Refrat DSS Pin

33
Dengue Syok Sindrom Pembimbing : dr. oppy, Sp.A Disusun oleh : Pin Wijaya 11-2012-198 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

description

grrgre

Transcript of Refrat DSS Pin

Page 1: Refrat DSS Pin

Dengue Syok Sindrom

Pembimbing : dr. oppy, Sp.A

Disusun oleh : Pin Wijaya

11-2012-198

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

31 DESEMBER 2013 – 9 MARET 201

BAB I

Page 2: Refrat DSS Pin

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 serotipe

virus dengue . Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan

virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan Dengan demikian infeksi virus dengue

dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik),

Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan

Dengue Syok Sindrom (DSS). 1

Gejala klinis DBD yaitu ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang

jelas,berlangsung terus menerus selama 2-7 hari (bersifat bifasik) , manifestasi perdarahan yang

biasanya berupa : uji tourniquet positif , petekia, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa,

saluran cerna, dan tempat bekas suntikan , hematemesis atau melena, pembesaran hati, dengan

hasil laboratorium terdapat trombositopenia dan peningkatan hematokrit. 1, 2

Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta sebanyak 58 kasus,

dengan jumlah kematian yang sangat tinggi , 24 orang( case fatality rate 41-43 %). Sampai

akhir tahun 2005 , DBD telah melaporakan adanya Kejadian Luar Biasa ( KLB). Incidence rate

meningkat dari 0.005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 43,42 per 100.000

penduduk pada akhir tahun 2005.1

BAB II

Page 3: Refrat DSS Pin

Dengue Syok Sindrom

A. Etiologi

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue

yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai

genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2,

DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang

bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga

tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang

yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.

Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,

pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit

menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe

DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan

manifestasi klinik yang berat.1

B. Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu

manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies

yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.

Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang

sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam

waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia

pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya

(transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus

dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat

menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa

tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari

manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang

mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.1,2

Page 4: Refrat DSS Pin

C. Patogenesis

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi

kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama

dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya

tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun

bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat

menimbulkan kematian. 1

Patogenesis DBD dan DSS (dengue syok sindrom) masih merupakan masalah yang

kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi

sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis

ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya

dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk

menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain

yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian

berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi

heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi

dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE),

suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel

mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif

yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. 1-3

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection

dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi

sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi

anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan

transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,

replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat

terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus

kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan

aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

Page 5: Refrat DSS Pin

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang

intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat

berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini

terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan

terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi

secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena

itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan

bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat

tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh

nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan

peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk

menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk

menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan

laboratoris. 1

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi

sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor

tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat

dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),

ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan

faktor pembekuan.1,2

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.

Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan

Page 6: Refrat DSS Pin

(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,

perdarahan akan memperberat syok yang terjadi. 1

D. Gejala klinis

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat

menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam

ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang

lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). 3

Demam Berdarah Dengue / DBD

Page 7: Refrat DSS Pin

1. Klinis

Gejala klinis, yaitu:

Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari, bersifat bifasik.

Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa

o uji tourniquet positif

o petekia, ekimosis, atau purpura

o Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan

o Hematemesis atau melena

Pembesaran hati

Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki

dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.1-4

2. Laboratorium

Trombositopenia < 100.00/pl

Kebocoran plasma yang ditandai dengan

o Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 %

oPenurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang

adekuat

oEfusi pleura, asites, hipoproteinemia 1-4

Dua kriteria klinis ditambah satu dari kriteria laboratorium cukup untuk menegakkan diagnose

semetara DBD.

Derajat penyakit ( WHO , 1997)

Page 8: Refrat DSS Pin

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat ( pada setiap derajat sudah ditemukan

trombositopenia dan hemokonsentrasi)

Derajat I Demam disertai gejala tak khas dan satu – satu manisfestasi perdarahan ialah uji

tourniquet)

Derajat II Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi , yaitu nadi cepat dan lemah. Tekanan nadi

menurun( 20 mmhg atau kurang) atau hipotensi. Sianosis di sekitar mulut. Kulit

dingin dan lembab, dan anak tampak cgelisah.

Derajat IV Syok berat , naditidak dapat diraba dan tekanan tidak terukur.

Catatan : derajat III dan IV termasuk dalam DSS.3

Sindrom Syok Dengue (SSD)

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari

sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang

ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20

mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium

akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan

segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok

berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna,

dan DIC sehingga memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi

dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada

kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.

Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu

banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti

ensefalopati dan gagal hati.1-5

E. Pemeriksaan Laboratorium

Page 9: Refrat DSS Pin

Ada beberapa pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD, yaitu :

1. Hematologi

Jumlah Leukosit

Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil.

Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukost dan neutrofil bersama-sama

menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relative meningkat. Peningkatan jumlah

sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) >4% di daerah tepi dapat

dijumpai pada hari ketiga sampai hari ketujuh.1

Jumlah Trombosit

Penurunan jumlah trombosit menjadi ≤100.000/µl atau kurang dari 1-2

trombosit/LPB dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan 10 lpb. Pada umumnya

trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum

suhu turun. Jumlah trombosit ≤100.000/µl biasanya ditemukan antara hari ketiga sakit

sampai ketujuh. Pemeiksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah

trombosit dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pertama pada

saat-saat pasien pertama diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada sakit

ketiga, tetapi bila perlu, diulangi setiap hari sampai suhu turun.1

Kadar Hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai

pada DBD, merupaka indicator yang peka akan terjadinya perembesan plasma,

sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya

penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan

peningkatan hematokrit 20% atau lebih (misalnya dari 35% menjadi 42%),

mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu

mendapat perhatian bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau

perdarahan.1

2. Radiologi

Pada foto thoraks (DBD derajat 3 atau 4 dan sebagian besar derajat 2) didapatkan

efusi pleura terutama di hemithoraks dextra. Pemeriksaan foto thoraks sebaiknya

dilakukan pada posisi RLD kanan. Ascites dan efusipleura dapat dideteksi dengan USG1

Page 10: Refrat DSS Pin

3. Diagnosis Serologis

Dikenal 4 jenis uji serologi untuk menunjukkan adanya 5 infeksi virus dengue

a) Uji hemaglutinasi inhibisi

b) Uji komplemen fiksasi

c) Uji netralisasi

d) IgM dan IgG elisa

IgM elisa pada tahun terakir ini merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai.

Hal- hal yang perlu diperhatikan :

Pada hari 4-5 infeksi virus dengue , akan timbul igM yang kemudian diikuti

timbulnya igG.

Dengan mendeteksi igM pada serum pasien, akan secara cepat dapat

ditentukan diagnosis yang tepat.1

IgM dapat bertahan di dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk

memperjelaskan hasil uji igM dapat pula dilakukan uji terhadap igG. Ratio IgM/ IgG

Page 11: Refrat DSS Pin

dapat menentukan infeksi primer atau sekunder. Jika ratio igM / igG > 1.2

menunjukan infeksi primer, < 1.2 menunjukan infeksi sekunder.3-5

4. Mendeteksi antigen virus

NS1 antigen dapat dideteksi pada hari 1 sejak mulai demam dan menghilang setelah 5-6

hari.1

F. Komplikasi

Perdarahan

Jika ditemukan sumber perdarahan , sebisa mungkin dihentikan perdarahannya.

Pada DHF bisa terjadi perdarah seperti epistaksis, gusi berdarah, perdarahan saluran

cerna. Jika terjadi epistaksis berat, segera transfuse darah untuk life saving dan jangan

menunggu penurunan hematokrit. transfusi dengan 10 ml/kg PRC.

Pada perdarahan gastrointestinal , H-2 antagonis ( ranitidine 1 mg /kg BB/ dose 3-4

x/hari).Tidak ada sumber yang mendukung pemberian trombosit dan FFP atau

cyoprecipitate. 6

Asidosis metabolik

Kontrol keseimbangan asam basa ditentukan oleh ginjal. Paru , dan sistem buffer.

Etiologi

Normal anion gap

Diare

Renal Tubular acidosis ( RTA)

Peningkatan anion gap

acidosis laktat :

hipoksia jaringan : shock , hipoksemia, anemia berat

liver failure

malignancy

ketoasidosis:

diabetic ketoacidosis

Page 12: Refrat DSS Pin

starvation ketoacidosis

alcoholic ketoacidosis

kidney failure

keracunan

methanol. Ethylene glycol, salicylate, toluene

Pada DSS bisa terjadi asidosis metabolic karena mengalami syok , sehingga mengalami

hipoksia jaringan,metabolime anaerob dengan menghasilkan asam laktat.

Gejala klinis 7

Manifestasi klinis pada asidosis metabolic tergantung derajat academia. Pada

serum pH < 7,2 , bisa terjadi gangguan kontraksi jantung dan meningkatnya risiko

aritmia, dengan adanya academia,terjadi penurunan respon jantung terhadap

katekolamin, potensi terjadi serangan hipotensi pada anak dengan kekurangan volume

cairan atau syok. Academia juga menyebabkan vasokonstriksi pada vascular pulmonal.

Akan terjadi kompensasi dengan hiperventilasi ( pernapasan kussmau ), academia

menyebakan kalium bergerak dari intraselular ke extraselular . academia yang berat bisa

terjadi gangguan metabolism otak sehingga terjadi letargi dan coma. 7

Ensefalopati dengue

Pada umumnya ensefalopati dengue diduga terjadi sebagai komplikasi syok yang

berkepanjangan, disfungsi hati, edema otak, perdarahan kapilar cerebral, gangguan

metabolic seperti hipoksemia atau hiponaremia serta thrombosis pembuluh darah otak

sementara sebagai akibat dari DIC.7

Pada ensefalopati dengue , kesadaran pasien menurun sampai coma. Kejang,

paresis. Hiperrefleks pada pemeriksaaan fisik. 7

Pungsi lumbal dikerjakan bila syok telah teratasi dan kesadaran tetap menurun.

Pada ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar SGOT / SGPT, PT dan

APTT memanjang, hipoglikemia, hiponatremia.

Acute kidney failure

Acute kidney failure, disebut juga acute renal insufficiency, adalah sindrom

klinikal dengan terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba- tiba sehingga terjadi

gangguan dalam mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.7

Page 13: Refrat DSS Pin

Table pediatric modified RIFLE ( PRIFLE) criteria

Kriteria Estimated ccl Urin output

risk eCCl menurun 25% < 0.5 ml/kg/jam untuk 8

jam

Injury eCCl menurun 50% <0.5 ml/kg/jam untuk 16

jam

Failure eCCl menurun 75% atau eCCl <

35ml/menit/1.73m2

<0.3 ml/kg/ jam untuk 24

jam atau anuria untuk 12

jam

Loss Persistent failure > 4 minggu

End stage End stage renal ( persistent failure > 3 bulan

Etiologi

Prerenal

Page 14: Refrat DSS Pin

Dehidrasi

Hemoragik

Sepsis

Hipoalbumin

CHF

Sepsis

Intrinsic

Glomerulonephritis

HUS

ATN

Postrenal

Posterior urethral valves

Ureteropelvic junction obstruction

Ureterovesicular junction obstruction

Tumor

Urolithiasis

Neurogenic bledder

Manifestasi klinis

Pada prerenal : Terdapat tanda- tanda hipovolemik : nadi cepat dan lemah, akal

dingin,kehausan, hipotensi ortostatik. Penurunan kesadaran. Takipnea. Urin output

menurun.7

Selain itu juga harus lihat tanda- tanda pada gangguan elektrolit , seperti

hyperkalemia bisa menyebabkan aritmia jantung, cardiac arrest, kematian. gejala dari

asidosis metabolic.7

Pemeriksaan laboratorium

Elektrolit

Page 15: Refrat DSS Pin

Hematologi legkap

Urin lengkap

Ureum kreatinin

Foto thorak

Terapi

Rehidrasi dengan 20ml/kg dalam 30 menit. Jika tidak ada kehilangan darah dan

hipoproteinemia jangan menggunakan cairan koloid . sebaiknya dipasang CVP untuk

memanitor volume darah. 7

Koreksi elektrolit

Hyperkalemia , prosedur menurunkan kalium kalau mencapai > 6 meq/L. dengan

cara batasi diet yang megandung kalium, diberikan natrium polystyrene sulfonate

( kayexalate) 1 g/kg . kalau kalium > 7 meq/L diberikan caglukonas , natrium

bicarbonate, insulin. 7

Hemodialisa dilakukan kalau :

Persistent hyperkalemia

Asidosismetabolik parar yang tidak respon pada obat.

Gejala neurologi( gangguankesadaran , kejang)

BUN > 100-150 mg/dL ( atau lebih rendah taoi meningkat dengan cepat.)7

Edema paru

Edema paru adalah kumpulan cairan yang berelebihan pada interstitial dan jalan

napas sehinggaterjadi oksigen desaturasi, pemnurunan paru compliance, respiratori

distress.7

Etiologi

Etiologi

Peningkatan tekanan pulmonary kapilar

Page 16: Refrat DSS Pin

Cardiogenic : gagal jantung kiri

Non cardiogenic : penyakit pulmonary venooklusi, Mediastinal tumr.

Peningkatan capilar permiabilitas

Bakteri dan virus pneumonia

ARDS

Inhalasi bahan toxic

Sepsis

Lymphatic insufiensi

Penurunan tekanan onkotik

Hipoalbuminemia, malnutrisi

Peningkatan tekanan negative interstitial

Obstruksi jaln napas atas: CROUP, epiglottitis.

Manisfestasi klinis

Pasien akan tampak sesak dengan melihat terdapatnya takipnea, suara npas paru

terdengar ronki basah dan wheezing. Pada cardiogenic pulmonary edema akan terdengar

suara gallop dan JVP meingkat.7

Terapi

Pada edema paru noncardiogenik, diberikan ventilasi yang cukup dan obati

penyebabnya. Pada edem paru cardiogenic diberikan agent inotropic dan sistemik dilator

untuk menurunkan ventrikel kiri afterload. Diuretic diberikan pada edem paru yang

berhubungan dengan overload cairan. 7

DIC/ disseminated intravascular coagulation

Etiologi

Page 17: Refrat DSS Pin

Penyakit sistemik berat yang berhubungan dengan hipoksia, asidosis, jaringan

nekrosis, syok, kerusakan endotel bisa memicu terjadi DIC. Walaupun symptom

seringnya hemoragik, tapi biasanya diawali dengan aktivasi pembekuan yang terlalu

banyak sehingga terjadi defisiensi factor V, factor VIII, protrombin, fibrinogen,

trombosit. Bisa terjadi thrombosis pada kulit, ginjal dan organ lainnya. 7

Manifestasi klinis

DIC sering berbarengan dengan penyakit sistemik berat, seringnya adalah syok.

Kulit sering terdapat petekie dan ekimosis. Jaringan nekrosis yang melibatkan beberapa

organ dan paling luarbiasa pada infark luas pada kulit, subkutan, ginjal. Anemia terjadi

karena hemolysis yang berkembang dengan cepat.7

Pemeriksaan laboratorium

Terdapat defisiensi factor II, V, VIII, fibrinogen, trombosit, perpanjangan PT dan

APTT. Pemeriksaan gambaran darah tepi : terdapat fragmen pada eritrosit, burr cell. D-

Dimer meningkat.7

Terapi

Mengobati penyakit dasar yang memicu terjadinya DIC. Transfusi PRC pada

hemoragik. Transfuse platelet pada trombositopenia, transfuse cryoprecipitate untuk

hypofibrinogenemia. Dan transfuse FFP pada defisiensi factor pembekuan.

Pemberian heparin pada DIC terbatas pada pasien dengan vascular trombsis dan

profilaksis pada risiko tinggi tromboemboli. 7

G. Tatalaksana DSS

Awal pemberian cairan RL 20 ml/kg bolus pertama dalam 15 menit

Page 18: Refrat DSS Pin

Jika kondisi membaik, berikan RL 10 ml/kg untuk 1 jam. Lalu RL

diturunkan jadi 5- 7 ml/kg untuk 1-2 jam , 3-5 ml/kg/jam untuk 2-4

jam, 2-3 ml/kg/jam , stop dalam 48 jam.

Jika TTV tidak stabil , dan hematokrit menurun < 40 % pada anak dan

dewasa perempuan, < 45 % pada dewasa laki- laki. Cari tanda- tanda

perdarahan. Transfuse PRC.

Jika hematokrit masih tinggi , beri koloid 10-20 ml/kg bolus kedua

10 – 20 ml/kg dalam 30 menit sampai 1 jam. Jika terjadi perbaikan

klinis dan hematokrit stabil , turun kan koloid 7-10 ml/kg untuk 1-2

jam, lalu ganti cairan koloid jadi kristaloid dan turunkan cairannya.

Jika klinis tidak ada perbaikan dan hematokrit masih tinggi(>50 %)

lanjutkan koloid 10-20 ml/kg bolus ketiga 1-2 jam . Jika terjadi

perbaikan klinis dan hematokrit stabil , turun kan koloid 7-10 ml/kg

untuk 1-2 jam, lalu ganti cairan koloid jadi kristaloid dan turunkan

cairannya

Cek TTV dan perfusi perifer tiap 15-30 enit sampai syok teratasi, lalu

tiap 1-2 jam . perhatikan juga tanda- tanda overload.

Cek urin output tiap jam sampai syok teratasi, lalu tiap 2 jam. Monitor

urin output dengan memasangkan cateter, urin harus 0,5 ml/kg/jam

Setelah syok teratasi , cek hematokrit tiap 6 jam .

Tambahan : cek AGD, elektrolit dan GDS sebelum pemberian cairan3

Page 19: Refrat DSS Pin
Page 20: Refrat DSS Pin
Page 21: Refrat DSS Pin

H. Prognosis

Angka kematian pada DSS 12-44%. 20-30 % pasien sakit DHF akan

berkembang jadi DSS dan sering terjadi pada anak- anak.1

Page 22: Refrat DSS Pin

DAFTAR PUSTAKA

1. H Sri Rezeki, S Soegeng, W Suharyono, S Thomas , Tata Laksana Demam Berdarah

Dengue di Indonesia, ed 3, Badan Penerbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Jakarta,2006,hal 1-66.

2. S. Sumarmo,G.Herry, H. Sri Rezeki, S. HindraIrawan. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis,

Infeksi virus dengue, ed 2, Badan Penerbitan IDAI, Jakarta,2008,hal 155-81.

3. Guidelines For Diagnosis, Tretment, Prevention, and Control, ed 2009, WHO.

4. Comprehensive guideline for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic

fever. India: WHO SEARO technical publication series no.60. 2011

5. Guidelines for clinical management of dengue fever, dengue hemoragic fever, dengue

shock syndrome. India: DIRECTORATE OF National Vector Borne isease Control

Programme. 2008.

6. Juffrie M, Soenarto SS, Oswari H, Arief S. Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi, ed 1,

Badan Penerbitan IDAI , Jakarta ,2010, hal 32-40.

7. Carlo WA, Ambalavanan N. Nelson textbook of pediatrics. 19th edition international

edition. USA: Elsevier saunders; 2011.p. 581-90, 635-43, 1556-9.