Fibrilasi Atrial-FINAL EDIT
-
Upload
wisnu-agung-wiyangga -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
description
Transcript of Fibrilasi Atrial-FINAL EDIT
Gangguan Irama Jantung Fibrilasi Atrial dan Ancaman Stroke
(Penyuluhan di Perumahan Grand Pinus Regency RT 05 Bandung)
Oleh:
Dr. Hj. Augustine Purnomowati, dr., SpPD. SpJP(K)
1. Latar Belakang
Fibrilasi atrial merupakan ketidakteraturan irama detak jantung yang mengakibatkan
gangguan mekanisme pompa jantung. Pada keadaan ini ruang serambi (atrium) jantung
akan memompa darah secara tidak terkoordinasi dan tidak teratur sehingga menimbulkan
detak jantung yang tidak beraturan, yang dapat dirasakan dengan perabaan nadi. Irama
detak jantung pada keadaan ini juga sering cepat, yaitu lebih dari 100 kali detak jantung
per menit, sehingga dapat dirasakan oleh penderita sebagai rasa berdebar yang tidak
nyaman.
Fibrilasi atrial tidak sekedar masalah gangguan irama jantung yang membuat rasa tidak
nyaman, namun memiliki berbagai komplikasi yang serius jangka panjangnya. Ketidak
teraturan mekanisme pompa serambi jantung (atrium) akan menyebabkan ada sejumlah
darah yang tidak terpompakan ke dalam bilik jantung (ventrikel) sehingga berakibat
menjadi bekuan darah yang menumpuk di atrium. Bekuan darah tersebut berisiko terlepas
dan masuk ke dalam peredaran darah pada suatu saat dan bepotensi menyumbat di
pembuluh darah otak dan berakhir sebagai stroke. Penderita dengan fibrilasi atrial berisiko
4-5 kali lipat daripada orang sehat untuk mengalami stroke.
Detak jantung yang tidak beraturan pada fibrilasi atrial juga akan menyebabkan jantung
memompa darah secara tidak efisien dan tidak terkoordinir sehingga dapat meningkatkan
risiko gagal jantung apabila detak jantung demikian tidak dikontrol dalam jangka panjang.
Detak jantung yang mendadak cepat juga dapat menimbulkan keluhan mendadak yang
sangat mengganggu penderita seperti nyeri dada, cepat lelah, sesak napas, pusing, bahkan
pingsan.
Mereka yang berisiko mengalami fibrilasi atrial antara lain; usia lanjut (terutama diatas
60 tahun), memiliki darah tinggi, penyakit katup jantung, gangguan tidur obstructive sleep
apnea, gangguan fungsi kelenjar tiroid, gagal jantung, penyakit paru kronis, dan riwayat
operasi bedah jantung. Beberapa jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi juga
meningkatkan risiko fibrilasi atrial seperti obat-obat stimulan, alkohol, rokok, dan kopi
yang berlebihan.
Apabila Anda memiliki faktor risiko dan keluhan seperti yang telah disebutkan diatas,
Anda perlu mengecek irama detak jantung Anda sendiri dengan perabaan nadi radialis
pada pergelangan tangan. Nadi yang normal adalah yang denyutnya teratur dan jumlahnya
antara 60-100 kali per menit saat sedang istirahat. Apabila denyut nadi tidak beraturan
yang tidak berpola, maka dianjurkan berobat ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan
rekam jantung (EKG). Dari pemeriksaan EKG maka diagnosis fibrilasi atrial sudah dapat
ditegakkan. Apabila kecurigaan tinggi namun pada EKG tidak tampak fibrilasi atrial, maka
biasanya dokter akan menyarankan pemeriksaan EKG 24 jam yang dinamakan Holter
untuk memantau irama jantung selama periode yang lebih panjang. Pemeriksaan
selanjutnya yang umumnya dianjurkan adalah ekokardiografi, untuk menilai struktur dan
fungsi jantung, untuk mencari penyebab maupun dampak fibrilasi atrial yang terjadi.
Pemeriksaan penunjang lainnya untuk mencari penyebab firbilasi atrial antara lain rontgen
dada dan tes laboratorium darah.
Pengobatan fibrilasi atrial meliputi upaya untuk mengontrol detak jantung agar tidak
cepat dan untuk pencegahan risiko stroke. Tergantung dari beratnya keluhan penderita
dan kelainan jantung yang mendasari, maka terapi untuk pengontrolan detak jantung dapat
berupa obat farmakologis, prosedur transkateter atau bedah, atau pemasangan alat pacu
jantung. Pada umumnya sebagai terapi awal penderita akan diberikan obat untuk
pengontrol detak jantung sehingga dapat mengurangi berbagai keluhan klinis maupun
risiko komplikasi jangka panjang. Obat lain yang berfungsi mengubah detak jantung
menjadi irama yang regular normal dapat dipertimbangkan apabila keluhan masih
mengganggu dengan terapi obat pengontrol detak jantung. Tentunya indikasi pemberian
terapi tersebut harus dikonsulkan dengan dokter Anda.
Pencegahan risiko terjadinya stroke berupa pemberian obat pengencer darah
(antikoagulan) bagi mereka yang dinilai berisiko tinggi. Obat tersebut ditujukan untuk
diminum setiap hari untuk jangka panjang. Untuk keperluan tersebut, penderita
disarankan rutin kontrol ke dokter untuk menghindari efek samping perdarahan yang
disebabkan oleh obat pengencer darah tersebut.
Berbagai anjuran lain bagi penderita fibrilasi atrial adalah membiasakan diri makan
makanan sehat yang mengandung banyak buah dan sayuran dan mengurangi daging
merah, berhenti merokok, mengurangi minum alcohol dan kopi, berhati-hati dalam
mengkonsumsi obat-obat yang mengandung stimulan (seperti banyak pada obat-obat flu),
dan berolahraga aerobik secara teratur.
2. Maksud Kegiatan
Maksud dari kegiatan ini adalah:
1. Sebagai fasilitator, mediator untuk kalangan dewasa lanjut di perumahan Grand Pinus
Regency RT 05 Bandung.
2. Sebagai sarana pengenalan dan sosialisasi fibrilasi atrial dan komplikasinya bagi
kesehatan jantung dan pembuluh darah
3. Sebagai sarana dalam memberikan motivasi memeriksakan diri dan skrining untuk
kelainan irama jantung pada mereka yang berusia lanjut.
3. Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan ini adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan kalangan dewasa lanjut di perumahan Grand Pinus
Regency RT 05 Bandung tentang adanya gangguan irama jantung terutama fibrilasi
atrial
2. Meningkatkan kesehatan untuk menghindari terkena risiko penyakit jantung dan stroke
Fibrilasi Atrial
Fibrilasi atrial atau atrial fibrillation (AF) merupakan salah satu gangguan irama jantung
yang sering ditemukan di klinis, yang disebabkan oleh irregularitas impuls listrik di atrium
disertai kontraksi atrium yang tidak terkoordinir. Kelainan irama jantung ini berkaitan dengan
mortalitas maupun morbiditas yang tinggi secara independen. Permasalahan terapi jangka
panjang pasien umumnya ditemukan dalam praktik klinis meliputi manajemen laju jantung dan
tromboprofilaksis untuk stroke.
AF diklasifikasikan berdasarkan Panduan American College of Cardiology (ACC)/ American
Heart Association (AHA)/ European Society of Cardiology (ESC) menjadi 3 jenis;
- AF paroksismal: episode AF yang terminasi spontan dalam 7 hari (biasanya <24 jam)
- AF persisten: episode AF yang berlangsung >7 hari dan mungkin memerlukan kardioversi
(elektrik atau farmakologis) untuk terminasi
- AF permanen: AF yang persistent lebih dari 1 tahun, baik karena upaya kardioversi gagal atau
kardioversi dipertimbangkan tidak untuk dilakukan
AF yang terjadi pada kondisi sekunder yang reversibel (tirotoksikosis, gangguan elektrolit,
intoksikasi alkohol, emboli paru, infeksi sistemik, pasca operasi, dll) dipertimbangkan untuk
diklasifikasikan secara tersendiri karena pada kondisi demian umumnya AF jarang rekuren
apabila kelainan utama diatasi. Terminologi Lone AF ditujukan untuk AF yang ditemukan pada
penderita usia muda dan tanpa kelainan struktural jantung.
AF ditemukan pada sekitar 2.2 juta jiwa penduduk di Amerika Serikat. Insiden AF sangat
berkorelasi dengan penambahan usia, dimana dilaporkan pada 4% pada usia diatas 60 tahun dan
8% pada usia diatas 80 tahun. Sekitar 25% individu diatas usia 40 tahun memiliki risiko
mengalami AF sepanjang hidupnya. Insiden AF juga secara bermakna lebih tinggi pada jenis
kelamin laki-laki, pada semua usia. Selain usia, faktor risiko lain yang berkorelasi erat dengan
insidensi AF adalah penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, gagal jantung, penyakit katup
jantung, dan hipertensi.
Mekanisme terjadinya dan bertahannya AF, khususnya AF persisten atau rekuren,
memerlukan suatu pemicu dan substrat yang memungkinkan aritmia ini bertahan dan sulit untuk
dikonversi secara permanen. Namun mekanisme terjadinya AF belum diketahui dengan jelas.
Hipotesa fokus automatisitas dan multiple wavelet sampai ini merupakan pathogenesis yang
paling didukung oleh data penelitian. Pada hipotesa fokus automatisitas, beberapa penelitian
telah menunjukkan adanya asal fokal AF dari suatu area terisolasi di atrium. Vena pulmonal
merupakan sumber fokus yang paling sering dilaporkan. Hipotesa multiple wavelet menunjukkan
adanya fraksinasi impuls listrik dalam penyebarannya di atrium menjadi gelombang-gelombang
impuls kecil.
Keluhan yang ditimbulkan oleh AF umumnya berkaitan dengan kelainan yang mendasari,
namun dapat pula berupa palpitasi pada kasus AF dengan laju jantung yang tinggi atau sinkop
pada AF dengan laju jantung rendah. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan EKG berupa
laju ventrikular yang irregular, tidak tampaknya gelombang P yang jelas dan konsisten yang
digantikan oleh gelombang F yang kacau (lihat Gambar 1). Pada pemeriksaan EKG juga dapat
dinilai penyakit jantung yang mungkin mendasari AF, misalnya infark miokard dan hipertensi.
Ekokardiografi diindikasikan untuk mengevaluasi kelainan struktural jantung yang
mendasari, meliputi penyakit katup jantung, ukuran ventrikel dan atrium, fungsi ejeksi ventrikel
kiri, dan hipertensi pulmonal. Evaluasi adanya trombus intraatrial (terutama di apendiks atrium
kiri) juga diperlukan, terutama untuk panduan tromboprofilaksis saat akan dilakukan kardioversi.
Pemeriksaan rontgen toraks dan laboratorium ditujukan untuk mengidentifikasikan adanya
kelainan lain yang mendasari seperti infeksi dan gangguan elektrolit, dan komorbid yang
menyertai seperti diabetes mellitus dan gagal ginjal.
Gambar 1. Mekanisme fibrilasi atrial dan gambaran EKG yang berupa gelombang F yang kacau
disertai dengan laju QRS yang ireguler
Manajemen AF meliputi optimalisasi penyakit yang mendasari, perbaikan berbagai komorbid
yang ada, pertimbangan kontrol laju jantung atau kardioversi irama jantung, dan pencegahan
tromboemboli. Pemilihan terapi kontrol laju jantung atau iram jantung didasarkan pada derajat
keluhan, kemungkinan kesuksesan jangka panjang untuk kardioversi atau kandidat ablasi, adanya
komorbid, durasi AF dan kelainan struktural yang mendasari. Berbagai penelitian terakhir
menunjukkan strategi kontrol irama tidak memiliki manfaat untuk mortalitas jangka panjang
dibandingkan kontrol laju jantung. Kontrol irama jantung dapat dipertimbangkan pada AF onset
baru, penderita usia muda tanpa komorbid yang banyak, AF tanpa kelainan struktural jantung
yang sudah lanjut (atrium kiri yang ukuran sangat besar, dll), dan pada pasien yang masih
simptomatik meskipun telah diterapi dengan kontrol laju jantung. Kontrol laju jantung dapat
menggunakan penyekat beta, digoksin, penyekat kanal kaslium non-dihidropiridin. Kontrol
irama jantung dapat menggunakan agen antiaritmia berupa amiodaron, flekainamid, propafenon.
Apapun strategi kontrol irama atau laju jantung yang dipilih dan apapun jenis AF
(paroksismal/persisten/permanen) yang ditemukan, tromboprofilaksis untuk stroke diindikasikan
pada pasien yang berisiko tinggi dan risiko perdarahan yang dapat ditoleransi. Skor CHA2DS2-
VASc sebesar 1 atau lebih merupakan indikasi untuk pemberian antikoagulan. Tabel 1
menunjukan perhitungan skor CHA2DS2-VASc. Tabel 2 menunjukkan perhitungan risiko
perdarahan (skor HAS-BLED). Pasien dengan skor HAS-BLED 3 atau lebih dipertimbangkan
sebagai risiko tinggi untuk perdarahan sehinggi memerlukan perhatian khusus dan evaluasi ketat
saat inisiasi antikoagulan.
Pasien AF yang berisiko tinggi stroke (Skor CHA2DS2-VASc 1 atau lebih) diindikasikan
untuk mendapatkan antikoagulan seumur hidup. Beberapa agen antikoagulan yang dapat
digunakan dan didukung bukti klinis adalah warfarin, dabigatran, rivaroxaban, apixaban, dan
edoxaban. Penggunaan warfarin memerlukan kontrol INR dari laboratorium secara berkala
dengan target INR 2.0-3.0 untuk pencegahan tromboemboli optimal dan risiko perdarahan yang
dapat ditoleransi.
Berbagai kemajuan terapi invasif dalam tatalaksana AF antara lain berupa ablasi
radiofekruensi AF dan ablasi AV nodal, penutupan apendiks atrium kiri transkateter, operasi
Maze dan eksisi apendiks atrium kiri. Penelitian tentang berbagai intervensi ini masih terus
berlangsung untuk menyempurnakan dalam hal teknik prosedural, pendekatan, dan efikasi-
efisiensi-keamanan.
Tabel 1. Skor CHA2DS2-VASc
Faktor risiko Skor
Gagal jantung kongestif/ disfungsi LV
1
Hipertensi 1
Usia ≥75 tahun 2
Diabetes mellitus 1
Stroke/ TIA/ tromboembolism 2
Penyakit vaskuler 1
Usia 65-74 thn 1
Jenis kelamin (wanita) 1
Skor maksimal 9
Tabel 2. Skor perdarahan HAS-BLED
Karakteristik klinis Nilai skor
Hipertensi (Tekanan darah sistolik >160 mmHg) 1
Abnormalitas fungsi renal dan hepar (masing-masing 1 poin)
1 atau 2
Stroke 1
Perdarahan (riwayat atau kondisi dengan predisposisi)
1
INR labil 1
Usdia lanjut >65 tahun 1
Obat-obatan (antiplatelet, NSAID) dan alkohol 1
Maksimum: 9 poin