Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Atrial fibrilasi adalah suatu takiaritmia yang banyak ditemukan dan berhubungan dengan peningkatan perawatan pada penyakit kardiovaskuler, stroke dan kematian. Atrial fibrilasi (AF) merupakan 1/3 dari kelainan atau gangguan irama jantung. Insiden dan prevalensi AF semakin meningkat dengan peningkatan usia, dengan prevalensi 0,4 – 1% pada populasi umum, dan meningkat menjadi 8% pada usia lebih dari 80 tahun. (1-2) Prevalensi AF pada usia 60 thn 1 dari 25 orang dan pada usia 80 thn 1 dari 10 orang. (3) Menurut The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) memperkirakan prevalensi penyakit ginjal kronik di AS 10,8% atau 19,2 juta orang. Data tahun 1995 – 1999 insiden GGK mencapai 100 kasus persejuta penduduk,di Indonesia diperkirakan insiden GGK mencapai 100 – 150 kasus per satujuta penduduk.Insiden Gagal Ginjal Terminal (GGT) meningkat di dunia, dengan perkiraan lebih dari 3 juta kasus pertahun, dalam tiga dekade terakhir manajemen dari GGT lebih fokus pada terapi penganti yaitu dengan dialisis atau dengan transplantasi. (4) Menurut data United State Renal Data System 42% kematian pada pasien hemodialisis disebabkan kelainan pada jantung, dimana 22,4 % disebabkan henti jantung atau aritmia. (5) .DI USA pada tahun 2000 GGT lebih dari 375.000 orang pertahun dan 2010 diperkirakan meningkat 651.000 orang pertahun, dimana 275.000 orang menjalani hemodialisis dan 1

description

gagal ginjal,hemodialisa , oral antikoagulan

Transcript of Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

Page 1: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Atrial fibrilasi adalah suatu takiaritmia yang banyak ditemukan dan berhubungan

dengan peningkatan perawatan pada penyakit kardiovaskuler, stroke dan kematian. Atrial

fibrilasi (AF) merupakan 1/3 dari kelainan atau gangguan irama jantung. Insiden dan

prevalensi AF semakin meningkat dengan peningkatan usia, dengan prevalensi 0,4 – 1%

pada populasi umum, dan meningkat menjadi 8% pada usia lebih dari 80 tahun. (1-2)

Prevalensi AF pada usia 60 thn 1 dari 25 orang dan pada usia 80 thn 1 dari 10 orang.(3)

Menurut The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES

III) memperkirakan prevalensi penyakit ginjal kronik di AS 10,8% atau 19,2 juta orang.

Data tahun 1995 – 1999 insiden GGK mencapai 100 kasus persejuta penduduk,di

Indonesia diperkirakan insiden GGK mencapai 100 – 150 kasus per satujuta

penduduk.Insiden Gagal Ginjal Terminal (GGT) meningkat di dunia, dengan perkiraan

lebih dari 3 juta kasus pertahun, dalam tiga dekade terakhir manajemen dari GGT lebih

fokus pada terapi penganti yaitu dengan dialisis atau dengan transplantasi.(4) Menurut data

United State Renal Data System 42% kematian pada pasien hemodialisis disebabkan

kelainan pada jantung, dimana 22,4 % disebabkan henti jantung atau aritmia.(5).DI USA

pada tahun 2000 GGT lebih dari 375.000 orang pertahun dan 2010 diperkirakan

meningkat 651.000 orang pertahun, dimana 275.000 orang menjalani hemodialisis dan

100.000 menjalani transplantasi. Biaya yang dikeluarkan pada pasien GGT 19 milyar

dolar pertahun dan pada tahun 2010 diperkirakan meningkat 28 milyar dolar. Menurut

catatan medis RS Fatmawati Jakarta penderita yang dirawat dengan gagal ginjal kronik

periode 1-8-2003 sampai 31-7-2004 adalah 224 orang atau 6,73 % dari 3327 penderita

yang dirawat dibangsal penyakit dalam dan pada 1-8-2004 sampai 31-7-2005 adalah 237

orang atau 6,03 % dari 3939 orang pasien yang dirawat. Pada tahun 1996 biaya yang

dikeluarkan pemerintah melalui PT ASKES 14 milyar rupiah untuk pasien gagal ginjal

kronik dengan hemodialisa kronik (15 % dari seluruh gagal ginjal kronik )(6)

AF merupakan hal yang mendapat perhatian pada pasien GGK dan hemodialisis, dan

ini merupakan suatu penelitian yang terpisah dari gangguan aritmia lain oleh karena

perbedaan pada manajemen dan riwayat perjalanan penyakit.(7) Prevalensi AF pada gagal

ginjal terminal yang dilaporkan masih sangat bervariasi, namun data yang terbanyak dari

1

Page 2: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

beberapa penelitian kira kira 13 – 27% gagal ginjal terminal yang mengalami

hemodialisis, dengan usia kira – kira 60 – 67 tahun dan 7% pada pasien yang mengalami

peritoneal dialisis.(8) Pasien AF dengan gagal ginjal terminal mempunyai kecenderungan

yang tinggi untuk terjadinya tromboemboli dan komplikasi perdarahan, Menurut data dari

US Renal Data System Report 15,1 % pada pasien AF dengan hemodialisis dibandingkan

9,6 % pada pasien gagal ginjal kronik dan 2,6 % pada pasien tanpa gagal ginjal terminal.(2) Angka kematian setelah 2 tahun pada pasien setelah mendapat stroke adalah 74% pada

pasien yang mengalami hemodialisis, 55% pada gagal ginjal kronik dan 28% pada pasien

tanpa gagal ginjal kronik.(2) Angka kematian setelah 4 tahun pada pasien AF dengan GGT

adalah 81% dibandingkan AF tanpa gagal ginjal hanya 29%. Pemberian antikoagulan

pada pasien AF dengan gagal ginjal kronik akan meningkatkan resiko terjadinya stroke

dan perdarahan, oleh karena itu penggunaan antikoagulan diperlukan suatu stratifikasi

dalam penatalaksanaannya.(2, 9)

1.2. Tujuan Penulisan

Memaparkan prevalensi AF pada pasien gagal ginjal kronik dan hemodialisa serta

penggunaan antikoagulan.

2

Page 3: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

BAB II

ATRIAL FIBRILASI

2.1. Definisi AF

Atrial fibrilasi adalah suatu takiaritmia supraventrikuler dengan karakteristik aktivasi

atrium yang tidak terkoordinasi dengan konsekuensi terjadinya perburukan fungsi

mekanik atrium. Pada elektrokardiografi (EKG) AF dideskripsikan perpindahan

gelombang P yang cepat, dengan perubahan gelombang yang cepat dilihat dari ukuran,

ketajaman, waktu dan tidak teratur.(10)

Gambar 1. Gambaran EKG pada pasien AF

3

Page 4: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

2.2. Etiologi AF

Banyak hal yang dapat menyebabkan timbulnya AF ,secara garis besar dapat terlihat pada table dibawah.

Tabel 1. Etiologi dan faktor predisposisi AF

Elekrofisiologi yang abnormal Konduksi yang abnormal

Peningkatan tekanan atrium Penyakit katup mitral dan trikuspid

Penyakit miokard

Abnormalitas katub semilunar (yang

disebabkan hipertropi ventrikel

Hipertensi pulmonal ( emboli pulmonal )

Tumor intrakardiak dan trombus

Iskemik Penyakit jantung koroner

Penyakit infiltratif atau inflasi pada

jantung

Pericarditis

Amyloidosis

Miocarditis

Obat Alkohol

Kopi

Penyakit endokrin Hipertiroid

Pheokromasitoma

Perubahan perangsangan autonomic Peningkatan aktivitas parasimpatis

Peningkatan aktivitas simpatis

Primer atau penyakit metastase

jantung,paru atau esophagus

Jantung, paru atau esophagus

Penyakit jantung kongenital

Syaraf Perdarahan sub arachnoid,nonhemoragis atau

stroke

Idiopathik ( AF tersendiri )

Familial AF

4

Page 5: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

Atrial fibrilasi semakin meningkat dengan peningkatan usia dan pada pasien tampa gagal ginjal, gagal ginjal kronik dan pada pasien hemodialisa seperti terlihat pada gambar dibawah

Gambar 2. Prevalensi AF, dikutip dari(2)

2.3. Klasifikasi AF

Tanpa mempertimbangkan etiologi , AF dapat dibedakan secara klinis atas: (10-12)

1. Paroksismal AF: timbul secara episodik, dan kembali ke irama sinus secara spontan

dalam 48 jam.

2. Persisten AF: timbul lebih dari 48 jam, tetapi dapat kembali ke irama sinus dan

memerlukan terapi farmakologi.

3. Permanen AF: sulit untuk kembali ke irama normal meskipun telah dilakukan terapi

farmakologi atau kardioversi.

Gambar 3. Klasifikasi AF

5

Page 6: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

2.4. Antikoagulan pada Pasien AF

Penggunaan oral antitrombotik untuk AF(10):

A. Class I

1. Terapi antitrombosis (antikoagulan oral atau aspirin) diberikan pada semua

pasien AF, kecuali pada pasien lone AF, untuk mencegah tromboembolisme.

(Level of Evidence: A)

2. Pemilihan agen antitrombotik tergantung individu, berdasarkan penilaian resiko

absolut terjadinya perdarahan dan stroke, serta resiko relatif dan keuntungan

untuk pasien tertentu. (Level of Evidence:A)

3. Terapi antikoagulan oral jangka panjang diberikan dengan penyesuaian dosis

terhadap target INR 2-3 pada pasien dengan resiko tinggi stroke, kecuali jika ada

kontraindikasi. (Level of Evidence: A)

a. Kebutuhan pemakaian harus dievaluasi dalam jangka waktu tertentu. (Level

of Evidence: A)

b. INR should be determined at least weekly during the initiation of oral

anticoagulation therapy and monthly when the patient is stable. (Level of

Evidence: A)

4. Aspirin 325 mg sebagai alternatif untuk pasien dengan resiko rendah atau

memiliki kontraindikasi tertentu terhadap antikoagulan. (Level of Evidence: A)

5. Antikoagulan oral pada pasien dengan penyakit katup mitral rematik atau katup

jantung prostese (katup mekanik atau katup bio). (Level of Evidence: B)

a. Dasar target intensitas antikoagulan untuk katup prostese tipe tertentu,

tapi dengan INR tidak kurang dari 2-3. (Level of Evidence: B)

B. Class II

1. Untuk pencegahan primer stroke iskemik dan emboli sistemik pada pasien lebih

75 tahun yang beresiko tinggi komplikasi perdarahan tanpa kontraindikasi terapi

antikoagulan oral. (Level of Evidence: C)

2. Manajemen terapi antitrombotik pada pasien atrial flutter secara umu seperti pada

pasien AF. (Level of Evidence: C)

3. Pemilihan terapi antitrombotik menggunakan kriteria yang sama tanpa

membedakan tipe AF (seperti pada pasien AF paroksismal, persisten, atau

permanen). (Level of Evidence: B)

6

Page 7: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

C. Class IIb

1. Hentikan antikoagulan hingga 1 minggu pada prosedur diagnostik atau bedah

yang beresiko perdarahan, tanpa substitusi heparin pada pasien AF tanpa katup

jantung mekanik. (Level of Evidence: C)

2. Berikan unfractionated heparin atau low-molecular weight heparin (LMWH)

intravena atau subkutan, pada pasien resiko tinggi atau bila diperlukan prosedur-

prosedur yang membutuhkan penghentian antikoagulan oral hingga lebih dari 1

minggu. (Level of Evidence: C)

3. Manajemen pasien penyakit jantung koroner (PJK) dengan antikoagulan (INR 2-

3) berdsarkan kriteria yang sama pada pasien tanpa. (Level of Evidence: C)

a. Dosis kecil aspirin (kurang dari 100 mg perhari) atau clopidogrel (75 mg per

hari) bisa diberikan bersamaan dengan antikoagulan, tapi strategi ini belum

dievaluasi dengan lengkap dan mungkin dihubungkan dengan peningkatan

resiko perdarahan. (Level of Evidence: C)

4. Terapi dengan aspirin merupakan menjadi pilihan tambahan untuk pencegahan

primer stroke pada pasien kurang 60 tahun tanpa penyakit jantung atau faktor

resiko tromboembolisme (lone AF). (Level of Evidence: C)

D.Class III

Antikoagulan jangka panjang untuk pencegahan stroke pada pasien dibawah 60 tahun

tanpa penyakit jantung (Lone AF) dan tanpa faktor resiko tromboemboli.(Level of

Evidence: C)

7

Page 8: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

Tabel 2. Pendekatan berdasarkan resiko terapi antitrombotik pada pasienvAF(2)

Gambaran Pasien Terapi antitrombotik RekomendasiUsia kurang 60 thn, tdk ada penyakit jantung (Lone AF )

Aspirin (325 mg/hari) tdk di terapi I

Usia kurang 60 thn, ada peny.jantung,tanpa faktor resiko

Aspirin 325 mg/hari I

Usia ≥ 60 thn,tdk ada factor resiko

Aspirin 325 mg/hari I

Usia ≥ 60 thn dengan DM atau CAD

Antikoagulan oral (INR 2-3) tambahkan aspirin 81-162 mg/hari

I

Usia ≥ 75 thn, terutama wanita Antikoagulan oral (INR 2 )Gagal jantungLVEF≤35%, tirotoxikosis,hipertensi

Antikoagulan oral (INR 2-3 ) I

Penyakit Jantung Rematik (MS)

Antikoagulan oral (INR 2,5-3,5 atau lebih besar

I

Katub jantung ProstetikRiwayat TromboemboliTrombus menetap (pada TEE )

Faktor resiko yang paling sering pada pasien atrial fibrilasi adalah tromboemboli dan

perdarahan seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3. Faktor resiko terjadinya komplikasi tromboemboli dan perdarahan pada pasien AF(3)

Faktor resiko tromboemboli Faktor resiko perdarahanFaktor resiko tinggi Usia ≥ 75 tahun TIA Riwayat stroke Mitral Stenosis Riwayat perdarahan saluran cerna Katup jantung buatan Hipertensi tidak terkontrolFaktor resiko sedang Gangguan funsi ginjal Usia≥ 75 thn Penggunaan obat: Aspirin, NSAID Hipertensi Keganasan Gagal Jantung LVEF < 35 % DMFaktor resiko kecil Jenis Kelamin wanita Usia 65 – 74 tahun CAD dan tirotoksikosis

8

Page 9: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

BAB III

GAGAL GINJAL KRONIK

3.1. Defenisi Penyakit Ginjal Kronik dan Terapi pengganti

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang

beragam, menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dalam waktu 3 bulan,

yang bisa berakhir dengan gagal ginjal terminal. Pada gagal ginjal terdapat penurunan

fungsi ginjal yang ireversibel, yang pada suatu waktu memerlukan terapi penganti ginjal

yang tetap.(11)

Yang dimaksud terapi penganti atau renal replacement therapy adalah suatu usaha

untuk mengambil alih fungsi ginjal yang telah menurun dengan menggunakan ginjal

buatan dengan teknik dialisis atau hemofiltrasi.(13) Walaupun hemodialisis berfungsi

mirip dengan cara kerja ginjal, tindakan ini hanya mampu menggantikan sekitar 10%

kapasitas ginjal normal. Selain itu, hemodialisis bukannya tanpa efek samping. Beberapa

efek samping hemodialisis antara lain tekanan darah rendah (20 – 30 % ), anemia, kram

otot, aritmia, mual, muntah (5 – 15 %), sakit kepala ( 5 %), infeksi (1%), pembekuan

darah (trombus), dan udara dalam pembuluh darah (emboli) (Haven,2005).(14) Menurut

suatu penelitian proporsi pasien berusia 75 tahun yang memulai terapi dialisis meningkat

dari 37 % pada era tahun 1990 – 1994 menjadi 40 % pada era 1995 – 1999, meskipun

juga terjadi peningkatan penyakit penyerta.(15)

9

Page 10: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

3.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Tabel 4 memperlihatkan klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan etiologi (16),

sementara pada tabel 5 menggambarkan derajat kerusakan ginjal berdasarkan

Glomerular Filtration Rate (GFR). (2, 11) Faktor yang mempengaruhi hemostasis pada

gagal ginjal kronik ditunjukkan tabel 6.

Tabel 4. Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Peny tubulointerstisial (piolonefritis kronis, batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)

Penyakit rekuren (glomerular)

Transplant Glomerulopathy

Tabel 5. Derajat kerusakan ginjal berdasarkan GFR (Glomerular Filtration Rate)

10

Derajat Kerusakan ginjal dgn GFR GFR ml/m/1,73 m2

1 Kerusakan ginjal dengan laju filtrasi normal/↑

≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan laju filtrasi ↓ ringan

60 – 89

3 Kerusakan ginjal dengan laju filtrasi↓ sedang

30 – 59

4 Kerusakan ginjal dengan laju filtrasi↓ berat

15 – 29

5 gagal ginjal < 15/ dialisis

Page 11: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

Tabel 6. Faktor yang mempengaruhi hemostasis pada GGK Dikutip dari(2)

Faktor predisposisi perdarahan Faktor Prokoagulan

Abnormalitas Platelet,termasuk kandungan densitas granul subnormal

Aterosklerosis dan kerusakan endotel yang difus

Penurunan ADP dan serotonin intaseluler

Disfungsi metabolism protein C

Gangguan pelepasan protein granul ₤ dan ß thromboglobulin

Peningkatan rasio plasminogen activator inhibitor

Peningkatan cAMP intraseluler &mobilisasi Ca+2 platelet abnormal

Gangguan exspresi GPIIB (reseptor factor Von Willebrand

Metabolism asam arachidonat abnormal

Gangguaan aktifitas siklooksigenase

Gangguan aktivitas – aktivitas pengikatan tergantung pada GPIIb/IIIa

Peningkatan pembentukan PG12 vaskuler

Gangguan factor Von Willebrand

Faktor tidak langsung

Toksin uremik,terutama hormone paratiroid

AnemiaDefisiensi eritropoietinTerapi spesifik

11

Page 12: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

Tabel 7. Angka harapan hidup setelah hemodialisis Dikutip dari 11

Angka harapan hidup setelah Dialisis pada 14 512 pasien usia tuaUsia saat dialisis ( tahun ) Waktu penelitiaan (tahun ), estimasi usia hidup,(95

(95 % CI ),1990 – 1994 1995 - 1999

65 – 69 3,68 (3,59 – 3,78 ) 4,62 (4,55 – 4,69 )70 – 74 3,09 (3,00 – 3,18 ) 3,92 (3,85 – 3,98 )75 – 79 2,73 ( 2,6 – 2,83 ) 3,19 (3,03 – 3,35 )≥ 80 2,14 ( 2,03 – 2,25 ) 2,59 ( 2,51 – 2,67 )

3.3. Antikoagulan pada Pasien Hemodialisis (14)

Selama berlangsungnya hemodialisis, diperlukan antikoagulan supaya tidak terjadi

pembekuaan darah didalam sirkuit ekstrakorporal. Beberapa antikoagulan pernah dicoba

untuk mendapatkan antikoagulan yang tidak memberikan efek samping. Akan tetapi

sampai saat ini dilihat dari cara pemberian yang sederhana maka heparin berat molekul

besar (heparin) masih merupakan standar antikoagulasi. Pada beberapa keadaan dimana

heparin merupakan suatu kontraindikasi (pasca operasi, perdarahan aktif gastrointestinal)

dapat diupayakan pemberiaan heparin berat molekul rendah, Saat ini ada 2 macam

pilihan pemberian heparin :

Antikoagulasi rutin

Antikoagulasi pada pasien yang beresiko perdarahan

a. Heparinisasi minimal: diberikan pada pasien dengan resiko perdarahan sedang, target

waktu perdarahan (clotting time) sebagai dasar + 40 %. Diberikan bolus heparin 500

UI dalam 30 menit dengan monitor ACT tiap 30 menit. Heparin diberikan sampai

akhir dialisis

b. Dialisis bebas heparin

c. Pemberian dengan LMWH

1. Enoxaparin sodium: dosis 0,5-1 mg/kg berat badan (BB) disuntikan kedalam

arterial line , cukup untuk dialisis 4 jam, bila tampak cincin fibrin ditambahkan

suntikan 0,5 – 1 mg/kb BB

2. Nadroparin kalsium

BB < 50 kg : 0,3 ml

BB 50 – 59 kg : 0,4 ml

BB > 70 kg : 0,5 ml

Dimasukkan kedalam jalur arteri dari sirkuit dialisis pada awal hemodialisis.

12

Page 13: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

3.4. Faktor Resiko AF pada Pasien Hemodialisis

Ada beberapa hal yang dapat menimbulkan terjadinya AF (faktor resiko): usia, jenis

kelamin ( wanita ), alkohol, gangguan fungsi tiroid, penyakit paru kronik, diabetes

militus, hipertensi, penyakit jantung katup terutama mitral stenosis, penyakit jantung

iskemik, kardiomiopati, gagal jantung, Wolf Parkinson White syndrome, hipertrofi

ventrikel kiri, paska operasi jantung (3, 8). Pada pasien gagal ginjal terminal penyebab AF

biasanya berhubungan dengan kelainan struktural jantung seperti penyakit jantung

koroner, kalsifikasi pembuluh darah koroner, hipertrofi ventrikel kiri. Gangguan

elektrolit seperti hiperaktivitas dari sistim syaraf simpatis, dan kontribusi dari sistim renn

angiotensin aldosteron.(17) Vazquez dan kawan-kawan menyebutkan 3 faktor independen

pada pasien AF yang memulai terapi dialisis: jenis kelamin wanita, peningkatan diameter

atrium kiri dan usia. Selain itu faktor yang berhubungan dengan perkembangan AF;

kalsifikasi valvular, eksitasi BBB, pencegahan stroke, ejeksi fraksi yang rendah,

peningkatan tekanan darah, penurunan HB.(18)

Tabel 8. Faktor resiko AF pada pasien GGK Dikutip dari(8)

Faktor resiko Atrial Fibrilasi pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik

Penyakit Struktural jantung

-Pembuluh darah dan kalsifikasi katub

-Hipertropi Ventrikel kiri

Hipokalemia

-Terapi diuretik

-Prosedure hemodialisa

Hiperkalemia

-Kelainan fungsi ginjal

-Metabilik Asidosis

-Terapi ACEI/ARB

Aktifitas Syaraf simpatik yang berlebihan

Aktivasi Sistim Renin Angiotensin Aldosteron

13

Page 14: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

Gambar 4. Mekanisme AF pada Gagal Ginjal Kronik Dikutip dari(18)

BAB IV

ATRIAL FIBRILASI DAN GAGAL GINJAL KRONIK

4.1. AF pada Gagal Ginjal kronik

Terdapat hubungan yang erat antara gagal ginjal kronik dan kelainan struktural

penyakit jantung. Hubungan langsung antara kesakitan dan kematiaan merupakan

permasalahan , adalah sulit untuk menentukan apakah kematiaan pasien gagal ginjal

disebabkan kelainan struktural jantung atau oleh sebab AF nya itu sendiri.Jika

dibandingkan pada pasien yang mempunyai eGFR > 59 ml/men, pasien dengan e GFR

14

Page 15: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

45 – 59 memiliki kemungkinan kematiaan 1,2 x lebih besat dan kemungkinan kematiaan

akan menjadi 5,9 x pada pasien dengan e GFR < 15 ml/men, derajat kesakitan pada

pasien dengan GFR 45 - 59 % mempunyai kemungkinan 1,1 dan meningkat menjadi 3,1

pada pasien gagal ginjal terminal.Dan menurut data dari USRDS pasien dengan gagal

ginjal kronik dengan AF memiliki kemungkinan kematiaan 5 % dibandingkan pasien

gagal ginjal tanpa AF 2 %.(2)

4.2. Resiko Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan AF

Kemungkinan terjadinya tromboemboli dan stroke tinggi pada semua pasien GGK

dengan AF. Pada suatu penelitiaan kemungkinan terjadinya tromboemboli 24% pada

pasien GGK dengan AF dibandingkan pada pasien gagal ginjal tanpa AF. Insiden stroke

menurut data US Renal Data System (USRDS) pada pasien dengan hemodialisis (15,1 )

dibandingkan dengan 9,6% pada pasien gagal ginjal kronik tanpa dialisis dan 2,6% pada

pasien tanpa CKD. Setelah kejadiaan stroke atau transientt ischemic attack, tingkat

kematian dalam 2 tahun meningkat secara cepat 55% pada pasien gagal ginjal tanpa

hemodialisis, pasien gagal ginjal dengan hemodialisis 74% , dan 28% pada pasien AF

tanpa CKD. Kejadiaan stroke pada pasien AF dengan dialisis meningkat 9,8 kali, namun

dalam penelitiaan yang dilakukan oleh Genosis dan kawan kawan pada 476 pasien

dialisis dengan AF tidak berhubungan dengan terjadinya stroke tapi berhubungan dengan

peningkatan kematian (65%).

Pada gagal ginjal kronik kemungkinan terjadinya stroke tinggi pada setiap derajat.

Menurut suatu penelitian observasional di Jepang pada tahun 1997 kemungkinan

terjadinya stroke pada pasien gagal ginjal 1,9 kali pada pasien dengan eGFR 40 – 70

ml/men, dan meningkat menjadi 3,1 pada pasien dengan eGFR < 40 ml/men jika

dibandingkan pada pasien gagal ginjal dengan eGFR > 70 ml/men, dan kemungkinan

terjadinya stroke pada pasien gagal ginjal dengan AF yang menjalani hemodialisis

kemungkinan stroke 15,1%; 9,6% pada pasien yang tidak menjalani hemodialisis dan

hanya 2,6% pada pasien tanpa gagal ginjal.

Peningkatan resiko perdarahan bukan merupakan resiko untuk tidak menggunakan

antikoagulan pada pasien dialisis karena pemberian ini dapat mencegah terjadinya

tromboemboli(17).

15

Page 16: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

Gambar 5. Resiko relatif dan tingkat mortalitas kumulatif pasien GGK

4.3. Antikoagulan Oral

Oral antikoagulan dengan kumaudin efektif menurunkan faktor resiko tromboemboli

dan stroke yang berhubungan dengan AF. Data observasi Spanyol pada pasien dengan

berbagai tingkatan gagal ginjal kronik yang menggunakan antikoagulan memperlihatkan

resiko perdarahan yang terjadi dapat retroperitoneal, intraspinal, atau daerah intrakranial.

Pada pasien gagal ginjal yang tidak menerima antikoagulan kemungkinan terjadinya

perdarahan 11%, meningkat 16% pada pasien yang menerima antiplatelet dan 26% pada

yang menerima antikoagulan. Pada penelitiaan juga didapatkan 10 dari 13 pasien yang

menerima antikoagulan (koumudin ) yang mengalami perdarahan memiliki INR yang

tinggi namun tidak ada perdarahan yang disebabkan antikoagulan ini yang berakibat

fatal. Pada penelitiaan lain pada 430 pasien hemodialisis dengan AF didapatkan

kemungkinan terjadinya stroke 8,3 kali pada yang mendapatkan antikoagulan

dibandingkan yang menerima asetil asalisilat.(2) Suatu penelitian yang dilakukan oleh

Kevin Chan (Fresenius Medical Care, Waltham, Massachusetts, USA ) dan tim, yang

melakukan penelitian penggunaan warfarin, clopidogrel atau aspirin dan hubungan

kesakitan atau kematian pada pasien dengan gagal ginjal terminal. Dari 1671 pasien

dengan gagal ginjal terminal dengan AF yang diteliti sampai 1,6 tahun setelah memulai

terapi dialisis, 44 % menggunakan warfarin, 11,4% clopidogrel 37,3% menggunakan

aspirin, 28,7% tidak menggunakan antikoagulan. Selama periode penelitian 102 pasien

medapatkan stroke ( hal ini ekuivalen dengan 4,8 /100 pasien dalam 1 tahun, dan

kejadian stroke meningkat pada pasien yang menggunakan warfarin (7,1/100 pasien

pertahun, stroke oleh penggunaan aspirin 3,5 /100 pasien dalam 1 tahun, dan yang tidak

mendapatkan antikoagulan atau antiplatelet 2,9/100 pasien pertahun dan 2,7 /100 pasien

tahun pada yang menggunakan clopidogrel.(9) Dalam penelitian ini juga disebutkan

hubungan dosis dengan derajat antikoagulan (yang di monitor dengan menggunakan

INR) dengan resiko terjadinya stroke. Pasien yang menggunakan warfarin yang tidak

16

Page 17: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

dilakukan monitoring dalam 90 hari pertama dialisis memiliki kemungkinan terjadinya

stoke 3 kali lipat dibanding dengan yang dilakukan pemantauan INR atau yang tidak

menggunakan warfarin.(9)

Namun dalam penelitiaan di Jepang mengenai efektivitas penggunaan antikoagulan

pada pasien hemodialisis, apakah antikoagulan menurunkan kematian dan menurunkan

kejadiaan kardivaskuler pada 534 pasien dari bulan September 2004 – sampai September

2007 pada usia rerata 62 ± 12,7 , 62,4% laki laki dengan lama rata rata dialisis 7,6±7,1

tahun, dimana pasien dengan paroksismal dan permanen AF. Kejadiaan serebrovaskular

dan perdarahan besar pada pasien pada seluruh kasus kematian diamati selama 3 tahun.

Terapi antikoagulan dimonitor dengan menggunakan INR dan dipertahankan pada

rentang nilai 1,5 -2,5. Pada penelitian ini didapatkan bahwa kematian tinggi pada pasien

dengan AF ,namun tidak ada perbedaan kejadian kardiovaskular pada pasien AF

dibanding pasien non AF.

Antikoagulan oral (Coumadin) efektif untuk menurunkan terjadinya stroke dan

perdarahan pada gagal ginjal dengan AF dengan cara menjaga akses vaskuler. namun

hanya sedikit penelitian yang menbahas penggunaan antikoagulan pada pasien gagal

ginjal terminal dengan AF.(2, 19) Pada gagal ginjal dapat terjadi disfungsi platelet sehingga

kemungkinan terjadinya emboli tinggi jika tampa penggunaan antikoagulan.

Pasien dengan penggunaan antikoagulan memiliki resiko untuk terjadinya stroke dan

perdarahan. Target antikoagulan adalah terjadinya keseimbangan mencegah terjadinya

stroke , tromboemboli dan perdarahan. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut dapat di

gunakan CHADS score, seperti yang tertera pada bagan dibawah

pperdarahan Ppstroke perdarahan.

17

Page 18: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

Gambar 6. Bagan penggunaan antikoagulan pada pasien GGK Dikutip dari

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Insiden AF semakin meningkat dengan peningkatan GFR

2. Pasien yang menerima antikoagulan mempunyai resiko lebih besar mendapatkan

stroke dan perdarahan dibandingkan pasien yng tidak mendapatkan antikoagulan

3. Pemberiaan dosis antikoagulan mempunyai hubungan yang erat dengan INR.

Pemberian clopidogrel dan asam salisilat memiliki resiko yang lebih rendah.

4. Antikoagulan dapat digunakan pada semua gagal ginjal dengan AF yang dihubungkan

dengan resiko terjadinya stroke.

5. Faktor resiko yang terjadi akibat pemberian antikoagulan dapat dicegah dengan

pemantauan INR

5.2. Saran

1. Pemberiaan antikoagulan pada pasien Gagal ginjal kronik dan Terminal dengan AF

harus dilakukan dengan hati-hati.

2. CHADS score merupakan suatu media untuk menentukan perlunya pemberian

antikoagulan

3. Pemberian antikoagulan harus diikuti dengan pemeriksaan INR secara berkala.

18

Page 19: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

DAFTAR PUSTAKA

1. Briain P griffin EJT, editor. manual of cardiovascular medicine. third ed.

philadelphia2009.

2. Holger reinecke EB, Rolf Mester, Wolf Rudiger Schabitz, marcfisher, Herman

Pavenstadt and Gunter Breithardt. Dilemamas in the management of atrial fibrillation

in chronic Kidney Disease. American Society of Nephrology. 2009;20:705 - 11.

3. Thach N Nguyen DH, Moo Hyun Kim, and Cindy L grines, editor. Management of

Complex Cardiovascular Problems. third ed: Blackwell Futura; 2007.

4. Norbert Lemeire RLM, editor. Complication Of dialysis. New York - Basel: Marcel

Dekker, Inc; 2000.

5. Anthony j.Bleyer GBRaSGS. Sudden and Cardiac death rates in hemodialysis

patients. Kidney international. 1999;55:1553 - 9.

6. Widiana IGR. Distribusi Geografis Penyakit Ginjal Kronik Di Bali : Komparasi

Formula Cockcroft - Gault dan Formula Modification of Diet In Renal Disease. Jurnal

Penyakit dalam. 2003;8:198 - 204.

7. Kevin C Abbott FCT, Allen J Taylor and Lawrence Y Agodoa. Atrial Fibrillation in

Chronic dialysis patients in the united states : Risk factors for hospitalization and

mortality. BMC Nephrology. 2003;4:1471-2369.

19

Page 20: Atrial Fibrilasi Pada Pasien gagal ginjal kronik , hemodialisa dan penggunaan oral antikoagulan

8. H.Horl w. oral anticoagulation with coumarins for patients with atrial fibrilation and

chronic kidney disease. wiener klinische wochenschrift. 2009;121:668 - 72.

9. Lyford J. Walfarin may raise stroke risk in dialysis patients with AF medwire. 2009.

10. ACC/AHA/ESC Guidelines for Management of Patients with Atrial Fibrillations :

Exsecutive summary, (2006).

11. Aru w sudoyo bs, idrus alwi, marcellius simadibrata k, siti setiati, editor. ilmu

penyakit dalam. IV ed. jakarta: Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

12. Zebe H. Atrial Fibrillation in Dyalisis patients. Nephrol Dial Transplant. 2000;15:765

- 8.

13. Roesli RMA, editor. gangguan ginjal akut2008.

14. Sukandar E. Gagal ginjal dan panduaan Terapi Dialisis. Bandung: Pusat Informasi

Ilmiah Bagiaan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD; 2006.

15. Sarbjit Vanita jassal LT, Naisu Zhu, Stanley Fenton,Brenda Hemmelgarn. Changes in

survival among elderly initiating dialysis from 1990 to 1999. CMAJ. 2007;177:1038 -

16. Aru w sudoyo bs, idrus alwi, marcellius simadibrata k, siti setiati, editor. Buku ajar

Ilmu Penyakit Dalam. IV ed. Jakarta: Pusat penerbit an ilmu penyakit dalam fakultas

kedokteran universitas indonesia; 2006.

17. .Horl wH. coumarin use in dialysis patients with atrial fibrillation :yes, after

individual risk stratification. Nephrol Dial Transplant. 2009;24:3285 - 7.

18. Panagiostis G KajAg. Atrial Fibrillation in end stage renal disease : an emerging

problem. Kidney international. 2009;76:247 - 9.

19. Bennett wM. Should Dialysis Patients ever Receive Walfarin and forwhat Reasons.

American Society of Nephrology. 2006;1:1357 - 9.

20