GERONTIK 1
-
Upload
ayo-debats -
Category
Documents
-
view
47 -
download
0
Embed Size (px)
description
Transcript of GERONTIK 1
-
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Lansia
1.1. Defenisi Lansia
1.2. Batasan-batasan lansia
1.3. Teori-teori Penuaan
1.3.1. Teori Biologis
1.3.2. Teori Kejiwaan Sosial
1.4. Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Lansia
1.5. Masalah Kesehatan Lansia
1.6. Status Kesehatan pada Lansia Indonesia
1.7. Sifat-sifat Penyakit pada Lansia
1.7.1. Etiologi
1.7.2. Diagnosis
1.7.3. Perjalanan Penyakit
2. Kualitas Hidup
2.1. Defenisi Kualitas Hidup
2.2. Komponen Kualitas Hidup
3. Penyakit Kronis
3.1. Defenisi Penyakit Kronis
3.2. Kategori Penyakit Kronis
3.3. Implikasi Penyakit Kronis
3.4. Fase-fase Penyakit Kronis
5
Universitas Sumatera Utara
-
1. Lansia
1.1 Defenisi lansia
Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari
periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang
penuh manfaat (Hurlock, 1999).
1.2 Batasan - batasan lansia
Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age)
antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia lanjut
tua (Old) antara 75 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
(Nugroho, 2000).
Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok
yaitu pertengahan umur usia lanjut/ virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut
yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45 54
tahun, usia lanjut dini/ prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia
lanjut antara 55 64 tahun, kelompok usia lanjut/ senium usia 65 tahun keatas
dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70
tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti,
menderita penyakit berat, atau cacat (Mutiara, 1996).
Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
yang menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas (Deputi I Menkokesra, 1998).
Universitas Sumatera Utara
-
1.3 Teori-teori penuaan
Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis dan teori
kejiwaan sosial. Teori-teori biologis terdiri dari teori sintesis protein, teori
keracunan oksigen, teori sistem imun, teori radikal bebas, teori rantai silang,
teori reaksi dari kekebalan sendiri dan lain-lain. Teori-teori kejiwaan sosial
terdiri dari teori pengunduran diri, teori aktivitas, teori subkultur, dan teori
kepribadian berlanjut.
1.3.1. Teori Biologis
Teori seluler. Teori ini menyatakan bahwa kemampuan sel yang hanya
dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh
diprogram untuk membelah sekitar 50 kali. Bila sebuah sel pada lansia dilepas
dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi jumlah sel yang
akan membelah akan terlihat sedikit (Spence & Mason (1992), dalam Watson,
2003). Pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan
perbaikan jaringan, justru kemampuan sel akan menurun sesuai dengan
bertambahnya usia (Boedhi Darmojo & Nugroho, 2000; Watson, 2003).
Sedangkan pada sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada
jaringan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang
karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami
penuaan dan memiliki kemampuan yang rendah untuk tumbuh dan
memperbaiki diri dan sel dalam tubuh seseorang ternyata cenderung
mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati karena sel tidak dapat
membelah lagi (Watson, 2003).
Universitas Sumatera Utara
-
Teori sintesis protein. Teori sintesis protein menyatakan bahwa proses
penuaan terjadi ketika protein tubuh terutama kolagen dan elastin menjadi
kurang fleksibel dan kurang elastis. Observasi dapat dilakukan pada jaringan
seperti kulit dan kartilago, hal ini dihubungkan dengan adanya perubahan
kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia, beberapa
protein terutama kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit dibuat oleh
tubuh dengan struktur yang berbeda dengan protein tubuh orang yang lebih
muda. Banyak kolagen pada kartilago dan elstin pada kulit yang kehilangan
fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia,
perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya akan cenderung
berkerut (Tortora & Anaqnostakos (1990) dalam Watson, 2003).
Teori keracunan oksigen. Teori ini menyatakan bahwa adanya sejumlah
penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari
oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi tanpa
mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan untuk mempertahankan
diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan
dan terjadi kesalahan genetik (Tortora & Anaqnostakos (1990) dalam Watson,
2003). Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam
berkomunikasi dengan lingkungan yang juga mengontrol proses pengambilan
nutrien dan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Konsekuensi dari
kesalahan genetik adalah adanya penurunan repsoduksi sel oleh mitosis yang
mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal
ini dapat menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Watson, 2003).
Universitas Sumatera Utara
-
Teori sistem imun. Teori ini mengemukakan kemampuan sistem imun
mengalami kemunduran, walaupun demikian kemunduran kemampuan sistem
yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga
merupakan faktor yang berdistribusi dalam proses penuaan. Hal ini
dimanifestasikan dengan meningkatnya infeksi autoimun dan kanker (Watson,
2003).
Teori radikal bebas. Nugroho (2000) menyatakan bahwa dalam teori
terjadi ketidakstabilan radikal bebas sehingga oksidasi bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak mampu
lagi beregenerasi.
1.3.2. Teori Kejiwaan Sosial
Teori pengunduran diri. Teori ini menyatakan bahwa saat lanjut usia
terjadi pengunduran diri yang mengakibatkan penurunan interaksi antara
lanjut usia dengan lingkungan sosialnya (Cummins and Henry (1961) dalam
Suriadi, 1999).
Teori kegiatan. Teori ini menyatakan bahwa pada saat seseorang
menginjak usia lanjut, maka mereka tetap mempunyai kebutuhan dan
keinginan yang sama seperti pada masa-masa sebelumnya. Mereka tidak ingin
mengundurkan diri dari lingkungan sosialnya. Lansia yang aktif melaksanakan
peranan-peranannya di masyarakat akan mencapai usia lanjut yang optimal.
Teori kepribadian berlanjut. Teori ini menyatakan bahwa perubahan
yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian
yang dimiliki lansia tersebut (Kuntjoro, 2002).
Universitas Sumatera Utara
-
Perubahan-perubahan tersebut akan berdampak terhadap sistem
muskuloskeletal yang merupakan komponen struktur yang utama, dimana
sistem ini mengalami perubahan dalam muskulature yaitu otot yang mengecil
serta progresif (atrofi) dan tulang kehilangan kalsium secara progresif
(dekalsifikasi) (Tortora & Anaqnostakos (1990) dalam Watson, 2003).
Perubahan yang lambat akan membuat tulang pada lansia lebih mudah fraktur
karena penurunan elastisitas sendi yang disebabkan oleh adanya perubahan
dalam sintesis kolagen yang cenderung mengalami kerusakan (Watson, 2003).
1.4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia
Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan
potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan
dengan pekerjaan, dan perubahan peran sosial di masyarakat.
Perubahan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin
keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi indra
pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan
fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia misalnya badan menjadi
bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur, sehingga menimbulkan
keterasingan.
Universitas Sumatera Utara
-
Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual
Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung,
gangguan metabolisme, vaginitis, baru selesai operasi (prostatektomi),
kekurangan gizi (karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan
sangat kurang), penggunaan obat-obatan tertentu (antihipertensi, golongan
steroid, tranquilizer), dan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa
malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan
masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya,
kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya,
pasangan hidup telah meninggal dunia, dan disfungsi seksual karena
perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas,
depresi, pikun, dan sebagainya.
Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi
proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain
sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang
berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian
Universitas Sumatera Utara
-
lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan lima tipe
kepribadian lansia adalah sebagai berikut:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction Personality), biasanya
tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang, dan mantap
sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality), pada tipe ini
biasanya ada kecenderungan mengalami Post Power Syndrome.
Apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang
dapat memberikan otonomi pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality), pada tipe
ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan
yang ditinggalkan akan menjadi merana. Apalagi jika tidak segera
bangkit dari kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality), pada tipe ini
setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan
kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi
ekonominya menjadi berantakan.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality), pada lansia
tipe ini umumnya terlihat sengsara karena perilakunya sendiri sulit
dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Universitas Sumatera Utara
-
Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya
karena pensiun sering diartikan kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan,
peran, kegiatan, status, dan harga diri.
Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatanm gerak fisik,
dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan
pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihatan kabur, dan sebagainya sehingga sering menimbulkan
keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak
merasa terasing atau diasingkan. Jika keterasingan terjadi akan semakin
menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek bila ketemu
orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil (Kuntjoro, 2002).
1.5. Masalah kesehatan pada lansia
Adapun beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia
berbeda dari orang dewasa, yang menurut Kane & Ouslander sering disebut
dengan istilah 14 I, yaitu Immobility (kurang bergerak), Instability (berdiri dan
berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), Incontinence (beser buang air kecil
Universitas Sumatera Utara
-
dan atau buang air besar), Intellectual impairment (gangguan intelektual/
dementia), Infection (infeksi), Impairment of vision and hearing, taste, smell,
communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera,
komunikasi, penyembuhan, dan kulit), Impaction (sulit buang air besar),
Isolation (depresi), Inanition (kurang gizi), Impecunity (tidak punya uang),
Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), Insomnia (gangguan
tidur), Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), dan Impotence
(impotensi).
1.6 Status Kesehatan pada Lansia Indonesia
Membicarakan mengenai status kesehatan para lansia, penyakit atau
keluhan yang umum diderita adalah penyakit rematik, hipertensi, penyakit
jantung, penyakit paru-paru (bronkitis/ dispnea), diabetes mellitus, jatuh,
paralisis/ lumpuh separuh badan, TBC paru, patah tulang dan kanker. Lebih
banyak wanita yang menderita/ mengeluhkan penyakit-penyakit tersebut
daripada kaum pria, kecuali untuk bronkitis (pengaruh rokok pada pria).
1.7 Sifat-sifat Penyakit pada Lansia
Sifat penyakit pada lansia ini perlu sekali untuk dikenali supaya tidak salah
ataupun terlambat menegakkan diagnosis, sehingga terapi dan tindakan
lainnya yang mengikutinya dengan segera dapat dilaksanakan. Hal ini akan
menyangkut beberapa aspek, yaitu etiologi, diagnosis, dan perjalanan
penyakit.
Universitas Sumatera Utara
-
1.7.1. Etiologi
Sebab penyakit pada lansia ini pada umumnya lebih bersifat endogen
daripada eksogen. Hal ini umpamanya disebabkan karena menurunnya fungsi
berbagai alat tubuh karena proses menjadi tua. Sel-sel parenkim banyak
diganti dengan sel-sel penyangga (jaringan fibrotik), produksi hormon yang
menurun, produksi enzim menurun dan sebagainya.
Dalam rangka ini juga produksi zat-zat untuk daya tahan tubuh seorang tua
akan mundur. Maka dari itu faktor penyebab infeksi (eksogen) akan lebih
mudah hinggap. Di negara-negara maju karena faktor infeksi ini secara
keseluruhan telah jarang ditemui, penyakit infeksi pada penderita lansia pun
juga jarang sekali dijumpai. Di negara-negara berkembang justru masih
banyak penyakit infeksi pada golongan anak-anak dan lansia.
Selain itu, etiologi penyakit pada lansia ini seringkali tersembunyi,
sehingga perlu dicari secara sadar dan aktif. Seringkali untuk menegakkan
diagnosis kita memerlukan mengobservasi penderita agak lama sambil
mengamati dengan cermat tanda-tanda dan gejala-gejala penyakitnya, yang
juga seringkali tidak nyata.
Seringkali sebab penyakit tadi bersifat ganda (multiple) dan kumulatif,
terlepas satu sama lain ataupun saling mempengaruhi timbulnya. Dapat
diharapkan bahwa di negara berkembang patologi multipel ini lebih menonjol
lagi, karena pengaruh faktor endogen dan eksogen secara bersama-sama.
1.7.2. Diagnosis
Diagnosis penyakit pada lansia ini pada umumnya lebih sukar daripada
usia remaja/ dewasa, karena seringkali tidak khas gejalanya. Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
-
keluhan-keluhannya pun tidak khas dan tidak jelas, dan tidak jarang
asimtomatik. Sebagai contoh, pada appendicitis acuta pada lansia seringkali
tidak disertai nyeri pada titik Mc Burney yang khas, tetapi hanya dengan
tanda-tanda perut kembung ataupun diare.
1.7.3. Perjalanan Penyakit
Pada umumnya perjalanan penyakit lansia ini adalah kronik (menahun),
diselingi dengan eksaserbasi akut. Selain itu, penyakitnya bersifat progresif
dan sering menyebabkan kecacatan lama sebelum akhirnya penderita
meninggal dunia.
2. Kualitas hidup.
2.1. Defenisi kualitas hidup.
Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional,
sosial dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (Donald, 2001).
Kualitas hidup merupakan persepsi individu dari posisi laki-laki/wanita
dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana laki-
laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan,
kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan,
terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status
psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan mereka kepada
karakteristik lingkungan mereka (WHO, 1994).
Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang
menikmati kemungkinan dalam hidupnya, kenikmatan tersebut memiliki dua
Universitas Sumatera Utara
-
komponen yaitu pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian
beberapa karakteristik dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan
hasil dari kesempatan dan keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan
merefleksikan interaksi faktor personal lingkungan (Chang, Viktor, &
Weissman, 2004).
Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas
hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang
mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan
dan keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan
lingkungan. Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu
pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi (Universitas
Toronto, 2004).
2.2. Komponen kualitas hidup
Menurut Trobojevic (1998) kualitas hidup di kembangkan untuk
memberikan suatu pengukuran komponen dan determinan kesehatan dan
kesejahteraan. Pengukuran kualitas hidup ini penting berhubungan dengan
prioritas kesehatan sepanjang atau semasa hidup yang tidak hanya
membutuhkan pengobatan tetapi juga kualitas dari kelangsungan hidup.
Menurut McDowell dan Newell (1996), penyakit kronis akan
mempengaruhi kualitas hidup lansia. Kualitas hidup dapat disimpulkan
menjadi dua komponen yaitu kesehatan fisik dan kesehatan mental, untuk
mengkaji kulitas hidup tersebut maka didapat 36 pertanyaan tentang
kemampuan pasien yang dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu:
Universitas Sumatera Utara
-
1. fungsi fisik terdiri dari beberapa pernyataan yaitu aktifitas yang
memerlukan energi, aktivitas yang ringan, mengangkat dan
membawa barang yang ringan, menaiki beberapa anak tangga,
menaiki satu anak tangga, membungkuk, berjalan beberapa gang,
berjalan satu gang dan mandi atau memakai baju sendiri.
2. Keterbatasan peran fisik terdiri dari pernyataan penggunaan waktu
yang singkat, penyelesaian pekerjaan yang tidak tepat waktu,
terbatas pada beberapa pekerjaan dan mengalami kesulitan dalam
melakukan pekerjaan.
3. Nyeri pada tubuh terdiri dari pernyataan seberapa besar rasa nyeri
pada tubuh dan seberapa besar nyeri mengganggu aktifitas.
4. Persepsi kesehatan secara umum terdiri dari pernyataan bagaimana
kondisi kesehatan saat ini dan satu tahun yang lalu, mudah
terserang sakit, sama sehatnya dengan orang lain, kesehatan yang
buruk dan kesehatan yang sangat baik.
5. Vitalitas terdiri dari pernyataan yang menggambarkan tentang
bagaimana pasien dalam melaksanakan aktifitasnya apakah penuh
semangat memiliki energi yang banyak, bosan dan lelah.
6. Fungsi sosial terdiri dari pernyataan seberapa besar masalah emosi
mengganggu aktifitas sosial dan mempengaruhi aktifitas sosial.
7. Keterbatasan peran emosional terdiri dari pernyataan apakah
masalah emosional mempengaruhi penggunaaan waktu yang
singkat dalam pekerjaan atau lebih lama lagi melakukan pekerjaan
dan tidak berhati-hati sebagaimana mestinya.
Universitas Sumatera Utara
-
8. Kesehatan mental terdiri dari pernyataan apakah pasien sering
gugup, merasa tertekan, tenang, sedih dan periang.
Universitas Toronto (2004) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi
dalam tiga bagian yaitu internal individu, kepemilikan (hubungan individu
dengan lingkungannya) dan harapan (prestasi dan aspirasi individu)
1. Internal Individu
Internal individu dalam kualitas hidup dibagi tiga yaitu secara fisik,
psikologis dan spiritual.
Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup
dalam enam domain, tiga diantaranya yaitu domain fisik, domain psikologis,
dan domain spiritual.
2. Kepemilikan
Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam
kualitas hidup dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial.
Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup
dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan
domain hubungan sosial.
3. Harapan
Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas hidup dapat
dibagi dua yaitu secara praktis dan secara pekerjaan.
Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam
enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain
lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
-
Menurut Ventegodt, Merriek, Anderson (2003), kualitas hidup dalam hal
ini dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada suatu aspek
hidup yang baik, yaitu:
1. Kualitas hidup subjektif, yaitu bagaimana suatu hidup yang baik
dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya.
Masing-masing individu secara personal mengevaluasi
bagaimana mereka menggambarkan sesuatu dan perasaan
mereka
2. Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang
merupakan level yang dalam. Ini mengasumsikan bahwa
individu memiliki suatu sifat yang lebih dalam yang berhak
untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam
keharmonisan.
3. Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang
dirasakan oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan
dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai
budaya dan menyatakan tentang kehidupannya
Ketiga aspek kualitas hidup ini keseluruhan dikelompokkan dengan
pernyataan yang relevan pada kualitas hidup yang dapat ditempatkan dalam
suatu spektrum dari subjektif ke objektif, elemen eksistensial berada
diantaranya yang merupakan komponen kulitas hidup meliputi kesejahteraan,
kepuasan hidup, kebahagiaan, makna dalam hidup, gambaran biologis kualitas
hidup, mencapai potensi hidup, pemenuhan kebutuhan dan faktor-faktor
objektif
Universitas Sumatera Utara
-
a. Kesejahteraan
Kesejahteraan berhubungan dekat dengan bagaimana sesuatu berfungsi
dalam suatu dunia objektif dan dengan faktor eksternal hidup. Ketika kita
membicarakan tentang perasaan baik maka kesejahteraan merupakan
pemenuhan kebtuhan dan realisasi diri.
b. Kepuasan hidup
Menjadi puas berarti merasakan bahwa hidup yang seharusnya, ketika
pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan gairah hidup diperoleh disekitarnya
maka seseorang puas, kepuasaan adalah pernyataaan mental yaitu keadaan
kognitif.
c. Kebahagiaan
Menjadi bahagia bukan hanya menjadi menyenangkan dan hati puas,
ini merupakan perasaan yang spesial yang berharga dan sangat diinginkan
tetapi sulit di peroleh. Tidak banyak orang percaya bahwa kebahagiaan
diperoleh dari adaptasi terhadap budaya seseorang, kebahagiaan diasosiasikan
dengan dimensi-dimensi non rasional seperti cinta, ikatan erat dengan sifat
dasar tetapi bukan dengan uang, status kesehatan atau faktor-faktor objektif
lain.
d. Makna dalam hidup
Makna dalam hidup merupakan suatu konsep yang sangat penting dan
jarang digunakan. Pencarian makna hidup melibatkan suatu penerimaan dari
ketidak berartian dan keseangat berartian dari hidup dan suatu kewajiban
untuk mengarahkan diri seseorang membuat perbaikan apa yang tidak berarti.
Universitas Sumatera Utara
-
e. Gambaran biologis kualitas hidup
Gambaran biologis kualitas hidup yaitu sistem informasi biologis dan
tingkat keseimbangan eksistensial dilihat dari segi ini kesehatan fisik
mencerminkan tingkat sistem informasi biologi seperti sel-sel dalam tubuh
membutuhkan informasi yang tepat untuk berfungsi secara benar dan untuk
menjaga kesehatan dan kebaikan tubuh. Kesadaran kita dan pengalaman hidup
juga terkondisi secara biologis. Pengalaman dimana hiup bermakana atau
tidak dapat dilihat sebagai kondisi dari suatu sistem informasi biologis.
Hubungan antara kualitas hidup dan penyakit diilustrasikan dengan baik dan
menggunakan suatu teori individual sebagai suatu sistem informasi biologis
f. Mencapai potensi hidup
Teori pencapaian potensi hidup merupakan suatu teori dari hubungan
antara sifat dasarnya. Titik permulaan biologis ini tidak mengurangi
kekhususan dari makhluk hidup tetapi hanya tingkat dimana ini merupakan
teori umum dari pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem hidup dari
sel ke organisme sosial.
g. Pemenuhan kebutuhan
Kebutuhan dihubungkan dengan kualitas hidup dimana ketika
kebutuhan seseorang terpenuhi kualitas hidup tinggi. Kebutuhan merupakan
suatu ekspresi sifat dasar kita yang pada umumnya di miliki oleh makhluk
hidup. Pemenuhan kebutuhan dihubungkan pada aspek sifat dasar manusia.
Kebutuhan yang kita rasakan baik ketika kebutuhan kita sudah terpenuhi.
Informasi ini berada dalam suatu bentuk komplek yang dapat dikurangi
menjadi sederhana yakni kebutuhan aktual.
Universitas Sumatera Utara
-
h. Faktor-faktor objektif
Aspek objektif dari kualitas hidup dihubungkan dengan faktor-faktor
eksternal hidup dan secara baik mudah di wujudkan. Hal tersebut mencakup
pendapatan, status perkawinan, status kesehatan dan jumlah hubungan dengan
orang lain. Kualitas hidup objektif sangat mencerminkan kemampuan untuk
beradaptasi pada budaya dimana kita tinggal.
Secara umum pengkajian kulitas hidup berhubungan dengan kesehatan
yang menggambarkan suatu usaha untuk menentukan bagian variabel-variabel
dalam dimensi kesehatan, berhubungan dengan dimensi khusus dari hidup
yang telah ditentukan untuk menjadi penting secara umum atau untuk orang
yang memiliki penyakit spesifik. Konseptualisasi kualitas hidup berhubungan
dengan kesehatan menegaskan efek penyakit pada fisik, peran sosial,
psikologi/emosional dan fungsi kognitif. Gejala-gejala persepsi kesehatan dan
keseluruhan kualitas hidup sering tercakup dalam konsep kualitas hidup
berhubungan dengan kesehatan (American Thoracic Society, 2004).
3. Penyakit Kronis
3.1. Defenisi penyakit kronis
Penyakit kronis adalah penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup
lama, tidak terjadi secara tiba-tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat di
sembuhkan dengan sempurna. Penyakit kronis sangat erat hubungannya
terhadap kecacatan dan timbulnya kematian (Adelman & Daly, 2001). Penykit
kronis adalah peenyakit yang mempunyai karakteristik yaitu suatu penyakit
yang bertahap-tahap, mempunyai perjalanan penyakit yang cukup lama, dan
Universitas Sumatera Utara
-
sering tidak dapat disembuhkan (Belsky, 1990). Sedangkan menurut Barrow
(1996) penyakit kronis merupakan suatu penyakit yng cukup lama dan
penyebabnya tidak dapat diketahui secara jelas dan umumnya penyembuhan
tidak dapat dilakukan tujuannya hanya untuk mengontrol, menjaga supaya
tidak terjadi komplikasi, dan rehabilitasi. Penyakit kronis jg merupakan suatu
kondisi yang berhubungan dengan terganggunya fungsi kehidupan sehari-hari
yang dialami selama tiga bulan atau lebih dalam setahun yang disebabkan oleh
karena mendapat perawatan atau pengobatan di rumah sakit selama tiga puluh
hari atau lebih dalam setahun (Christianson dkk, 1998).
3.2. Kategori Penyakit Kronis
Menurut Conrad (1987, dikutip dari Christianson dkk, 1998) ada beberapa
kategori dari penyakit kronis yaitu
Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan
mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup, dan biasanya mereka tidak
mengalami kehidupan yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam
kategori ini adalah diabetes, asma, arthritis, dan epilepsi.
Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas individu kehidupannya
terancam dan individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan
gejala-gejala dari penyakitnya dan ancaman kematian. Penyakit yang termasuk
dalam kategori ini adalah kanker dan penyakit kardiovaskuler.
At risk illnesses. Kategori penyakit ini sangat berbeda dengan dua kategori
sebelumnya. Pada kategori penyakit ini tidak menekankan pada penyakitnya
Universitas Sumatera Utara
-
tetapi pada resiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini
adalah hipertensi, dan penykit-penyakit yang berhubungan dengan hereditas.
3.3. Implikasi Penyakit Kronis
Penyakit kronis mempengaruhi banyak orang dalam berbagai cara, baik
secara langsung atau tidak langsung. Penting artinya memahami implikasi
arti dari penyakit kronis bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Dengan
cara ini individu dapat mengatasi masalah-maslahnya. Implikasi ini meliputi,
yaitu
Menangani penyakit kronis mencakup lebih dari menangani masalah-
masalah medis, dalam hal ini pertimbangan sosial dan psikologis penting
diketengahkan. Adaptasi terhadap penyakit dan kecacatan merupakan proses
yang berkepanjangan. Setiap perubahan besar atau penurunan fungsi
membutuhkan adaftasi fisik, emosi dan sosial (Bury 1991, dikutip dari
Smeltzer & Bare, 2001).
Kondisi-kondisi kronis dapat melewati berbagai fase yang berbeda
sepanjang perjalanan penyakit, setiap fase membawa masalah fisik
psikologis dan sosialnya sendiri.
Untuk menjaga agar kondisi kronis tetap terkontrol, individu diharapkan
patuh terhadap aturan terapeutik yang persisten, ketidakberhasilan untuk
mematuhi rencana pengobatan atau mengikuti aturan dengan cara yang
konsisten dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi dan percepatan
proses penyakit.
Universitas Sumatera Utara
-
Satu penyakit kronis dapat mengakibatkan kondisi kronis lain. Sebagai
contoh, diabetes pada akhirnya dapat mengarah pada terjadinya perubahan
neurologist dan sirkulasi dalam penglihatan, jantung, seksual, dan maslah-
masalah ginjal (Smeltzer & Bare, 2001; Anderson, 2002).
Penyakit kronis mempengaruhi seluruh keluarga. Tidak hanya anggota
keluarga yang terlibat dalam menangani penyakit kronis yang diderita oleh
orang yang mereka kasihi, tetapi kehidupan keluarga dapat menjadi sangat
terganggu oleh penyakit kronis, terutama jika penyakit tersebut parah
(Christianson dkk, 1998; Smeltzer & Bare, 2001).
Individu dengan penyakit kronis dan keluarganya harus memiliki
tanggung jawab yang besar terhadap penatalaksanaan sehari-hari penyakit.
Tidak seperti kondisi akut, rumah sakit menjadi pusat perawatan primer
dalam penyakit-penyakit kronis. Pelayanan-pelayanan pendukung diluar
rumah tersedia dari rumah sakit, praktik dokter, klinik, perawatan panti,
pusat-pusat perawatan, dan lembaga-lembaga di komunitas. Pelayanan ini
memberdayakan individu untuk menangani penyakit kronis di rumah (Straus
& Corbin, 1998 yang dikutip dari Smeltzer & Bare, 2001).
Penatalaksanaan kondisi kronis adalah suatu proses dari penemuan.
Pasien dapat diajarkan bagaimana cara menangani kondisi yang mereka
alami. Menangani kondisi kronis membutuhkan penanganan masalah-
masalah yang komplek, yang saling terkait yang sifatnya medis, sosial dan
emosional. Upaya-upaya kolaboratif dari banyak tenaga pelayanan
kesehatan di butuhkan untuk memberikan perawatan menyeluruh yang
sering dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
-
Penatalaksanaan kondisi kronis mahal. Biaya yang dibutuhkan untuk
biaya perawatan kesehatan dan pelayanan yang berhubungan dengan
penyakit kronis sangat banyak.
Kondisi kronis menghadirkan dilema etis bagi individu, tenaga
kesehatan profesional, dan masyarakat. Tidak ada pemecahan yang mudah
terhadap masalah-masalah kondisi kronis.
Hidup dengan penyakit kronis berarti hidup dengan ketidakpastian.
Meskipun tenaga kesehatan dapat mengidentifikasi perjalanan penyakit yang
diantisipasi, tetapi mereka tidak dapat menentukan kepastian perjalanan
penyakit tepatnya seperti apa yang akan dihadapi oleh individu (Smeltzer &
Bare, 2001).
3.4. Fase-Fase Penyakit Kronis
Ada sembilan fase dalam penyakit kronis yaitu
a) Fase pre trajectory. Individu berisiko terhadap penyakit kronis karena
faktor-faktor genetik atau prilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang
terhadap penyakit kronis.
b) Fase trajectory. Adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit
kronis. Fase ini sering tidak jelas karena gejala sedang dievaluasi dan
pemeriksaan diagnostic sedang dilakukan.
c) Fase stabil. Terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit
terkontrol
d) Fase tidak stabil. Adanya ketidakstabilan dari penyakit kronis,
kekambuhan gejala-gejala dari penyakit-penyakit.
Universitas Sumatera Utara
-
e) Fase akut. Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat
pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk
menanganinya.
f) Fase krisis. Ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa yang
membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.
g) Fase pulih. Pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan
yang dibebani oleh penyakit kronis.
h) Fase penurunan. Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan
disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam
mengatasi gejala-gejala.
i) Fase kematian. Ditandai dengan penurunan bertahap atau cepat fungsi
tubuh dan penghentian hubungan individual (Smeltzer & Bare, 2001).
Universitas Sumatera Utara