DSS referat Wildan
-
Upload
wildan-firmansyah -
Category
Documents
-
view
46 -
download
5
description
Transcript of DSS referat Wildan
0
REFERAT
Dss
Disusun oleh :
wf 201320401011114
Pembimbing :
dr. Dahsyat Wasis Setiadi Sp.A
dr. Lily Dyah Farida Sp.A
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3
1. Definisi 3
2. Etiologi 3
3. Epidemiologi 3
4. Patofisiologi 5
5. Patogenesis 6
6. Klasifikasi 9
7. Manifestasi Klinis 11
8. Pemeriksaan Penunjang 13
9. Penatalaksanaan 16
BAB 1V PEMBAHASAN 28
DAFTAR PUSTAKA 30
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi virus dangue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile
illness), deman dangue, demam berdarah dangue, sampai demam berdarah disertai
syok (dengue shock syndrome). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini
memperlihatkan sebuah fenomena gunung es yang terlihat di atas permukaan laut,
sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue)
merupakan dasarnya. (1)
Tanda patognomonik antara demam dangue dan demam berdarah dengue
adalah peningkatan permeabilitas kapiler darah yang menyebabkan adanya
kebocoran dari intravaskuler ke kompartemen ekstravaskuler. Pada DBD yang
parah hilangnya plasma sangat penting, pasien menjadi hipovolemik, tanda-tanda
circulatory compromise, dan dapat menjadi syok. Demam berdarah dengue
mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tetapi bila berkembang
menjadi sindrom syok dengue akan meningkat menjadi 40%. (2)
Sindrom syok dengue merupakan salah satu kegawatan di bidang infeksi.
Masalah yang berkembang di Indonesia belakangan ini adalah kecenderungan
pasien yang menderita demam berdarah dengue jatuh pada keadaan yang lebih
berat, yaitu sindrom syok dengue.(2)
Penanganan DSS adalah resusitasi dengan pemberian cairan secara parenteral,
dengan tujuan untuk memulihkan dan mempertahankan kebutuhan cairan selama
periode meningkatnya permeabilitas kapiler. Perawatan khusus diperlukan untuk
menghindari overload cairan dengan semua komplikasiny. Bila resusitasi cairan
dimulai sejak tahap awal, syok bisa reversibel, dan masalah kebocoran plasma
teratasi, pasien dapat sembuh dengan baik. (6)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari karena peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke
ekstravaskuler, sehingga terjadi peningkatan penurunan volume intravaskuler
dan hipoksemia .
Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun,
antara hari ke 3 sampai hari ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga
pleura dan peritonium hipoproteinemia, hemokosentrasi dan hipovolemia
yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena, preload miokard,
volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan
penurunan perfusi organ. (1,2)
Pada fase awal sindrom syok dengue fungsi organ vital dipertahankan
dari hipovelemia oleh sistem homeostasisdalam bentuk takikardi
vasokonstriksi, penguatan kontraktilitas miokard, takipnea, hiperpnea, dan
hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer mengurangi perfusi non esensial di kulit
yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh dan
pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2detik). Perbedaan suhu kulit dan
suhu tubuh yang >2o C menunjukkan homeostatis masih utuh. Pada tahap
sindroma syok dengue kompensasi, curah jantung dan tekanan darah normal
kembali.
Penurunan tekan darah merupakan manifestasi lambat sindrom syok
dengue, berarti sistem homeostatis sudah terganggu dan kelainan
hemodinamik sudah berat, sudah terjadi dekompensasi.
Pasien awalnya terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh kedalam
syok yang ditandai dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar mulut, nadi
cepat lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien
masih dalam keadaan sadar sekalipun mendekati stadium akhir. (2)
4
Sindrome syok dengue berlanjut dengan kegagalan mekanisme
homeostasis. Evektifitas dan intregitas sistem kardiovaskular rusak, perfusi
miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi makro dan mikro terganggu,
dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan
ireversibel, terjadi kerusakan sel dan organ pasien akan meninggal dalam 12-
24 jam. (3)
2. Etiologi
Demam Dengue ataupun Demam Berdarah Dengue (DBD) di
sebabkan oleh virus dengue ang termasuk dalam kelompok B Arthropod
Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebaga genus flavivirus, family
flavivirde, dan mempunyai 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4,
infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan sehingga tidak dapat memberikan perlindungan terhadap
serotipe lain. (1)
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dapat terinfeksi oleh 3
atau 4 serotipe selama hidupnya. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang
berat. (3)
Cara penularan : terdapat 3 faktor yang memegang peranan pada
penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vector perantara.
Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa
spesies yang lain juga dapat menularkan virus ini, namun merupakan vector
yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengundang virus
dengue pada saat menggigit manusia yang sedang viremia. Kemudian virus
yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8- 10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum saat ditularkan lagi kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat
ditularkan kepada telurnya (transovarian transmision), namun perannya
dalam penularan virus tidak penting.
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak didalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya
5
(infekti). Ditubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari
manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul
3. Klasifikasi WHO dan derajat beratnya DHF
DD/DBD Grade Tanda dan gejala Laboratorium
DemamDengue
Demam dengan min 2 gejala : Nyeri kepala Nyeri belakang mata Nyeri otot Nyeri sendi Manifestasi perdarahan
Tidak ada kebocoran plasma
Trombositopenia (<150.000 sel/mm3) Hematokrit meningkat (5-10%)
DBD IDemam disertai manifestasi perdarahan (torniquet+) ada kebocoran plasma
Trombositopenia (<100.000 sel/mm3) Hematokrit meningkat (≥20%)
DBD IIGrade I + perdarahan spontan Trombositopenia
(<100.000 sel/mm3) Hematokrit meningkat (≥20%)
6
DBD(DSS)
IIGrade I atau II + adanya kegagalan sirkulasi :
Nadi cepat dan lambat Tekanan nadi menurun (20mmHg
atau hipotensi Sianosis di sekiar mulut, akral
dingin dan lembab Anak tampak gelisah
Trombositopenia (<100.000 sel/mm3) Hematokrit meningkat (≥20%)
DBD
(DSS)
III
Grade III + syok berat serta nadi dan
tekanan darah yang tidak terukur
Trombositopenia (<100.000 sel/mm3) Hematokrit meningkat (≥20%)
4. Manifestasi Klinis
Pada DBD setelah masa inkubasi, dilanjukan dengan 3 fase yaitu
fase demam, kritis, dan resolusi/pemulihan.
a) Fase Demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari,
naik turun tidak berpengaruh pada antipirektik, suhu tubuh bisa mencapai
40oC dan dapat terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka merah,
eritema, myalgia, artharlgia, dan sakit kepala. Pada beberapa pasienpun
bisa ada gejala nyeri tenggorok, infeksi pada konjungtiva. Anoreksia,
mual, muntah, sering juga dikeluhkan. Sulit membedakan demam karena
infeksi virus dengue dan demam dengue paada fase awal seperti ini, tapi
dengan positifnya uji torniquet meningkatkan kemungkinan demam
dengue. (5)
b) Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis, anak terlihat seakan
sehat, hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian
syok. Hari ke 3-7 adalah fase kritis. Dimana kebocoran plasma
bisa terjadi kurang dari 24-48 jam.
Pada fase ini, pasien yang tidak mengalami kebocoran plasma
akan membaik keadaannya, sedangkan yang mengalami
kebocoran plasma akan sebaliknya karena kehilangan volume
7
plasma. Acites dan efusi pleura bisa terdeteksi tergantung dari
keparahan kebocoran plasma dan volume terapi cairan.
c) Fase Resolusi
Bila dalam waktu 24-48 jam pasien berhasil melewati fase kritis,
keadaan umum dan nafsu makan membaik, status hemodinamik
stabil.
Semua nilai lab kembali normal secara perlahan.
5. Patofisiologi
Virus dangue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan
infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi
tubuh memberikan reaksi berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang
berulang dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda. Hal ini merupakan
dasar teori yang disebut the seceondary heterologous infection atau the
sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang atau re-infeksi ini
akan menyebabkan suatu reaksi anamestik antibodi, sehingga menimbulkan
kompleks antigen- antibodi (kompleks virus anti bodi) dengan konsentrasi
tinggi.(5) Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada tiap pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi
dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Replikasi
8
virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak.
Terdapatnya kompleks virus-antibodi di dalam sirkulasi darah
mengakibatkan hal sebagai berikut :
Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang
berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
dan meyebabkan plasma keluar melalui dinding tersebut (plasma
leakege), suatu keadaan yang berperan pada terjadinya syok. Telah
terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a menurun masing-
masing sebanyak 33% dan 89%.5 Meningginya nilai hematokrit
pada kasus syok diduga akibat kebocoran plasma melaui kapiler
yang rusak ke daerah ekstravaskular seperti rongga pleura,
peritonium atau pericardium.(2)
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks
antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP, sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal
ini membuat trombosit dihancurkan oleh RES sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID),
ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product)
sehingga ada penurunan faktor pembekuan.(6)
Tabel Hubungan jumlah trombosit dengan risiko perdarahan3
Jumlah Trombosit (sel/µl) Risiko
>100.000 Tidak ada risiko tinggi
50.000-100.000 Risiko trauma mayor
20.000-50.000 Risiko trauma minor
<20.000 Risiko perdarahan spontan
<10.000 Risiko perdarahan yang mengancam nyawa
Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat
terjadinya pembekuan intravaskular yang luas (DIC). Dalam proses
9
aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan
dalam pembentukan anafilatoksin dan pengahancuran fibrin
menjadi fibrin degradation product. Di samping itu aktivasi ini juga
merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dinding kapiler.5
Dampak metabolik lain yang terjadi pada infeksi virus dengue ialah
tubuh host dalam kondisi hipermetabolik. Pada kondisi hipermetabolik tubuh
menuntut mitokondria untuk meningkatkan produksi ATP. Dampak
sampingnya ialah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS).
ROS bersama sitokin proinflamatori menyebabkan penurunan elastisitas otot
polos kapiler, miokard dan berpengaruh pada sistem konduksi jantung
terutama pada sindrom syok dengue. Dapat dipahami bahwa syok pada infeksi
DBD dapat terjadi akibat perpindahan plasma, perdarahan, kelumpuhan otot
polos vaskuler, kelumpuhan miokard. (6)
10
6. Pemeriksaan Penunjang (7)
Laboratorium
a. Leukosit
Normal, biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Akhir fase
demam jumlah leukosit dan neutofil menurun, sehingga jumlah
limfosit relatif meningkat. Peningkatan jumlah limfosit atipikal atau
limfosit plasma biru (LPB >4%) di daerah tepi dijumpai pada hari sakit
ke 3-7.
b. Trombosit
Jumlah trombosit ≤ 100.000/ul atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb.
Pada hari ke 3-7
c. Hematokrit
Gambaran hemokonsentrasi. Merupakan indikator yang peka akan
terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
secara berkala. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20%
atau lebih mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan
perembesan plasma. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh pergantian
cairan atau perdarahan.
d. Kadar albumin menurun sedikit dan besifat sementara
e. Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan
f. Penurunan faktor koagulasi dan fibrinotik yaitu fibrinogen, protrombin
seperti faktor V, VII, IX, X
g. Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin memanjang
h. Hipoproteinemia
i. Hiponatremia
j. SGOT/SGPT sedikit meningkat
k. Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat
pada syok yang berkepanjangan.
Radiologi
Pada foto thoraks DBD grade III / IV dan sebagian grade II
didapatkan efusi pleura, biasanya sebelah kanan. Posisi foto adalah lateral
11
dekubitus kanan. Ascites dan efusi pleura dapat di deteksi dengan
pemeriksaan USG
Serologis
a. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI test)
Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan sering
dipakai dan dipergunakan sebagai gold standard pada
pemeriksaan serologis. Meskipun begitu, terdapat hal-hal yang
perlu diperhatikan pada uji HI ini:
- Uji HI sensitif tetapi tidak spesifik, artinya tidak dapat
menunjukkan tipe virus apa yang menginfeksi
- Antibodi HI bertahan sangat lama dalam tubuh (sampai >
48 tahun), sehingga sering dipakai dalam studi sero-
epidemiologi
- Untuk diagnosis membutuhkan kenaikan titer konvalesens
4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik
pada serum akut atau konvalesens dianggap sebagai positif
infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection).
b. Uji Komplemen fiksasi (CF test)
Uji komplemen fiksasi jarang digunakan sebagai uji
diagnostik rutin, oleh karena cara pemeriksaan yang rumit dan
memerlukan tenaga yang berpengalaman. Berbeda dengan
antibodi HI, antibodi CF hanya bertahan beberapa tahun saja
(2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi (NT test)
Merupakan uji yang paling sensitif dan spesifik untuk
virus dengu. Uji neutralisasi memakai cara yang disebut
Plague reduction Neutralization Test (PRNT) yang
berdasarkan adanya reduksi dari plak yang terjadi. Antibodi
neutralisasi dideteksi hampir bersamaan dengan HI antibodi
dan bertahan lama (> 4-8 tahun). Tetapi uji neutralisasi juga
rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak
dipakai secara rutin.
12
d. IgG dan IgM Elisa
Setelah satu minggu terinfeksi virus dengue, terjadi
viremia yang diikuti oleh pembentukan IgM antidengue. IgM
hanya berada dalam waktu yang relatif singkat dan akan
disusul dengan pembentukan igG. Pada kira-kira hari ke 5
terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi virus.
Imunoserologi berupa IgM (merupakan penanda infeksi saat
ini) dan IgG (merupakan penanda infeksi masa lalu). IgM
akan terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu
ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari setelahnya.
Sedangkan IgG terdeteksi pada hari ke-14 pada infeksi primer
dan hari ke-2 pada infeksi sekunder.
e. NS1-Ag tes
Tes yang dapat mendiagnosis DBD dalam waktu demam
8 hari pertama yaitu antigen virus dengue yang disebut dengan
antigen NS1. Keuntungan mendeteksi antigen NS1 yaitu untuk
mengetahui adanya infeksi dengue pada penderita tersebut
pada fase awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya
antibodi.
Pemeriksaan antigen NS1 diperlukan untuk mendeteksi
adanya infeksi virus dengue pada fase akut, dimana pada
berbagai penelitian menunjukkan bahwa NS1 lebih unggul
13
sensitivitasnya dibandingkan kultur virus dan pemeriksaan
PCR maupun antibodi IgM dan IgG antidengue. Spesifisitas
antigen NS1 100% sama tingginya seperti pada gold standard
kultur virus maupun PCR.
NS1-Ag tes adalah tes untuk deteksi protein non struktur
NS-1 Ag yang ada dalam sirkulasi dan dapat mendeteksi ke
empat serotipe. Keunggulannya dapat mendeteksi virus lebih
awal, mulai dari hari ke-1 demam sampai demam hari ke-9 dan
mempunyai sensitivitas DEN-1 : 88,9%, DEN-2 : 87,1%,
DEN-3 : 100%, DEN-4 : 93,35%.
7. Diagnosis (8)
Definisi kasus untuk sindrom syok dengue ialah harus memenuhi
kriteria demam berdarah dengue ditambah bukti gagal sirkulasi. Kriteria
demam berdarah dengue yaitu:
Gejala klinis
Demam berlangsung 2-7 hari, kadang bifasik
Kecenderungan perdarahan, dibuktikan minimal dengan satu dibawah
ini:
- Tes tornikuet positif
- Ptekie, ekimosis atau purpura
- Perdarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal, tempat injeksi
atau lokasi lain
- Hematemesis atau melena
Hepatomegali
Syok (9)
Syok ditandai dengan :
- Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun
kesadarannya menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini
disebabkan kegagalan sirkulasi serebral
- Nadi cepat teraba lemah kadang tidak teraba oleh karena kolap
sirkulasi.
- Tekanan nadi menurun (< 10 mmHg)
14
- Hipotensi Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80
mmHg atau kurang
- Akral dingin, sianosis pada kuku
- capillary refill > 2 detik
- Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang
meliputi arteri renalis
Syok dapat terjadi dalam waktu yang singkat, pasien dapat
meninggal dalam waktu 12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendpat
pergantian cairan yang memadai. Pasien seringkali mengeluh nyeri di
daerah perut saat sebelum syok timbul. Nyeri abdomen seringkali
menonjol pada anak besar yang menderita DSS. Gejala ini patut
diwaspadai oleh karena kemungkinan besar terjadi perdarahan
gastrointestinal. Syok yang terjadi selama periode demam, biasanya
mempunyai prognosis buruk.
Laboratorium
Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang)
Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler
dengan manifestasi sebagai berikut :
- Peningkatan hmatokrit ≥ 20% dari nilai standar
- Penurunan hematokrit ≥ 20% setelah mendapatkan terapi
cairan
- Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia
Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosa DBD
8. Komplikasi (4)
Overload cairan8
Kelebihan cairan dengan efusi pleura yang luas dan ascites
merupakan penyebab distress pernafasan akut tersering pada
dengue berat. Penyebab kelebihan cairan pada dengue adalah :
- Pemberian cairan intravena yang berlebihan dan atau yang
terlalu cepat
15
- Salah penggunaan cairan. Dimana lebih memakai cairan
hipotonik daripada cairan isotonik.
- Pemberian dosis cairan intravena yang terlalu banyak dengan
kbocoran plasma yang hbat
- Pemberian cairan intravena yang trlalu lama
Tanda awal :
- Nafas cepat
- Tarikan dinding dada ke dalam
- Efusi pleura luas
- Asites
- Edema periorbital atau jaringan lunak
Tanda lanjut :
- Edema paru
- Sianosis
- Syok irreversible
Berikan oksigen, lalu hentikan pemberian cairan secara
intravena karena selama masa penyembuhan cairan pada pleura
dan rongga peritoneum akan kembali ke intravaskuler.
Perdarahan (biasanya gastrointestinal)
Pasien dengan trombositopenia yang cukup rendah harus istirahat
di tempat tidur dan hindari dari trauma untuk mencegah
perdarahan. Tidak semua pasien mengalami perdarahan yang
cukup banyak. Hanya pada keadaan-keadaan tertentu. Pemberian
transfusi darah harus dilakukan sesegera mungkin begitu diketahui
atau terlihat adanya tanda-tanda perdarahan yang masif. Tetapi
pada pemberian transfusi darah pun harus di monitor sebaik
mungkin untuk menghindari kelebihan cairan pada pasien. Jangan
menunggu nilai hematokrit terlalu rendah untuk memutuskan
pemberian transfusi darah. Berikan 5-10 ml/kgBB PRC atau 10-20
ml/kgBB whole blood.
Indikasi pemberian darah:9
- Terdapat perdarahan secara klinis
16
- Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap,
hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan. Berikan
darah segar 10 ml/kgBB
- Apabila kadar hematokrit tetap > 40vol%, maka berikan darah
dalam volume kecil.
- Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk
koreksi gangguan koagulopati atau koagulasi intravaskular
diseminata pada syok berat yang menimbulkan perdarahan
masif.
- Pemberian tranfusi suspensi trombosit pada Koagulasi
Intravaskular Diseminata harus selalu disertai plasma segar
(berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah
perdarahan lebih hebat.
Hiperglikemia dan hipoglikemia
Hiponatremi, hipokalemi, hiperkalemi, ketidakseimbangan serum
kalsium
Asidosis metabolik
Disfungsi hepar, biasanya bisa akibat dari virus dengue hepatitis
atau syok
DIC
Di kulit dapat ditemukan tanda petekie dan ekimosis. Nekrosis
jaringan dapat terjadi pada banyak organ dan terlihat tanda infark
yang luas di kulit, di jaringan subkutan atau ginjal.
Ensefalopati, biasanya muncul sebelum onset kebocoran plasma
Ensefalopati adalah komplikasi yang jarang dari infeksi
virus dengue dan mungkin terjadi sebagai konsekuensi dari
perdarahan intrakranial, edema serebri, hiponatremia, anoksia
serebri, perdarahan mikrokapiler atau pelepasan produk toksik.
Mungkin pula disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah otak
sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular menyeluruh.
17
Pada ensefalopati dengue, kesadaran menurun menjadi
apatis atau somnolen dan dapat disertai atau tanpa disertai kejang.
Pada DSS, keadaan syok harus diatasi terlebih dahulu untuk
melihat ada tidaknya kondisi ensefalopati.10
Kelainan ginjal (akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal
ginjal akut).
Kelainan ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat kondisi syok
yang tidak teratasi dengan baik. Pada keadaan syok berat dapat ditemukan
nekrosis tubular akut yang ditandai dengan oligouria/anuria disertai
peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
18
9. Penatalaksanaan (11)
a. Penatalaksaan pasien dengan syok yang terkompensasi:
Berikan cairan isotonik kristaloid secara intravena dengan dosis 5-
10 ml/kgBB/jam, habis dalam 1 jam. Lalu periksa tanda vital,
cappilary refill time, hematokrit, dan produksi urin.
19
Jika keadaan pasien membaik, cairan kristaloid diturunkan secara
perlahan. Turunkan 5-7 ml/kgBB/jam dalam waktu 1-2 jam. Lalu
3-5 ml/kgBB/jam dalam waktu 2-4 jam. 2-3 ml/kgBB/jam dalam
waktu 2-4 jam. Jika keadaan terus membaik, maka cairan dapat
terus dikurangi.
Bila keadaan pasien tidak membaik, dimana tanda vital tetap tidak
stabil, periksa hematokrit setelah pemberian bolus pertama. Bila
hematokrit meningkat atau tetap tinggi (≥ 50%), berikan bolus
kristaloid kedua dengan dosis 10-20 ml/kgBB/jam dalam 1 jam.
Bila setelah pemberian cairan kedua ini ada perbaikan, kurangi
dosis cairan kristaloid menjadi 7-10 ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam,
dan terus kurangi dosis seperti yang telah dijelaskan di atas. Bila
nilai hematokrit menurun dari nilai hematokrit awal (< 40% pada
anak dan wanita dewasa, < 45% pada pria dewasa), ini menunjukan
adanya perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan
transfusi darah secepatnya.
Selanjutnya bolus larutan kristaloid ataupun koloid mungkin perlu
diberikan selama 24-48 jam berikutnya.
b. Penataksaan pasien dengan syok yang tidak terkompensasi
Beri cairan isotonik ataupun kristaloid (bila tersedia) secara
intravena dengan dosis 20 ml/kgBB/jam selama 15 menit
Bila keadaan pasien membaik, berikan cairan kristaloid/koloid 10
ml/kgBB/jam dalam 1 jam. Lalu lanjutkan dengan pemberian
cairan kristaloid dan kurangi dosis secara perlahan, 5-7
ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam. Lalu 2-5 ml/kgBB/jam dalam 2-4
jam. Dan 2-3 ml/kgBB/jam atau kurang, yang dapat dipertahankan
selama 24-48 jam.
Bila tanda vital masih tidak stabil, periksa nilai hematokrit sebelum
pemberian cairan pertama. Jika nilai hematokrit rendah (< 40%
pada anak dan dewasa muda, <45% pada pria dewasa), ini
menunjukan adanya perdarahan, lakukan cross match, dan
memerlukan transfusi darah secepatnya.
20
Bila nilai hematokrit lebih tinggi dari nilai hematokrit awal, maka
danti cairan dengan berikan cairan koloid 10-20 ml/kgBB dalam
waktu 30 menit sampai 1 jam. Bila keadaan pasien membaik,
turunkan dosis 7-10 ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam, lalu ganti cairan
dengan cairan kristaloid dan turunkan dosis seperti yang telah
disebutkan diatas. Jika masih belum stabil, periksa kembali
hematokrit.
Bila nilai hematokrit turun dari nilai sebelumnya (< 40% pada anak
dan dewasa muda, <45% pada pria dewasa), ini menunjukan
adanya perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan
transfusi darah secepatnya. Bila nilai hematokrit meningkat dari
nilai sebelumnya atau tetap tinggi (> 50%), lanjutkan pemberian
koloid 10-20 ml/kgBB sebagai bolus ketiga dalam waktu 1 jam.
Lalu ganti cairan dengan cairan kristaloid dan turunkan dosis
seperti yang telah disebutkan diatas saat keadaan pasien mulai
membaik.
Bolus cairan mungkin perlu diberikan selama 24 jam ke depan.
Pasien dengan sindrom syok dengue harus dimonitor rutin hingga
tanda-tanda bahaya berkurang atau menghilang. Saat pemberian cairan,
tanda vital dan perfusi perifer harus dimonitor setiap 15-30 menit sampai
pasien terlepas dari keadaan syok, lalu monitor setiap 1-2 jam. Secara
umum, semakin tinggi tingkat cairan infus, pasien lebih sering harus
dipantau dan ditinjau untuk menghindari overload cairan sementara
memastikan penggantian volume yang memadai.
Produksi urin harus dipantau juga. Kateter dipasang untuk
memudahkan menghitung produksi urin. Hematokrit harus dipantau
sebelum dan sesudah bolus cairan sampai keadaan pasien stabil, lalu
setelah itu setiap 4-6 jam. Terkadang diperlukan juga pemeriksaan analisis
gas darah, laktat, karbondioksida/bikarbonat (setiap 30 menit sampai 1
jam hingga pasien stabil, lalu diperiksa kembali sesuai kebutuhan), gula
darah (sebelum dan sesudah pemberian cairan, periksa kembali sesuai
21
indikasi), dan pemeriksaan fungsi organ lainnya ( ginjal, hepar, koagulasi,
dll).
Pasien demam berdarah dengue perlu dirujuk ke ICU Anak atas indikasi:12
- Syok berkepanjangan (syok tak teratasi lebih dari 60 menit)
- Syok berulang (pada umumnya disebabkan oleh perdarahan internal)
- Perdarahan saluran cerna hebat
- Demam berdarah dengue ensefalopati
Kriteria pasien pulang:9
- Bebas panas sedikitnya 24 jam tanpa pemakaian obat antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Tampak perubahan klinis
- Output urin baik
- Hematokrit stabil
- Melewati 2 hari setelah syok
- Tidak ada distres pernafasan karena efusi pleura atau asites
Trombosit >50.000/mm3
10. Prognosis (12)
Prognosis tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat segera dan
pemantauan ketat syok. Tanda prognosis baik adalah membaiknya takikardi,
takipneu, dan kesadaran, munculnya diuresis dan kembalinya nafsu makan.
Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan
kematian, tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok dengue akan
meningkatkan kematian hingga 40%.
Prognosis buruk pada koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom
syok dengue dengan renjatan berulang atau berkepanjangan.
22
I. Status Pasien
Pasien
Nama ASHFA PUTRA AQLIHI
Alamat Karya Bakti / Kras
Jenis Kelamin Laki-Laki
Agama Islam
Tanggal masuk 22 Februari 2015
Alergi obat -
Sistem pembayaran BPJS
A. Keluhan Utama
Demam
B. Keluhan Tambahan
Mimisan, muntah, BAB warna hitam
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam mendadak tinggi terus- menerus sejak 1
hari yang lalu, sudah diberi paracetamol tetapi demam tidak turun. Selain itu
pasien merasa pusing berputar dan cekot cekot, mual, dan muntah 3 kali sejak
pagi hari ini, muntah setiap kali makan dan minum, muntah darah (-). Minum dan
makan sedikit, nafsu makan menurun. Buang air kecil terakhir 2 jam yang lalu
banyak, BAB hitam seperti petis (+), BAK lancar, mimisan (+).
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien menyangkal ada yang
mengalami keluhan seperti yang dikeluhkan pasien.
23
E. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat di RS Muhammadiyah Kediri 1 bulan yang lalu karena
demam berdarah.
F.Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama orang tuanya di rumah seluas 80 m² terdiri dari 4 ruangan
dibatasi sekat tembok. Pencahayaan dalam rumah cukup. Terdapat sebuah kamar
mandi yang jarang dikuras dan tidak menggunakan abate. Air berasal dari sumur
pompa, jarak sumber air dan septi tanc 6 m.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Kesadaran : Composmetis
Keadaan Umum : Lemah
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 32 kg
Status Gizi : kurang
Tanda Vital :
Nadi : 98 x/menit Suhu : 38,5 C RR : 20x/menit Tensi : 110/80
mmHg
B. Status Generalis
Kepala : Normocephali
Rambut : Lurus, hitam, distribusi merata
Mata : a/i/c/d : -/-/-/-, perdarahan konjungtiva -/-, reflek cahaya
langsung +/+
Reflek cahaya tidak langsung +/+
24
THT : Normotia, Liang telinga lapang, serumen -/-, perdarahan
-/-
Hidung : Epistaxis (-)
Tenggorok : Uvula di tengah, arkus faring simetris, hiperemis (-)
Gigi dan mulut : Bibir kering , cyanosis (-) , oral hygine baik
Paru-paru :
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus kiri-kanan, krepitasi (-), nyeri palpasi (-)
Perkusi : Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri
Auskultasi: Bunyi nafas vesikular +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi :Iktus kordis teraba di ICS 5 garis midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung kiri pada garis midclavicula sinistra
Batas jantung kanan jantung pada garis sternal sinistra
Auskultasi: bunyi jantung S1 S2 tunggal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Flat
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali 2 cm dibawah arkus costae,
splenomegali (-), ren dBn, Turgor <2 detik
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Auskultasi: BU (N)
Ekstremitas : Hangat (+/+), kering (+/+), merah (+/+), rumple leede (+/+)
25
Status Gizi:
Height/age : +1 normal
BMI/age : -3 sangat kurus
HASIL LABORATORIUM
A. Darah Lengkap
Tanggal WBC RBC HGB HCT PLT Baso Eos Neu Limf Mono
17-07-2014 9.03 4.13 12.3 37.1 33 0.3% 0% 71.5% 17.8% 10.4%
20-07-2014 3.78 4.20 12.3 37.3 50 0.3% 5.8% 43.3% 47.1% 3.4%
21-07-2014 7.79 4.48 13.0 38.6 48 0.1% 4.7% 10.3% 80.4% 4.5%
22-07-2014 11.21 4.08 12.0 35.0 50 0.2% 3.3% 9.3% 74.4% 12.8%
B. Widal
PARAMETER HASIL HARGA NORMAL
Typhi O Negatif Negatif
Typhi H Negatif Negatif
Paratyphi AO Negatif Negatif
Paratyphi BO Negatif Negatif
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
26
DIAGNOSIS : Demam Dengue
DIAGNOSIS BANDING
o Chikungunya
o ITP
o Demam Tiphoid
o Malaria
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
o Tirah baring
o Minum banyak
o Diet tinggi kalori protein
Medikamentosa
o Infus IVFD N2 16 tpm
o Cefotaxime 3x1 gr
o Ranitidin 3x 50 mg
o Paracetamol 3x500 mg
27
FOLLOW UP
16-07-
2014
17-07-
2014
18-07-
2014
19-07-
2014
20-07-
2014
21-07-
2014
22-07-
2014
Demam +++ +++ +++ ++ - - -
Mual +++ +++ + - - - -
Muntah - +++ - - - - -
Atralgia/myalgia ++ ++ + + - - -
Lidah pahit - + ++ + - - -
Konstipasi - + ++ + - - -
Lemas +++ +++ ++ - - - -
pusing - +++ ++ + - - -
16-07-2014Demammualatralgia/myalgialemas
17-07-2014Demam PusingMual muntah 3xNyeri sendiLidah pahitkonstipasiatralgia/myalgiaLemas
18-07-2014Demam Pusing Nyeri sendimualatralgia/myalgiakonstipasilemas
19-07-2014Demam Pusing Nyeri sendiLidah pahitkonstipasi
20-07-2014-
28
17 18 19 20 21 2234
35
36
37
38
39
40
GRAFIK SUHU
HARI
SUHU
29
PEMBAHASAN
Pada kasus An. Dwi siwi 13 tahun didiagnosis demam dengue. Diagnosis ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah demam tinggi
yang muncul mendadak, terus menerus selama satu hari. Kemudian turun pada
hari ke 4. Demam disertai sakit kepala, mual, muntah, lemas, nyeri persendian,
dan pegal pegal. Muntah 3x setelah makan dan minum, muntah darah disangkal.
Perdarahan hidung dan guzi disangkal. Buang air kecil lancar, BAK darah
disangkal. Buang air besar sedikit keras, BAB darah disangkal. Pasien pernah
masuk rumah sakit 1 bulan yang lalu dan didiagnosis demam berdarah. Di
lingkungan keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang sama. Lingkungan
rumah kurang terpelihara, terutama kamar mandi yang jarang dikuras.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, vital sign tampak kenaikan suhu yang tinggi. Pada
pemeriksaan kepala didapatkan mukosa mulut kering dan sedikit sianosis.
Pemeriksaan toraks dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen didapatkan
hepatomegali 2 cm dibawah arkus costae.
Dari anamnesis didapatkan demam mendadak tinggi sejak 1 hari belum bisa
didiagnosis demam dengue, namun didapatkan gejala-gejala seperti myalgia
atralgia, nyeri kepala, gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah yang dapat
mengarahkan diagnosis ke demam dengue. Uji rumple leede positif dan
trombositopenia merupakan kriteria klinis demam dengue. Diagnosis bandingnya
adalah demam typhoid sehingga perlu dilakukan tes widal.
Dari pemeriksaan laboratorium saat masuk tidak didapatkan
trombositopenia, namun saat pemeriksaan darah lengkap hari selanjutnya yaitu
tanggal 20-07-2014 dan hari berikutnya didapatkan jumlah trombosit > 100.000
yang menunjukkan trombositopenia. Sebaiknya dilakukan tes serologi IgG
30
maupun IgM anti dengue untuk memperkuat diagnosis. Dari nilai hematokrit
dinilai tidak terjadi hemokonsentrasi sehingga tidak masuk dalam diagnosis
demam berdarah dengue.
Penatalaksanaan pasien An. Dwi Siwi, cairan yang digunakan IVFD RL
jenis kristaloid untuk mencegah perembesan cairan keluar dari pembuluh darah.
Asupan cairan pasien harus tetap dijaga terutama cairan oral untuk mencegah
dehidrasi. Selanjutnya pasien diberikan injeksi ranitidin untuk menurunkan
sekresi asam lambung mengatasi mual dan muntah.pasien dirawat selama 7 hari
kemudian dipulangkan dan dilanjutkan obat jalan karena terjadi perbaikan nilai
trombosit, keadaan umum baik, dan keluhan tidak ada lagi.
31
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, F.U. 2010. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin
jendela epidemiologi. 2 (1): 1 – 3
Bagian Patologi Klinik. (2009). Peran pemeriksaan laboratorium dalam diagnose
Demam Berdarah Dengue. RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Barakah, V. F. 2012. Demam Berdarah tidak ada obatnya, Hanya andalkan cairan.
Detik Health. Retrieved from:
http://health.detik.com/read/2012/06/15/143241/1942274/763/ 18 April
2013
Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S.
(2012). A three-component biomarker panel for prediction of dengue
hemorraghic fever. Am. J. Trop. Med. Hyg. 86(2): 341-348.
CDC (Centers for Disease and Prevention). (2010). Dengue Branch.Cañada
SanJuan,PuertoRico.From
:http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html diakses 20 April 2013
Danny, Wiradharma. 2009. Diagnosis cepat demam berdarah dengue. Jurnal
Kedokteran Trisakti., 18 (2): 78 – 79
DepKes, RI.,(2005). Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Waspadalah penyakit demam berdarah dengue.
Retrieved from www.denpasarkota.go.id. 18 april 2013.
Gubler D.J., 1998. The Global Pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever
Current Status and Prospect for the Future. Dengue in Singapore. Technical
Monograph Series No. 2 WHO.
IDAI, 2009. Apa itu demam berdarah dengue.
http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel. 18 April 2013
Khana M., Chaturvedi UC, Sharma MC, Panday VC, Mathur A., 1990. Increased
Capillary Permeability Mediated by A Dangue Virus Induced Limphokine.
Immunology Mart, 69;33:449-53
32
Khie Chen., Herdiman, T., Pohan., Robert., 2009. Diagnosis dan terapi cairan
pada demam berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 22. (1): 5 – 6
Kurane I, Ennis E Francis, 1992. Immunity and Immunopathologi in Dangue
Virus Infection. Seminar Imunology vol 4; 121-127.
Mujida, A.M., Ridwan, A. 2009. Pemetaan dan analisis kejadian demam
berdarah dengue di kaupaten bantaeng.
Phanmeesuk, Y., and Suksin, W. (2009). Nursing Care of Dengue Shock
Syndrome (Case study). Medical Journal of Srisake Surinam Buriram
Hospital Vol 24 No.2.
Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan
Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya.
Soewandoyo, E. 1997. Demam Berdarah Dangue pada Orang Dewasa. Gejala
Klinik dan Penatalaksanaannya. Folia Medika Indonesia XXXIII. Juli-
September.
Suvatte V. Immunological Aspect of Dangue Haemorrhagic Fever Studies in
Thailand. South East asian J. Trop Med. Pub Haealth, 1987; 1:312-5.
Syahruman A., 1998. Beberapa Lahan Penelitian untuk Penanggulangan Demam
Berdarah Dangue. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Vol:3:3:87-89.
Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M., Lee. K.
H. (2011). Could peak proteinuria determine whether patient with dengue
fever develop dengue hemorraghic/dengue shock syndrome/- A prospective
cohort study. BMC Infectious Diseases.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intrevensi
NIC dan kriteria hasil NOC. EGC. Jakarta.
World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of dengue
fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.