Atrial Fibrilasi Fix Print YES

42
BAB 1 PENDAHULUAN Fibrilasi atrium (atrial fibrillation, AF) adalah takikardia supraventrikuler dengan karakteristik aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi, suatu aritmia yang ditandai oleh gangguan koordinasi dari depolarisasi atrium. AF adalah gangguan irama yang paling sering ditemukan. AF sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. 1,2 Di Amerika Serikat diperkirakan 2,3 juta penduduk mengalami AF dengan >10% berusia diatas 50 tahun dan diperkirakan akan terus bertambah menjadi 4,78 juta pada tahun 2035. 2 Angka kejadian fibilasi atrium dipastikan akan terus meningkat terkait dengan usia harapan hidup yang meningkat, perbaikan dalam manajemen penyakit jantung koroner maupun penyakit jantung kronis lainnya, serta sebagai konsekuensi dari semakin baiknya alat monitoring diagnosis. 2 Literatur menyebutkan atrial brilasi (AF) merupakan salah satu kondisi aritmia yang paling umum terjadi pada usia diatas 75 tahun. Kejadian atrial brilasi meningkat dengan bertambahnya usia. Pada abad ke-21 ini semakin meningkat jumlah pasien dengan diagnosa atrial brilasi. Pada tahun 2001, jumlah pasien dengan atrial brilasi mencapai 2,3 juta di Amerika dan 4, 5 juta pasien di Eropa. Dan diperkirakan 1

description

atrial fibrilasi

Transcript of Atrial Fibrilasi Fix Print YES

Page 1: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

BAB 1

PENDAHULUAN

Fibrilasi atrium (atrial fibrillation, AF) adalah takikardia supraventrikuler

dengan karakteristik aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi, suatu aritmia yang

ditandai oleh gangguan koordinasi dari depolarisasi atrium. AF adalah gangguan

irama yang paling sering ditemukan. AF sering terjadi pada pria dibandingkan

wanita.1,2 Di Amerika Serikat diperkirakan 2,3 juta penduduk mengalami AF

dengan >10% berusia diatas 50 tahun dan diperkirakan akan terus bertambah

menjadi 4,78 juta pada tahun 2035.2 Angka kejadian fibilasi atrium dipastikan

akan terus meningkat terkait dengan usia harapan hidup yang meningkat,

perbaikan dalam manajemen penyakit jantung koroner maupun penyakit jantung

kronis lainnya, serta sebagai konsekuensi dari semakin baiknya alat monitoring

diagnosis.2

Literatur menyebutkan atrial fibrilasi (AF) merupakan salah satu kondisi

aritmia yang paling umum terjadi pada usia diatas 75 tahun. Kejadian atrial

fibrilasi meningkat dengan bertambahnya usia. Pada abad ke-21 ini semakin

meningkat jumlah pasien dengan diagnosa atrial fibrilasi. Pada tahun 2001, jumlah

pasien dengan atrial fibrilasi mencapai 2,3 juta di Amerika dan 4, 5 juta pasien di

Eropa. Dan diperkirakan kejadian atrial fibrilasi akan terus meningkat 0,1%

setiap tahunnya pada populasi umur 40 tahun ke atas, 1,5% pada wanita, dan2%

pada lansia dengan umur lebih dari 80 tahun.2 Angka kejadian atrial fibrilasidi

dunia pada tahun 2010 diperkirakan 2,66 miliar dan pada tahun 2050 diperkirakan

sejumlah 12 miliar jiwa. Dalam dua dekade ini angka kematian akibat

atrial fibrilasi meningkat 3.

AF dapat menyebabkan gagal jantung kongestif terutama pada pasien yang

frekuensi ventrikelnya tidak dapat dikontrol. Adanya gagal jantung dihubungkan

dengan prognosis yang lebih buruk. Studi terbaru menemukan adanya 10-30% AF

pada pasien gagal jantung yang simptomatik, dengan peningkatan kematian 34%

bila dibandingkan dengan gagal jantung itu sendiri. AF juga menurunkan status

kesehatan, kapasitas jantung dan kualitas hidup seseorang.

1

Page 2: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

Dalam dua dekade terakhir telah terjadi peningkatan angka rawat di rumah

sakit akibat gangguan listrik jantung. Fungsi ventrikel kiri juga terganggu dengan

adanya irama tidak teratur dan cepat, yang menyebabkan hilangnya fungsi

kontraksi atrium dan meningkatnya tekanan pengisian pada saat akhir diastolik

ventrikel kiri.3

Deteksi dini AF masih sangat sulit dilakukan sebab riwayat perjalanan

penyakit AF sering tidak ditemukan (silent natural history). Sekitar sepertiga

pasien dengan AF bersifat asimptomatik (AF asimptomatik)1. Tujuan utama dari

terapi AF adalah untuk mengurangi gejala kardiovaskular, morbiditas dan

mortalitas.4

2

Page 3: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Atrial fibrilasi (AF) adalah aritmia jantung menetap yang paling umum

didapatkan. Ditandai dengan ketidakteraturan irama dan peningkatan frekuensi

atrium sebesar 350-650 x/menit sehingga atrium menghantarkan implus terus

menerus ke nodus AV.10 Konduksi ke ventrikel dibatasi oleh periode refrakter dari

nodus AV dan terjadi tanpa diduga sehingga menimbulkan respon ventrikel yang

sangat ireguler.4,11 Atrial fibrilasi dapat terjadi secara episodic maupun permanen.

Jika terjadi secara permanen, kasus tersebut sulit untuk dikontrol.12

Atrial fibrilasi terjadi karena meningkatnya kecepatan dan tidak

terorganisirnya sinyal-sinyal listrik di atrium, sehingga menyebabkan kontraksi

yang sangat cepat dan tidak teratur (fibrilasi). Sebagai akibatnya, darah terkumpul

di atrium dan tidak benar-benar dipompa ke ventrikel. Ini ditandai dengan heart

rate yang sangat cepat sehingga gelombang P di dalam EKG tidak dapat dilihat.13

Ketika ini terjadi, atrium dan ventrikel tidak bekerja sama sebagaimana mestinya.

2.2 Epidemiologi

Atrial fibrilasi (AF) merupakan aritmia yang paling sering ditemui dalam

praktik sehari-hari. Prevalensi AF mencapai 1-2% dan akan terus meningkat

dalam 50 tahun mendatang.1,2 Framingham Heart Study yang merupakan suatu

studi kohor pada tahun 1948 dengan melibatkan 5209 subjek penelitian sehat

(tidak menderita penyakit kardiovaskular) menunjukkan bahwa dalam periode 20

tahun, angka kejadian AF adalah 2,1% pada laki-laki dan 1,7% pada perempuan.3

Sementara itu data dari studi observasional (MONICA multinational monitoring

of trend and determinant in Cardiovascular disease) pada populasi urban di

Jakarta menemukan angka kejadian AF sebesar 0,2% dengan rasio laki-laki dan

perempuan 3:2.4 Selain itu, karena terjadi peningkatan signifikan persentase

populasi usia lanjut di Indonesia yaitu 7,74% (pada tahun 2000-2005) menjadi

28,68% (estimasi WHO tahun 2045-2050),5 maka angka kejadian atrium juga

akan meningkat secara signifikan. Dalam skala yang lebih kecil, hal ini juga

tercermin pada data di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita

3

Page 4: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

yang menunjukkan bahwa persentase kejadian atrium pada pasien rawat selalu

meningkat setiap tahunnya, yaitu 7,1% pada tahun 2010, meningkat menjadi 9,0%

(2011), 9,3% (2012) dan 9,8% (2013).5,6

Atrial fibrilasi menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas,

termasuk stroke, gagal jantung serta penurunan kualitashidup. Pasien dengan AF

memiliki risiko stroke 5 kali lebih tinggi dan risiko gagal jantung 3 kali lebih

tinggi dibanding pasien tanpa AF.6 Stroke merupakan salah satu komplikasi AF

yang paling dikhawatirkan, karena stroke yang diakibatkan oleh AF mempunyai

risiko kekambuhan yang lebih tinggi. Selain itu, stroke akibat AF ini

mengakibatkan kematian dua kali lipat dan biaya perawatan 1,5 kali lipat.7

Atrial fibrilasi juga berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskular lain

seperti hipertensi, gagal jantung, penyakit jantung koroner, hipertiroid, diabetes

melitus, obesitas, penyakit jantung bawaan seperti defek septum atrium,

kardiomiopati, penyakit ginjal kronis maupun penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK). Gagal jantung simtomatik dengan kelas fungsional New York Heart

Association (NYHA) II sampai IV dapat terjadi pada 30% pasien AF, namun

sebaliknya AF dapat terjadi pada 30-40% pasien dengan gagal jantung tergantung

dari penyebab dari gagal jantung itu sendiri. Atrial fibrilasi dapat menyebabkan

gagal jantung melalui mekanisme peningkatan tekanan atrium, peningkatan beban

volume jantung, disfungsi katup dan stimulasi neurohormonal yang kronis.

Distensi pada atrium kiri dapat menyebabkan AF seperti yang terjadi pada pasien

penyakit katup jantung dengan prevalensi sebesar 30% dan 10-15 % pada defek

septal atrium. Sekitar 20% populasi pasien AF mengalami penyakit jantung

koroner meskipun keterkaitan antara AF itu sendiri dengan perfusi koroner masih

belum jelas.2

2.3 Etiologi

Pada dasarnya etiologi yang terkait dengan atrial fibrilasi terbagi menjadi

beberapa faktor-faktor, diantaranya yaitu2 :

a. Peningkatan tekanan atau resistensi atrium

- Peningkatan katup jantung

- Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium

4

Page 5: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

- Hipertrofi jantung

- Kardiomiopati

- Hipertensi pulmo (chronic obstructive purmonary disease dan cor pulmonary

chronic)

- Tumor intracardiac

b. Proses Infiltratif dan Inflamasi

- Pericarditis atau miocarditis

- Amiloidosis dan sarcoidosis

- Faktor peningkatan usia

c. Proses Infeksi

Demam dan segala macam infeksi

d. Kelainan Endokrin

Hipertiroid, Feokromotisoma

e. Neurogenik

Stroke, Perdarahan Subarachnoid

f. Iskemik Atrium

Infark miocardial

g. Obat-obatan

Alkohol, Kafein

h. Keturunan atau Genetik

2.4. Elektrofisiologi Jantung

Melalui studi elektrofisiologi diketahui ada tiga jenis kumpulan sel-sel

jantung yang dapat membangkitkan arus listrik, yakni; (1) sel-sel pacemaker

(nodus SA, nodus AV), (2) jaringan konduksi khusus (serat-serat purkinje), dan

(3) sel-sel otot ventrikel dan atrium. Stimulasi listrik atau potensial aksi yang

terjadi pada ketiga sel-sel khusus ini dihasilkan oleh interaksi ionik

transmembran, yaitu berupa transport berbagai ion utama melalui kanal-kanal

khusus yang melewati membran sarcolema (suatu membran bilayer fosfolipid).

5

Page 6: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

Transportasi ionik ini mempertahankan gradien konsentrasi dan tegangan antara

intra dan ekstra sel. Dalam keadaan normal, konsentrasi Na+ dan Ca++ lebih

tinggi diluar sel, sedangkan konsentrasi K+ lebih tinggi didalam sel.7

Pembentukan Potensial aksi

Seperti sel-sel hidup lainnya, sisi dalam sel-sel jantung memiliki muatan

negatif dibandingkan sisi luarnya, sehingga menghasilkan perbedaan tegangan

dikedua sisi membran yang disebut sebagai potensial transmembran. Potensial

transmembran saat istirahat (–80 s/d –90 mV pada otot jantung dan –60 pada sel

pacemaker) terjadi akibat adanya akumulasi molekul-molekul bermuatan negatif

(ion-ion) didalam sel. Potensial aksi pada sel jantung memberikan pola yang khas,

dan mencerminkan aktifitas listrik dari satu sel jantung. Secara klasik aksi

potensial dibagi dalam 5 fase, namun untuk memudahkan pemahaman terhadap

potensial aksi dapat disederhanakan menjadi 3 fase umum, yakni; fase

depolarisasi, fase repolarisasi dan fase istirahat.15 Fase Depolarisasi Fase

depolarisasi (fase 0) adalah fase awal dari potensial aksi yang timbul pada saat

kanal Na+ membran sel terstimulasi untuk membuka. Bila hal ini terjadi, maka

ion Na+ yang bermuatan positif akan serentak masuk ke dalam sel, sehingga

menyebabkan potensial transmembran beranjak positif secara cepat. Perubahan

resultan tegangan ini disebut depolarisasi. Depolarisasisatu sel jantung akan

cenderung menyebabkan sel-sel

yang berdekatan ikut berdepolarisasi dan membuka kanal Na+ sel sebelahnya.

Sekali sel berdepolarisasi, gelombang depolarisasi akan di hantarkan dari sel ke

sel ke seluruh sel jantung. Kecepatan depolarisasi suatu sel menentukan cepatnya

impuls listrik dihantarkan ke seluruh sel miokard. Bila kita melakukan sesuatu

terhadap fase 0, berarti akan mempengaruhi kecepatan konduksi dari miokard. 5

Fase Repolarisasi

Sekali suatu sel berdepolarisasi maka tidak akan berdepolarisasi kembali

hingga aliran ionik kembali pulih selama depolarisasi. Proses mulai kembalinya

ionion ketempatnya semula seperti saat sebelum depolarisasi disebut repolarisasi.

Fase repolarisasi ini di tunjukkan oleh fase 1-3 kurva potensial aksi. Karena

6

Page 7: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

depolarisasi berikutnya tidak dapat terjadi hingga repolarisasi, rentang waktu

sejak akhir fase 0 hingga akhir fase 3 disebut sebagai periode refrakter (refractory

periode). Fase 2 (fase plateau) dimediasi oleh terbukanya kanal lambat kalsium,

yang akan menyebabkan ion kalsium yang bermuatan positif masuk kedalam

sel.4,5

Fase Istirahat

Pada hampir semua sel jantung, fase istirahat (rentang waktu antara 2

potensial aksi sebagai fase 4) merupakan fase di mana tak ada perpindahan ion di

membran sel. Namun pada sel-sel pacemaker tetap terjadi perpindahan ion

melewati membran sel pada fase 4 ini dan secara bertahap mencapai ambang

potensial, kemudian kembali berdepolarisasi membangkitkan impuls listrik yang

dihantarkan ke seluruh jantung. Aktifitas fase 4 yang kemudian berdepolarisasi

spontan disebut automatisitas.6

Gambar 6. Pola potensial aksi masing-masing sistim konduksi jantung

7

Page 8: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

2.5 Patofisiologi Atrial Fibrilasi

Pada dasarnya mekanisme atrial fibriasi terdiri dari 2 proses, yaitu proses

aktivasi fokal dan multiple wavelet reentry. Pada proses aktivasi fokal bisa

melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses

aktivasi fokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis

superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava

superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik

yang dapat mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial

aksi yang dicetuskan oleh nodus sino-atrial (SA).7

Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang

berulang dan melibatkan sirkuit atau jalur depolarisasi. Mekanisme multiple

wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses

aktivasi fokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang

mempengaruhi depolarisasi. Timbulnya gelombang yang menetap dari

depolarisasi atrial atau wavelet yang dipicu oleh depolarisasi atrial prematur atau

aktivas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat. Pada multiple wavelet

reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode

refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa

dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan

pemendekan periode refractory dan terjadi penurunan kecepatan konduksi. Ketiga

faktor tersebut yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan

peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya atrial fibrilasi.7

Gambar 3. A. Proses aktivasi fokal atrial fibrilasi dan B. Proses Multiple

8

Page 9: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

Prinsip mekanisme elektrofisiologi fibrilasi atrium. A, Aktivasi fokal

(focal activation). Fokus pencetus (ditandai bintang) seringkali terletak diantara

muara vena-vena pulmonalis. Wavelets yang dihasilkan merupakan konduksi

fibrilasi seperti pada multiple-wavelet reentry. B, Multiple-wavelet reentry.

Wavelets (tanda panah) secara acak masuk kembali ke jaringan yang sebelumnya

diaktivasinya atau diaktivasi oleh wavelets lain. Perjalanan wavelets bervariasi.

LA - left atrium; PV- pulmonary vein; ICV – inferior vena cava; SCV - superior

vena cava; RA - right atrium.

Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel

kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa

otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah

pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium

mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan

ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding

atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur

konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya

merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium.23

9

Page 10: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

Re-entry. a) Impuls dari sinus mengaktifkandaerah A, b) Sebuah denyut prematur muncul pada daerahB, namun gagal mencapai daerah A karena daerah tersebutmasih dalam masa refrakter setelah sebelumnya mendapat

impuls dari sinus. c) Stimulus prematur berjalan lambatmelewati rute lain dan kembali ke daerah A, dan saat itu

masa refrakter daerah A baru saja selesai dan siap tereksitasikembali. d) daerah A akan melanjutkan impuls dan

mengeksitasi daerah B dan lingkaran reentry akan munculdengan sendirinya.

2.6 Klasifikasi

Secara klinis FA dapat dibedakan menjadi lima jenis menurut waktu

presentasi dan durasinya, yaitu:6

1. FA yang pertama kali terdiagnosis. Jenis ini berlaku untuk pasien yang

pertama kali datang dengan manifestasi klinis FA, tanpa memandang durasi

atau berat ringannya gejala yang muncul.

2. FA paroksismal adalah FA yang mengalami terminasi spontan dalam 48

jam, namun dapat berlanjut hingga 7 hari.

3. FA persisten adalah FA dengan episode menetap hingga lebih dari 7 hari

atau FA yang memerlukan kardioversi dengan obat atau listrik.

10

Page 11: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

4. FA persisten lama (long standing persistent) adalah FA yang bertahan hingga

≥1 tahun, dan strategi kendali irama masih akan diterapkan.

5. FA permanen merupakan FA yang ditetapkan sebagai permanen oleh dokter

(dan pasien) sehingga strategi kendali irama sudah tidak digunakan lagi. Apabila

strategi kendali irama masih digunakan maka FA masuk ke kategori FA persisten

lama.

Gambar 2. Klasifikasi atrial fibrilasi1

Klasifikasi FA seperti di atas tidaklah selalu eksklusif satu sama lain.

Artinya, seorang pasien mungkin dapat mengalami beberapa episode FA

paroksismal, dan pada waktu lain kadang-kadang FA persisten, atau sebaliknya.

Untuk itu, secara praktis, pasien dapat dimasukkan ke salah satu kategori di atas

berdasarkan manifestasi klinis yang paling dominan.

Berdasarkan laju respon ventrikel, AF dibagi menjadi :

1. AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel >100 kali/menit

2. AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel ±60 kali/menit

3. AF respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100

kali permenit.

11

Page 12: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

2.6. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

AF memiliki gejala klinis yang luas (seperti yang tercantum

pada Tabel 1). Beberapa kasus bisa jadi asimptomatik. Keluhan

yang sering dialami pasien adalah palpitasi, dispneu, fatigue,

mata berkunang-kunang dan nyeri dada. Karena gejala AF tidak

spesifik maka tidak bisa digunakan untuk menegakkan dan

menentukan onset AF.5 AF dapat pula diawali dengan manifestasi

stroke atau TIA (transient ischemic attack) sehingga beralasan

bila penyakit ini disebut asimptomatik dan sering pula AF

kembali secara spontan (self terminating)

b. Pemeriksaan Penunjang

Adanya denyut irregular seharusnya selalu memunculkan kecurigaan ke

arah AF, dan untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan dengan

EKG1.Bila EKG tidak menunjukkan adanya AF namun dugaan AF sangat kuat

maka sebaiknya lakukan pengawasan dengan Holter 24 jam untuk

mendokumentasikan ada tidaknya aritmia. Jika pasien tidak stabil karena

hipotensi, ongoing ischemia, gagal jantung berat,kardioversi elektrik darurat harus

segera dilakukan. Namun, bila klinis pasien stabil, anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang seharusnya dilakukan dan difokuskan pada pencarian

penyabab dasar yang memicu dan kondisi komorbid yang menyertai. Pemeriksaan

standar yang biasanya dilakukan untuk evaluasi fungsi jantung dan identifikasi

kondisi komorbid termasuk EKG, darah lengkap, profil metabolik lengkap,

pengukuran hormon tiroid, foto thoraks dan ekokardiografi5.

Tabel 1. Evalusi klinis pasien dengan AF6

Evaluasi minimum Pemeriksaan tambahan

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Ada tidaknya gejala klinis AF Klasifikasi AF (first episode,

paroxysmal, persistent, or permanent)

Satu atau beberapa pemeriksaan berikut perlu dilakukan

1. Six-minute walk test Jika efektifitas terapi rate

12

Page 13: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

Onset serangan pertama atau waktu ditegakknya AF

Frekuensi, durasi, faktor pemicu dan cara berakhirnya AF

Respon terhadap obat yang diberikan

Adanya penyakit jantung yang mendasari atau kondisi lain seperti hipertiroid atau konsumsi alkohol

2. EKG, untuk identifikasi Ritme (memastikan AF) Hipertrofi ventrikel kiri Durasi dan morfologi

gelombang P Preeksitasi Bundle branch block MI Aritmia atrial lainnya Mengukur interval R-R, QRS

dan QT sebagai evaluasi terhadap terapi antiaritmia

3. Ekokardiografi, untuk identifikasi Penyakit katup jantung Ukuran atrium kanan dan kiri Ukuran dan fungsi ventrikel

kiri Tekanan ventrikel kanan

(hipertensi pulmonal) Hipertrofi ventrikel kiri Thrombus atrium kiri

(sensitivitas rendah) Penyakit perikardium

4. Pemeriksaan tiroid, ginjal dan fungsi hati Pada first episode AF dengan

denyut jantung sulit dikontrol

control masih dipertanyakan 2. Exercise testing

Jika efektifitas terapi rate control pada AF permanen masih dipertanyakan

Untuk mencari tahu adanya AF yang dipicui oleh latihan

3. Holter monitoring Jika tipe aritmia masih

dipertanyakan Sebagai alat untuk evaluasi

terapi rate control4. Foto thoraks, untuk evaluasi

Bila penemuan klinis mengarah kepada abnormalitas parenkim paru dan pembuluh darah paru

2.7. Tata Laksana

Tata laksana AF bertujuan untuk mengurangi gejala dan mencegah

komplikasi. Pencegahan komplikasi AF diupayakan melalui terapi antitrombotik,

mengontrol laju ventrikel (rate control) dan terapi adekuat terhadap penyakit

jantung penyerta. Terapi tersebut juga akan menghilangkan symptom, tetapi untuk

13

Page 14: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

menghilangkan symptom sepenuhnya diperlukan terapi kontrol irama (rhythm

control) melalui kardioversi, terapi antiaritmia atau bahkan ablasi.7

Gambar 4. Kaskade tata laksana AF1

Pada kasus AF paroksismal, target terapi umumnya adalah mereduksi

aritmia yang terjadi dan mempertahankan irama sinus. Sedangkan pada AF

permanen, pendekatan rate control lebih menjadi pilihan2. Terapi pada pasien AF

yang persisten masih kontroversial apakah berusaha untuk mempertahankan irama

sinus atau membiarkan pasien dalam irama AF dan mengontrol laju jantung.

Sampai saat ini pada tahap awal para klinisi tetap berusaha tetap mempertahankan

irama sinus dengan kardioversi dan obat antiaritmia3. Namun apapun jenis

fibrilasi atriumnya,upaya prevensi risiko tromboemboli, meredakan gejala klinis

dan hemodinamik serta penanganan komorbid merupakan aspek penting

manajemen keseluruhan.2

Strategi dalam pengobatan AF adalah sebagai berikut:

1. Antitrombotik

Pemilihan antitrombotik harus didasarkan ada tidaknya faktor risiko stroke

dan tromboemboli, pengelompokan menggunak skor CHADS2. CHADS2 yang

merupakan singkatan dari Cardiac failure, Hypertension, Age (>75 tahun),

Diabetes Mellitus dan riwayat Stroke atau TIA masing-masing diberi skor 1

kecuali riwayat stroke mendapat skor 2. Makin tinggi skor CHADS2, maka makin

14

Page 15: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

tinggi risiko stroke, dalam hal ini skor 0 dikelompokkan sebagai risiko rendah,

skor 1-2 risiko sedang dan skor >2 adalah risiko tinggi.7

Gambar 5. Skema pemilihan antitrombotik1

2. Kontrol laju

Terapi awal setelah awitan AF harus selalu meliputi antitrombotik yang

adekuat dan mengontrol laju ventrikel.7 Strategi menurunan laju ventrikel dikenal

sebagai laju kontrol, berfungsi untuk memperbaiki pengisian diastolik, perfusi

koroner, menurunkan kebutuhan energi miokardium dan mencegah kardiomiopati

yang diperantarai oleh takikardi.5

Target utama dari pendekatan ini adalah meredakan gejala klinis dan

pencegahan komplikasi hemodinamik dengan cara mengontrol respons laju

ventrikel. Target terapi adalah laju ventrikel antara 60-80 kpm saat istirahat dan

90-115 kpm saat beraktivitas sedang. Obat yang menjadi lini pertama adalah

golongan penyekat beta (metoprolol dan atenolol). Jika monoterapi belum

berhasil, maka agen kedua atau ketiga dapat ditambahkan. Golongan antagonis

kalsium non-dihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil dapat menjadi pilihan

lini kedua pada pasien yang kontraindikasi atau nontoleransi dengan penyekat

beta. Penyekat beta dan antagonis kalsium bersifat depresif terhadap fungsi

ventrikel sehingga harus berhati-hati dalam penggunaannya pada pasien dengan

hipotensi atau payah jantung. Digoxin dapat dijadikan pilihan sebagai kontrol laju

pada pasien payah jantung dengan fibrilasi atrium. Namun digoxin kurang efektif

dalam mengontrol denyut jantung pada saat beraktivitas atau dalam kondisi

15

Page 16: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

hiperadrenergik seperti demam, tirotoksikosis dan pasca operasi.Upaya non-

farmakologis berupa ablasi nodus AV dan pacing dapat menjadi pilihan yang

efektif dalam control laju bagi pasien yang gagal terapi dengan agen-agen

farmakologis2.

3. Kontrol irama

Merubah AF ke irama sinus dilakukan bila pasien masih terdapat gejala

simtomatik dengan pendekatan kontrol laju. Harus diingat bahwa pendekatan

kontrol irama belum menunjukkan hasil yang lebih baik dalam hal penurunan

mortalitas atau kejadian tromboemboli dibandingkan dengan pendekatan kontrol

laju. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan kontrol irama hanya bila pasien

masih simtomatik.7

Kontrol irama atau kardioversi mengacu pada upaya reversi dan

mempertahankan irama sinus dalam waktu panjang. Kontrol irama dapat dicapai

secara farmakologis dengan menggunakan agen anti-aritmia maupun dengan

kardioversielektrik. Kardioversi secara farmakologis kurang efektif jika

dibandingkan dengan kardioversi elektrik bifasik. Namun metode kardioversi

manapun akan membawa risiko tromboemboli, terutama jika aritmia telah

berlangsung > 48jam, kecuali jika profilaksis dengan antikoagulan telah diberikan

sebelumnya.2 Agen farmakologik yang dapat dipakai adalah flecainide, dofetilide,

propafenone, dan ibutilide. Amiodaron masih merupakan obat dengan efektifitas

yang paling baik untuk control irama.7 Sebaiknya kardioversi farmakologik

dimulai kurang dari 7 hari setelah onset fibrilasi atrium agar efektivitasnya lebih

baik. Panduan dari NICE (National Institute for Health and Clinical Exellence)

menganjurkan strategi kontrol laju sebagai pilihan pertama pada pasien dengan

fibrilasi atrium persisten dengan karakteristik sebagai berikut; berusia > 65 tahun,

dengan penyakit jantung koroner, kontraindikasi terhadap agen antiaritmia,tanpa

adanya gagal jantung kongestif, dan tidak cocok untuk kardioversi. Sedangkan

strategi rhythm control selayaknya menjadi pilihan pertama pada fibrilasi atrium

persisten yang bergejala, usia pasien lebih muda, tampil pertama kali sebagai

fibrilasi atrium ataupun paroksismal terhadap suatu presipitan.2

16

Page 17: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

Skema Pemilihan antiaritmia untuk mempertahankan irama sinus pada pasien dengan AF paroksismal dan persisten berulang6

4. Ablasi

Indikasi ablasi AF adalah AF simtomatik yang refrakter atau intoleren

terhadap terapi paling tidak satu antiaritmia kelas 1 atau 3. Ablasi juga dapat

dilakukan pada pasien gagal jantung simtomatik. Ada juga pasien yang memilih

ablasi sebagai upaya terbebas dari keharusan minum antikoagulan jangka panjang.

Adanya thrombus di atrium kiri merupakan kontraindikasi ablasi.7

BAB III

LAPORAN KASUS

17

Page 18: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. SB

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

No. CM : 0-82-07-79

Alamat : Dusun Lamteh

Tgl. Masuk RS : 13 Juni 2015

Tgl. Pemeriksaan : 15 Juni 2015

2. Anamnesis

Keluhan utama : Sesak nafas

Keluhan tambahan : Pusing berputar

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien dirujuk dari RSIA dengan keluhan sesak nafas yang terjadi sejak 1

bulan lalu yang makin memberat dalam 1 minggu SMRS. Sesak ini berhubungan

dengan aktivitas yang dilakukan pasien. Aktivitas yang memicu sesak ini berupa

pekerjaan yang rutin dilakukan sehari-hari seperti naik beberapa anak tangga, dan

berjalan ke kamar mandi. Keluhan sesak berkurang saat pasien tidur dengan dua

bantal. Keluhan sesak tidak disertai dengan nyeri dada. Pasien juga kadang merasa

berdebar-debar yang juga hilang saat beristirahat. Pasien juga mengaku cepat

merasa lelah saat melakukan aktifitas. Selain itu pasien juga mengeluhkan pusing

berputar yang dirasakan beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Riwayat

pusing sebelumnya tidak ada, keluhan ini berkurang saat pasien beristirahat.

Keluhan gangguan BAK dan BAB disangkal.

Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat hipertensi (+) pertama kali diketahui 5 tahun yang lalu, riwayat diabetes

mellitus (+) sejak 5 tahun yang lalu, riwayat stroke (-).

18

Page 19: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

Riwayat penggunaan obat:

Insulin novomix 22-0-20

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama

dengan pasien. Ada riwayat hipertensi dalam keluarga yaitu ayah pasien.

Riwayat kebiasaan sosial:

Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak lebih dari 30 tahun yang lalu,

sehari 1 bungkus rokok.

3. Vital Sign

Kesadaran : Kompos mentis (E4 M6 V5)

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 110 kali/menit, irreguler

RR : 25 kali/menit

T : 36,70C

4. Pemeriksaan Fisik

Kepala : normocephali

Mata : konjungtiva palpebral inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : normotia, serumen (-/-)

Hidung : NCH (-), sekret (-)

Mulut : sianosis (-), mukosa bibir lembab (+)

Leher : pembesaran KGB (-), JVP R-2 cmH2O

Thorax :

Inspeksi : simetris, retraksi SS, IC dan epigastrium (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), SF kanan = SF kiri

Perkusi : sonor (+/+) di seluruh lapangan paru

Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-) basah halus, wh (-/-)

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

19

Page 20: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

Palpasi : Ictus teraba di ICS V 2 jari lateral midclavikula sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternalis dekstra batas

jantung kiri di 2 jari lateral dari linea midclacicula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I>II, irregular (+), bising(-)

Abdomen :

Inspeksi : simetris, distensi (-)

Palpasi : soepel, nyeri tekan episgastrium (+), hepar/lien/renal tidak

teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : peristaltik (+) 4x/i, bising usus (-)

Ekstremitas:

Ekstremitas superior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-)

Ekstremitas inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin(-/-)

CRT <2”

5. Pemeriksaan Penunjang

EKG (14 Juni 2015)

Interpretasi :

• Ritme : Atrial Fibrilasi

• Rate : 110 bpm

• Axis : normoaxis

20

Page 21: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

• Interval PR : sulit dinilai

• Gel P : sulit dinilai

• Complex QRS : 0.04 s

• ST Elevasi : negatif

• ST Depresi : negatif

• T inverted : positif V1, V2, V3, V4

• Q patologis : negative

• RSR’ : negative

• Kesan : Atrial Fibrilasi rapid respon, irregular, HR 110 x /min,

iskemik anteroseptal

EKG (18 Juni 2015)

• Ritme : Atrial Fibrilasi

• Rate : 90 bpm

• Axis : normoaxis

• Interval PR : sulit dinilai

• Gel P : sulit dinilai

• Complex QRS : 0.04 s

• ST Elevasi : negatif

• ST Depresi : negatif

• T inverted : positif V1, V2, V3, V4

• Q patologis : negative

• RSR’ : negative

• Kesan : Atrial Fibrilasi normo respon, irregular, HR 90 x/min,

21

Page 22: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

iskemik anteroseptal

Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium: Tanggal 13-06-2015

Pemeriksaan Laboratorium Hasil Nilai Normal

Darah RutinHb 16,3 gr/dl 12-15 gr/dlHt 46 % 37-47 %Leukosit 11.700 /mm3 4.500-10.500/mm3

Eritrosit 5,7 x 106 /µL 4,2-5,4 jt/ µLTrombosit 176.000 / mm3 150.000-450.000/mm3

Hitung JenisEosinofil 1 0-6Basofil 0 0-2Netrofil batang 0 0-1Netrofil segmen 46 50-70Limfosit 45 20-40Monosit 8 2-8

ElektrolitNatrium (Na) 143 mmol/L 135-145 mmol/LKalium (K) 2,5 mmol/L 3,5-4,5 mmol/LKlorida (Cl) 96 mmol/L 90-110 mmol/L

DiabetesGlukosa Darah Sewaktu 295 <200 mg/dl

Ginjal-HipertensiUreum 30 13-43 mg/dlKreatinin 0,70 0,51-0,95 mg/dl

JantungTroponin I < 0,10 < 1,5 ng/mlCK-MB 27 < 25 U/L

Tabel 3.2 Pemeriksaan Laboratorium: Tanggal 16-06-2015

Pemeriksaan Laboratorium Hasil Nilai Normal

ElektrolitNatrium (Na) 141 mmol/L 135-145 mmol/LKalium (K) 3,6 mmol/L 3,5-4,5 mmol/LKlorida (Cl) 99 mmol/L 90-110 mmol/L

DiabetesGlukosa Darah Sewaktu 233 <200 mg/dl

Ginjal-HipertensiUreum 26 13-43 mg/dlKreatinin 0,60 0,51-0,95 mg/dl

DiabetesHbA1c 7,30 < 6,5 %

Ekokardiografi ( 15 Juni 2015)

22

Page 23: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

Kesimpulan :

TR mild, MR mild, EF 25,26%, disfungsi diastolic, LV wall motion hipokinetik

segmen anteroseptal.

6. Diagnosis Kerja

Atrial fibrilasi normo respon + DM tipe 2 + Vertigo.

7. Penatalaksanaan

7.7.1 Non-Medikamentosa

23

Page 24: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

- Bed rest

- Kurangi asupan lemak

- Meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

7.7.2 Medikamentosa

Bisoprolol 2 x 2,5 mg

Aspilet 1 x 80 mg

Clopidogrel 1x 75 mg

Esvat 1x 20 mg (malam)

Aspar k 3x1

SC novomix 24-0-20 IU

Vastigo 3x1

8. Planning Diagnostik

- EKG serial setiap hari

- Angiografi coroner

- KGD/hari

- Foto thorax

9. Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad malam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

10. Anjuran Ketika Pulang

- Perbanyak istirahat di rumah

- Olahraga teratur yang dilatih dengan mobilisasi bertahap

- Hindari makanan berlemak dan mengandung garam yang berlebih

- Minum obat yang teratur

24

Page 25: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

- Kontrol ke poliklinik jantung

25

Page 26: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pasien didapatkan keluhan sesak nafas

dan berdebar-debar yang hilang sendiri dengan beristirahat. Hasil pemeriksaan

EKG ditemukan irama asinus, dengan normo aksis, sementara gelombang P sulit

dinilai dan interval P-R sulit dinilai, sehingga disimpulkan adanya suatu atrial

fibrilasi.

Gambaran EKG pada AF terdapat irama yang tidak teratur dengan frekuensi

laju jantung bervariasi (bisa normal/lambat/cepat). Jika laju jantung <60

kali/menit disebut AF dengan respon ventrikel lambat, jika laju jantung 60-100

kali/menit disebut AF respon ventrikel normal, sedangkan jika laju jantung >100

kali/menit disebut AF dengan respon ventrikel cepat.

AF terjadi karena tidak terorganisirnya sinyal listrik dibagian atrium,

sehingga menyebabkan kontraksi yang tidak teratur. Akibat dari hal ini, darah

terkumpul diatrium dan tidak benar-benar dipompa ke ventrikel, sehingga heart

rate pasien berfluktuasi, dan gelombang P didalam EKG tidak dapat dilihat (sulit

dinilai).

Pada anamnesis pasien mengeluhkan jantung yang berdebar-debar,

gambaran EKG yang menunjukkan tidak adanya gelombang P, interval R-R yang

tidak teratur atau irama yang ireguler, dan tidak didapati interval PR, dengan

durasi QRS normal. Gambaran EKG tanggal 15 Juni 2015, HR: 110x/menit, Dari

Anamnesis dan gambaran EKG pasien didiagnosis dengan atrial fibrilasi rapid

respon.

Pasien datang dengan keluhan merasa cepat lelah, yang dirasakan pada

saat beraktivitas, berdebar-debar. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang

pada atrial fibrilasi akan menurunkan curah jantung dan berisiko menyebabkan

gagal jantung kongestif.6 AF dapat mempermudah perkembangan dan perburukan

gagal jantung dengan beberapa cara seperti peningkatan laju jantung istirahat,

respon laju jantung yang berlebihan terhadap latihan dapat menyebabkan

menurunnya waktu pengisian diastolik dan penurunan curah jantung.7

26

Page 27: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

Pada dasarnya AF tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada

perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan atau

perlambatan denyut jantung, ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan

hemodinamik. Disamping itu AF juga memberikan gejala lain yang disebabkan

oleh penurunan oksigenisasi darah kejaringan, seperti pusing, kelemahan,

kelelahan, sesak, dan nyeri dada. Tetapi 90% episode dari AF tidak memberikan

gejala tersebut.

Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. Hipertensi

dapat menyebabkan kerusakan organ target termasuk jantung. Hipertensi yang

berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh

darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan ini dapat menyebabkan hipertrofi

ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri, disfungsi sistolik dan diastolik. Hal ini

mempermudah terjadinya aritmia.

Tujuan yang ingin dicapai pada pengobatan AF adalah mengembalikan ke

irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan tromboemboli.7

Pada kasus ini diberikan Bisoprolol 2 x 2,5 mg, Aspilet 1 x 80 mg, Clopidogrel 1x

75 mg, Esvat 1x 20 mg (malam), Aspar k 3x1.

Pemilihan antitrombotik harus didasarkan ada tidaknya faktor risiko stroke

dan tromboemboli, pengelompokan menggunak skor CHADS2. CHADS2 yang

merupakan singkatan dari Cardiac failure, Hypertension, Age (>75 tahun),

Diabetes Mellitus dan riwayat Stroke atau TIA masing-masing diberi skor 1

kecuali riwayat stroke mendapat skor 2. Makin tinggi skor CHADS2, maka makin

tinggi risiko stroke, dalam hal ini skor 0 dikelompokkan sebagai risiko rendah,

skor 1-2 risiko sedang dan skor >2 adalah risiko tinggi.7 Pasien pada kasus

memiliki pasien hipertensi memiliki skor CHADS2 2 yang artinya risiko sedang

maka diberkan Heparin sebagai antikoagulan.

Tatalaksan selanjutnya untuk AF adalah menurunkan laju ventrikel. Pada

pasien gambaran EKG adalah atrial fibrilasi dengan rapid ventrikular response

sehingga dapat diberikan digitalis (digoxin). Target terapi adalah laju ventrikel

antara 60-80 kali saat istirahat dan 90-115 kpm saat beraktivitas sedang.. Tujuan

dari penurunan laju ventrikel atau laju kontrol adalah memperbaiki pengisian

27

Page 28: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

diastolik, perfusi koroner, menurunkan kebutuhan energi miokardium dan

mencegah kardiomiopati yang diperantarai oleh takikardi.6

28

Page 29: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

BAB V

KESIMPULAN

Fibrilasi atrium (atrial fibrillation, AF) adalah takikardia supraventrikuler

dengan karakteristik aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi, suatu aritmia yang

ditandai oleh gangguan koordinasi dari depolarisasi atrium. AF adalah gangguan

irama yang paling sering ditemukan. AF sering terjadi pada pria dibandingkan

wanita. Angka kejadian fibilasi atrium dipastikan akan terus meningkat terkait

dengan usia harapan hidup yang meningkat, perbaikan dalam manajemen penyakit

jantung koroner maupun penyakit jantung kronis lainnya, serta sebagai

konsekuensi dari semakin baiknya alat monitoring diagnosis.

Deteksi dini AF masih sangat sulit dilakukan sebab riwayat perjalanan

penyakit AF sering tidak ditemukan (silent natural history). Sekitar sepertiga

pasien dengan AF bersifat asimptomatik (AF asimptomatik)1. Tujuan utama dari

terapi AF adalah untuk mengurangi gejala kardiovaskular, morbiditas dan

mortalitas

DAFTAR PUSTAKA

29

Page 30: Atrial Fibrilasi Fix Print YES

1. European Society of Cardiology. Guidelines for the management of atrial

fibrillation. European Heart Journal. 2010. 31. p.2369–2429.

2. Dinarti LK, Suciadi LP. Stratifikasi Risiko dan Strategi Manajemen Pasien

dengan Fibrilasi Atrium. Maj Kedokt Indon. 2009. Vol.59 (6). p. 277-284.

3. Yansen I, Yuniadi Y. Tata Laksana Fibrilasi Atrium:Kontrol Irama atau Laju

Jantung. CDK-202. 2013. Vol.40 (3). p.171-175.

4. Rienstra M et al. Symptoms and Functional Status of Patients With Atrial

Fibrillation: State of the Art and Future Research Opportunities. Circulation.

2012. 125:p.2933-2943.

5. Gutierrez C et al. Atrial Fibrillation: Diagnosis and Treatment. American

Family Physician. 2011. Vol.83 (1). p. 61-68.

6. American College of Cardiology Foundation and American Heart Association.

ACCF/AHA Pocket Guideline Management of Patients With Atrial

Fibrillation (Adapted from the 2006 ACC/AHA/ESC Guideline and the 2011

ACCF/AHA/HRS Focused Updates). ACC/AHA. 2011.

7. Yuniadi Y. Waspada Fibrilasi Atrium. Dalam: Rilantono Lily L. Penyakit

Kardiovaskular (PKV) 5 Rahasia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012. p.390-

408.

30