Epistaksis Diskusi Kasus I
-
Upload
karolina-chandra -
Category
Documents
-
view
137 -
download
7
description
Transcript of Epistaksis Diskusi Kasus I
1
BAB I
PENDAHULUAN
Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga
hidung dannasofaring. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun
sistemik dan sumber perdarahan yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-
bach’s. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan
yang mana hampir 90% dapat berhenti sendiri.Faktoretiologi harus dicari dan
dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif.Epistaksis berat, walaupun
jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwapasien, bahkan dapat
berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.1
Di Amerika, epistaksis dilaporkan terjadi pada 60% populasinya.
Namunjarang sekali menyebabkan kematian. Distribusinya bermacam-macam
denganinsiden terbanyak pada usia2-10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai
pada musim dingin dan kering.Epistaksis terjadi lebih sering pada pria (58%)
dibandingkan dengan pasien perempuan (42%).2,3
Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior
danbagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari pleksus Kiesselbach
atau dariarteri athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal
dari arterisphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Kasus- kasus epistaksis
kebanyakanterjadi pada daerah anterior septum nasi, dan dapat diatasi dengan
kauterisasi.Namun, epistaksis posterior lebih memerlukan pendekatan yang lebih
agresiftermasuk metode posterior nasal packing dan endoscopic cauterization.1,3
Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa
jugasedikit dan berhenti sendiri. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa
perlumemanggil dokter. Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan
kembali.Pengobatan yang tepat pada kasus epistaksis adalah dilakukan penekanan
padapembuluh darah yang berdarah. Hampir 90% kasus epistaksis anterior dapat
diatasidengan tekanan yang kuat dan terus menerus pada kedua sisi hidung tepat
diataskartilago ala nasi. Bila hal ini tidak berhasil maka diperlukan tindakan-
2
tindakan lain yang perlu dan dapat dilakukan. Sangat penting penatalaksanaan
yang tepat pada kasus epistaksis agar tidak terjadi komplikasi atau bahkan
kematian. Karena itu akan kita bahas mengenai epistaksis pada makalah ini.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Gambar 1. Anatomi vaskuler supplai darah septum nasi.
( Pleksus Kiesselbach’s atau Little’s area, merupakan lokasi epistaksi anterior
paling banyak.6)
Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis yaitu arteri karotis
eksternadan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah
terbanyak padacavum nasi melalui :
1. Arteri Sphenopalatina
Cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen
sphenopalatinayang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan
dinding lateral hidung.
2. Arteri Palatina Desenden
Memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis
incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi.
Sistem karotisinterna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri
4
ethmoid anterior danposterior yang memperdarahi septum dan dinding
lateral superior.
2.2 Definisi Epistaksis
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang merupakan suatu
tanda ataukeluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan
gejala yang sangatmengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa.
2.3 Epidemiologi
Epistaksis adalah gangguan perdarahan yang paling umum dari daerah
kepala dan leher.Beberapa penelitian yang sangat baik baru-baru ini
mengungkapkan beberapa karakteristikepidemiologi dan menjelaskan beberapa
kesalahpahaman. Sebuah survei pemeriksaankesehatan AS dari 1972 dari 6.672
orang dewasa mengungkapkan kejadian 7% sampai 14%dari epistaksis.2,3
Sebuah survey Skandinavia dari 1974 dari 410 orang menemukan kejadian
60% darisetidaknya satu episode epistaksis selama satu kali seumur hidup,
kejadian 6% membutuhkanperhatian medis, dan kejadian tahunan sebesar 15%
untuk pria dan 9% untuk wanita. Sebuahstudi Finlandia dari 1974 dari 1.724
pasien dengan epistaksis mengungkapkan kejadian laki-lakilebih tinggi 58%
dibandingkan 42% bagi perempuan; keseluruhan, 71% dari pasien lebihdari 50
tahun. Di Wales, rasio laki-perempuan adalah 2:1 pada pasien berusia 20 sampai
49tahun tetapi 1:1 terhadap pasien 50 dan yang lebih tua. Selain itu, mereka
mencatat epistaksisterjadi lebih sering selama bulan September sampai April
dibandingkan dengan Mei hinggaAgustus.2,3
Baru-baru ini, sebuah studi US Midwest ditemukan epistaksis posterior
lebih umumselama bulan kelembaban dingin dan lebih rendah dari November
sampai Maret dibandingkandengan bulan April sampai Oktober 56% versus 44%,
masing-masing. Sebuah studi di Inggrismenunjukkan tingkat penerimaan untuk
epistaksis dari 0,829 pasien per hari dengan suhu luarruangan kurang dari 5° C
dan 0,645 pasien per hari untuk suhu antara 5,1 dan 10° C.Berlawanan dengan
kepercayaan populer, hipertensi belum terbukti meningkatkan risiko.2,3,6
5
2.4 Etiologi
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam
selaputmukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh
darahPleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum
nasi bagiananterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh
darah yang kayaanastomosis. Epistaksis sering kali timbul spontan tanpa dapat
ditelusuripenyebabnya. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan
umum ataukelainan sistemik. Secara umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu :
1. Lokal
a. Trauma
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya
mengorek hidung, benturan ringan,bersin atau mengeluarkan ingus
terlalu keras, atau sebagai akibat trauma yang lebih hebat
sepertikena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Trauma karena
sering mengorek hidung dapat menyebabkan ulserasi dan
perdarahan di mukosa bagian septum anterior. Selain itu epistaksis
jugabisa terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma
pembedahan.7,8
Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum
yang tajam. Perdarahan dapat terjadidi tempat spina itu sendiri atau
pada mukosa konka yang berhadapan bila konka itu
sedangmengalami pembengkakan. Bagian anterior septum nasi,
bila mengalami deviasi atau perforasi,akan terpapar aliran udara
pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung.
Pembentukankrusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari
menimbulkan trauma digital. Pengeluarankrusta berulang
menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian
perdarahan. 7,8,9
Benda asing yang berada di hidung dapat menyebabkan
trauma local, misalnya pada pipanasogastrik dan pipa nasotrakea
yang menyebakan trauma pada mukosa hidung.8
6
Trauma hidung dan wajah sering menyebabkan epistaksis.
Jika perdarahan disebabkankarena laserasi minimal dari mukosa
biasanya perdarahan yang terjadi sedikit tetapi traumawajah yang
berat dapat menyebabkan perdarahan yang banyak.9,10
Gambar 2 Epistaksis 9
b. Infeksi lokal
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus
paranasal seperti rhinitis atau sinusitis.10
Infeksi akan menyebabkan inflamasi yang akan merusak
mukosa. Inflamasi akanmenyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah setempat sehingga memudahkanterjadinya
perdarahan di hidung.10,11
c. Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya
sedikit dan intermiten, kadangkadangditandai dengan mukus yang
bernoda darah, Hemangioma, angiofibroma dapatmenyebabkan
epistaksis berat. Karena pada tumor terjadi pertumbuhan sel yang
abnormal danpembentukan pembuluh darah yang baru
(neovaskularisasi) yang bersifat rapuh sehinggamemudahkan
terjadinya perdarahan.11,12
7
Gambar 3 Epistaksis pada neoplasma 11
d. Pengaruh lingkungan
Kelembaban udara yang rendah dapat menyebabkan iritasi
mukosa. Epistaksis sering terjadi pada udara yang kering dan saat
musim dingin yang disebabkan oleh dehumidifikasimukosa nasal
selain itu bisa di sebabkan oleh zat-zat kimia yang bersifat korosif
yang dapatmenyebabkan kekeringan mukosa sehingga pembuluh
darah gampang pecah.10,11
e. Deviasi septum
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi
peralihan posisi dari septum nasi dariletaknya yang berada di garis
medial tubuh. Selain itu dapat menyebabkan turbulensi udarayang
dapat menyebabkan terbentuknya krusta. Pembuluh darah
mengalami ruptur bahkan olehtrauma yang sangat ringan seperti
mengosok-gosok hidung.8,9
2. Sistemik
a. Kelainan darah
Beberapa kelainan darah yang dapat menyebabkan
epistaksis adalah trombositopenia, hemofilia dan leukemia.
Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak
berinti dan dibentuk di sumsumtulang. Trombosit berfungsi untuk
pembekuan darah bila terjadi trauma. Trombosit pada
8
pembuluhdarah yang rusak akan melepaskan serotonin dan
tromboksan A₂ (prostaglandin), hal inimenyebabkan otot polos
dinding pembuluh darah berkonstriksi. Pada awalnya akan
mengurangidarah yang hilang. Kemudian trombosit membengkak,
menjadi lengket, dan menempel padaserabut kolagen dinding
pembuluh darah yang rusak danmembentuk plug trombosit.
Trombositjuga akan melepas ADP untuk mengaktivasi trombosit
lain, sehingga mengakibatkan agregasitrombosit untuk
memperkuat plug. Trombositopenia adalah keadaan dimana jumlah
trombositkurang dari 150.000/ μl. Trombositopenia akan
memperlama waktu koagulasi dan memperbesarresiko terjadinya
perdarahan dalam pembuluh darah kecil di seluruh tubuh sehingga
dapat terjadiepistaksis pada keadaan trombositopenia.10,11
Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter
yang diturunkan secara X-linkedresesif. Gangguan terjadi pada
jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, dimana
terjadidefisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia
A) atau IX (hemofilia B). Darah padapenderita hemofilia tidak
dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses
pembekuandarah berjalan amat lambat. Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya epistaksis10,11,12
Leukemia adalah jenis penyakit kanker yang menyerang
sel-sel darah putih yang diproduksioleh sumsum tulang (bone
marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh
manusiamemproduksi tiga tipe sel darah diantaranya sel darah
putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuhmelawan infeksi), sel
darah merah (berfungsi membawa oksigen kedalam tubuh) dan
trombosit(bagian kecil sel darah yang membantu proses
pembekuan darah). Pada Leukemia terjadipeningkatan
pembentukan sel leukosit sehingga menyebabkan penekanan atau
gangguanpembentukan sel-sel darah yang lain di sumsum tulang
9
termasuk trombosit. Sehingga terjadikeadaan trombositpenia yang
menyebabkan perdarahan mudah terjadi.10,11,12
Obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan
fenilbutazon dapat pula mempredisposisiepistaksis berulang.
Aspirin mempunyai efek antiplatelet yaitu dengan menginhibisi
produksitromboksan, yang pada keadaan normal akan mengikat
molekul-molekul trombosit untuk membuatsuatu sumbatan pada
dinding pembuluh darah yang rusak. Aspirin dapat menyebabkan
proses pembekuan darah menjadi lebih lama sehingga dapat terjadi
perdarahan. Oleh karena itu,aspirindapat menyebabkan epistaksis.9
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis
ialah perdarahan telangiektasisheriditer (hereditary hemorrhagic
telangiectasia/Osler's disease). Juga sering terjadi pada
VonWillendbrand disease. Telengiectasis hemorrhagic hereditary
adalah kelainan bentuk pembuluh darah dimana terjadi pelebaran
kapiler yang bersifat rapuh sehingga memudahkanterjadinya
perdarahan.12
Gambar 4. Osler’s Disease12
10
Jika ada cedara jaringan, terjadi kerusakan pembuluh darah
dan akan menyebabkan kebocorandarah melalui lubang pada
dinding pembuluh darah. Pembuluh dapat rusak dekat
permukaanseperti saat terpotong. Atau dapat rusak di bagian dalam
tubuh sehingga terjadi memar atauperdarahan dalam.13
Jika pembuluh darah terluka, ada empat tahap untuk
membentuk bekuan darah yang normal.13
Gambar 5a Pembekuan darah normal (kiri)
Gambar 5b Pembekuan darah tidak normal (kanan)
Tahap 1 Pembuluh darah terluka dan mulai mengalami
perdarahan.
Tahap 2 Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat
aliran darah ke daerah yang luka.
Tahap 3 Trombosit melekat dan menyebar pada dinding
pembuluh darah yang rusak. Ini disebutadesi
trombosit. Trombosit yang menyebar melepaskan
zat yang mengaktifkan trombositlain didekatnya
sehingga akan menggumpal membentuk sumbat
trombosit pada tempatyang terluka. Ini disebut
agregasi trombosit.
Tahap 4 Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi
permukaan tempat terjadinya bekuandarah. Protein
pembekuan darah yang beredar dalam darah
11
diaktifkan pada permukaantrombosit membentuk
jaringan bekuan fibrin.
Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIII dan
Faktor Von Willebrand ) bekerjaseperti kartu domino, dalam reaksi
berantai. Ini disebut cascade.
Gambar 6a. kaskade koagulasi normal13
Gambar 6b. kaskade koagulasi hemophilia13
VWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan
darah.12,13
1. Pada tahap ke-3, seseorang dapat berkemungkinan tidak
memiliki cukup Faktor VonWillebrand (VWF) di dalam
darahnya atau faktor tersebut tidak berfungsi secara
normal.Akibatnya VWF tidak dapat bertindak sebagai
perekat untuk menyanggatrombosit disekitar daerah
pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Trombosit
tidak dapat melapisidinding pembuluh darah.
2. Pada tahap ke 4, VWF membawa Faktor VIII. Faktor
VIII adalah salah satu protein yangdibutuhkan untuk
membentuk jaringan yang kuat. Tanpa adanya faktor
VIII dalam dalamjumlah yang normal maka proses
pembekuan darah akan memakan waktu yang lebih
lama.Akibatnya VWF tidak dapat bertindak sebagai
12
perekat untuk menyangga trombosit disekitar daerah
pembuluh darah yang mengalami kerusakan.
b. Penyakit kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada
aterosklerosis, sirosis hepatis,diabetes melitus dapat menyebabkan
epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat,sering
kambuh dan prognosisnya tidak baik.9,10,11
1) Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari
140 mmHg dantekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg.
Epistaksis sering terjadi pada tekanan darahtinggi karena
kerapuhan pembuluh darah yang di sebabkan oleh penyakit
hipertensi yangkronis terjadilah kontraksi pembuluh darah terus
menerus yang mengakibatkan mudahpecahnya pembuluh darah
yang tipis.10,11
2) Arteriosklerosis
Pada arteriosklerosis terjadi kekakuan pembuluh darah. Jika
terjadi keadaan tekanan darahmeningkat, pembuluh darah tidak
bisa mengompensasi dengan vasodilatasi, menyebabkanrupture
dari pembuluh darah.11
3) Sirosis hepatis
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein
yang berkaitan dengankoagulasi darah, misalnya: membentuk
fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X danvitamin K.
Pada sirosis hepatis fungsi sintesis protein-protein dan vitamin
yang dibutuhkanuntuk pembekuan darah terganggu sehingga
mudah terjadinya perdarahan. Sehinggaepistaksis bisa terjadi
pada penderita sirosis hepatis.12
4) Diabetes mellitus
13
Terjadi peningkatan gula darah yang meyebabkan kerusakan
mikroangiopati danmakroangiopati. Kadar gula darah yang
tinggi dapat menyebabkan sel endotelial padapembuluh darah
mengambil glukosa lebih dari normal sehingga terbentuklah
lebih banyakglikoprotein pada permukaannya dan hal ini juga
menyebabkan basal membran semakinmenebal dan lemah.
Dinding pembuluh darah menjadi lebih tebal tapi lemah
sehinggamudah terjadi perdarahan. Sehingga epistaksis dapat
terjadi pada pasien diabetes mellitus.9,10
c. Infeksi akut (contoh : demam berdarah)
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks
antigen-antibodi selainmengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasisistem
koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebutakan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi
trombosit terjadi sebagai akibat dariperlekatan kompleks antigen-
antibodi pada membran trombosit mengakibatkanpengeluaran ADP
(adenosine diphosphat), sehingga trombosit melekat satu sama
iain. Halini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES
(reticulo endothelial system)sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaranplatelet
faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID =
koagulasiintravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan
FDP (fibrinogen degredationproduct) sehingga terjadi penurunan
faktor pembekuan. Oleh karena itu epistaksis seringterjadi pada
kasus demam berdarah.9,10,11
d. Gangguan hormonal
Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi
epistaksis,kadang-kadang beberapa wanita mengalami perdarahan
persisten dari hidungmenyertai fase menstruasi.Pada saat hamil
14
terjadi peningkatan estrogen dan progestron yang tinggi di
pembuluh darahyang menuju ke semua membran mukosa di tubuh
termasuk di hidung yang menyebabkanmukosa bengkak dan rapuh
dan akhirnya terjadinya epistaksis.10
e. Alkoholisme
Alkohol dapat menyebabkan sel darah merah menggumpal
sehingga menyebabkanterjadinya sumbatan pada pembuluh darah.
Hal ini menyebabkan terjadinya hipoksia dankematian sel. Selain
itu hal ini menyebabkan peningkatan tekanan intravascular yang
dapatmengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat
terjadi epistaksis.11
2.5 Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian
depan danbelakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung
tempat awal terjadinyaperdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak
mengeluarkan darah.Perdarahan dari bagian anterior kavum nasi biasanya
akibatmencungkil hidung, epistaksis idiopatik, rinitis anterior dan penyakit
infeksi. Sedangkan daribagian posterior atau media biasanya akibat
hipertensi, arteriosklerosis, fraktur atau tumor.Pada anamnesis harus
ditanyakan secara spesifik mengenai beratnyaperdarahan, frekuensi,
lamanya perdarahan, dan riwayat perdarahan hidungsebelumnya. Perlu
ditanyakan juga mengenai kelainan pada kepala dan leher yangberkaitan
dengan gejala-gejala yang terjadi pada hidung. Bila perlu, ditanyakan
jugamegenai kondisi kesehatan pasien secara umum yang berkaitan
dengan perdarahanmisalnya riwayat darah tinggi, arteriosklerosis,
koagulopati, riwayat perdarahan yangmemanjang setelah dilakukan
operasi kecil, riwayat penggunaan obat-obatan sepertikoumarin, NSAID,
aspirin, warfarin, heparin, ticlodipin, serta kebiasaan merokokdan minum-
minuman keras.
15
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah perlu diukur untuk
menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi dapat menyebabkan
epistaksis yang hebat dan sering berulang. Epistaksis seringkali sulit
dibedakan denganhemoptysis atau hematemesis untuk pemeriksaan yang
adekuat pasien harusditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang
memudahkan pemeriksa bekerja.Harus cukup sesuai untuk mengobservasi
atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.Dengan spekulum hidung dibuka
dan dengan alat pengisap dibersihkan semuakotoran dalam hidung baik
cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku;sesudah dibersihkan
semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempatdan
faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan,
dimasukkankapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan
pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin
1/1000 ke dalam hidung untukmenghilangkan rasa sakit dan membuat
vasokontriksi pembuluh darah sehinggaperdarahan dapat berhenti untuk
sementara. Sesudah 10-15 menit kapas dalam hidungdikeluarkan dan
dilakukan evaluasi.
Gambar 7. Obat-obat dan alat-alat yang diperlukan untuk tatalaksana epistaksis
16
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari
hidungyang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda
dengan pasiendengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya
adalah menghentikanperdarahan.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa:
1) Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke
posterior.Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral
hidung dankonkhainferior harus diperiksa dengan cermat.
2) Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada
pasien denganepistaksis berulang dan sekret hidung.
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI
Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma
atau infeksi.
2) Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan
penyakit lainnya
3) Skrining terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu
tromboplastin parsial,jumlah platelet dan waktu perdarahan.
2.6 Patofisiologi
Secara anatomi, perdarahan hidung berasal dari arteri karotis interna
yangmempercabangkan arteri etmoidalis anterior dan posterior, keduanya
menyuplaibagian superior hidung. Suplai vaskular hidung lainnya berasal dari
arteri karotiseksterna dan cabang-cabang utamanya. Arteri sfenopalatina
membawa darah untukseparuh bawah dinding hidung lateral dan bagian posterior
septum. Semua pembuluhdarah hidung ini saling berhubungan melalui beberapa
anastomosis. Suatu pleksusvaskular di sepanjang bagian anterior septum
17
kartilaginosa menggabungkan sebagiananastomosis ini dan dikenal sebagai little
area atau pleksus Kiesselbach. Karena cirivaskularnya dan kenyataan bahwa
daerah ini merupakan objek trauma fisik danlingkungan berulang maka
merupakan lokasi epistaksis yang tersering.
Semua pendarahan hidung disebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung
yangmengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai
luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan.
Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang
sukarditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari
bagian anterior danposterior.12
1. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan
anastomosis dari beberapa pembuluh darah di septum bagian anterior tepat
di ujung posterosuperior vestibulum nasi dan merupakan sumber
perdarahanyang paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari
arteri ethmoid anterior.Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan
dapat dikendalikan dengan tindakansederhana.9,11,12
Gambar 8. Epistaksis anterior 12
2. Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid
posterior.Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri,
sehingga dapat menyebabkananemia, hipovolemi dan syok. Sering
ditemukan pada pasien dengan penyakitkardiovaskular.Thornton (2005)
melaporkan 81% epistaksis posterior berasal daridinding nasal lateral.9,11,12
18
Gambar 9. Epistaksis posterior 12
2.7 Penatalaksanaan
Hal yang senantiasa untuk diperhatikan adalah airway, breathing dan
circulation daripenderita.Prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu
memperbaiki keadaan umum,menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi
dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalauada syok, perbaiki dulu keadaan
umum pasien.Hal yang perlu pula diperhatikan adalah posisi penderita agar
senyaman mungkin,duduk tegak untuk memudahkan pemeriksaan.
Tujuan pengobatan epistaksis adalah:
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah berulangnya epistaksis
Hal-hal yang penting adalah :
1. Riwayat perdarahan sebelumnya.
2. Lokasi perdarahan.
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau
keluardari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya
5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
6. Hipertensi
19
7. Diabetes melitus
8. Penyakit hati
9. Gangguan koagulasi
10. Trauma hidung yang belum lama
11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon
Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan
akutatau tidak.
1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk
kecualibila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
2. Menghentikan perdarahan
Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan,perdarahan
dapat dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan,kemudian
cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit.
Tentukan sumber perdarahan dengan memasangtampon anterior
yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau pantocain
2% dimasukkan ke dalam rongga hidung, untuk menghentikanperdarahan
dan mengurangi rasa nyeri pada waktu tindakan-tindakan selanjutnya.
Tampon inidibiarkan selama 3-5 menit. Dengan cara ini dapatlah
ditentukan apakan sumber perdarahanletaknya di bagian anterior atau di
bagian posterior. Diperlukan juga bantuan alat penghisap untuk
membersihkan bekuan darah.
a. Perdarahan anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari septum bagian depan
(pleksus Kisselbach).Gulungan kapas yang telah dibasahi dengan
anestetik lokal dan dekongestan lalu dimasukkandengan hati-hati
20
ke dalam hidung. Bila perdarahan tidak berhenti, pemasangan
tampondiulangi, dan bila sumbernya telah terlihat, tempat asal
perdarahan dikaustik dengan larutanNitras Argenti 20-30%, atau
dengan Asam Triklorasetat 10%, atau dapat juga
denganelektrokauter.
Gambar 10. kauterisasi sumber perdarahan 6
Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung,
diperlukanpemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain
kasaberukuran 72 x 1/2 inci yang diberi vaselin(boorzalf)yang
dicampur betadin atau zat antibiotika. Pemakaian vaselin pada
tampon berguna agar tampon tidak melekat, untukmenghindari
berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut.Tampon
dimasukkan melaluinares anterior dan disusun dari dasar hingga
atap hidung dan meluas hingga ke seluruh panjangrongga hidung
hingga tampon dapat menekan tempat asal perdarahan.Dapat juga
dipakai tampon rol yangdibuat dari kasa sehingga menyerupai pita
dengan lebar kurang ½ cm, diletakkanberlapis-lapis mulai dari
dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang
harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan
selama1-2 hari, kadang 3-4 hari.
21
Gambar 11. Tampon anterior
b. Perdarahan Posterior
i. Tampon Bellocq
Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon
posterior atau tamponBellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran
lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3buah benang, 2 buah
pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya.
Tamponharus menutup koana (nares posterior)
Untuk memasang tampon Bellocq:
- Dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai
tampak di orofaring dankemudian ditarik ke luar melalui
mulut.
- Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang
terdapat pada satu sisitampon Bellocq dan kemudian kateter
ditarik keluar hidung.
- Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik,
sedang jari telunjuktangan yang lain membantu mendorong
tampon ini ke arah nasofaring.
- Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan
pemasangan tampon anterior,kemudian diikat pada sebuah
kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidungsehingga
tampon posterior terfiksasi.
- Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq
dikeluarkan melalui mulut (tidakboleh terlalu kencang
22
ditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini berguna
untukmenarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari.
Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat.
Gambar 12. Tampon Bellocq
ii. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter
Foley denganbalon. Balon diletakkan di nasofaring dan
dikembangkan dengan air.Teknik sama dengan pemasangan
tampon Bellocq.
Gambar 13. Balon intranasal untuk mengontrol epistaksis
23
iii. Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-
obat hemostatik. Akantetapi ada yang berpendapat obat-
obat ini sedikit sekali manfaatnya.
iv. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang
yang tidak dapat diatasidengan pemasangan tampon
posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumahsakit.
3. Medikamentosa
Selama pemasangan tampon (3-4 hari), kenyamanan pasien akan
terganggu dan untuk ituperlu pemberian sedatif dan analgesik untuk
mengontrol rasa nyeri.Pertimbangan untuk pemberian antibiotik broad
spektrum adalah untuk mencegahterjadinya komplikasi akibat kuman
patogen selama pemasangan tampon.
2.8 Pencegahan
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
epistaksis antara lain : 9
1. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat
dibeli, pada kedualubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk
membuat tetes larutan ini dapat mencampur 1sendok teh garam ke dalam
secangkir gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampaihangat
kuku.
2. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.
3. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan
masukkan cottonbud melebihi 0,5 – 0,6cm ke dalam hidung.
4. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.
5. Bersin melalui mulut.
6. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.
7. Batasi penggunaan obat – obatan yang dapat meningkatkan perdarahan
seperti aspirin atauibuprofen.
24
8. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi
biasa.
9. Berhenti merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan
menyebabkaniritasi.
2.9 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis atau
sebagaiakibat dari penanganan yang kita lakukan. Akibat dari epistaksis yang
hebab dapatterjadi syok dan anemia. Turunnya tekanan darah yang mendadak
dapat menimbulkaniskemi cerebri, insufisiensi koroner dan infarkmiocard, hal-hal
inilah yangmenyebabkan kematian. Bila terjadi hal seperti ini maka penatalaksaan
terhadap syokharus segera dilakukan.
Penelitian menunjukkan bahwa sumbatan jalan napas lengkap pada
individu tertentumengarah pada peningkatan PCO¬2 dan penurunan PO2.
Kombinasi keduanya pada pasiendengan riwayat paru atau jantung dapat
menimbulkan komplikasi bermakna, misalnya IMA dangangguan pembuluh darah
otak.
Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena
ostiumsinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah
mengalir secararetrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia. Akibat
pemasangan tamponposterior dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta
laserasi palatum mole dansudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui mulut
terlalu kencang ditarik.
25
BAB III
KESIMPULAN
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang merupakan suatu
gejala dan bukan suat penyakit, yangdisebabkan oleh adanya suatu kondisi
kelainan atau keadaan tertentu dan dapat berlangsung ringansampai serius dan bila
tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Pada umumnyaterdapat dua sumber
perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior.Epistaksis anterior
dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalisanterior.
Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina danarteri
ethmoid posterior.
Pada anamnesis harus ditanyakan mengenai mengenai beratnyaperdarahan,
frekuensi, lamanya perdarahan, dan riwayat perdarahan hidungsebelumnya,
keluhan mengenai kelainan pada kepala dan leher yangberkaitan dengan gejala-
gejala yang terjadi pada hidung, riwayat penyakit lain seperti hipertensi, kelainan
perdarahan, dan riwayat pengobatan.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah, rinoskopi
anterior dan rinoskopi posterior untuk mengetahui lokasi perdarahan dan
penyebab perdarahan.
Pendarahan ini dapat berhenti sendiri atau sampai harus segera
diberipertolongan. Pada kasus yang berat, pertolongan harus dilakukan di rumah
sakitdengan orang yang yang berkompetensi pada bidang ini.Penentuan asal
pendarahan pada kasus epistaksis sangat penting karenaberkaitan dengan cara
penatalaksanaannya. Untuk menghentikan pendarahan inidapat dilakukan tampon
anterior, kauterisasi dan tampon posterior.
Komplikasi pada pemasangan tampon anterior adalah sinusitis, air
mataberdarah dan septikemia. Sedangakan komplikasi pada pemasangan tampon
posterioradalah otitis media, haemotympanum, laserasi palatum molle dan sudut
26
bibir. Apabilaterjadi perdarahan aktif pada saat perdarahan pada saat pemasangan
tampon posteriormaka dilakukan ligasi arteri
DAFTAR PUSTAKA
1. Iskandar M : Teknik Penatalaksanaan Epistaksis. In: Cermin DuniaKedokteran No. 132, 2001. pp. 43-46
2. Corry JK, Timothy C. Management of Epistaxis, 2005.In: (http://www.aafp.org/afp/20050115/contents.html / Diakses pada 2 Februari 2013)
3. Nguyen Q. Epistaxis, 2005. In : (http://www.emedicine.com/ent/NASAL_AND_SINUS_DISEASES.html / Diakses pada 2 Februari 2013)
4. Elsie K, Vincent I, Nolan J. Epistaksis,Vaskular Anatomy, Origins andEndovaskular Treatment, 1999. In : ( http://www.ajonline.org/cgi/contents.html / Diakses pada 2 Februari 2013)
5. Nuty WN, Endang M. Epistaksis. In: Soepardi EA, Iskandar N (eds). Bukuajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. 5th Ed. Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2001.pp.125-29.
6. American Family Physician® > Vol. 71/No. 2 (January 15, 2005) (http://www.aafp.org/afp/20050115/contents.html / Diakses pada 2 Februari 2013)
7. Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi Keenam,Philadelphia : WB Saunders, 1989. Editor Effendi H. Cetakan III. Jakarta, PenerbitEGC,1997.
8. Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi Keempat, Jakarta FKUI, 2000; 91, 127-31.
9. Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine [serial online] 2009 feb 19[cited 2009 feb 28] ( http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784/ Diakses pada 2 Februari 2013)
10. Suryowati E. 2009. Epistaksis. Medical Study Club FKUII (http://fkuii.org/tikidownload_wiki_attachment.php?attId=2175&page=LEM%20FK%20UII / Diakses pada 2 Februari 2013)
11. Evans JA. 2007. Epistaxis: Treatment & Medication. eMedicines Specialities (http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment / Diakses pada 3 Februari 2013)
12. Anias CR. 2009 Epistaxis. Otorrhinolaryngology [serial online] (http://www.medstudents.com.br/otor/otor3.htm / Diakses pada 3 Februari 2013)
13. Freeman R. 2007. Nosebleed. Health Information Home [serial online] (http://my.clevelandclinic.org/disorders/Nosebleed/hic_Nosebleed_Epistaxis.aspx / Diakses pada 3 Februari 2013)
27