak. Termasuk sebagai kekerasan adalah kekerasan terhadap perempuan yaitu setiap kekerasan yang diarahkan kepada perempuan hanya karena mereka perempuan9.
Rumah tangga atau keluarga adalah yang berkenaan dengan urusan kehidupan dalam rumah (seperti hal belanja rumah) atau yang berkenaan dengan keluarga. Pihak-pihak yang termasuk dalam lingkup rumah tangga, adalah a.) Suami, isteri, dan anak, termasuk anak angkat dan anak tiri, b). Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami atau isteri yang tinggal menetap dalam rumah tangga, seperti : mertua, menantu, ipar, dan besan; dan c.) Orang yang bekerja membantu di rumah tangga dan menetap tinggal dalam rumah tangga tersebut, seperti Pembantu Rumah Tangga.
Penganiayaan Secara PsikisKekerasan psikis, yaitu perbuatan
yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan psikis dibedakan menjadi kekerasan psikis berat dan kekerasan psikis ringan.
Hukum PidanaPengertian dari hukum pidana hingga
saat ini belum dinyatakan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Definisi hukum pidana saat ini
7 Soerjono Soekanto dan Pudji Santoso, Kamus Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal 1048 Siti Musdar Mulia, Muslimat Reform, Perempuan Pembaru Keagamaan, Mizan, Bandung, 2001, hal 154-1559 Harkristuti Harkrisnowa, Wajah Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia, Makalah pada Semiloka Nasional Mengenai
Kemitraan Pemerintah dan LSM dalam Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan terhadap Perempuan, diselenggarakan Menperta, beberapa LSM dan Organisasi Internasional di Jakata, 26-27 Januari 1999
521
didasarkan pada pendapat para ahli hukum pidana, sehingga pengertian dari hukum pidana tersebut masih berbeda-beda menurut para ahli. Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut;
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.10
Hukum pidana itu itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukum itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.11
Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Suatu tindak pidana itu tetap ada, walaupun tindakannya itu telah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari korbannya;
2. Penuntutan menurut hukum pidana itu tidak digantungkan kepada keinginan dari orang yang telah dirugikan oleh suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh orang lain.
3. Biaya penjatuhan pidana dipikul oleh negara sedangkan pidana denda dan perampasan barang menjadi menjadi penghasilan negara.12
Kriminalitas Dalam KDRTFaktor-faktor Penyebab Tindak
Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga meliputi faktor budaya, faktor agama, faktor lingkungan dalam keluarga, faktor korban, faktor balas dendam, faktor kemiskinan, dan sebagainya13. Dalam budaya masyarakat Indonesia, anak-anak dan perempuan masih belum mendapat tempat atau masih belum dianggap sebagai individu yang berdiri sendiri. Meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Indonesia dapat dikatakan sebagai akibat dari sistem dan budaya yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan suatu bangsa yang memiliki banyak sekali ragam kebudayaan, karena dari sisi historis Indonesia adalah kumpulan dari berbagai kerajaan dan suku bangsa yang disatukan oleh Pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu. Di Indonesia kata “melindungi”, ”mendidik” mempunyai banyak persepsi yang berbeda-beda. Kata-kata “melindungi”,”mendidik”, sering disalahartikan dengan mengekang kebebasan, mengurung, memukuli, dan perlakuan buruk lainnya dengan alasan melindungi dari pengaruh buruk lingkungan.
10 Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1984, hal. 1
11 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984, hal. 1-2.12 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 1013 Liliana dan Krismiyarsi, Kebiajakan penanggulangan kejahatan melalui mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian tindak
pidana KDRT, Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 8 No. 1, Mei 2012, hal. 57
522
Teori KeadilanKeadilan pada hakikatnya adalah
memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai dengan haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, sama derajatnya, dan sama hak dan kewajibannya, tanpa membedakan suku, keturunan, dan agamanya. Plato membagi keadilan menjadi keadilan individual dan keadilan bernegara. Menurutnya keadilan individual adalah kemampuan seseorang menguasai diri dengan cara menggunakan rasio14.
Keadilan harus dipahami sebagai fairness, dalam arti bahwa tidak hanya mereka yang memiliki bakat dan kemampuan yang lebih baik saja yang berhak menikmati berbagai manfaat sosial lebih banyak, tetapi keuntungan tersebut juga harus membuka peluang bagi mereka yang kurang beruntung untuk meningkatkan prospek hidupnya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, pertanggungjawaban moralitas kelebihan dari mereka yang beruntung harus ditempatkan pada bingkai kepentingan kelompok mereka yang kurang beruntung15.
Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dedengan hukum sebagai salah satu tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan kejahatan dapat menimbulkan ketidakadilan. Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas, sebagian merupakan keadilan yang telah ditentukan oleh alam, sebagian merupakan hasil ketetapan manusia (keadilan hukum). Keadilan alam berlaku universal,
sedangkan keadilan yang ditetapkan manusia tidak sama di setiap tempat. Keadilan yang ditetapkan oleh manusia inilah yang disebut dengan nilai16.
Manfaat Teori Keadilan Dalam KDRTPrinsip keadilan yang paling banyak
dianut oleh para ahli hukum adalah prinsip keadilan John Rawls. Pertama, the greatest equal principle, bahwa setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini merupakan hal yang paling mendasar (hak azasi) yang harus dimiliki semua orang. Dengan kata lain, hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang maka keadilan akan terwujud (prinsip kesamaan hak). Prinsip tersebut tidak lain adalah prinsip kesamaan hak, merupakan prinsip yang memberikan kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang dimiliki setiap orang17. Dalam kaitannya dengan kehidupan rumah tangga, prinsip keadilan ini jelas menegaskan adanya persamaan hak bagi siapapun yang menjadi bagian suatu keluarga, sehingga seharusnya KDRT tidak terjaadi pada suatu keluarga.
Kedua, ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga perlu diperhatikan azas atau dua prinsip berikut, yaitu The different priciple dan the principle of fairy equality of opportunity. Keduanya diharapkan memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang beruntung, serta memberikan penegasan bahwa dengan kondisi dan kesempatan yang sama, semua posisi dan jabatan harus terbuka bagi semua orang (Prinsip Perbedaan Objektif)18. Kedua prinsip tersebut merupakan prinsip perbedaan objektif, artinya prinsip kedua tersebut menjamin terwujudnya proporsionalitas pertukaran
14 Jan Hendrik Raper, Filsafat Politik Plato, Rajawali, Jakarta, 1991, hal. 81.15 Ibid16 Hari Chand, Modern Jurisprudence, Kuala Lumpur International Law Book Review, 1994, hal. 27817 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa Dan Nusa Media, Bandung, 2004, hal. 239.18 Ibid
523
hak dan kewajiban para pihak, yang dalam hal ini adalah seluruh anggota keluarga, sehingga secara wajar (objektif) diterima adanya perbedaan tanpa harus menimbulkan KDRT.
Dengan demikian, prinsip pertama dan prinsip kedua tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sesuai dengan azas proporsionalitas, keadilan akan terwujud apabila kedua syarat tersebut diterapkan secara komprehensi, termasuk untuk mencegah timbulnya KDRT.
Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan metode
melalui kajian yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif merupakan studi dokumen yakni menggunakan sumber data sekunder saja yang berupa peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan pendapt para ahli hukum19. Maka dari itu digunakan analisis secara kualitatif (normatif-kualitatif) karena data yang dikumpulkan bersifat kualitatif.
Pendekatan masalahPendekatan masalah digunakan untuk
menganalisis dan memperoleh informasi mengenai isu yang dibahas dalam penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach)20. Pertama, pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah perundang-undangan yang berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga. Kedua, pendekatan konseptual sebagai pendekatan yang berangkat dari perkembangan pandangan hukum dalam Ilmu Hukum dengan menguraikan gagasan atas permasalahan kekerasan dalam rumah tangga yang berkaitan dengan kekerasan psikis serta bentuk pertanggaungjawaban pidana yang menjadi sanksi bagi pelaku21.
Sumber Bahan hukuma. Bahan hukum primer, yang merupakan
bahan hukum yang sifatnya mengikat, berupa peraturan perundang-undangan, dalam hal ini terdiri dari KUHP, KUHAP, UU. No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, UU. No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT, UU. No. 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Wanita, dan UU. No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
b. Bahan hukum sekunder, yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer karena bersifat menjelaskan, yang dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, antara lain literatur, asas-asas, konsep, doktrin dan ilmu hukum (jurisprudence) terutama dalam bidang kriminologi.
Prosedur Pengumpulan dan Pengelolahan Bahan Hukum
Penelitian dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum (inventarisasi) melalui dilakukan melalui dokumentasi yang berkaitan dengan KDRT secara psikis.
Pengumpulan bahan ini dilanjutkan dengan klasifikasi, dalam arti memilah-milah bahan hukum yang terkait dengan rumusan masalah. Kemudian bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis untuk mempermudah dalam memahami substansi bahan hukum tersebut.
Analisis Bahan HukumSebagai tipe penelitian dengan jenis
deskriptif analitik, maka metode yang digunakan adalah metode deduktif yaitu dimulai dari ketentuan atau hal-hal yang bersifat umum dalam hal ini adalah fenomena-fenomena yang muncul dan berkembang dalam masyarakat yang diterapkan pada rumusan masalah untuk
19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 93-9520 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet. Keempat, Bayumedia, Jakarta, 2008, hal.31021 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit, hal. 95
524
menghasilkan jawaban yang bersifat khusus.
BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PELAKU KEKERASAN SECARA PSIKIS DALAM RUMAH TANGGA
Pertanggungjawaban Tindak PidanaDalam kehidupan sehari-hari manusia
sering dihadapkan kepada suatu kebutuhan yang mendesak, kebutuhan pemuas diri dan bahkan kadang-kadang karena keinginan atau desakan untuk mempertahankan status diri. Secara umum kebutuhan setiap manusia itu akan dapat dipenuhi, walaupun tidak seluruhnya, dalam keadaan yang tidak memerlukan desakan dari dalam atau dari orang lain. Terhadap kebutuhan yang mendesak pemenuhannya dan harus dipenuhi dengan segera biasanya sering dilaksanakan tanpa pemikiran matang yang dapat merugikan lingkungannya atau manusia lain. Hal seperti itu akan menimbulkan suatu akibat negatif yang tidak seimbang dengan suasana dan kehidupan yang bernilai baik. Untuk mengembalikan pada suana dan kehidupan yang bernilai baik itu diperlukan suatu pertanggungjawaban dari pelaku yang berbuat sampai ada ketidakseimbangan dan pertanggungjawaban yang wajib dilaksanakan oleh pelakunya berupa pelimpahan rasa ketidakenakan masyarakat supaya dapat dirasakan juga penderitaan atau kerugian yang dialami22.
Pemberi pelimpahan dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang berwenang, sedangkan penerima limpahan dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya, limpahan itu berupa hukuman yang disebut “dipidanakan”. Jadi seseorang yang dipidanakan berarti dirinya menjalankan suatu hukuman untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dinilai kurang baik dan membahayakan kepentingan umum23.
Pembagian Hukum PidanaMenurut Simons hukum pidana itu
dapat dibagi menjadi hukum pidana dalam arti obyektif (strafrecht in objectieve zin) dan hukum pidana dalam arti subyektif atau (strafrecht in subjectieve zin). Hukum pidana dalam arti obyektif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius contitutum/ius poenale24. Simons merumuskan hukum pidana dalam arti obyektif sebagai:1. Keseluruhan larangan dan perintah
yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati;
2. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana, dan;
3. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.25
Hukum pidana dalam arti subyektif atau ius contituendum/ius puniendi bisa diartikan secara luas dan sempit. Dalam arti luas hukum pidana subyektif berarti hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk memberikan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu. Dalam arti sempit hukum pidana subyektif merupakan hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang.
Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana ini dilakukan oleh para penegak hukum termasuk badan-badan peradilan. Jadi ius puniendi adalah hak pemberian sanksi pidana. Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) yang merupakan peraturan yang mengatur hak negara dan alat perlengkapan negara untuk
22 R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000, hal.15523 Ibid, hal. 155-15624 Ibid25 Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, 1990, hal. 9.
525
mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melanggar larangan dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana itu diperoleh negara dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti obyektif (ius poenale). Dengan kata lain ius puniendi harus berdasarkan kepada ius poenale.
Hukum pidana juga dibagi dalam hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil yaitu semua ketentuan dan peraturan yang menunjukkan tentang tindakan-tindakan yang mana adalah merupakan tindakan-tindakan yang dilarang dan dapat dihukum, siapakah orangnya yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindakan-tindakan tersebut dan hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut. Hukum pidana materiil disebut juga dengan hukum pidana yang abstrak. Hukum pidana formil merupakan hukum pidana yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur tentang bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara konkrit. Biasanya orang menyebut jenis hukum pidana ini sebagai hukum acara pidana.26 Hukum pidana formil ini merupakan instrumen yang digunakan untuk melakukan penegakan terhadap hukum pidana materiil.
Tujuan Pertanggungjawaban PidanaTujuan dari hukum pidana dalam
kajian kriminologi dapat dikelompokkan berdasarkan pada pendapat ahli hukum, baik menurut ahli hukum klasik maupun ahli hukum modern. Menurut aliran klasik (de klassieke school/de klassieke richting) tujuan dibentuknya hukum pidana adalah untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa (Negara) atau dari adanya tindakan pihak lain yang melanggar hak-hak mereka. Peletak dasar aliran adalah Markies van Beccaria yang menulis tentang Dei delitte edelle pene tahun 1764.
Tulisan itu menuntut agar hukum pidana harus diatur dengan undang-undang yang tertulis, agar dapat memberikan kepastian hukum kepada setiap orang.
Pada zaman sebelum pengaruh tulisan Beccaria itu, hukum pidana yang ada sebagian besar tidak tertulis dan di samping itu kekuasaan Raja Absolute dapat menyelenggarakan pengadilan yang sewenang-wenang dengan menetapkan hukum menurut perasaan dari hakim sendiri. Penduduk tidak tahu pasti perbuatan mana yang dilarang dan beratnya pidana yang diancamkan karena hukumnya tidak tertulis. Proses pengadilan pada masa itu berjalan tidak baik, sampai terjadi peristiwa yang menggemparkan rakyat seperti di Perancis dengan kasus Jean Calas te Toulouse (1762) yang dituduh membunuh anaknya sendiri bernama Mauriac Antoine Calas, karena anaknya itu ditemukan mati di rumah ayahnya. Di dalam pemeriksaan Calas tetap tidak mengaku namun oleh hakim yang memeriksa tetap dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana mati dengan pelaksanaan menggunakan pisau guillotine. Atas kejadian tersebut, masyarakat merasa tidak puas, dan menganggap Jean Calas tidak bersalah membunuh anaknya, sehingga Voltaire mengecam putusan pengadilan itu. Tuntutan untuk memeriksa kembali perkara Calas itu dikabulkan. Hasil pemeriksaan ulang menyatakan Mauriac mati dengan bunuh diri. Masyarakat menjadi gempar karena putusan itu, dan selanjutnya pemuka-pemuka masyarakat seperti J.J.Rousseau dan Montesquieu turut menuntut agar kekuasaan Raja dan penguasa-penguasanya dibatasi oleh hukum tertulis atau undang-undang. Semua peristiwa yang diabadikan itu adalah usaha untuk melindungi individu guna kepentingan hukum perseorangan27.
Oleh karenanya mereka menghendaki agar diadakan suatu peraturan tertulis supaya setiap orang mengetahui tindakan-
26 P. A. F. Lamintang, Op. Cit., hal. 1027 Bambang Pornomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 24
526
tindakan mana yang terlarang atau tidak, apa ancaman hukumannya dan lain sebagainya. Dengan demikian diharapkanakan terjamin hak-hak manusia dan kepentingan hukum perseorangan. Peraturan tertulis itu akan menjadi pedoman bagi rakyat, akan melahirkan kepastian hukum serta dapat menghindarkan masyarakat dari kesewenang-wenangan. Pengikut-pengikut ajaran ini menganggap bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk menjamin kepentingan hukum individu. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (individu) yang oleh undang-undang hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana harus dijatuhkan pidana. Menurut aliran klasik, penjatuhan pidana dikenakan tanpa memperhatikan keadaan pribadi pembuat pelanggaran hukum, mengenai sebab-sebab yang mendorong dilakukan kejahatan (etiologi kriminil) serta pidana yang bermanfaat, baik bagi orang yang melakukan kejahatan maupun bagi masyarakat sendiri (politik kriminil).
Aliran modern (de moderneschool/de moderne richting) mengajarkan bahwa tujuan susunan hukum pidana itu adalah untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan. Sejalan dengan tujuan tersebut, perkembangan hukum pidana harus memperhatikan kejahatan serta keadaan penjahat28. Kriminologi yang objek penelitiannya antara lain adalah tingkah laku orang perseorangan dan atau masyarakat adalah salah satu ilmu yang memperkaya ilmu pengetahuan hukum pidana. Pengaruh kriminologi sebagai bagian dari social science menimbulkan suatu aliran baru yang menganggap bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk memberantas kejahatan agar terlindungi kepentingan hukum masyarakat.29
Dari kedua aliran tersebut, pada akhirnya dibentuklah teori tentang pemidanaan atau alasan pemberian sanksi
pidana kepada seseorang yang melakukan tindak pidana. Teori pemidanaan pada umumnya terdiri dari teori absolut dan teori relatif. Teori absolut berpendapat bahwa sanksi pidana dijatuhkan karena seseorang telah melakukan suatu kejahatan (quia peccatum est). Jadi menurut Johannes Andenaes yang didukung oleh Immanuel Kant, tujuan utama penjatuhan pidana adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan (to satisfy the claims of justice), sedangkan pengaruh-pengaruh dari penjatuhan sanksi pidana yang menguntungkan merupakan tujuan sekunder dari pemberian sanksi pidana. Teori relatif berpendapat bahwa tujuan dari pemberian sanksi pidana adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat yang oleh Johannes Andenaes disebut sebagai teori perlindungan masyarakat (the theory of social defense) dan oleh Nigel Walker dikategorikan sebagai teori reduktif (the reductive point of view). Kedua teori pemidanaan ini merupakan ide dasar dilaksanakannya pemberian sanksi pidana dan sanksi tindakan (Double track system), yang seharusnya diimplementasikan dalam kebijakan legislasi.30
Sampai pertengahan abad 20, penjahat merupakan perhatian utama di bidang kriminologi. Baru pada tahun 1977, Michalowski dalam Meier mengemukakan bahwa hubungan hukum dengan masyarakat ada yang melalui consensus, pluralis dan conflict. Sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan dimulai dari faktor biologis dan faktor lingkungan. Hal yang sangat penting dalam mengkaji kekerasan dalam rumah tangga adalah hidden criminality. Hidden criminality diartikan sebagai kejahatan yang sungguh-sungguh dilakukan tapi tidak diketahui jumlah sebenarnya (dark number). Di Indonesia, kajian tentang korban tindak pidana belum banyak mendapat perhatian, hal ini dibuktikan dengan minimnya
28 Ibid.29 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni, Jakarta, 1982, hal. 56
30 Sri Wahyuningsih, Et. All., Persepsi dan Sikap Penegakan Hukum Terhadap Penanganan Kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Sesuai Dengan Undang-undang Penghapusan KDRT Nomor 23 Tahun 2004 di Jawa Timur, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, Vol. 18, Agustus 2006, hal. 153-155
527
tulisan-tulisan ilmiah, produk perundang-undangan bahkan berbagai putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang membahas dan memberikan perlindungan terhadap permasalahan korban tindak pidana. Padahal tidak ada pengalaman dalam kehidupannya yang dapat disetarakan seramnya apabila berada didalam suatu fase ancaman kekerasan. Sistem peradilan pidana yang seharusnya menjadi wadah penyelamat dan pemulihan penderitaan korban, tetapi yang terjadi seringkali sistem peradilan pidana justru menambah penderitaan korban dengan post crime victimization.
Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana
Agar dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan tindak pidana yang telah dilakukan, seseorang harus memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang meliputi kemampuan bertanggungjawab, adanya kesalahan, dan tidak adanya alasan penghapus pidana.
Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing di sebut sebagai “toereken-baarheid,” “criminal reponsibilty,” “criminal liability,” pertanggungjawaban pidana disini di maksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat di pertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak terhadap tindakan yang di lakukanya itu.31 Kemampuan bertanggungjawab ini telah diatur dalam Pasal 44 KUHP, bahwa orang yang mempu bertanggungjawab adalah orang yang sempurna akalnya, sedangkan orang kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akalnya, dianggap tidak mampu bertanggungjawab. Menurut pendapat para ahli, orang yang mampu bertanggungjawab harus memenuhi setidaknya 3 (tiga) syarat, yaitu : (1) dapat menginsafi (mengerti) makna perbuatannya dalam alam kejahatan, (2) dapat menginsafi bahwa perbuatanya di pandang tidak patut dalam
pergaulan masyarakat, (3) mampu untuk menentukan niat atau kehendaknya terhadap perbuatan tadi.32
Unsur pertanggungjawaban pidana yang lain adalah adanya kesalahan yang diperbuat. Untuk dapat dikatakan adanya kesalahan dalam perbuatan seseorang, maka harus memenuhiunsur: (1) Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat (Schuldfahigkeit atau Zurechnungsfahigkeit): artinya keadaan jiwa si pembuat harus normal. (2) Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatanya berupa kesengajaan ( dolus) atau keapaan (culpa) : ini di sebut bentuk-bentuk kesalahan. (3) Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.
Alasan penghapus pidana merupakan alasan pemaaf dan alasan pembenar. Alasan pemaaf sebagaimana yang diatur dalam Pasal 44, Pasal 48 sampai Pasal 51 KUHP, meliputi pelaku tindak pidana yang sakit jiwanya, tindak pidana yang dilakukan dalam keadaan terpaksa, perbuatan yang dilakukan untuk membela diri, tindak pidana yang dilakukan karena melaksanakan undang-undang, dan dalam rangka melaksanakan tugas jabatan yang sah. Alasan pembenar telah diatur dalam Pasal 166, 186 ayat (1), 314 ayat (1), dan 352 ayat (2).
Sistem Pertanggungjawaban Dan Penegakan Hukum Pidana
Kajian tentang sistem hukum terdiri dari struktur, substansi dan kultur dalam proses berjalannya sistem hukum. Struktur merupakan suatu kerangka kerja tentang bagaimana institusi aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, kejaksaan atau pengadilan diorganisasikan. Substansi hukum adalah hukum positif (UU Penghapusan KDRT) yang digunakan oleh institusi tersebut yang merupakan patron atau “kerangka batas” dari setiap individu atau aktor-aktor yang ada di dalam institusi tersebut. Kultur atau budaya hukum yang
31 S.R Sianturi, .Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya, Cet IV, Alumni, Jakarta, 1996, hal .245 32 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 79
528
lebih lanjut diartikan sebagai ideologi, harapan dan opini tentang hukum, merupakan kunci dari berjalannya sistem hukum. Kepatuhan dan perlawanan memberikan pengaruh dalam penegakan hukum terhadap kekerasan psikis dalam KDRT sebagai berikut: (1) adanya otoritas moral sebagai basis hubungan-hubungan dan stabilitas sosial; (2) keharusan struktural yang menentukan tindakan-tindakan dan perilaku-perilaku individual, termasuk kepatuhan atau perlawanannya terhadap kekuasaan; (3) adanya proses dialektik dari struktur dan agen serta kesadaran sebagai pendekatan untuk memahami proses kepatuhan sosial dan perlawanan.
Setiap orang yang akan menjalankan Undang-undang Hukum Pidana, hendaknya wajib memperhatikan asas hukumnya yang dicantumkan dalam pasal 1 KUHP. Ketentuan pasal ini memuat tiang penyanggah dari hukum pidana. Pasal 1 ayat 1 KUHP menyatakan: “Tiada suatu perbuatan yang boleh dihukum melainkan atas kekuatan aturan pidana dalam Undang-undang yang terdahulu dari perbuatan itu”33.
Ketentuan ayat di atas memuat asas yang tercakup dalam rumusan “Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege punali” yang artinya tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yang terlebih dahulu menyebut perbuatan yang bersangkutan, sebagai suatu delik dan yang memuat suatu hukuman yang dapat dijatuhkan atas delik itu. Asas nullum delictum ini memuat pengertian bahwa suatu perbuatan yang dilakukan tanpa ada Undang-undang yang sebelumnya telah mengatur tentang perbuatan itu tidak dapat dipidanakan.34
Penegakan hukum pidana termasuk dalam melaksanakan penegakan hukum pidana KDRT perlu memiliki rasa dan perhatian terhadap pihak yang menjadi korban dari tindak pidana tersebut termasuk terhadap korban kekerasan psikis
dalam rumah tangga. UUPKDRT merupakan lex specialis terhadap KUHP sehingga penerapannya harus sesuai dengan azas lex specialis derogat lex generalis. Dalam hukum pidana, terhadap kedua jenis aturan yang berlaku asas Lex specialis derogat lex generalis, ketentuan pidana yang khusus (lex specialis) menghapus (Men-derogat) ketentuan pidana yang umum (lex generalis). Ketentuan ini memiliki arti bahwa apabila suatu persoalan hukum pidana sudah diatur dalam ketentuan yang lebih khusus dalam berbagai undang-undang di luar KUHP, maka ketentuan dalam KUHP dapat dikesampingkan.
Pembaruan hukum pidana yang berorientasi kepada korban (victim oriented) sudah seharusnya dilakasanakan sebagai implementasi dari penyelenggaraan negara hukum Indonesia, yang memberikan jaminan bahwa semua orang memperoleh akses keadilan yang seimbang (bukan hanya pelanggar) dan sebagai kebijakan yang seimbang (balance) dalam pembaruan hukum pidana. Pembaruan hukum pidana tidak boleh hanya mengutamakan perlindungan kepentingan pelaku tindak pidana saja dan mengabaikan kepentingan korban, atau mengutamakan perlindungan kepentingan korban dan mengabaikan kepentingan pelaku tindak pidana saja. kebijakan terhadap korban tersebut bukan sebagai prioritas kepada korban saja tetapi sebagai keseimbangan kepentingan pelaku tindak pidana dan korban.
Perkembangan orientasi hukum pidana, dalam sistem pertanggungjawaban pidana perlu memberikan perhatian dan penegakan hukum terhadap korban tindak pidana. Jika semula hukum pidana berorientasi kepada perbuatan (crime) sasarannya adalah pencegahan kejahatan (prevention of crime), maka selanjutnya hukum pidana harus berorientasi kepada orang (offender) dengan sasarannya adalah penegakan untuk memperbaiki pelaku
33 R. Abdoel Djamali, 2000, Op.Cit, hal. 163.34 Ibid
529
(treatment of offender). Orientasi pertanggungjawaban hukum pidana selanjutnya juga perlu dikembangkan kearah pemenuhan rasa keadilan kepada korban (victims), dengan sasarannya adalah memperbaiki kondisi korban (treatment of victims). Adanya perhatian terhadap korban, sesuai dengan perkembangan dewasa ini agar hukum pidana menghapuskan kesan seolah-olah hanya memanjakan pelaku ketimbang korban. Hal ini merupakan kebutuhan mengingat penderitaan korban kejahatan sering tidak dihiraukan oleh sistem peradilan pidana. Sisi lain dalam kebijakan terhadap penanggulangan kejahatan melalui sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini adalah terlalu memfokuskan kepada penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan (offender centered) dan tidak dipikirkannya akibat kejahatan pada diri korban dalam setiap pengambilan keputusan. Kondisi korban kejahatan sendiri sangat memerlukan penanganan dalam penegakan hukum karena korban mengalami viktimisasi sekunder yang disebabkan oleh reaksi formal terhadap kejahatan oleh otoritas sistem peradilan pidana.
Upaya-upaya sebagai perumusan yang lebih konkret tentang perlindungan korban dapat dilakukan melalui proses-proses penegakan hukum. Apabila terdakwa dijatuhi pidana dan terdapat korban yang menderita kerugian materiel akibat tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku, Hakim dapat mengharuskan terpidana membayar ganti kerugian kepada korban yang besarnya ditentukan dalam putusannya. Apabila terpidana tidak membayar ganti kerugian tersebut, harta benda terpidana disita dan dilelang untuk membayar ganti kerugian kepada korban. Apabila terpidana berupaya menghindar untuk membayar kompensasi kepada korban, maka terpidana tidak berhak mendapatkan pengurangan masa pidana dan tidak mendapatkan pembebasan bersyarat. Penjatuhan pidana bersyarat kepada
terdakwa dapat ditentukan syarat khusus berupa kewajiban terpidana untuk membayar ganti kerugian kepada korban. Dengan demikian hukum pidana dapat memberikan keadilan kepada korban tindak pidana yang selama ini banyak merasa tidak dapat memperoleh ganti kerugian atas kerugian yang timbal akibat tindakan orang lain, kecuali apabila korban menggugat pelaku tindak pidana melalui gugatan perdata.35
Bentuk Pertanggungjawaban Pidana Kekerasan Psikis Dalam Rumah Tangga Berdasarkan UUPKDRT
Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam UUPKDRT yang antara lain menegaskan bahwa:a. Bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan rasa aman dan bebes dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.
b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.
c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Sebagaimana pemaparan di muka, kekerasan merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Atas dasr
35 Hamidah Abdurrachman, Op. Cit., hal. 488
530
UUD 1945 serta Pasal 8 UUHAM “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah” maka perlakuan tindak kekerasan dalam rumah tangga haruslah diatur oleh Pemerintah dalam sebuah kebijakan yang tegas.
Tindak kekerasan yang dilakukan dalam suatu keluarga merupakan unsur berat dalam tindak pidana. KUHPidana pasal 356 yang secara garis besar menyatakan “Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak diancam hukuman pidana”.
Ketentuan mengenai sanksi pidana juga tertera pada UUPKDRT, yaitu Pasal 45, Pasal 50, dan Pasal 52. Pasal 45 ayat (1) UUPKDRT menegaskan bahwa “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah)”.
Pasal ini memuat unsur-unsur pidana meliputi unsur ke-1 setiap orang, unsur ke-2 melakukan kekerasan psikis, dan unsur ke-3 dalam lingkup rumah tangga. Pengertian “setiap orang” merupakan penunjukan kata ganti orang sebagai subyek/pelaku tindak pidana, yaitu setiap Warga Negara Republik Indonesia yang tunduk kepada Undang Undang dan Hukum Negara RI atau yang tercakup dalam ketentuan Pasal 2, 3, 4, 5, 7 dan 8 KUHP dan orang tersebut mampu bertanggung jawab secara hukum.
Melakukan kekerasan psikis yang dimaksud adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 7 UUPKDRT. Sedangkan yang dimaksud dalam lingkup rumah tangga adalah kekerasan tersebut dilakukan terhadap
suami, istri, anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan atau perwalian yang menetap dalam rumah tangga dan/atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Pasal 45 ayat (2) UUPKDRT menyatakan sebagai berikut:
“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah)”.
Sebagaimana pemaparan di muka bahwa kekerasan psikis dalam rumah tangga dibedakan atas kekerasan psikis berat dan kekerasan psikis ringan, tanggungjawab pelaku kekerasan psikis berat dihadapkan pada pasal 45 ayat (1), sedangkan kekerasan psikis ringan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana pasal 45 ayat (2).
Pembuktian kekerasan psikis harus didasarkan pada dua aspek secara terintegrasi yaitu: tindakan yang diambil pelaku, implikasi psikologis yang dialami korban. diperlukan keterangan psikologis atau psikiatris yang tidak menyatakan kondisi psikologis korban tetapi juga uraian penyebabnya.
Berkaitan dengan pelaksanaan pasal 45 ayat (2) tersebut, tindak pidana yang dijatuhkan adalah delik aduan, sebagaimana pasal 52 yang menegaskan bahwa “Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan”.
Delik adalah terjemahan dari kata Strafbaar feit. Terjemahan lain untuk kata strafbaar feit adalah peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana, perbuatan yang dapat dihukum dan pelanggaran pidana. Sementar delik aduan (klacht delict) pada hakekatnya juga mengandung
531
elemen-elemen yang lazim dimiliki oleh setiap delik. Delik aduan memiliki ciri khusus dan kekhususan itu terletak pada “penuntutannya”.
Lazimnya, setiap delik timbul, menghendaki adanya penuntutan dari penuntut umum, tanpa ada permintaan yang tegas dari orang yang menjadi korban atau mereka yang dirugikan. Dalam delik aduan, pengaduan dari si korban atau pihak yang dirugikan adalah syarat utama untuk dilakukannya hak menuntut oleh Penuntut Umum. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), secara tegas tidak ada memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan delik aduan36.
Ultercht mengemukakan bahwa delik itu adalah suatu kelakuan manusia (menselijke gedraging) yang oleh peraturan perundang-undangan diberi hukuman. Jadi suatu kelakuan manusia yang pada umumnya dilarang dan diancam dengan hukuman37.
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 KUHP menyatakan bahwa Hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari38:a. Hukuman Pokok (Hoofd straffen)
Hukuman pokok disini dapat berupa (1) hukuman mati, (2) hukuman penjara, (3) hukuman kurungan, dan (4) hukuman denda.
b. Hukuman Tambahan (Bijkomende straffen)
Hukuman tambahan yang dimaksud dapat berupa (1) pencabutan beberapa hak tertentu, (2) perampasan barang-barang tertentu, dan (3) pengumuman putusan hakim
Sifat hukuman tambahan merupakan penambah hukuman pokok apabila dalam putusan hakim ditetapkan hukuman tambahannya. Pada UUPKDRT, hukuman tambahan ini diatur pada Pasal 50, yang menegaskan:
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa: a. pembatasan gerak pelaku baik yang
bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;
b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.Yang dimaksud dengan “lembaga
tertentu” adalah lembaga yang sudah terakreditasi menyediakan konseling layanan bagi pelaku. Misalnya rumah sakit, klinik, kelompok konselor, atau yang mempunyai keahlian memberikan konseling bagi pelaku selama jangka waktu tertentu. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada hakim menjatuhkan pidana percobaan dengan maksud untuk melakukan pembinaan terhadap pelaku dan menjaga keutuhan rumah tangga.
UU PKDRT secara selektif membedakan fungsi perlindungan dengan fungsi pelayanan. Artinya tidak semua institusi dan lembaga itu dapat memberikan perlindungan apalagi melakukan tindakan hukum dalam rangka pemberian sanksi kepada pelaku. Perlindungan oleh institusi dan lembaga non-penegak hukum lebih bersifat pemberian pelayanan konsultasi, mediasi, pendampingan dan rehabilitasi. Artinya tidak sampai kepada litigasi. Tetapi walaupun demikian, peran masing-masing institusi dan lembaga itu sangatlah penting dalam upaya mencegah dan menghapus tindak KDRT. Selain itu, UU PKDRT juga membagi perlindungan itu menjadi perlindungan yang bersifat sementara dan perlindungan dengan penetapan pengadilan serta pelayanan. Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga sesuai tugas dan fungsinya masing-masing39:
36 P.A.F. Lamintang, Op.Cit, hal. 21737 E. Ultrecht, Hukum Pidana I, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 2000, hal. 25238 R.Abdoel Djamali, Op.Cit, hal. 170
39 C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hal.89
532
a) Perlindungan oleh kepolisian berupa perlindungan sementara yang diberikan paling lama 7 (tujuh) hari, dan dalam waktu 1 X 24 jam sejak memberikan perlindungan, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
Perlindungan sementara oleh kepolisian ini dapat dilakukan bekerja sama dengan tenaga kesehatan, sosial, relawan pendamping dan pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Pelayanan terhadap korban KDRT ini harus menggunakan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian dengan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang mudah diakses oleh korban.
Pemerintah dan masyarakat perlu segera membangun rumah aman (shelter) untuk menampung, melayani dan mengisolasi korban dari pelaku KDRT. Sejalan dengan itu, kepolisian sesuai tugas dan kewenangannya dapat melakukan penyelidikan, penangkapan dan penahanan dengan bukti permulaan yang cukup dan disertai dengan perintah penahanan terhadap pelaku KDRT. Bahkan kepolisian dapat melakukan penangkapan dan penahanan tanpa surat perintah terhadap pelanggaran perintah perlindungan, artinya surat penangkapan dan penahanan itu dapat diberikan setelah 1 X 24 jam.
b) Perlindungan oleh advokat diberikan dalam bentuk konsultasi hukum, melakukan mediasi dan negosiasi di antara pihak termasuk keluarga korban dan keluarga pelaku (mediasi), dan mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan (litigasi), melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial (kerja sama dan kemitraan).
c) Perlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk perintah perlindungan yang diberikan
selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.
Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat perintah penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 (tiga puluh) hari apabila pelaku tersebut melakukan pelanggaran atas pernyataan yang ditandatanganinya mengenai kesanggupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari pengadilan. Pengadilan juga dapat memberikan perlindungan tambahan atas pertimbangan bahaya yang mungkin timbul terhadap korban.
d) Pelayanan tenaga kesehatan penting sekali artinya terutama dalam upaya pemberian sanksi terhadap pelaku KDRT.
Tenaga kesehatan sesuai profesinya wajib memberikan laporan tertulis hasil pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau membuat surat keterangan medis lainnya yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti.
e) Pelayanan pekerja sosial diberikan dalam bentuk konseling untuk menguatkan dan memberi rasa aman bagi korban, memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan, serta mengantarkan koordinasi dengan institusi dan lembaga terkait.
f) Pelayanan relawan pendamping diberikan kepada korban mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan seorang atau beberapa relawan pendamping, mendampingi korban memaparkan secara objektif tindak KDRT yang dialaminya pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pengadilan, mendengarkan dan memberikan penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.
g) Pelayanan oleh pembimbing rohani diberikan untuk memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban
533
dan memberikan penguatan iman dan takwa kepada korbanBentuk perlindungan dan pelayanan
tersebut masih besifat normatif, belum implementatif dan teknis oparasional yang mudah dipahami, mampu dijalankan dan diakses oleh korban KDRT. Adalah tugas pemerintah untuk merumuskan kembali pola dan strategi pelaksanaan perlindungan dan pelayanan dan mensosialisasikan kebijakan itu di lapangan40.
Selain benar-benar menegakkan keadilan bagi kkorban kekerasan KDRT berdasarkan UU PKDRT, Pemerintah juga harus mengingat bahwa berdasarkan UUHAM, setiap manusia berhak untuk mendapatkan keadilan. Pasal 17 UUHAM menyebutkan bahwa:
“Setiap orang. tanpa diskiriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan. pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”.
Tanpa upaya sungguh-sungguh dari pemerintah dan semua pihak, maka akan sangat sulit dan mustahil untuk mencegah dan juga menghapus tindak KDRT di Indonesia.
Kendala Penegakan Hukum Terhadap Kekerasan Psikis Dalam Rumah Tangga
Kekerasan psikis yang terjadi dalam rumah tangga hingga saat ini belum dapat ditangani secara maksimal. Sulitnya melaksanakan penghapusan tindak pidana KDRT terutama yang berupa kekerasan psikis merupakan permasalahan yang sangat kompleks, yang terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia. Sulitnya melaksanakan penghapusan kekerasan
psikis dalam KDRT diakibatkan oleh beberapa kendala, meliputi:41
Pertama, kasus kekerasan psikis KDRT sangat sulit dilaporkan oleh pihak korban, sebab alat bukti yang menunjang kekerasan psikis sangat minim. Selain itu faktor budaya dalam masyarakat juga mempengaruhi keberanian seseorang untuk melaporkan adanya tindak kekerasan psikis yang dialaminya, apalagi bila yang menjadi korban adalah orang awam dan tidak didampingi oleh pihak lain.
Kedua, kasus kekerasan psikis yang dilaporkan oleh korban, ternyata seringkali tidak ditindaklanjuti oleh pihak penyidik. Faktor dari tidak adanya tindak lanjut atas laporan ini cukup beragam, seperti karena korban ragu-ragu untuk melanjutkan laporannya atau korban tidak mengerti bahwa hal yang dilaporkan itu adalah tindak pidana. Kasus yang telah diproses pihak Kepolisian, juga seringkali tidak dapat dilanjutkan proses pidananya karena ditarik kembali oleh pelapor dengan berbagai macam alasan, misalnya karena korban merasa sudah memaafkan pelaku, adanya ketergantungan ekonomi korban terhadap pelaku, kekerasan psikis dalam KDRT masih dianggap sebagai aib keluarga, dan sebagainya. Dengan kondisi seperti ini, sangat perlu adanya terobosan hukum agar KDRT tidak lagi ditetapkan sebagai delik aduan, namun haruis ditetapkan sebagai delik biasa agar penghapusan KDRT dapat terwujud.
Ketiga, terdapat beda pemahaman antar penegak hukum terhadap beberapa hal dalam KDRT, seperti adanya perbedaan pemahaman dalam bentuk KDRT, tentang mekanisme pemberian perlindungan dan belum semua pihak mendukung upaya perlindungan terhadap korban KDRT, pentingnya penghapusan terhadap KDRT, dan sebagainya. Perbedaan pemahaman tentang KDRT diantara para penegak hukum ini menyebabkan penghapusan KDRT tidak
40Ibid, hal.89.41 Mudjiati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Suatu
Tantangan Menuju Sistem Hukum Yang Responsif Gender, Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 5, No. 3, September 2008, hal. 65
534
dapat dilaksanakan secara menyeluruh, tetapi masih tergantung dari sikap dan pemahaman para aparat penagak hukum.
Keempat, masalah penganggaran untuk sosialisasi penghapusan KDRT ke daerah-daerah yang sulit dijangkau masih sangat besar, sehingga frekuensi sosialisasi penghapusan KDRT yang telah dilakukan tidak memadai. Kondisi ini diperparah dengan adanya pendanaan shelter baik untuk bangunan maupun operasionalnya yang kurang baik, sehingga belum mampu menunjang pelaksanaan penghapusan KDRT.
Kelima, penanganan kasus KDRT belum dianggap sebagai prioritas dalam penegakan hukum pidana, sehingga pembentukan Pos Pelayanan Terpadu masih tersendat. Keenam, substansi pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 44 dan Pasal 49 UU PKDRT belum mengandung efek jera, bahkan sanksi yang ditetapkan dalam UUPKDRT, sanksi atas kekerasan psikis masih cukup rendah apabila dibandingkan dengan sanksi kekerasan fisik. Dalam beberapa kasus (khusunya KDRT psikis) hakim menjatuhkan pidana cukup ringan karena hanya melihat kondisi luar korban tanpa mencoba menggali penderitaan korban. Dalam putusan hakim yang diteliti, tidak ditemukan adanya pemberian hak-hak korban baik berupa ganti rugi atau kompensasi dalam bentuk materi kepada korban atas harm yang mereka alami.
Berkaitan dengan masalah kompensasi ini, Victimologi melihat salah satu tujuan pengaturan ganti kerugian adalah mengembangkan keadilan kesejahteraan mereka yang menjadi korban, menderita mental, fisik, sosial. Pelaksanaan peraturan ganti kerugian yang baik itu memberikan kemungkinan kepada pihak korban untuk secara leluasa ikut serta menyatakan pendapatnya. Hal ini adalah sangat penting karena menyangkut nasib korban dari tindak kekerasan.
PENUTUP
Kesimpulan1. Kriteria kekerasan dalam rumah tangga
secara psikis terartikulasi sesuai dengan subjek pelaku tindak kekerasan, sebagai berikut:a. Kriteria kekerasan suami terhadap
istri, antara lain: penonjolan sikap patriarkhi, pemberian perlakuan seksualitas diluar kelaziman, dan perlakuan yang tidak memberikan rasa aman pada istri.
b. Kriteria kekerasan istri terhadap suami antara lain: eksploitasi dan atau demonstrasi kekayaan istri, eksploitasi dan demonstrasi penghasilan istri, ketidakbersediaan pemberian pelayanan seksualitas.
c. Kriteria kekerasan orang tua terhadap anak: pemberian kata-kata kotor, demonstrasi perilaku menyimpang di depan anak, pembiaran anak pada situasi kesengsaraan, kemelaratan, dan keterbelakangan.
2. Bentuk pertanggungjawaban pidana bagi pihak yang terlibat dalam pelaku kekerasan dalam rumah tangga secara psikis dijalankan, sebagai berikut: pertama, pelimpahan rasa ketidakenakan terhadap pelaku. Kedua, pemberian hukum pidana objektif dan subjektif. Ketiga, pemberlakuan hukum pokok dan hukum tambahan berupa: (a) pembatasan gerak pelaku, dan (b) penetapan pelaku dalam program konseling dibawah pengawasan lembaga tertentu, antara lain: rumah sakit, klinik, dan biro konselor.
Saran1. Kekerasan dalam rumah tangga berpola
pada perlakuan yang lebih memihak kepada ketidaknyamanan secara psikis. Hal itu bagi masyarakat kebanyakan tampak kurang atau bahkan tidak didasari. Masyarakat umumnya, menganggap bahwa kekerasan hanya terjadi pada perlakuan fisik. Oleh karenanya, sosialisasi yang berujung pada pemahaman publik atas perlakuan yang bermuatan kekerasan psikis
535
mendesak untuk segera dilakukan oleh berbagai pihak, utamanya pengambil kebijakan.
2. Bentuk pidana bagi pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga, sebenarnya telah terumuskan dalam bentuk undang-undang. Akan tetapi, pernyataan verbal dalam undang-undang tersebut terasa terabaikan oleh berbagai kalangan sehingga belum menjadi kesadaran. Oleh karenanya, upaya kongkritisasi pemberlakuan undang-undang tersebut khususnya menyangkut pidana tindak kekerasan dalam rumah tangga mendesak untuk segera dilaksanakan, utamanya bagi pengambil kebijakan hukum di negeri ini.
3. Karena belum adanya rumusan dalam undang-undang mengenai kriteria cidera psikis, diharapkan pihak pembuat kebijakan agar merumuskan dan mencantumkan dalam pasal terkait kriteria cidera psikis dengan sanksi yang seberat-beratnya sehingga dapat memberikan efek jera terhadap para pelaku yang melanggarnya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKUDjamali, R. Abdoel, Pengantar Hukum
Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. I, Balai Pustaka, 1988
Efendi, Ferry dan Makhfudi, Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik Dalam Keperawatan, Salemba Medika, 2009
Faishol, Adib dan Farid Muttaqin, Panduan untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan Berbasis Pesantren, Puan Amal Hayati, Jakarta, 2005
Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1991
Harkrisnowa, Harkristuti, Wajah Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan di
Indonesia, Makalah pada Semiloka Nasional Mengenai Kemitraan Pemerintah dan LSM dalam Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan terhadap Perempuan, diselenggarakan Menperta, beberapa LSM dan Organisasi Internasional di Jakata, 26-27 Januari 1999
Hartono, C.F.G. Sunaryati, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional , Bandung: Alumni, 1991
Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet. Keempat, Bayumedia, Jakarta, 2008
Irfan, A., dan Wahid, Perlindungan Terhadap Korban kekerasan Seksual, Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan, Refika Aditama, Bandung, 2001
Jaffe, P., Wolfe, D., and Wilson, S.K., Children of Battered Women, Sage Publications, California, 1990
Kanter, E.Y., dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni, Jakarta, 1982
Lamintang, P.A.F. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Prenada Media Grup, Jakarta, 2005
Mudjiati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Suatu Tantangan Menuju Sistem Hukum Yang Responsif Gender, Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 5, No. 3, September 2008
Mulia, Siti Musdar, Muslimat Reform, Perempuan Pembaru Keagamaan, Mizan, Bandung, 2001
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1984
Pornomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985
Solahuddin, Odi, Di bawah bayang-bayang ancaman, yayasan Setara, Semarang, 2004
536
Soekanto, Soerjono, dan Santoso, Puji, Kamus Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985
Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, 1990
Ultrecht, E, Hukum Pidana I, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 2000
Wahab, Rochmat, Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Perspektif Psikologi dan Edukatif, UNY, Yogyakarta, 2012
JURNALAbdurrachman, Hamidah, Perlindungan
Hukum Terhadap Korban KDRT Dalam Putusan Pengadilan Negeri Sebagai Implementasi Hak-Hak Korban, Jurnal Hukum, No. 3 Vol. 17 Juli 2010
Egger H.L And A. Angold. Refusal And Psychiatric Disorder: A Community Study. PSYCH. Journal of The American Academy of Child & Adolescent Psychiatry. 42, 797-807
Hidayat, Sherly, Hubungan Perilaku Kekerasan Fisik Ibu Pada Anaknya Terhadap Munculnya Perilaku Agresif Pada Anak SMP, Jurnal Provitae No. 1, Desember Tahun 2004
Kango, Umin, Bentuk-Bentuk Kekerasan Yang Dialami Perempuan, Jurnal Legalitas, Vol. 2 No. 1, Februari 2009
Liliana dan Krismiyarsi, Kebiajakan penanggulangan kejahatan melalui mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana KDRT, Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol. 8 No. 1, Mei 2012
Munti, Ratna Batara, Advokasi Legislatif Untuk Perempuan, Solidaritas Masalah dan Draf RUU KDRT, LBH Apik, seri I, Jakarta, 2000
Tamrin, Abu, Undang Undang kekerasan Dalam Rumah Tangga Bukan Monopoli Kaum Perempuan, Majalah Amanah No. 58 bulan Januari 2005.
Wahyuningsih, Sri, Et. All., Persepsi dan Sikap Penegakan Hukum Terhadap Penanganan Kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Sesuai Dengan Undang-undang
Penghapusan KDRT Nomor 23 Tahun 2004 di Jawa Timur, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, Vol. 18, Agustus 2006
PERATURAN/UNDANG-UNDANGKUHPUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
Tentang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3269
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019
UU. No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4419
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Wanita Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3277
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886
WEBSITE Abdul Wahab, Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, diakses melalui http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Rochmat%20Wahab,%20M.Pd.,MA.%20Dr.%20,%20Prof.%20/KEKERASAN%20DALAM%20RUMAH%20TANGGA%28Final%29.pdf, 19 Juni 2013, 10:00http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/04/27/m34tjt-kas, 18 Juni 2013, 15:52\
http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=11656&kat=1, 18 Juni 2013, 15 55
537
http://perempuan.or.id/statistik-catatan-tahunan/2012/01/03/tahun-2011, 19 Juni
2013, 09:00
Takariawan, Cahyadi, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, diakses melalui http://wonderful-family.web.id/?p=320 , Pada 28 Juni 2013 pukul
16.00 WIB Saragih, Sustri, Hentikan Kekerasan Terhadap Pembantu Rumah Tangga, diakses melalui http://hukum.kompasiana.com/2012/10/20/hentikan-kekerasan-terhadap-pembantu-rumah-tangga-502996.html , Pada 28 Juni 2013 pukul 15.00 WIB
538
ASPEK HUKUM ASURANSI ANTARA PIHAK TERTANGGUNGDENGAN PIHAK PENANGGUNG BERDASARKAN PRINSIP
UTMOST GOOD FAITH SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 40TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN
MOHAMAD SAHRUL ALIMProgram Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik
ABSTRAK
Kebutuhan akan jasa perasuransian makin dirasakan baik oleh perorangan maupun dunia usaha di
Indonesia. Dalam dunia usaha asuransi terdapat prinsip utmost good faith, yaitu setiap tertanggung
berkewajiban memberitahukan secara jelas dan teliti mengenai segala fakta penting yang berkaitan dengan
obyek yang diasuransikan serta tidak mengambil untung dari asuransi. Salah satu bentuk pelanggaran
terhadap prinsip utmost good faith, adalah menyembunyikan fakta tentang kesehatan diri atau kondisi
pelaksanaan aktivitas usaha pariwisata yang dilakukan tertanggung dengan cara menyampaikan informasi
secara tidak jujur. Sehingga Mengapa asuransi di bidang pariwisata sering meninggalkan prinsip Utmost
Good Faith dan Bagaimana perlindungan hukum pihak tertanggung pada asuransi pariwisata dalam
perjanjian asuransi yang diwakilkan biro parwisata. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan
pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan
konseptual (conceptual approach). Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian. Hasil dalam penelitian ini adalah Perjanjian asuransi didasari adanya prinsip utmost
good faith, Keberadaan asuransi di bidang pariwisata diketahui sering meninggalkan prinsip Utmost Good
Faith, hal ini dikarenakan para wisatawan dalam menyampaikan informasi dan fakta kondisi kesehatan
pribadi seringkali keliru, disembunyikan atau disengaja pada saat pengisian formulir aplikasi permintaan
asuransi jiwa, hal ini termasuk sebagai bentuk perbuatan itikad tidak baik tertanggung. Serta Perlindungan
hukum bagi pihak tertanggung dalam asuransi pariwisata yang dalam perjanjian di wakilkan kepada biro
parwisata berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, yang
mana pihak tertanggung yakni wisatawan telah sepakat untuk diikutsertakan dalam program asuransi
selama mengikuti kegiatan program pariwisata dengan perusahaan pelaksana sebagai agen perjalanan,
sehingga wisatawan mendapat perlindungan atau asuransi oleh penanggung atau perusahaan asuransi yang
bekerjasama dengan perusahaan pelaksana sebagai agen perjalanan.
Kata Kunci: Hukum, Asuransi, Utmost Good Faith Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang
Parasuransian.
A. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini, terdapat suatu kecenderungan
untuk melihat pariwisata sebagai suatu aktifitas
yang wajar dan merupakan suatu permintaan
yang wajar untuk dipenuhi. Pariwisata tidak
hanya dilihat sebagai suatu segi dari gejala di
mana sejak zaman purbakala manusia
mempunyai keinginan untuk mengadakan
perjalanan , tetapi justru menyatukan pengertia
n
pariwisata dengan gejala tersebut.Pariwisat
a
bukan saja ditujukan untuk memberik
an
kesenangan kepada wisatawan, akan teta
pi
pariwisata itu dapat memberikan pengaruh yang
luas dan membawa perubahan yang luas pula
terhadap segi sosial, budaya, lingkungan hidup
terutama dari segi ekonomi masyarakat itu
sendiri.Pengertian dari aspek waktu dari
pariwisata yang lebih menekankan pada aspek
waktu perjalanan dikemukakan oleh Yoeti
(2008) bahwa pariwisata/tour adalah perjalanan
yang dilakukan dari suatu tempat ke tempat
yang lainnya dengan suatu maksud tertentu,
tetapi selalu mengaitkan perjalanan nya itu
dengan tujuan untuk bersenang-senang (for
plesure) dan perjalanan nya itu dilakukan lebih
dari 24 jam.Di lain segi keberadaan sektor
pariwisata juga terdapat risiko dalam
pelaksanaannya dimana dalam pelaksanaannya
banyak terdapat risiko yang akan ditanggung
oleh pihak perusahaan pengelola / pelaksana
pariwisata dalam hal ini adalah agen atau biro
perjalanan wisata. Guna memperkecil risiko
yang terjadi dalam menjalankan aktivitas
usahanya maka sebuah perusahaan biro wisata
juga mengantisipasi dengan bekerjasama dengan
perusahaan asuransi, diharapkan perusahaan
asuransi mampu melakukan seleksi risiko
(underwriting) terhadap obyek yang ditawarkan
oleh calon tertanggung. Keberhasilan
underwriting dalam sebuah lembaga asuransi
jiwa ditentukan oleh banyak hal, baik dari calon
tertanggung atau dari pihak asuransi sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
a, Mengapa asuransi di bidang pariwisata sering
meninggalkan prinsip Utmost Good Faith ?
b, Bagaimana perlindungan hukum pihak
tertanggung pada asuransi pariwisata dalam
perjanjian asuransi yang diwakilkan biro
parwisata berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian ?
1.3 Tujuhan Penelitian
a, Untuk mengetahui pelaksanaan prinsip
asuransi Utmost Good Faith dalam dunia
pariwisata.
b, Untuk mengetahui perlindungan hukum pihak
tertanggung pada asuransi pariwisata dalam
perjanjian asuransi yang diwakilkan biro
parwisata berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.
1.4 Manfaat Penelitian
a, Secara Akademis, hasil penelitian ini
diharapkan dapat berguna sebagai salah satu
temuan yang dapat menunjang baik untuk
pengembangan ilmu pengetahuan pada bidang
hukum. Memberikan sumbangan dan
menambah wawasan dan pengetahuan penulis
di bidang asuransi dalam dunia kepariwisataan
sehingga dapat mengembangkan inovasi dan
kreativitas dalam usaha-usaha pengembangan
kepariwisataan khususnya, dan menjadi baha
n
informasi yang dapat memberikan gambara
n
tentang asuransi di dunia pariwisata di
Indonesia yang berguna bagi masyarakat pad
a
umumnya. Serta diharapkan dapat menja
di
sebuah masukan khususnya
terhadap
perkembangan Ilmu hukum maupun untuk
mendukung penelitian-penelitian selanjutnya.
b, Secara Praktis, hasil penelitian ini
diharapkan sebagai kontribusi yang dapat
berguna sebagai bahan pertimbangan, masukan
dan rumusan pemikiran bagi pelaku pemerintah
dan pelaku ekonomi di dunia pariwisata
khususnya dari segi hukum asuransi dalam
menentukan strategi serta arah kebijakan dalam
melaksanakan pengembangan usaha sektor
pariwisata.
B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Asuransi
Hukum Asuransi mengenal bermacam-macam
istilah. Ada yang mempergunakan istilah hukum
Pertanggungan, hukum Asuransi. Dalam bahasa
Belanda disebut Verzekering Recht, dan dalam
istilah bahasa Inggris disebut Insurance Law.
Sedangkan dalam praktek sejak zaman hindia
belanda sampai sekarang banyak dipakai orang
istilah Asuransi.
Perasuransian adalah istilah hukum (legal term)
yang dipakai dalam perundang-undangan dan
perusahaan perasuransian. Istilah perasuransian
berasal dari kata “asuransi” yang berarti
pertanggungan atau perlindungan atas suatu
objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan
kerugian. Apabila kata “asuransi” diberi
imbuhan per-an, maka muncullah istilah hukum
“perasuransian”, yang berarti segala usaha yang
berkenaan dengan asuransi.
Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada 2
(dua) jenis, yaitu : a. Usaha di bidang
kegiatan asuransi disebut usaha asuransi
(insurance business). Perusahaan yang
menjalankan usaha asuransi disebut perusahaan
asuransi (insurance company). b. Usaha di
bidang kegiatan penunjang usaha asuransi
disebut usaha penunjang usaha asuransi disebut
perusahaan penunjang asuransi (complementary
insurance).
Terdapat beberapa batasan dan perbedaan dari
pengertian asuransi dari para ahli. hal ini
disebabkan dari sudut pandang mana para ahli
yang mendefenisikan asuransi itu. Dari sudut
pandang yuridis, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro
mendefenisikan asuransi atau verzekering
sebagai suatu pertanggungan yang melibatkan
dua pihak, satu pihak sanggup menanggung atau
menjamin, dan pihak lain akan mendapat
penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin
akan dideritanya sebagai akibat dari suatu
peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi
atau semula belum dapat ditentukan saat akan
terjadinya. Menurut Muhammad Muslehuddin
dalam bukunya Insurance and Islamic Law
mengadopsi pengertian asuransi dari
Encyclopedia Britanica sebagai suatu persediaan
yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang
tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian
yang tidak jelas diramalkan, sehingga bila
kerugian tersebut menimpa salah seorang di
antara mereka, maka beban kerugian tersebut
akan disebarkan ke seluruh kelompok.
Dalam pandangan Abbas Salim, asuransi
dipahami sebagai suatu kemauan untuk
menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit)
yang sudah pasti sebagai (substansi) kerugian-
kerugian yang belum pasti.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami
bahwa dalam asuransi terdapat 4 (empat) unsur
yang harus ada, yaitu : a) Perjanjian yang
mendasari terbentuknya perikatan antara dua
pihak (tertanggung dan penanggung) yang
sekaligus terjadinya hubungan keperdataan; b)
Premi berupa sejumlah uang yang sanggup
dibayarkan oleh tertanggung kepada
penanggung; c) Adanya ganti kerugian dari
penaggung kepada tertanggung jika terjadi klain
atau masa perjanjian selesai; d) Adanya suatu
peristiwa (envenemen/accident) yang belum
tentu terjadi, yang disebabkan karena adanya
suatu risiko yang mungkin dating atau tidak
dialami.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 Tentang Perasuransian, mengemukakan
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak,
yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis,
yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk; “a)
Memberikan penggantian kepada tertanggung
atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul,
kehilangan
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepad
a
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggun
g
atau pemegang polis karena terjadinya suat
u
peristiwa yang tidak pasti; atau b) Memberika
n
pembayaran yang didasarkan
pada
meninggalnya tertanggung atau pembayara
n
yang didasarkan pada hidupnya tertanggun
g
dengan manfaat yang besarnya telah ditetapka
n
dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaa
n
dana. “
Dari pengertian asuransi di atas, dapat
disimpulkan bahwa Pengertian Asuransi adalah
suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat
pada sistem perekonomian, dengan cara
menggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena
risiko yang sama atau terkena risiko yang
hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar
agar probabilitas kerugiannya dapat diprediksi
dan bila kerugian yang diprediksikan terjadi,
maka akan dibagi secara proposional kepada
semua pihak dalam gabungan itu.
Menurut Purwosutjipto, yang dimaksud
pertanggungan jiwa adalah : Perjanjian timbal
balik antara penutup (pengambil) asuransi
dengan penanggung dimana penutup asuransi
mengikatkan diri selama jalannya
pertanggungan memberi uang premi kepada
penanggung, sedangkan penanggung sebagai
akibat langsung dari meninggalnya orang yang
jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya
suatu jangka waktu yang diperjanjikan
mengikatkan diri untuk membayar sejumlah
uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh
penutup asuransi sebagai penikmatnya.
Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian menyatakan bahwa : “Asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.”
Dari definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa
asuransi adalah suatu perjanjian dimana
penanggung menerima premi dan mengikatkan
dirinya terhadap tertanggung untuk menanggung
kerugian karena kehilangan atau ketiadaan
keuntungan yang mungkin timbul karena
peristiwa yang tidak pasti.
Menurut ketentuan Pasal 31 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian,
mengemukakan bahwa:“(1) Agen Asuransi,
Pialang asuransi, Pialang Reasuransi, dan
Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan
segenap keahlian, perhatian, dan kecermatan
dalam melayani atau bertransaksi dengan
Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta.”
Sebuah perjanjian harus dilandasi oleh itikad
baik para pihak yang mengadakan perjanjian,
khususnya di dalam dunia bisnis asuransi.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 Tentang Perasuransian yang diterbitkan
pada sekitar bulan Oktober 2014, dibandingkan
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian terdapat sejumlah
perbedaan antara Undang-Undang Perasuransian
dengan Undang-Undang Usaha Perasuransian
yang lahir 22 tahun silam. Perbedaan tersebut
meliputi : Pertama, berkaitan dengan konsultan
aktuaria. Pada Undang-Undang yang lama,
usaha konsultan aktuaria merupakan salah satu
bidang usaha perasuransian yang izin usahanya
diberikan oleh menteri, sedangkan di Undang-
Undang yang baru, konsultan aktuaria tidak lagi
merupakan usaha perasuransian, tetapi
merupakan salah satu profesi penyedia jasa bagi
perusahaan perasuransian. Konsultan aktuaria
harus terdaftar di otoritas jasa keuangan (OJK).
Perbedaan lainnya berkaitan dengan bentuk
badan hukum.
Ke dua pada Undang-Undang yang lama, bentuk
badan hukum usaha perasuransian adalah
perusahaan perseroan (Persero), koperasi,
Perseroan Terbatas (PT) dan usaha bersama
(mutual). Sedangkan di Undang-Undang yang
baru, bentuk badan hukum usaha perasuransian
adalah perseroan terbatas, koperasi dan usaha
bersama. Menurut Firdaus, bagi pihak yang
ingin membentuk usaha bersama baru akan
didorong untuk menjadi koperasi.
Ketiga, terkait kepemilikan perusahaan
perasuransian. Pada Undang-Undang yang lama,
untuk perusahaan perasuransian yang didirikan
oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dan/ atau
badan hukum Indonesia, tidak diatur
kepemilikan dari badan hukum Indonesia yang
menjadi pendiri perusahaan perasuransian.
Untuk perusahaan perasuransian patungan, jug
a
tidak diatur kriteria perusahaan asing yan
g
menjadi induk dari perusahaan perasuransia
n
patungan tersebut. Selain itu juga tidak diat
ur
kepemilikan warga negara asing yang menja
di
pemilik dari perusahaan asuransi patunga
n
tersebut. Sedangkan pada Undang-Undang yan
g
baru, perusahaan perasuransian yang didirika
n
oleh Warga Negara Indonesia (WNI) dan/
atau
badan hukum Indonesia, badan hukum Indonesi
a
yang menjadi pendiri peruaahaan perasuransia
n
tersebut harus dimiliki secara langsung ata
u
tidak langsung oleh Warga Negara Indonesia
(WNI). Untuk perusahaan perasuransian
patungan, pihak asing harus merupakan
perusahaan induk yang salah satu anak
perusahaannya bergerak di bidang usaha
perasuransian yang sejenis. "Selain itu diatur
juga bahwa Warga Negara Asing (WNA) dapat
menjadi pemilik dari perusahaan perasuransian
patungan melalui transaksi di bursa efek".
Keempat, berkaitan dengan likuidasi. Dalam
Undang-Undang yang lama, tidak diatur tindak
lanjut dari pencabutan izin usaha perusahaan
asuransi dan reasuransi. Sedangkan di Undang-
Undang yang baru diatur, bahwa paling lama 30
hari sejak tanggal dicabutnya izin usaha,
perusahaan asuransi dan reasuransi yang dicabut
izinnya wajib menyelenggarakan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) untuk memutuskan
pembubaran badan hukum perusahaan yang
bersangkutan dan membentuk tim likuidasi.
1. METODE PENELITIAN
Dalam metode penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan undang-undang
(statute approach), pendekatan kasus (case
approach), dan pendekatan konseptual
(conceptual approach). Pendekatan undang-
undang (statute approach) dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan peraturan
yang berkaitan dengan masalah dalam skripsi ini
serta isu hukum yang sedang ditangani.
Pendekatan kasus (case approach) pendekatan
ini dilakukan dengan melakukan telaah pada
kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum
yang dihadapi serta memperoleh putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pendekatan konseptual (conceptual approach)
pendekatan ini berawal dari pandangan-
pandangan dan doktrin yang berkembang di
dalam ilmu hukum, pandangan/doktrin akan
memperjelas ide-ide dengan memberikan
pengertian-pengertian hukum, konsep hukum,
maupun asan hukum yang relavan dengan
permasalahan.
2. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan Bab I Pasal 1 ;
dinyatakan bahwa wisata adalah kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tertentu
untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi,
atau mempelajari keunikan daya tarik wisata
yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
Dan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha pemerintah dan pemerintah daerah.
Bahar dalam Yoeti menjelaskan definisi
pariwisata sebagai berikut : Pariwisata adalah
suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk
sementara waktu, yang diselenggarakan dari
suatu tempat ke tempat lain meninggalkan
tempatnya semula, dengan suatu perencanaan
dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau
mencari nafkah di tempat yang dikunjungi,
tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan
pertamsyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi
keinginan yang beraneka ragam.
Di lain segi keberadaan sektor pariwisata juga
terdapat risiko dalam pelaksanaannya dimana
dalam pelaksanaannya banyak terdapat risiko
yang akan ditanggung oleh pihak perusahaan
pengelola atau pelaksana pariwisata dalam hal
ini adalah agen atau biro perjalanan wisata.
Guna memperkecil risiko yang terjadi dalam
menjalankan aktivitas usahanya maka sebuah
perusahaan biro wisata juga mengantisipasi
dengan bekerjasama dengan perusahaan
asuransi, diharapkan perusahaan asuransi
mampu melakukan seleksi risiko (underwriting)
terhadap keberadaan obyek yang ditawarkan
oleh calon tertanggung.
Keberhasilan underwriting dalam sebuah
lembaga asuransi jiwa ditentukan oleh banyak
hal, baik dari calon tertanggung atau dari pihak
asuransi sendiri. Dimana secara umum dalam
dunia pariwisata fokus utama yang menjadi
pertanggungan asuransi adalah pelaksanaan
perjalanan yang dilakukan oleh tertanggung
dengan perusahaan biro pariwisata sebagai
pelaksana pariwisata yang disepakati dan
bilamana terjadi risiko kecelakaan maka biaya-
biaya yang ditimbulkan akibat dari kecelakaa
n
dalam perjalan pariwisata tersebut
akan
ditanggung oleh perusahaan asuransi dalam h
al
ini adalah PT. Jasindo Cabang Surabaya.
Perusahaan biro pariwisata yang dikaji adala
h
PT. Swabina Gatra Travel dalam hal ini aka
n
bergerak sebagai sebuah badan usaha yan
g
melaksanakan aktivitas pariwisata
dengan
pelanggan yakni wisatawan yang
akan
berkunjung ke obyek-obyek wisata, sehingg
a
untuk meminimalisir risiko akan dilakuka
n
kerjasama dengan PT. Jasindo Cabang Surabay
a
sebagai perusahaan penangung para wisatawan
yang berpihak sebagai tertanggung.
menyangkut hak dan kewajiban tertanggung
serta penanggung di lain pihak. Pada prinsip
utmost good faith tertanggung pada saat
melakukan mengajukan form aplikasi penutupan
asuransi berkewajiban memberitahukan secara
jelas dan teliti mengenai segala fakta penting
yang berkaitan dengan dirinya atau obyek yang
diasuransikan serta tidak berusaha dengan
sengaja untuk mengambil untung dari
penanggung. Dengan kata lain tertanggung tidak
menyembunyikan sesuatu yang dapat
dikategorikan sebagai cacat tersembunyi atau
menutup-nutupi kelemahan dan kekurangan atas
diri atau obyek yang dipertanggungkan,
mengingat hal ini berkaitan erat dengan risiko,
penetapan pembayaran premi serta kewajiban
penanggung jika terjadi kerugian yang diderita
oleh tertanggung.
Prinsip ini jika dicermati juga sesuai dengan
implementasi Pasal 1 ayat 22 yaitu Pemegang
Polis adalah Pihak yang mengikatkan diri
berdasarkan perjanjian dengan Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan
reasuransi syariah untuk mendapatkan
pelindungan atau pengelolaan atas risiko bagi
dirinya, tertanggung, atau peserta lain, serta ayat
23 Tertanggung adalah Pihak yang menghadapi
risiko sebagaimana diatur dalam perjanjian
Asuransi atau perjanjian reasuransi.
Undang-undang tersebut juga sudah dijelaskan
dalam Pasal 4 butir c Undang-Undang
Perlindungan Konsumen ditegaskan bahwa hak
konsumen itu meliputi hak atas informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa. Jelaslah kiranya
bahwa lembaga asuransi sebagai penanggung
juga terikat dengan prinsip ini, yaitu kewajiban
menjelaskan risiko yang dijamin maupun yang
dikecualikan secara jelas dan teliti.
Pelanggaran Prinsip Utmost Good Faith
Terhadap Perjanjian Asuransi di Dunia
Pariwisata Dalam praktik bisnis asuransi risiko
perjalan pariwisata ini, ketika tertanggung
membeli kupon asuransi dengan harga premi
tertentu, yang mengetahui bahwa tertanggung
ikut dalam pertanggungan asuransi ini hanya
pihak asuransi dan pihak tertanggung sendiri.
Polis/bukti keikutsertaan dalam asuransi tersebut
juga dibawa oleh penumpang/tertanggung dalam
program wisata. Pihak asuransi hanya
menyarankan agar tertanggung mengirimkan
sms pemberitahuan nomor polis kepada pihak
keluarga sehingga nantinya keluarga bisa
mengajukan klaim jika terjadi kecelakaan yang
menyebabkan tertanggung meninggal atau luka-
luka.
Di sini kemudian akan muncul kemungkinan
pihak asuransi dapat saja menyalahgunakan
keadaan dengan tidak melaksanakan tanggung
jawabnya jika terjadi kecelakaan dengan tidak
membayarkan santunan/ganti kerugian atau
mungkin saja membayarkan tapi tidak sesuai
dengan harga pertanggungan yang diperjanjikan,
karena berdasarkan ketentuan pasal 255 Ayat (1)
KUH Dagang dapat diketahui bahwa polis
mempunyai arti yang besar bagi tertanggung,
Tanpa polis, pembuktian oleh pihak ahli waris
tertanggung akan menjadi sulit dan terbatas.
3. KESIMPULAN DAN SARAN
Keberadaan asuransi di bidang pariwisata
diketahui sering meninggalkan prinsip Utmost
Good Faith, hal ini dikarenakan para wisatawan
dalam menyampaikan informasi dan fakta
kondisi kesehatan pribadi seringkali keliru,
disembunyikan atau disengaja pada saat
pengisian formulir aplikasi permintaan asuransi
jiwa, hal ini termasuk sebagai bentuk perbuatan
itikad tidak baik tertanggung. Apabila dapat
dibuktikan oleh penanggung, bahwa terjadinya
klaim asuransi jiwa tersebut timbul sebagai
akibat adanya kesalahan secara sengaja dari
tertanggung atau wisatawan dalam memberikan
informasi mengenai kesehatan tertanggung
kepada penanggung atau kemudian disebut
dengan cacat (kesehatan) yang disembunyikan,
maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran prinsip utmost good faith dalam
perjanjian asuransi, yang relevan dengan Pasal
31 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian.
Perlindungan hukum bagi pihak tertanggung
dalam asuransi pariwisata yang dalam perjanjian
di wakilkan kepada biro parwisata berdasarka
n
Pasal 31 Undang-Undang Nomor 40 Tah
un
2014 Tentang Perasuransian, yang mana piha
k
tertanggung yakni wisatawan telah sepak
at
untuk diikutsertakan dalam program asuran
si
selama mengikuti kegiatan program pariwisat
a
dengan perusahaan pelaksana sebagai age
n
perjalanan, sehingga wisatawan
mendapat
perlindungan atau asuransi oleh penanggun
g
atau perusahaan asuransi yang bekerjasa
ma
dengan perusahaan pelaksana sebagai agen
perjalanan .
Mengupayakan adanya Memorandum of
Understanding (MoU) yang lebih legal antara
para pihak dan perusahaan pelaksana dan selalu
diinformasikan kepada para wisatawan atau
koordinator wisatawan yang akan melakukan
kerjasama pariwisata dengan pihak PT. Swabina
Gatra Travel sejak awal disepakati kontrak
program pariwisata yang disetujui pihak PT.
Swabina Gatra Travel dengan customer.
Guna memperjelas dan menekankan pada
prinsip utmost good faith maka perlu dilakukan
sosialisasi oleh penanggung dalam hal ini pihak
PT. Jasindo Cabang Surabaya melalui staff PT.
Swabina Gatra Travel kepada calon tertanggung
peserta pariwisata (wisatawan) secara informatif
dan komunikatif, mengenai pentingnya
penyampaian fakta atau informasi penting yang
dilakukan secara jujur terutama menyangkut
kesehatan calon tertanggung yang diberikan
kepada penanggung. Penjelasan tersebut
terutama dikaitkan dengan adanya program
asuransi yang dapat menjadi klaim asuransi
akibat peristiwa yang dipertanggungkan terjadi,
sebelum perjanjian asuransi dibuat dan seblum
peserta wisata mengikuti program pariwisata
yang dikelola oleh PT. Swabina Gatra Travel.
Untuk menghindari timbulnya sengketa akibat
klaim asuransi, pengisian formulir aplikasi
permintaan asuransi jiwa sedapat mungkin
dilakukan sendiri oleh calon tertanggung.
Penanggung (melalui agen) dalam hal ini secara
hukum berkewajiban untuk menyampaikan
mengenai risiko yang ditanggung dan fakta lain
yang harus diketahui oleh calon tertanggung
serta memandu pengisian formulir aplikasi
tersebut dengan jelas dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, 1999, Hukum
Asuransi Indonesia, Bandung, PT. Citra
Aditya Bakti.
Abbas Salim, 2000, Asuransi dan Manajemen
Risiko. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
A.Djazuli dan Yadi Janwari, 2002, Lembaga-
Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan). Cetakan ke- 1. September
Bab IV. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta. h.119-120.
Abdul Muis, 2005, Hukum Asuransi dan
Bentuk-bentuk Perasuransian. Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
Medan.Emmet J. Vaughan dan Therese
Vaughan, 2003,Fundamentals of Risk
and Insurance.
John Wiley & Sons. Inc. 9th Edition.Herman
Darmawi, 2009, Manajemen Asuransi,
Bumi Aksara, Jakarta.H.M.N Purwosutjipt
o, 1996, Pengertian Pokok
Hukum Dagang Indonesia, jilid 6, cet.
4., Jakarta: Djambatan.
Imam Musjab. 2010. Prinsip-
Prinsip Asuransi.
Penerbit Ghalia. Jakarta
John M. Echols dan Hassan Shadily,
1995,
Kamus Inggris Indonesia. Cornell
University/Gramedia. Edisi XXI.
Januari.
Man Suparman Sastrawidjaja, 2003, A
spek-
Aspek Hukum Asuransi dan Surat
Berharga. PT. Alumni. Bandung.
Mukti Fajar Nurdewata, et.al., 2010, Pene
litian
Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Muhammad Muslehuddin. Insurance Law
and
Islamic Law.(Terjemahan oleh Burhan
Wirasubrata).1999.
Menggugat
Asuransi Modern: Mengajukan suatu
Alternatif Baru dalam
Prespektif
Hukum Islam. Cetakan ke-I. Lentera.
Jakarta.
R. Subekti, 1994, Hukum Perjanjian, Ja
karta:
PT. Intermasa.
Scott E. Harrington. Gregory R. Niehaus.
2003,
Risk Management and
insurance.
McGrawHill. 2nd Edition.
Soetojo Prawirohamidjojo, Marthalena P
ohan,
Hukum Perikatan, PT.Bina
Ilmu,Surabaya
Sastrawidjaja, Suparman, 2003, Aspek-
Aspek
Hukum Asuransi Dan Surat Berharga,
Alumni, Bandung.
Yoeti, Oka A., 2008, Ekonomi Pariw
isata.
Penerbit Gema Pertama, Jakarta.
Perundang-undangan:Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHP)
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Te
ntang
Kepariwisataan.
Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 Te
ntang
Kepariwisataan.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
Tentang
Perasuransian
551
PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG – UNDANG NO. 37
TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
Nur HasanProgram Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik
ABSTRAKSetelah dijatuhkannya putusan pailit, PT Surabaya Agung Industri Pulp dan Kertas .Tbk oleh Hakim Niaga di Pengadilan Niaga Surabaya, pada tanggal 16 April 2013 ,maka sesuai dengan Amar Putusan tersebut segera ditunjuk seorang Hakim Pengawas dan seorang Kurator. Sesuai dengan Pasal 16 Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/ pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Dengan demikian, kewenangan penuh terhadap seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh debitur berada ditangan kurator.. Namun dalam pelaksanaannya, kurator banyak mendapati berbagai kendala yang menghambatnya untuk kelancaran pelaksanaan mengurus harta pailit tersebut.. Kendala – kendala tersebut diantaranya debitur yang tidak kooperatif, sulitnya kurator untuk menembus informasi karena tidak memiliki instrumen pendukung serta minimnya pengetahuan pihak – pihak tertentu yang berkaitan dengan kepailitan.
Kata kunci : Pelaksanaan ,Tugas Kurator, Mengurus Harta Pailit
A. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setelah dijatuhkannya putusan pailit, PT Surabaya Agung Industri Pulp dan Kertas .Tbk oleh Hakim Niaga di Pengadilan Niaga Surabaya yaitu pada tanggal 16 April 2013, maka sesuai dengan Amar Putusan tersebut ditunjuk seorang Hakim Pengawas dan seorang Kurator.Sesuai dengan Pasal 16 Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/ pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Dengan demikian, kewenangan penuh terhadap seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh debitur pailit adalah berada
ditangan kurator.Hukum Kepailitan bertujuan untuk mengajukan permohonan pailit baik yang diajukan manusia dan badan hukum khususnya Perseroan terbatas. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang diawasi oleh pengawas. Undang – Undang Kepailitan mendefinisikan kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan yang dinyatakan pailit yang pengurusanya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas. Menurut pasal 1 angka1Undang – Undang Kepailitan menyebutkan bahwa kurator terdiri dari 2 (dua) yaitu kurator Pemerintah yaitu Balai Harta Peninggalan dan Kurator perorangan yang diangkat oleh Pengadilan atau Kurator swasta. Kurator merupakan pihak yang memegang peranan penting dalam suatu proses perkara kepailitan, karena kurator bertugas melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Sebagai kurator baik
552
pemerintah maupun swasta dituntut tidak boleh ada benturan kepentingan didalam melakukan tugas – tugasnya. Kurator harus bertindak independent. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka timbul permasalahan Bagaimana tugas kurator dalam mengurus harta pailit dan Bagaimana pelaksanaan tugas kurator dalam mengurus harta pailit tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
a, Bagaimana kurator dalam melaksanakan tugas dan wewenang mengurus harta pailit berdasarkan pasal 72 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan.
b. Bagaimana pelaksanaan kurator dalam mengurus harta pailit tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
a, Berdasarkan permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini yaitu :1. Untuk mengetahui tugas dan wewenang kurator dalam mengurus harta pailit berdasarka pasal 72 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang .
b, Untuk mengetahui pelaksaan kurator dalam mengurus harta pailit dan kendala – kendala yang ada
1.4 Manfaat Penelitian
a, Secara teori diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan pada bidang hukum perdata pada khususnya yang berhubungan dengan kewenangan kurator dalam mengurus harta pailit debitor
b, Secara praktek sangat bermanfaat dan membantu bagi semua pihak baik itu kurator pemerintah, kurator swasta dan masyarakat serta penulis sendiri apabila menjadi advokat sehingga dapat
melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit dengan cepat, tepat dan benar
B, TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Kepailitan
Pengertian kepailitan menurut UU Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 adalah sita umum atas semua kekayaan debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang – Undang ini Kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi sebagai realisasi dari tanggung jawab debitor terhadap dan atas perikatan – perikatan yang dilakukan 42 sebagaimana diatur dan dimaksud dalam pasal 1131 dan pasal 1132 Kitab Undang – undang Hukum Perdata. Kepailitan itu sendiri dapat mencakup :1.Seluruh kekayaan si pailit pada saat dia dinyatakan pailit ( dengan beberapa pengecualian untuk si pailit perorangan ) beserta assetnya.2. Hilangnya wewenang si pailit untuk mengurus dan mengalihkan hak atas kekayaannya yang termasuk harta kekayaan.
Dalam rangka menghindari adanya tindakan secara individu, dirasakan perlu ada campur tangan lembaga peradilan. Dengan cara ini dapat diharapkan semua kreditur mendapat hak yang seimbang 43. Pengertian mengenai utang sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 UU Kepailitan harus dikaitkan dengan dasar pemikiran yang menjadi latar belakang dindangkannya UU No 4 Thun 1998 44. Undang – undang kepailitan tidak hanya mencakup utang dalam suatu perjanjian pinjam – meminjam uang, melainkan juga kewajiaban yang timbul dari perjajian lain atau dari transaksi yang mensyaratkan untuk dilakukan pembayaran 45. Azas tanggungjawab debitor terhadap kreditornya tersebut diatas dalamnya
42
43 44
45
553
terkandung asas jaminan hutang dan asas paripassu ( membagi secara proporsional harta kekayaan debitur kepada para kreditor konkuren berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing – masing kreditor ) atau asas corcurus creditorium ( para kreditor harus bertindak bersama – sama ). Dengan demikian asa tanggung jawab debitor terhadap kreditornya KUH Perata tersebut, maupun dalam UU Kepailitan sebagai realisasi dan merupakan pengaturan lebih lanjut atas dan dari asas tanggung jawab debitor terhadap kreditornya tersebut, secara umum dapat dikatakan pada dasarnya tidak membedakan subyek termohon atau pemohon pailit, apakah subyek hukum indonesia atau subyrk hukum asing. Hal ini adalah merupakan suatu konsekuensi logis dari berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perdata Indonesia, dimana dibolehkannya subyek atau pihak – piahak memilih dengan pihak mana akan melangsungkan suatu perikatan. Kartini Mulyajadi juga menyatakan bahwa, kalau diteliti sebetulnya peraturan kepailitan dalam UUKepailitan itu adalah penjabaran pasal 1131 dan pasal 1132 KUH Perdata, karena : a.Kepailitan hanya meliputi harta pailit dan bukan harta pribadi debitor, b.Debitor tetap memiliki kekayaannya dan merupakan pihak yang berhak atasnya, tetapi tidak lagi berhak menguasai atau menggunakanya atau memindahkannya haknya atau mengagunkannya, c.Sitaan konversator secara umum meliputi seluruh harta pailit 46. Istilan utang dalam pasal 1 dan pasal 212 UU Kepailitan merujuk pada hukum perikatan dalam hukum perdata. Menurut Kartin Muljadi dalam hal seseorang debitor hanya mempunyai satu kreditor dan debitor tidak membayar utangnya secara sukarela, maka kreditor akan menggugat debitor secara perdta ke pengadilan negeri yang berwenang dan seluruh harta debitor secara perdata ke pengadilan negeri menjadi sumber pelunasan utangnya kepada kreditor tersebut.hasil bersih eksekusi harta debitior dipakai untuk melunasi atau membayar kreditor tersebut. Dalam hal
46
debitor mempunyai banyak kreditor dan harta kekayaannya tersebut tidak cukup untuk membayar lunas semua utang kreditur, dalam perjanjian diatur tentang kelalaian atau wanprestasi pihak dalam perjanjajian yang dapat mempercepat jatuh tempo utangnya. Maka para kreditor akan berlomba dengan segala cara, baik yang halal maupun yang tidak halal, guna untuk mendapatkan pelunasan tagihanya terlebih dahulu. Kreditor yang datang belakanggan sudah tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitor sudah habis. Hal ini yang sangat tidak adil dan merugikan. Bedasarkan alasan tersebut,timbullah lembaga kepailitan yang mengatur tata cara yang adil mengenahi pembayaran tagihan – tagihan para kreditur, dengan berpedoman pada KUH Perdata pasal 1131 sampai dengan pasal 1149 maupun pada ketentuan dalam UU Kepailitan sendiri.
2. Azas – Azas Hukum Kepailitan Diantaranya : a) Azas Keseimbangan,
b) Azas Kelangsungan Usaha, c) Azas Keadilan, d) Azas Integrasi. Jadi pada dasarnya, azas – azas yang terkandung dalam pasal 1131 dan pasal 1132 KUH Perdata adalah bahwa Undang – Undang mengatur tentang hak menagih bagi kreditor terhadap transaksinya dengan debitor.Dapat dilakukan penyitaan terhadap kekayaan atau harta benda debitor pailit, dasar hukumnya terdapat juga dalam pasal 21 UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK& PKPU ) yang berbunyi : “kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan “ Ketentuan pada pasal 21 UUK & PKPU hampir senada dengan ketentuan pada pasal 1131 KUH Perdata, hanya ketentuan pasal 1131 KUH Perdata lebih luas karena mencakup harta yang ada dan yang akan ada dikemudian hari, sedangkan dalam pasal 21 UUK & PKPU hanya kekayaan pada saat putusan pernyataan pailit saja.
3. Syarat – Syarat Kepailitan.
554
Pernyataan pailit dijatuhkan oleh yang berwenang terhadap debitor yang memenuhi persyaratan pailit seperti yang ditentukan dalam pasal 2 ayat 1 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 yaitu : “ debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonan sendiri maupun ataspermohonan satu atau lebih kreditor. “ Pada saat proses pemeriksaan berlangsung, atau selama putusan atas permohonan pailit belum ditetapkan, maka setiap kreditor atau kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk : 1). Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor atau , 2). Menunjuk curator sementara dengan tujuan untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor dan mengawasi pembayaran kepada kreditor, pengalihan atau pengagungan kekayaan debitor yang dalam rangka kepailitann memerlukan persetujuan curator. Permohonan kepailitan dapat diajukan apabila terpenuhi syaratnya yaitu : 1. Debitor tersebut mempunyai dua atau lebih kreditor, 2. Adanya Utang. Unsur – unsur utang : utang tersebut telah jatuh tempo, utang tersebut dapat ditagih, utang tersebut tidak dibayar.
4. Pihak – pihak yang telibat dalam proses kepailitan
Dari definisi kepailitan yang dirumuskan dalam pasal 1 angka 1 UU Kepailitan Tahun 2004, yang terkait dalam kepailitan adalah :a). Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang – undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan ( pasal 1 angka 37 UU 37 Tahun 2004). b). Debitor Pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan ( pasal 1 angka 4 UU 37 Tahun 2004), c). Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang – undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan ( pasal 1 angka 2 UU 37 Tahun 2004), d). Kurator adalah balai harta peninggalan atau orang perorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan
membereskan harta debitor pailit dibawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang – undang ini ( pasal 1 angka 5 UU 37 Tahun 2004), e). Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang ( pasal 1 angka 8 UU 37 Tahun 2004, f). Pengadilan adalah pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum (pasal 1 angka 7 UU 37 Tahun 2004). Keadaan pailit itu juga meliputi segala harta bendanya yang berada di luar negeri. Lembaga kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi penting dalam KUH Perdata yakni pasal 1131 dan pasal 1132 KUH Perdata mengenahi tanggung jawab debitor terhadap hutang – hutangnya.
5. Tugas dan Wewenang Kurator Secara garis besar tugas Kurator
dibagi atas dua tahap yaitu tahap pengurusan diantaranya adalah : mendata , melakukan verifikasi atas kewajiban debitor pailit, mendata , melakukan penelitian asset debitor pailit termasuk tagihan – tagihan yang dimiliki debitor pailit. dan tahap selanjutnya adalah tahap pemberesan yaitu melakukan pembagian. Deskripsi tugas seorang kurator dan pengurus dalam kepailitan tersebut terdapat didalam pasal – pasal Undang – undang kepailitan. Namun tugas kurator dan pengurus yang paling fundamental sebagaimana diatur dalam pasal 69 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 adalah untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Dalam melakukan tugas ini curator maupun pengurus memiliki satu visi utama yaitu mengambil keputusan yang terbaik untuk memaksimalisasikan nilai harta pailit. Lebih jauh lagi tugas curator atau pengurus dapat dilihat pada job depcription dari curator atau pengurus, karenasetidaknya ada 3 ( tiga ) jenis penugasan yang dapat diberikan kepada curator atau pengurus dalam hal proses kepailitan, yaitu :1). Sebagai Kurator Sementara. Kurator Sementara ditunjuk dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan debitor melakukan tindakan yang mungkin
555
dapat merugikan hartanya, selama jalannya proses beracara pada pengadilan sebelum sebelum debitor dinyataka pailit. Tugas utama Kurator Sementara adalah : a) mengawasi pengelolaan usaha debitor dan b). Mengawasi pembayaran kepada kreditor, pengalihan atau mengagungkan kekayaan debitor yang dalam rangka kepailitan memerlukan curator. Secara umum tugas curator sementara tidak banyak berbeda dengan pengurus, namun karena pertimbangan keterbatan kewenanga dan evektifitas yang ada pada kurator sementara, maka sampain saat ini sedikit sekali terjadi penunjukan curator sementara. 2).
Sebagai Pengurus. Pengurus ditunjuk dalam rangka adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Tugas Pengurus hanya sebatas menyelenggarakan pengadminitrasian proses PKPU, seperti misalnya , melakukan pengumuman, mengundang rapat – rapat kreditor, ditambah dengan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan usaha yang dilakukan oleh debitor dengan tujuan agar debitor tidak melakukan hal – hal yang mungkin merugikan hartanya. Perlu diketahui bahwa dalam PKPU debitor masih memiliki kewenangan untuk mengurus sebatas hanya mengawasi belaka. 3).
Sebagai Kurator, Kurator ditunjuk pada saat debitur dinyatakan pailit, sebagai akibat dari keadaan pailit, maka debitur kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya, dan oleh karena itu kewenangan pengelolaan harta pailit jatuh ke tangan kurator.
Dari berbagai jenis tugas bagi Kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan, maka dapat disarikan bahwa kurator memiliki beberapa tugas utama, yaitu:
1. Tugas AdministratifDalam kapasitas administratif nya
Kurator bertugas untuk mengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam kepailitan, misalnya melakukan pengumuman (ps. 13 (4) UUK); mengundang rapat-rapat kreditur ; mengamankan harta kekayaan debitur pailit; melakukan inventarisasi harta pailit (ps. 91
UUK); serta membuat laporan rutin kepada hakim pengawas (ps. 70 B (1) UUK). Dalam menjalankan kapasitas administratifnya Kurator memiliki kewenangan antara lain a) kewenangan untuk melakukan upaya paksa seperti paksa badan (ps. 84 (1) UUK), b) melakukan penyegelan (bila perlu) (ps. 90 (1) UUK).
2. Tugas Mengurus/mengelola harta pailitSelama proses kepailitan belum
sampai pada keadaan insolvensi (pailit), maka kurator dapat melanjutkan pengelolaan usaha-usaha debitur pailit sebagaimana layaknya organ perseroan (direksi) atas ijin rapat kreditur (ps. 95 (1) UUK).
Pengelolaan hanya dapat dilakukan apabila debitur pailit masih memiliki suatu usaha yang masih berjalan Kewenangan yang diberikan dalam menjalankan pengelolaan ini termasuk diantaranya a) kewenangan untuk membuka seluruh korespondensi yang ditujukan kepada debitur pailit (ps. 14 jo ps.96 UUK) b) kewenangan untuk meminjam dana pihak ketiga dengan dijamin dengan harta pailit yang belum dibebani demi kelangsungan usaha (ps. 67 (3)-(4) UUK) c) kewenangan khusus untuk mengakhiri sewa, memutuskan hubungan kerja, dan perjanjian lainnya.
3. Tugas Melakukan penjualan-pemberesanTugas yang paling utama bagi Kurator
adalah untuk melakukan pemberesan. Maksudnya pemberesan di sini adalah suatu keadaan dimana kurator melakukan pembayaran kepada para kreditor kongkuren dari hasil penjualan harta pailit.
1. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian ini dilakukan adalah bersifat hukum normatif yang berdasarkan peraturan perundang – undangan .Sebagaimana yang ditulis Peter Mahmud Marjuki, karena bahwa pendekatan hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip – prinsip hukum, maupun doktrin – doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
556
Pendekatan yang pergunakan dalam penelitian ini adalah 1. Pendekatan perundang – undangan , 2. Pendekatan kasus dan 3. Pendekatan konseptual
2. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/ pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Dengan demikian, kewenangan penuh terhadap seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh debitur pailit adalah berada ditangan kurator. Boedel pailit yang telah dikumpulkan oleh kurator inilah yang akan digunakan untuk melunasi utang – utang yang dimiliki debitur pailit terhadap kreditur – krediturnya.
Namun dalam pelaksanaannya, kurator mendapati berbagai kendala yang menghambatnya kelancaran pelaksanaan tugasnya sebagai kurator tersebut. Dalam menjalankan tugasnya kurator tidak sekadar bagaimana menyelamatkan harta pailit yang berhasil dikumpulkan untuk kemudian dibagikan kepada para kreditor tapi sedapat mungkin bisa meningkatkan nilai harta pailit tersebut Dengan demikian, kurator dituntut untuk memiliki integritas yang berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk menaati standar profesi dan etika. Hal ini untuk menghindari adanya benturan kepentingan dengan debitur maupun kreditur.
Namun pada prakteknya kinerja kurator menjadi terhambat oleh permasalahan seperti debitur pailit tidak mengacuhkan putusan pengadilan atau bahkan menolak untuk dieksekusi Hampir sebagian besar kurator memiliki permasalahan dengan debitur (tidak kooperatif) dalam hal debitur tersebut menolak memberikan informasi dan dokumen, menolak menemui, bahkan menghalangi kurator memeriksa tempat usaha debitur.Sehinga sampai dengan judul skripsi ini diajukan pelaksanaan tugas kurator dalam mengurus harta pailit pada debitor PT Surabaya Agung Industri Pulp dan Kertas .
Tbk juga belum sesuai dengan yang diharapkan ,karena di dalam Undang – Undang sendiri belum ada atau tidak adanya batasan waktu yang jelas dalam mengurus harta pailit tersebut. 3. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa meski pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta pailit dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang – undangannya, namun masih menimbulkan ketidakpastian hukum sebagai akibat dari tidak adanya batas waktu yang tegas dan jelas mengenai proses pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta debitur pailit tersebut.
Dari hasil penelitian juga diperoleh adanya kendala – kendala yang menghambat kelancaran tugas kurator diantaranya debitur yang tidak kooperatif, sulitnya kurator untuk menembus informasi karena tidak memiliki instrumen pendukung serta minimnya pengetahuan pihak – pihak tertentu yang berkaitan dengan kepailitan. Penelitian ini menyarankan agar pembahasan ulang mengenai Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini sendiri, karena didalamnya masih menimbulkan tidak adanya kepastian hukum mengenai batas waktu pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta debitur pailit ini. Selain itu, sebaiknya kurator diberikan instrumen pendukung lain yang dapat memudahkannya dalam mendapatkan dan mengumpulkan informasi – informasi yang diperlukan.
557
DAFTAR PUSTAKA
Kartini Muljadi, Actio Paulina dan Pokok –Pokok tentang Pengadilan Niagadalan penyelesaian Utang Piutangmelaui Pailit, Bandung 2001 hal 300.
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, UMM Press Malang, cetakan kedua, Januar2007 Hal 5
Sri Rejeki Hartono, hokum perdata sebagaiDasar hukum kepailitan modernartikel pada jurnal hokum bisnistahun 1999 Jakarta
SentosaSembiring, hukum kepailitan danperaturan perundan –undangan yangterkait kepailitan, cv nuansaauli, 2006 hal 19
Sutan Renny Syahdeini, pengertian utangdalam kepailitan, jurnal hukum bisnis 2002
Timur Sukirno dalam kuliah umum” selukBeluk dalam pengadilan niaga dankaitannya dengan permasalahankepailitan di Indonesia, depok 5Nopember 2002
7
558