131193085 Atrial Fibrilasi
-
Upload
gilang-irwansyah -
Category
Documents
-
view
253 -
download
0
Transcript of 131193085 Atrial Fibrilasi
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
1/32
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Congestive Heart Failure
II.1.1. Definisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi
dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Gangguan fungsi jantung
dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung,
atau ketidaksesuaian preload dan afterload . Gagal jantung kongestif(congestive heart failure ) merupakan kegagalan ventrikel kiri dan atau kanan
dari jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memberikan cardiac
output yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan, menyebabkan
terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik
II.1.2. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung meliputi :
1. Meningkatkan beban awal
Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan
cacat septum ventrikel.
2. Meningkatkan beban akhir
Beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta
dan hipertensi sistemik.
3. Menurunkan kontraktilitas miokardium
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium
dan kardiomiopati.
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
2/32
Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung,
terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel
(misal, stenosis katup atrioventrkularis) dapat menyebabkan gagal jantung.Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa:
a.Disritmia
Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan
mengubah rangsangan listrik yang memulai respons mekanis. Respons
mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya
ritme jantung yang stabil.
b. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru
Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat.
c. Emboli paru
Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi
terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung
kanan
Tabel .Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung
Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung
A. Kelainan Mekanik
1. Peningkatan Beban Tekanan
a. Sentral (Stenosis aorta)
b. Perifer (hipertensi sistemik)
1. Peningkatan Beban Volume (Regurgitasi katup, peningkatan beban awal)
2. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau
trikuspidal)
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
3/32
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
4/32
Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka survival
setelah serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan
penatalaksanaan. Akibatnya angka perawatan di rumah sakit karena gagal
jantung dekompensasi juga ikut meningkat. Dari survey registrasi di rumahsakit didapatkan angka perawatan pasien yang berhubungan dengan gagal
jantung sebesar 4,7% untuk perempuan dan 5,1% untuk laki-laki. Secara umum
angka perawatan pasien gagal jantung di Amerika dan Eropa menunjukkan
angka yang semakin meningkat.
Gagal jantung merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit. Gagal
jantung kongestif (Congestive Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi
yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk. Prevalensi CHF
adalah tergantung umur/agedependent. Menurut penelitian, gagal jantung jarang
pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 - 84 tahun.
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati
prevalensi dari CHF yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin
banyaknya lansia yang mempunyai hipertensi mungkin akan berakhir dengan
CHF. Selain itu semakin membaiknya angka keselamatan (survival) post-infark
pada usia pertengahan, menyebabkan meningkatnya jumlah lansia dengan
resiko mengalami CHF.
II.1.4. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun
mengurangi volume sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel, terjadinya peningkatantekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Akibatnya terjadi pula peningkatan
tekanan atrium kiri karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama
diastol. Peningkatan tekanana atrium kiri diteruskan ke belakang kedalam
pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
5/32
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
6/32
dengan angiotensinogen di dalam darah akan menghasilkan angiotensi I.
Kemudian akan terjadi konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II akan merangsang sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
yang akan meningkatkan reabsorspi natrium pada tubulus distal danduktus pengumpul.Natrium akan menarik air. Selain itu, angiotensin II
jua menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.
3. Hipertrofi ventrikel.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambah tebal dinding miokardium. Hipertrofi akan
meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium sehingga dapat
meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel sehingga curah jantung aka
meningkat.
Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah
jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan
gagal dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin
kurang efektif.
II.1.5. Klasifikasi
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung
kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal
jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Klasifikasi
berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:
Derajat I : Tanpa gagal jantung Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru,
S3 galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
7/32
Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh
lapangan paru.
Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah
sistolik < 90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan
diaforesis)
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda
kongesti (adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato
jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau
square wave blood pressure pada manuver valsava) dan kecukupan perfusi
(adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik,ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran). Pasien yang mengalami kongesti
disebut basah ( wet ) yang tidak disebut kering ( dry ). Pasien dengan gangguan
perfusi disebut dingin ( cold ) dan yang tidak disebut panas ( warm ). Berdasarkan
hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
Kelas I (A) : kering dan hangat ( dry warm ) Kelas II (B) : basah dan hangat ( wet warm ) Kelas III (L) : kering dan dingin ( dry cold ) Kelas IV (C) : basah dan dingin ( wet cold )
Berdasarkan New York Heart Association , Klasifikasi gagal jantung :
Kelas I : Tanpa keluhan
Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan
dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-
gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak
nafas atau berdebar-debar, apabila mereka
melakukan kegiatan biasa.
Kelas II : Ringan
Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
8/32
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau
nyeri dada.
Kelas III : SedangPenderita penyakit jantung dengan banyak
pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak
mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
seperti yang tersebut di atas.
Kelas IV : Berat
Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik
apapun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat
juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
II.1.6. Manifestasi Klinis
A. Gejala dan tanda gagal jantung kiri:
Dispnea (sulit bernapas)
Pasien termasuk dalam NYHA III
dikarenakan Penderita penyakit
jantung dengan banyak pembatasan
dalam kegiatan fisik. Mereka tidak
mengeluh apa-apa waktu istirahat,
akan tetapi kegiatan fisik yang kurang
dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
9/32
Merupakan keluhan yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh
peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang
mengurang kelenturan paru dan peningkatan tahanan aliran udara.
Dispnea saat beraktivitas ( dyspneu deffort ) menunjukan gejala awaldari gagal jantung kiri.
Orthopnea
Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada
posisi berbaring, biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal
jantung dibandingkan dyspneu deffort. Hal ini terjadi akibat
redistribusi dari cairan dari sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah
kedalam sirkulasi pusat selama berbaring, disertai dengan peningkatantekanan kapiler pulmoner.
Batuk nocturnal (batuk yang dialami pada malam hari)
Merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali
menyamarkan gejala gagal jantung yang lain.
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan
batuk yang biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan
pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat
bermanifestasi sebagai batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan
karena peningkatan tekanan pada arteri bronchial menyebabkan
kompresi saluran udara, disertai dengan edema pulmoner interstitial
yang meyebabkan peningkatan resistensi saluran udara. Diketahui
bahwa orthopnea dapat meringan setelah duduk tegak, sedangkan
pasien PND seringkali mengalami batuk dan wheezing yang persisten
walaupun mereka mengaku telah duduk tegak. Ronki
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru
merupakan ciri khas dari gagal jantung kiri. Awalnya terdengar
dibagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
10/32
Hemoptisis
Disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi
vena.
Disfagia (sulit menelan)Disebabkan oleh distensi atrium kiri atau vena pulmonalis yang
menyebabkan kompresi esofagus dan disfagia.
Hipoperfusi ke organ-organ nonvital
Penurunan cardiac output menimbulkan hipoperfusi ke organ-organ
nonvital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga
manifestasi paling dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya
perfusi ke organ seperti kulit, otot rangka, dan ginjal. Gejalanyameliputi :
a. Kulit pucat dan dingin disebabkan oleh vasokonstriksi perifer.
b. Demam ringan dan keringat yang berlebihan disebabkan oleh
vaskonstriksi kulit yang dapat menghambat kemampuan
tubuh untuk melepaskan panas.
c. Kelemahan dan keletihan disebabkan oleh kurangnya perfusi
ke otot rangka. Gejala juga dapat diperberat oleh
ketidakseimbangan elektrolit dan cairan atau anoreksia.
d. Anuria Akibat kurangnya perfusi darah ke ginjal. Pernapasan Cheyne-Stokes
Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik,
pernapasan Cheyne-Stokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan
biasanya berkaitan dengan rendahnya cardiak ouput . Pernapasan
Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat
respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi
pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini
merubah komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat
pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti
rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
11/32
keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti
sementara.
Gejala serebral
Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan Gejala serebral,
seperti disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada
pasien dengan gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan
arteriosclerosis serebral dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia
umum terjadi pada gagal jantung dan dapat berperan dalam insomnia
B. Gejala dan tanda gagal jantung kanan:
Kongesti vena sistemik
Dapat diamati dengan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), vena-
vena leher mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat
meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang
gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena
ke jantung selama inspirasi.
Hepatomegali (pembesaran hati)
Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.
Keluhan gastrointestinal.
Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri
abdominal merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat
berkaitan dengan edema pada dinding usus dan/atau kongesti hepar.
Gejala yang terdapat pada pasien
meliputi Dispnea (sulit bernapas), danOrthopnea (sesak saat berbaring)
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
12/32
Edema perifer
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema
mula-mula tampak pada bagian tubuh yang bergantung seperti
palpebra pada pagi hari. Siangnya edema akan tampak pada
ekstremitas terutama tungkai akibat gravitasi.
Nokturia (diuresis malam hari)
Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada
waktu berbaring.
Asites dan edem anasarka
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema
tubuh generalisata.
II.1.7. Faktor Resiko
Penyakit kardiovaskular disebabkan berbagai macam factor. Antara lain:
a. Kebiasaan merokok
Merokok meningkatkan 2-3 kali lipat risiko kematian akibat
penyakit jantung koroner dan penyakit kardiovaskular. Risiko orang
berhenti merokok mengalami gangguan kardiak dan penyakit
kardiovaskular lain berkurang 50%.
b. Kurang aktifitas fisik
Aktifitas fisik menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan
diabetes tipe 2 (dua) melalui beberapa mekanisme. Secara umum,
aktifitas fisik memperbaiki metabolism glukosa, mengurangi lemak
Gejala yang terdapat pada pasien meliputi peningkatan JVP,
hepatomegali, keluhan gastrointestinal dan edema perifer
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
13/32
tubuh, dan menurunkan tekanan darah. Kurang aktifitas fisik
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
c. Perubahan pola diet, kelebihan berat badan, dan hiperlipidemiaSaat ini kecenderungan pola makan masyarakat di dunia beralih
pada makanan siap saji. Kecenderungan itu melupakan tradisi pola makan
tradisional, yang kaya buah, sayur, dan padi-padian.
Paling tidak sekitar 1 (satu) miliar orang di dunia saat ini kelebihan
berat badan. Sekitar 300 juta menderita obesitas yang diukur
menggunakan criteria WHO: body mass index (BMI) untuk kelebihan
berat badan adalah di atas 25 kg/m 2, sedang obesitas sekurangnya 30
kg/m 2. Kolesterol adalah faktor kunci dari proses aterosklerosis, yang
menjadi dasar meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular.
d. Diabetes dan hipertensi
The American Heart Association menganggap diabetes sebagai
faktor utama risiko kardiovaskular. Saat ini, diabetes diidap sekitar 150
juta orang di seluruh dunia dan prevalensinya terutama pada usia muda,
akan berlipat dua dalam 25 tahun ke depan.
Diperkirakan 690 juta jiwa di seluruh dunia mengidap hipertensi.
Hipertensi sering kali diketemukan pada pasien diabetes dimana
prevalensinya berkisar 20 sampai 60%. Hipertensi merupakan factor
risiko untuk penyakit kardiovaskular.
e. Faktor usia dan jenis kelamin
Resiko yang paling besar untuk terserang penyakit jantung adalah pada laki-laki dengan usia lebih dari 45 tahun dan pada wanita usia lebih
dari 55 tahun. Faktor usia yang tidak bisa dikendalikan maka harus dapat
merubah atau mempengaruhi Faktor-faktor resiko lain.
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
14/32
f. Faktor Keturunan
Seseorang tidak dapat merubah faktor keturunan atau riwayat
penyakit jantung pada keluarga. Faktor keturunan patut untuk
dicemaskan, karena merupakan hal yang penting untuk anda ketahuiapakah penyakit-penyakit yang terjadi dalam keluarga dan
menceritakannya pada dokter.
II.1.8. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksan penunjang.
A. Anamnesis
Manifestasi klinis Gagal jantung ringan dan moderat :
Perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukaan yang
datar dalam beberapa menit.
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi. Gagal jantung berat :
Pasien harus duduk dengan tegak Sesak nafas
Tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karenasesak yang dirasakan
Tekanan darah sistolik berkurang karena adanya
disfungsi LV berat
Peningkatan aktivitas adrenergic menyebabkan :
Faktor resiko yang terdapat dalam pasien ini
meliputi umur dan jenis kelamin, yakni laki-
laki > 45 tahun, merokok, hipertensi,
hiperlipidemia, dan kurang aktivitas
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
15/32
Sianosis pada bibir dan kuku Sinus takikardi (merupakan tanda nonspesifik)
Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang menandakan
adanya penurunan stroke volume Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian
perifer
B. Pemeriksaan fisis
Meliputi inspeksi perut bisa membuncit, palpasi dapat
ditemukan hepatomegali, perkusi, dan auskultasi bising usus biasanya
normal
C. Pemeriksaan penunjang :
1. Foto toraks
Mengarah ke kardiomegali, LVH jantung membesar ke kiri,
apeks menekan diafragma (tertanam),RVH jantung
membesar ke kiri dengan apeks terangkat dari diafragma,
pinggang jantung merata atau menonjol,dan ada gambaran
double kontur.
Corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi Garis Kerley A/B Infiltrat prekordial kedua paru Efusi pleura
2. EKG
Untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard
dan aritmia. Hipertropi ventrikel kiri dimana S d V1 + R di
V5/V6 35 mm , aritmia misalnya terdapat fibrilasi atrium
dimana jarak R ke R tidak seragam.
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
16/32
D. Pemerikasaan penunjang
Meliputi pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi untuk
kelainan katup , angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroiddilakukan atas indikasi.
Laboratorium :
1. Faal ginjal :
a. Urin :
a. Berat jenis 120x/menit)
Kriteria mayor atau minor :
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.
II.1.9. Penatalaksanaan
1. Aktivitas
Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada gagal jantung,
suatu latihan rutin ringan terbukti bermanfaat pada pasien gagal jantung
dengan NYHA kelas I-III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong untuk
melakukan latihan rutin isotonic seperti jalan atau mengayuh sepeda
ergometer statis, yang dapat ditoleransi. Beberapa penelitian mengenai
latihan fisik memberikan hasil yang positif dengan berkurangnya gejala,
meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki kualitas dan durasi
kehidupan.
2. Diet
Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien gagal
jantung.
3. Diuretik
Kebanyakan dari manifestasi klinik gagal jantung sedang hingga berat
diakibatkan oleh retensi cairan yang menyebabkan ekspansi volume dan
Terdapat kriteria mayor meliputi : peningkatan JVP,
Rongki dan kardiomegali
Sedangkan kriteria minor meliputi : Hepatomegali, edema
ekstremitas, dyspneu de effort serta adanya takikardi.
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
19/32
gejala kongestif. Diuretik adalah satu-satunya agen farmakologik yang dapat
mengendalikan retensi cairan pada gagal jantung berat, dan sebaiknya
digunakan untuk mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien
dengan gejala kongestif (sesak napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan pengisian (rales, distensi vena jugularis, edema perifer).
Furosemide, torsemide, dan bumetanide bekerja pada loop of Henle (loop
diuretics) dengan menginhibisi reabsorbsi Na+, K+,dan Cl pada bagian
asendens pada loop of henle; thiazide dan metolazone mengurangi reabsorbsi
Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus kontortus distal, dan diuretic hemat
kalium seperti spironolakton bekerja pada tingkat duktus koligens.
4. Vasodilator
Vasodilator diindikasikan pada gagal jantung akut sebagai first line
theraphy , apabila hipoperfusi padahal tekanan darah adekuat dan tanda-tanda
kongesti dengan diuresis sedikit, untuk membuka sirkulasi perifer dan
mengurangi pre-load . Contoh vasodilator Gliseril trinitrat 5-mononitrat,
Isosorbid dinitrat, Nitropusid, dan Nesitirid.
5. ACE Inhibitor (ACEI)
Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor
sebaiknya digunakan pada pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF
(Ejection fraction) menurun. ACE inhibitor mempengaruhi sistem rennin-
angiotensin dengan menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi
angiotensin menjadi angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor
(ACEI) juga dapat menghambat kininase II, sehingga dapat mengakibatkan
peningkatan bradykinin, yang akan meningkatkan efek bermanfaat darisupresi angiotensin. ACEI menstabilkan LV remodeling, meringankan
gejala, mengurangi kemungkinan opname, dan memperpanjang harapan
hidup. Karena retensi cairan dapat menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk
diberikan diuretic sebelum memulai terapi ACEI. Akan tetapi, penting untuk
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
20/32
mengurangi dosis diuretic selama awal pemberian ACEI dengan tujuan
mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik. ACEI sebaiknya dimulai
dengan dosis rendah, diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap jika
dosis rendah dapat ditoleransi.Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem
renin angiotensin. Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat
terjadi selama pemberian terapi dan biasanya ditoleransi dengan baik
sehingga dosis tidak perlu diturunkan. Akan tetapi, jika hipotensi diikuti
dengan rasa pusing atau disfungsi renal menjadi lebih berat, maka penting
untuk menurunkan dosisnya. Pada retensi potassium yang tidak berespon
dengan diuretic, dosis ACE juga perlu diturunkan.
6. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat
diberikan ACE karena batuk, rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI
dan ARB menghambat sistem rennin-angiotensin, kedua golongan obat ini
bekerja dalam mekanisme yang berbeda. ACEI memblokir enzim yang
berperan dalam mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II, ARB
memblokir efek angiotensin II pada reseptor angiotensin tipe I. Beberapa
penelitian klinik menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan ARB
pada terapi ACEI pada pasien HF kronis.
Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap
tekanan darah, fungsi ginjal, dan potassium. Sehingga efek samping kedua
obat tersebut serupa pula.
7. -Adrenergic Receptor BlockersTerapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan
pasien dengan penurunan EF. Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari
aktivasi sistem adrenergic yang berkepanjangan dengan secara kompetitif
memblokir satu atau lebih reseptor adrenergik (1, 1, and 2). Walaupun
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
21/32
terdapat manfaat potensial dalam memblokir tiga reseptor ini, kebanyakan
efek penurunan ak tivasi adrenergic dimediasi oleh reseptor 1. Jika
diberikan bersamaan dengan ACEI, beta blocker menghambat proses LV
remodeling, meringankan gejala pasien, mencegah opname, danmemperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta blocker diindikasikan
pada pasien HF simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun
(
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
22/32
9. Antikoagulan dan Antiplatelet
Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian
thromboembolik. Pada penilitan klinis, angka kejadian stroke mulai dari 1,3
hingga 2,4% per tahun. Penurunan fungsi LV dipercaya mengakibatkanrelative statisnya darah pada ruang kardiak yang berdilatasi dengan
peningkatan resiko pembentukan thrombus. Penatalaksanaan dengan
warfarin dianjurkan pada pasien dengan HF, fibrilasi atrial paroxysmal, atau
dengan riwayat emboli sistemik atau pulmoner, termasuk stroke atau
transient ischemic attack (TIA). Pasien dengan iskemik kardiomyopati
simptomatik atau asimptomatik dan memiliki riwayat MI dengan adanya
thrombus LV sebaiknya diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan
setelah MI, kecuali terdapat kontraindikasi terhadap pemakaiannya.
Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung
iskemik untuk menghindari terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis
rendah aspirin (75 atau 81 mg) dapat dipilih karena kemungkinan
memburuknya HF pada dosis lebih tinggi.
II. 2. Atrial Fibrilasi
II. 2. 1 Definisi
Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang
ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan
frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial
fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial
yang tidak terkoordinasi dan deteriorisasi fungsi mekanik atrium. Keadaan ini
menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung
II. 2. 2 Klasifikasi
Menurut AHA ( American Heart Association ), klasifikasi dari atrial
fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
23/32
a. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama.
Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF
sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi. b. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode
pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF
jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam
waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi .
c. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang
dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu
penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali
normal.
d. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada
permanen AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena
dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama sinus yang normal.
Gambar 6. Pola Klasifikasi Atrial Fibrilasi
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
24/32
Disamping klasifikasi menurut AHA ( American Heart Association ),
AF juga sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu
AF akut dan AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu
berlangsungnya atau onset yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kroniksebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48 jam.
II. 2. 3 Etiologi
Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-
faktor, diantaranya adalah
a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium
1. Penyakit katup jantung
2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3. Hipertrofi jantung
4. Kardiomiopati
5. Hipertensi pulmo ( chronic obstructive pulmonary disease dan cor
pulmonal chronic )
6. Tumor intracardiac
b. Proses infiltratif dan inflamasi
1. Pericarditis/miocarditis
2. Amiloidosis dan sarcoidosis
3. Faktor peningkatan usia
c. Proses infeksi
1. Demam dan segala macam infeksi
d. Kelainan Endokrin
1. Hipertiroid
2. Feokromositomae. Neurogenik
1. Stroke
2. Perdarahan subarachnoid
f. Iskemik Atrium
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
25/32
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
26/32
II. 2. 6 Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan
multiple wavelet reentry . Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses
depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal,
fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.
Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava
superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik
yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi
yang dicetuskan oleh nodus SA
Sedangkan multiple wavelet reentry , merupakan proses potensial aksi
yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple
wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada
proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal
elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry ,
sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode
refractory , besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa
dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan
pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketigafaktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan
peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF
Gambar 7. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses M ult iple W avelets
Reentry Atrial Fibrilasi
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
27/32
II. 2. 7 Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol
ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan
menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme . Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF.
Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang
berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut
jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan
farmakologi ( Pharmacological Cardioversion ) dan pengobatan elektrik
( Electrical Cardioversion )
a. Mencegah pembekuan darah ( tromboembolisme )
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk
mencegah adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah
jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini
berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh
darah serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai
untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai macam,
diantaranya adalah :
1. Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam
proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau
mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat
diserap hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu 1
jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan
cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudiandiikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja 40 jam.
2. Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari
trombosit (COX 2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
28/32
terminal. Efek dari COX 2 ini adalah menghambat produksi
endoperoksida dan tromboksan (TXA 2) di dalam trombosit. Hal inilah
yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi,
penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah,
terutama faktor II, VII, IX dan X.
b. Mengurangi denyut jantung
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan
peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, -blocker dan antagonis
kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun
kombinasi.
1. Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung
dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung
menjadi lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat
sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini
mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi atrium
yang abnormal.
2. -blocker
Obat -blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem
saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan
berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.
3. Antagonis KalsiumObat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas
jantung akibat dihambatnya ion Ca 2+ dari ekstraseluler ke dalam
intraseluler melewati Ca 2+ channel yang terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
29/32
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat
dilakukan untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya,
kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk
mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Padadasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi
( Pharmacological Cardioversion ) dan pengobatan elektrik ( Electrical
Cardioversion ).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua
pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi
listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali normal atau
sesuai dengan NSR ( nodus sinus rhythm ).
3. Operatif
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan
sayatan pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam
pembuluh darah utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian
ujung kateter terdapat elektroda yang berfungsi menghancurkanfokus ektopik yang bertanggung jawab terhadap terjadinya AF.
b. Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation ,
tetapi pada maze operation , akan mengahasilkan suatu labirin
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
30/32
yang berfungsi untuk membantu menormalitaskan system
konduksi sinus SA.
c. Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yangditempatkan di jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan
denyut jantung.
-
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
31/32
DAFTAR PUSTAKA
1. Wyndham CRC (2000). "Atrial Fibrillation: The Most Common arrhythmia".
Texas Heart Institute Journal 27 (3): 257-67.2. "Atrial Fibrillation (for Professionals)". American Heart Association, Inc. 2008-
12-04. Archived from the original on 2009-03-28.
3. Fuster V, Rydn LE, Cannom DS, et al. (2006). "ACC/AHA/ESC 2006
Guidelines for the Management of Patients with Atrial Fibrillation: a report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on
Practice Guidelines and the European Society of Cardiology Committee for
Practice Guidelines (Writing Committee to Revise the 2001 Guidelines for the
Management of Patients With Atrial Fibrillation): developed in collaboration with
the European Heart Rhythm Association and the Heart Rhythm Society".
Circulation 114 (7): 257 354.
4. Friberg J, Buch P, Scharling H, Gadsbphioll N, Jensen GB. (2003). "Relationship
between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patients with
nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter".Circulation Journal 67 (1):
68 72.
5. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K ( January 2003). Relationship
between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with
nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter. Circulation Journal 67 .
6. Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA dan
Weyman AE (1990). "Atrial enlargement as a consequence of atrial fibrillation A
prospective echocardiographic study" . Circulation 82 (3): 792 7.
7. Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalaml.
Ed.3. Jakarta. EGC, 1522-27.8. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation
mortality: United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol. 155 (9): 819 26.
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC101077/&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhinmJHdpz_OqJczZ1MZhuA6V04nbwhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.webcitation.org/5fcMx8BUx&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhgcJ9dwuSXbZyLu650CctraJm30IAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.americanheart.org/presenter.jhtml%3Fidentifier%3D1596&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhig1ktaVoNMF_qstg39_X5iUZghKghttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://circ.ahajournals.org/cgi/content/abstract/82/3/792&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjT0TDjgLXHHIa0-uQ08Pof-fhQfAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://circ.ahajournals.org/cgi/content/abstract/82/3/792&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjT0TDjgLXHHIa0-uQ08Pof-fhQfAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://circ.ahajournals.org/cgi/content/abstract/82/3/792&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjT0TDjgLXHHIa0-uQ08Pof-fhQfAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://circ.ahajournals.org/cgi/content/abstract/82/3/792&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjT0TDjgLXHHIa0-uQ08Pof-fhQfAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.americanheart.org/presenter.jhtml%3Fidentifier%3D1596&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhig1ktaVoNMF_qstg39_X5iUZghKghttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.webcitation.org/5fcMx8BUx&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhgcJ9dwuSXbZyLu650CctraJm30IAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC101077/&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhinmJHdpz_OqJczZ1MZhuA6V04nbw -
8/13/2019 131193085 Atrial Fibrilasi
32/32
9. Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce
stroke in cardiac surgical patients with atrial fibrillation". Ann. Thorac. Surg. 61
(2): 755 9.
10. Wolf PA, Dawber TR, Thomas HE, Kannel WB (1978). "Epidemiologicassessment of chronic atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham
study". Neurology 28 (10): 973 7.
11. Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: 287-305.
12. Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC: 682-
712.
13. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit) Buku 2, Edisi 4. EGC: 770-89, 813-93.
14. Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC:
1418-87.
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.neurology.org/cgi/content/abstract/28/10/973&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhix2bgrJr0_9Webbpm-7apn_tPvuwhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.neurology.org/cgi/content/abstract/28/10/973&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhix2bgrJr0_9Webbpm-7apn_tPvuwhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.neurology.org/cgi/content/abstract/28/10/973&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhix2bgrJr0_9Webbpm-7apn_tPvuwhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.neurology.org/cgi/content/abstract/28/10/973&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhix2bgrJr0_9Webbpm-7apn_tPvuwhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.neurology.org/cgi/content/abstract/28/10/973&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhix2bgrJr0_9Webbpm-7apn_tPvuwhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.neurology.org/cgi/content/abstract/28/10/973&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhix2bgrJr0_9Webbpm-7apn_tPvuw