Kasus Epistaksis

35
SEMINAR 3 LAKI-LAKI, 45 TAHUN, DATANG DENGAN KELUHAN KELUAR DARAH DARI HIDUNG KELOMPOK 9 1) 03008200 RARA AMOURRA A. 2) 03008205 RIA EVASARI PRATIWI 3) 03008206 RICKSANDO SIREGAR 4) 03008210 RIRIN APRILYA A. 5) 03008215 SADDAM HAYKAL 6) 03008216 SANTRI DWIZAMZAMI F 7) 03008220 SELVI ANNISA 8) 03008222 SHABRINA HERDIANA P. 9) 03008227 SILMINATI NUR S. 10) 03008228 SODIQA AKSIANI 11) 03008234 SUCI D PUTRI 12) 03008239 THREESIA 13) 03008240 TIARA RAHMAWATI 14) 03008303 SITI NASIRAH 15) 03008304 SITI AZLIZA 1

description

Modul MKK

Transcript of Kasus Epistaksis

Page 1: Kasus Epistaksis

SEMINAR 3

LAKI-LAKI, 45 TAHUN, DATANG DENGAN KELUHAN

KELUAR DARAH DARI HIDUNG

KELOMPOK 9

1) 03008200 RARA AMOURRA A.

2) 03008205 RIA EVASARI PRATIWI

3) 03008206 RICKSANDO SIREGAR

4) 03008210 RIRIN APRILYA A.

5) 03008215 SADDAM HAYKAL

6) 03008216 SANTRI DWIZAMZAMI F

7) 03008220 SELVI ANNISA

8) 03008222 SHABRINA HERDIANA P.

9) 03008227 SILMINATI NUR S.

10) 03008228 SODIQA AKSIANI

11) 03008234 SUCI D PUTRI

12) 03008239 THREESIA

13) 03008240 TIARA RAHMAWATI

14) 03008303 SITI NASIRAH

15) 03008304 SITI AZLIZA

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

6 Januari 2011

1

Page 2: Kasus Epistaksis

BAB 1

PENDAHULUAN

Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak

kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 tahun dan

>50 tahun. Perdarahan hidung adalah masalah yang sangat umum ditemukan dan sudah

selayaknya seorang dokter atau perawat harus mampu mengatasinya.Perdarahan hidung

seringkali dapat menjadi berat, berubah menjadi kasus gawat darurat dan memerlukan tindakan

segera. Perdarahan melalui hidung dapat berasal dari rongga hidung, sinus paranasal atau

nasofaring. Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus

epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari

pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui

cabang A.sfenopalatina atau A.ethmoidhalis posterior. Perlu diingatkan epistaksis adalah gejala

dan bukan penyakit. (4)

2

Page 3: Kasus Epistaksis

BAB II

LAPORAN KASUS

Sesi I

Lembar 1.

Bapak Ahmad, 45 tahun eksekutif suatu bank, datang ke tempat praktek anda dengan keadaan

yang lemah, masih bisa duduk, dengan handuk kecil menutupi hidungnya yang sudah penuh

darah.

Sebagai dokter keluarga yang belum begitu mengenal pasien tersebut, apa tindakan dan rencana

anda selanjutnya.

Lembar 2.

Setelah mendapat kesan bahwa fungsi vital penderita masih baik, anda menghentikan perdarahan

kemudian melanjutkan dengan anamnesis.

Perdarahan hidung baru dialami pertama kali, setelah melakukan olahraga senam, kira-kira mulai

± ½ jam yang lalu, jumlahnya kira-kira ¾ gelas minum. Keluar darah intermiten dan tidak

berhenti dengan pencet hidung dan kompres es.

Sebelumnya penderita sudah sering mengeluh pusing kepala. Tidak pernah sakit berat sampai

dirawat, tidak pernah mengalami trauma kepala.

3

Page 4: Kasus Epistaksis

BAB III

PEMBAHASAN

Anamnesa

Identitas

Nama : Bpk. Ahmad

Umur : 45 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Eksekutif bank

Alamat : -

Keluhan utama : keluar darah dari hidung.

Keluhan tambahan : mengeluh sering pusing kepala.

Riwayat Penyakit Sekarang : Perdarahan hidung baru dialami pertama kali, setelah

melakukan olahraga senam, kira-kira mulai ± ½ jam yang

lalu, jumlahnya kira-kira ¾ gelas minum. Keluar darah

intermitten dan tidak berhenti dengan pencet hidung dan

kompres es.

Riwayat Penyakit Sebelumnya : Sebelumnya penderita sudah sering mengeluh pusing

kepala. Tidak pernah sakit berat sampai dirawat, tidak

pernah mengalami trauma kepala.

4

Page 5: Kasus Epistaksis

Penatalaksanaan segera :

Tindakan pertama yang kita harus lakukan sebagai dokter keluarga adalah memeriksa

keadaan umum pasien dan tanda vitalnya. Keadaan umum pasien didapatkan lemah tapi masih

bisa duduk. Pasien yang lemah menunjukkan telah banyak kehilangan darah dan jumlah darah

diperkirakan ¾ gelas minum. Dikesan fungsi vital pasien masih baik.

Posisi pasien dalam keadaan duduk condong ke depan agar darah tidak mengalir masuk

ke saluran napas bawah ataupun saluran pencernaan.

Tindakan selanjutnya adalah menghentikan perdarahan hidung pada pasien. Sisi dalam

hidung di eksplorasi dengan spekulum, hidung dibuka. Dibersihkan semua kotoran dalam hidung

baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku dengan menggunakan alat pengisap.

Oleh kerana pasien telah melakukan penekanan daerah vestibulum nasi dan kompres es tetapi

tidak berhasil maka dipasang tampon sementara yaitu kapas yang telah dibasahi dengan

adrenalin 1/5000 – 1/10.000 dan pantocain atau lidocain 2% dimasukkan ke dalam rongga

hidung untuk menghentikan perdarahan mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan

selanjutnya. Tampon itu dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi vasokontriksi dapat dilihat

apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior hidung. (4)

Kemudian dilanjutkan dengan anamnesis:

Pada anamnesis perlu ditanyakan

– Apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya sudah pernah?

– Jika telah berulang, kapan terakhir terjadinya?

– Jumlah perdarahan? Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan panik dan

cenderung mengatakan bahwa darah yang keluar adalah banyak. Tanyakan apakah darah

yang keluar kira-kira satu sendok atau satu cangkir?

– Lama perdarahan dan frekuensi perdarahan?

– Apakah satu sisi yang sama atau keduanya?

5

Page 6: Kasus Epistaksis

– Apakah disertai demam, flu dll?

– Apakah ada trauma, infeksi sinus, operasi hidung atau sinus.?

– Apakah ada hipertensi.?

– Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis;

– Apakah sering mengkonsumsi obat-obatan seperti aspirin atau obat-obat antikoagulansia.?

SUMBER PERDARAHAN

Melihat dari kesukaran penghentian perdarahan dan lamanya perdarahan yang terjadi yaitu

selama 30 menit dan jumlah darah yang diperkirakan ¾ gelas minum diperkirakan sumber

perdarahan berasal dari bagian posterior. Asal perdarahan pada epistaksis dibagi menjadi dua

yaitu dari bagian anterior dan posterior.

Epistaksis anterior Epistaksis posterior

Berasal dari pleksus Kisselbach atau dari arteri

etmoidalis anterior

Berasal dari arteri etmoidalis posterior atau

arteri sfenopalatina.

Perdarahan lebih sedikit Perdarahan lebih banyak, hebat

Perdarahan mudah berhenti atau dapat berhenti

sendiri

Perdarahan sukar berhenti

Sering pada anak Sering pada pasien hipertensi, arteriosklerosis,

atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler

Etiologi yang mungkin pada pasien :

Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik. (4)

Etiologi lokal

1. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung

6

Page 7: Kasus Epistaksis

2. Tumor baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor

pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma

nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.

Etiologi sistemik

1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler- seperti arteriosklerosis. Hipertensi yan disertai

atau anpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70

lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baik,

2. Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.

3. Pada pasien dengan pengobatan antikoagulansia.

Pemeriksaan anjuran

Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk mengetahui adanya anemia. masa perdarahan,

hitung trombosit dilakukan jika diduga ada kelainan perdarahan.

Pada keadaan tertentu mungkin perlu pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.

Pemeriksaan lemak darah bila diduga arteriosclerosis.

Pemeriksaan gula darah.

Pemeriksaan radiologik hidung dan sinus paranasal serta nasofaring dapat dilakukan

setelah keadaan akut diatasi.

CT-scan- merupakan modalitas terbaik untuk mencari adanya suatu keganasan.

EKG

Jika perlu pasien dapat dikonsul ke dokter spesialis penyakit dalam untuk mencari dan

mengobati penyebab sistemik.

7

Page 8: Kasus Epistaksis

Sesi II

Lembar 1

Pada pemeriksaan fisik didapat :

Status Generalis :

KU : lemah,masih bisa duduk

Kesadaran : CM

Suhu : 37 0C Normal

Tekanan darah: 160/90 mmHg Hipertensi stage II klasifikasi JNC 7 (5)

Bunyi jantung : Murni Normal

Paru –paru : sonor, vesikuler Normal

Hepar dan lien : tidak teraba Normal

Ekstrimitas : hangat menunjukkan belum terjadi shock hipovolemik

Status Lokalis

Telinga : ADS ; LT lapang, MT intak mengkilat Normal

Hidung : pada waktu menghentikan perdarahan terlihat asal perdarahan dari

bagian belakang hidung, berdenyut. Sudah ada usaha untuk menghentikan perdarahan

dengan tampon hidung.

Tenggorok : tonsil T1/T1 tenang, faring tenang. Normal

Ada darah yang mengalir ke belakang. pasien diposisikan duduk tegak agar BP vena

berkurang sehingga dapat membantu mengurani perdarahan dan duduk condong kedepan

agar darah tidak mengalir ke belakang.

8

Page 9: Kasus Epistaksis

Lembar 2

Pemeriksaan Lab :

HB : 12 g % Menurun ( N : 14-18g%)

Leukosit : 7000/ ml Normal (N: 5000-10.000/ml)

Erythrosit : 4,5 juta / ml Normal

Jumlah trombosit : 260.000 / ml Normal (N: 150-400.000/ml)

Bleeding time : 2’ Normal (N :1’-9’).

(Menunjukkan fungsi trombosit normal )

Clotting time : 6’ Normal ( N : 5’-15’)

PTT : 13’ Sangat Memanjang (N : 22”-37”)

(menunjukkan adanya hambatan atau defisiensi dari salah satu faktor koagulasi: XII,XI, IX,VIII,X,V,II,fibrinogen. Penyebab kelainan yang paling sering yaitu hemophilia,Christmas disease. (3)

Cholesterol : 260 mg/dl meningkat

Triglyserid :220 mg/dl meningkat

HDL : 33 mg/dl Menurun ( N : 35-56 mg/dl)

LDL : 145 mg/dl Normal (N < 150 mg/dl)

SGPT : 28 μ / L Normal (N < 30 μ /L)

SGOT : 31 μ /L Meningkat (N < 25 μ /L)

Ureum : 24 m g/dl Normal

Kreatinin : 1,0 mg/dl Normal ( N: 0.7- 1.5 mg/dl)

Asam urat : 5 mg/dl Normal

Gula darah sewaktu : 135 mg% Normal

9

Page 10: Kasus Epistaksis

Foto sinus paranasal

– Konka tidak membesar

– Septum lurus menyingkirkan epistaksis dengan etiologi deviasi septum nasi

– Semua sinus paranasal cerah menyingkirkan etiologi infeksi lokal (sinusitis)

– Terpasang tampon dikedua lobang hidung dan choana tampon anterior dan

posterior

DIAGNOSIS KERJA

Epistaksis posterior et.causa Hipertensi dan Arteriosklerosis.

Diagnosa ini dapat ditegakkan karena dapat dilihat sumber perdarahan berasal dr

posterior, perdarahan masif dan berdenyut yang menunjukkan berasal dari pembuluh darah

arteri(2). Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan tekanan darah yang tinggi yang

dapat digolongkan sebagai hipertensi stage II menurut klasifikasi JNC7, sedangkan untuk hasil

pemeriksaan fisik status generalis dan lokalis lainnya tidak menunjukkan adanya kelainan.

Ditunjang dengan hasil pemeriksaan Laboratorium dimana pemeriksaan lemak darah dapat

menunjukkan adanya kemungkinan arteriosklerosis. Hasil PTT yang memanjang biasanya terjadi

pada penderita hemofilia sehingga perdarahan yang terjadi sukar untuk berhenti.

Selanjutnya pasien ini dapat dikonsul/ dikirim ke RS dengan alasan epistaksis berat, dimana telah

berlangsung > 20 menit, multiple medical problems dan kemungkinan pemakaian

antikoagulan(pasien mengeluh sering sakit kepala ) sehingga pasien perlu dirawat.

PENATALAKSANAAN LANJUT

Non-Medikamentosa:

- Edukasi pasien agar menjaga pola hidup dengan cara melakukan aktivitas ringan

- Menjaga pola makan dengan makanan yang sehat dan bergizi

10

Page 11: Kasus Epistaksis

- Edukasi terhadap pasien bila terjadi epistaksis yang berulang:

i. Duduk tegak condong sedikit ke depan dan bernapas melalui mulut

ii. Pencet hidung selama 5 menit

iii. Dengan tangan lainnya, kompres hidung dengan es

iv. Setelah 5 menit, lepaskan pencetan tersebut sementara ice pack tetap

dipertahankan sampai 10-15 menit

v. Kalau masih berdarah ulangi pencetan tersebut sampai 10 menit

vi. Kalau masih berdarah panggil dokter anda

Medikamentosa

- Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi

- Infus atau transfusi darah bila terjadi syok

- Untuk menangani hipertensi dan atersklerosis pasien dirujuk ke bagian Internist.

KOMPLIKASI(1)

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai akibat dari usaha

penanggulanan epistaksis.

Akibat dari perdarahan yang hebat :

o aspirasi darah kedalam saluran napas bawah

o syok

o anemia, dan gagal ginjal

11

Page 12: Kasus Epistaksis

o turunnya tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemi

serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan

kematian.

dalam hal ini pemberian infus atau transfusi darah harus dilakukan secepatnya

Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberikan

antibiotik

Pemasangan tampon dapat menyebabkan rino-sinusitis, otitis media, septikemia, atau toxic

shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap pemasangan

tamponhidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut

dipasang tampon baru.

Dapat terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba Eustachius, dan

air mata berdarah (bloody tears), akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui duktus

nasolakrimalis.

Pemasangan tampon posterior (tampon belloq) dapat menyebabkan laserasi palatum mole

atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan dipipi. Kateter

balon atau tampon balon tidak boleg dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan

nekrosis mukosa hidung dan septum.

PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Ad sanationam : dubia

Prognosis epistaksis umumnya baik, untuk kasus-kasus yang tanpa komplikasi (epistaksis

anterior). Untuk kasus epistaksis posterior pun setelah ditangani dengan adekuat prognosisnya

tetap baik.

12

Page 13: Kasus Epistaksis

Namun pada kasus ini, karena etiologinya adalah hipertensi dan arteriosklerosis maka agar

prognosisnya tetap baik, perlu dilakukan kontrol yang ketat terhadap tekanan darahnya, dan juga

harus menhindari pemakaian obat antikoagulan (aspirin karena pasien mengeluh sering sakit

kepala) yang tidak terkontrol, sehingga perjalanan penyakit Bapak Ahmad belum bisa

ditentukan.

13

Page 14: Kasus Epistaksis

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

EPISTAKSIS

Definisi

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung, merupakan suatu keluhan atau tanda, bukan

penyakit. (4)

Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau penyakit umum. Penting

sekali mencari asal perdarahan dan menghentikannya, di samping perlu juga menemukan dan

mengobati sebabnya.Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan mungkin hampir 90% dapat

berhenti dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh

pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya.Epistaksis berat, walaupu jarang dijumpai, dapat

mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.

.

Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior.

Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalis anterior.

Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid

posterior.

Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga sedikit. Penderita

selalu ketakutan sehingga merasa perlu memanggil dokter.Sebagian besar darah keluar atau

dimuntahkan kembali

Vaskularisasi hidung

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan karotis interna.

Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui :

14

Page 15: Kasus Epistaksis

1) Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen

sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral

hidung.

2) Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui

kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi.

Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan

posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral superior.

Atas

a.karotis interna

a.oftalmikus

a.etmoidalis anterior a.etmoidalis posterior

Bawah

a.karotis eksterna

a.maksilaris interna

a.sfenopalatina a.palatina mayor

15

Page 16: Kasus Epistaksis

Etiologi

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas

disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan local pada hidung atau

kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah,

infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti penyakit

kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir, kelainan hormonal

dan kelainan kongenital. (1)

1. Trauma. Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,

benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma

yag lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Selain itu juga bias

terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan.

Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan dapat

terjadi di spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila konka itu

sedang mengalami pembengkakan

2. Kelainan pembuluh darah (lokal). Sering congenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis,

jaringan ikat dan sel-selnya lebih sedikit

16

Page 17: Kasus Epistaksis

3. Infeksi Lokal. Epistaksis bias terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti

rhinitis atau sinusitis. Bias juga pada infeksi spesifik seperti rhinitis jamur, tuberculosis,

lupus, sifilis atau lepra.

4. Tumor. Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih sering

terjadi pada angiofibroma, dapat menyebabkan episktaksis berat.

5. Penyakit kardiovaskuler. Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi

pada arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis atau diabetes mellitus dapat

menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang terjadi pada penyakit hipertensi seringkali hebat

dan dapat berakibat fatal.

6. Kelainan darah. Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukemia,

trombositopenia, bermacam-macam anemia, serta hemophilia.

7. Kelainan congenital. Yang sering menyebabkan epistaksis adalah teleangiektasis

hemoragik herediter atau (hereditary hemorrhagic teleangiectasis Osler-Rendu-Weber

disease) juga sering terjadi pada Von Willenbrand disease.

8. Infeksi sistemik. Yang sering ialah demam berdarah (dengue hemorrhagic fever).Demam

tifoid, influenza, dan morbili juga dapat disertai epistaksis.

9. Perubahan udara atau tekanan atmosfir. Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang

berada di tempat yang cuacanya sangat dingin atau kering. Hal serupa jugab bisa

disebabkan adanya zat-zat kimia di tempat industry yang menyebabkan keringnya

mukosa hidung.

10. Gangguan hormonal. Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause

karena pengaruh perubahan hormonal.

Patofisiologi

Fragility / injury yang menyebabkan robeknya mukosa hidung. Adanya inflamasi atau pada

masalah koagulasi menambah susah penyembuhan.

17

Page 18: Kasus Epistaksis

1. udara yang panas dan kering, terutama pada musim dingin dengan penggunaan heater.

– Kulit kering mudah pecah

– Penggantian musim kulit belum beradaptasi

2. septum deviasi aliran udara tidak seimbang, salah satu sisi menjadi kering dan terjadi

lesi

3. flu dan alergi inflamasi vasa melebar, mudah terjadi lesi

4. kontak dengan bahan kimia yang iritatif asap rokok

– sulfuric acid

– ammonia

– bensin,dll.

5. kondisi medik :

– gagal ginjal

– trombositopenia

– hipertensi pembuluh darah yang kecil dihidung tidak dapat menahan tekanan

darah yang tinggi sehingga terjadi perdarahan

– penyakit perdarahan kongenital (hemofilia)

6. alkohol mempengaruhi aktifitas platelet dan membuat dilatasi pembuluh darah

7. medikamentosa penggunaan antikoagulan

Penatalaksanaan

18

Page 19: Kasus Epistaksis

Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. (4)

Hal-hal yang penting adalah :

1. Riwayat perdarahan sebelumnya.

2. Lokasi perdarahan.

3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung

depan (anterior) bila pasien duduk tegak.

4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya

5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

6. Hipertensi, Diabetes melitus

7. Penyakit hati

8. Gangguan koagulasi

9. Trauma hidung yang belum lama

10. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon

Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan akut atau tidak.(4)

Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila

penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan

cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum

selama beberapa menit.

Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi

dengan adrenalin dan pantokain/lidokain, serta bantuan alat penghisap untuk

membersihkan bekuan darah.

Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan

kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan

elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu. Bila dengan

kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon

anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat

antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai

pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke

puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan

dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.

19

Page 20: Kasus Epistaksis

Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq,

dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2

buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana

(nares posterior)

Teknik Pemasangan

Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung sehingga tampon posterior terfiksasi. Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut (tidak boleh terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat

KESIMPULAN(4)

Epistaksis (perdarahan dari hidung) bisa ringan sampai berat yang berakibat fatal.

Perdarahan bisa berhenti sendiri sampai harus segeraditolong.

Pada epistaksis berat harus ditolong di rumah sakit olehdokter.

Tindakan yang dilakukan pada epistaksis adalah dengan:

o Memencet hidung

o Pemasangan tampon anterior dan posterior

o Kauterisasi

o Ligasi (pengikatan pembuluh darah)

20

Page 21: Kasus Epistaksis

Klasifikasi hipertensi

Kriteria JNC7 (usia 18 tahun ke atas)

SBP = systolic blood pressure DBP = diastolic blood pressure.

Kriteria di atas berdasarkan rata-rata 2 atau lebih pengukuran tekanan darah pada posisi duduk,

pada 2 atau lebih kunjungan ke dokter

21

Page 22: Kasus Epistaksis

BAB V

KESIMPULAN

Bapak Ahmad mengalami epistaksis posterior dengan perdarahan yang masif yang

disebabkan oleh hipertensi yang dideritanya juga arteriosklerosis dan kemungkinan pemakaian

obat antikoagulansia dan penyakit kelainan perdarahan (hemofilia) yang memperburuk keadaan

perdarahannya sehingga sukar berhenti. Pada pasien ini telah dilakukan penatalaksanaan segera

dengan pemasangan tampon anterior dan posterior untuk perdarahannya.

Perjalanan penyakit pasien belum dapat dipastikan oleh karena adanya kemungkinan

epistaksis berulang. Oleh karena itu harus dilakukan pengontrolan ketat terhadap tekanan darah

dan arteriosklerosisnya, pasien dapat di rujuk kepada bagian penyakit dalam.

22

Page 23: Kasus Epistaksis

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007. Buku Ajar Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher ed keenam. Jakarta: FKUI.

2. Adams, Boeis, Higler. 1997. Buku Ajar Penyakit THT ed keenam. Jakarta: EGC.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Siti S. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam ed keempat-jilid II. Jakarta: FKUI

4. Ichsan M. Penatalaksanaan Epistaksis. Aceh: FK Universitas Syah Kuala. 2001.

Available at: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_PenatalaksanaanEpistaksis.pdf/

15_PenatalaksanaanEpistaksis.html. Accessed on: January 5th,2011

5. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR. The Seventh Report of the Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure:

the JNC 7 report JAMA. 2003 May 21;289(19):2560-72.

23