DSS

52
LAPORAN KASUS UJIAN INFEKSI I.a. IDENTITAS KASUS Nama : An. M Umur saat dijadikan kasus : 5 tahun 6 bulan (Tanggal lahir : 22 Januari 2005) Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Pule, Pakel, Andong Boyolali Masuk Rumah Sakit : 15 Juli 2010 Mulai dijadikan kasus : 15 Juli 2010 Nomor rekam medis : 01018801 I.b. IDENTITAS ORANGTUA PENDERITA Ayah Ibu Nama A S Umur 40 tahun 34 tahun Pendidikan SMA SMP Pekerjaan Wiraswasta Ibu rumah tangga Suku / Agama Jawa / Islam Jawa / Islam 1 Nama PPDS : Priyo Budi S Nomor Mahasiswa : S5909004 Hari/Tanggal Presentasi : Selasa, 27 Juli 2010

description

dss

Transcript of DSS

LAPORAN KASUS UJIAN INFEKSI

LAPORAN KASUS UJIAN INFEKSI

I.a. IDENTITAS KASUS

Nama

: An. M

Umur saat dijadikan kasus: 5 tahun 6 bulan

(Tanggal lahir : 22 Januari 2005)

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Pule, Pakel, Andong

Boyolali

Masuk Rumah Sakit

: 15 Juli 2010

Mulai dijadikan kasus

: 15 Juli 2010

Nomor rekam medis

: 01018801I.b. IDENTITAS ORANGTUA PENDERITA

Ayah

Ibu

Nama

A

S

Umur

40 tahun

34 tahun

Pendidikan

SMA

SMP

Pekerjaan

Wiraswasta

Ibu rumah tangga

Suku / Agama

Jawa / Islam

Jawa / Islam

II. DATA SUBYEKTIF

Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita.a. Keluhan utama : Panas ( rujukan dari puskesmas dengan tersangka DBD )

Seorang anak perempuan berumur 5 tahun dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta sejak tanggal 15 Juli 2010 dengan keluhan utama panas. Tanggal 10 Juli 2010 pukul 17.00, lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh panas tinggi terus menerus. Tidak didapatkan batuk, pilek, nyeri sendi, nyeri telan, nyeri perut, maupun nyeri telinga. Pasien mengeluh nyeri kepala dan nafsu makan menurun. Tidak ada mimisan, gusi berdarah, bintik merah pada kulit, BAB warna hitam. BAK tidak nyeri warna kuning jernih. Kemudian dibawa ke bidan desa dan diberi obat penurun panas. Panas turun setelah diberi obat penurun panas tetapi kemudian naik lagi.Sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri perut sebelah kanan atas terutama bila ditekan, dan muntah 2-3 kali per hari sebanyak seperempat gelas aqua setiap muntah berisi air dan makanan. Pasien masih panas, lesu, nyeri kepala, serta nafsu makan menurun. Pasien dibawa berobat ke puskesmas dan mendapat sirup turun panas serta obat puyer.Empat jam sebelum masuk rumah sakit pasien dibawa berobat lagi ke puskesmas karena keadaan belum membaik, tampak lemah, kaki dan tangan teraba dingin, keringat dingin, sudah tidak panas, muntah satu kali sebanyak seperempat gelas aqua berisi makanan dan air, nyeri perut pada bagian kanan atas masih dirasakan, dan mengeluh nyeri kepala. BAB terakhir 1 hari sebelum masuk rumah sakit, BAK sedikit dan berwarna kuning pekat. Kemudian pasien dirujuk ke RSDM dengan diagnosa tersangka demam berdarah dengue.b. Riwayat penyakit dan pengobatan

Riwayat pengobatan setelah dirawat di IGD

c. Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama. Riwayat alergi disangkal. Riwayat batuk dan pilek yang sembuh dengan berobat ke puskesmas.. d. Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan

Keluarga dan tetangga lingkungan terdekat ada yang menderita penyakit seperti pasien. e. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Riwayat kehamilan ibu

Pasien merupakan anak yang diinginkan oleh kedua orang tuanya, anak kedua dari dua bersaudara. Ibu rajin memeriksakan kehamilan dan meminum vitamin dari bidan. Selama hamil ibu penderita tidak pernah menderita sakit.

Riwayat kelahiran

Pasien lahir cukup bulan, ditolong bidan, spontan, langsung menangis, berat badan lahir 3100 gram dan panjang badan ibu lupa.f. Riwayat nutrisi dan perkembangan

Riwayat nutrisi

Pasien mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 3 tahun, susu formula diberikan sejak umur 2 tahun. Penderita mulai diberi bubur susu sejak usia 6 bulan, nasi lunak sejak usia 10 bulan dan mulai makan nasi sejak usia 12 bulan. Sebelum sakit nafsu makan penderita cukup baik, makan 3 x sehari dengan1 porsi nasi sayur dan lauk pauk yang bervariasi. Kualitas dan kuantitas kesan cukup.Riwayat Perkembangan

Pasien mulai bisa tengkurap pada umur 4 bulan, duduk umur 7 bulan, merangkak umur 8 bulan. Berjalan umur 13 bulan, bicara lancar umur 24 bulan. Sekarang penderita sekolah di taman kanak-kanak.g. Riwayat imunisasi

Imunisasi yang telah diberikan BCG, Hepatitis I, II dan III, DPT I, II dan Polio 0, I, II dan III serta campak. Kesan imunisasi dasar tidak lengkap.

h. Riwayat sosial ekonomi keluarga

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ayah penderita berumur 40 tahun, suku Jawa, agama Islam, pendidikan terakhir SMA, saat ini berwiraswasta. Ibu berumur 34 tahun, suku Jawa, agama Islam, pendidikan terakhir SMP, sebagai ibu rumah tangga. Anak pertama laki- laki berumur 13 tahun, kelas 1 SMP, sedang sakit yang serupa dengan pasien. Penghasilan keluarga sekitar Rp 1. 500.000,00/bulan.

POHON KELUARGA

III. DATA OBYEKTIF SAAT DIJADIKAN KASUS ( 15 Juli 2010 )

PEMERIKSAAN FISIK a. Status present

Kesan umum

: Kesan lemah

Kesadaran

: E4V5M6, Komposmentis

Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 88 kali/menit, teratur, isi dan tegangan cukupRespirasi

: 24 kali/menit, teratur, kedalaman cukup

Suhu aksilla

: 36,5oC

Berat badan (BB): 16 kg

Tinggi badan (TB): 102 cm LLA

: 17 cm ( P 25th < LLA/U < P 50th )Status gizi

: Gizi baik

b. Status general Kepala : bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut, UUB

sudah menutup.Mata

: konjungtiva tidak pucat, kedua pupil bulat isokor diameter

2 mm, reflek cahaya kedua pupil normal, nampak edema pada kedua palpebra.Telinga: normotia, pendengaran kesan normal, tidak ditemukan sekret, membran timpani sulit intak.Hidung: tidak ada napas cuping hidung, tidak ada sekret, tidak ada

perdarahan.Tenggorok: faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.

Mulut

: tidak ada sianosis sirkum oral, tidak pucat.Leher, aksila: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Dada

: tidak tampak retraksi Jantung: Inspeksi : tak tampak iktus kordis.

Palpasi : teraba iktus kordis di SIC IV LMCS yang tak

kuat angkat, tidak teraba thrill.

Perkusi : Batas jantung kanan di SIC II LPSD, kiri di SIC

II-IV LPSS, apeks di SIC IV-V LMCS.

Auskultasi : suara jantung I dan II terdengar normal,

teratur, tak ada bising jantung. Paru: Inspeksi : bentuk dada normal, simetris saat diam maupun

bergerak, tidak tampak retraksi, sela iga normal.

Palpasi : gerakan dada simetris.

Perkusi : sonor di kedua sisi.

Auskultasi : terdengar suara napas vesikuler di kedua sisi

paru tidak ada suara tambahan. Abdomen: Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : suara bising usus normal.

Palpasi : supel, nyeri tekan pada hipocondrium kanan, hepar teraba 1 cm bawah arkus kosta, tepi tajam, permukaan rata dan lien tidak teraba. LP : 57 cm.

Perkusi : timpani, pekak alih (-).Anggota gerak : tak ada sianosis ujung jari, tidak tampak pucat, telapak

tangan dan kaki teraba hangat, CRT < 2.Pemeriksaan neurologis :

Tanda meningeal : tidak didapatkan kaku kuduk, tidak ada tanda

Brudzinski I, II maupun Kernig.

Refleks patologis : Refleks Babinski (-/-), Chaddock (-/-),

Oppenheim (-/-), Gordon (-/-), Schaefer (-/-)Balance cairan dan diuresis : BC +488 cc, D 3,5 cc/kg/jam

c. Hasil pemeriksaan penunjangLaboratorium 15/7/2010 pukul 14.00Hemoglobin 11,5 g/dL, hematokrit 34,9 %, eritrosit 4.510.000/uL, lekosit 12.600/uL, dan trombosit 47.000/uL. Laboratorium 15/7/2010 pukul 22.00Hemoglobin 10,2 g/dL, hematokrit 33,5 %, eritrosit 4.210.000/uL, lekosit 13.000/uL, dan trombosit 38.000/uL. IV. RINGKASAN

Seorang anak perempuan berumur 5 tahun 6 bulan dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta sejak tanggal 15 Juli 2010 dengan keluhan utama panas. Tanggal 10 Juli 2010 pukul 17.00, lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh panas tinggi terus menerus. Tidak didapatkan batuk, pilek, nyeri sendi, nyeri telan, nyeri perut, maupun nyeri telinga. Pasien mengeluh nyeri kepala dan nafsu makan menurun. Tidak ada mimisan, gusi berdarah, bintik merah pada kulit, BAB warna hitam. BAK tidak nyeri warna kuning jernih. Kemudian dibawa ke bidan desa dan diberi obat penurun panas. Panas turun setelah diberi obat penurun panas tetapi kemudian naik lagi.

Sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri perut sebelah kanan atas terutama bila ditekan, dan muntah 2-3 kali per hari sebanyak seperempat gelas aqua setiap muntah berisi air dan makanan. Pasien masih panas, lesu, nyeri kepala, serta nafsu makan menurun. Pasien dibawa berobat ke puskesmas dan mendapat sirup turun panas serta obat puyer.Empat jam sebelum masuk rumah sakit pasien dibawa berobat lagi ke puskesmas karena keadaan belum membaik, kaki dan tangan teraba dingin, keringat dingin, sudah tidak panas, muntah satu kali sebanyak seperempat gelas aqua berisi makanan dan air, nyeri perut pada bagian kanan atas masih dirasakan, lesu, nyeri kepala. BAB terakhir 1 hari sebelum masuk rumah sakit, BAK sedikit dan berwarna kuning pekat. Kemudian pasien dirujuk ke RSDM dengan diagnosa tersangka demam berdarah dengue.Pasien dibawa ke RSDM, saat diperiksa di IGD pasien tampak lemah dan mengantuk, tangan dan kaki penderita teraba dingin, keringat dingin. Kemudian dilakukan pemasangan oksigen dan infus pada kedua tangan untuk penambahan cairan. Setelah mendapat infus sebanyak 320 cc, tangan dan kaki mulai teraba hangat, dan tanda vital membaik, kemudian penderita dibawa ke bangsal melati 2.

Pemeriksaan fisik saat dijadikan kasus tanggal 15 Juli 2010 (hari pertama perawatan) didapatkan penderita tampak lemah. Kesadaran komposmentis, gizi kesan baik. Tekanan darah 100/70 mmHg, laju nadi 88 kali/menit isi dan tegangan cukup, laju jantung 88 kali/menit, laju napas 24 kali/menit. Suhu aksila 36,5oC. Dari status antropometri dan klinis didapatkan gizi baik. Pada pemeriksaan fisik abdomen nyeri tekan didaerah hipokondrium kanan, didapatkan pembesaran hepar 1 cm bawah arkus kosta, tepi tajam, permukaan rata. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 14,4 g/dL, hematokrit 45,1 %, eritrosit 5.700.000/uL, lekosit 10.100/uL, dan trombosit 33.000/uL. V. DAFTAR MASALAH

1. Syok: pada awal masuk rumah sakit keadaan umum pasien lemah, kesadaran apatis, tanda vital T: 100/80 mmhg, N: 120x/menit lemah, RR: 30 x / menit , S: 36,1 C. Pada pemeriksaan fisik ditemukan akral dingin pada keempat ekstremitas, badan tampak berkeringat, CRT = 2, arteri dorsalis pedis teraba lemah dan cepat.2. Muntah: sejak 3 hari smrs pasien muntah-muntah berisi makan dan air sehingga nafsu makan menjadi turun.

3. Demam hari ke 5 : terjadi demam tinggi hanya turun bila diberi antipiretik. Demam turun pada hari ke 5.

4. Hepatomegali : terjadi nyeri perut pada kanan atas terutama bila ditekan, pembesaran hepar 1 cm bawah arkus kosta, tepi tajam, permukaan rata.

5. Trombositopeni : terjadi penurunan angka trombosit tetapi tidak disertai manifestasi perdarahan spontan. Tourniquet (+).6. Plasma leakage: terjadi hemokonsentrasi ditandai dengan peningkatan hematokrit. VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Dengue syok sindrom ( febris hari ke-5 ) ec Syok Hipovolemik DD- Syok kardiogenikVII. DIAGNOSIS KERJA

1. Dengue syok sindrom ( febris hari ke-5 )VIII. PENATALAKSANAAN AWAL

a. Penatalaksanaan sindrom syok dengue dengan resusitasi kristaloid 20 cc/ kg / 10 menit yaitu 320 cc terbagi dalam 2 jalur. Pemberian oksigenasi 2 4 L permenit. Setelah syok teratasi pasien mendapat cairan kristaloid 10 cc / kg / jam. b. Pemberian antibiotik profilaksis Injeksi Ampisilin dosis 25 mg/kg / kali setiap 6 jam yaitu 400 mg / 8 jam.c. Pemberian antipiretik Paracetamol 10 mg/kg/kali yaitu 160 mg bila panas.IX. PERMASALAHAN

a. Saat ini:

1. Penatalaksanaan untuk mencegah syok berulang.2. Penegakan diagnosis pasti penyebab syok.3. Mencegah komplikasi.b. Jangka panjang:

Edukasi keluarga tentang pencegahan demam berdarah dengan 3M.X. RENCANA KERJAa. Rencana kerja saat ini

1. Rencana kerja untuk pencegahan syok berulang:a. Pemberian cairan sesuai dengan keadaan umum, tanda vital dan nilai hematokrit.b. Pemantauan plasma leakage yang ditandai dengan peningkatan hematokrit, udem palpebra, udem paru, dan asites serta tanda perdarahan2. Rencana kerja untuk penegakan diagnosis pasti penyebab syok:a. Pemeriksaan Ig M dan Ig G anti dengue.b. Pemeriksaan darah rutin series.c. Pemeriksaan gambaran darah tepi.3. Rencana kerja untuk mencegah komplikasi:

Prinsip tatalaksana demam berdarah adalah terapi cairan yang tepat, apabila syok segera diatasi asidosis metabolik yang dapat menyebabkan ensefalopati, perdarahan saluran cerna dan perdarahan lain dapat dicegah. Apabila syok dapat diatasi dengan baik maka pasien akan sembuh dalam 2 sampai 3 hari.b. Rencana jangka panjangEdukasi keluarga tentang pencegahan demam berdarah dengan 3M yaitu menguras tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menabur abate, menutup rapat-rapat tempat penampungan air, mengubur atau menyingkir kaleng bekas, plastik dan barang bekas lainnya.XI. PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUSPada tanggal 16 Juli 2010 ( hari perawatan ke 2 ) keadaan umum penderita lemah, komposmentis, penderita tidak demam dan tidak muntah. Nyeri kepala, nyeri pada perut kanan atas dan mual masih dirasakan. Nafsu makan menurun. BAK lancar warna kuning jernih, tidak BAB . Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, laju nadi 100 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, laju napas 24x/menit, reguler, kedalaman cukup. Suhu aksila 37oC. Pemeriksaan mata tampak udem palpebra pada kedua mata, konjungtiva tidak pucat. Pada pemeriksaan dada tidak ditemukan retraksi, pada pemeriksaan paru tidak ditemukan suara nafas tambahan. Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan pada hipokondrium kanan, terdapat pembesaran hepar 1 cm bawah arcus costa dekstra. Lingkar perut 57,5 cm. Pada ekstremitas tidak ditemukan tanda perdarahan, capilari refill time < 2 , arteri dorsalis pedis teraba kuat. Terapi diet nasi lauk 1500 kalori, infus RL 5cc/kgbb/jam, injeksi ampisilin 400 mg/ 8 jam, parasetamol 160 mg bila demam. Hasil monitoring tanda vital: tensi stabil, suhu tidak pernah ada periodik demam, denyut nadi dan denyut jantung stabil. Dilakukan pemeriksaan darah rutin dan IgG-IgM dengue. Direncanakan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit tiap 12 jam. Pada pemeriksaan darah pk 06.00 hemoglobin 10,2 g/dl, hematokrit 33,5 %, angka leukosit 13.000 /ul, trombosit 38.000/ul, balance cairan pk 00.06 yaitu + 374 cc, diuresis 3,9 cc/kg/jam, terapi oksigenasi dilepas, infus RL 5 cc/kg/jam dan injeksi ampisilin dilanjutkan. Hasil pemeriksaan darah lengkap rutin hemoglobin 10,2 g/dl, hematokrit 31 %, angka leukosit 15.400/ul, trombosit 62.000/ul, MCV 76,7/um, MCH 25,5 pg, MCHC 33,2 g/dl. SI 67 ug/dl, TIBC 171 ug/dl, saturasi transferin 39 %. Dengue IgG ( + ), dengue IgM ( + ). Hasil urinalisis warna jernih, berat jenis 1,010, pH 6,0, protein (-), nitrit (-), eritrosit (-), leukosit (-), glukosa normal, keton 150 mg/dl, bilirubin (-), urobilinogen normal. Mikroskopis leukosit 1/LPB, leukosit 4,9/uL, eritrosit 1/LPB, eritrosit 3,6/uL, epitel 2,9/uL, epitel squamous 0-1/LPB. Pada pemeriksaan darah pk 22.00 hemoglobin 9,6 g/dl, hematokrit 29,0 %, angka leukosit 13.200 /ul, trombosit 41.000/ul, balance cairan + 444 cc, diuresis 3.9 cc/kg/jam. Infus RL diturunkan 3 cc/kg/jam, terapi lain lanjut.

Tanggal 17 Juli 2010 ( hari perawatan ke 3 ) keadaan umum penderita baik, komposmentis, penderita tidak demam, tidak nyeri kepala dan tidak muntah. Nyeri pada perut kanan atas dan mual berkurang. Nafsu makan membaik. BAB 1 kali warna kuning konsistensi lembek dan BAK lancar warna kuning muda. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, laju nadi 92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, laju napas 24x/menit, reguler, kedalaman cukup. Suhu aksila 37oC. Pemeriksaan mata tampak udem palpebra pada kedua mata berkurang, konjungtiva tidak pucat. Pada pemeriksaan dada tidak ditemukan retraksi, pada pemeriksaan paru tidak ditemukan suara nafas tambahan. Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan pada hipokondrium kanan, terdapat pembesaran hepar 1 cm bawah arcus costa dekstra. Lingkar perut 57,5 cm. Pada ekstremitas tidak ditemukan tanda perdarahan, capilari refill time < 2 , arteri dorsalis pedis teraba kuat. Terapi diet nasi lauk 1500 kalori, infus RL 3cc/kgbb/jam, injeksi ampisilin 400 mg/ 8 jam, parasetamol 160 mg bila demam. Hasil monitoring tanda vital: tensi stabil, suhu tidak pernah ada periodik demam, denyut nadi dan denyut jantung stabil. Hasil pemeriksaan feses makroskopis warna coklat, lunak, lendir (-), pus (-), darah (-), kuman (+), tidak ditemukan parasit maupun jamur patogen. Hasil pemeriksaan GDT eritrosit : hipokromik-mikrositik-polikromasi-acantosit, lekosit : jumlah dalam batas normal-dominasi netrofil-hipergranulasi netrofil-sel muda (-), trombosit : jumlah menurun-penyebaran merata-giant trombosit(+), simpulan : anemia mikrositik hipokromik dengan trombositopenia suspek et causa proses kronis/ defisiensi Fe bersamaan dengan proses infeksi. Pukul 18.00 hemoglobin 10,2 gr/dl, hematokrit 31,1%, angka leukosit 7300/ul, angka trombosit 133.000/ul, balance + 424 cc dengan diuresis 2,3 cc/kg/jam, terapi RL 3 cc/kg/jam, terapi lain tetap. Tanggal 18 Juli 2010 ( hari perawatan ke 4 ) keadaan umum penderita baik, komposmentis, penderita tidak demam, tidak nyeri kepala, tidak mual dan tidak muntah. Nyeri pada perut kanan atas berkurang. Nafsu makan membaik. BAB dan BAK lancar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, laju nadi 90 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, laju napas 26 x/menit, reguler, kedalaman cukup. Suhu aksila 36,5oC. Pemeriksaan fisik mata edema palpebra pada kedua mata berkurang. Pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan pada hipokondrium kanan berkurang, terdapat pembesaran hepar 1 cm bawah arcus costa dekstra. Lingkar perut 57 cm. Pada ekstremitas tidak ditemukan akral dingin, capillari refill time < 2 , arteri dorsalis pedis teraba kuat. Pasien diperbolehkan pulang dengan terapi roboransia, dan dianjurkan kontrol 3 hari kemudian di poliklinik anak RSDM. XII. PROGNOSISPrognosis dengue syok syndrom pada kasus ini baik. Pada pasien ini syok telah diatasi dengan baik sehingga curah jantung dan perfusi sistem sirkulasi tetap adekuat. Pada dengue syok sindrome bila syok tertangani dengan adekuat maka dalam 2 sampai 3 hari akan sembuh kembali, selain itu nafsu makan merupakan indikator baiknya prognosis.

XIII. ANALISIS KASUS1. DEMAM BERDARAH DENGUEa. Patogenesis dan DiagnosisDemam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue 1, 2, 3, 4 (genus flaviviridae) yang ditularkan oleh vector nyamuk aedes aegepty dan aedes albopictus yang bersifat simtomatis maupun asimtomatis, yaitu demam yang tak jelas, demam dengue, demam berdarah, sampai pada syok oleh karena adanya kebocoran plasma.

Sejak tahun 1968 penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta dengan angka kematian 41,3%, selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan meluas ke seantero wilayah Republik Indonesia. Peningkatan insiden atau wabah Demam Berdarah Dengue terjadi setiap kurang lebih 5 tahun, hal ini dapat disebabkan oleh penurunan kekebalan setiap 5 tahun atau akibat mutasi virus setiap 5 tahun muncul strain baru atau karena peningkatan pelaporan. Oleh karena itu, penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak dan saat ini menunjukkan pergeseran kearah dewasa, dari sebagian besar penderita Demam Berdarah Dengue derajat berat maupun yang meninggal diketahui disebabkan oleh Virus dengue tipe 3 yang berhasil diisolasi dari darah penderita. WHO menyatakan kasus demam berdarah dengue yang berat terestimasi sebanyak 500.000 dengan proporsi terbanyak menjangkit pada anak-anak dan membutuhkan hospitalisasi tiap tahunnya, kematian didapatkan 2,5% dari seluruh kasus dan dapat meningkat dua kalinya.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah yang mengakibatkan kehilangan plasma dari ruang vaskular dan menimbulkan hemokonsentrasi, tekanan nadi merendah, menurunnya volume plasma, terjadi hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi akibat kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler melalui kapiler yang rusak. Peerubahan pokok patofisiologi yang terjadi pada DBD/DSS adalah terjadinya vaskulopati, trombositopati, koagulopati, perubahan imunologi humoral dan seluler, yang mana perubahan tersebut disebabkan tidak hanya satu faktor tetapi multifaktorial.Banyak teori tentang cara demam berdarah dengue atau dengue syok sindrom berkembang di individu yang terinfeksi dengue. Hipotesis tentang infeksi dengue sebagian besar berasal dari data yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan di dalam wilayah negara dari percobaan secara in vitro dimana penyakit ini terjadi dalam bentuk epidemi dan atau sampai batas tertentu dimana yang termasuk didalamnya adalah antibody-mediated pathogenesis, atau yang disebut juga antibody-dependent enhancement, patogenesis sel mediator (cell mediated pathogenesis), fenomena badai sitokin (cytokine storm phenomenon), latar belakang genetik dari individu (individuals genetic background), perbedaan strain virus (virus strain differences), tingkat virus yang beredar pada individu selama fase akut (levels of virus circulating in individuals during the acute phase), dan status gizi individu yang terinfeksi (nutritional status of the infected individual). Selain hipotesis tersebut terdapat faktor-faktor lain yang sangat erat berhubungan dengan infeksi virus dengue, yaitu faktor hipertermal, status fisik dari virus dalam viremia individu, penetralan antibody assay dalam infeksi virus dengue, konsep transmisi dari vektor, dan innate immune system.

Teori infeksi sekunder ( teori secondary heterologous infection ) atau hipotesis immune enhancement merupakan patogenesis yang paling diminati oleh peneliti dari berbagai macam patogenesis demam berdarah. Respon imun host yang sensitif merupakan mekanisme primer. Penyakit akan muncul dan resiko terjadinya infeksi yang berat yaitu demam berdarah atau dengue syok sindrom semakin lebih besar bila seseorang terinfeksi virus dengue untuk pertama kali kemudian mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengan jenis serotipe yang lain. Wibha (1984) dan Burke (1988) membuktikan bahwa faktor resiko yang penting adalah infeksi berurutan virus. Infeksi primer pada umumnya menyebabkan penyakit ringan dan infeksi sekunder pada individu yang telah mempunyai antibodi heterolog merupakan kondisi kritis untuk terjadinya DBD/DSS. Mekanismenya yaitu antibodi yang telah ada didalam tubuh akan mengenali infeksi virus lain yang menginfeksi, kemudian terbentuk komplek antigen antibodi yang akan berkaitan dengan Fc reseptor membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena adanya antibodi heterolog, maka virus tidak dinetralisir oleh tubuh dan bebas melakukan replikasi didalam sel makrofag. Dihipotesiskan pula mengenai antibody dependent enhancement (ADE) yaitu suatu proses yang akan meningkatkan replikasi dan infeksi virus didalam mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut maka akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Hipotesis infeksi dengue yang kedua menyatakan bahwa perubahan genetik yang terjadi dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan viremia, replikasi dan virulensi serta potensi terjadinya wabah.

Gambar 1: auto-antibodi terkait imunopatogenesis demam berdarah, menyebabkan penyimpangan kekebalan tubuh termasuk inverse dari rasio CD4/CD8, monositosis dan limfositosis atipikal, yang tidak hanya menunda clearance virus tetapi juga memicu produksi sitokin dan auto-antibody platelet dan sel endotel yang berlebih. Auto-antibody ini kemudian akan memulai disfungsi dari sel. IFN- mengaktifkan fagositosis makrofag terhadap autoantibody berlapis platelet dan sel endotel yang akhirnya menyebabkan trombositopenia dan kerusakan endotel.

Gambar 2: innate immune menginhibisi saat virus masuk pada capilary vessel

Manifestasi Infeksi Virus Dengue WHO, Geneva, 1997Pada demam berdarah dengue terdapat perubahan patofisiologi yang terjadi, yaitu :

1. Aktivitas sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari intravaskuler ke ekstravaskuler (plasma leakage).

2. Agregasi trombosit sehingga jumlah trombosit menurun

3. Kerusakan endotel pembuluh darah yang akan mengaktifkan faktor pembekuan darah.

Ketiga faktor ini menyebabkan tersebut diatas menyebabkan terjadinya :

1. Peningkatan permeabilitas sehingga terjadi perembesan plasma, hipovolemia, dan syok. Perembesan plasma mengakibatkan efusi pleura, asites, dan udem palpebra yang berlangsung 24 48 jam. 2. Kelainan hemostasis yaitu vaskulopati, trombositopeni, dan koagulopati yang akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.

Vaskulopati ditandai dengan terjadinya kerapuhan pembuluh darah dan peninggian permeabilitas kapiler. Kerapuhan pembuluh darah dibuktikan dengan uji torniquet atau rumple leede. Uji ini mungkin positif meskipun perdarahan normal. Permeabilitas kapiler yang meningkat menyebabkan protein plasma dan cairan intravaskular bocor ke ekstravaskular. Hal tersebut terbukti dengan timbulnya hemokonsentrasi, efusi pleura, ascites, edema di kelopak mata atau tungkai, hipoproteinemia terutama hipoalbuminemia. Peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi karena kerusakan sel endotelial kapiler atau oleh karena mediator vasoaktif yang dihasilkan oleh plasma yaitu kinin, komplemen C3a dan C5a atau oleh sel mast jaringan, basofil yang memproduksi histamin atau produk-produk yang serupa. Histamin meningkatkan permeabilitas kapiler dengan membuka intercellular junction.

Gambar 3: Kebocoran plasma pada DBD/DSS

Trombositopeni merupakan kelainan yang ditemukan pada kasus-kasus kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Fungsi trombosit yang terganggu berupa penurunan agregasi, kenaikan dari platelet faktor 4 (PF4) dan penurunan betathromboglobulin (BTG) serta memendeknya umur trombosit. Mekanisme hipoagregasi trombosit belum jelas kemungkinan dihambat oleh adanya kompleks imun antigen virus dengue dengan antibodi anti dengue di dalam plasma atau dihambat fibrinogen degradation product (FDP). Trombositopeni disebabkan adanya kompleks imun di permukaan trombosit yang akan menyebabkan kerusakan trombosit yang kemudian diambil hati dan lien. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Pada fase awal penyakit (hari 1-4 demam) sumsum tulang tampak hiposeluler ringandan megakariosit meningkat dalam berbagai bentuk fase maturasi. Virus secara langsung menyerang megakariosit dan mieloid. Trombosit saat itu dapat mencapai 20.000-50.000/ul. Pada hari ke 5-8 terjadi trombositopenia terutama oleh karena penghancuran trombosit dalam sirkulasi.

Gambar 4: Mekanisme terjadinya kerusakan trombosit pada infeksi sekunder virus dengue

Koagulopati dibuktikan dengan adanya penurunan faktor fibrinogen faktor V, VII, VIII, X, XII. Pada DBD fase akut terjadi koagulasi intravaskular dan fibrinolisis, dibuktikan adanya pemanjangan partial thromboplastin time, pemanjangan thrombin time, penurunan fibrinogen dan kenaikan FDP bersama-sama dengan penurunan antithrombin HI, alfa-2 anti plasminogen. Koagulasi intravaskular ini terutama pada DSS.

Sistem komplemen pada DBD menunjukkan penurunan kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus dengan syok maupun tidak. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radioisotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma, dan syok hipovolemik.

Diagnosis demam berdarah ditegakkan melalui kriteria klinis dan laboratoris menurut WHO 1997 yaitu

1. Demam : akut, tinggi, terus-menerus, berlangsung 2-7 hari.

2. Manifestasi perdarahan : petekia, purpura, ekimosis, gusi berdarah, hematemesis dan atau melena termasuk didalamnya adalah uji tourniket positif.

3. Pembesaran hepar (hepatomegali).

4. Syok, ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah serta tekanan nadi yang menurun (20 mmHg atau kurang), hipotensi, kulit yang lembab, dingin dan gelisah.

Kriteria laboratoris penegakan diagnosis dari demam berdarah dengue :

1. Trombositopenia (< 100.000/(L)

2. Hemokonsentrasi dengan peningkatan Ht 20 % atau lebih.Ditemukannya dua atau tiga kriteria klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk klinis menegakkan diagnosa DBD. WHO (1997) membagi derajat atau tingkat keparahan penyakit demam berdarah dengue menurut menjadi 4 yaitu :

Derajat I: Demam disertai gejala umum tidak spesifik, dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniket yang positif.Derajat II: Derajat 1 disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.Derajat III: Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi yang bermanifestasi sebagai nadi cepat dan lenah, tekanan nadi menurun (20 mmHg) atau hipotensi, disertai dengan kulit dingin, lembab dan pasien menjadi gelisah.

Derajat IV: Syok yang sangat berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.

Derajat III dan IV disebut juga Dengue Shock Syndrom (DSS)

Pengobatan demam berdarah dengue bersifat suportif, dan tatalaksananya dapat disesuaikan berdasar pembagian derajat berat DBD diatas tersebut serta didasarkan pada kelainan utama yang terjadi pada semua penyakit demam berdarah dengue yaitu adanya kebocoran plasma sebagai akibat dari terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler. . Kebocoran plasma pada demam berdarah dengue saat fase defervesence yaitu masa peralihan fase demam ke fase penurunan suhu, dimana pada fase ini merupakan masa kritis pada perjalanan penyakit demam berdarah dengue karena dapat merupakan awal syok. Dengan mendeteksi kebocoran plasma secara dini dapat mencegah terjadinya syok. Fase peralihan ini biasanya terjadi pada hari ketiga sampai hari kelima masa sakit tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi selain hari demam tersebut.

Pada kasus ini kreteria dengue syok sindrom didapatkan pada keterangan gejala klinis yaitu:

1. Demam tinggi terus menerus selama 4 hari.

2. Uji torniquet positif.

3. Terdapat hepatomegali yaitu 1 cm bawah arkus kosta.

4. Syok yaitu nadi kecil dan cepat, dengan tensi 100/80 mmhg, akral dingin, keringat dingin dan tampak mengantuk.

Kreteria laboratorium yaitu:

1. Trombositopeni 33.000/ul.

2. Hemokonsentrasi > 20% dari normal.

3. IgG (+), IgM (+) anti dengue.

b. Penatalaksanaan Pada kasus demam berdarah dengue yang penting dilakukan untuk keberhasilan penatalaksanaan demam berdarah adalah dengan mendeteksi secara dini fase kritis yaitu pada suhu turun (time of devervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, serta memberikan terapi yang tepat, dan dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma, yang diketahui dengan melihat hematokrit, dan penurunan trombosit. Fase kritis pada umumnya terjadi pada hari ke 3 yaitu terjadi penuruna trombosit < 100.000/ul atau 1-2 trombosit / lpb yang akan terjadi sebelum terjadi peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi pemberian cairan. Pemberian cairan awal sebagai pengganti volume plasma dapat digunakan cairan isotonik atau ringer laktat yang akan disesuaikan dengan derajat demam berdarah.

Pada demam berdarah derajat III dan IV penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan garam isotonik. Pada kasus yang sangat berat dapat diberikan bolus 10ml/kgBB selama 10-20 menit dapat diulang 3x jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan koloidal (destran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faali atau HES atau plasma) dapat diberikan dalam jumlah 10-20ml/kg/BB. Pada alur tatalaksana DBD diberikan infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 20ml/kgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 liter/ menit. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur), diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam, periksa elektrolit dan gula darah.

Pada pasien ini diagnosis ditegakkan secara klinis dan laboratoris berdasarkan kriteria WHO 1997, yaitu pasien mengalami demam tinggi terus menerus selama 4 hari, muncul manifestasi perdarahan berupa petekie pada lengan volar kanan dan terdapat hepatomegali, sedangkan secara laboratoris terdapat trombositopenia ( 100.000/(L) dan hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih. Pada kasus ini juga dilakukan pemeriksaan Ig G dan Ig M anti dengue dan didapatkan hasil yang positif, artinya pada pasien ini telah terjadi infeksi sekunder virus dengue sehingga lebih berisiko mengalami demam berdarah dengue yang berat atau syok. Infeksi primer maupun sekunder dapat didiagnosis dengan mendeteksi Ig M anti dengue mulai pada hari sakit kelima, dan Ig G anti dengue setelah hari ke-14 pada infeksi primer dan hari ke-2 pada infeksi sekunder. Beberapa cara telah berkembang untuk mendeteksi secara dini dan pasti infeksi virus dengue. Isolasi virus dengue masih merupakan gold standar untuk mengetahui infeksi virus dengue, walaupun waktu yang dibutuhkan sangat lama.Deteksi antibodi anti-dengue seperti Haemagglutination Inhibition/HI dan PRNT juga membutuhkan waktu yang lama, dan pada deteksi dengan HI membutuhkan sampel serum yang banyak, untuk mendeteksi Ig G dan Ig M anti-dengue, metode ELISAs paling banyak digunakan untuk menunjang diagnosis seperti halnya pada kasus ini. Selain biayanya relatif terjangkau, Ig M anti-dengue dapat di deteksi mulai hari kelima sakit. Saat ini telah dikembangkan cara deteksi infeksi virus dengue yang lebih cepat dan murah yaitu dengan menggunakan NS1. Menurut penelitian NS1 memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam mendeteksi infeksi virus dengue. Hasil ini tidak kalah dengan deteksi molekuler dengan RT-PCR dimana sensivitas dan spesifitasnya masing-masing 100%, namun dengan biaya yang lebih mahal. Skema Tatalaksana Demam Berdarah Dengue derajat III dan IV menurut WHO 1997 :

Kasus yang berat dari demam berdarah dengue dapat berlanjut sebagai dengue syok sindrom, dimana bila penegakan diagnosis terlambat dan penatalaksanaan yang diberikan tidak optimal dan sesuai maka akan mengakibatkan kematian bagi penderita. Penatalaksanaan yang baik harus selalu disertai pemantauan dan evaluasi yang baik, hal-hal yang terutama harus diperhatikan adalah :

1. Tanda vital (vital sign): tekanan darah ,nadi, laju nafas dan suhu harus dicatat dan diperhitungkan dengan cermat setiap 15-30 menit atau bahkan lebih sering sampai syok teratasi serta pemantauan balance cairan dan diuresis harus dihitung dan dicatat dengan teliti dengan formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan yang diberikan untuk menghindari kekurangan maupun kelebihan dalam memberikan cairan.2. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien stabil.Pada kasus ini karena pasien datang dalam kondisi syok maka terapi yang digunakan adalah pemberian cairan kristaloid 20 ml/kg/hari. Kemudian setelah dilakukan pemantauan, keadaan umum membaik, kesadaran compos mentis, tanda vital dimana tekanan nadi lebih dari 20 mmhg, nadi teraba kuat, dan capilary refil time yang < 2 detik, serta diuresis diatas 1 cc/kg/ jam. Hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan penurunan hematokrit, peningkatan trombosit maka terapi cairan diturunkan menjadi 10cc/kg/jam. Dan selanjutnya keadaan umum semakin membaik maka diturunkan menjadi 7 cc/kg/jam. Setelah hari ketiga cairan telah maintenance, dan pada hari keempat infus telah dilepas.

Kriteria memulangkan pasien demam berdarah yaitu:

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.

2. Nafsu makan membaik.

3. Secara klinis tampak perbaikan

4. Hematokrit stabil

5. Tiga hari setelah syok teratasi.

6. Jumlah trombosit > 50.000/ul

7. Tidak dijumpai distres nafas.

Pada pasien ini periode bebas demam telah 3 hari tanpa antipiretik, nafsu makan telah membaik, hematokrit stabil, klinis terdapat perbaikan, jumlah trombosit sudah naik lebih dari 50.000,- dan pada pasien ini telah hari ketiga bebas syok.

2. SYOKA. Definisi

Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan maupun utilisasinya untuk metabolisme seluler jaringan tubuh, sehingga terjadi defisiensi akut oksigen ditingkat seluler. Syok merupakan salah satu kedaruratan pediatrik yang sering ditemukan dan mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi bila tidak tertangani dengan cepat dan tepat. Dengue syok sindrom adalah sindrom penyakit infeksi virus dengue yang menunjukkan manifestasi klinis gangguan fungsi sirkulasi darah ditandai dengan nadi yang cepat, lemah sampai tidak teraba, jarak sistol dan diastol menjauh atau mendekat disertai petanda tensi menurun sampai 0, pada perabaan ujung tangan dan kaki teraba dingin sekali.

Dengue syok sindrom muncul bila kebocoran plasma terjadi dalam jumlah lebih dari 30% volume darah sehingga mengakibatkan penderita seakan-akan kekurangan cairan seperti terserang diare.

B. Pembagian syok Etiologi syok pada anak:

1. Kekurangan volume intravaskuler (hipovolemik).

2. Gangguan vasomotor pembuluh darah (distributif).

3. Hambatan aliran darah keluar jantung (obstruktif).

4. Kegagalan pompa jantung (kardiogenik)

5. Gangguan pelepasan osigen tingkat jaringan (syok disosiatif)Secara klinis perjalanan syok terbagi 3 yaitu:Fase I : KompensasiPada fase ini fungsi organ vital dipertahankan melalui kompensasi tubuh dengan meningkatnya reflek simpatis yaitu dengan distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan sistolik tetap normal sedangkan diastolik yang meningkat, dengan manifestasi klinik takikardi, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin, capilary refilling melambat > 2 detik.

Fase II: DekompensasiPada fase ini gagal mempertahankan curah jantung yang adekuat dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien. Oksigen jaringan yang buruk sehingga terjadi metabolisme anaerob. Mengakibatkan penumpukan asam laktat yang berakhir dengan asidosis. Manifestasi klinis berupa takikardi yang bertambah, tekanan darah mulai turun ( kulit dingin, mottled, capillary refilling time betambah lama ) oligouri, asidosis (laju pernafasan cepat dan dalam)depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran). Fase III : IrreversibelPada fase ini tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, kesadaran semakin turun, anuria, dan tanda kegagalan organ lain.

C. Tatalaksana resusitasi

Resusitasi awal :

a. Pemberian O2 ( Fi O2 100% ), bila perlu ventilatory support.

b. Resusitasi cairan 20cc/kg/secepatnya dengancairan kristaloid atau koloid yang diulang 2 -3 kali sampai nadi teraba kembali.

Pemantauan awal:

1. Nilai respon penderita terhadap pemberian fluid challenge dengan memantau status kardiovaskuler / tanda vital dan perfusi perifer.

2. Pantau produksi urin.3. Ambil darah cito untuk darah lengkap,gambaran daran tepi, elektrolit, glukosa, analisis gas darah bila perlu kultur dan golongn darah.

Resusitasi tahap lanjut:

1. Bila resusitasi cairan pertama telah diberikan tetapi tidak ada respon, dimana kurang lebih 40% - 60% dari volume darah telah dimasukkan namun belum ada respon.

2. Bila masih ada hipotensi dan nadi tak teraba sebaiknya dipasang kateter vena sentral.

3. Nilai kembali CVP setelah pemberian cairan.

4. Evaluasi apakah inotropik negatif yang terjadi pada syok telah dikoreksi, sebelum obat inotropik dimulai.

5. Bila HB 10 g/dl dan hct 40-% - 50%.

Pemantauan lanjutan:

1. Cari penyebab syok lain yang mungkin terjadi. Foto toraks secepatnya bila kondisi stabil.

2. Evaluasi disfungsi organ akibat syok dan perlu tatalaksana lebih lanjut:

a. ATN: dengan memeriksa kadar ureum, kreatinin dan fraksi eksresi natrium.

b. ARDS: edema dan kerusakan jaringan paru dapat terjadi pasca syok, bantuan ventilasi mekanik dangan PEEP mungkin diperlukan.

c. Depresi miokard: untuk memperbaiki kontraktilitas jantung obat inotropik positif dan pemantauan intensif.

d. DIC dilakukan pemeriksaan PT/APTT, trombosit, fibrinogen, dll.

e. SSP dan organ lain: evaluasi gejala sisa, SSP sangat penting mengingat organ ini sangat sensitif terhadap hipoksik iskemik yang terjadi pada prolonge syok.

Pada pasien ini syok yang terjadi yaitu syok hipovolemik karena terjadi kekurangan volume intravaskuler akibat adanya peningkatan permeabilitas kapiler akibat demam berdarah. Manifestasi klinis pasien berupa keadaan umum tampak lemah dan mengantuk, tekanan nadi = 20 mmhg yaitu 100/80mmhg, nadi 120x permenit, akral dingin, kulit berkeringat, capilary refilling >2, arteri dorsalis pedis teraba lemah dan cepat, terdapat pula edema pada kedua palpebra, maka didiagnosa dengue syok sindrom et causa syok hipovolemik.Pasien diterapi dengan resusitasi cairan sebanyak 20cc/kgbb dalam 10 menit 1 kali dan perfusi jaringan membaik yaitu keadaan umum membaik, nadi 88 kali permenit kuat isi dan tegangan cukup, tensi 100/70 mmhg, respirasi rate 24 kali permenit, akral teraba hangat, keringat dingin tidak ada, arteri dorsalis pedis teraba kuat, capilary refilling < 2. KAJIAN KRITIS KEDOKTERAN BERBASIS BUKTI

KASUS: Seorang anak perempuan berumur 5 tahun 6 bulan dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta sejak tanggal 15 Juli 2010 dengan keluhan utama panas. Tanggal 10 Juli 2010 pukul 17.00, lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh panas tinggi terus menerus. Tidak didapatkan batuk, pilek, nyeri sendi, nyeri telan, nyeri perut, maupun nyeri telinga. Pasien mengeluh nyeri kepala dan nafsu makan menurun. Tidak ada mimisan, gusi berdarah, bintik merah pada kulit, BAB warna hitam. BAK tidak nyeri warna kuning jernih. Kemudian dibawa ke bidan desa dan diberi obat penurun panas. Panas turun setelah diberi obat penurun panas tetapi kemudian naik lagi.

Sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri perut sebelah kanan atas terutama bila ditekan, dan muntah 2-3 kali per hari sebanyak seperempat gelas aqua setiap muntah berisi air dan makanan. Pasien masih panas, lesu, nyeri kepala, serta nafsu makan menurun. Pasien dibawa berobat ke puskesmas dan mendapat sirup turun panas serta obat puyer.Empat jam sebelum masuk rumah sakit pasien dibawa berobat lagi ke puskesmas karena keadaan belum membaik, kaki dan tangan teraba dingin, keringat dingin, sudah tidak panas, muntah satu kali sebanyak seperempat gelas aqua berisi makanan dan air, nyeri perut pada bagian kanan atas masih dirasakan, lesu, nyeri kepala. BAB terakhir 1 hari sebelum masuk rumah sakit, BAK sedikit dan berwarna kuning pekat. Kemudian pasien dirujuk ke RSDM dengan diagnosa tersangka demam berdarah dengue.Pasien dibawa ke RSDM, saat diperiksa di IGD pasien tampak lemah dan mengantuk, tangan dan kaki penderita teraba dingin, keringat dingin. Kemudian dilakukan pemasangan oksigen dan infus pada kedua tangan untuk penambahan cairan. Setelah mendapat infus sebanyak 320 cc, tangan dan kaki mulai teraba hangat, dan tanda vital membaik, kemudian penderita dibawa ke bangsal melati 2.

Pemeriksaan fisik saat dijadikan kasus tanggal 4 Oktober 2009 (hari kedua perawatan) didapatkan penderita tampak lemah. Kesadaran compos mentis, gizi kesan baik. Tekanan darah 120/90 mmHg, laju nadi 82 kali/menit isi dan tegangan cukup, laju jantung 82 kali/menit, laju napas 24 kali/menit. Suhu aksila 36,5oC. Dari status antropometri dan klinis didapatkan gizi baik. Pada pemeriksaan fisik abdomen nyeri tekan didaerah hipokondrium kanan, didapatkan pembesaran hepar 1 cm bawah arkus kosta, tepi tajam, permukaan rata. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 14,4 g/dL, hematokrit 45,1 %, eritrosit 5.700.000/uL, lekosit 10.100/uL, dan trombosit 33.000/uL.

Pemeriksaan fisik saat dijadikan kasus tanggal 16 Juli 2010 ( hari perawatan ke 2 ) keadaan umum penderita lemah, komposmentis, penderita tidak demam dan tidak muntah. Nyeri kepala, nyeri pada perut kanan atas dan mual masih dirasakan. Nafsu makan menurun. BAK lancar warna kuning jernih, tidak BAB . Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, laju nadi 100 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, laju napas 24x/menit, reguler, kedalaman cukup. Suhu aksila 37oC. Pemeriksaan mata tampak udem palpebra pada kedua mata, konjungtiva tidak pucat. Pada pemeriksaan dada tidak ditemukan retraksi, pada pemeriksaan paru tidak ditemukan suara nafas tambahan. Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan pada hipokondrium kanan, terdapat pembesaran hepar 1 cm bawah arcus costa dekstra. Lingkar perut 57,5 cm. Pada ekstremitas tidak ditemukan tanda perdarahan, capilari refill time < 2 , arteri dorsalis pedis teraba kuat. Hasil tes serologi IgG dan IgM positif.DIAGNOSIS:1. Dengue syok sindrom ec syok hipovolemik.PERMASALAHAN

Pada dengue syok sindrom memerlukan penatalaksanaan yang adekuat. Pada syok terjadi perembesan plasma karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi hipovolemia. Apabila syok tidak secepatnya diatasi maka menyebabkan terjadi anoksia kemudian terjadi asidosis dan akhirnya menimbulkan kematian. Pada sebagian besar pasien DSS, syok dapat teratasi dengan cepat tetapi sebagian kecil pasien DSS mengalami perburukan. Pada pasien ini mengalami perbaikan dengan cepat memakai cairan kristaloid. Apakah pemberian koloid efektif dan aman pada anak-anak?PICO

Dari masalah yang ada maka dapat dijabarkan dalam bentuk komponen PICO sebagai berikut:

P Popolation/problem : anak dengan DHF III dan DHF IV

I Intervention : Pemberian Ringer Lactat C Comparator: Pemberian Hidroxyethyl starch 130/0,4

O Outcome : HES 130/0,4 efektif dan aman pada anak dengan DSSSTRATEGI PENELUSURAN JURNAL

Kata kunci: Dengue syock syndrome, children, hydroxyethyl starch 130/0.4, efficacy, safetyRINGKASAN JURNAL:Studi ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan keefektifan dan keamanan dari HES 130/0,4 dan RL pada anak-anak yang mengalami DSS.

Metode penelitian digunakan randomized controlled study, jumlah sampel 39 anak dengan DHF III ( 25 anak ) dan DHF IV ( 14 anak ). Sampel secara random menerima cairan resusitasi HES 130/0,4 ( 9 anak dengan DHF III, 10 anak dengan DHF IV ) dan RL ( 16 anak dengan DHF III, 4 anak dengan DHF IV ). Hasil penelitian pada pemberian HES 130/0,4 menurunkan kadar hematokrit dan hemoglobin lebih cepat, berbeda secara signifikan bila dibanding RL. Hal ini memperlihatka bahwa terjadi perbaikan plasma leakage yang lebih cepat dengan pemberian HES 130/0,4. Terjadi perbaikan tekanan nadi dan frekuensi nadi lebih cepat pada HES 130/0,4 meskipun tidak berbeda secara signifikan dibanding RL. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal jumlah kebutuhan cairan untuk resusitasi antara HES 130/0,4 dan RL. Pada penelitian ini terjadi 3 kejadian syok berulang pada pemberian RL dan 1 syok berulang pada pemberian HES 130/0,4, angka ini terlalu kecil untuk dinilai secara statistic. Meskipun terapi dengan RL menghasilkan perbaikan yang kurang cepat pada hematokrit dan bertambah lama masa penyembuhan dibanding terapi dengan HES 130/0,4, tetapi tidak ada perbedaan pada respon terapi yang lain..

KAJIAN KRITIS KEDOKTERAN BERBASIS BUKTI

UJI PROGNOSISApakah bukti tentang prognosis ini valid?

1. Apakah awal penelitian didefinisikan dengan jelas dan taat asas,

misal saat diagnosis ditegakkan?YA

2. Apakah pengamatan pasien dilakukan cukup panjang dan memadai?YA

3. Apakah hasil dinilai secara obyektif, bila mungkin tersamar?Obyektif : YA

Tersamar: TIDAK ADA KETERANGAN

4. Apakah diidentifikasikan kelompok dengan prognosis berbeda?YA

5. Apakah hasil divalidasi pada kelompok subyek yang lain?YA

Apakah bukti tentang prognosis yang valid ini penting?

1. Seberapa besar kemungkinan terjadinya hasil dari

waktu ke waktu?Hasil pemantauan dinyatakan kemaknaannya dalam nilai p. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara pemberian HES 130/0,4 dan RL pada resusitasi tahap awal

2. Seberapa presisi estimasi prognosis?Hasil pemantauan menyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna antara pemberian HES 130/0,4 dan RL pada resusitasi tahap awal

Apakah kita dapat menerapkan bukti tentang prognosis yang valid ini pada pasien kita?

1. Apakah pasien dalam studi ini mirip dengan pasien kita?YA

2. Apakah bukti ini akan bermanfaat bila disampaikan kepada pasien kita?YA

Kesimpulan: jurnal ini valid, penting, dan dapat diterapkan.

UJIAN INFEKSI YUNIOR

SEORANG ANAK PEREMPUAN DENGAN DENGUE SHOCK SYNDROM

Oleh:

Priyo Budi SantosaPPDS I ILMU KESEHATAN ANAK

NIM. S 5909004PPDS I ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA2010

Nama PPDS: Priyo Budi S

Nomor Mahasiswa: S5909004

Hari/Tanggal Presentasi: Selasa, 27 Juli 2010

12/7/2010 - 15/7/2010 1111.30.00

10/7/2010

S: Mulai panas, nyeri kepala, nafsu makan menurun, batuk (-), pilek (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), ke bidan desa dan diberi obat penurun panas.

S: Pasien panas, muntah, nyeri perut, pasien tampak lesu, muntah 2-3 kali per hari sebanyak seperempat gelas tiap muntah, nafsu makan turun. Berobat ke puskesmas dan mendapat sirup turun panas serta puyer.

Keadaan pasien tampak semakin lemah, tangan dan kaki teraba dingin, keringat dingin, nyeri perut, frekuensi muntah berkurang, panas turun, nyeri kepala. Berobat ke puskesmas dan kemudian dirujuk ke RSDM..

15/7/2010

S: Lemah, tampak mengantuk, keringat dingin, ujung tangan dan kaki dingin, nyeri perut kanan atas, BAK terakhir 2 jam sebelum masuk rumah sakit.

O: tampak lemah, apatis, gizi kesan baik

T: 100/80 mmhg N: 120x/menit

RR: 30 x / menit S: 36,1 C

Mata: edema palpebra (+/+)

Thorax: retraksi (-)

Pulmo: SDV (+/+), ST (-/-)

Abdomen: Nyeri tekan hipokondrium kanan, hepar teraba 1 cm bacd, tepi tajam, permukaan rata, asites (-)

Ekstremitas: Uji Tourniquet (+) akral dingin, CRT = 2 , arteri doralis pedis teraba lemah dan cepat.

Laboratorium:

HB: 14,4 g/dl, HCT: 45,1%, AL 10.100 / ul, AT: 33.000 / uL, AE : 5.700.000 / uL, GDS: 187 mg/dl.

Assesment:

Dengue syok sindrom

Gizi baik

Terapi:

O2 nasal 2 liter per menit

Resusitasi RL 20 cc/kgbb: 320 cc secepatnya ( 2 jalur )

T : 100/70 mmHg

N : 88x/menit

RR : 24x/menit

IVFD 10cc/kgbb/jam

Inj Ampicillin 400mg/ 6 jam

Parasetamol 160 mg bila demam

Rencana:

DL3 / 8 jam, DL2, U/F , IgM-IgG dengue, GDT

Monitor:

KUVS/1 jam

BCD/8 jam

DL/8jam

Awasi tanda syok

II

An, M, 5 th 6 bl/ 16 kg

I

EMBED Word.Picture.8

III

Kepada Yth :

UJIAN INFEKSI YUNIOR

Selasa, 27 Juli 2010

1 2 3 4 5

Kamis

Rabu

Selasa

Senin

Minggu

Sabtu 17.00

10 Juli 2010

Koloid 20ml/kgBB

Evaluasi ketat

Tanda vital

Tanda perdarahan

Diuresis

Pantau Hb, Ht, tromboit

Alur Resusitasi DHF grade III / IV

DBD derajat III & IV

Oksigenasi (berikan O2 2-41/menit)

Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)

Ringer laktat/NaCl 0,9%

20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Cairan dan tetesan disesuaikan

10 ml/kgBB/jam

Syok tidak teratasi

Kesadaran menurun

Nadi lembut/ tidak teraba kuat

Tekanan nadi 20 mmHg

Distres pernafas/sianosis

Kulit dingian dan lembab

Ekstremitas dingin

Periksa kadar gula darah

Lanjutkan cairan

20 ml/kgBB/jam

Tambahkan koloid/plasma

Dekstran/FPP

10-20 (max 30) ml/kgBB/jam

Koreksi asidosis

20 ml/kgBB/jam

Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam

Tetesan 5 ml/kgBB/jam

Ht stabil

2 x pemeriksaan

Tetesan 3 ml/kgBB/jam

Infus stop tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi

Syok teratasi

Kesadaran membaik

Nadi teraba kuat

Tekanan nadi > 20 mmHg

Tidak sesak nafas/sianosis

Ektremitas hangat

Diuresis cukup 2 ml/kgBB/jam

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?

Pantau tanda vital tiap 10 menit

Cacat balans cairan selama pemberian cairan intravena

Ht turun

Syok teratasi

Syok belum teratasi

Ht tetap

Transfusi darah segar 10 ml/kgBB diulang sesuai kebutuhan

Sindrom Syok Dengue (DSS)

Tanpa Syok

Dengan Pendarahan yang Luar Biasa

Tanpa Pendarahan

Demam berdarah Dengue

Demam Dengue

Demam

Simptomatik

Asimptomatik

Infeksi Virus Dengue

PAGE 35

_1336175960.doc