HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI...

178
HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI GLUKOSA TERGANGGU DI INDONESIA TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh : KHADZIYATUL FILDAH RUSDINA NIM: 1113101000105 PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M/1439 H

Transcript of HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI...

Page 1: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN

TOLERANSI GLUKOSA TERGANGGU DI INDONESIA

TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

KHADZIYATUL FILDAH RUSDINA

NIM: 1113101000105

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M/1439 H

Page 2: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

i

1 LEMBAR PERNYATAAN

Page 3: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

EPIDEMIOLOGI

Skripsi, 5 Desember 2017

Khadziyatul Fildah Rusdina, NIM: 1113101000105

Hubungan Merokok dengan Kejadian Toleransi Glukosa Terganggu

di Indonesia Tahun 2013

xv + 140 halaman, 18 tabel, 4 bagan, 22 lampiran

2 ABSTRAK

Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi yang

berperan penting dalam meningkatkan prevalensi DM Tipe 2. Angka prevalensinya

baik nasional maupun global selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Salah

satu faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya TGT yaitu merokok. Merokok

dapat menyebabkan masuknya zat berupa nikotin yang dapat mengganggu fungsi

hormon insulin, sehingga insulin tidak dapat mengatur regulasi maupun metabolisme

glukosa dengan baik. Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dengan desain cross sectional yang terdiri dari

22496 sampel. Adapun tujuannya ialah untuk mengetahui hubungan merokok dengan

kejadian TGT setelah dikontrol variabel confonder (umur, jenis kelamin dan

konsumsi kopi). Hasil: Berdasarkan hasil analisis, individu yang pernah merokok

memiliki risiko 2.9 untuk terjadinya TGT, risiko tersebut naik menjadi 3.9 ketika

individu masih berstatus merokok. Pada usia mulai merokok, individu yang merokok

pada rentang usia 5-19 tahun memiliki risiko 3.4 kali untuk terjadinya TGT. Durasi

merokok ≥20 tahun berisiko 1.5 kali untuk terjadinya TGT. Adapun jumlah rokok

yang dihisap ≥20 batang perhari memiliki risiko sebesar 1.1 kali untuk terjadinya

TGT dan jenis rokok yang memiliki risiko lebih terhadap kejadian TGT yaitu rokok

kretek dan cangklong. Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara status

merokok, usia mulai merokok, durasi merokok, jumlah rokok yang dihisap, jenis

rokok dengan kejadian TGT setelah dikontrol variabel umur, jenis kelamin dan

konsumsi kopi. Oleh karena itu, menghindari rokok bagi pelajar sejak usia anak-anak

dan remaja serta berhenti merokok bagi perokok sangat dianjurkan sebagai

pencegahan TGT.

Kata kunci: Toleransi Glukosa Terganggu, Merokok, Resistensi insulin.

Daftar bacaan: 67 (1998-2017)

Page 4: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

MAJOR OF PUBLIC HEALTH

EPIDEMIOLOGY DEPARTMENT

Undergraduate Thesis, 5th

Desember 2017

Khadziyatul Fildah Rusdina, NIM: 1113101000105

The Relationship Between Smoking and Impired Glucose Tolerance in

Indonesia 2013

xv + 140 pages, 18 tables, 4 figures, 22 attachments

ABSTRACT

Background: Impaired Glucose Tolerance (IGT) is an essential condition that

increases the prevalence of Diabetes Mellitus type 2. The number of prevalence in

national and global is always increasing every year. One of the risk factor of Impaired

Glucose Tolerance (IGT) is smoking. Smoking causes the entry of nicotine

substances that can distract the function of hormone insulin, so insulin can not

regulate the regulation and metabolism of glucose properly. Methods : This research

uses secondary data of Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 with cross sectional

design consisting of 22496 samples. The aim is to know the correlation between

smoking and glucose tolerance occurrence in Indonesia in 2013 after controlled by

confonder variables (age, sex and coffee consumption). Results: Based on the

analysis, individuals who has smoked has a risk of 2,9 for TGT, the risk increase to

3,9 when individuals were still smoking. At the earlier age of smoking, individuals

who smoked in the age of 10-19 has a risk of 3,4 for TGT. The risk of duration of

smoking ≥20 years is 1,5 for TGT. The amount of cigarettes smoked ≥20 cigarettes

per day has a risk of 1,1 and types of cigarettes that have a greater risk of the

incidence of TGT is kretek and cangklong. Conclusion: There is a significant

correlation between smoking status, the earlier age of smoking, duration of smoking,

number of cigarettes smoked, type of cigarette with TGT after controlled by age, sex

and coffee consumption. Therefore, avoiding tobacco use since adolescence for

student and quitting smoking for smoker are highly recommended to prevent TGT.

Keywords: Impaired Glucose Tolerance, Smoking, Insulin Resistance.

Reading list: 67 (1998-2017)

Page 5: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

iv

3 PERNYATAAN PERSETUJUAN

Page 6: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

v

Page 7: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

vi

4 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Khadziyatul Fildah Rusdina

Tempat/Tanggal Lahir : Jombang/26 Juli 1996

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jombang, Jawa Timur

Nomor Handphone : 085887287807

Email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

MI Al-Asyariyah Banjarsari

MTsN Tambakberas Jombang

MAN Tambakberas Jombang

Epidemiologi, Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 8: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

vii

5 KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan nikmat sehat dan kelapangan waktu sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Hubungan Merokok dengan Kejadian Toleransi

Glukosa Terganggu di Indonesia Tahun 2013” ini disusun untuk menyelesaikan studi

S1 pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini

tentunya tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis turut mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Ma’rifah, S.Pd, M.Pd, bapak Yarminanto dan keluarga yang memberikan

doa dan motivasi tanpa henti.

2. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM selaku dosen pembimbing fakultas yang telah

memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi

3. Ibu Hoirun Nisa, Ph.D selaku dosen peminatan epidemiologi yang telah

memberikan masukan pada penulis

4. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D dan ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku Ketua dan

Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Teman-teman seperjuangan di Epidemiologi 2013 (Roron, Mila, Fitri, Ica,

Anggi, Sabrina, Wio, Upy, Mute, Fatih, Dedes, Mbak Rina, Mbak Wanti,

Teteh, Narita, Hindun, Rista, Citra) yang selalu memberikan motivasi dan

dukungan.

7. Hamdan, Sofi, dan Asis yang menjadi teman diskusi penulis terkait kerangka

teori.

Page 9: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

viii

8. Sahabat-sahabat Puri Laras (Sofi, Maulidah, Mila, Latifah, Nana, Afi, Luthfi,

Ririn), Keluargaku di CSSMoRA Kesmas 2013, Chirals, dan adik CSSMoRA

(Nca, Anis, Ila, Wilda, Liska, Rizki, Harismawati) yang memberikan dukungan

dan doa sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman HIMABI (Himpunan Mahasiswa Bahrul Ulum Ibukota) yang

senantiasa memberikan motivasi dan dukungan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Penulis

berharap isi dari skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, Desember 2017

Penulis

Page 10: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

ix

6 DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ i

ABSTRAK .................................................................................................................. ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................. vi

KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii

DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xiv

DAFTAR ISTILAH ................................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 8

1.3 Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 9

1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 10

1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 10

1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................... 10

1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 11

1.6 Ruang Lingkup............................................................................................. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 14

2.1 Merokok ....................................................................................................... 14

2.1.1 Usia mulai merokok ........................................................................... 17

2.1.2 Jumlah rokok yang dihisap ................................................................. 20

2.1.3 Durasi merokok .................................................................................. 21

2.1.4 Jenis rokok .......................................................................................... 22

2.2 Metabolisme Glukosa .................................................................................. 24

Page 11: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

x

2.3 Hormon yang Berperan dalam Regulasi Glukosa ........................................ 26

2.4 Mekanisme Merokok dengan Resistensi Insulin ......................................... 30

2.5 Mekanisme Kejadian Toleransi Glukosa Terganggu ................................... 32

2.6 Definisi TGT ................................................................................................ 33

2.7 Diagnosis TGT ............................................................................................. 34

2.8 Epidemiologi TGT ....................................................................................... 35

2.9 Faktor Confonder antara Hubungan Merokok dengan TGT........................ 35

2.9.1 Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi ....................................................... 36

2.9.2 Faktor yang Dapat Dimodifikasi .................................................................. 40

2.10 Pencegahan TGT .......................................................................................... 45

2.11 Fatwa Majelis Ulama tentang Rokok ........................................................... 48

2.12 Kerangka Teori ............................................................................................ 49

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS PENELITIAN .................................................................................... 51

3.1 Kerangka Konsep ......................................................................................... 51

3.2 Definisi Operasional .................................................................................... 53

3.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 55

BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................................... 56

4.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 56

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................................... 56

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................... 56

4.3.1 Populasi Penelitian ............................................................................. 56

4.3.2 Sampel Penelitian ............................................................................... 59

4.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 62

4.5 Instrumen Pengumpulan Data ...................................................................... 63

4.6 Manajemen data ........................................................................................... 64

4.7 Analisis Data ................................................................................................ 74

4.7.1 Analisis Univariat ............................................................................... 74

4.7.2 Uji Bivariat ......................................................................................... 75

Page 12: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

xi

4.7.3 Uji Multivariat .................................................................................... 76

BAB V HASIL .......................................................................................................... 77

5.1 Proporsi Kejadian Toleransi Glukosa Terganggu berdasarkan Proporsi

Merokok dan Karakteristik Individu di Indonesia Tahun 2013 ................... 77

5.2 Hubungan Kejadian Toleransi Glukosa Terganggu berdasarkan Proporsi

Merokok, dan Karakteristik Individu di Indonesia Tahun 2013 .................. 80

5.3 Hubungan Merokok Setelah Dikontrol Variabel Karakteristik Individu

dengan Kejadian TGT di Indonesia Tahun 2013 ......................................... 83

5.3.1 Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat .......................................... 84

5.3.2 Pembuatan Model Faktor Penentu...................................................... 85

5.3.3 Uji Confounding ................................................................................. 89

BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................................... 97

6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 97

6.2 Proporsi Kejadian Toleransi Glukosa Terganggu berdasarkan Proporsi

Merokok, dan Karakteristik Individu di Indonesia Tahun 2013 .................. 98

6.3 Hubungan Merokok Setelah Dikontrol Variabel Karakteristik Individu

dengan Kejadian TGT di Indonesia Tahun 2013 ....................................... 115

BAB VII PENUTUP ............................................................................................... 131

7.1 Simpulan .................................................................................................... 131

7.2 Saran .......................................................................................................... 132

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 135

LAMPIRAN 1 ......................................................................................................... 141

LAMPIRAN 2 ......................................................................................................... 143

LAMPIRAN 3 ......................................................................................................... 144

LAMPIRAN 4 ......................................................................................................... 147

LAMPIRAN 5 ......................................................................................................... 157

LAMPIRAN 6 ......................................................................................................... 160

Page 13: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

xii

7 DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Batas Ambang IMT untuk Laki-laki dan Perempuan Dewasa di Asia 1 .... 41

Tabel 3.1 Definisi Operasional 1 ................................................................................ 53

Tabel 4.1 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data 1 .............................................. 63

Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Sampel berdasarkan Variabel Penelitian 1 .................... 69

Tabel 4.3 Perhitungan Kekuatan Uji (1-β) pada Setiap Variabel Penelitian 1 ........... 70

Tabel 4.4 Pengkodean Ulang Data Riskesdas 1 .......................................................... 72

Tabel 5.1 Proporsi Kejadian Toleransi Glukosa Terganggu berdasarkan Proporsi

Merokok dan Karakteristik Individu di Indonesia Tahun 2013 1 ................. 77

Tabel 5.2 Proporsi Jenis Rokok dengan Toleransi Glukosa Terganggu di Indonesia

Tahun 2013 1 ................................................................................................ 79

Tabel 5.3 Hasil Analisis Hubungan Merokok dengan Kejadian Toleransi Glukosa

Terganggu di Indonesia Tahun 2013 d1 ....................................................... 80

Tabel 5.4 Hasil Analisis Hubungan Jenis Rokok dengan Kejadian Toleransi Glukosa

Terganggu di Indonesia Tahun 2013 1 ......................................................... 82

Tabel 5.5 Variabel Kandidat Multivariat 1 ................................................................. 84

Tabel 5.6 Nilai P wald Hasil Analisis Multivariat antara Variabel Independen dan

Variabel Confonder dengan Variabel Dependen 1 ...................................... 85

Tabel 5.7 Hasil Analisis Multivariat antara Variabel Independen dan Variabel

Confonder dengan Variabel Dependen 1 ...................................................... 86

Tabel 5.8 Hasil Uji Confounding dengan Mengeluarkan Variabel Umur 1 ............... 89

Tabel 5.9 Hasil Uji Confounding dengan Mengeluarkan Variabel Konsumsi Kopi 1 90

Tabel 5.10 Hasil Uji Confounding dengan Mengeluarkan Variabel Jenis Kelamin 192

Page 14: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

xiii

Tabel 5.11 Hasil Analisis Hubungan Merokok dengan Kejadian Toleransi Glukosa

Terganggu setelah Dikontrol Variabel Umur, Jenis Kelamin dan Konsumsi

Kopi di Indonesia Tahun 2013 1 ................................................................ 94

Tabel 6.1 Kadar Nikotin berdasarkan Jenis Rokok 1 ................................................ 129

Page 15: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

xiv

8 DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori …………………………………………………………. 50

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ………………………………………........ 51

Bagan 4.1 Pengambilan Sampel Penelitian ………………………………………... 60

Bagan 4.2 Penyeleksian Data ……………………………………………………… 68

Page 16: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

xv

9 DAFTAR ISTILAH

ADA : American Diabetes Association

ART : Anggota Rumah Tangga

ARR : Adjusted Relative Risk

Bln : Bulan

BS : Blok Sensus

Btg : Batang

DM : Diabetes Melitus

GD2PP : Gula Darah 2 Jam Paska Pembebanan

GDPT : Gula Darah Puasa Terganggu

IDF : International Diabetes Federation

IMT : Indeks Massa Tubuh

KRL : Kereta Listrik

PRR : Prevalence Relative Risk

PSP : Persetujuan Setelah Penjelasan

RT : Rumah Tangga

TGT : Toleransi Glukosa Terganggu

Page 17: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

1

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit kronik terbanyak di seluruh dunia

dan menyerang lebih dari 15 juta orang di Amerika Serikat. Di Amerika,

proporsi penderita DM lebih dari 18,2 juta orang, dan sekitar sepertiganya tidak

mengetahui bahwa mereka menderita DM. Berdasarkan data IDF (International

Diabetes Federation), prevalensi diabetes melitus di dunia pada tahun 2012

sebanyak 371 juta orang dan mengalami peningkatan sebesar 11 juta orang di

tahun 2013. Prevalensi diabetes diprediksikan akan meningkat menjadi 552 juta

pada tahun 2030 (IDF, 2015).

Indonesia menjadi negara keempat sebagai penyandang DM terbanyak di

dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data riskesdas,

terjadi peningkatan kasus DM dari tahun 2007 sampai 2013 yaitu sebesar 1%

atau sekitar 1,7 juta penduduk. Prevalensi DM di Indonesia mencapai 12 juta

orang pada tahun 2013 dan WHO menyatakan bahwa diperkirakan pada tahun

2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Riskesdas, 2013).

Dari keseluruhan total prevalensi DM, DM tipe dua menyumbangkan sekitar

90% dari total kasus.

Page 18: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

2

Salah satu keadaan penting yang berperan dalam meningkatkan

prevalensi DM tipe 2 yaitu semakin meningkatnya prevalensi pradiabetes.

Pradiabetes merupakan keadaan yang sangat potensial dalam menimbulkan

DM tipe 2 yang ditandai dengan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)

atau Toleransi Glukosa Terganggu (TGT). Penelitian di negara berkembang

melaporkan bahwa 9,2% populasi mengalami GDPT dan 4,3% mengalami

TGT. Prevalensi pradiabetes pada populasi di Dakota Utara sebesar 22,8%.

Prevalensi GDPT di Australia berkisar 4,5% sampai 10%, sedangkan

prevalensi pradiabetes di Jepang, Singapura, dan Afrika Selatan berkisar

antara 8,02% sampai 15,85%. Di Taiwan prevalensi pradiabetes mencapai

23,3%. Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas biomedis tahun 2013,

diperoleh prevalensi GDPT sebesar 36% dan TGT sebesar 29,9% (Nasrul and

Sofitri, 2012).

Dari berbagai penelitian, TGT memiliki risiko lebih besar untuk

berkembang menjadi DM tipe 2 daripada GDPT dengan peningkatan risiko

sebesar 6-10% per tahunnya (Nasrul and Sofitri, 2012). Semakin meningkatnya

prevalensi TGT menjadi tantangan bagi pemerintah untuk memberikan upaya

pencegahan dan penanggulangan. Hal ini dikarenakan TGT yang tidak segera

ditanggulangi dapat menyebabkan peningkatan insidens DM tipe dua yang

nantinya dapat berkembang merusak berbagai sistem tubuh terutama saraf dan

pembuluh darah, sehingga meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung dan

stroke hingga kematian (Khalid, 2014). Padahal kondisi TGT masih bisa

Page 19: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

3

dicegah untuk menghambat perkembangannya menjadi diabetes melitus melalui

modifikasi gaya hidup (Nasrul and Sofitri, 2012). Menurut Soewondo dan

Pramono (2011), tidak merokok memiliki kontribusi menurunkan risiko TGT

sebesar 44%.

Pada umumnya faktor risiko TGT tidak berbeda dengan diabetes tipe dua

yaitu obesitas, kurang aktivitas fisik, diet yang tidak sehat, dan riwayat diabetes

keluarga (IDF, 2015). Namun menurut Chang (2012), merokok juga termasuk

salah satu faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya TGT.

Beberapa penelitian dengan studi kohort di Korea menyebutkan bahwa

merokok memiliki hubungan yang signifikan dengan peningkatan risiko

perkembangan DM tipe 2. Merokok telah terbukti dapat menyebabkan

peningkatan konsentrasi glukosa darah dan meningkatkan resistensi insulin.

Kebiasaan merokok dapat meningkatkan radikal bebas dalam tubuh yang dapat

menganggu kerja insulin dan merusak sel beta pankreas. Merokok dapat

meningkatkan risiko TGT sebesar 1,4 kali dibanding individu yang tidak

merokok (Soewondo dan Pramono, 2011). Meskipun demikian, peningkatan

risiko kejadian TGT akibat merokok dipengaruhi oleh jumlah batang rokok

yang dihisap per hari, usia mulai merokok, durasi merokok, dan jenis rokok

yang dihisap (Chang, 2012).

Berdasarkan penelitian Marimoto 2013 dengan menggunakan desain studi

case series menyebutkan bahwa individu yang merokok 1 sampai 20 pack

pertahun berisiko mengalami resistensi insulin sebesar 17% kali dibanding

Page 20: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

4

bukan perokok dan risiko meningkat 2% pada perokok yang merokok 20

sampai 30 pack pertahun dan 3% pada perokok yang menghabiskan 30 pack

rokok dalam satu tahun. Penelitian Mosson dan Milnerowicz (2017) dengan

desain metaanalisis menunjukkan beberapa penelitian yang menyebutkan

merokok 10-19 batang perhari berisiko 1,84 kali terjadinya TGT dan meningkat

menjadi 1,87 kali saat merokok 20 batang atau lebih. Individu yang merokok

lebih dari 30 batang per hari meningkatkan risiko sebesar 23% untuk terjadinya

TGT. Banyaknya jumlah batang yang dihisap setiap harinya akan berpengaruh

terhadap kadar nikotin dalam darah. Hal ini sesuai dengan teori dose respons

relationship yaitu semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap maka

nikotin dalam darah juga semakin banyak. Kadar nikotin yang banyak juga

berpengaruh pada banyaknya pelepasan hormon kortisol. Hormon kortisol

merupakan antagonis insulin. Hormon inilah yang memicu pemecahan glukosa

terus menerus. Apabila hal ini terjadi terus menerus maka kerja insulin akan

terganggu (Sherwood, 2012).

Selain banyaknya nikotin, lama pajanan nikotin juga berpengaruh

terhadap kerja insulin, sehingga durasi merokok juga berkontribusi terhadap

kejadian TGT. Pada durasi merokok, penelitian dengan desain studi case

control menyebutkan bahwa individu yang merokok selama kurang dari 10

tahun berisiko 2,48 kali mengalami pradiabetes dan risiko meningkat menjadi

7,67 kali apabila merokok selama 11 sampai 20 tahun dan meningkat menjadi

12,86 apabila merokok selama lebih dari 20 tahun (Venkatachalam dkk., 2012).

Page 21: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

5

Semakin lama individu merokok maka semakin banyak radikal bebas yang

terakumulasi dalam tubuh. Zat-zat tersebut yang nantinya dapat menganggu

kerja insulin dan merusak sel beta pankreas, sehingga menyebabkan produksi

insulin menjadi berkurang dan mengakibatkan kadar gula dalam darah tidak

terkontrol (Sherwood, 2012).

Selain itu, durasi merokok juga dapat berpengaruh pada masa tubuh.

Individu yang merokok mengalami penurunan indeks massa tubuh. Hal ini

diakibatkan terjadinya penekanan respon lapar, dikarenakan saat merokok

terjadi pemecahan glukosa sehingga sel merasa tubuh masih bisa mencukupi

kebutuhan glukosa sendiri, akibatnya tubuh tidak memberikan sinyal lapar

ketika seseorang merokok (Kamaura dkk., 2011). Namun, penelitian lain justru

menyebutkan bahwa semakin lama individu merokok maka semakin berisiko

terhadap obesitas. Paparan nikotin dapat mengaktivasi ekspresi gen yang

bertanggungjawab atas penyimpanan lemak. Obesitas pada perokok inilah yang

juga menjadi faktor yang mempercepat untuk terjadinya TGT (Chiolero dkk.,

2008).

Penelitian Kim dkk., (2014) menyebutkan bahwa usia mulai merokok di

Amerika dan di Korea yaitu dimulai pada usia kurang dari 16 tahun. Di

Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 diketahui bahwa usia mulai

merokok setiap hari terdapat pada kelompok umur 10-14 tahun. Adapun

insidens TGT di Indonesia dimulai dari rentang usia 15 sampai 24 tahun. Hasil

penelitian Kim dkk., (2014) dengan desain studi cross sectional pada pria

Page 22: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

6

Amerika dan Korea Selatan menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

usia mulai merokok dengan kejadian TGT. Pada penelitian tersebut usia mulai

merokok kurang dari 16 tahun memiliki risiko 24% untuk terjadinya TGT

dibanding bukan perokok. Usia mulai merokok juga berkaitan dengan durasi

merokok. Ketika individu lebih cepat terpapar oleh asap rokok maka tubuh

akan menyimpan nikotin dalam darah terlebih dulu. Akumulasi radikal bebas

dalam tubuh ini dapat memicu terjadinya stres oksidatif, dimana stres oksidatif

ini dapat menyebabkan apoptosis sel beta pankreas yang merupakan sel

penghasil insulin akibatnya insulin yang dihasilkan tidak optimal (Bajaj, 2012).

Di Indonesia terdapat beberapa Jenis rokok yang dihisap diantaranya

rokok kretek, rokok putih, rokok linting atau cerutu, dan rokok cangklong.

Rokok kretek merupakan rokok yang paling berbahaya diantara jenis rokok

yang lain. Rokok kretek terdiri dari 30-40% zat adiktif, sedangkan rokok putih

memiliki kadar zat adiktif yang lebih rendah dibanding rokok kretek karena

tidak memiliki kandungan cengkeh yang merupakan penghasil tar dan memiliki

filter di ujung batang rokok. Untuk rokok linting dan cerutu memiliki kesamaan

yaitu berisi tembakau yang digulung (Kemenkes, 2012). Seperti penjelasan

sebelumnya bahwa semakin banyak nikotin yang masuk dalam darah maka

semakin banyak zat kotinin yang menstimulus pengeluaran hormon kortisol.

Efek yang ditimbulkan yaitu pemecahan glukosa terus menerus. Selain itu,

kotinin dapat memicu apoptosis dari sel beta pankreas sehingga proses produksi

insulin menjadi terganggu. Apabila hormon kortisol bekerja terus menerus

Page 23: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

7

untuk memecah glukosa dan tidak disertai dengan pengeluaran insulin yang

cukup untuk mengaturnya maka kadar glukosa dalam tubuh menjadi tidak

terkontrol. Insulin yang berperan sebagai kunci bagi glukosa untuk masuk

dalam sel juga tidak berfungsi dengan optimal sehingga glukosa hasil

pemecahan dari rangsangan hormon kortisol tersebut menumpuk dalam darah

(Sherwood, 2012).

Indonesia merupakan negara berkembang yang berpotensi mengalami

peningkatan insidens TGT. Berdasarkan hasil riskesdas biomedis tahun 2013,

diketahui prevalensi TGT sebesar 26,6% atau lebih dari seperempat jumlah

penduduk. Jika dibandingkan dengan Riskesdas 2007, maka terjadi peningkatan

insidens TGT sebesar 2,5%. Menurut ADA (2010) hal ini kemungkinan

disebabkan oleh perilaku merokok pria. Karena merokok merupakan faktor

langsung yang dapat menyebabkan resistensi insulin. Menurut WHO (2011),

Indonesia menjadi negara dengan prevalensi perokok terbanyak di ASEAN dan

terbanyak kedua di dunia (33%).

Berdasarkan data riskesdas 2013 juga diketahui bahwa proporsi merokok

di Indonesia sebesar 29,3% dan paling banyak berada di usia 30-34 tahun

dengan usia termuda perokok yaitu kelompok usia 10 sampai 14 tahun. Selain

itu terdapat 15 provinsi dengan proporsi merokok setiap hari di atas rata-rata

Indonesia. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kandungan nikotin dalam

rokok dapat menyebabkan gangguan kerja insulin yang dapat berakibat pada

peningkatan kadar glukosa darah . Berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa

Page 24: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

8

darah 2 jam paska pembebanan, sebagian besar dari penduduk yang diperiksa

gula darah tersebut tidak pernah didiagnosis DM oleh tenaga kesehatan,

sehingga hal ini bermanfaat sebagai upaya deteksi dini.

Riskesdas merupakan penelitian survei komunitas dengan skala nasional

dengan pengukuran penyakit tidak menular salah satunya pemeriksaan TGT

dan perilaku individu seperti konsumsi rokok. Hal tersebut memungkinkan

peneliti untuk melihat risiko yang ditimbulkan oleh merokok dengan kejadian

TGT di Indonesia. Sampai saat ini penelitian lanjut dari hasil Riskesdas

mengenai merokok dengan TGT di Indonesia belum pernah dilakukan.

Berdasarkan hasil cleaning data Riskesdas 2013, diperoleh persentase sampel

yang dapat dianalisis sebesar 94% yaitu 22.496 dari 23.893 sampel. Oleh

karena itu, dengan tersedianya data mengenai merokok dan TGT pada riskesdas

2013, penelitian mengenai hubungan merokok dengan kejadian TGT di

Indonesia penting dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

TGT merupakan salah satu kondisi yang berpotensi untuk berkembang

menjadi DM. Prevalensi TGT terus meningkat baik ditingkat nasional maupun

global. Sampai saat ini prevalensi TGT di Indonesia mencapai lebih dari

seperempat jumlah penduduk atau sekitar 52 juta penduduk. Padahal kondisi

TGT dapat dicegah dan ditanggulangi terlebih dahulu untuk mencegah dan/atau

menurunkan risiko berkembang menjadi DM. Salah satu faktor yang dapat

Page 25: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

9

dilakukan dalam menurunkan risiko perkembangan TGT menjadi DM yaitu

modifikasi gaya hidup. Gaya hidup yang erat kaitannya dengan resistensi

insulin yaitu merokok. Hasil riskesdas 2013 terdapat satu per empat lebih

(29,3%) masyarakat Indonesia merupakan perokok. Dari seperempat tersebut,

26,7% merupakan penderita TGT. Hal ini menunjukkan Indonesia berpotensi

mengalami peningkatan insidens TGT. Peningkatan risiko TGT pada

masyarakat yang merokok tentunya dipengaruhi juga oleh usia mulai merokok,

durasi merokok, banyaknya batang rokok yang dihisap dalam sehari, dan jenis

rokok yang dihisap. Oleh karena itu, untuk melihat risiko merokok dengan

kejadian TGT di indonesia, penelitian mengenai hubungan merokok dengan

kejadian TGT di Indonesia penting dilakukan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana proporsi kejadian TGT berdasarkan proporsi merokok (status

merokok, usia mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap, durasi merokok

dan jenis rokok) dan karakteristik individu (umur, jenis kelamin dan

konsumsi kopi) di Indonesia tahun 2013?

2. Bagaimana hubungan merokok (status merokok, usia mulai merokok,

jumlah rokok yang dihisap, durasi merokok dan jenis rokok) dan variabel

karakteristik individu (umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi) dengan

kejadian TGT di Indonesia tahun 2013?

Page 26: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

10

3. Bagaimana hubungan merokok (status merokok, usia mulai merokok,

jumlah rokok yang dihisap, durasi merokok dan jenis rokok) setelah

dikontrol variabel karakteristik individu (umur, jenis kelamin dan konsumsi

kopi) dengan kejadian TGT di Indonesia tahun 2013?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan merokok dengan kejadian toleransi glukosa

terganggu (TGT) di Indonesia tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya proporsi kejadian TGT berdasarkan proporsi merokok

(status merokok, usia mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap,

durasi merokok dan jenis rokok) dan karakteristik individu (umur,

jenis kelamin dan konsumsi kopi) di Indonesia tahun 2013.

2. Diketahuinya hubungan merokok (status merokok, usia mulai

merokok, jumlah rokok yang dihisap, durasi merokok dan jenis

rokok) dan variabel karakteristik individu (umur, jenis kelamin dan

konsumsi kopi) dengan kejadian TGT di Indonesia tahun 2013.

3. Diketahuinya hubungan merokok (status merokok, usia mulai

merokok, jumlah rokok yang dihisap, durasi merokok dan jenis

rokok) setelah dikontrol variabel karakteristik individu (umur, jenis

Page 27: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

11

kelamin dan konsumsi kopi) dengan kejadian TGT di Indonesia

tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Hasil penelitian dapat menjadi bahan rekomendasi terkait pengaruh

merokok dengan kejadian TGT, sehingga diharapkan ada kebijakan dan

program edukasi tentang perilaku merokok dan kaitannya dengan TGT.

Diharapkan kedepannya terjadi peningkatan upaya deteksi dini dan

perubahan penurunan kebiasaan merokok masyarakat Indonesia, sehingga

kejadian TGT dapat dideteksi dan ditanggulangi terlebih dulu supaya tidak

berkembang menjadi DM tipe dua. Pada akhirnya outcome yang diharapkan

yaitu menurunkan insidens DM tipe dua di Indonesia.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

Banlitbangkes terkait referensi penelitian mengenai TGT dan saran maupun

kritik instrumen penelitian untuk memperbaiki program survei nasional

kedepannya.

Page 28: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

12

3. Masyarakat Indonesia

Penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan untuk memperbanyak

pengetahuan masyarakat terkait perilaku merokok dengan kejadian TGT.

Selain itu, menjadi stimulus masyarakat agar melakukan deteksi dini kadar

glukosa darah, terutama pemeriksaan kadar gula darah 2 jam paska

pembebanan untuk mendeteksi terlebih dulu kejadian TGT agar dapat

melakukan pengendalian sejak awal.

4. Institusi Pendidikan

Sebagai bahan dalam pembuatan peraturan sekolah terkait perilaku

merokok agar siswa dan siswi mengetahui bahaya merokok dan tidak

merokok sejak dini.

5. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam

penelitian selanjutnya terkait risiko merokok terhadap kejadian TGT dengan

desain studi yang berbeda dan dengan menyertakan variabel-variabel yang

lain untuk melakukan kontrol atau mengetahui risiko yang lebih dominan.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini termasuk dalam penelitian epidemiologi analitik dengan

desain studi cross sectional analitik yang bertujuan untuk mengetahui

Page 29: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

13

hubungan merokok dengan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) di Indonesia

pada tahun 2013. Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data sekunder

Riskesdas tahun 2013. Variabel dalam penelitian ini meliputi status merokok,

usia mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap, durasi merokok, jenis rokok,

umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi. Analisis lanjut univariat, bivariat dan

multivariat dilaksanakan pada bulan Juni sampai Desember 2017.

Page 30: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

14

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Merokok

Menurut Chang (2012), merokok juga termasuk salah satu faktor yang

berperan penting dalam meningkatkan risiko pemkembangan diabetes melitus.

Merokok telah terbukti dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa

darah dan meningkatkan resistensi insulin. Kebiasan merokok dapat

meningkatkan radikal bebas dalam tubuh yang dapat merusak sel beta pankreas.

Merokok dapat meningkatkan risiko TGT sebesar 3 kali dibanding individu yang

tidak merokok (Bener,2009). Meskipun demikian, peningkatan risiko kejadian

TGT akibat merokok dipengaruhi oleh durasi merokok, jumlah rokok yang

dihisap dan jenis rokok yang dihisap (Chang, 2012).

Berdasarkan Kemenkes (2012), terdapat beberapa kandungan rokok yang

berbahaya bagi tubuh diantaranya yaitu nikotin, tar, karbon monoksida (CO),

timah hitam (Pb) dan lain lain.

1. Nikotin

Nikotin merupakan zat adiktif dan beracun. Nikotin yang dihirup

masuk ke dalam paru dan masuk ke aliran darah dan sampai pada otak dalam

tempo 7-10 detik. Nikotin mempengaruhi sejumlah hormon dan

neurotransmitter seperti dopamin, adrenalin dan insulin. Nikotin membuat

Page 31: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

15

individu merasa relax sehingga hal ini juga yang membuat individu memiliki

ketergantungan dengan rokok. Dalam satu batang rokok terdapat sekitar 8-20 mg

nikotin. Maksimum dosis pada manusia yaitu 60 mg. Semakin banyak rokok yang

dihisap maka semakin banyak pula akumulasi nikotin dalam tubuh. Nikotin dapat

terakumulasi dalam hati, ginjal, lemak dan paru-paru. Nikotin menyebabkan

peningkatan tekanan darah dan glukosa darah. Nikotin dalam tubuh akan berusaha

dikeluarkan kembali melalui urin sebesar 80% dan 20% masih berada dalam tubuh

(Steptoe and Ussher, 2006).

Nikotin merupakan zat adiktif sehingga tubuh berusaha untuk menghapus

jejak nikotin dan menstabilkan metabolisme tubuh. Hal ini ditunjukkan dengan

pelepasan hormon kortisol yang merupakan salah satu hormon stres. Akan tetapi

hal ini justru berakibat pada peningkatan glukosa darah dikarenakan hormon

kortisol bertugas untuk merangsang proses glikogenolisis di hati dan

glukoneogenesis di otot dan lemak akibatnya kerja insulin menjadi terganggu.

Apabila individu merokok setiap hari maka kortisol juga akan bekerja terus

menerus akibatnya insulin lama kelamaan tidak mampu mengontrol glukosa darah

yang pelepasannya dipicu oleh hormon kortisol sehingga glukosa dalam darah

akan meningkat (Steptoe dan Ussher, 2006).

2. Tar

Tar merupakan zat karsinogen yang berwarna coklat tua atau hitam. Tar ini

bersifat lengket dan dapat menempel pada paru. Adanya kandungan tar dalam

tubuh dapat ditandai dengan warna gigi dan kuku perokok yang kecoklatan. Tar

Page 32: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

16

mengganggu kerja mukosa silia yang merupakan pertahanan utama dalam

melawan infeksi. Penumpukan tar dalam tubuh dapat meningkatkan radikal bebas.

Radikal bebas ini akan memicu keluarnya hormon kortisol yang merupakan

pemicu untuk meningkatkan glukosa darah. Kortisol yang keluar terus menerus

akan mengganggu kerja insulin (Kemenkes, 2012).

3. Karbon Monoksida (CO)

Karbon monoksida adalah zat beracun yang tidak memiliki bau dan warna.

Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari zat arang atau karbon.

Gas CO dari sebatang rokok bisa mencapai 3-6% dan dapat dihisap oleh siapa saja.

Zat ini memiliki kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat didalam sel

darah merah. Ketika semakin banyak individu menghisap rokok maka sel darah

merah akan semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut CO bukan O2. Jika

kadar CO dalam darah berlebihan maka oksigen dalam darah akan turun drastis.

Dengan demikian jaringan tubuh akan mengalami hipoksia. Apabila hipoksia ini

menyerang otak maka akan terjadi gangguan sususan saraf pusat, sedangkan saraf

pusat merupakan pengendali dari aktivitas-aktivitas hormon dalam tubuh.

Akibatnya pelepasan hormon juga akan terganggu apabila terjadi hipoksia pada

otak. Hormon sangat erat kaitannya dengan metabolisme tubuh khususnya

metabolisme glukosa (Kemenkes, 2012).

Page 33: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

17

4. Timah hitam (Pb)

Timah hitam merupakan partikel asap rokok. Setiap satu batang rokok

mengandung 0,5 mikrogram timah hitam. Bila individu menghisap 1 bungkus

rokok per hari berarti menghasilkan 10 mikrogram, sedangkan batas bahaya Pb

dalam tubuh adalah 20 mikrogram/hari (Kemenkes, 2012).

Akumulasi zat-zat adiktif dari rokok sesuai dengan teori dose respons relationship

yaitu semakin banyak rokok yang dihisap maka semakin banyak pula zat nikotin yang

masuk ke dalam darah (Kamaura dkk., 2011). Selain itu semakin lama individu merokok

tentunya juga semakin banyak akumulasi zat nikotin dalam tubuh. Berikut adalah

penjelasannya.

2.1.1 Usia mulai merokok

Penelitian Kim dkk., (2014) menyebutkan bahwa usia mulai merokok di

Amerika dan di Korea yaitu dimulai pada usia kurang dari 16 tahun. Di Indonesia,

berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 diketahui bahwa usia mulai merokok setiap

hari terdapat pada kelompok umur 10-14 tahun. Adapun insidens TGT di Indonesia

dimulai dari rentang usia 15 sampai 24 tahun (Riskesdas, 2013). Usia 15 sampai 24

tahun masuk pada kelompok usia remaja awal dimana pada usia tersebut remaja,

individu dituntut untuk mandiri dan memiliki prinsip sesuai dengan tujuan

hidupnya.

Selain itu masa remaja merupakan masa dimana individu dituntut untuk

melepaskan ketergantungannya pada orang tua. Pada masa ini pun, teman pergaulan

Page 34: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

18

sangat berpengaruh dalam mengubah perilaku individu, dan solidaritas kelompok

sangat diutamakan. Hal ini ditentukan dari seberapa banyak ia mau untuk

melakukan hal sesuai dengan kelompoknya lakukan. Apabila dia masuk pada

kelompok dengan sebagian besar merokok, karena solidaritas kelompok inilah

individu remaja merasa juga harus melakukannya (Widiansyah, 2014). Individu

yang mula-mula merokok bisa bukan karena keinginannya sendiri akan tetapi

karena tidak ingin dianggap orang asing dalam kelompoknya. Karena rokok

memiliki zat nikotin yang memiliki sifat ketergantungan maka lama-kelamaan dia

merokok karena paksaan dari dalam dirinya sendiri.

Menurut Molina (2017), remaja merupakan masa dimana individu memiliki

rasa ingin tahu yang tinggi. Akan tetapi, rasa ingin tahu tersebut juga bisa

berdampak negatif apabila tidak didasari dengan pengetahuan dan pemahaman yang

baik. Rasa ingin tahu tersebut mendorong remaja untuk melakukan perilaku yang

orang dewasa lakukan. Seperti merokok, perilaku merokok menjadikan simbol

sebuah kematangan, kedewasaan dan daya tarik bagi lawan jenis. Melalui merokok,

remaja akan tampak bebas dan dewasa saat mereka bergabung dan menyesuaikan

diri dengan teman-teman sebaya yang merokok. Hal ini juga disebut dengan

konformitas.

Konformitas merupakan perubahan perilaku sebagai akibat dari pengaruh

sosial berupa tekanan kelompok maupun norma-norma dalam kelompok. Menurut

Baron dkk., (2008), manusia cenderung mengikuti aturan-aturan yang ada dalam

lingkungannya dan konformitas memberikan suatu tekanan yang kuat, sehingga

usaha untuk menghindari situasi ini dapat menenggelamkan nilai-nilai personalnya.

Page 35: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

19

Sebagai contoh remaja memiliki kelompok teman bergaul yang seluruh anggotanya

merokok. Secara tidak langsung terdapat suatu tekanan yang mendorong remaja

tersebut untuk melakukan hal serupa. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka ia

akan kehilangan rasa simpati dari kelompoknya dan kemudian perlahan akan dijauhi

karena dianggap tidak mengikuti aturan-aturan dalam kelompok. Oleh karena itu,

masa remaja ini perlu mendapat perhatian khusus karena berkaitan dengan usia

mulai merokok individu. Dimana menurut Pan dkk., (2015), semakin muda usia

individu saat mulai merokok, maka semakin sulit untuk berhenti merokok.

Setelah diketahuinya usia mulai merokok ini dapat dilakukan pemetaan

kelompok usia berisiko terhadap awal mula perilaku merokok sehingga dapat

dilakukan upaya promosi kesehatan sedini mungkin bagi remaja. Program ini sangat

diperlukan bagi remaja untuk memberikan pengetahuan bagi dirinya. Pemberian

edukasi dapat dilaksanakan melalui kegiatan di sekolah maupun pendekatan pada

orang tua. Sekolah merupakan salah satu tempat yang dapat membentuk kepribadian

individu. Kepribadian inilah yang menentuka perilaku dan mutu dari dirinya sendiri.

Pengetahuan yang cukup terhadap kesehatan akan mendorong individu untuk

berperilaku sehat .

Hasil penelitian Kim dkk., (2014) dengan desain studi cross sectional pada

pria Amerika dan Korea Selatan menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

usia mulai merokok dengan kejadian TGT. Pada penelitian tersebut usia mulai

merokok kurang dari 16 tahun memiliki risiko 24% untuk terjadinya TGT dibanding

bukan perokok. Usia mulai merokok juga berkaitan dengan durasi merokok. Ketika

individu lebih cepat terpapar oleh asap rokok maka tubuh akan menyimpan nikotin

Page 36: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

20

dalam darah terlebih dulu. Akumulasi radikal bebas dalam tubuh ini dapat memicu

terjadinya stres oksidatif, dimana stres oksidatif ini dapat menyebabkan apoptosis

sel beta pankreas yang merupakan sel penghasil insulin akibatnya insulin yang

dihasilkan tidak optimal (Bajaj, 2012). Selain usia mulai rokok, jumlah batang

rokok yang dihisap perharinya tentunya memiliki kontribusi terhadap kejadian TGT.

2.1.2 Jumlah rokok yang dihisap

Teori dose respons relationship menyatakan bahwa semakin banyak pajanan

yang masuk ke dalam tubuh maka semakin tinggi pula risikonya dan semakin berat

pula efek yang ditimbulkan (Kamaura dkk., 2011). Jumlah rokok yang dihisap

sejalan dengan teori tersebut yaitu semakin banyak jumlah batang rokok yang

dihisap maka nikotin dalam darah juga semakin banyak. Kadar nikotin yang banyak

juga berpengaruh pada banyaknya pelepasan hormon kortisol.

Hormon kortisol merupakan hormon antagonis insulin. Hormon inilah yang

memicu pemecahan glukosa terus menerus. Apabila hal ini terjadi terus menerus

maka kerja insulin akan terganggu (Sherwood, 2012). Akibatnya sel beta pankreas

akan merespon dengan memproduksi dan melepaskan insulin lebih banyak lagi.

Akan tetapi karena aktivitas insulin sudah terganggu oleh adanya sehingga kinerja

insulin juga menurun. Akibatnya pemecahan glukosa yang seharusnya dapat

digunakan sel untuk menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan makanan

menjadi tidak terpakai dan tersebar dalam aliran darah, sehingga glukosa darah

meningkat.

Page 37: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

21

Menurut kemenkes RI tahun 2012, jenis perokok dibagi menjadi tiga yaitu

perokok ringan (1-10 batang perhari), perokok sedang (11-20 batang perhari) dan

perokok berat lebih dari 20 batang perhari. Berdasarkan penelitian Venkatachalam

dkk., 2012 dengan menggunakan desain studi case contol menyebutkan bahwa

individu yang merokok kurang dari 10 batang perhari berisiko mengalami TGT

sebesar 3,07 kali dibanding bukan perokok dan perokok yang merokok lebih dari 10

batang perhari berisiko 7,15 kali untuk terkena TGT. Penelitian Mosson dan

Milnerowicz (2017) menyebutkan bahwa adanya peningkatan risiko sebesar 2

sampai 3 kali pada individu yang merokok lebih dari 20 batang sehari untuk

mengalami gangguan TGT.

2.1.3 Durasi merokok

Selain banyaknya nikotin, lama pajanan nikotin juga berpengaruh terhadap

kerja insulin, sehingga durasi merokok juga berkontribusi terhadap kejadian TGT.

Semakin lama individu merokok maka semakin banyak radikal bebas yang

terakumulasi dalam tubuh. Zat-zat tersebut yang nantinya dapat menganggu kerja

insulin dan merusak sel beta pankreas, sehingga menyebabkan kadar gula dalam

darah tidak terkontrol.

Pada durasi merokok, penelitian dengan desain studi case control

menyebutkan bahwa individu yang merokok selama kurang dari 10 tahun berisiko

2,48 kali mengalami pradiabetes dan risiko meningkat menjadi 7,67 kali apabila

merokok selama 11 sampai 20 tahun dan meningkat menjadi 12,86 apabila merokok

selama lebih dari 20 tahun (Venkatachalam dkk., 2012).

Page 38: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

22

2.1.4 Jenis rokok

Di Indonesia terdapat beberapa jenis rokok diantara yaitu rokok kretek, rokok

putih, rokok linting, dan cangklong atau cerutu (Kemenkes, 2012).

a. Rokok Kretek

Rokok kretek mengandung 60-70% tembakau, 30-40% cengkeh dan zat

adiktif lainnya. Rokok ini mengandung nikotin, tar, dan karbon monoksida

yang lebih banyak dari jenis rokok lainnya. Rokok kretek memiliki ciri tidak

adanya filter atau sejenis gabus diujung rokok batang rokok. Akan tetapi, akhir-

akhir ini terdapat produk baru dari rokok kretek yang memiliki filter di ujung

batangnya. Sehingga yang membedakan antara rokok kretek dan rokok putih

adalah bukan dari ada tidaknya filter di ujung batang rokok, tetapi dari ada

tidaknya campuran cengkeh dalam rokok tersebut karena rokok putih

merupakan jenis rokok tanpa campuran cengkeh.

b. Rokok Putih

Rokok putih adalah jenis rokok yang tidak memiliki campuran cengkeh.

Jenis ini memiliki filter di ujung batang rokok. Rokok ini sering disebut dengan

mild. Rokok ini memiliki kandungan nikotin yang lebih rendah dibanding rokok

kretek dan rokok pada umumnya.

c. Rokok linting

Seperti namanya rokok linting merupakan gulungan utuh dari daun

tembakau yang dikeringkan dan difermentasikan. Rokok ini dianggap kurang

Page 39: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

23

berbahaya oleh masyarakat sehingga banyak anak kecil yang mengkonsumsi

rokok jenis ini. Padahal rokok linting memiliki kandungan zat adiktif yang

sama berbahayanya dengan rokok yang lain.

d. Cangklong atau cerutu

Kandungan tembakau dari rokok jenis cangklong atau cerutu lebih

banyak dibandingkan jenis lainnya, seringkali cerutu hanya mengandung

tembakau saja.

Seperti penjelasan sebelumnya bahwa semakin banyak nikotin yang masuk

dalam darah maka semakin banyak zat kotinin yang menstimulus pengeluaran

hormon kortisol. Efek yang ditimbulkan yaitu pemecahan glukosa terus menerus.

Selain itu, kotinin dapat memicu apoptosis dari sel beta pankreas sehingga proses

produksi insulin menjadi terganggu. Apabila hormon kortisol bekerja terus menerus

untuk memecah glukosa dan tidak disertai dengan pengeluaran insulin yang cukup

untuk mengaturnya maka kadar glukosa dalam tubuh menjadi tidak terkontrol. Insulin

yang berperan sebagai kunci bagi glukosa untuk masuk dalam sel juga tidak berfungsi

dengan optimal sehingga glukosa hasil pemecahan dari rangsangan hormon kortisol

tersebut menumpuk dalam darah (Sherwood, 2012).

Aktivitas merokok merupakan suatu aktivitas menghisap batang rokok yang

didalamnya terdapat berbagai macam jenis zat adiktif yang tentunya berbahaya bagi

tubuh karena mengganggu metabolisme tubuh secara normal. Normalnya, hormon

insulin dalam tubuh yang bertugas sebagai pengatur penyerapan, pemakaian dan

Page 40: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

24

penyimpanan glukosa sudah bisa bekerja dengan baik sesuai dengan kadarnya

walaupun pada hakikatnya insulin memiliki banyak hormon-hormon antagonis yang

ketika keseimbangannya tidak terjaga dengan baik maka kerja insulin juga akan

terganggu. Berikut adalah penjelasan mengenai metabolism glukosa secara normal

dan hormon-hormon yang berpengaruh terhadap regulasi glukosa.

2.2 Metabolisme Glukosa

Terdapat beberapa jenis metabolisme glukosa dalam tubuh. Diantaranya yaitu

glikolisis, glikogenesis, glikogenolisis dan glukoneogenesis dkk., 2009).

1. Glikolisis

Glikolisis merupakan tahap pertama metabolisme karbohidrat. Glikolisis

terjadi pada sitosol di semua sel. Glikolisis merupakan tahap pemecahan glukosa

menjadi piruvat dan laktat. Selanjutnya piruvat dioksidasi menjadi asetil KoA.

Akhirnya asetil KoA masuk ke dalam rangkaian siklus asam sitrat untuk

dikatabolisir menjadi energi. Proses ini terjadi jika tubuh membutuhkan energi

untuk beraktivitas. Jika tubuh memiliki glukosa melampaui kebutuhan energi,

maka kelebihan glukosa akan disimpan dalam bentuk glikogen. Proses ini

kemudian disebut dengan glikogenesis.

2. Glikogenesis

Glikogenesis merupakan suatu proses perubahan glukosa menjadi

glikogen. Glikogen merupakan bentuk simpanan utama karbohidrat dalam tubuh

terutama di hati dan otot. Glikogen otot berfungsi untuk proses glikolisis dalam

Page 41: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

25

otot itu sendiri, sedangkan glikogen hati berhubungan dengan simpanan dan

pengiriman heksosa keluar untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Apabila

glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat mencukupi kebutuhan, maka

glikogen harus dipecah untuk mendapatkan glukosa sebagai sumber energi.

Proses ini disebut dengan glikogenolisis.

3. Glikogenolisis

Glikogenolisis adalah proses pemecahan glikogen menjadi glukosa ketika

asupan makanan tidak dapat mencukupi kebutuhan glukosa tubuh.

4. Glukoneogenesis

Glukoneogenesis merupakan tahapan pembentukan glukosa dari

senyawa-senyawa non karbohidrat seperti lemak mapun protein. Proses ini

terjadi jika sumber energi karbohidrat tidak tersedia lagi. Ketika karbohidrat

tidak tersedia, maka tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi. Jika

lemak juga tidak tersedia, maka tubuh menggunakan protein sebagai sumber

energi.

Secara umum metabolisme glukosa di dalam tubuh dibagi menjadi dua yaitu

pada saat puasa dan pada saat individu telah mengkonsumsi makanan. Setelah

individu makan, maka makanan yang dicerna dalam usus akan diurai dan dipecah

sehingga menghasilkan glukosa. Proses yang terjadi setelah individu mengkonsumsi

makanan yaitu glikogenesis yaitu pembentukan glikogen. Proses glikogenesis ini

Page 42: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

26

terjadi pada otot, lemak dan hepar. Pada kondisi ini insulin bertugas untuk

merangsang pembentukan glikogen. Sedangkan pada saat puasa, proses yang terjadi

yaitu proses pemecahan glukosa atau yang disebut dengan glikogenolisis dan

glukoneogenesis. Proses tersebut dipicu oleh hormone glucagon. Pada tahap ini

insulin tetap bekerja yaitu dengan mensupresi pelepasan glukagon apabila glukosa

dalam sel sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Proses ini terjadi terus

menerus dan berkesinambungan apabila tidak adanya zat-zat lain atau nutrisi lain

yang menganggu aktivitas insulin. Akan tetapi, metabolism ini berbeda jika dalam

tubuh individu terdapat kandungan nikotin karena ada hormon lain yang bertugas

untuk merespon nikotin dalam tubuh, dimana kerja hormon ini dapat mengganggu

kerja insulin. Berikut adalah hormon yang bertugas dalam regulasi glukosa dalam

tubuh.

2.3 Hormon yang Berperan dalam Regulasi Glukosa

Dalam tubuh manusia, terdapat beberapa hormon yang berperan dalam regulasi

glukosa diantaranya yaitu insulin, glukagon, amilin, epinefrin, kortisol, dan growth

hormone. Hormon regulator ini berperan dalam menstabilkan kadar glukosa dalam

sirkulasi (Sherwood, 2012).

1. Insulin

Hormon yang disekresi oleh sel beta pankreas yang memiliki tiga fungsi

yaitu memberikan sinyal pada sel-sel di jaringan perifer untuk pengambilan

glukosa biasanya pada jaringan lemak dan otot. Kedua, insulin bekerja di hati

Page 43: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

27

untuk memicu proses glikogenesis dan ketiga, sekresi glukagon oleh sel beta

pankreas akan terus diinhibisi untuk menghentikan proses glikogenolisis dan

glukoneogenesis. Ketiga cara ini pada akhirnya akan menurunkan kadar glukosa

darah. Selain itu, insulin juga berperan dalam menstimulasi sintesis lemak,

memicu penyimpanan trigliserida di dalam jaringan lemak, memicu sintesis

protein di dalam hati dan otot , serta membantu prosesproliferasi jaringan yang

sedang berkembang.

2. Glukagon

Glukagon merupakan hormon yang juga disekresikan oleh sel alfa

pankreas. Hormon ini memiliki peran yang berkebalikan dengan insulin.

Glukagon berperan besar dalam mempertahankan kadar glukosa darah saat

berpuasa ataupun saat tidak mengkonsumsi makanan dengan cara menstimulasi

produksi glukosa dari hati melalui proses glikogenolisis da glukoneogenesis.

Glukosa yang dihasilkan dari hati akan mempertahankan konsentrasi basal

glukosa dalam rentang normal saat berpuasa. Apabila glukosa darah menurun di

bawah rentang normal, maka akan memicu sekresi glukagon dan selanjutnya

produksi glukosa dari hati akan menstabilkan kembali kadar glukosa darah. Jika

kadar glukosa darah normal maka hal ini tidak akan terjadi karenaa sekresi

glukagon telah dihambat oleh kerja insulin.

Page 44: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

28

3. Epinefrin

Hormon epinefrin berfungsi meningkatkan proses glikogenolisis,

glukoneogenesis dan sekresi glukagon. Hormon ini menstimulasi simpatis saat

stres dan olahraga. Tugasnya yaitu menyediakan energi dalam keadaan darurat

dan olahraga.

4. Kortisol

Pengaruh utama kortisol adalah pada metabolisme glukosa di dalam tubuh.

Kortisol berfungsi untuk meningkatkan kadar glukosa di dalam tubuh dengan

membantu mobilisasi glukagon dari pankreas, serta meningkatkan metabolisme

pembentukan glukosa dari bahan non-karbohidrat (lemak dan protein). Dalam

kondisi yang mencekam (stres), tubuh cenderung memiliki laju metabolisme

yang tinggi, oleh karena itu dibutukan begitu banyak glukosa sebagai bahan

bakar pembentuk energi. Kortisol membantu penyediaan akan kebutuhan glukosa

yang meningkat. Kortisol akan mempengaruhi sel–sel otot yang akan

merangsang perombakan protein otot. Hasil perombakan ini dibawa menuju hati

dan ginjal untuk dibentuk glukosa (oleh glukagon) lalu dibebaskan ke darah.

Apabila glukosa hasil perombakan dari protein otot dibebaskan terus menerus

dalam darah, maka kadar glukosa darah meningkat.

Pada sistem peredaran darah, kortisol sangat penting guna membantu

mempertahankan keseimbangan tekanan darah dengan memelihara kepekaan

pembuluh darah dari pengaruh hormon adrenalin lainnya. Kortisol juga berperan

dalam meningkatkan rangsang pada sel –sel saraf serta memicu terjadinya

Page 45: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

29

apoptosis (kematian jaringan yang tidak dibutuhkan). Kortisol memiliki efek

negatif pada jaringan tulang. Kortisol menghambat penyerapan senyawa kalsium

dari saluran pencernaaan dan saluran tubulus ginjal. Dengan demikian, dapat

menghambat penulangan pada tubuh. Kortisol sangat penting dalam

perkembangan sistem saraf, indera, saluran pernafasan serta pencernaan pada

janin. Kortisol dapat juga digunakan untuk mengatasi peradangan yang terjadi

pada tubuh seperti radang sendi (artritis). Namun demikian penguunaan kortisol

yang berlebih dapat menimbulkan reaksi peningkatan terhadap infeksi dan

penurunan sistem kekebalan tubuh.

5. Growth hormone (GH)

Hormon pertumbuhan memiliki efek anabolik di otot. Meskipun dapat

meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah namun GH dalam keadaan

normal kurang penting untuk regulasi keseluruhan metabolisme bahan bakar.

Tidur, stres, olahraga, dan hipoglikemia berat merangsang sekresi GH, mungkin

untuk menyediakan asam lemak sebagai sumber energi dan menyediakan asupan

glukosa bagi otak. GH membantu mempertahankan konsentrasi glukosa selama

kelaparan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa glukagon, epinefrin,

kortisol, dan GH semua memiliki fungsi yaitu meningkatkan kadar glukosa dalam

darah. Karena itu, hormon-hormon tersebut dianggap sebagai antagonis insulin.

Dengan demikian alasan utama penderita diabetes melitus menimbulkan konsekuensi

Page 46: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

30

yang sangat merugikan yaitu karena tidak adanya mekanisme pengontrol yang

mendorong anabolisme ketika aktivitas insulin kurang memadai sehingga reaksi-

reaksi katabolik digerakkan oleh hormon-hormon tersebut tanpa kendali. Satu-

satunya pengecualian yaitu anabolisme protein yang dirangsang oleh GH, sehingga

upaya preventif yang dilakukan pada masa pradiabetes sangatlah penting untuk

mencegah individu mengalami diabetes melitus di kemudian hari.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai kandungan rokok dan efek

merokok serta metabolisme glukosa darah secara normal dan hormon-hormon yang

berperan dalam regulasinya beikut adalah mekanisme terjadinya kejadian TGT akibat

pajanan dari nikotin dalam rokok.

2.4 Mekanisme Merokok dengan Resistensi Insulin

Pada umumnya faktor terpenting dalam menimbulkan resistensi insulin yaitu

obesitas, terutama obesitas sentral. Akumulasi asam lemak dalam otot dapat

menghambat kinerja insulin dengan menghambat pemasokan glukosa dalam sel.

Sedangkan deposisi trigliserid pada hati akibat peningkatan distribusi asam lemak

bebas melalui sirkulasi portal ke hati, meningkatkan glukoneogenesis dan

menyebabkan kegagalan kerja insulin. Selain obesitas terdapat banyak gaya hidup

yang dapat mempengaruhi kinerja hormon insulin salah satunya yaitu merokok.

Merokok dapat meningkatkan radikal bebas dalam tubuh. Salah satu kandungan

rokok yang mengganggu kerja metabolisme tubuh yaitu nikotin. Nikotin yang berasal

dari rokok dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Nikotin

Page 47: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

31

tersebut akan sampai pada otak dan menimbulkan rasa nyaman pada perokok.

Selanjutnya nikotin diedarkan dalam darah (Sherwood, 2012).

Proses metabolisme nikotin terjadi di dalam paru-paru. Disini, Nikotin akan

diubah menjadi kotinin dan nikotin oksida. Selain itu, di dalam organ hati, enzim

yang disebut sitokrom P450 akan mencerna sekitar 80% nikotin akan menjadi

kotinin. Kotinin dapat dikeluarkan melalui urin, sehingga urin seorang perokok akan

menimbulkan bau yang sangat tajam. Kotinin memiliki waktu paruh 24 jam. Artinya,

24 jam setelah merokok, zat kotinin dalam tubuh akan tersisa setengahnya. Nikotin

yang tersisa dalam darah, juga akan disaring di dalam ginjal dan akan dikeluarkan

melalui urin. Tubuh akan mencoba untuk menghapus semua jejak nikotin dari sistem

tubuh karena beracun. Namun, ini tergantung pada dua faktor utama yaitu berapa

lama dan berapa banyak rokok yang telah dihisap (Bajaj, 2012).

Nikotin berada dalam darah selama 1-3 hari. Seorang perokok yang merokok

setiap hari tetap mengeluarkan nikotin melalui urin tetapi terdapat zat kotinin yang

terakumulasi dalam tubuh. Nikotin yang terakumulasi dalam tubuh dapat memicu

kerja hormon kortisol. Hormon kortisol berfungsi meningkatkan proses

glukoneogenesis yaitu metabolisme glukosa dari senyawa non karbohidrat seperti

lemak dan protein. Sehingga kebanyakan dari perokok mengalami penurunan berat

badan. Efek pengeluaran hormon kortisol yang berlebihan ini dapat mengganggu

kinerja insulin. Tidak adanya mekanisme pengontrol yang mendorong anabolisme

ketika aktivitas insulin kurang memadai inilah yang kemudian menjadi kinerja insulin

menurun dan lama kelamaan akan menyebabkan resistensi insulin (Sherwood, 2012).

Page 48: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

32

Ketika terjadi resistensi insulin, maka insulin ada dalam tubuh tetapi tidak dapat

berfungsi. Akibatnya terjadi gangguan penyerapan glukosa di sel otot dan lemak

karena insulin yang bertugas sebagai kunci atau perantara masuknya glukosa dalam

sel sudah tidak dapat berfungsi. Disisi lain karena pasokan glukosa dalam sel tidak

dapat terpenuhi maka tubuh akan merespon dengan meningkatkan produksi glukosa

oleh hati melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Walaupun pasokan

glukosa telah banyak dihasilkan oleh simpanan dihati, lemak dan otot. Akan tetapi

karena insulin tidak dapat berfungsi akibatnya glukosa tersebut tidak dapat masuk

dalam sel dan tetap berada dalam darah. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan

kadar glukosa darah (Tabak dkk., 2012).

2.5 Mekanisme Kejadian Toleransi Glukosa Terganggu

Glukosa dari makanan yang masuk melalui mulut dicerna dalam usus kemudian

di serap ke dalam aliran darah. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel

tubuh di otot dan jaringan. Agar dapat menjalankan fungsinya, glukosa membutuhkan

insulin. Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta di pankreas. Ketika

individu makan, pankreas memberi respon dengan mengeluarkan insulin ke dalam

aliran darah. Seperti sebuah kunci, insulin bertugas membukakan pintu sel agar

glukosa bisa masuk. Dengan demikian glukosa sudah terdistribusi dalam sel dan

kadar glukosa dalam darah menjadi turun (Sherwood, 2012).

Sekresi insulin pada orang normal meliputi 2 fase yaitu fase dini (fase 1) atau

early peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan. Insulin yang

disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai); dan

Page 49: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

33

fase lanjut (fase 2) adalah sekresi insulin dimulai 50 sampai 120 menit setelah

stimulasi glukosa. Pada fase 1, pemberian glukosa akan meningkatkan sekresi insulin

untuk mencegah kenaikan kadar glukosa darah, dan kenaikan glukosa darah

selanjutnya akan merangsang fase 2 untuk meningkatkan produksi insulin. Makin

tinggi kadar glukosa darah sesudah makan makin banyak pula insulin yang

dibutuhkan, akan tetapi kemampuan ini hanya terbatas pada kadar glukosa darah

dalam batas normal (Nasrul dan Sofitri, 2012).

Pada kondisi TGT, sekresi insulin di fase 1 tidak dapat menurunkan glukosa

darah sehingga merangsang fase 2 untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi

sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal.

Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar

insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat,

sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Inilah tahap dimana glukosa darah

puasa terganggu. Kemudian secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk

menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan TGT, dimulai

dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan

fase 2 (Nasrul and Sofitri, 2012).

2.6 Definisi TGT

American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan pradiabetes sebagai

keadaan individu yang mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan atau

Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT). Kepustakaan lain menyebutkan keadaan

pradiabetes yaitu kondisi glukosa darah plasma meningkat tetapi belum cukup untuk

Page 50: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

34

dapat didiagnosis sebagai diabetes melitus. TGT merupakan kondisi glukosa 2 jam

pasca pembebanan 75 gram glukosa oral ≥140 mg/dl dan <200 mg/dl atau 140-199

mg/dl, sedangkan GDPT merupakan kondisi glukosa darah individu yang berkisar

antara 100-125 mg/dl. Kondisi tersebut tentunya belum cukup untuk membuat

individu terdiagnosis DM. dikarenakan DM sendiri merupakan kondisi glukosa darah

sewaktu ≥200 mg/dl jika terdapat keluhan poliuri, polifagi, polidipsi dan penurunan

berat badan tanpa penyebab yang jelas; mengalami nilai TGT ≥200 mg/dl dan GDP

≥126 mg/dl (ADA, 2010).

2.7 Diagnosis TGT

Diagnosis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM seperti poliuri, polidipsi,

polifagi dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Jika

terdapat gejala khas dan pemeriksaan gula darah sewaktu menunjukkan ≥200 mg/dL

atau gula darah puasa menunjukkan ≥126 mg/dL maka sudah dikatakan sebagai DM.

Sedangkan pada pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa abnormal

satu kali saja belum cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan investigasi

lebih lanjut yaitu Gula darah puasa ≥126 mg/dL, Gula darah sewaktu ≥200 mg/dL

pada hari berikutnya atau dengan tes toleransi glukosa oral yang menunjukkan ≥200

mg/dL (ADA, 2010). Pada kondisi pradiabetes bisa ditegakkan bila hasil tes kadar

glukosa 2 jam pasca pembebanan 75 gram glukosa oral 140-199 mg/dl dan atau nilai

GDPT menunjukkan kisaran 100-125 mg/dl (Goldenberg dan Punthakee, 2013).

Adapun yang dilakukan individu sebelum dilakukan tes TGT yaitu dengan

mengontrol pola makan selama 3 hari. Lalu melakukan puasa selama 8 jam sebelum

Page 51: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

35

diberi minuman yang mengandung glukosa 75 gram. 2 jam setelah diberi

pembebanan glukosa tersebut, kadar glukosa darah diukur (Alphaparm, 2009).

2.8 Epidemiologi TGT

The National Diabetes Data Group (NDDG) pada tahun 1970 memperkenalkan

istilah intoleransi glukosa. Subjek dengan intoleransi glukosa belum cukup untuk

dikategorikan menjadi diabetes. The Expert Comitte on Diabetes Mellitus tahun 2003

memperluas konsep ini dengan mengkategorikan pradiabetes menjadi dua yaitu

Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) dan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT).

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa TGT merupakan faktor risiko lebih besar

untuk menyebabkan insidens DM tipe 2 dibanding dengan GDPT (Nasrul dan Sofitri,

2012). Diperkiraan 300 juta penduduk di seluruh dunia mengalami pradiabetes.

Penelitian di negara berkembang melaporkan 9,2% populasi umum mengalami

GDPT dan 4,3% mengalami TGT. Prevalensi pradiabetes di Australia berkisar antara

4,55% sampai 10,15%. Di Jepang, Singapura dan Afrika Selatan prevalensi

pradiabetes mencapai rentang 8,02% sampai 15,85% . Berdasarkan data Riskesdas

2013, prevalensi pradiabetes di Indonesia berdasarkan nilai TGT sebesar 26,6% yaitu

hampir sepertiga dari jumlah penduduk (Nasrul dan Sofitri, 2012).

2.9 Faktor Confonder antara Hubungan Merokok dengan TGT

TGT merupakan kejadian yang ditandai dengan kadar glukosa 2 jam setelah

pembebanan berada pada rentang 140-199 mg/dl. Kondisi ini terjadi secara kronik

dan apabila tidak ditanggulangi dengan segera maka dapat mengakibatkan insidens

Page 52: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

36

DM tipe 2, sehingga pada dasarnya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap TGT

tidak berbeda dengan DM tipe 2 yaitu merokok, obesitas, aktivitas fisik rendah, umur

diatas 45 tahun, jenis kelamin, dan konsumsi kopi (Bustan, 2007). Namun, tidak

semua tersebut menjadi confonder antara hubungan merokok dengan TGT tergantung

dengan karakteristik masing-masing populasi penelitian. Berikut adalah beberapa

variabel yang secara substansi diduga menjadi konfonder antara hubungan merokok

dengan TGT. Berikut faktor confonder antara hubungan merokok dengan kejadian

TGT.

2.9.1 Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi

1. Umur

Berbagai penelitian sepakat bahwa semakin tua individu semakin

berisiko terhadap penyaki tidak menular, khususnya TGT (Soewondo and

Pramono, 2011; Zhao dkk., 2015; Nur dkk., 2016). Hal ini dikarenakan

kinerja sel beta pankreas sebagai penghasil insulin juga dipengaruhi oleh

usia individu. Semakin tua usia individu maka semakin banyak

karakteristik yang melekat pada dirinya seperti pola makan, pola

aktivitas, stres dan lain sebagainya. Sehingga peran insulin menjadi lebih

kompleks dalam mengatur regulasi glukosa dalam tubuh. Akibatnya

lama-kelamaan kinerjanya akan menurun apabila tidak dijaga dengan baik

khususnya ketika individu merokok (Oba dkk., 2015).

Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa semakin tua individu maka

semakin banyak rokok yang dihisap. Hal ini berkaitan dengan aktivitas

Page 53: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

37

yang dilakukan. Pada usia produktif, baik pria maupun wanita cenderung

menghabiskan waktu untuk melakukan pekerjaannya dan merokok pada

jam istirahat atau jam setelah bekerja (Widiansyah, 2014). Begitu juga

pada usia remaja, remaja masih menghabiskan waktunya di sekolah. Pada

area perkantoran maupun sekolah dilarang melakukan aktivitas merokok.

Berbeda dengan usia dewasa lanjut sampai lansia yang kebanyakan sudah

terjadi penurunan aktivitas sehari-hari baik dalam hal pekerjaan maupun

rumah tangga. Banyak waktu luang yang tersedia, akibatnya waktu luang

tersebut sering digunakan untuk merokok.

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa umur menjadi faktor yang

secara subtansi menjadi perancu antata hubungan merokok dengan TGT.

Hal ini dikarenakan semakin tua usia individu maka semakin banyak

rokok yang dihisap dan semakin banyak rokok yang dihisap

meningkatkan risiko terjadinya TGT.

2. Jenis kelamin

Umumnya perempuan mempunyai jumlah lemak lebih besar

dibandingkan dengan laki-laki, yaitu rata-rata 26.9% dari total berat

badan perempuan. Sementara jumlah lemak pada laki-laki rata-rata

14.7%. Kelebihan lemak perempuan tersebut terutama terlihat pada

bagian perut, dada, dan anggota tubuh badan bagian atas, yaitu lengan

atas, dan paha (Elffers dkk., 2017). Penelitian lain menunjukkan bahwa

perempuan cenderung mengonsumsi sumber karbohidrat yang banyak

Page 54: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

38

pada masa pubertas, sedangkan laki-laki cenderung mengonsumsi

makanan kaya protein. Perilaku merokok juga lebih banyak dilakukan

oleh laki-laki sehingga laki-laki terlihat memiliki berat badan lebih kurus

dibanding perempuan. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa

laki-laki secara signifikan lebih berkemungkinan kelebihan berat atau

obesitas dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan oleh

kebiasaan santai dalam penggunaan waktu senggang pada laki-laki lebih

besar dibandingkan dengan perempuan (WHO, 2004; Proper dkk. 2006).

Secara subtansi, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa

perempuan memiliki risiko yang lebih besar untuk terjadinya TGT. Hal

ini dikarenakan perempuan memiliki siklus bulanan yaitu menstruasi

yang menyebabkan akumulasi lemak tubuh menjadi lebih mudah (Irawan,

2010). Selain itu, ditambah dengan perilaku konsumsi makanan ringan

pada perempuan juga dapat menyebabkan berat badan bertambah.

Namun, penelitian justru menunjukkan bahwa berat badan laki-laki lebih

berisiko terhadap TGT hal ini dikarenakan laki-laki lebih berisiko untuk

terjadinya akumulasi lemak dalam perut. Namun, penelitian Ghoraba

dkk., (2016) dengan desain studi cross sectional menyebutkan tidak

adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian pradiabetes di

Rumah Sakit Force, Riyadh Saudi Arabia. Penelitian Imamura dkk.,

(2013) dengan desain cohort juga menyebutkan bahwa tidak adanya

hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian

peningkatan glukosa darah.

Page 55: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

39

Berdasarkan penjelasan tersebut, diketahui secara substansi

bahwa jenis kelamin dalam mengganggu hubungan antara merokok

dengan TGT. Oleh karena itu jenis kelamin juga harus dikontrol agar

diperoleh nilai risiko yang sebenarnya antara merokok dengan TGT

setelah dikontrol variabel jenis kelamin.

3. Riwayat Diabetes dalam Keluarga

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin

pada seseorang adalah faktor genetik. Berdasarkan penelitian Trisnawati

dkk., (2013) dengan desain studi case control menyebutkan bahwa 57,3%

responden memiliki riwayat DM keluarga pada kelompok kasus dan

61,7% pada kelompok kontrol. Beberapa penelitian telah membuktikan

adanya pengaruh dominan dari genetik terhadap timbulnya kejadian DM.

Risiko terjadinya toleransi glukosa terganggu akan meningkat dua sampai

enam kali pada individu yang memiliki riwayat keluarga menderita DM

tipe 2 Zahtamal dkk., (2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Alfiyah (2010), individu dengan riwayat salah satu orang tua menderita

DM tipe 2 akan meningkat risikonya untuk mengalami TGT sebesar 40%,

sedangkan jika kedua orang tua menderita DM tipe 2, risiko tersebut akan

meningkat menjadi 70%.

Beberapa penelitian menyebutkan tidak adanya hubungan antara

riwayat DM keluarga dengan kejadian pradiabetes. Seperti pada

penelitian Sharifi dkk., (2013) dengan desain studi cross sectional di Iran

Page 56: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

40

yang menyebutkan tidak adanya hubungan antara riwayat keluarga

dengan kejadian pradiabetes dengan OR sebesar 1. Penelitian Oba dkk.,

(2015) di Jepang dengan desain studi yang sama menunjukkan tidak

adanya hubungan antara riwayat DM keluarga dengan kejadian

pradiabetes dengan p value 0,30. Penelitian Marimoto dkk., (2013) pada

laki-laki di Jepang dengan desain cross sectional juga menyebutkan tidak

adanya hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian pradiabetes

dengan p value 0,290.

2.9.2 Faktor yang Dapat Dimodifikasi

1. Obesitas

Kegemukan atau obesitas didefinisikan sebagai kelebihan adipositas

tubuh (Gibney, 2008). Hal ini dikarenakan terjadinya ketidakseimbangan

antara zat gizi yang disimpan dalam bentuk lemak tubuh dan zat gizi yang

digunakan untuk menghasilkan energi (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

Obesitas sering dikaitkan dengan kesakitan dan kematian. Pada tahun

1980-an, berat badan ideal diganti dengan indeks massa tubuh atau IMT.

Cut of point yang digunakan untuk mendefisinikan kelebihan berat badan

yaitu IMT pada rentang 25-30 sedangkan untuk kegemukan IMT>30.

Namun hubungan antara obesitas dengan risiko kesakitan dan kematian

memiliki perbedaan pada etnis yang berbeda, sehingga beberapa negara

memiliki cut of point IMT tersendiri sesuai dengan etnisnya. Misalnya

Page 57: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

41

IMT>23 mengindikasikan risiko kegemukan pada negara-negara di Asia

(Caballero, 2007).

Terdapat penemuan terbaru mengenai perbedaan persen lemak dan

bobot tubuh orang Asia dengan orang Eropa, sehingga muncullah

pengklasifikasian batas ambang IMT terbaru untuk orang Asia. Batas

ambang IMT terbaru untuk laki-laki dan perempuan dewasa berdasarkan

WHO (2004) yang cocok untuk klasifikasi masyarakat Asia, yaitu pada

tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Batas Ambang IMT untuk Laki-laki dan Perempuan

Dewasa di Asia 1

Kategori IMT (kg/m2) Risiko penyakit

Kurus (underweight) <18.5 Rendah

Normal (ideal) 18.5-22.9 Rata-rata

Overweight (At risk) 23.0-24.9 Meningkat

Obese I 25.0-29.9 Berbahaya

Obese II 30 Berbahaya

Sumber : (WHO, 2004)

Berdasarkan penelitian Astuti dkk., (2012) pada remaja diketahui

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan kejadian

TGT. Penelitian Soewondo and Pramono (2011) juga menyebutkan

bahwa obesitas memiliki risiko 47,4% dalam meningkatkan risiko

terjadinya TGT, sedangkan merokok memiliki risiko 44% untuk

meningkatkan risiko terjadinya TGT. Penelitian tersebut menjelaskan

bahwa obesitas merupakan keadaan penting seseoang yang dapat

Page 58: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

42

mempercepat proses terjadinya resistensi insulin. Akan tetapi apabila

dikaitkan dengan perilaku merokok, justru ketika individu merokok maka

dia cenderung memiliki berat badan kurus dan baru berisiko obesitas

apabila berhenti merokok (Chiolero dkk., 2008). Pada kenyataannya tidak

semua perokok, merokok setiap hari. Hal inilah yang juga menyebabkan

berat badan pada perokok tetap pada kondisi berlebih.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Canoy (2005) terhadap 828

orang dewasa berumur 45-79 tahun di Norfolk, Inggris, menunjukkan

bahwa merokok memengaruhi pola distribusi lemak. Selain itu, penelitian

yang dilakukan 2 universitas terkemuka yang dilakukan pada tikus di

University of New South Wales dan University of Melbourne, Australia,

menunjukkan bahwa rokok malah mengurangi massa otot yang

sesungguhnya dibutuhkan oleh tubuh sehingga tubuh terlihat kecil.

Sebagian tikus-tikus tersebut diberi asap dari 4 batang rokok tiap hari

selama seminggu, sebagian lainnya bebas asap rokok. Hasilnya, tikus

yang bebas rokok makannya berkurang 23%, namun massa lemak mereka

tidak berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa kehilangan otot dapat

memberikan efek terlihat kurus pada tubuh seakan-akan terjadi penurunan

berat badan namun sebenarnya lemak tubuh masih tersimpan (Davis dkk,

2012).

Berdasarkan uraian beberapa hasil penelitian diatas, diketahui

bahwa obesitas menjadi faktor yang diduga secara substansi memiliki

hubungan dengan merokok dan berhubungan pula dengan TGT. Hal

Page 59: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

43

inilah yang mendasari status gizi menjadi salah satu faktor confonder

antara merokok dengan TGT.

2. Konsumsi kopi

Kafein merupakan zat psikoaktif jenis stimulant ringan yang paling

banyak digunakan di dunia. Kafein terdapat dalam kopi, teh, soft drink,

cokelat, kokoa dan lain lain. Kafein dapat meningkatkan sekresi

noreepinefrin dan meningkatkan aktivitas saraf pada berbagai area di

otak. Konsumsi kafein dapat menyebabkan penguraian jaringan adiposa

sehingga terjadi penyerapan lemak yang tinggi. Hal inilah yang dapat

berdampak pada melemahnya stimulasi insulin pada otot rangka dan liver

yang pada akhirnya dapat menyebabkan sensitivitas insulin berkurang

(Coelho dkk., 2016).

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa konsumsi kopi dalam

jumlah tinggi dapat meningkatkan asam lemak bebas atau free fatty acid

(FFA). Kandungan FFA yang tinggi akan menyebabkan lipolisis.

Lipolisis adalah proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel-sel

lemak yang melibatkan hidrolisis trigliserida. Selama proses ini, asam

lemak bebas dilepaskan ke dalam aliran darah dan beredar ke seluruh

tubuh. Pemecahan lemak ini dapat menstimulasi insulin dalam otot dan

hati. Akibatnya menganggu sensitivitas insulin. Selain itu, peningkatan

FFA juga dapat menyebabkan perubahan pada cairan membran sel dan

struktur membran sel, sehingga struktur insulin mengalami perlekatan

Page 60: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

44

dengan lemak yang dapat menyebabkan terganggunya jalan masuk

reseptor insulin (Bajaj, 2012).

Selain menjadi faktor risiko, beberapa penelitian menyebutkan

bahwa konsumsi kopi memberikan efek protektif terhadap peningkatan

glukosa darah. Hasil penelitian Tjekyan (2007) yang menyebutkan bahwa

terdapat hubungan terbalik antara konsumsi kopi dengan DM tipe 2.

Dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa individu yang

mengkonsumsi kopi 7-9 per hari menurunkan risiko sebesar 53%,

sedangkan individu yang mengkonsumsi kopi lebih dari 9 gelas per hari

menurunkan risiko sebanyak 66%. Ia juga menyebutkan bahwa semakin

kental kopi semakin tinggi pula faktor protektif terhadap perkembangan

diabetes, terutama kopi pahit yang tidak dicampur gula.

Perilaku merokok juga biasanya diiringi dengan kebiasaan

mengkonsumsi kopi. Biasanya individu mengkonsumsi kopi pada pagi

hari bersamaan dengan aktivitas merokok. Selain itu, kebiasaan merokok

dan konsumsi kopi ini juga sering dilaksanakan pada saat meeting atau

sekedar kopdar dengan teman. Hal inilah yang menjadikan kopi sebagai

faktor confonder antara hubungan merokok dengan TGT. individu yang

merokok cenderung mengkonsumsi kopi dan individu yang

mengkonsumsi kopi dapat memberikan efek terhadap TGT.

Page 61: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

45

3. Aktivitas Fisik

Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan seseorang rentan

terhadap kondisi pradiabetes. Penelitian Soewondo and Pramono (2011)

menyebutkan bahwa kurang aktivitas fisik meningkatkan risiko sebesar

23%. Aktivitas fisik dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga

meningkatkan kerja insulin dalam mengontrol kadar glukosa dalam darah.

Selain itu, aktivitas fisik juga dapat membakar lemak dalam tubuh,

seseorang yang memiliki status gizi normal memberikan efek protektif

terhadap peningkatan kadar glukosa darah.

2.10 Pencegahan TGT

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya resistensi

insulin yang kemudian tentunya dapat mencegah terjadinya TGT. Berikut

pencegahan TGT berdasarkan status merokok.

1. Bagi perokok

Bagi perokok sangat diharapkan untuk segera berhenti merokok. Berhenti

merokok memang sangat susah. Hal ini juga berkaitan dengan kandungan

dalam rokok yang memiliki efek kecanduan. Selain itu, lingkungan sangat

berpengaruh terhadap upaya berhenti merokok seseorang. Perokok akan

kesulitan berhenti merokok apabila memiliki teman atau sekumpulan kelompok

yang juga sama-sama merokok. Terkadang perokok akan dianggap tidak sopan

apabila berkumpul tanpa ikut menghisap rokok. Hal ini menunjukkan

Page 62: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

46

lingkungan memberikan kontribusi yang penting dalam upaya berhenti

merokok. Dalam konteks Islam, ada masa dimana memberikan dampak yang

positif terhadap perokok yaitu pada bulan Ramadan. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Hani dkk., (2016) pada yang dilakukan di Malaysia, menyebutkan

bahwa adanya perbedaan yang signifikan kadar nikotin pada perokok antara

sebelum, saat, dan setelah berpuasa. Selain itu, perilaku perokok juga

menunjukkan hal yang berbeda yaitu adanya penurunan jumlah rokok yang

dihisap dan lama merokok. Hal ini tentunya upaya yang bermanfaat apabila

diaplikasikan oleh perokok yang berusaha berhenti merokok.

Puasa pada bulan Ramadan memang suatu kewajiban bagi umat islam

sehingga pasti dikerjakan oleh mereka yang beriman. Akan tetapi ada juga

puasa sunnah atau yang dianjurkan tapi tidak bersifat wajib yaitu puasa tiap hari

Senin dan Kamis. Puasa pada Senin dan Kamis merupakan sunnah Rasulullah

sehingga hal ini baik untuk dikerjakan oleh umat muslim. Akan tetapi, karena

bersifat tidak wajib, maka hanya sebagian saja yang mengerjakan. Padahal

puasa Senin Kamis ini cukup bagus khususnya bagi perokok sebagai upaya

berhenti merokok. Apabila perokok melakukan puasa Senin dan Kamis maka

dalam satu bulan sudah melakukan kontrol terhadap perilaku merokok selama 8

hari. Meskipun perokok bisa jadi kembali merokok setelah buka puasa, tetapi

jumlah rokok yang dihisap dan lama merokok dalam sehari tentunya akan

berbeda bila dibandingkan saat perokok tidak berpuasa.

Page 63: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

47

2. Bagi Mantan Perokok

Mantan perokok masih memiliki risiko terhadap terjadinya TGT,

sehingga upaya pencegahan terhadap TGT masih harus dilakukan meskipun

sudah tidak lagi merokok. Salah satu yang dapat dilakukan yaitu mengkonsumsi

kopi. Seperti pada perokok, kopi juga baik dikonsumsi oleh mantan perokok

karena memiliki senyawa fenol dan asam klorogenat yang berfungsi

memperbaiki sensitivitas insulin (Kobayashi dkk., 2017).

Aktivitas fisik juga salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

memperbaiki sensitivitas insulin. Aktivitas fisik berguna memecah lemak tubuh

yang tentunya bermanfaat dalam memperbaiki sensitivitas insulin. Dimana

kerja insulin juga dapat dihambat oleh lemak tubuh yang berlebihan. Selain itu,

minum air putih yang banyak (minimal 8 gelas perhari) karena bermanfaat

untuk mendetoksifikasi kotinin dalam darah.

3. Bagi Orang yang Tidak Pernah Merokok

Bagi individu yang tidak pernah merokok diharapkan untuk tidak

mencoba merokok khususnya bagi anak-anak dan remaja. Hal ini dikarenakan

rokok memberikan banyak sekali efek negatif bagi kesehatan tubuh. Kalaupun

individu merokok dan berhenti merokok maka tetap memiliki risiko terhadap

TGT, sehingga upaya yang dilakukan yaitu untuk tidak mencoba rokok. Peran

orang tua dalam mengontrol perilaku anak dan remaja sangat penting karena

pada usia tersebut, seseorang lebih mudah percaya dan meniru perilaku orang

lain.

Page 64: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

48

2.11 Fatwa Majelis Ulama tentang Rokok

Dalam Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se Indonesia di Padang Panjang

Sumatera Barat tanggal 24-26 Januari 2009 telah dibahas masalah hukum merokok.

Keputusan MUI tentang merokok yaitu merokok dilarang. Akan tetapi jika ditinjau

dari hukum islam maka merokok dihukumi 2 jenis yaitu makruh dan haram. Makruh

karena masih menjadi pedebatan dan haram apabila dilakukan di tempat umum, bagi

ibu hamil dan bagi anak-anak (MUI, 2009).

Berikut adalah penjelasan MUI mengenai haramnya hokum merokok, diantara

yaitu:

1. Merokok sama saja dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan karena merokok

banyak menimbulkan penyakit. Hal ini berpedoman pada Al-Quran Surat Al-

Baqarah ayat 195.

2. Berdasarkan hadis bahwa Rasulullah melarang menyiayiakan harta.

3. Perokok menjatuhkan dirinya sendiri ke dalam suatu bahaya, kecemasan dan

keletihan jiwa. Merasa cemas dan tidak bersemangat apabila tidak merokok.

4. Haram merokok karena sesuai dengan Madzab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan

Hanbali.

Sebenarnya haramnya rokok memang tidak tertulis secara implisit dalam Al-

Qur’an maupun As-Sunnah. Akan tetapi, Rokok memang diharamkan karena

membawa banyak sekali sisi madharatnya. Sehingga MUI Indonesia dalam ijtima’nya

memutuskan. Pertama, hukum asal merokok adalah khilaf (terjadi perbedaan

pendapat) antara makruh dan haram. Kedua, merokok di muka umum (wilayah

publik) hukumnya haram. Ketiga, merokok bagi wanita hamil hukumnya haram. Ke

Page 65: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

49

empat, merokok bagi anak-anak hukumnya haram. Kelima, merokok bagi pengurus

MUI hukumnya haram.

Berdasarkan Riskesdas 2013, terdapat 22,2% responden yang merokok di

dalam rumah. Hal ini tentunya masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Karena

pada dasarnya setiap orang berhak untuk mendapat udara yang bersih termasuk bebas

dari asap rokok. Hal inilah yang kemudian juga menjadi dasar MUI mengeluarkan

fatwa bahwa merokok itu diharamkan.

2.12 Kerangka Teori

Faktor penyebab kejadian TGT sangat beragam dan tidak berbeda dengan DM

tipe 2. Salah satu gaya hidup masyarakat yang berpengaruh terhadap kejadian TGT

adalah merokok. Merokok merupakan aktivitas menghisap batang rokok yang

didalamnya terdiri dari berbagai macam zat adiktif. Zat adiktif inilah yang ketika

terakumulasi dalam tubuh akan menganggu kerja insulin. Hal ini karena dipacu

dengan pengeluarkan hormon antagonis insulin seperti kotekolamin dan kortisol

yang berakibat pada meningkatnya glukosa dalam darah. Banyaknya hormon yang

menstimulasi pelepasan glukosa terus-menerus pada akhirnya menyebabkan insulin

tidak mampu mengontrol kadar glukosa dalam darah yang mengakibatkan glukosa

darah meningkat. Mekanisme patofisiologi TGT membutuhkan proses yang

panjang, maka durasi merokok, usia mulai merokok dan jumlah rokok yang dihisap

setiap hari tentunya berkontribusi dalam mempercepat atau memperlambat kejadian

TGT. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan kerangka teori sebagai

berikut:

Page 66: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

50

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Menurunkan risiko

Merokok

Nikotin masuk melalui

saluran pencernaan

Nikotin masuk melalui

saluran pernapasan

Masuk ke peredaran darah

Diubah menjadi kotinin

Adanya kotinin merangsang

hipotalamus untuk mengeluarkan

CRH

Kelenjar adrenal

menstimulus pelepasan

hormon kortisol

Meningkatkan glikogenolisis di hati Meningkatkan glukoneogenesis di lemak dan otot

Insulin tidak adekuat dalam menekan

glikogenolisis untuk berhenti

Insulin tidak adekuat dalam menekan

glukoneogenesis untuk berhenti

Sensitivitas insulin menurun

Sumber:

Xie (2009), Bajaj (2012), Chang (2012), Gibney (2008), WHO (2014),

Sherwood (2012).

CRH merangsang hipofisis untuk

mengeluarkan ACTH

Merangsang kelenjar andrenal

Insulin pada 50-120 menit setelah makan terganggu

Proses penyimpanan glukosa setelah makan terganggu

Keterangan:

ACTH : Adenocorticotropic hormone

CRH : Corticotropin-releasing hormone

: Variabel confonder

: Variabel yang tidak diteliti

TGT

Umur ≥45 th

Jenis kelamin:

perempuan

Dipengaruhi

oleh

durasi

merokok

Dipengaruhi

oleh jumlah

rokok yang

dihisap dan

jenis rokok

Dipengaruhi oleh usia mulai merokok

Konsumsi

kopi

Masuknya

senyawa fenol

dan asam

klorogenat

dalam darah

Meningkatkan

sensitivitas

insulin

Obesitas

Kurang aktivitas fisik

Akumulasi lemak

tubuh

Riwayat diabetes

Page 67: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

51

3 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori pada bab sebelumnya, berikut adalah bagan

kerangka konsep dalam penelitian ini.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan bagan kerangka konsep tersebut diketahui bahwa merokok

menjadi faktor independen utama dikarenakan dari berbagai penelitian

menunjukkan adanya hubungan secara langsung antara merokok dengan

kejadian TGT akibat adanya gangguan fungsi insulin dari zat adiktif dalam

rokok. Variabel merokok ini terdiri dari status merokok, usia mulai merokok,

Merokok

1. Status merokok

2. Usia mulai merokok

3. Jumlah rokok yang

dihisap perhari

4. Durasi merokok

5. Jenis rokok

Kejadian TGT

Karakteristik individu

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Konsumsi kopi

Page 68: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

52

jumlah rokok yang dihisap, durasi merokok dan jenis rokok. Variabel tersebut

diteliti karena dapat meningkatkan atau menurunkan risiko kejadian TGT.

Selain itu, peneliti ingin menunjukkan salah satu teori kausalitas yang dapat

dilihat dari jumlah batang yang dihisap perhari untuk menentukan apakah jika

jumlah batang yang dihisap perhari semakin banyak, risiko terhadap kejadian

TGT semakin meningkat. Variabel merokok tersebut diperoleh melalui

wawancara pada responden.

Karakteristik individu yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari umur,

jenis kelamin, dan konsumsi kopi. Variabel karakteristik individu diperoleh

berdasarkan wawancara pada responden Berdasarkan penelitian sebelumnya

diperoleh hasil bahwa fungsi insulin juga dipengaruhi oleh usia individu.

Semakin tua usia individu maka semakin berisiko terhadap kejadian TGT. Jenis

kelamin juga menentukan tingkat risiko terhadap kejadian TGT dimana pola

konsumsi rokok juga berhubungan dengan jenis kelamin. Selain itu, konsumsi

kopi juga memiliki kaitan dengan merokok karena perokok cenderung juga

mengonsumsi kopi dan kopi merupakan faktor risiko TGT.

Oleh karena itu, variabel karakteristik individu tersebut dapat menjadi

confonder bagi hubungan antara merokok dengan TGT, sehingga faktor-faktor

tersebut dikontrol dengan metode statistik menggunakan analisis multivariat.

Terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini karena

keterbatasan akses data Riskesdas 2013 yaitu diantaranya status obesitas,

riwayat diabetes keluarga, dan aktivitas fisik.

Page 69: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

53

3.2 Definisi Operasional

Berdasarkan penjelasan mengenai kerangka konsep sebelumnya. Definisi penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1

dibawah ini.

Tabel 3.1 Definisi Operasional 1

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. TGT Kondisi Gula Darah 2 jam

setelah pembebanan memiliki

nilai berkisar 140-199 mg/dl

Pengambilan

sampel darah

Pengukuran

spesimen darah

menggunakan

Accuchek Performa

0. TGT

1. Normal

(ADA, 2010)

Ordinal

2. Status

merokok

Pernah atau tidaknya responden

menghisap rokok dalam 1 bulan

terakhir.

Wawancara Kuesioner RKD13

G05

0. Merokok

1. Pernah merokok

2. Tidak pernah

merokok

(Kemenkes RI,

2013)

Ordinal

3. Usia mulai

merokok

Responden mulai merokok

pertama kali.

Wawancara Kuesioner RKD13

G07

0. 5-19 tahun

1. ≥20 tahun

(Kemenkes RI,

2013)

Ordinal

4. Jumlah

rokok yang

dihisap

Jumlah batang rokok yang

dihisap responden perhari.

Wawancara Kuesioner RKD13

G08

0. ≥ 20 batang

sehari

1. < 20 batang

sehari

(Shi, 2013)

Ordinal

5. Durasi Lama responden merokok Wawancara Kuesioner RKD13 0. ≥ 20 tahun Ordinal

Page 70: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

54

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

merokok dihitung dari usia mulai

merokok sampai usia saat

berhenti merokok atau 1 bulan

terakhir sebelum penelitian

dilakukan.

G05, G06, G07 dan

G12

1. < 20 tahun

(Venkatachalam,

2012)

7. Jenis rokok Tipe rokok yang dihisap

responden setiap kali merokok.

Wawancara Kuesioner RKD13

G09

0. Kretek

1. Putih

2. Linting

3. Cerutu atau

cangklong

(Kemenkes, 2012)

Nominal

6. Umur Lama hidup responden yang

dihitung sejak lahir sampai ulang

tahun terakhir saat wawancara

dilaksanakan.

Wawancara Kuesioner Rumah

Tangga RKD13 (IV)

0. ≥ 45 tahun

1. < 45 tahun

(Bustan, 2007)

Ordinal

7. Jenis

kelamin

Jenis kelamin responden

berdasarkan hasil konfirmasi

menggunakan kartu keluarga

dan pengamatan langsung

dengan ciri-ciri fisik.

Wawancara Kuesioner Rumah

Tangga RKD13 (IV)

0. Laki-laki

1. Perempuan

(Ghoraba dkk.,

2016)

Nominal

8. Konsumsi

kopi

Pernah atau tidaknya responden

mengkonsumsi kopi dalam 1

bulan terakhir.

Wawancara Kuesioner RKD13

G27 g

0. Konsumsi kopi

1. Tidak konsumsi

kopi

(Tjekyan, 2014)

Ordinal

Page 71: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

55

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan antara merokok (status merokok, usia mulai merokok,

jumlah rokok yang dihisap, durasi merokok, dan jenis rokok) dengan kejadian TGT setelah dikontrol variabel

konfoder di Indonesia tahun 2013.

Page 72: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

56

4 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian epidemiologi analitik dengan

desain cross-sectional analitik. Desain penelitian ini mengikuti desain

penelitian Riskesdas 2013. Penelitian ini merupakan analisis lanjutan dari data

biomedis Riskesdas 2013 terkait merokok dengan kejadian TGT di Indonesia

tahun 2013.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Riskesdas 2013 dilaksanakan di 33 provinsi di Indonesia. Pengumpulan

data dilaksanakan pada 1 Mei sampai 30 Juni 2013. Selanjutnya, data Riskesdas

2013 yang dimanfaatkan peneliti dianalisis pada bulan Juni hingga Desember

tahun 2017 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini yaitu semua total sampel Riskesdas

Biomedis 2013. Sampel untuk blok Biomedis adalah anggota rumah

tangga (ART) dan rumah tangga (RT) dari rumah tangga terpilih di

Page 73: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

57

dalam BS terpilih atau BS Biomedis. Berdasarkan sampling yang

dilakukan secara acak oleh BPS pada SP tahun 2010, ditetapkan bahwa

untuk penyajian tingkat nasional cukup diwakili dengan 1000 BS

(sekitar 10% dari total responden) dan setiap BS Biomedis

maksimal terdiri dari 25 RT dengan seluruh ART umur ≥1 tahun.

Untuk estimasi sampel biomedis dilakukan metode sampling

secara bertahap dan berdasarkan sub sampel dari estimasi sampel

provinsi. Langkah yang dlakukan adalah:

1. Memilih 250 kabupaten/kota secara probability proportional to size

with replacement (ppswr). Dari hasil penarikan sampel, jumlah

realisasi sampel yang efektif (effective sample size) sebanyak

177 kabupaten/kota; Dari setiap kabupaten/kota terpilih,

dilakukan pemilihan blok sensus secara systematic sampling

dari daftar blok sensus sampel Riskesdas Modul untuk estimasi

provinsi.

2. Sesuai dengan perhitungan yang mewakili angka nasional dan

kelayakan pelaksanaan di lapangan ditentukan yang menjadi sampel

pada Riskesdas 2013 ini dipisahkan menurut spesimen/sampel

dan jenis pemeriksaan. Untuk pemeriksaan glukosa darah dan

kimia klinik adalah hanya responden umur ≥ 15 tahun.

3. Estimasi jumlah ART yang menjadi sampel pengukuran glukosa

darah pada responden umur ≥ 15 tahun adalah 50.000.

Page 74: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

58

Dari target 50.000 ART, hanya didapatkan 39.202 responden

umur ≥15 tahun yang datang dalam pemeriksaan glukosa. Untuk

memilih sampel yang eligibel dalam penelitian maka Riskesdas

biomedis ditetapkan kriteria inklusi dan ekslusi.

4.3.1.1 Kriteria inklusi

1. Tercantum dalam daftar responden (kesehatan

masyarakat) Riskesdas 2013.

2. Umur ≥15 tahun untuk pemeriksaan glukosa dan kimia

klinis

3. Kesediaan berpartisipasi dengan menandatangani

lembar persetujuan setelah penjelasan (PSP) atau

informed consent.

4.3.1.2 Kriteria eksklusi

1. Sakit berat

2. Riwayat perdarahan: hemofili, Idiophatic

Trombocytopenic Purpura (ITP)

3. Mengidap penyakit kronis yang menggunakan obat

pengencer darah (asam asetil salisilat: asetosal, aspirin,

aspilet, ascardia) secara rutin.

Page 75: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

59

Berdasarkan keriteria inklusi dan eksklusi riset biomedis

tersebut. Diperoleh sampel sebesar 28.664, sehingga populasi dalam

penelitian ini yaitu sampel Riskesdas biomedis yang telah memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi. Beberapa alasan yang menjadikan sampel

minimal tidak tercapai yaitu:

1. Terdapat 2 BS yang menolak, dan dari BS terpilih terdapat

jumlah rumah tangga yang kurang dari 25,

2. Responden tidak datang ke laboratorium lapangan karena

aktivitas pekerjaan, kegiatan belajar-mengajar di sekolah atau

urusan penting lainnya yang tidak dapat ditinggalkan,

3. Medan geografis yang sulit dan/atau cuaca buruk pada saat

pengambilan/pemeriksaan biomedis,

4. Adanya gangguan keamanan, misalnya konflik antar warga,

5. Tidak memenuhi kriteria inklusi saat penapisan awal oleh dokter

pendamping, dan

6. Mengundurkan diri karena berbagai alasan.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh responden Riskesdas

2013 berusia ≥15 tahun yang berhasil diperiksa darah oleh tenaga medis

Riskesdas 2013, yaitu sebanyak 28.664 orang. Namun, untuk keperluan

Page 76: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

60

analisis dalam penelitian ini, maka ditentukan kriteria ekslusi sebagai

berikut.

a. Data pemeriksaan glukosa darah 2 jam paska pembebanan

memiliki nilai lebih besar dari 199 mg/dl

b. Data responden yang tidak lengkap (missing data) atau data tidak

diisi

c. Data numerik hasil pengukuran memiliki nilai ekstrim (terlalu

besar atau terlalu kecil)

Berdasarkan hal tersebut maka berikut adalah tahapan pemilihan

sampel dalam penelitian ini.

Page 77: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

61

Bagan 4.1 Pengambilan Sampel Penelitian

Berdasarkan bagan tersebut diketahui bahwa sampel dalam

penelitian ini yaitu sebesar 22.496 sampel atau 94% dari sampel

Riskesdas biomedis.

Provinsi

Kabupaten/Kota

Blok Sensus

RT

ART

ART ≥15 tahun

33 provinsi

177 kabupaten/kota

1000 BS

25 RT

92.000 ART

50.000 ART

Datang

memeriksakan

glukosa

38.136 ART

Memenuhi kriteria

inklusi dan

eksklusi peneliti

22.496 ART

Memenuhi kriteria

inklusi dan

eksklusi sampel

biomedis

23.893 ART

Page 78: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

62

4.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data Riskesdas tahun 2013 yang diperoleh

dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan

Indonesia. Sebelum pengajuan proposal dan pengambilan data, peneliti

melakukan observasi kuesioner Riskesdas tahun 2013 untuk mengetahui

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kejadian pradiabetes. Selain itu,

peneliti juga melakukan review terhadap judul penelitian yang telah diajukan

dalam banlitbangkes untuk memastikan tidak ada persamaan dalam judul

penelitian dan memastikan variabel apa saja yang berhubungan dengan kejadian

pradiabetes dan belum diteliti. Dengan demikian dapat diperoleh variabel yang

dapat dianalisis sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian TGT.

Adapun pengumpulan data Riskesdas tahun 2013 dilakukan oleh tim

enumerator. Tim enumerator dan manajemen data terdapat pada setiap

kabupaten/kota. Setiap anggota maupun ketua tim enumerator minimal

berpendidikan D3 kesehatan. Perekrutan tenaga enumerator dan tim manajemen

data diperoleh dari Poltekkes, STIKES, Universitas (Fakultas Kedokteran,

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Keperawatan dan Fakultas

Kedokteran Gigi), dan lain lain. Kekurangan tenaga enumerator di beberapa

daerah digantikan dengan beberapa staf Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang

telah memperoleh persetujuan kepala bidang masing-masing.

Data Riskesdas tahun 2013 dikumpulkan melalui wawancara, observasi

dan pengukuran langsung oleh enumerator Riskesdas yang terlatih. Wawancara

Page 79: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

63

dilakukan untuk memperoleh informasi berupa umur, jenis kelamin, status

merokok, usia mulai merokok, usia berhenti merokok, dan jumlah batang yang

dihisap perhari. Sedangkan metode observasi dilakukan untuk memperoleh

informasi terkait jenis kelamin responden yang diperoleh melalui observasi

kartu tanda penduduk, sedangkan pengukuran langsung dilakukan oleh tenaga

medis untuk mengukur glukosa darah 2 jam paska pembebanan 75 gram

glukosa. Pemeriksaan spesimen biomedis dilakukan secara bertahap dan di

tempat yang berbeda, yaitu pemeriksaan spesimen/sampel biomedis dari

lapangan dan pemeriksaan spesimen/sampel biomedis di laboratorium

Badan Litbang Kesehatan.

Entri data dilakukan di lokasi pengumpulan setelah data dikumpulkan

agar masalah data dapat segera dituntaskan sebelum dikirimkan ke penanggung

jawab Riskesdas pada tingkat Kabupaten/Kota. Selanjutnya dalam penelitian

ini, beberapa variabel diberikan kode baru untuk kebutuhan analisis penelitian.

4.5 Instrumen Pengumpulan Data

Berikut adalah metode pengukuran dan instrumen pengumpulan data

pada masing-masing variabel penelitian.

Tabel 4.1 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data 1

No. Variabel penelitian Pengukuran

1. TGT Pengukuran glukosa darah setelah 2 jam

pembebanan minuman manis berglukosa 75

Page 80: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

64

No. Variabel penelitian Pengukuran

gram dengan menggunakan Accucheck performa

dan dilakukan oleh tenaga medis.

2. Status merokok Wawancara dengan kuesioner

3. Usia mulai merokok Wawancara dengan kuesioner. Apabila

responden lupa maka diisi dengan “98”.

4. Jumlah rokok yang

dihisap

Wawancara dengan kuesioner. Apabila

responden lupa maka diisi dengan “98”.

5. Durasi merokok Diperoleh melalui pengurangan usia berhenti

merokok atau saat wawancara dilaksanakan

dengan usia mulai merokok pertam a kali.

6. Jenis rokok Wawancara dengan kuesioner

7. Umur Wawancara dengan kuesioner yang dibuktikan

dengan KTP. Apabila tidak dapat menunjukkan

bukti tersebut atau responden lupa maka

pewawancara melakukan probing dengan

menghubungan tanggal-tanggal, bulan atau tahun

penting atau peristiwa penting di Indonesia.

8. Jenis kelamin Wawancara dengan kuesioner Rumah Tangga

RKD13 (IV) dan observasi KK serta observasi

langsung pada saat wawancara

9. Konsumsi kopi Wawancara dengan kuesioner

4.6 Manajemen data

Sebelum manajemen data dilakukan oleh peneliti, kegiatan pengolahan

data dan pembuatan dataset dilakukan oleh Litbangkes Kementerian Kesehatan

RI terlebih dahulu. Berikut adalah alur manajemen data pada penelitian ini.

Page 81: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

65

1. Manajemen data Riskesdas 2013 oleh Litbangkes Kementerian

Kesehatan RI

Kegiatan manajemen data dilakukan dua tahap yaitu dilaksanakan

di Kabupaten/kota dan dilakukan di satuan kerja Badan Litbangkes.

a. Tahap 1 dilaksanakan di Kabupaten/kota, meliputi kegiatan:

1) Pengumpulan data

2) Penerimaan dan pembukuan

3) Kontrol kualitas data

4) Pemasukan data (entry data)

5) Pengiriman data elektronik

b. Tahap 2 dilakukan di satuan kerja Badan Litbangkes, meliputi kegiatan:

1) Penerimaan dan penggabungan data Kabupaten/kota

2) Cleaning data Kabupaten/kota

3) Penggabungan data provinsi

4) Cleaning data provinsi

5) Penggabungan data nasional

6) Cleaning data nasional

7) Imputasi

8) Pembobotan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)

9) Penyimpanan data elektronik

Page 82: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

66

2. Manajemen data Riskesdas 2013 oleh peneliti

Berikut adalah kegiatan yang dilakukan setelah menerima dataset

Riskesdas tahun 2013 sebelum melakukan analisis data lebih lanjut

diantaranya yaitu filter data, cleaning data, dan pengkodean ulang data :

1) Filter data

Peneliti mengkoreksi daftar variabel yang disediakan oleh

Banlitbangkes dengan daftar variabel yang dibutuhkan oleh peneliti.

Variabel yang disediakan tersebut antara lain komposit dari variabel

merokok, jenis kelamin, umur dan konsumsi kopi.

2) Cleaning data

Cleaning data dilakukan untuk mengeluarkan data yang

missing atau tidak lengkap dan data yang memiliki nilai ekstrim.

Data ekstrim dikeluarkan karena peneliti akan melakukan uji statistik

dimana adanya nilai ekstrim akan mempengaruhi hasil analisis

tersebut. Adapun data yang termasuk outliers atau data ekstrim yaitu

usia mulai merokok, durasi merokok dan umur.

Adapun data yang dihilangkan karena bernilai ekstrim, sebagai

berikut:

Umur : >83 tahun = 52 orang. Secara statistik usia

>83 tahun merupakan nilai ekstrim dan secara

Page 83: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

67

substansi usia tersebut sudah sangat rentan

terhadap recall bias sehingga sebaiknya

dikeluarkan dari analisis karena akan

berpengaruh pada hasil wawancara usia mulai

merokok, jumlah rokok yang dihisap, dan

usia berhenti merokok.

Usia mulai merokok : <5 tahun = 2 orang dan >70 tahun = 235

orang. Berdasarkan kriteria Kemenkes RI,

usia kurang dari 5 tahun masih masuk

kategori balita sehingga harus dikeluarkan

dari analisis karena balita bisa menjadi

perokok pasif tapi untuk perokok aktif masih

diragukan sehingga peneliti mengeluarkan

dari analisis.

Durasi merokok : >70 tahun = 50 orang. Secara subtansi

kemungkinan terjadi recall bias terhadap usia

berhenti merokok, sehingga 50 orang

dikeluarkan dari analisis karena bernilai

ekstrim.

Page 84: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

68

Berikut adalah bagan cleaning data pada sampel penelitian.

Bagan 4.2 Penyeleksian Data

Sampel : 28.664

Data pemeriksaan glukosa darah 2 jam

paska pembebanan >199 mg/dl

n = 2555

Sampel : 26.448

Missing data (kosong) pada pemeriksaan

glukosa darah 2 jam paska pembebanan

n = 2216

Data valid

n = 23.893

Terdiri dari:

Normal : 16.146

TGT : 7747

Nilai ekstrim dan missing data pada

variabel umur, usia mulai merokok, dan

durasi merokok

n = 1397

Dianalisis Tidak dianalisis

Data valid

n = 22.496

Page 85: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

69

Berikut adalah tabel hasil cleaning data berdasarkan masing-

masing variabel.

Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Sampel berdasarkan Variabel

Penelitian 1

No. Variabel Total

sampel

Dapat

dianalisis

Tidak dapat dianalisis

Missing data Nilai ekstrim

1. TGT 23.893 22.496 0 0

2. Status

merokok 23.893 22.496 0 0

3. Usia mulai

merokok 23.893 22.496 824 237

4. Jumlah rokok

yang dihisap 23.893 22.496 0 0

5. Durasi

merokok 23.893 22.496 233 50

6. Jenis rokok 23.893 22.496 0 0

7. Umur 23.893 22.496 1 52

8. Jenis kelamin 23.893 22.496 0 0

9. Konsumsi

kopi 23.893 22.496 0 0

Berdasarkan jumlah sampel yang dapat dianalisis, maka dapat

dihitung kekuatan uji (1-β) pada setiap variabel. Perhitungan

kekuatan uji berdasarkan rumus besar sampel uji hipotesis pada 2

proporsi (two tail), sebagai berikut:

Page 86: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

70

𝑛 =(𝑍1−𝛼/2 √2𝑃(1−𝑃)+ 𝑍1−𝛽 √𝑃1(1−𝑃1)+𝑃2(1−𝑃2))2

(𝑃1 − 𝑃2)2

Keterangan :

𝑧1−𝛼

2 : nilai Z pada derajat kepercayaan 95% (1,96)

𝑧1−𝛽 : nilai Z dari kekuatan uji

𝑃1 : proporsi individu yang terekspos faktor risiko TGT pada

penderita TGT

𝑃2 : proporsi individu yang tidak terekspos faktor risiko TGT

pada penderita TGT

P : 𝑃1+ 𝑃2

2

Perhitungan kekuatan uji (1-β) menggunakan aplikasi sampel

size pada setiap variabel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Perhitungan Kekuatan Uji (1-β) pada Setiap Variabel

Penelitian 1

No. Variabel n P1 P2 Peneliti

sebelumnya

Kekuatan

uji (1-β)

1. TGT 22.496 0,13 0,87 (Soewondo, 2011) 99%

2. Status

merokok 22.496 0,89 0,11 (Soewondo, 2011) 99%

3. Usia mulai

merokok 22.496 0.19 0.10 (Kim, 2014) 99%

4.

Jumlah

rokok yang

dihisap

22.496 0,23 0,77 (Shi, 2013) 99%

5. Durasi

merokok 22.496 0,9 0,1

(Venkatachalam,

2012) 99%

6. Jenis rokok 22.496 0,8 0,2 (Venkatachalam, 99%

Page 87: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

71

No. Variabel n P1 P2 Peneliti

sebelumnya

Kekuatan

uji (1-β)

2012)

7. Umur 22.496 0,46 0,52 (Bener, 2009) 99%

8. Jenis

kelamin 22.496 0,25 0,75

(Ghoraba dkk.,

2016) 99%

9. Konsumsi

kopi 22.496 0,42 0,62 (Tjekyan, 2007) 99%

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa masing-masing

variabel memiliki jumlah sampel yang berbeda. Karena peneliti

menganalisis menggunakan multivariat maka jumlah sampel harus

disamakan sehingga data yang mising pada variabel umur, usia mulai

merokok, dan usia berhenti merokok, direduksi satu per satu.

3) Pengkodean data

Pengkodean data dilakukan dengan cara melihat kode awal dari

Riskesdas 2013 dan disesuaikan dengan referensi yang dipakai oleh

peneliti untuk menjawab tujuan penelitian. Peneliti melakukan

pengkodean ulang terhadap beberapa variabel yang membutuhkan

perubahan kategori sesuai dengan kebutuhan analisis. Berikut adalah

penjelasannya.

Page 88: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

72

Tabel 4.4 Pengkodean Ulang Data Riskesdas 1

No. Variabel Kode Awal Kode Akhir Keterangan

1. Nilai

GD2PP

Data numerik 0. TGT

1. Normal

Berdasarkan

definisi (ADA,

2010) bahwa :

TGT jika GD2PP

pada rentang 140-

199 mg/dl dan

normal apabila

<140 mg/dl

2. Status

merokok

1. Ya, setiap hari

2. Ya, kadang-

kadang

3. Tidak, tapi

sebelumnya

pernah merokok

tiap hari

4. Tidak, tapi

sebelumnya

pernah merokok

kadang-kadang

5. Tidak pernah

sama sekali

0. Merokok

1. Pernah

merokok

2. Tidak

pernah

merokok

Pengkodean ulang

oleh peneliti

dengan

menggabungkan

kategori 1 dan 2

menjadi kategori

“merokok”,

kategori 3 dan 4

menjadi kategori

“pernah

merokok” dan

kategori 5

menjadi kategori

“tidak pernah

merokok”.

3. Usia

mulai

merokok

Data numerik 0. 5-19 tahun

1. ≥20 tahun

Kategorisasi data

numerik.

Page 89: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

73

No. Variabel Kode Awal Kode Akhir Keterangan

4. Jumlah

rokok

yang

dihisap

perhari

Data numerik 0. ≥20 batang

sehari

1. <20 batang

sehari

Kategorisasi data

numerik.

5. Durasi

merokok

Data numerik 0. Lebih dari

sama

dengan 20

tahun

1. Kurang dari

20 tahun

Hasil

pengurangan

umur saat

berhenti merokok

dengan usia

merokok pertama

kali untuk

kategori pernah

merokok atau

umur saat

diwawancara

dikurangi dengan

umur pertama kali

merokok untuk

kategori perokok.

6. Jenis

rokok

1. Kretek

2. Putih

3. Linting

4. Cerutu atau

cangklong

0. Kretek

1. Putih

2. Linting

3. Cerutu atau

cangklong

Kode tetap. Jenis

rokok boleh

dijawab lebih dari

1 maka analisis

data

menggunakan

multiple respons.

Page 90: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

74

No. Variabel Kode Awal Kode Akhir Keterangan

7. Umur Data numerik 0. ≥45 tahun

1. <45 tahun

Kategorisasi data

numerik.

8. Jenis

kelamin

1. Laki-laki

2. Perempuan

0. Laki-laki

1. Perempuan

Kode tetap

9. Konsums

i kopi

1. > 1 kali per hari

2. 1 kali per hari

3. 3-6 kali per

minggu

4. 1-2 kali per

minggu

5. <3 kali per

bulan

6. Tidak pernah

0. Konsumsi

kopi

1. Tidak

konsumsi

kopi

Pengkodean ulang

oleh peneliti

dengan

menggabungkan

kategori 1 sampai

5 menjadi

“konsumsi kopi”

dan kategori 6

menjadi “tidak

konsumsi kopi”

4.7 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat.

4.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan pada semua variabel penelitian untuk

melihat frekuensi atau persentase dari setiap variabel penelitian terhadap

variabel TGT. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel frekuensi

dalam tabel silang 2X2 dengan nilai total pada masing-masing kolom.

Hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan proporsi variabel status

Page 91: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

75

merokok, usia mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap, durasi

merokok, jenis rokok, umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi antara

penderita TGT dan bukan TGT di Indonesia tahun 2013.

4.7.2 Uji Bivariat

Uji bivariat pada penelitian ini menggunakan uji chi-square. Uji

chi-square bertujuan untuk melihat hubungan variabel TGT dan

merokok (status merokok, usia mulai merokok, jumlah rokok yang

dihisap, durasi merokok, dan jenis rokok). Selain itu juga untuk melihat

adanya hubungan variabel umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi

terhadap kejadian TGT berdasarkan status merokok. Hasil analisis ini

disajikan dalam bentuk tabel yang memuat persentase, nilai PRR, 95%

CI, dan p value.

Adapun nilai PRR memiliki makna tertentu yang ditentukan

sebagai berikut (Merril, 2011; Webb dan Bain, 2011):

1. Jika nilai PRR>1 maka kesimpulannya yaitu ada hubungan yang

bermakna antara faktor risiko atau pajanan dengan dampak atau

penyakit dan meningkatkan risiko orang yang terpajan untuk

terkena suatu dampak atau penyakit.

2. Jika nilai PRR=1 maka kesimpulannya yaitu tidak ada hubungan

bermakna antara faktor risiko atau pajanan dengan dampak atau

penyakit.

Page 92: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

76

3. Jika nilai PRR<1 maka kesimpulannya yaitu ada hubungan antara

faktor risiko atau pajanan dengan dampak atau penyakit dan

menurunkan risiko orang yang terpajan untuk terkena suatu dampak

atau penyakit.

Nilai PRR juga disajikan bersamaan dengan nilai 95%CI, yang

memiliki arti bahwa apabila rentang CI melewati angka 1 maka tidak

ada hubungan yang bermakna antara faktor risiko dengan suatu dampak

atau penyakit. Sebaliknya jika rentang CI tidak melewati angka 1 maka

dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara faktor risiko

dengan suatu dampak atau penyakit.

4.7.3 Uji Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan

variabel independen utama yaitu merokok dengan variabel dependen

yaitu TGT dengan mengontrol beberapa variabel confonder seperti

umur, jenis kelamin, dan konsumsi kopi. Pada analisis multivariat ini

yang digunakan yaitu regresi logistik berganda model faktor risiko.

Hasil dari analisis multivariat ini berupa nilai ARR (Adjusted Relative

Risk) (Merril, 2011).

Page 93: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

77

5 BAB V

HASIL

5.1 Proporsi Kejadian Toleransi Glukosa Terganggu berdasarkan Proporsi

Merokok dan Karakteristik Individu di Indonesia Tahun 2013

Berikut adalah proporsi kejadian TGT berdasarkan status merokok, usia

mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap, durasi merokok, umur, jenis kelamin

dan konsumsi kopi yang disajikan dalam tabel 5.1. Untuk variabel jenis rokok

disajikan pada tabel 5.2, Variabel tersebut dianalisis pada tabel terpisah

dikarenakan termasuk dalam variabel multiple respons sehingga persentase

berdasarkan nilai kolom bukan baris.

Tabel 5.1 Proporsi Kejadian Toleransi Glukosa Terganggu berdasarkan

Proporsi Merokok dan Karakteristik Individu di Indonesia Tahun 2013 1

No. Variabel TGT Normal J umlah

n % N %

1. Status merokok

Merokok 1478 25,5 4327 74,5 5805

Pernah merokok 287 32,1 607 67,9 894

Tidak pernah merokok 5499 34,8 10298 65,2 15797

Jumlah 22496

2. Usia mulai merokok

5-19 tahun 1172 25,1 3506 74,9 4678

≥20 tahun 593 29,3 1428 70,7 2021

Tidak pernah merokok 5499 34,8 10298 65,2 15797

Jumlah 22496

3. Durasi merokok

≥20 tahun 1239 31 2758 69 3997

<20 tahun 525 19,5 2165 80,5 2690

Tidak pernah merokok 5500 34,8 10309 65,2 15809

Jumlah 22496

Page 94: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

78

No. Variabel TGT Normal J umlah

n % N %

4. Jumlah rokok yang dihisap

≥ 20 batang sehari 163 28,3 413 71,7 576

< 20 batang sehari 1602 26,2 4521 73,8 6123

Tidak pernah merokok 5499 34,8 10298 65,2 15797

Jumlah 22496

5. Umur

≥45 tahun 3664 38,9 5752 61,1 9416

<45 tahun 3600 27,5 9480 72,5 13080

Jumlah 22496

6. Jenis kelamin

Laki-laki 2234 26 6351 74 8585

Perempuan 5030 36,2 8881 63,8 13911

Jumlah 22496

7. Konsumsi kopi

Konsumsi kopi 4151 31,2 9156 68,8 13307

Tidak konsumsi kopi 3112 33,9 6076 66,1 9180

Jumlah 22496

6

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa individu yang tidak merokok

justru memiliki proporsi lebih besar untuk terjadinya TGT dibanding individu

yang merokok dan pernah merokok. Untuk individu yang merokok justru

memiliki proporsi TGT paling rendah yaitu 25,5%. Hal ini juga terjadi pada usia

mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap, dan durasi merokok. Pada kategori

usia, individu yang mengalami TGT paling banyak berusia ≥45 tahun (38,9%)

dibanding usia <45 tahun (27,5%). Jenis kelamin paling banyak yang mengalami

TGT yaitu perempuan dengan proporsi 36,2%. Untuk konsumsi kopi, individu

yang tidak pernah konsumsi kopi justru mengalami kejadian TGT paling banyak

dibanding yang mengkonsumsi kopi dengan proporsi 33,9%.

Page 95: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

79

Tabel 5.2 Proporsi Jenis Rokok dengan Toleransi Glukosa Terganggu

di Indonesia Tahun 2013 1

Jenis rokok TGT Normal Jumlah

N % n %

Kretek

Iya 1262 57,1 3459 55,8 4721

Tidak 6002 33.8 11773 66.2 17775

Putih

Iya 597 27 1904 30,7 2501

Tidak 6667 33.3 13328 66.7 19995

Linting

Iya 333 15,1 811 13,1 1144

Tidak 6931 32.5 14421 67.5 21352

Cangklong

Iya 18 0,8 24 0,4 42

Tidak 7246 32.3 15208 67.7 22454

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa individu yang menghisap

rokok dengan jenis kretek mengalami kejadian TGT paling banyak

dibanding individu yang menghisap rokok selain kretek (57,1%). Individu

yang menghisap rokok kretek memiliki proporsi lebih banyak pada kondisi

TGT dibanding kondisi normal. Begitu pula individu yang menghisap rokok

linting atau cangklong. Berbeda dengan individu yang menghisap rokok

putih, justru memiliki proporsi normal lebih banyak dibanding proporsi

TGT.

Page 96: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

80

5.2 Hubungan Kejadian Toleransi Glukosa Terganggu berdasarkan Proporsi

Merokok, dan Karakteristik Individu di Indonesia Tahun 2013

Berikut adalah hasil analisis hubungan antara merokok (status merokok,

usia mulai merokok, durasi merokok, jumlah rokok yang dihisap), dan

karakteristik individu yang terdiri dari umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi.

Tabel 5.3 Hasil Analisis Hubungan Merokok dengan Kejadian Toleransi

Glukosa Terganggu di Indonesia Tahun 2013 d1

No. Variabel TGT Normal Juml

ah

Pvalue PRR (95% CI)

n % n %

1. Status merokok

Merokok 1478 25,5 4327 74,5 5805 0.000 1.487 (1.485-1.488)

Pernah merokok 287 32,1 607 67,9 894 1.083 (1.080-1.085)

Tidak pernah

merokok

5499 34,8 10298 65,2 15797 1.000 (Reference)

2. Usia mulai

merokok

5-19 tahun 1172 25,1 3506 74,9 4678 0.000 1.565 (1.563-1.566)

≥20 tahun 593 29,3 1428 70,7 2021 1.137 (1.135-1.139)

Tidak pernah

merokok

5499 34,8 10298 65,2 15797 1.000 (Reference)

3. Durasi

merokok

≥20 tahun 1239 31 2758 69 3997 0.000 1.985 (1.982-1.989)

<20 tahun 525 19,5 2165 80,5 2690 0.901 (0.900-0.902)

Tidak pernah

merokok

5500 34,8 10309 65,2 15809 1.000 (Reference)

4. Jumlah rokok

yang dihisap

≥ 20 batang

sehari

163 28,3 413 71,7 576 0.000 1.435 (1.431-1.439)

< 20 batang

sehari

1602 26,2 4521 73,8 6123 1.415 (1.414-1.417)

Tidak pernah

merokok

5499 34,8 10298 65,2 15797 1.000 (Reference)

Page 97: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

81

No. Variabel TGT Normal Juml

ah

Pvalue PRR (95% CI)

n % n %

5. Umur

≥45 tahun 3664 38,9 5752 61,1 9416 0.000 1.735 (1.734-1.737)

<45 tahun 3600 27,5 9480 72,5 13080 1.000 (Reference)

6. Jenis kelamin

Laki-laki 2234 26 6351 74 8585 0.000 0.625 (0.624-0.625)

Perempuan 5030 36,2 8881 63,8 13911 1.000 (Reference)

7. Konsumsi kopi

Konsumsi kopi 4151 31,2 9156 68,8 13307 0.000 0.907 (0.906-0.908)

Tidak konsumsi

kopi

3112 33,9 6076 66,1 9180 1.000 (Reference)

Tabel tersebut juga menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

merokok, usia mulai merokok, durasi merokok, jumlah rokok yang dihisap,

umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi dengan kejadian TGT.

Individu yang pernah merokok memiliki risiko 1.08 kali untuk

terjadinya TGT. Risiko ini naik menjadi 1.48 kali untuk terjadinya TGT

apabila individu masih berstatus merokok. Pada usia mulai merokok, individu

yang mulai merokok pada usia ≥ 20 tahun memiliki risiko sebesar 1,13 kali

untuk terjadinya TGT. risiko naik menjadi 1,56 kali apabila individu merokok

pada usia lebih muda yaitu pada rentang 5-19 tahun. Pada durasi merokok,

individu yang merokok ≥ 20 tahun memiliki risiko 1,98 kali untuk terjadinya

TGT. Justru pada individu yang merokok kurang dari 20 tahun memiliki efek

protektif.

Untuk jumlah rokok yang dihisap, semakin banyak rokok yang dihisap

maka risiko terjadinya TGT semakin meningkat yaitu berisiko 1,41 kali pada

Page 98: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

82

individu yang merokok kurang dari 20 batang sehari dan menjadi 1,43 kali

pada individu yang merokok ≥ 20 batang per hari.

Pada karakteristik individu, individu yang merokok pada usia ≥ 45

tahun berisiko 1,73 kali untuk terjadinya TGT. Adapun individu yang berjenis

kelamin laki-laki memiliki efek protektif terhadap terjadinya TGT yaitu

menurunkan risiko sebesar 37% dan apabila individu mengkonsumsi kopi

maka juga memiliki efek proteksi yaitu menurunkan risiko TGT sebesar 9,3%.

Tabel 5.4 Hasil Analisis Hubungan Jenis Rokok dengan Kejadian

Toleransi Glukosa Terganggu di Indonesia Tahun 2013 1

Jenis rokok TGT Normal Jumlah Pvalue PRR (95% CI)

n % N %

Kretek

Iya 1262 57,1 3459 55,8 4721 0.000 0.773 (0.772-0.774)

Tidak 6002 33.8 11773 66.2 17775 1.000 (Reference)

Putih

Iya 597 27 1904 30,7 2501 0.000 0.647 (0.646-0.648)

Tidak 6667 33.3 13328 66.7 19995 1.000 (Reference)

Linting

Iya 333 15,1 811 13,1 1144 0.000 0.818 (0.816-0.820)

Tidak 6931 32.5 14421 67.5 21352 1.000 (Reference)

Cangklong

Iya 18 0,8 24 0,4 42 0.000 1.289 (1.276-1.303)

Tidak 7246 32.3 15208 67.7 22454 1.000 (Reference)

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa jenis rokok kretek, putih,

linting dan cangklong memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian

TGT. Hubungan bernilai proteksi karena memiliki nilai PRR kurang dari 1.

Page 99: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

83

Akan tetapi, hasil ini belum dilakukan pengujian apakah ada faktor individu

yang menjadi faktor confonder sehingga memberikan pengaruh terhadap nilai

PRR. Untuk mengetahui hal tersebut maka selanjutnya dilakukan analisis

multivariat.

5.3 Hubungan Merokok Setelah Dikontrol Variabel Karakteristik Individu

dengan Kejadian TGT di Indonesia Tahun 2013

Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen setelah dikontrol variabel confonder maka diperlukan analisis

multivariat. Pada analisis multivariat ini model yang digunakan yaitu regresi

logistik berganda model faktor risiko dikarenakan semua variabel berupa

kategorik dan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara merokok (status

merokok, usia mulai merokok, durasi merokok, jumlah rokok yang dihisap, dan

jenis rokok) dengan TGT setelah dikontrol oleh variabel karakteristik individu

berupa umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi. Adapun tahapan dari analisis

multivariat meliputi pemilihan variabel kandidat multivariat, pembuatan model

faktor Confounding, dan uji Confounding.

Sebelum analisis dilakukan maka dilakukan pembobotan terlebih dulu

dengan memasukkan variabel pembobotan yang telah tersedia. Hal ini bertujuan

untuk mengantisipasi adanya bias dalam estimasi analisis regresi logistik dan

mencegah bias dari standar eror saat analisis.

Page 100: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

84

5.3.1 Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat

Pada penelitian ini terdapat 5 variabel independen (status merokok,

usia mulai merokok, durasi merokok, jumlah rokok yang dihisap, dan jenis

rokok), 3 variabel confonder (umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi) yang

diduga memiliki hubungan secara substansi dengan kejadian Toleransi

Glukosa Terganggu. Variabel jenis rokok merupakan variabel dengan multiple

respons sehingga dalam analisis multivariat ini jenis rokok akan dianalisis

satu per satu berdasarkan kategori rokok kretek, putih, linting atau cerutu, dan

cangklong. Dalam menentukan tahapan pertama dalam analisis multivariat

maka dilakukan pemilihan variabel kandidat multivariat terlebih dahulu

melalui analisis bivariat. Berikut adalah tabel nilai p value pada masing-

masing variabel. Variabel yang memiliki nilai p value <0,25, maka dapat

dijadikan sebagai kandidat analisis multivariat.

Tabel 5.5 Variabel Kandidat Multivariat 1

No. Variabel P value Keterangan

1. Status merokok 0.000 Kandidat

2. Usia mulai merokok 0.000 Kandidat

3. Durasi merokok 0.000 Kandidat

4. Jumlah batang rokok 0.000 Kandidat

5. Kretek 0.000 Kandidat

6. Putih 0.000 Kandidat

7. Linting/Cerutu 0.000 Kandidat

8. Cangklong 0.000 Kandidat

9. Umur 0.000 Kandidat

10 Jenis kelamin 0.000 Kandidat

11 Konsumsi kopi 0.000 Kandidat

Page 101: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

85

Pada tabel 5.5 diketahui bahwa secara keseluruhan variabel memiliki p

value <0,25. Dengan demikian seluruh variabel dalam penelitian ini dapat

masuk ke dalam analisis model multivariat pada tahap berikutnya yaitu

pembuatan model faktor penentu.

.

5.3.2 Pembuatan Model Faktor Penentu

Pada tahap kedua ini, variabel yang menjadi kandidat pada tahap

sebelumnya dianalisis menggunakan analisis multivariat yaitu regresi logistik

berganda untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan kejadian

Toleransi Glukosa Terganggu. Adapun tahapannya yaitu kandidat variabel

pada tabel 5.6 dianalisis bersamaan dalam analisis multivariat dan variabel

yang memiliki pwald>0,05 dikeluarkan dalam analisis satu per satu dimulai

dari variabel dengan pwald paling besar. Hasil penentuan faktor penentu

melalui analisis multivariat dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.6 Nilai P wald Hasil Analisis Multivariat antara Variabel

Independen dan Variabel Confonder dengan Variabel Dependen 1

No. Variabel Model 1

1. Status merokok 0.000

2. Usia mulai merokok 0.000

3. Durasi merokok 0.000

4. Jumlah batang rokok 0.000

5. Jenis

rokok

Kretek 0.000

6. Putih 0.000

7. Linting 0.000

8. Cangklong 0.000

Page 102: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

86

No. Variabel Model 1

9. Umur 0.000

10. Jenis kelamin 0.000

11. Konsumsi kopi 0.000

Pada tabel 5.6 diketahui bahwa dari 11 variabel yang dianalisis, secara

keseluruhan variabel memiliki pwald <0,05 sehingga tidak ada variabel yang

dikeluarkan dari analisis. Hasil analisis multivariat selengkapnya dapat dilihat

pada tabel 5.7 dibawah ini.

Tabel 5.7 Hasil Analisis Multivariat antara Variabel Independen dan

Variabel Confonder dengan Variabel Dependen 1

No. Variabel TGT Normal J umlah PRR (95% CI)

N % n %

1. Status

merokok

Merokok 1478 25,5 4327 74,5 5805 3.882 (3.739-4.030)

Pernah

merokok

287 32,1 607 67,9 894 2.898 (2.791-3.009)

Tidak pernah

merokok

5499 34,8 10298 65,2 15797 1.000 (Reference)

2. Usia mulai

merokok

5-19 tahun 1172 25,1 3506 74,9 4678 3.431 (3.305-3.563)

≥20 tahun 593 29,3 1428 70,7 2021 2.898 (2.791-3.009)

Tidak pernah

merokok

5499 34,8 10298 65,2 15797 1.000 (Reference)

3. Durasi

merokok

≥20 tahun 1239 31 2758 69 3997 1.534 (1.531-1.537)

<20 tahun 525 19,5 2165 80,5 2702 4.940 (4.759-5.129)

Tidak pernah

merokok

5500 34,8 10309 65,2 15797 1.000 (Reference)

Page 103: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

87

No. Variabel TGT Normal J umlah PRR (95% CI)

N % n %

4. Jumlah

rokok yang

dihisap

≥ 20 batang

sehari

163 28,3 413 71,7 4772 1.051 (1.048-1.054)

< 20 batang

sehari

1602 26,2 4521 73,8 1927 1.036 (1.033-1.038)

Tidak pernah

merokok

5499 34,8 10298 65,2 15797 1.000 (Reference)

5. Umur

≥45 tahun 3664 38,9 5752 61,1 9416 1.672 (1.671-1.674)

<45 tahun 3600 27,5 9480 72,5 13080 1.000 (Reference)

6. Jenis

kelamin

Laki-laki 2234 26 6351 74 8585 0.593 (0.592-0.594)

Perempuan 5030 36,2 8881 63,8 13911 1.000 (Reference)

7. Konsumsi

kopi

Konsumsi

kopi

4151 31,2 9156 68,8 13307 0.997 (0.996-0.998)

Tidak

konsumsi

kopi

3112 33,9 6076 66,1 9180 1.000 (Reference)

8. Kretek

Iya 1262 57,1 3459 55,8 4721

1.036 (1.033-1.038)

Tidak 6002 33.8 11773 66.2 17775 1.000 (Reference)

9. Putih

Iya 597 27 1904 30,7 2501

0.976 (0.974-0.978)

Tidak 6667 33.3 13328 66.7 19995

1.000 (Reference)

10. Linting

Iya 333 15,1 811 13,1 1144

0.909 (0.907-0.911)

Tidak 6931 32.5 14421 67.5 21352 1.000 (Reference)

11. Cangklong

Iya 18 0,8 24 0,4 42

1.689 (1.671-1.674)

Tidak 7246 32.3 15208 67.7 22454 1.000 (Reference)

Page 104: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

88

Pada tabel 5.7 diketahui bahwa status merokok berhubungan dengan

kejadian TGT, individu yang pernah merokok memiliki risiko 2,89 kali untuk

terjadinya TGT dan meningkat menjadi 3,88 ketika individu masih berstatus

merokok. Pada usia mulai merokok, semakin muda usia merokok maka

individu semakin berisiko terhadap TGT yaitu 2,89 kali ketika merokok pada

usia ≥20 tahun dan menjadi 3,43 kali ketika mulai merokok pada rentang 5-19

tahun. Pada durasi merokok, individu yang merokok lebih dari 20 tahun

memiliki risiko 1,5 kali untuk terjadinya TGT dan menjadi 4,9 kali ketika

merokok kurang dari 20 tahun. Individu yang menghisap rokok <20 batang

sehari memiliki risiko 1,03 kali untuk terjadinya TGT dan naik menjadi 1,05

kali pada individu yang merokok ≥20 batang sehari. Pada jenis rokok, rokok

yang memiliki risiko terhadap terjadinya TGT yaitu kretek dan cangklong.

Pada variabel umur, usia ≥45 tahun memiliki risiko 1,6 kali untuk terjadinya

TGT dibanding usia kurang dari 45 tahun. Jenis kelamin laki-laki memiliki

efek proteksi yaitu menurunkan risiko sebesar 37% terhadap terjadinya TGT

dibanding perempuan dan individu yang mengkonsumsi kopi menurunkan

risiko sebesar 0,3%.

Akan tetapi hasil tersebut masih belum masuk pada tahap selanjutnya

yaitu uji confounding dimana pada uji tersebut akan diperoleh variabel yang

menjadi confonder antara status merokok, usia mulai merokok, durasi

merokok, jumlah rokok yang dihisap, dan jenis rokok dengan kejadian TGT,

Page 105: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

89

sehingga diperoleh pula nilai ARR setelah dikontrol dengan variabel

confonder.

5.3.3 Uji Confounding

Tahapan selanjutnya pada analisis multivariat model faktor risiko yaitu

uji Confounding. Tahap ini dilakukan untuk mencari variabel apa yang

berperan sebagai confonder. Penentuan variabel confonder dilakukan dengan

membandingkan nilai RR variabel independen antara sebelum dan sesudah

variabel yang diduga confonder dikeluarkan. Apabila selisih nilai RR>10%

maka variabel tersebut dinyatakan terbukti sebagai perancu dan tetap masuk

dalam model multivariat. Namun apabila variabel memiliki selisih RR<10%

maka dikeluarkan dalam analisis (Riyanto, 2009). Berikut adalah tabel 5.8

yaitu hasil uji Confounding dari variabel umur.

Tabel 5.8 Hasil Uji Confounding dengan Mengeluarkan Variabel Umur 1

No. Variabel Gold

standar

RR tanpa

variabel umur

∆RR Keterangan

1. Status merokok (1) 3.882 4.345 99,8%

Umur

Confonder

Status merokok (2) 2.898 2.796 3,51%

2. Usia mulai merokok 1.184 1.306 10.3%

3. Durasi merokok (1) 1.534 2.108 37,4%

Durasi merokok (2) 4.940 6.823 38,1%

4. Jumlah rokok yang

dihisap (1)

1.051 1.064 1,2%

5. Kretek 1.036 1.038 0,2%

6. Putih 0.976 0.933 4,4%

7. Linting 0.909 0.956 5,2%

8. Cangklong 1.689 1.696 0,4%

Page 106: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

90

No. Variabel Gold

standar

RR tanpa

variabel umur

∆RR Keterangan

9. Umur 1.672 - -

10. Jenis kelamin 0.539 0.599 11,1%

11. Konsumsi kopi 0.997 1.011 1,4%

Pada tabel 5.8 diketahui bahwa ∆RR dari variabel status merokok, usia

mulai merokok, durasi merokok dan jenis kelamin memiliki nilai >10% maka

dapat disimpulkan bahwa umur merupakan variabel confonder. Oleh karena

itu umur harus tetap berada dalam analisis. Umur menjadi faktor yang secara

substansi menjadi perancu antara hubungan merokok dengan TGT. Hal ini

dikarenakan semakin tua usia individu maka semakin meningkatkan risiko

terjadinya TGT.

Selanjutnya RR yang paling besar yaitu variabel konsumsi kopi.

Variabel konsumsi kopi dikeluarkan dari analisis untuk mendeteksi apakah

variabel konsumsi kopi menjadi faktor confonder atau tidak. Sesuai dengan

tahapan sebelumnya yaitu dengan membandingkan nilai RR ketika variabel

konsumsi kopi masih masuk dalam analisis dan ketika variabel telah

dikeluarkan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9 Hasil Uji Confounding dengan Mengeluarkan Variabel

Konsumsi Kopi 1

No. Variabel Gold

standar

RR tanpa

variabel umur

∆RR Keterangan

1. Status merokok (1) 3.882 3.884 0.05% Konsumsi

kopi

confonder

Status merokok (2) 2.898 2.898 0

2. Usia mulai

merokok

1.184 1.184 0

Page 107: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

91

No. Variabel Gold

standar

RR tanpa

variabel umur

∆RR Keterangan

3. Durasi merokok

(1)

1.534 1.534 0

Durasi merokok

(2)

4.940 4.940 0

4. Jumlah rokok yang

dihisap (1)

1.051 1.051 0

5. Kretek 1.036 1.036 0

6. Putih 0.976 0.976 0

7. Linting 0.909 0.909 0

8. Cangklong 1.689 1,688 0.06%

9. Umur 1.672 1.672 0

10. Jenis kelamin 0.539 0.593 10,01%

11. Konsumsi kopi 0.997 - -

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa terdapat satu variabel yang

memiliki nilai ∆RR>10% yaitu jenis kelamin sehingga dapat disimpulkan

bahwa konsumsi kopi merupakan faktor confonder. Oleh karena itu konsumsi

kopi harus diikutsertakan dalam analisis.

Kopi memiliki hubungan dengan TGT. Dalam penelitian ini

disebutkan bahwa kopi memiliki efek protektif terhadap TGT. Terdapat zat

berupa asam klorogenat dalam kopi yang dapat menunda absorbsi glukosa.

Apabila absorbsi glukosa dapat dihambat maka peluang untuk terjadinya

hiperglikemi yang dapat menyebabkan resistensi insulin juga dapat dicegah

(Kobayashi dkk., 2017). Hal inilah yang menyebabkan kopi dapat menjadi

faktor confonder antara hubungan merokok dengan TGT karena kopi juga

memiliki hubungan terhadap TGT secara langsung.

Page 108: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

92

Tabel 5.10 Hasil Uji Confounding dengan Mengeluarkan Variabel Jenis

Kelamin 1

No. Variabel Gold

standar

RR tanpa

variabel jenis

kelamin

∆RR Keterangan

1. Status merokok (1) 3.882 5.420 39.6%

Jenis

kelamin

confonder

Status merokok (2) 2.898 3.958 36.6%

2. Usia mulai

merokok

1.184 1.225 3.5%

3. Durasi merokok

(1)

1.534 1.523 0.7%

Durasi merokok

(2)

4.940 4.760 3.6%

4. Jumlah rokok yang

dihisap (1)

1.051 1.081 2.8%

5. Kretek 1.036 1.041 0.5%

6. Putih 0.976 0.965 1.1%

7. Linting 0.909 0.890 2.1%

8. Cangklong 1.689 1.693 0.2%

9. Umur 1.672 1.664 0.5%

10. Jenis kelamin 0.539 - -

11. Konsumsi kopi 0.997 0.979 1.8%

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa terdapat satu variabel yang

memiliki nilai ∆RR>10% yaitu status merokok, sehingga dapat disimpulkan

bahwa jenis kelamin merupakan faktor confonder. Oleh karena itu jenis

kelamin harus diikutsertakan dalam analisis.

Secara subtansi, penelitian Soewondo dan Pramono (2011) di

Indonesia dengan menggunakan data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa

perempuan lebih berisiko terhadap TGT dibanding dengan laki-laki.

Penelitian Lang dkk., (2015) di Croatia dengan desain studi yang sama juga

menunjukkan hasil yang serupa. Penelitian Irawan (2010) juga menunjukkan

Page 109: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

93

bahwa perempuan memiliki risiko yang lebih besar untuk terjadinya TGT. Hal

ini dikarenakan perempuan memiliki siklus bulanan yaitu menstruasi yang

menyebabkan akumulasi lemak tubuh menjadi lebih mudah hal ini

dikarenakan berkurangnya sekresi hormon estrogen yang merupakan hormon

pengatur distribusi lemak (Irawan, 2010). Penelitian Davis dkk., (2012),

dengan desain eksperimen menggunakan tikus aromatase gene knock-out

(ArKO) yang tidak dapat mensintesis estrogen. Tikus ArKO menunjukkan

obesitas sejak usia 3 bulan yang ditandai dengan peningkatan lapisan lemak.

Penelitian lain dengan desain studi yang sama pada tikus juga menunjukkan

bahwa berkurangnya hormon estrogen menyebabkan terjadinya peningkatan

massa jaringan adiposa tanpa dipengaruhi oleh diet dan kondisi metabolik.

Berdasarkan penjelasan tersebut, diketahui secara substansi bahwa

jenis kelamin dapat mengganggu hubungan antara merokok dengan TGT.

Oleh karena itu jenis kelamin juga harus dikontrol agar diperoleh nilai risiko

yang sebenarnya antara merokok dengan TGT setelah dikontrol variabel jenis

kelamin.

Berdasarkan hasil uji Confounding pada tabel 5.8 sampai 5.10 dapat

disimpulkan bahwa umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi merupakan

variabel confonder, sehingga variabel tersebut harus tetap diikutsertakan

dalam analisis, maka berikut adalah tabel 5.11 hasil analisis hubungan

merokok dengan Toleransi Glukosa Terganggu setelah dikontrol variabel

umur dan jenis kelamin.

Page 110: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

94

Tabel 5.11 Hasil Analisis Hubungan Merokok dengan Kejadian Toleransi

Glukosa Terganggu setelah Dikontrol Variabel Umur, Jenis Kelamin dan

Konsumsi Kopi di Indonesia Tahun 2013 1

No. Variabel TGT Normal J umlah ARR (95% CI)

N % N %

1. Status

merokok

Merokok 1478 25,5 4327 74,5 5805 3.882 (3.739-4.030)

Pernah

merokok

287 32,1 607 67,9 894 2.898 (2.791-3.009)

Tidak pernah

merokok

5499 34,8 10298 65,2 15797 1.000 (Reference)

2. Usia mulai

merokok

5-19 tahun 1172 25,1 3506 74,9 4678 3.431 (3.305-3.563)

≥20 tahun 593 29,3 1428 70,7 2021 2.898 (2.791-3.009)

Tidak pernah

merokok

5499 34,8 10298 65,2 15797 1.000 (Reference)

3. Durasi

merokok

≥20 tahun 1239 31 2758 69 3997 1.534 (1.531-1.537)

<20 tahun 525 19,5 2165 80,5 2702 4.940 (4.759-5.129)

Tidak pernah

merokok

5500 34,8 10309 65,2 15797 1.000 (Reference)

4. Jumlah

rokok yang

dihisap

≥ 20 batang

sehari

163 28,3 413 71,7 4772 1.051 (1.048-1.054)

< 20 batang

sehari

1602 26,2 4521 73,8 1927 1.036 (1.033-1.038)

Tidak pernah

merokok

5499 34,8 10298 65,2 15797 1.000 (Reference)

5. Kretek

Iya 1262 57,1 3459 55,8 4721

1.036 (1.033-1.038)

Tidak 6002 33.8 11773 66.2 17775 1.000 (Reference)

6. Putih

Iya 597 27 1904 30,7 2501

0.976 (0.974-0.978)

Tidak 6667 33.3 13328 66.7 19995

1.000 (Reference)

Page 111: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

95

No. Variabel TGT Normal J umlah ARR (95% CI)

N % N %

7. Linting

Iya 333 15,1 811 13,1 1144

0.909 (0.907-0.911)

Tidak 6931 32.5 14421 67.5 21352 1.000 (Reference)

8. Cangklong

Iya 18 0,8 24 0,4 42

1.689 (1.671-1.674)

Tidak 7246 32.3 15208 67.7 22454 1.000 (Reference)

Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa individu yang pernah

merokok memiliki peluang 2,9 kali untuk terjadinya TGT dibanding yang

tidak pernah merokok. Peluang ini meningkat menjadi 3,9 kali untuk

terjadinya TGT pada individu yang masih merokok. Adapun individu yang

merokok pada usia ≥20 tahun memiliki risiko 2,9 kali untuk terjadinya TGT

dan risiko meningkat menjadi 3,4 kali ketika individu mulai merokok pada

rentang usia 5-19 tahun. Pada durasi merokok, individu yang merokok selama

<20 tahun memiliki risiko 4,9 kali untuk terjadinya TGT dan individu yang

merokok ≥20 tahun memiliki risiko 1,5 kali untuk terjadinya TGT. Individu

yang merokok <20 batang sehari memiliki risiko 1,03 kali untuk terjadinya

TGT dan risiko meningkat menjadi 1,05 kali ketika individu merokok ≥20

batang sehari. Terkait jenis rokok, jenis rokok kretek dan cangklong memiliki

risiko untuk terjadinya TGT dengan risiko 1,03 untuk individu yang

menghisap rokok kretek dan 1,7 untuk individu yang menghisap rokok

cangklong. Untuk jenis rokok putih dan linting justru menjadi faktor protektif

karena keduanya memiliki rentang CI kurang dari 1.

Page 112: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

96

Secara umum, setelah dilakukan kontrol terhadap variabel

confounding, perbedaan risiko antara analisis bivariat dan multivariat terlihat

jelas. Nilai risiko menjadi lebih besar setelah dilakukan kontrol terhadap

variabel confonder. Selain itu, jenis rokok kretek dan cangklong menjadi

faktor risiko TGT setelah dilakukan analisis multivariat, padahal pada analisis

bivariat rokok kretek bukan merupakan faktor risiko TGT. Hal inilah

pentingnya dilakukan analisis multivariat karena untuk menghasilkan nilai

risiko yang sebenarnya antara hubungan merokok dengan kejadian TGT.

Page 113: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

97

6 BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penggunaan data riskesdas 2013 sebag ai bahan analisis membuat peneliti

terbatas dalam meminimalisir bias, terutama bias saat pengumpulan data. Adapun

upaya yang dilakukan peneliti dalam mengontrol bias yaitu dengan melakukan

cleaning data melalui eliminasi terhadap missing data dan data yang memiliki

nilai ekstrim. Pelaksana Riskesdas juga sudah melakukan upaya untuk menjaga

kualitas data yaitu melalui pelatihan terhadap enumerator. Para enumerator yang

dipilih dipastikan berlatar belakang kesehatan, sehingga sejalan dengan riset

yang dilakukan. Berikut adalah beberapa keterbatasan dalam penelitian ini :

1. Pengukuran durasi merokok dan jumlah rokok yang dihisap perhari sangat

mengandalkan ingatkan individu terutama pertanyaan usia mulai merokok

pertama kali dan usia berhenti merokok serta jumlah batang rokok yang

biasa dihisap perharinya. Oleh karena itu bias informasi mungkin terjadi

dalam penelitian ini. Akan tetapi para enumerator meminimalisasi bias

dengan melakukan probing.

2. Pada jenis rokok dalam kuesioner RKD2013 memang hanya membedakan

berdasarkan kandungan rokok dan tidak membedakan pada filter dan non

filter. Padahal ada tidaknya filter juga lebih penting dalam menilai peluang

Page 114: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

98

risiko terjadinya suatu penyakit. Karena filter rokok dapat meminimalkan

kandungan nikotin yang masuk melalui saluran pencernaan. Peneliti

berharap pada kuesioner selanjutnya dibedakan pula antara rokok filter dan

non filter. Selain itu variabel jenis rokok merupakan variabel multiple

respons, sehingga peneliti tidak mengetahui rokok yang paling dominan

yang dihisap oleh individu. Diharapkan pada riset selanjutnya terdapat

variabel jenis rokok yang paling dominan atau paling sering dihisap oleh

individu.

3. Selain variabel merokok, beberapa variabel lain yang diduga secara

substansi menjadi confonder dari hubungan antara merokok dengan

kejadian TGT tidak dapat peneliti teliti dikarenakan keterbatasan dalam

pemanfaatan data sekunder. Variabel tersebut yaitu status gizi. Padahal

status gizi merupakan variabel penting yang diduga variabel confonder

paling dominan. Oleh karena itu, peneliti berharap pada penelitian lanjutan

dapat mengontrol variabel status gizi.

6.2 Proporsi Kejadian Toleransi Glukosa Terganggu berdasarkan Proporsi

Merokok, dan Karakteristik Individu di Indonesia Tahun 2013

6.2.1 Status merokok

Berdasarkan penelitian Soewondo (2011) dengan desain studi

cross sectional di indonesia, Venkatachalam (2012) dengan desain

studi case control di india, Marimoto (2013) dengan desain studi

Page 115: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

99

kohort di jepang menunjukkan bahwa status merokok memiliki

proporsi lebih banyak untuk terjadinya TGT dibanding status pernah

merokok atau tidak merokok. Hal ini disebabkan karena rokok

mengandung banyak sekali zat yang berbahaya bagi kesehatan. Salah

satu zat yang berbahaya tersebut yaitu nikotin. Nikotin memiliki

persentase paling banyak dari keseluruhan zat yang berbahaya dalam

rokok.

Zat nikotin ini mulanya masuk melalui saluran pernapasan dan

sampai pada pembuluh darah. Dalam darah nikotin dapat menyebar ke

seluruh tubuh khususnya pada otak. Kandungan nikotin dalam darah

ini berubah menjadi kotinin. Zat kotinin inilah yang dapat merangsang

keluarnya hormon kortisol yang mengakibatkan meningkatnya proses

pemecahan glukosa. Apabila perilaku merokok terjadi terus menerus

maka proses pemecahan glukosa juga demikian sehingga dapat

mengganggu proses penyimpanan glukosa 2 jam paska mengkonsumsi

makanan yang kemudian menimbulkan kejadian TGT. Oleh karena itu

prevalensi TGT akan meningkat pada individu yang merokok atau

pernah mengkonsumsi rokok (Soewondo and Pramono, 2011).

Akan tetapi beberapa penelitian lain juga menyebutkan bahwa

justru status tidak merokok memiliki proporsi terjadinya TGT lebih

besar dibanding individu yang merokok dan pernah merokok

(Chidozie dkk., 2014). Beberapa penyebabnya yaitu karena faktor

Page 116: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

100

genetik yaitu penyakit bawaan keluarga atau adanya kelainan dalam

produksi insulin dalam tubuh (Alfiyah, 2010). Ketika individu

memiliki kelainan ini maka risiko terjadinya TGT semakin besar,

sehingga dapat menyebabkan prevalensi TGT menjadi tinggi.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa

prevalensi TGT justru lebih banyak pada individu dengan status tidak

merokok dibanding dengan individu yang merokok atau pernah

merokok (Soewondo and Pramono, 2011). Akan tetapi hal ini tetap

belum dapat menunjukkan bahwa perilaku merokok justru

memberikan risiko yang lebih rendah terhadap kejadian TGT karena

memang TGT merupakan penyakit yang multikausal sehingga naik

turunnya prevalensi TGT tidak hanya dipengaruhi oleh 1 faktor saja

karena kemungkinan terdapat faktor lain yang dapat meningkatkan

prevalensi TGT (Bustan, 2008). Hasil penelitian menunjukkan

perilaku tidak merokok justru memiliki prevalensi TGT lebih besar

dibanding merokok dan pernah merokok, hal ini dapat disebabkan

karena sebagian individu yang masuk dalam kategori merokok, rata-

rata menghabiskan kurang dari 10 batang rokok perhari dan memiliki

usia kurang dari 45 tahun dan masih masuk dalam usia produktif,

sehingga belum berisiko terhadap TGT atau masih memiliki risiko

yang rendah.

Page 117: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

101

Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang berstatus

pernah merokok memiliki risiko 1,08 kali untuk terjadinya TGT

dibanding dengan individu yang tidak pernah merokok. Risiko ini naik

menjadi 1,48 kali pada individu yang masih berstatus merokok.

Setelah melakukan tahapan analisis multivariat, diketahui bahwa

umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi menjadi faktor confonder

antara hubungan status merokok dengan TGT. Setelah dilakukan

analisis, justru risiko menjadi lebih besar yaitu menjadi 2,89 kali pada

individu dengan status pernah merokok dan 3,88 kali pada individu

yang masih merokok.

Merokok merupakan aktivitas menghisap rokok yang

memiliki berbagai kandungan yang berbahaya bagi kesehatan. Salah

satunya yaitu nikotin. Nikotin yang berada dalam darah dapat memicu

keluarnya hormon kortisol. Hormon ini bertugas untuk mengirimkan

sinyal proses glukoneogeneisis yaitu pemecahan glukosa. Apabila hal

ini berlangsung secara terus menerus maka akan mengganggu proses

penyimpanan glukosa setelah makan. Akibatnya gula darah setelah

makan pun akan naik (Bajaj, 2012). Oleh karena itu risiko TGT

meningkat pada individu yang masih merokok.

Berbeda halnya dengan perokok yang sudah berhenti

merokok. Individu yang dulunya pernah merokok tentunya memiliki

risiko lebih rendah dibanding dengan yang masih merokok (Luo et

Page 118: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

102

dkk., 2012). Hal inilah yang mendasari anjuran berhenti merokok pada

individu yang telah didiagnosis DM tipe 2. Berdasarkan penelitian

diketahui bahwa berhenti merokok dapat penurunan risiko TGT

sebesar 44% (Soewondo dan Pramono, 2011). Penelitian juga

menyebutkan bahwa berhenti merokok berguna untuk memperbaiki

kinerja dari hormon insulin. Hal ini tentunya didukung oleh perilaku

sehat lainnya seperti aktivitas fisik dan konsumsi makanan yang

mengandung banyak serat (Hans, 2008). Oleh karena itu, individu

yang telah didiagnosis TGT juga harus diedukasi untuk berhenti

merokok supaya insulin bekerja dengan baik. Hal ini dapat bermanfaat

dalam menurunkan insidens DM tipe 2.

6.2.2 Usia mulai merokok

Rata-rata usia mulai merokok individu berpengaruh terhadap

durasi merokoknya. Meskipun belum tentu individu yang semakin

awal merokok semakin lama durasi merokoknya. Akan tetapi, jika

individu sudah merokok sejak anak-anak dan remaja maka efek candu

dari rokok akan lebih susah dilepaskan . Walaupun awalnya bukan

karena keinginannya sendiri, rokok memiliki zat nikotin yang juga

bersifat ketergantungan maka lama-kelamaan individu merasa butuh

dengan rokok dan kemudian memilih untuk terus merokok. Hal ini

didukung pula dengan kurangnya pengetahuan mengenai dampak

Page 119: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

103

merokok dan bahayanya. Menurut Bustan (2007), semakin muda usia

merokok individu maka semakin sulit untuk berhenti merokok. Rokok

juga memiliki dose-response effect yaitu semakin muda usia merokok

maka semakin besar pula pengaruhnya.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat 25,1% individu

yang mengalami TGT pada usia mulai merokok 5-19 tahun. Hasil

penelitian Kim dkk., (2014) juga menunjukkan individu yang

mengalami TGT lebih banyak pada individu yang berstatus tidak

merokok dibanding yang pertama kali merokok pada usia 5-19 tahun

atau lebih dari itu. Semakin muda usia seseorang dalam pertama kali

merokok maka semakin susah pula ia dalam berhenti merokok.

Dikarenakan dalam rokok terdapat kandungan nikotin yang dapat

menyebabkan efek rileks terhadap tubuh sehingga menyebabkan

ketergantungan. Padahal efek nikotin ini berbahaya dalam

mengganggu regulasi glukosa, karena dapat mengganggu kerja insulin,

merusak mitokondria, menyebabkan inflamasi sel beta yang kemudian

lama kelamaan terjadi peningkatan glukosa darah (Xie dkk., 2009).

Diharapkan remaja dan anak-anak menghindari rokok karena

rokok dapat menyebabkan ketergantungan. Apabila sudah terlanjur

merokok maka diharapkan untuk segera mungkin berhenti untuk

mencegah terjadinya resistensi insulin. Karena semakin muda usia

seseorang maka sensitivitas insulin masih tinggi. Apabila sudah

Page 120: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

104

terpajan rokok di usia remaja atau bahkan anak-anak maka

kemungkinan pada usia dewasa sudah terjadi penurunan insulin dan

berisiko terhadap kejadian TGT (Chen dan Millar, 1998).

Hasil penelitian Kim dkk., (2014) dengan desain studi cross

sectional pada pria Amerika dan Korea Selatan menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara usia mulai merokok dengan kejadian

TGT. Pada penelitian tersebut usia mulai merokok kurang dari 16

tahun memiliki risiko 24% untuk terjadinya TGT dibanding bukan

perokok. Penelitian menyebutkan bahwa semakin muda usia individu

dalam merokok maka semakin berisiko terhadap TGT. Hal ini

dikarenakan semakin muda usia individu dalam merokok maka

semakin sulit untuk berhenti merokok (Widiansyah, 2014).

Penelitian Chen dan Millar (1998) di Canada menyebutkan dari

3449 responden, hanya 18% perokok yang mulai merokok dari usia 13

atau lebih muda baru berhenti merokok setelah merokok selama

sepuluh tahun, hal ini berbeda dibandingkan dengan responden yang

memulai merokok lebih dari usia 20 tahun peluang untuk berhenti

merokok setelah 10 tahun lebih besar yaitu 42%. Hasil ini tentunya

memperkuat hasil penelitian peneliti yang menyebutkan bahwa

semakin muda usia seseorang mulai merokok maka semakin berisiko

terhadap TGT karena berpeluang memiliki durasi merokok yang juga

lebih panjang.

Page 121: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

105

6.2.3 Durasi merokok

Durasi merokok merupakan lama individu merokok terhitung

dari usia mulai merokok pertama kali sampai usia individu saat

terakhir kali merokok atau sampai saat wawancara dilakukan

(Kemenkes, 2012). Durasi merokok ini sangat penting karena

berpengaruh pula pada konsentrasi nikotin dalam tubuh dan kerja

insulin. TGT merupakan penyakit kronik yang membutuhkan waktu

dan faktor yang cukup untuk menyebabkan dirinya bisa muncul

(Bustan, 2007). Karena TGT tidak memiliki gejala khusus maka

penyakit ini perlu diwaspadai, khususnya bagi individu yang telah

merokok lebih dari 20 tahun. Penelitian Venkatachalam dkk., (2012)

di india menyebutkan bahwa proporsi TGT lebih tinggi pada individu

yang merokok lebih dari 20 tahun.

Semakin lama individu merokok maka semakin lama pula

kandungan nikotin dalam darah. Nikotin ini kemudian diubah menjadi

kotinin dan merangsang kerja hormon kortisol. Tubuh selalu

mengganggap zat kotinin sebagai salah satu zat yang tidak baik

sehingga berusaha untuk mengeluarkan kotinin tersebut. Oleh karena

itu tubuh juga semakin meningkatkan proses pemecahan glukosa

seiring dengan adanya zat kotinin dalam darah. Akibatnya ketika

glukosa dipecah terus menerus beban insulin menjadi besar dan lama

kelamaan sensitivitasnya akan menurun (Mosson and Milnerowicz,

Page 122: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

106

2017). Selain itu, durasi merokok dapat menyebabkan meningkatnya

radikal bebas dalam tubuh yang lama kelamaan dapat menyebabkan

rusaknya sel beta pankreas. Hal inilah yang menyebabkan proporsi

TGT lebih besar pada individu yang memiliki durasi merokok yang

lama terutama lebih dari 20 tahun (Sherwood, 2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang sama yaitu

proporsi TGT lebih banyak pada individu yang merokok selama lebih

dari 20 tahun dibanding dengan yang kurang dari 20 tahun. Akan

tetapi, jika dibandingkan dengan tidak merokok maka proporsi TGT

lebih banyak pada individu yang tidak merokok dibanding dengan

individu yang merokok selama lebih dari 20 tahun. Hal ini

dikarenakan distribusi jumlah sampel pada status tidak merokok lebih

banyak dibanding status merokok, sehingga peluang proporsi TGT

pada individu yang tidak merokok tentunya juga lebih besar.

Penelitian dengan desain studi case control menyebutkan

bahwa individu yang merokok selama kurang dari 10 tahun berisiko

2,48 kali mengalami TGT dan risiko meningkat menjadi 7,67 kali

apabila merokok selama 11 sampai 20 tahun dan meningkat menjadi

12,86 apabila merokok selama lebih dari 20 tahun (Venkatachalam

dkk., 2012). Semakin lama individu merokok maka semakin banyak

radikal bebas yang terakumulasi dalam tubuh. Zat-zat tersebut yang

nantinya dapat menganggu kerja insulin dan merusak sel beta

Page 123: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

107

pankreas, sehingga menyebabkan kadar gula dalam darah tidak

terkontrol.

Akan tetapi hasil penelitian menunjukkan perbedaan yaitu

justru risiko individu yang merokok lebih dari 20 tahun lebih rendah

dibanding individu yang telah merokok selama kurang dari 20 tahun.

Hal ini dikarenakan pada durasi merokok terdapat proses recall yaitu

usia mulai merokok pertama kali dan usia berhenti merokok.

Kemungkinan terdapat bias informasi karena jawaban mengandalkan

ingatan dari individu. Selain itu, pada individu yang merokok lebih

dari 20 tahun ternyata memiliki jumlah rokok yang dihisap lebih

rendah bila dibanding dengan individu yang merokok kurang dari 20

tahun. Hal ini yang dapat menyebabkan risiko pada individu yang

merokok kurang dari 20 tahun menjadi lebih tinggi.

Selain itu, pada fase kronik, durasi merokok juga berhubungan

dengan status gizi individu. Penelitian menyebutkan bahwa semakin

lama individu merokok maka berisiko untuk mengalami berat badan

yang berlebih apabila diimbangi dengan aktivitas fisik yang rendah

dan diet yang tidak sehat (Chiolero dkk., 2008). Berat badan yang

berlebih inilah yang juga dapat mempercepat terjadinya TGT. Akan

tetapi dalam hal ini tidak diketahui rata-rata status gizi individu antara

yang merokok lebih dari 20 tahun dan kurang dari 20 tahun karena

Page 124: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

108

status gizi tidak diteliti dalam penelitian dan menjadi kelemahan dari

penelitian ini.

6.2.4 Jumlah rokok yang dihisap

Menurut kemenkes RI tahun 2012, jenis perokok dibagi

menjadi tiga yaitu perokok ringan (1-10 batang perhari), perokok

sedang (11-20 batang perhari) dan perokok berat lebih dari 20 batang

perhari. Berdasarkan penelitian Venkatachalam dkk., 2012 dengan

menggunakan desain studi case contol menyebutkan bahwa individu

yang merokok lebih dari 20 batang sehari juga memiliki persentase

TGT lebih besar dibanding individu yang merokok kurang dari 20

batang per hari. Hasil penelitian ini sejala dengan teori tersebut yaitu

menunjukkan persentase TGT lebih besar pada individu yang

menghisap rokok 20 batang atau lebih sebanyak 28,3% dibanding

kurang dari 20 batang perhari (26,2%).

Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap maka

nikotin dalam darah juga semakin banyak. Kadar nikotin yang banyak

juga berpengaruh pada banyaknya pelepasan hormon kortisol. Hormon

kortisol merupakan hormon antagonis insulin. Hormon inilah yang

memicu pemecahan glukosa terus menerus. Apabila hal ini terjadi

terus menerus maka kerja insulin akan terganggu (Sherwood, 2012).

Akibatnya sel beta pankreas akan merespon dengan memproduksi dan

Page 125: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

109

melepaskan insulin lebih banyak lagi. Akan tetapi karena aktivitas

insulin sudah terganggu oleh adanya sehingga kinerja insulin juga

menurun. Akibatnya pemecahan glukosa yang seharusnya dapat

digunakan sel untuk menghasilkan energi atau disimpan sebagai

cadangan makanan menjadi tidak terpakai dan tersebar dalam aliran

darah, sehingga glukosa darah meningkat.

6.2.5 Jenis rokok

Jenis rokok berpengaruh pada kandungan dari masing-masing

rokok. Jenis rokok kretek memiliki kandungan nikotin lebih banyak

dibanding jenis rokok yang lainnya. Pada jenis rokok putih, yang

menyebabkan berbeda yaitu adanya filter pada ujung rokok .

Kebanyakan usia remaja dan dewasa muda menyukai rokok jenis ini

karena filter diujung rokok yang memiliki rasa yang manis. Berbeda

dengan rokok jenis lainnya yang tidak memiliki filter, yang

memberikan rasa pahit terutama ketika batang rokok semakin kecil.

Selain itu, rokok putih ini tidak memiliki kandungan cengkeh, dimana

cengkeh merupakan bahan yang mengandung senyawa tar yang juga

berbahaya bagi kesehatan (Bajaj, 2012). Akan tetapi justru pria yang

berusia dewasa lanjut dan lansia lebih banyak yang menghisap rokok

jenis kretek. Padahal usia mereka juga lebih rentan terhadap TGT.

Penelitian menunjukkan bahwa jenis rokok kretek memiliki peluang

Page 126: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

110

untuk terjadinya TGT lebih besar dibanding jenis lain (Ghoraba dkk.,

2016).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori tersebut. Bahwa

proporsi TGT lebih banyak pada individu yang menghisap rokok jenis

kretek dibanding rokok jenis lainnya. Akan tetapi, individu yang

merokok dengan jenis rokok putih memiliki proporsi normal lebih

banyak dibanding dengan proporsi TGT. Hal ini dikarenakan pada

rokok putih terdapat filter yang merupakan penyaring agar kandungan

rokok tidak banyak yang terhisap melalui mulut. Sehingga

kemungkinan zat nikotin yang masuk melalui saluran pencernaan pada

individu yang mengkonsumsi rokok putih lebih rendah dibanding pada

individu yang mengkonsumsi rokok jenis lain.

Rokok kretek terdiri dari 30-40% zat adiktif, sedangkan rokok

putih memiliki kadar zat adiktif yang lebih rendah dibanding rokok

kretek karena tidak memiliki kandungan cengkeh yang merupakan

penghasil tar dan memiliki filter di ujung batang rokok. Untuk rokok

linting dan cerutu memiliki kesamaan yaitu berisi tembakau yang

digulung (Kemenkes, 2012). Seperti penjelasan sebelumnya bahwa

semakin banyak nikotin yang masuk dalam darah maka semakin

banyak zat kotinin yang menstimulus pengeluaran hormon kortisol.

Efek yang ditimbulkan yaitu pemecahan glukosa terus menerus. Selain

itu, kotinin dapat memicu apoptosis dari sel beta pankreas sehingga

Page 127: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

111

proses produksi insulin menjadi terganggu (Sherwood, 2012). Apabila

hormon kortisol bekerja terus menerus untuk memecah glukosa dan

tidak disertai dengan pengeluaran insulin yang cukup untuk

mengaturnya maka kadar glukosa dalam tubuh menjadi tidak

terkontrol (Xie dkk., 2009).

6.2.6 Umur

Pada umumnya, di negara berkembang seperti Indonesia,

kelompok umur yang berisiko menderita TGT yaitu pada rentang 46

sampai 64 tahun (Riskesdas, 2013). Pada rentang usia tersebut sangat

rentan untuk terjadi intoleransi glukosa. Penuaan menyebabkan

kemampuan sel beta pankreas dalam memproduksi insulin semakin

menurun (Sanjaya, 2009). Selain itu, aktivitas mitokondria di sel-sel

otot juga mengalami penurunan sebesar 35%. Hal ini dapat

menyebabkan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% yang

memicu terjadinya resistensi insulin (yale news, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia ≥45 tahun memiliki

proporsi TGT lebih banyak dibanding usia kurang dari 45 tahun. Hal

ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang

menyebutkan bahwa usia di atas 45 tahun memberikan proporsi TGT

lebih besar (Ghoraba dkk., 2016). Hal ini disebabkan karena fungsi

insulin menurun seiring dengan bertambahnya usia sehingga dewasa

Page 128: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

112

dan lansia memiliki proporsi lebih besar dalam meningkatkan

prevalensi TGT (Setiawan, 2011).

Berbagai penelitian sepakat bahwa semakin tua individu

semakin berisiko terhadap penyaki tidak menular, khususnya TGT .

Hal ini dikarenakan kinerja sel beta pankreas sebagai penghasil insulin

juga dipengaruhi oleh usia individu. Semakin tua usia individu maka

semakin banyak karakteristik yang melekat pada dirinya seperti pola

makan, pola aktivitas, stres dan lain sebagainya. Sehingga peran

insulin menjadi lebih kompleks dalam mengatur regulasi glukosa

dalam tubuh. Akibatnya lama-kelamaan kinerjanya akan menurun

apabila tidak dijaga dengan baik khususnya ketika individu merokok

(Oba dkk., 2015).

Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa semakin tua individu

maka semakin banyak rokok yang dihisap. Hal ini berkaitan dengan

aktivitas yang dilakukan. Pada usia produktif, baik pria maupun

wanita cenderung menghabiskan waktu untuk melakukan

pekerjaannya dan merokok pada jam istirahat atau jam setelah bekerja

(Widiansyah, 2014). Berbeda dengan usia dewasa lanjut sampai lansia

yang kebanyakan sudah terjadi penurunan aktivitas sehari-hari baik

dalam hal pekerjaan maupun rumah tangga. Banyak waktu luang yang

tersedia, akibatnya waktu luang tersebut sering digunakan untuk

merokok.

Page 129: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

113

6.2.7 Jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa proporsi TGT

paling banyak yaitu pada jenis kelamin perempuan. Perbedaan antara

laki-laki dan perempuan dalam meningkatkan risiko TGT terlihat

setelah usia 30 tahun, secara fisiologis, setelah berusia 30 tahun atau

lebih perempuan memiliki kecenderungan mudah dalam akumulasi

lemak dalam tubuh dibanding dengan laki-laki. Hal ini juga

dipengaruhi oleh siklus bulanan perempuan yaitu pada premenstrual

dan pascamenstrual menstruasi yang menyebabkan distribusi lemak

tubuh menjadi mudah terakumulasi karena faktor hormonal (Irawan,

2010).

Hormon estrogen merupakan hormon yang berperan dalam

distribusi lemak. Produksi hormon estrogen semakin berkurang seiring

dengan bertambahnya usia seorang perempuan. Hal ini yang

menyebabkan adanya risiko penumpukan lemak pada perempuan.

Berkaitan dengan hal tersebut, wanita juga cenderung memiliki status

gizi yang melebihi normal dibanding dengan laki-laki, sehingga hal ini

dapat meningkatkan proporsi kejadian TGT pada perempuan (Davis

dkk., 2012).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa TGT memang lebih

rentan menyerang perempuan sehingga banyak penelitian

menyebutkan proporsi TGT lebih banyak pada perempuan dibanding

Page 130: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

114

laki-laki (Ghoraba dkk., 2016). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

yang menyebutkan bahwa proporsi TGT lebih banyak terdapat pada

jenis kelamin perempuan dibanding laki-laki. Akan tetapi laki-laki

juga tetap berpotensi mengalami peningkatan TGT melalui perilaku

konsumsi rokok dan obesitas sentral, sehingga upaya penyuluhan

kesehatan tetap harus diberikan baik pada laki-laki maupun

perempuan.

6.2.8 Konsumsi kopi

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa proporsi kejadian

TGT lebih rendah pada individu yang mengkonsumsi kopi daripada

yang tidak mengkonsumsi kopi (Tjekyan, 2007). Kopi mengandung zat

yang disebut dengan kafein. Kafein merupakan stimulus ringan,

termasuk dalam zat psikoaktif yang paling banyak digunakan di dunia.

Kafein dapat meningkatkan sekresi neuroepinefrin dan meningkatkan

aktivitas saraf pada beberapa area di otak. Penelitian menyebutkan

bahwa kafein dapat mengembalikan sensitivitas insulin (Coelho dkk.,

2016).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori tersebut yaitu proporsi

TGT lebih rendah pada orang yang mengkonsumsi kopi. Konsumsi

kopi berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin. Kopi

mengandung senyawa fenol yang termasuk dalam senyawa antioksidan

Page 131: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

115

(Tjekyan, 2007). Penelitian menyebutkan bahwa antioksidan sangat

membantu dalam meningkatkan sensitivitas insulin. Dalam penelitian

ini, proporsi paling banyak yaitu konsumsi kopi (50,2%) dengan

kategori konsumsi kopi paling banyak yaitu kategori lebih dari 1 kali

dalam sehari (15,7%).

Selain itu, Terdapat zat berupa asam klorogenat dalam kopi

yang dapat menunda absorbsi glukosa. Apabila absorbsi glukosa dapat

dihambat maka peluang untuk terjadinya hiperglikemi yang dapat

menyebabkan resistensi insulin juga dapat dicegah (Kobayashi dkk.,

2017).

6.3 Hubungan Merokok Setelah Dikontrol Variabel Karakteristik Individu

dengan Kejadian TGT di Indonesia Tahun 2013

Setelah melakukan tahapan analisis multivariat, diketahui bahwa umur,

jenis kelamin dan konsumsi kopi merupakan faktor confounding antara merokok

dengan TGT sehingga kedua variabel tersebut tetap dimasukkan dalam analisis.

Selain kedua variabel tersebut, sebenarnya masih ada variabel status gizi yang

kemungkinan menjadi confonder dalam penelitian ini. Akan tetapi, karena

keterbatasan penelitian maka variabel tersebut tidak diteliti.

Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa status gizi memang berhubungan

dengan TGT, dimana risiko TGT meningkat seiring semakin besarnya nilai IMT.

Akan tetapi penelitian menyebutkan bahwa semakin lama seseorang merokok

Page 132: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

116

maka justru berisiko terhadap penurunan berat badan dan cenderung memiliki

status gizi normal (ASH, 2012). Padahal berat badan normal memiliki efek

protektif terhadap TGT. Hal ini yang menjadi dasar bahwa kemungkinan

kontribusi status gizi dalam memberikan efek perancu terhadap hubungan

merokok dengan TGT adalah kecil.

Berdasarkan penelitian Manson dkk., (2000) dengan desain studi kohort

dengan mengontrol variabel status gizi dan aktivitas fisik diperoleh hasil bahwa

merokok memberikan risiko sebesar 1,5 kali untuk terjadinya TGT saat individu

merokok <20 batang perhari dan risiko meningkat menjadi 1,7 kali untuk

terjadinya TGT apabila individu merokok ≥20 batang sehari. penjelasan tersebut

dapat disimpulkan bahwa hubungan merokok dengan TGT tetap bisa diyakini

secara statistik.

Sebelum analisis dilakukan maka dilakukan pembobotan terlebih dulu

dengan memasukkan variabel pembobotan yang telah tersedia. Hal ini bertujuan

untuk mengantisipasi adanya bias dalam estimasi analisis regresi logistik dan

mencegah bias dari standar eror saat analisis. Setelah dilakukan pembobotan,

hasil analisis multivariate menunjukkan bahwa, dari 8 variabel independen yaitu

status merokok, usia mulai merokok, durasi merokok, jumlah rokok yang

dihisap, rokok kretek, putih, linting, dan cangklong, setelah dilakukan pemodelan

dan uji confounding maka keseluruhan variabel konsisten memiliki nilai p value

kurang dari 0,05. Berikut adalah pembahasannya.

Page 133: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

117

6.3.1 Status merokok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang pernah

merokok memiliki risiko 2,89 kali terhadap terjadinya TGT setelah

dikontrol oleh variabel umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi dan

risiko naik menjadi 3,88 ketika individu masih berstatus merokok. Hal

ini sejalan dengan Penelitian Venkatachalam dkkl., (2012) dengan

desain studi case control di India yang menyebutkan ada hubungan

antara merokok dengan kejadian TGT pada kasus maupun kontrol

dengan melakukan matching pada jenis kelamin. Penelitian Marimoto

dkk., (2013) dengan desain studi kohort pada laki-laki di jepang juga

menyebutkan bahwa adanya risiko yang lebih besar pada individu

yang berstatus merokok dan pernah merokok dibanding dengan tidak

merokok setelah dilakukan kontrol terhadap usia, riwayat diabetes

keluarga, konsumsi alkohol, aktivitas fisik dan riwayat hipertensi.

Penelitian Bruin dkk., (2010) dengan menelaah berbagai studi

tentang hewan menyebutkan bahwa nikotin dapat mempengaruhi

perkembangan sel beta pankreas dan berkontribusi terhadap risiko

diabetes melitus. Eksperimen terhadap kelompok hewan yang

diberikan injeksi nikotin dan dikontrol dengan kelompok hewan yang

diberikan injeksi garam diperoleh hasil setelah 21 hari, terdapat

penurunan fungsi sel beta pankreas dan peningkatan apoptosis pada sel

beta pankreas yang merupakan mediator terjadinya resistensi insulin.

Page 134: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

118

Dimana resistensi insulin dalam menyebabkan penyimpanan glukosa 2

jam setelah makan terganggu. Hal inilah yang menyebabkan status

merokok lebih berisiko terhadap TGT dibanding status pernah

merokok maupun tidak pernah merokok. Karena individu yang

merokok terpajan dengan nikotin yang secara langsung dapat

mempengaruhi fungsi dari sel beta pankreas yang merupakan

penghasil hormon regulator glukosa yaitu insulin.

Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa berat

badan akan mengalami kenaikan ketika individu berhenti merokok

sehingga berisiko terhadap TGT. Hal ini terjawab melalui hasil

penelitian Kamaura dkk., (2011) dengan desain studi kohort melalui

follow up selama 4 tahun dengan mengontrol variabel usia, jenis

kelamin, status gizi, dan konsumsi alkohol, menyebutkan bahwa

individu memang berisiko mengalami peningkatan berat badan setelah

berhenti merokok. Akan tetapi, setelah berhenti merokok 3 tahun,

diketahui bahwa tidak ada perbedaan indeks massa tubuh yang

signifikan dan berat badan cenderung stabil (tidak mengalami

peningkatan atau penurunan kembali). Selain itu, hasil penelitian juga

menyebutkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara

kejadian TGT dengan individu yang telah berhenti merokok selama 3

tahun terlepas dari jumlah rokok yang sebelumnya pernah dihisap. Hal

Page 135: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

119

ini menunjukkan bahwa peran dari berhenti merokok bagi perokok

sangatlah penting untuk mencegah terjadinya resistensi insulin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang masih

berstatus merokok memiliki risiko paling tinggi untuk terjadinya TGT

terlepas dari banyaknya rokok yang dihisap atau lamanya durasi

merokok. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku merokok memberikan

kontribusi yang sangat besar untuk terjadinya TGT, sehingga upaya

berhenti merokok sangatlah penting untuk menurunkan risiko

terjadinya TGT sebagaimana diketahui bahwa risiko individu yang

masih berstatus merokok dan yang telah berhenti merokok memiliki

perbandingan 2:3. Akan tetapi, hal ini juga menunjukkan bahwa

meskipun individu tersebut sudah berhenti merokok maka ia masih

memiliki risiko 2,89 kali untuk terjadinya TGT. Fakta ini

menyebutkan bahwa bagi siapapun yang berstatus tidak merokok,

jangan sampai mencoba untuk merokok. Karena kalaupun telah

berhenti merokok, risiko terhadap kejadian TGT masih ada.

Bagi perokok sangat diharapkan untuk segera berhenti merokok.

Berhenti merokok memang sangat susah. Hal ini juga berkaitan

dengan kandungan dalam rokok yang memiliki efek kecanduan. Selain

itu, lingkungan sangat berpengaruh terhadap upaya berhenti merokok

seseorang. Perokok akan kesulitan berhenti merokok apabila memiliki

teman atau sekumpulan kelompok yang juga sama-sama merokok

Page 136: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

120

(Molina, 2017). Terkadang perokok akan dianggap tidak sopan apabila

berkumpul tanpa ikut menghisap rokok. Hal ini menunjukkan

lingkungan memberikan kontribusi yang penting dalam upaya berhenti

merokok.

Dalam konteks Islam, ada masa dimana memberikan dampak

yang positif terhadap perokok yaitu pada bulan Ramadan. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian Hani dkk., (2016) pada yang dilakukan

di Malaysia, menyebutkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan

kadar nikotin pada perokok antara sebelum, saat, dan setelah berpuasa.

Perilaku perokok juga menunjukkan hal yang berbeda yaitu adanya

penurunan jumlah rokok yang dihisap dan lama merokok. Hal ini

tentunya upaya yang bermanfaat apabila diaplikasikan oleh perokok

yang berusaha berhenti merokok. Penelitian Shariatpanahi dkk.,

(2008) pada individu yang menjalani puasa Ramadan juga demikian.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa berpuasa baik untuk kadar

glukosa darah puasa, kadar HDL, sensitivitas insulin dan tekanan

darah.

Puasa pada bulan Ramadan memang suatu kewajiban bagi umat

islam sehingga pasti dikerjakan oleh mereka yang beriman. Akan

tetapi ada juga puasa sunnah atau yang dianjurkan tapi tidak bersifat

wajib yaitu puasa tiap hari Senin dan Kamis. Puasa pada Senin dan

Kamis merupakan sunnah Rasulullah sehingga hal ini baik untuk

Page 137: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

121

dikerjakan oleh umat muslim. Akan tetapi, karena bersifat tidak wajib,

maka hanya sebagian saja yang mengerjakan. Padahal puasa Senin

Kamis ini cukup bagus khususnya bagi perokok sebagai upaya

berhenti merokok. Apabila perokok melakukan puasa Senin dan

Kamis maka dalam satu bulan sudah melakukan kontrol terhadap

perilaku merokok selama 8 hari. Meskipun perokok bisa jadi kembali

merokok setelah buka puasa, tetapi jumlah rokok yang dihisap dan

lama merokok dalam sehari tentunya akan berbeda bila dibandingkan

saat perokok tidak berpuasa.

Berdasarkan perhitungan tumpukan nikotin dalam tubuh yang

dapat dilihat pada lampiran halaman 161, diketahui bahwa puasa

memberikan efek pengurangan tumpukan nikotin dalam tubuh. Upaya

detoksifikasi tubuh terus berlanjut dan perilaku merokok menjadi

berkurang baik dari segi jumlah maupun waktu. Hal ini tentunya

memberikan dampak yang positif bagi perokok. Semakin banyak

puasa dalam satu bulan maka tumpukan nikotin dalam tubuh akan

berkurang.

6.3.2 Usia mulai merokok

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang merokok

pada usia ≥20 tahun memiliki risiko 2,9 kali untuk terjadinya TGT dan

risiko meningkat menjadi 3,4 kali ketika individu mulai merokok pada

Page 138: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

122

rentang usia 5-19 tahun. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian

sebelumnya oleh Chen dan Millar (1998) yang menunjukkan bahwa

semakin muda usia individu ketika mulai merokok pertama kali maka

semakin besar pula risiko terhadap TGT setelah mengontrol variabel

stres, depresi, tingkat pendapatan dan jumlah rokok yang dihisap. Hal

ini dapat terjadi karena semakin muda usia seseorang pertama kali

merokok maka peluang untuk berhenti merokok semakin kecil (Bach,

2017). Nikotin dalam rokok yang bersifat candu ini dapat

menyebabkan individu sulit untuk berhenti merokok (Pan dkk., 2015).

Padahal berhenti merokok merupakan salah satu upaya yang dapat

digunakan untuk menanggulangi hiperglikemia dan mengembalikan

fungsi insulin pada perokok meskipun tidak akan kembali seperti

semula (Bajaj, 2012).

Usia mulai merokok memiliki risiko lebih besar kedua terhadap

kejadian TGT setelah status merokok. Variabel usia mulai merokok ini

juga lebih tinggi dibanding dengan durasi merokok dan jumlah rokok

yang dihisap. Hal ini dapat terjadi karena pada usia muda, seharusnya

hormon insulin masih bekerja dengan baik dikarenakan sensitivitasnya

masih tinggi (Oba dkk., 2015). Akan tetapi, karena kerja hormon

tersebut diganggu oleh adanya kotinin dalam darah sejak dini maka

seharusnya bisa berfungsi dengan optimal justru menghasilkan hal

Page 139: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

123

yang sebaliknya. Hal inilah yang mendasari pencegahan agar tidak

merokok sejak dini.

Remaja memang identik dengan rasa ingin tahu yang tinggi,

tetapi hal ini bisa memberikan dampak yang negatif apabila tidak

diimbangi dengan pengetahuan yang cukup. Akibatnya banyak remaja

dan anak-anak yang cenderung mencoba-coba dan melakukan perilaku

yang dilakukan oleh orang dewasa, salah satunya yaitu merokok.

Perilaku merokok dapat menjadi sebuah bukti bagi mereka agar

terlihat bebas dan dewasa saat mereka bergabung dengan teman-teman

sebayanya yang merokok. Merokok juga sebagai simbol kematangan,

kedewasaan dan daya tarik bagi lawan jenis (Molina, 2017).

Oleh karena itu, pada rentang usia tersebut peran dari orang tua

dan guru di sekolah sangatlah penting. Meskipun pada usia tersebut

anak sudah dituntut untuk bisa bersikap mandiri, tetapi orang tua tetap

harus melakukan pengawasan. Nilai-nilai dapat ditanamkan pada

individu tersebut khususnya mengenai perilaku merokok, kerugian

yang ditimbulkan ketika merokok dan solusi lain agar tidak merokok

dan tetap bisa bergaul dengan teman. Begitu juga guru di sekolah, guru

merupakan orang tua kedua bagi anak ketika di sekolah, Hendaknya

selain menyalurkan materi pendidikan, guru juga menanamkan aspek

perilaku kesehatan agar siswa sejak dini mengerti pentingnya untuk

Page 140: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

124

berperilaku sehat dan pentingnya menjauhi rokok sejak dini melalui

konseling maupun bimbingan kelompok.

6.3.3 Jumlah rokok yang dihisap

Jumlah rokok yang dihisap memberikan pengaruh terhadap

kotinin yang merupakan senyawa hasil penguraian nikotin yang dapat

memberikan stimulus pada nefron sehingga mengaktifkan saraf

parasimpatis. Semakin banyak jumlah kotinin yang terbentuk maka

semakin banyak pula hormon yang disekresikan oleh kelenjar adrenal.

Hormon ini yang bertugas untuk memberikan perintah pemecahan

glukosa baik dalam hati, otot maupun lemak. Apabila pemecahan

glukosa terjadi terus menerus maka insulin selaku pengatur regulasi

glukosa akan mengalami kesulitan dan dapat menyebabkan resistensi

insulin (Sherwood, 2012).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori tersebut yaitu

menunjukkan ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan

TGT. Individu yang merokok <20 batang sehari memiliki risiko 1,03

kali untuk terjadinya TGT dan risiko meningkat menjadi 1,05 kali

ketika individu merokok ≥20 batang sehari. Jumlah rokok yang

dihisap berbanding lurus dengan risiko terjadinya TGT. Semakin

banyak jumlah rokok yang dihisap maka risiko TGT juga semakin

meningkat.

Page 141: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

125

Penelitian Kim dkk., (2014) menyatakan bahwa semakin

banyak pajanan yang masuk ke dalam tubuh maka semakin tinggi pula

risikonya dan semakin berat pula efek yang ditimbulkan. Jumlah rokok

yang dihisap sejalan dengan teori tersebut yaitu semakin banyak

jumlah batang rokok yang dihisap maka nikotin dalam darah juga

semakin banyak. Berdasarkan penelitian Venkatachalam dkk., 2012

dengan menggunakan desain studi case contol menyebutkan bahwa

individu yang merokok kurang dari 10 batang perhari berisiko

mengalami TGT sebesar 3,07 kali dibanding bukan perokok dan

perokok yang merokok lebih dari 10 batang perhari berisiko 7,15 kali

untuk terkena TGT. Hasil metaanalisis dari jurnal tahun 1993 sampai

2015 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah rokok maka risiko

TGT semakin besar Mosson dan Milnerowicz (2017).

6.3.4 Durasi merokok

Pada dasarnya durasi merokok dapat menyebabkan terganggunya

kerja insulin, dimana semakin lama seseorang merokok semakin lama

pula nikotin dalam menganggu kerja insulin (Sherwood, 2012).

Apabila hal ini terjadi secara terus menerus maka sel beta penghasil

insulin pun akan rusak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada

hubungan antara durasi merokok selama kurang dari 20 tahun maupun

lebih dari 20 tahun dengan kejadian TGT. individu yang merokok

Page 142: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

126

selama <20 tahun memiliki risiko 4,9 kali untuk terjadinya TGT dan

individu yang merokok ≥20 tahun memiliki risiko 1,5 kali untuk

terjadinya TGT.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa durasi merokok <20 tahun

justru memiliki risiko lebih besar dibanding durasi merokok ≥20 tahun.

Hal ini kemungkinan individu yang telah merokok ≥20 tahun sudah

masuk tahap diabetes melitus, sehingga risiko terhadap TGT lebih

kecil. Selain itu, durasi merokok sangat erat kaitannya dengan status

gizi seseorang, salah satu keterbatasan dalam penelitian ini yaitu tidak

mengontrol variabel status gizi sehingga kemungkinan risiko lebih

besar pada individu yang merokok kurang dari 20 tahun dipengaruhi

oleh perbedaan status gizi antara individu yang menghisap rokok

selama ≥20 tahun atau < 20 tahun. Karena secara substansi status gizi

juga memiliki kontribusi terhadap terjadinya TGT. status gizi berlebih

dapat meningkatkan risiko terjadinya TGT karena akumulasi lemak

dalam tubuh dapat menghambat kerja insulin (Sherwood, 2012).

Akan tetapi, dari hasil analisis menunjukkan bahwa individu

yang telah merokok selama ≥20 tahun atau <20 tahun tetap

memberikan risiko terhadap terjadinya TGT, sehingga diharapkan

individu yang merokok untuk segera berhenti merokok agar dapat

mencegah terjadinya resistensi insulin sejak dini yang kemudian dapat

mencegah terjadinya TGT.

Page 143: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

127

6.3.5 Jenis rokok

Berdasarkan hasil analisis multivariat diperoleh variabel jenis

rokok kretek dan cangklong yang memiliki konsistensi nilai p value

kurang dari 0,05. Setelah dilakukan pengontrolan terhadap umur, jenis

kelamin dan konsumsi kopi diketahui bahwa jenis rokok kretek dan

cangklong memberikan risiko terhadap kejadian TGT.

Rokok kretek mengandung 60-70% tembakau, 30-40%

cengkeh dan zat adiktif lainnya. Rokok ini mengandung nikotin, tar,

dan karbon monoksida yang lebih banyak dari jenis rokok lainnya .

Rokok kretek memiliki ciri tidak adanya filter atau sejenis gabus

diujung rokok batang rokok. Akan tetapi, akhir-akhir ini terdapat

produk baru dari rokok kretek yang memiliki filter di ujung batangnya.

Sehingga yang membedakan antara rokok kretek dan rokok putih

adalah bukan dari ada tidaknya filter di ujung batang rokok, tetapi dari

ada tidaknya campuran cengkeh dalam rokok tersebut karena rokok

putih merupakan jenis rokok tanpa campuran cengkeh (Kemenkes,

2012).

Berdasarkan penelitian (Ghoraba, 2008) diketahui bahwa rokok

jenis kretek memiliki kandungan nikotin lebih banyak dibanding

dengan rokok jenis lainnya hal ini pula yang menyebabkan hasil

penelitian menunjukkan rokok kretek berhubungan dengan kejadian

TGT dan meningkatkan risiko sebesar 1,04 kali untuk terjadinya TGT

Page 144: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

128

setelah dikontrol oleh variabel umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi.

Rokok kretek adalah rokok yang paling banyak diminati terutama oleh

kelompok usia lanjut karena selain harganya yang lebih murah

dibanding dengan rokok filter. Rokok putih dan rokok linting bersifat

menurunkan risiko kemungkinan disebabkan oleh perilaku konsumsi

kopi. Diketahui bahwa individu yang menghisap rokok putih dan

linting secara berurutan memiliki persentase konsumsi sebanyak 56%

dan 58%.

Selain kretek, rokok jenis cangklong juga meningkatkan risiko

terhadap terjadinya TGT. Cangklong merupakan rokok yang dihisap

dengan menggunakan pipa. Pada jaman dulu, rokok ini hanya

dikonsumsi oleh orang bangsawan. Namun, sekarang rokok ini dapat

dinikmati oleh siapa saja. Merokok dengan cara cangklong yaitu

menggunakan tembakau yang diisi sendiri dalam ujung pipa yang

kemudian dibakar dan memiliki saluran langsung dengan mulut. Hal

ini tentunya tidak memberikan efek protektif tersendiri ketika

seseorang merokok dengan pipa. Karena tentunya efek nikotin tetap

bisa secara langsung dihirup oleh tubuh. Bedanya hanya cara

pemakaian dan banyaknya tembakau yang dihisap (Molina, 2017).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu

Venkatachalam dkk., (2012) yang menyebutkan bahwa risiko

meningkat ketika seseorang merokok menggunakan pipa. Hal ini

Page 145: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

129

dikarenakan pada rokok kretek maupun rokok lain olahan pabrik telah

ditetapkan standar maksimal kandungan nikotin sedangkan dalam

rokok cangklong, tembakau hanya berupa bungkusan-bungkusan tanpa

adanya jumlah dari kadar nikotin. Selain itu, merokok dengan pipa

tentunya menghasilkan lebih banyak asap dibanding merokok dengan

jenis rokok putih yang memiliki filter. Hal ini yang menyebabkan

nikotin dalam tembakau tentunya lebih banyak terhirup masuk ke

dalam saluran pernapasan. Hal inilah yang kemudian dapat menjadikan

konsumsi rokok cangklong berisiko terhadap TGT. Berikut adalah

perhitungan nikotin dan tumpukan nikotin dalam darah.

Tabel 6.1 Kadar Nikotin berdasarkan Jenis Rokok 1

No. Jenis

rokok

Nikotin

(mg)/btg

Kadar yang

masuk ke

dalam tubuh

(15%)

Rokok

yang

dihisap/

hari

Durasi

merokok

Nikotin

dikeluarkan

bersama

urin

Tumpukan

nikotin

(mg)/bln

1. Kretek 2,3 0,345

20 btg

30 hari

80%

41,4

25 hari* 34,5

21 hari** 28,98

2. Putih 1 0,15 30 hari 18

25 hari* 15

21 hari** 12,6

3. Linting 2,6 0.39 30 hari 46,8

25 hari* 39

21 hari** 32,76

4. Cangklong 2,5 0.375 30 hari 45

25 hari* 37,5

21 hari** 31,5

Sumber : (Tirtosastro and Murdiati, 2010; Benowitz dkk., 2009)

Page 146: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

130

Keterangan : kadar nikotin dalam setiap batang berbeda-beda tergantung dari

perusahaan yang mengeluarkan, hasil diatas tidak mutlak sama dan benar karena bisa

jadi berbeda-beda dalam sumber bacaan. Akan tetapi hasil tersebut cukup mewakili

individu yang merokok setiap hari selama 1 bulan.

*puasa Senin Kamis (dengan estimasi puasa 14 jam dalam sehari)

**puasa Daud

Hasil perhitungan kadar nikotin berdasarkan jenis rokok

diketahui bahwa jenis rokok yang paling banyak menyisakan endapan

nikotin dalam tubuh yaitu kretek dan cangklong (dapat dilihat di

lampiran 161). Hal ini kemudian mendukung hasil penelitian ini yang

juga menyebutkan bahwa nikotin paling banyak terdapat pada jenis

rokok kretek dan cangklong. Dalam konteks islam, berdasarkan

perhitungan endapan nikotin dalam tubuh antara seseorang yang

berpuasa dan tidak, diketahui bahwa berpuasa mengurangi kadar

nikotin dalam darah sehingga hal ini bagus diterapkan khususnya bagi

para perokok. Selain bernilai pahala, puasa juga bermanfaat untuk

membantu mendetoksifikasi tubuh dan mengurangi kadar nikotin

dalam darah. Hal ini tentunya bagus sebagai upaya pencegahan

kejadian TGT.

Page 147: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

131

7 BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan

bahwa:

1. Analisis Univariat

a. Berdasarkan status merokok, individu yang tidak merokok memiliki

proporsi lebih besar untuk terjadinya TGT dibanding individu yang

merokok dan pernah merokok.

b. Untuk usia merokok, proporsi TGT paling banyak terdapat pada individu

yang merokok ≥20 tahun dibanding kurang dari 20 tahun.

c. Pada jumlah rokok yang dihisap, individu yang menghisap ≥20 batang

sehari lebih banyak mengalami TGT dibanding <20 batang sehari.

d. Individu yang merokok selama ≥20 tahun juga lebih banyak mengalami

TGT dibanding yang <20 tahun.

e. Pada jenis rokok, TGT paling banyak terjadi pada individu yang

mengkonsumsi rokok jenis kretek.

f. Individu yang mengalami TGT paling banyak berusia ≥45 tahun

dibanding usia <45 tahun.

g. Jenis kelamin paling banyak yang mengalami TGT yaitu perempuan.

Page 148: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

132

h. Untuk konsumsi kopi, individu yang tidak pernah konsumsi kopi justru

mengalami kejadian TGT paling banyak dibanding yang mengkonsumsi

kopi.

2. Terdapat hubungan antara status merokok, usia mulai merokok, durasi

merokok, jumlah rokok yang dihisap, jenis rokok, umur, jenis kelamin dan

konsumsi kopi dengan kejadian TGT.

3. Terdapat hubungan antara status merokok, usia mulai merokok, durasi

merokok, jumlah rokok yang dihisap, jenis rokok dengan kejadian TGT

setelah dikontrol variabel umur, jenis kelamin dan konsumsi kopi.

7.2 Saran

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

a. Diharapkan adanya program edukasi terkait larangan merokok sejak

usia muda terutama usia 5-19 tahun dan anjuran untuk berhenti merokok

sesegera mungkin bagi perokok. Program tersebut dapat ditanyangkan

di televisi, layar KRL, maupun di papan billboard agar dapat dilihat

oleh masyarakat umum secara langsung.

b. Memberikan kebijakan mengenai anjuran untuk melakukan deteksi dini

TGT pada perokok maupun mantan perokok.

c. Berintegrasi dengan kementerian lain yang terkait seperti kementerian

agama mengenai isu rokok.

Page 149: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

133

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Pada survei selanjutnya diharapkan untuk jenis rokok juga ditanyakan

rokok yang paling dominan atau paling sering dihisap. Selain itu,

diharapkan juga membedakan antara rokok yang berfilter dan nonfilter.

3. Masyarakat Indonesia

a. Masyarakat, khususnya perokok diharapkan melakukan deteksi dini

kadar glukosa darah, terutama pemeriksaan kadar gula darah 2 jam

paska pembebanan untuk mendeteksi terlebih dulu kejadian TGT agar

dapat melakukan pengendalian sejak dini.

b. Bagi perokok dianjurkan untuk mengikuti fatwa MUI yang

mengharamkan rokok.

c. Untuk muslim yang bertekad berhenti merokok dapat melakukan puasa

sunnah Senin dan Kamis karena puasa terbukti memberikan dampak

yang bagus bagi sensitivitas insulin dan mengurangi jumlah batang

rokok sekaligus lama waktu perokok saat merokok.

4. Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan baik tingkat sekolah dasar sampai perguruan

tinggi diharapkan memberikan himbauan dan aturan larangan merokok bagi

siswa atau mahasiswa. Selain itu, diharapkan ada kurikulum kesehatan di

SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi.

Page 150: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

134

5. Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan kontrol terhadap

variabel obesitas, aktivitas fisik dan riwayat diabetes keluarga karena

variabel-variabel tersebut juga memberikan peran penting dalam

menimbulkan kejadian TGT. Selain itu, diharapkan untuk melakukan

penelitian dengan desain studi lain seperti kohort untuk melihat langsung

sebab akibat antara merokok dengan TGT.

Page 151: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

135

8 DAFTAR PUSTAKA

ADA, 2010. Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care Vol. 33, 11–61.

Adriani, M., Wirjatmadi, B., 2012. Pengantar Gizi Masyarakat, 1st ed. Kencana

Prenada Media Group, Jakarta.

Alfiyah, S.., 2010. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit

Diabetes Mellitus pada Pasien Rawat jalan di Rumah Sakit Umum

Pusat DR. Kariadi Semarang Tahun 2010. Semarang.

Alphaparm, 2009. Pre-Diabetes, Talking Diabetes No 29. Australia.

ASH, 2012. Cigarette Smoking and Body Mass Index (BMI). Edinburgh.

Astuti, L.M., Prawirohartono, E.P., Noormanto, 2012. Obesitas sentral berhubungan

dengan toleransi glukosa terganggu pada remaja perempuan. J. Gizi Klin.

Indones. 8, 113–117.

Bach, L., 2017. The Path to Tobacco Addiction Starts at Very Young Ages.

Campaign for Tobacco-Free Kids, Washington DC.

Bajaj, M., 2012. Nicotine and Insulin Resistance: When the Smoke Clears. Public

Health Prev. Med. Arch. 1–3.

Baron, R., Byrne, D., Branscombe, 2008. Social Psycology, 12. Pearson, Boston.

Benowitz, N.L., Hukkanen, J., Jacob III, P., 2009. Nicotine Chemistry, Metabolism,

Kinetics and Biomarkers. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, San Francisco.

Bruin, J., Gerstein, H., Holloway, A., 2010. Long-term consequences of fetal and

neonatal nicotine exposure: a critical review. Toxicol Sci. 116, 364–374.

Bustan, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, 2nd ed. PT Asdi Mahastya,

Jakarta.

Caballero, B., 2007. The Global Epidemic of Obesity: An Overview. Epidemiol. Rev.

29, 1–5.

Canoy, D., 2005. Cigarette Smoking and fat Distribution in 21.828 British Man and

Women : a Population-Based Study. J. Obes. 13, 1466–1475.

Page 152: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

136

Chang, S.A., 2012. Smoking and Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes Metab. J. Vol.

36, 399–403.

Chen, J., Millar, W.J., 1998. Age of Smoking Initiation: Implications for Quitting.

Stat. Can. 9, 39–46.

Chidozie, N.J., Okorie, E.A., Chima, O.E., Sally, I., Amadi A N, 2014. Study on the

effect of smoking on Type 2 Diabetic Patients in Federal Medical Center

Owerri, Southeastern Nigeria. Asian J. Med. Sci. Vo. 5, 63–71.

Chiolero, A., Faeh, D., Paccaud, F., Cornuz, J., 2008. Consequences of smoking for

body weight, body fat distribution, and insulin resistance. Am. Soc. Nutr. 87,

801–809.

Coelho, J., Melo, B., Rodrigues, T., Metafome, P., Sacramento, J., Guarino, M.,

Seica, R., Conde, S., 2016. Caffein Restore Insulin Sensitivity and Glucose

Tolerance in High-Sucrose Diet Rats: Effects on Adipose Tissue. J.

Cardiovasc. Dis. 10, 1–10.

Davis, S.R., Castelo-Branco, Chedraui, P., Lumsden, M.A., Nappi, R.E., Shah, D.,

Villaseca, P., 2012. Memahami Peningkatan Berat Badan saat Menopause.

Climacteric 15, 1–31.

Elffers, T., Mutsert, R., Lamb, H., Roos, A., Dijk, K.W., Rossendaal, F., 2017. Body

fat distribution, in particular visceral fat, is associated with cardiometabolic

risk factors in obese women. PLOS ONE 12, 1–10.

Ghoraba, M., Shiddo, O., Almuslmani, M., Jallad, I., Khan, A., Maranan, G.,

Alharabi, M., Alsaygh, A., 2016. Prevalence of prediabetes in Family and

Community Medicine Department, Security Forces Hospital, Riyadh, Saudi

Arabia. Int. J. Med. Sci. Public Health Vol. 5, 777–784.

Gibney, M.J., 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC, Jakarta.

Goldenberg, R., Punthakee, Z., 2013. Definition, Classification and Diagnosis of

Diabetes, Prediabetes and Metabolic Syndrome. Can. J. Diabetes Vol. 37, 8–

11.

Hani, N., Suriani, Rosliza, Farhan, A., 2016. Effect of Ramadan Environment on

Fagerstrom Test for Nicotine Dependence (FNTD) among Smokers. Int. J.

Public Health Clin. Sci. 3, 59–69.

Hans, T., 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes: Panduan

Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan Mudah. PT

Gramedia, Jakarta.

Page 153: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

137

Imamura, F., Mukamal, K., Meigs, J., Luchsinger, J.A., Joachim, H., Siscovic, D.S.,

Mozaffarian, D., 2013. Risk Factors for Type 2 Diabetes Mellitus Preceded by

β-Cell Dysfunction, Insulin Resistance, or Both in Older Adults. Am. J.

Epidemiol. Vol. 177, 1418–1429.

Irawan, D., 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di

Daerah Urban Indonesia (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007).

Universitas Indonesia, Jakarta.

Kamaura, M., Fujii, H., Mizushima, S., Tochikubo, O., 2011. Weight Gain and Risk

of Impaired Fasting Glucose After Smoking Cessation. NCBI 21, 431–439.

Kemenkes, 2012. Peraturan Pemerintah No 109 tahun 2012 tentang Pengamanan

Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau bagi Kesehatan.

Kemenkes RI, 2013. Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia berdasarkan Riskesdas

2007 dan 2013. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kim, S.J., Jee, S.H., Nam, J.M., Cho, W.H., Kim, J.-H., Park, E.-C., 2014. Do early

onset and pack-years of smoking increase risk of type II diabetes? BMC

Public Health Vol. 14.

Kobayashi, M., Kurata, T., Hamana, Y., Hiramitsu, M., Inoue, T., Murai, A., Horio,

F., 2017. Coffee Ingestion Suppresses Hyperglycemia in Strestozotocin-

Induced Diabetic Mice. J. Nutr. Sci. 63, 200–207.

Lang, V.B., Markovic, B.B., Vrdoljak, D., 2015. The association of lifestyle and

stress with poor glycemic control in patients with diabetes mellitus type 2: a

Croatian nationwide primary care cross-sectional study. Croat Med J Vol. 56,

357–365.

Luo, J., Rossow, J., Tong, E., Giovino, G., Lee, C., Chen, C., Ockene, J., Qi, L.,

Margolis, K., 2012. Smoking Cessation, Weght Gain, and Risk of Type 2

Diabetes Mellitus among Posmenopausal Women. Archinternmed Vol. 172

No. 5, 438–440.

Manson, J., Ajani, U., Liu, S., David, N., Hennekens, C., 2000. A Prospective Study

of Cigarette Smoking and the Incidence of Diabetes Mellitus among US Male

Physicians. Am. J. Med. 109, 538–542.

Marimoto, A., Tatsumi, Y., Deura, K., Mizuno, S., Ohno, Y., Watanabe, S., 2013.

Impact of cigarette smoking on impaired insulin secretion and insulin

resistance in Japanese men: The Saku Study. J. Diabetes Investig. Vol. 4,

274–280.

Page 154: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

138

Merril, R.M., 2011. Principles of Epidemiology Workbook: Exercise and Activities.

Jones and Barlett Learning, Canada.

Molina, 2017. Hubungan antara Konformitas terhadap Perilaku Merokok pada Siswa

SMP Negeri 1 Loa Janan. E-J. Psikol. 5, 96–106.

Mosson, M., Milnerowicz, H., 2017. The impact of smoking on the development of

diabetes and its complications. Diab. Vasc. Dis. Res. Vol. 00, 1–7.

MUI, 2009. Fatwa Merokok. Majelis Ulama Indonesia Pekan Baru, Pekan Baru.

Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell, V.W., 2009. Biokimia Harper, 27th ed. EGC,

Jakarta.

Nasrul, E., Sofitri, 2012. Hiperurisemia pada Pra Diabetes. J. Kesehat. Andalas Vol.

1, 1–6.

Ndraha, S., 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. Medicinus Vol.

27, 9–16.

Nur, A., Fitria, E., Zulhaida, A., Hanum, S., 2016. Hubungan Pola Konsumsi dengan

Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien Rawat Jalan di RSUD Dr. Fauziah

Bireuen Provinsi Aceh. Media Litbangkes 26, 145–150.

Oba, S., Suzuki, E., Yamamoto, M., Horikawa, Y., Nagata, C., Takeda, J., 2015.

Active and passive exposure to tobacco smoke in relation to insulin sensitivity

and pancreatic beta-cell function in Japanese subjects. Elsevier Vol. 41,

160–167.

Pan, A., Wang, Y., Talaei, M., Hu, F., Wu, T., 2015. Relation of active, passive, and

quitting smoking with incident diabetes: a meta-analysis and systematic

review. HHS Public Access Vol. 3, 1–18.

Riskesdas, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, Jakarta.

Riyanto, A., 2009. Penerapan Analisis Multivariat dalam Penelitian Kesehatan, 1.

Niftra Media Press, Bandung.

Setiawan, M., 2011. Pre-diabetes dan Peran HBA1C dalam Skrining dan Diagnosis

Awal Diabetes Melitus Vol. 14, 57–64.

Shariatpanahi, Z., Shariatpanahi, M., Shahbazi, S., Hossaini, A., Abadi, A., 2008.

Effect of Ramadan fasting on some indices of insulin resistance and

Page 155: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

139

components of the metabolic syndrome in healthy male adults. Br. J. Nutr.

100, 147–151.

Sherwood, L., 2012. Fisiologi Manusia. EGC, Jakarta.

Soewondo, P., Pramono, L.A., 2011. Prevalence, characteristics, and predictors of

pre-diabetes in Indonesia. Med. J. Indones. Vol. 20, 283–294.

Steptoe, A., Ussher, M., 2006. Smoking, cortisol and nicotine. Elsevier 59, 228–235.

Tabak, A., Herder, C., Rathmann, W., Brunner, E.J., Kivimaki, M., 2012.

Prediabetes: A high-risk state for developing diabetes Vol. 16, 2279–2290.

Tirtosastro, S., Murdiati, A.S., 2010. Kandungan Kimia Tembakau dan Rokok. Bul.

Tanam. Tembakau Serat Miny. Ind. 2, 33–43.

Tjekyan, S., 2014. Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78

RT Kotamadya Palembang Tahun 2010. Makara Kesehat. Vol. 46, 85–94.

Tjekyan, S., 2007. Risiki Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalangan Peminum

Kopi di Kotamadya Palembang Tahun 2006-2007. Makara Kesehat. Vol. 11,

54–61.

Trisnawati, S., Widarsa, T., Suastika, K., 2013. Faktor risiko diabetes mellitus tipe 2

pasien rawat jalan di Puskesmas Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan.

Public Health Prev. Med. Arch. Vol. 1, 1–6.

Venkatachalam, J., Rajesh, M., Singh, Z., Devi, S., Purty, A.J., P, S., S, J., GR, S.,

2012. Smoking and Diabetes: A Case Control Study in a Rural Area of

Kancheepuram District of Tamil Nadu. IOSR J. Dent. Med. Sci. JDMS Vol.

3, 18–21.

Webb, P., Bain, C., 2011. Essential Epidemiology: An Introduction for Students and

Health Professionals, Second Edition. ed. Cambridge University Press, United

Kingdom.

WHO, 2011. World Health Organization Report on the Global Tobacco Epidemic.

WHO, 2004. Appropriate body-mass index for Asian populations and its implications

for policy and intervention strategies. The Lancet 363, 157–163.

Widiansyah, M., 2014. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Remaja Perokok di Desa

Sidoarjo KABUPATEN penajam Paser Utara. J. Sosiol. Konesntrasi 2, 1–12.

Page 156: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

140

Xie, X.-T., Liu, Q., Wakui, M., 2009. Impact of Cigarette Smoking in Type 2

Diabetes Development. Acta Pharmacol. Sin. Vol. 30, 784–787.

Zahtamal, Chandra, F., Suyanto, Restuastuti, T., 2007. Faktor-Faktor Risiko Pasien

Diabetes Melitus. Ber. Kedokt. Masy. 23, 142–147.

Zhao, D., Wu, N., Yang, J., Liu, S., Zhang, N., Wang, X., Zhang, H., 2015. The

Prevalence and Associated Risk Factors of Impaired Glucose Regulation in

Chinese Adults: A Population-Based Cross-Sectional Study. Hindawi Publ.

Corp. 1–6.

Page 157: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

141

LAMPIRAN 1

KUESIONER RISKESDAS 2013

Page 158: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

142

Page 159: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

143

LAMPIRAN 2

ALAT CEK GLUKOSA DARAH

Page 160: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

144

LAMPIRAN 3

Analisis Univariat

status_merokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Merokok 5805 25.8 25.8 25.8

Pernah merokok 894 4.0 4.0 29.8

Tidak pernah merokok 15797 70.2 70.2 100.0

Total 22496 100.0 100.0

usia_mulai_merokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 5-19 tahun 4678 20.8 20.8 20.8

lebih dari sama dengan 20 tahun 2021 9.0 9.0 29.8

tidak merokok 15797 70.2 70.2 100.0

Total 22496 100.0 100.0

kategori_durasi_merokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid lebih dari 20 tahun 3997 17.8 17.8 17.8

kurang dari 20 tahun 2702 12.0 12.0 29.8

tidak pernah merokok 15797 70.2 70.2 100.0

Total 22496 100.0 100.0

kategori_batang_rokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid lebih dari sama dengan 20 batang 576 2.6 2.6 2.6

kurang dari 20 batang 6123 27.2 27.2 29.8

tidak pernah merokok 15797 70.2 70.2 100.0

Total 22496 100.0 100.0

Page 161: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

145

$jenis_rokok Frequencies

Responses

Percent of Cases N Percent

$jenis_rokoka a. Rokok kretek 4721 56.1% 70.5%

b. Rokok putih 2501 29.7% 37.3%

c. Rokok linting 1144 13.6% 17.1%

d. Cangklong/ cerutu 42 0.5% 0.6%

Total 8408 100.0% 125.5%

a. Dichotomy group tabulated at value 1.

kretek

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid iya 4721 21.0 21.0 21.0

tidak 17775 79.0 79.0 100.0

Total 22496 100.0 100.0

putih

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid iya 2501 11.1 11.1 11.1

tidak 19995 88.9 88.9 100.0

Total 22496 100.0 100.0

linting

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid iya 1144 5.1 5.1 5.1

tidak 21352 94.9 94.9 100.0

Total 22496 100.0 100.0

cangklong

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid iya 42 .2 .2 .2

tidak 22454 99.8 99.8 100.0

Page 162: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

146

Total 22496 100.0 100.0

kategori_umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid lebih dari sama dengan 45 tahun 9416 41.9 41.9 41.9

kurang dari 45 tahun 13080 58.1 58.1 100.0

Total 22496 100.0 100.0

jenis_kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 8585 38.2 38.2 38.2

perempuan 13911 61.8 61.8 100.0

Total 22496 100.0 100.0

kategori_konsumsi_kopi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid konsumsi kopi 13307 59.2 59.2 59.2

tidak konsumsi kopi 9189 40.8 40.8 100.0

Total 22496 100.0 100.0

Page 163: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

147

LAMPIRAN 4

Analisis Bivariat

1. Status merokok

status_merokok * status_TGT Crosstabulation

status_TGT

Total TGT Normal

status_mer

okok

Merokok Count 1478 4327 5805

% within status_merokok 25.5% 74.5% 100.0%

Pernah merokok Count 287 607 894

% within status_merokok 32.1% 67.9% 100.0%

Tidak pernah merokok Count 5499 10298 15797

% within status_merokok 34.8% 65.2% 100.0%

Total Count 7264 15232 22496

% within status_merokok 32.3% 67.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 169.740a 2 .000

Likelihood Ratio 174.498 2 .000

Linear-by-Linear Association 168.229 1 .000

N of Valid Cases 22496

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count

is 288.67.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a status_merokok 572273.888 2 .000

status_merokok(1) .397 .001 572247.531 1 .000 1.487 1.485 1.488

status_merokok(2) .079 .001 5260.641 1 .000 1.083 1.080 1.085

Page 164: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

148

Constant .611 .000 6334045.746 1 .000 1.842

a. Variable(s) entered on step 1: status_merokok.

2. Usia mulai merokok

usia_mulai_merokok * status_TGT Crosstabulation

status_TGT

Total TGT Normal

usia_mulai_me

rokok

5-19 tahun Count 1172 3506 4678

% within

usia_mulai_merokok 25.1% 74.9% 100.0%

lebih dari sama dengan 20

tahun

Count 593 1428 2021

% within

usia_mulai_merokok 29.3% 70.7% 100.0%

tidak merokok Count 5499 10298 15797

% within

usia_mulai_merokok 34.8% 65.2% 100.0%

Total Count 7264 15232 22496

% within

usia_mulai_merokok 32.3% 67.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 165.979a 2 .000

Likelihood Ratio 170.705 2 .000

Linear-by-Linear Association 165.690 1 .000

N of Valid Cases 22496

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

652.58.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)

Page 165: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

149

Lower Upper

Step 1a usia_mulai_merokok 614194.303 2 .000

usia_mulai_merokok(1) .448 .001 610378.491 1 .000 1.565 1.563 1.566

usia_mulai_merokok(2) .129 .001 26657.825 1 .000 1.137 1.135 1.139

Constant .611 .000 6334045.746 1 .000 1.842

a. Variable(s) entered on step 1: usia_mulai_merokok.

3. Durasi merokok

kategori_durasi_merokok * status_TGT Crosstabulation

status_TGT

Total TGT Normal

kategori_durasi_me

rokok

lebih dari 20 tahun Count 1239 2758 3997

% within

kategori_durasi_merokok 31.0% 69.0% 100.0%

kurang dari 20 tahun Count 526 2176 2702

% within

kategori_durasi_merokok 19.5% 80.5% 100.0%

tidak pernah merokok Count 5499 10298 15797

% within

kategori_durasi_merokok 34.8% 65.2% 100.0%

Total Count 7264 15232 22496

% within

kategori_durasi_merokok 32.3% 67.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 252.155a 2 .000

Likelihood Ratio 270.810 2 .000

Linear-by-Linear Association 68.004 1 .000

N of Valid Cases 22496

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

872.48.

Variables in the Equation

Page 166: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

150

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a kategori_durasi_merokok 969302.569 2 .000

kategori_durasi_merokok(1) .686 .001 548667.953 1 .000 1.985 1.982 1.989

kategori_durasi_merokok(2) -.104 .001 32839.183 1 .000 .901 .900 .902

Constant .716 .001 1893402.862 1 .000 2.045

a. Variable(s) entered on step 1: kategori_durasi_merokok.

4. Jumlah rokok yang dihisap

kat_batang_rokok * status_TGT Crosstabulation

status_TGT

Total TGT Normal

kat_batang_

rokok

lebih dari 5 batang per hari Count 1255 3517 4772

% within kat_batang_rokok 26.3% 73.7% 100.0%

kurang dari 5 batang per hari Count 510 1417 1927

% within kat_batang_rokok 26.5% 73.5% 100.0%

tidak pernah merokok Count 5499 10298 15797

% within kat_batang_rokok 34.8% 65.2% 100.0%

Total Count 7264 15232 22496

% within kat_batang_rokok 32.3% 67.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 154.126a 2 .000

Likelihood Ratio 157.518 2 .000

Linear-by-Linear Association 141.096 1 .000

N of Valid Cases 22496

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

622.23.

Page 167: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

151

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a kategori_batang_rokok 506353.828 2 .000

kategori_batang_rokok(1) .361 .001 66372.133 1 .000 1.435 1.431 1.439

kategori_batang_rokok(2) .347 .001 465544.865 1 .000 1.415 1.414 1.417

Constant .611 .000 6334045.739 1 .000 1.842

a. Variable(s) entered on step 1: kategori_batang_rokok.

5. Jenis rokok

Jenis rokok dengan TGT

$jenis_rokok*status_TGT Crosstabulation

status_TGT

Total TGT Normal

jenis rokoka a. Rokok kretek Count 1262 3459 4721

% within $jenis_rokok 26.7% 73.3%

b. Rokok putih Count 597 1904 2501

% within $jenis_rokok 23.9% 76.1%

c. Rokok linting Count 333 811 1144

% within $jenis_rokok 29.1% 70.9%

d. Cangklong/ cerutu Count 18 24 42

% within $jenis_rokok 42.9% 57.1%

Total Count 1765 4934 6699

Percentages and totals are based on respondents.

a. Dichotomy group tabulated at value 1.

status_TGT

TGT Normal

Count Column N %

Column

Responses % Count Column N %

Column

Responses %

Page 168: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

152

jenis rokok a. Rokok kretek 1262 71.5% 57.1% 3459 70.1% 55.8%

b. Rokok putih 597 33.8% 27.0% 1904 38.6% 30.7%

c. Rokok linting 333 18.9% 15.1% 811 16.4% 13.1%

d. Cangklong/ cerutu 18 1.0% 0.8% 24 0.5% 0.4%

Total 1765 100.0% 100.0% 4934 100.0% 100.0%

Pearson Chi-Square Tests

status_TGT

jenis rokok Chi-square 25.191

df 4

Sig. .000*

Results are based on nonempty rows and columns in each

innermost subtable.

6. Rokok kretek

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kretek (iya / tidak) .773 .772 .774

For cohort status_TGT = TGT .838 .837 .839

For cohort status_TGT = Normal 1.084 1.084 1.085

N of Valid Cases 101994770

7. Rokok putih

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for putih (iya / tidak) .647 .646 .648

For cohort status_TGT = TGT .735 .735 .736

For cohort status_TGT = Normal 1.137 1.137 1.137

N of Valid Cases 101994771

Page 169: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

153

8. Rokok linting

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for linting (iya / tidak) .818 .816 .820

For cohort status_TGT = TGT .871 .869 .872

For cohort status_TGT = Normal 1.065 1.064 1.065

N of Valid Cases 101994769

9. Rokok cangklong

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for cangklong (iya / tidak) 1.289 1.276 1.303

For cohort status_TGT = TGT 1.177 1.169 1.184

For cohort status_TGT = Normal .912 .909 .916

N of Valid Cases 101994769

10. Umur

kategori_umur * status_TGT Crosstabulation

status_TGT

Total TGT Normal

kategori_umur lebih dari sama dengan 45

tahun

Count 3664 5752 9416

% within kategori_umur 38.9% 61.1% 100.0%

kurang dari 45 tahun Count 3600 9480 13080

% within kategori_umur 27.5% 72.5% 100.0%

Total Count 7264 15232 22496

% within kategori_umur 32.3% 67.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Page 170: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

154

Pearson Chi-Square 324.833a 1 .000

Continuity Correctionb 324.312 1 .000

Likelihood Ratio 322.884 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 324.819 1 .000

N of Valid Cases 22496

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3040.44.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kategori_umur (lebih dari sama dengan

45 tahun / kurang dari 45 tahun)

1.735 1.734 1.737

For cohort status_TGT = TGT 1.439 1.439 1.440

For cohort status_TGT = Normal .829 .829 .830

N of Valid Cases 101994770

11. Jenis kelamin

jenis_kelamin * status_TGT Crosstabulation

status_TGT

Total TGT Normal

jenis_kelamin laki-laki Count 2234 6351 8585

% within jenis_kelamin 26.0% 74.0% 100.0%

perempuan Count 5030 8881 13911

% within jenis_kelamin 36.2% 63.8% 100.0%

Total Count 7264 15232 22496

% within jenis_kelamin 32.3% 67.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Page 171: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

155

Pearson Chi-Square 249.477a 1 .000

Continuity Correctionb 249.014 1 .000

Likelihood Ratio 253.683 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 249.466 1 .000

N of Valid Cases 22496

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2772.11.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for jenis_kelamin (laki-laki / perempuan) .625 .624 .625

For cohort status_TGT = TGT .724 .724 .725

For cohort status_TGT = Normal 1.160 1.160 1.160

N of Valid Cases 101994769

12. Konsumsi kopi

kat_konsumsi_kopi * status_TGT Crosstabulation

status_TGT

Total TGT Normal

kat_konsumsi_kopi konsumsi kopi Count 4151 9156 13307

% within kat_konsumsi_kopi 31.2% 68.8% 100.0%

tidak konsumsi kopi Count 3113 6076 9189

% within kat_konsumsi_kopi 33.9% 66.1% 100.0%

Total Count 7264 15232 22496

% within kat_konsumsi_kopi 32.3% 67.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 17.901a 1 .000

Continuity Correctionb 17.778 1 .000

Likelihood Ratio 17.858 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Page 172: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

156

Linear-by-Linear Association 17.900 1 .000

N of Valid Cases 22496

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2967.15.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kategori_konsumsi_kopi (konsumsi

kopi / tidak konsumsi kopi)

.907 .906 .908

For cohort status_TGT = TGT .937 .937 .938

For cohort status_TGT = Normal 1.033 1.033 1.033

N of Valid Cases 101994770

Page 173: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

157

LAMPIRAN 5

Uji Confounding

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a status_merokok 61671.142 2 .000

status_merokok(1) 1.356 .019 5011.999 1 .000 3.882 3.739 4.030

status_merokok(2) 1.064 .019 3081.602 1 .000 2.898 2.791 3.009

usia_mulai_merokok 32473.848 1 .000

usia_mulai_merokok(1) .169 .001 32473.848 1 .000 1.184 1.182 1.186

kategori_durasi_merokok 181289.502 2 .000

kategori_durasi_merokok(1) .428 .001 176041.449 1 .000 1.534 1.531 1.537

kategori_durasi_merokok(2) 1.597 .019 6980.481 1 .000 4.940 4.759 5.129

kategori_batang_rokok 1103.793 1 .000

kategori_batang_rokok(1) .049 .001 1103.793 1 .000 1.051 1.048 1.054

kretek .035 .001 866.181 1 .000 1.036 1.033 1.038

putih -.024 .001 471.433 1 .000 .976 .974 .978

linting -.096 .001 5852.502 1 .000 .909 .907 .911

cangklong .524 .006 9064.289 1 .000 1.689 1.671 1.707

kategori_umur .514 .000 1276845.034 1 .000 1.672 1.671 1.674

jenis_kelamin -.523 .001 556724.069 1 .000 .593 .592 .594

kategori_konsumsi_kopi -.003 .000 41.738 1 .000 .997 .996 .998

Constant -1.265 .020 3980.224 1 .000 .282

a. Variable(s) entered on step 1: status_merokok, usia_mulai_merokok, kategori_durasi_merokok, kategori_batang_rokok, kretek, putih, linting, cangklong,

kategori_umur, jenis_kelamin, kategori_konsumsi_kopi.

Perbedaan Exp(B) setelah umur dikeluarkan

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a status_merokok 137792.228 2 .000

Page 174: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

158

status_merokok(1) 1.469 .019 5857.742 1 .000 4.345 4.185 4.512

status_merokok(2) 1.028 .019 2866.511 1 .000 2.796 2.693 2.903

usia_mulai_merokok 82413.136 1 .000

usia_mulai_merokok(1) .267 .001 82413.136 1 .000 1.306 1.303 1.308

kategori_durasi_merokok 594216.351 2 .000

kategori_durasi_merokok(1) .746 .001 587411.699 1 .000 2.108 2.104 2.112

kategori_durasi_merokok(2) 1.920 .019 10048.104 1 .000 6.823 6.571 7.084

kategori_batang_rokok 1732.581 1 .000

kategori_batang_rokok(1) .062 .001 1732.581 1 .000 1.064 1.061 1.067

kretek .037 .001 957.062 1 .000 1.038 1.035 1.040

putih -.069 .001 3775.272 1 .000 .933 .931 .935

linting -.045 .001 1311.947 1 .000 .956 .954 .958

cangklong .528 .005 9364.842 1 .000 1.696 1.678 1.714

jenis_kelamin -.513 .001 539850.172 1 .000 .599 .598 .600

kategori_konsumsi_kopi .011 .000 584.219 1 .000 1.011 1.010 1.012

Constant -1.317 .020 4301.940 1 .000 .268

a. Variable(s) entered on step 1: status_merokok, usia_mulai_merokok, kategori_durasi_merokok, kategori_batang_rokok, kretek, putih, linting, cangklong,

jenis_kelamin, kategori_konsumsi_kopi.

Perbedaan Exp(B) setelah konsumsi kopi dikeluarkan

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a status_merokok 62327.671 2 .000

status_merokok(1) 1.357 .019 5015.280 1 .000 3.884 3.740 4.032

status_merokok(2) 1.064 .019 3080.430 1 .000 2.898 2.791 3.009

usia_mulai_merokok 32467.999 1 .000

usia_mulai_merokok(1) .169 .001 32467.999 1 .000 1.184 1.182 1.186

kategori_durasi_merokok 181389.570 2 .000

kategori_durasi_merokok(1) .428 .001 176144.724 1 .000 1.534 1.531 1.537

kategori_durasi_merokok(2) 1.597 .019 6978.775 1 .000 4.940 4.758 5.128

kategori_batang_rokok 1102.915 1 .000

kategori_batang_rokok(1) .049 .001 1102.915 1 .000 1.051 1.048 1.054

Page 175: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

159

kretek .035 .001 859.170 1 .000 1.036 1.033 1.038

putih -.024 .001 474.388 1 .000 .976 .974 .978

linting -.096 .001 5851.679 1 .000 .909 .907 .911

cangklong .524 .006 9051.561 1 .000 1.688 1.670 1.706

kategori_umur .514 .000 1277421.417 1 .000 1.672 1.670 1.673

jenis_kelamin -.523 .001 558570.647 1 .000 .593 .592 .593

Constant -1.266 .020 3982.832 1 .000 .282

a. Variable(s) entered on step 1: status_merokok, usia_mulai_merokok, kategori_durasi_merokok, kategori_batang_rokok, kretek, putih, linting, cangklong,

kategori_umur, jenis_kelamin.

Perbedaan Exp(B) setelah jenis kelamin dikeluarkan

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a status_merokok 73726.108 2 .000

status_merokok(1) 1.690 .019 7824.747 1 .000 5.420 5.221 5.627

status_merokok(2) 1.376 .019 5176.309 1 .000 3.958 3.813 4.109

usia_mulai_merokok 47106.951 1 .000

usia_mulai_merokok(1) .203 .001 47106.951 1 .000 1.225 1.222 1.227

kategori_durasi_merokok 176590.075 2 .000

kategori_durasi_merokok(1) .421 .001 171518.179 1 .000 1.523 1.520 1.526

kategori_durasi_merokok(2) 1.560 .019 6691.462 1 .000 4.760 4.585 4.941

kategori_batang_rokok 2751.971 1 .000

kategori_batang_rokok(1) .078 .001 2751.971 1 .000 1.081 1.078 1.084

kretek .014 .001 133.992 1 .000 1.014 1.012 1.016

putih -.036 .001 1003.380 1 .000 .965 .963 .967

linting -.116 .001 8627.393 1 .000 .890 .888 .893

cangklong .526 .005 9254.936 1 .000 1.693 1.675 1.711

kategori_umur .509 .000 1259906.266 1 .000 1.664 1.662 1.665

kategori_konsumsi_kopi -.021 .000 2176.639 1 .000 .979 .978 .980

Constant -1.624 .020 6592.348 1 .000 .197

a. Variable(s) entered on step 1: status_merokok, usia_mulai_merokok, kategori_durasi_merokok, kategori_batang_rokok, kretek, putih, linting, cangklong,

kategori_umur, kategori_konsumsi_kopi.

Page 176: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

160

LAMPIRAN 6

Hasil Analisis Multivariat Hubungan Merokok dengan TGT setelah Dikontrol

Variabel Konfonding (Umur, Jenis Kelamin Dan Konsumsi Kopi)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a status_merokok 61671.142 2 .000

status_merokok(1) 1.356 .019 5011.999 1 .000 3.882 3.739 4.030

status_merokok(2) 1.064 .019 3081.602 1 .000 2.898 2.791 3.009

usia_mulai_merokok 32473.848 1 .000

usia_mulai_merokok(1) .169 .001 32473.848 1 .000 1.184 1.182 1.186

kategori_durasi_merokok 181289.502 2 .000

kategori_durasi_merokok(1) .428 .001 176041.449 1 .000 1.534 1.531 1.537

kategori_durasi_merokok(2) 1.597 .019 6980.481 1 .000 4.940 4.759 5.129

kategori_batang_rokok 1103.793 1 .000

kategori_batang_rokok(1) .049 .001 1103.793 1 .000 1.051 1.048 1.054

kretek .035 .001 866.181 1 .000 1.036 1.033 1.038

putih -.024 .001 471.433 1 .000 .976 .974 .978

linting -.096 .001 5852.502 1 .000 .909 .907 .911

cangklong .524 .006 9064.289 1 .000 1.689 1.671 1.707

kategori_umur .514 .000 1276845.034 1 .000 1.672 1.671 1.674

jenis_kelamin -.523 .001 556724.069 1 .000 .593 .592 .594

kategori_konsumsi_kopi -.003 .000 41.738 1 .000 .997 .996 .998

Constant -1.265 .020 3980.224 1 .000 .282

a. Variable(s) entered on step 1: status_merokok, usia_mulai_merokok, kategori_durasi_merokok, kategori_batang_rokok, kretek, putih, linting, cangklong,

kategori_umur, jenis_kelamin, kategori_konsumsi_kopi.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a usia_mulai_merokok 36124.642 2 .000

usia_mulai_merokok(1) 1.233 .019 4138.441 1 .000 3.431 3.305 3.563

Page 177: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

161

usia_mulai_merokok(2) 1.064 .019 3081.602 1 .000 2.898 2.791 3.009

status_merokok 57393.125 1 .000

status_merokok(1) .292 .001 57393.125 1 .000 1.339 1.336 1.343

kategori_durasi_merokok 181289.502 2 .000

kategori_durasi_merokok(1) .428 .001 176041.449 1 .000 1.534 1.531 1.537

kategori_durasi_merokok(2) 1.597 .019 6980.481 1 .000 4.940 4.759 5.129

kategori_batang_rokok 1103.793 1 .000

kategori_batang_rokok(1) .049 .001 1103.793 1 .000 1.051 1.048 1.054

kretek .035 .001 866.181 1 .000 1.036 1.033 1.038

putih -.024 .001 471.433 1 .000 .976 .974 .978

linting -.096 .001 5852.502 1 .000 .909 .907 .911

cangklong .524 .006 9064.289 1 .000 1.689 1.671 1.707

kategori_umur .514 .000 1276845.034 1 .000 1.672 1.671 1.674

jenis_kelamin -.523 .001 556724.069 1 .000 .593 .592 .594

kategori_konsumsi_kopi -.003 .000 41.738 1 .000 .997 .996 .998

Constant -1.265 .020 3980.224 1 .000 .282

a. Variable(s) entered on step 1: usia_mulai_merokok, status_merokok, kategori_durasi_merokok, kategori_batang_rokok, kretek, putih, linting, cangklong,

kategori_umur, jenis_kelamin, kategori_konsumsi_kopi.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step

1a

kategori_batang_rokok 4180.437 2 .000

kategori_batang_rokok(1) 1.113 .019 3353.326 1 .000 3.045 2.932 3.162

kategori_batang_rokok(2) 1.064 .019 3081.602 1 .000 2.898 2.791 3.009

status_merokok 57393.125 1 .000

status_merokok(1) .292 .001 57393.125 1 .000 1.339 1.336 1.343

usia_mulai_merokok 32473.848 1 .000

usia_mulai_merokok(1) .169 .001 32473.848 1 .000 1.184 1.182 1.186

kategori_durasi_merokok 181289.502 2 .000

kategori_durasi_merokok(1) .428 .001 176041.449 1 .000 1.534 1.531 1.537

kategori_durasi_merokok(2) 1.597 .019 6980.481 1 .000 4.940 4.759 5.129

kretek .035 .001 866.181 1 .000 1.036 1.033 1.038

Page 178: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TOLERANSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37307/1... · Latar belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) merupakan suatu kondisi

162

putih -.024 .001 471.433 1 .000 .976 .974 .978

linting -.096 .001 5852.502 1 .000 .909 .907 .911

cangklong .524 .006 9064.289 1 .000 1.689 1.671 1.707

kategori_umur .514 .000 1276845.034 1 .000 1.672 1.671 1.674

jenis_kelamin -.523 .001 556724.069 1 .000 .593 .592 .594

kategori_konsumsi_kopi -.003 .000 41.738 1 .000 .997 .996 .998

Constant -1.265 .020 3980.224 1 .000 .282

a. Variable(s) entered on step 1: kategori_batang_rokok, status_merokok, usia_mulai_merokok, kategori_durasi_merokok, kretek, putih, linting, cangklong,

kategori_umur, jenis_kelamin, kategori_konsumsi_kopi.