Referat Dss

65
Referat Dengue Shock Syndrome Pembimbing dr. Dyah Kurniati, Sp.A Penyusun Zuki Saputra 030.07.283 1

description

dss dengue syok sindrom

Transcript of Referat Dss

Page 1: Referat Dss

Referat

Dengue Shock Syndrome

Pembimbing

dr. Dyah Kurniati, Sp.A

Penyusun

Zuki Saputra

030.07.283

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

RSPAU dr. Esnawan Antariksa

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

1

Page 2: Referat Dss

Periode 3 September – 10 November 2012

Lembar pengesahan

Dengan hormat ,

Presentasi referat pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSPAU dr. Esnawan

Antariksa periode 3 September – 10 November 2012 dengan judul “Dengue Shock Syndrom”

yang disusun oleh :

Nama : Zuki Saputra

NIM : 030.07.283

Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :

Pembimbing :

dr. Dyah Kurniati, Sp.A

Menyetujui ,

( dr. Dyah Kurniati , Sp.A )

2

Page 3: Referat Dss

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat mengenai “Dengue Shock

Syndrome“ guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh Kepaniteraan Klinik

Ilmu Kesehatan Anak RSPAU dr. Esnawan Antariksa periode 3September – 10 November

2012. Disamping itu, makalah ini ditunjukan untuk menambah pengetahuan bagi yang

membacanya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan

saran yang membangun sangat diharapkan penulis agar referat ini dapat menjadi lebih baik.

Penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya apabila banyak terdapat kesalahan maupun

kekurangan dalam makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat

bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri maupun pembaca umumnya.

Jakarta, Oktober 2012

Penulis

3

Page 4: Referat Dss

DAFTAR ISI

Isi Halaman

Pendahuluan 6

Etiologi 9

Vektor 9

Epidemiologi 10

Patogenesis 12

Manifestasi Klinis 17

Derajat DBD 27

Pemeriksaan Penunjang 28

Diagnosis 31

Penatalaksanaan 32

Komplikasi 41

Prognosis 43

Kesimpulan 44

Daftar Pustaka 45

4

Page 5: Referat Dss

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyebab penyakit pada anak-anak di Asia

Tenggara yang perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit. Infeksi mungkin tanpa gejala

atau mungkin menimbulkan berbagai sindroma klinis mulai dari demam berdarah

(DF), suatu nonspesifik penyakit demam, demam berdarah dengue (DHF), dan dengue

syok sindrom (DSS). (4)

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang

bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam

dengue, demam berdarah dengue, sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue

shock syndrome). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah

fenomena gunung es yang terlihat di atas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan

(silent dengue infection dan demam dengue) merupakan dasarnya.

Tanda patognomonik antara demam dengue dan demam berdarah dengue

adalah peningkatan permeabilitas kapiler darah yang menyebabkan adanya kebocoran

dari intravaskuler ke kompartemen ekstravaskuler. Pada DBD yang parah hilangnya

plasma sangat penting, pasien menjadi hipovolemik, tanda-tanda circulatory

compromise, dan dapat menjadi syok. Demam berdarah dengue mempunyai

kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tetapi bila berkembang menjadi sindrom

syok dengue akan meningkatkan kematian hingga 40%.

Sindrom syok dengue merupakan salah satu kegawatan di bidang infeksi. Masalah

yang berkembang di Indonesia belakangan ini adalah kecenderungan pasien yang menderita

demam berdarah dengue jatuh pada keadaan yang lebih berat, yaitu sindrom syok dengue .

Berbagai faktor ikut menggiring terjadi sindrom syok dengue yaitu faktor genetik, ketahanan

host, virulensi virus dengue, intensitas infeksi, vektor Aedes aegypti, tatanan lingkungan

yang masih ramah terhadap vektor serta penatalaksanaan yang masih perlu dioptimalkan. (2)

Penanganan DSS adalah resusitasi dengan pemberian cairan secara parenteral,

dengan tujuan untuk memulihkan dan mempertahankan kebutuhan cairan selama

periode meningkatnya permeabilitas kapiler. Perawatan khusus diperlukan untuk

menghindari overload cairan dengan semua komplikasinya. Bila resusitasi cairan

5

Page 6: Referat Dss

dimulai sejak tahap awal, syok biasanya reversibel, dan setelah masalah kebocoran

plasma teratasi, pasien dapat sembuh dengan baik. Rekomendasi dari WHO adalah

pergantian volume inisial dengan cairan kristaloid diikuti dengan plasma atau koloid

pada pasien dengan syok. (6)

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan

karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya

prilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir

di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang

tahun. Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus

ini. pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui

pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke

tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai

sekarang belum memeperlihatkan hasil yang memuaskan. Titik berat upaya pemberantasan

vektor demam berdarah oleh masyarakat dengan melaksanakan pemberantasan sarang

nyamuk ( PSN ). (2)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena

peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke

ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia.

Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari

ke 3 sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular sehingga

terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritonium,

hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya

6

Page 7: Referat Dss

aliran balik vena, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi

disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. (1,2)

Pada fase awal sindrom syok dengue fungsi organ vital dipertahankan dari

hipovolemia oleh sistem homeostasis dalam bentuk takikardi, vasokonstriksi, penguatan

kontraktilitas miokard, takipnea , hiperpnea, dan hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer

mengurangi perfusi non esensial di kulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu

permukaan tubuh dan pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2detik). Perbedaan suhu

kulit dan suhu tubuh yang >2oC menunjukkan mekanisme homeostasis masih utuh. Pada

tahap sindrom syok dengue kompensasi, curah jantung dan tekanan darah normal

kembali.

Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat sindrom syok dengue,

berarti sistem homeostasis sudah terganggu dan kelainan hemodinamik sudah berat,

sudah terjadi dekompensasi.

Pasien awalnya terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang

ditandai dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat lemah, tekanan

nadi ≤ 20 mmhg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih dalam keadaan sadar sekalipun

sudah mendekati stadium akhir. (2)

Sindrom syok dengue berlanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis.

Efektivitas dan intregitas sistem kardiovaskular rusak, perfusi miokard dan curah jantung

menurun, sirkulasi makro dan mikro terganggu, dan terjadi iskemia jaringan dan

kerusakan fungsi sel secara progresif dan ireversibel, terjadi kerusakan sel dan organ dan

pasien akan meninggal dalam 12-24jam. (11)

2.2 ETIOLOGI (2,4,5)

Virus dengue merupakan small single stranded RNA. Infeksi dengue disebabkan

oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang

sekarang dikenal dengan genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis

serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.

Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang

bersangkutan, sehingga tidak memberikan perlindungan memadai terhadap serotipe lain

tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3-4 serotipe

selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue ditemukan di berbagai daerah di

Indonesia. Di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan

7

Page 8: Referat Dss

dan versirkulasi sepanjang tahun di Indonesia. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang

dominan dan diasumsikan banyak menimbulkan manifestasi klinis yang berat.

2.3 VEKTOR (4,16)

Aedes aegypti adalah vektor utama nyamuk demam beradrah.

Nyamuk ini merupakan nyamuk yang berada di daerah tropis dan

subtropis. Nyamuk dewasa biasanya berada di ruangan tertutup dan

menggigit pada siang hari. Mereka beradaptasi dan berkembang biak di

sekitar tempat tinggal manusia, dalam kemasan air,vas, kaleng, ban bekas, dll.

Virus berkembang di nyamuk selama 8-10 hari (extrinsic incubation period)

sebelum menularkan kembali ke manusia. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu

masa tunas 4-7 hari (intrinsic incibation period) sebelum menimbulkan penyakit.

Penularan dari manusia ke nyamuk hanya terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang

sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari sebelum timbul

demam. (2)

2.4 TRANSMISI (4,5,15)

Virus DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina

yang infektif. Nyamuk medapatkan virus saat menghisap darah manusia yang terinfeksi

virus dengue. Setelah masa inkubasi, nyamuk yang terinfeksi dapat menularkan virus

selama sisa hidupnya. Bahkan nyamuk betina yang terinfeksi juga dapat menularkan

virus kepada anak-anak mereka dengan transovarial (melalui telur) transmisi, tetapi

peran penularan virus ke manusia belum didefinisikan.

8

Virus dengueVirus dengue

Page 9: Referat Dss

Manusia yang terinfeksi virus adalah pembawa utama dan pengganda virus, karena

sebagai sumber infeksi bagi nyamuk yang tidak terinfeksi. Virus beredar dalam darah

manusia yang terinfeksi selama dua sampai tujuh hari, sekitar waktu yang sama mereka

mengalami demam, nyamuk Aedes bisa mendapatkan virus saat periode ini.

2.5 EPIDEMIOLOGI (3,4,5,13)

Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue secara simultan

atau berurutan ditularkan. Demam ini adalah endemik di Asia tropik, dimana suhu panas

dan praktik penyimpanan air dirumah menyebabkan populasi Aedes aegypti besar dan

permanen. Pada keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari semua semua tipe sering

ada, dan infeksi kedua dengan tipe heterolog sering terjadi. Sesudah umur 1 tahun

hampir semua penderita dengan sindrom syok dengue mempunyai kenaikan sekunder

antibodi terhadap virus dengue, yang menunjukkan infeksi sebelumnya dengan virus

yang terkait erat.

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad 18. Pada masa itu infeksi

virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah

menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952, penyakit ini menimbulkan manifestasi

klinis yang berat. Dalam kurun waktu lebih dari 35 tahun terjadi peningkatan yang pesat,

baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit. Sampai akhir tahun

9

Page 10: Referat Dss

2005, DBD sudah ditemukan di seluruh profinsi di Indonesia dan 35 kabupaten/kota

telah melaporkan adanya kejadian luar biasa (KLB). Incidence rate meningkat dari 0,005

per 100.00 penduduk pada tahun 1968, menjadi 43,42 per 100.000 pendududuk pada

akhir tahun 2005.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD

sangat kompleks, yaitu :

Pertumbuhan penduduk yang tinggi

Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali

Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis

Peningkatan sarana transportasi

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara

lain status imunitas penjamu, kepadatan vektor nyamuk transmisi virus dengue,

keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Pola berjangkit virus

dengue dipengaruhi iklim dan kelembaban udara. Pada suhu panas (28-32oC) dengan

kelembaban tinggi, nyamuk aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu

yang lama. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi

kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki.

10

Page 11: Referat Dss

Di Indonesia pengaruh musim terhadap demam berdarah dengue tidak begitu jelas,

namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai Februari

dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.

2.6 PATOGENESIS (2,3,5)

Patogenesisnya belum dimengerti secara sempurna; penelitian epidemiologi

memberi kesan bahwa biasanya disertai dengan infeksi dengue tipe 2,3, dan 4 sekunder.

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan infeksi

pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh memberikan

reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang masuk ke dalam

tubuh melalui gigitan nyamuk. Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the secondary

heterologous infection atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang

berulang ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga

menimbulkan kompleks antigen-antibodi dengan konsentrasi tinggi.

Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang

akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian

berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena

antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasi oleh tubuh sehingga akan bebas

melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antbodi

dependent enchancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan

replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi

tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemik dan syok.

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada tiap

pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari

mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi

antibodi IgG anti dengue. Replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang

bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini

mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang kaan mengaktifkan sistem

komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang

intravaskular ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien yang syok berat volume plasma dapat

berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan

plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan hematokrit, penurunan kadar natrium,

11

Page 12: Referat Dss

dan terdapatnya cairan pada rongga serosa (efusi pleura,ascites). Syok yang tidak

ditangani secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia.

Selain aktifkan komplemen, reaksi ini pun menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivisasi sistem koagulasi melalui kerusakan endotel pembuluh darah. Kedua

faktor tersebut menyebabkan perdarahan oada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai

akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini

membuat trombosit dihancurkan oleh RES sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi

trombosit ini menyebabkan pengeluaran platelet faktor III sehingga terjadi koagulopati

konsumtif (KID), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product)

sehingga ada penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Disisi lain,

aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehinga terjadi aktivasi

sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat

mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan pada DBD akibat trombositopenia,

penurunan faktor pembekuan akibat KID, kelainan fungsi trombosit, kerusakan dinding

endotel kapiler. Akhirnya perdarahan memperberat syok yang terjadi.

Dampak metabolik lain yang terjadi pada infeksi virus dengue ialah memposisikan

tubuh host dalam kondisi hipermetabolik. Pada kondisi hipermetabolik tubuh menuntut

mitokondria untuk meningkatkan produksi ATP. Dampak sampingnya ialah peningkatan

produksi Reactive Oxygen Species (ROS). ROS bersama sitokin proinflamatori

menyebabkan penurunan elastisitas otot polos kapiler, miokard dan berpengaruh pada

sistem konduksi jantung terutama pada sindrom syok dengue. Dapat dipahami bahwa

syok pada infeksi DBD dapat terjadi akibat perpindahan plasma, perdarahan,

kelumpuhan otot polos vaskuler, kelumpuhan miokard.9

a. Volume plasma10

Penyelidikan volume plasma pada kasus demam berdarah dengue dengan

menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa

plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan

mencapai puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai

hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding

12

Page 13: Referat Dss

pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan bahwa syok

terjadi akibat kebocoran plasma ke daerah ekstravaskular melalui kapiler yang rusak. Bukti

yang mendukung ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun

dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikardium.

b. Trombositopenia

Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada

masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai

normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang

dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya

masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme

lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyebab peningkatan destruksi

trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus

dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem

pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Trombositopenia dan gangguan

fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada demam

berdarah dengue 10

Tabel mengenai hubungan jumlah trombosit dengan risiko perdarahan11

Trombositopenia dan Risiko Perdarahan

Jumlah Trombosit (sel/µl) Risiko

>100.000 Tidak ada risiko tinggi

50.000-100.000 Risiko trauma mayor

20.000-50.000 Risiko trauma minor

<20.000 Risiko perdarahan spontan

<10.000 Risiko perdarahan yang mengancam nyawa

c. Sistem koagulasi dan fibrinolisis10

Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan demam berdarah dengue.

Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang

teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII,

VIII, X, dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen degradation

13

Page 14: Referat Dss

products. Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas

Antitrombin III. Kelainan fibrinolisis pada demam berdarah dengue dibuktikan dengan

penurunan aktifitas α-2 plasmin inhibitor dan penurunan aktifitas plasminogen.

Seluruh penelitian diatas membuktikan bahwa pada demam berdarah dengue stadium

akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis. Koagulasi Intravaskular Diseminata juga

secara potensial dapat terjadi pada demam berdarah dengue tanpa syok. Pada masa dini

demam berdarah dengue, peran Koagulasi Intravaskular Diseminata tidak menonjol

dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi

syok dan asidosis maka syok akan memperberat Koagulasi Intravaskular Diseminata. Syok

dan Koagulasi Intravaskular Diseminata akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan

memasuki syok ireversibel disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang

biasanya diakhiri dengan kematian.

Karena adanya faktor-faktor etiologi dari DIC maka terjadilah pelepasan bahan-bahan

mediator yaitu zat-zat yang dapat memacu secara terus menerus sistem protombotik

(koagulasi primer dan koagulasi sekunder) hingga terjadilah trombosis yang luas di organ-

organ tubuh hingga menimbulkan Multipel Organ Dysfunction (MOD) dan faktor-faktor

koagulasi ( trombosit dan plasma faktor) akan terpakai hingga terjadi juga defisiensi faktor-

faktor tersebut dan dapat menimbulkan perdarahan.

Mediator-mediator itu dapat langsung dilepas oleh penyakit dasarnya maupun melalui

kerusakan endotel pembuluh darah yang merupakan pusat kendali sistem hemostasis.

Faal anti trombosis mengimbangi proses koagulasi di atas dengan memacu :

1. Subsistem antikoagulasi (AK) untuk mencegah terjadinya trombus, hingga terjadi

juga konsumsi dan defisisiensi faktor-faktor dalam sub sistem ini (AT.III, prot C dan

S) dan lain-lain

2. Subsistem fibrinolisis juga dipacu untuk melisis trombus yang telah terjadi hingga

menyebabkan defisiensi trombosit.

Jadi pada DIC, terjadi defisiensi trombosit dan faktor-faktor koagulasi plastin (faktor

VIII, fibrinogen dan lain-lain) yang dapat menyebabkan perdarahan disertai juga

dengan defisiensi AT III, prot C danS dan plasminogen yang dapat menyebabkan

trombosis. Jadi perdarahan dan trombosis terjadi bersama-sama.

d. Sistem komplemen10

Penelitian sistem komplemen pada demam berdarah dengue memperlihatkan

penurunan kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus yang disertai syok

14

Page 15: Referat Dss

maupun tidak. Hasil penelitian radioisotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar

serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen. Aktivasi ini menghasilkan

anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk

melepas histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan

permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma, dan syok hipovolemik.

Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita demam

berdarah dengue ialah ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam 24 jam, adanya

kompleks imun yang bersirkulasi, dan adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks

imun dengan derajat berat penyakit.

Secondary heterologus infection

2.7 MANIFESTASI KLINIK

Infeksi dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamis. Penyakit ini memiliki

spektrum klinis yang. Setelah masa inkubasi, dilanjutkan dengan 3 fase yaitu fase

demam, kritis dan resolusi/pemulihan.

Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mendadak , malaise, mual,

muntah, nyeri kepala, anoreksia. Pada fase kedua, biasanya terdapat ekstremitas dingin,

lembab, badan panas, muka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, nyeri mid

epigastrium. Seringkali ptekie tersebar pada dahi dan tungkai. Pernafasan cepat dan

15

Komplek virus - antibody

XII XIIa

Fibrinolisiskoagulasi

Kinin Komplemen

Peningkatan Permeabilitas

plasmin

Fibrin FDP

Perdarahan Syok

Page 16: Referat Dss

sering berat. Nadi lemah, cepat, kecil dan suara jantung halus. Hati mungkin membesar

dibawah tepi kosta dan biasanya keras dan agak nyeri. Kurang dari 10% penderita

menderita ekimosis atau perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok

yang tidak terkoreksi.

1. Fase demam

Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak

berpengaruh dengan antipirektik. Suhu tubuh bisa mencapai 40oC dan dapat

terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka yang merah, eritema, myalgia,

arthralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa pasien pun bisa ada gejala nyeri

tenggorok, infeksi pada konjungtiva. Anoreksia, mual, dan muntah sering juga

dikeluhkan. Sulit membedakan demam karena infeksi dengua dengan demam

non dengue pada fase awal seperti ini, tetapi dengan positifnya uji torniket

meningkatkan kemungkinan demam dengue.

2. Fase kritis

Akhir fase demam merupakan fase kritis , anak terlihat seakan sehat, hati-hati

karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Hari ke 3-7 adalah fase

kritis. Dimana kebocoran plasma bisa terjadi kurang dari 24-48 jam.

Progresif leukopenia diikuti penurunan jumlah trombosit mendahului terjadinya

kebocoran plasma. Pada fase ini, pasien yang tidak mengalami kebocoran plasma

16

Page 17: Referat Dss

akan membaik keadaannya, sedangkan yang mengalami kebocoran plasma

sebaliknya karena kehilangan volume plasma. Ascites dan efusi pleura bisa

terdeteksi tergantung dari keparahan kebocoran plasma dan volume terapi cairan.

3. Fase resolusi

bila dalam waktu 24-48 jam pasien berhasil melewati fase kritis, keadaan umum

dan nafsu makan membaik, status hemodinamik stabil.

Semua nilai lab kembali normal secara perlahan.

Demam

Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak

berpengaruh dengan antipirektik. Suhu tubuh bisa mencapai 40oC dan dapat

terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka yang merah, eritema, myalgia,

arthralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa pasien pun bisa ada gejala nyeri

tenggorok, infeksi pada konjungtiva. Anoreksia, mual, dan muntah sering juga

dikeluhkan. Sulit membedakan demam karena infeksi dengua dengan demam non

dengue pada fase awal seperti ini, tetapi dengan positifnya uji torniket

meningkatkan kemungkinan demam dengue. (5)

Tanda-tanda perdarahan

Ptekie, purpura, ekimosis, perdarahan konjungtiva. Ptekie merupakan tanda

perdarahan yang paling sering ditemukan. Ptekie muncul pada hari pertama tetapi

dapat juga pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain seperti epistaksis,

perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Kadang terdapat juga hematuria.

Hepatomegali

Umumnya dapat ditemukan apada permulaan penyakit. Pembesaran hepar

bervariasi dari yg hanya teraba sampai 2-4cm di bawah arkus kosta.

Nyeri sendi

Pada demam berdarah dengue terdapat gejala pada nyeri pada tulang disebabkan

replikasi virus dan dekstruksi seluler pada sumsum tulang.14 Pada kira-kira sepertiga

kasus, setelah demam berlangsung beberapa hari, keadaan umum pasien tiba-tiba

memburuk. Hal ini terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari

sakit ke 3-7.

Syok

17

Page 18: Referat Dss

Adanya gangguan permeabilitas vaskular yang terus menerus, memicu terjadinya

hipovolemi dan syok. Hal ini terjadi dimana suhu tubuh mulai menurun hingga

normal, yaitu rata-rata pada hari ke 3-7. Pada tahap awal syok, mekanisme

kompensasi yang mempertahankan tekanan darah normal sistolik juga

menyebabkan takikardi dan vasokontriksi perifer dengan penurunan perfusi pada

kulit menyababkan akral menjadi dingin dan lambatnya cappilary reffill.

Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan

tekanan darah, akral dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini menandakan

gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat

bersifat ringan atau sementara. Terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba

dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis disekitar mulut,

pasien menjadi gelisah, nadi cepat dan lemah dan kecil sampai tidak teraba.

Sesaat sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut.

Syok ditandai dengan :

Denyut nadi cepat dan lemah

Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya

menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan

sirkulasi serebral

Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi

cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolap sirkulasi.

Tekanan nadi menurun (20mmhg atau kurang)

Hipotensi Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau

kurang

Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan

hidung sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi

yang insufisien yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus secara

refleks.

Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi

arteri renalis

Syok dapat terjadi dalam waktu yang singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu

12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendpat pergantian cairan yang memadai. Pasien

seringkali mengeluh nyeri di daerah perut saat sebelum syok timbul. Nyeri abdomen

seringkali menonjol pada anak besar yang menderita sindrom syok dengue. Gejala ini patut

18

Page 19: Referat Dss

diwaspadai oleh karena kemungkinan besar terjadi perdarahan gastrointestinal. Syok yang

terjadi selama periode demam, biasanya mempunyai prognosis buruk.

1. Patofisiologi Syok Hipovolemik(Respon tubuh terhadap kehilangan darah sampai dengan 20%)

2.

3.4.5.6.

7.

19

Penurunan volume & tekanan darah

Respon Jangka Panjang

Respon Jangka Pendek

Hormonal:ADH

Angiotensin IIAldosteron

EPO

SarafHormonal:

ADHAngiotensin II

Stimulasi baroreseptor

& kemoreseptor

SSP

Perangsangan sistem

kardiovaskuler

Kenaikan volume darah

Aktivasi saraf simpatis

Hormonal:Adrenalin & noradrenalin

Vasokonstriksi perifer,

peningkatan aliran balik

vena

Peningkatan curah jantung

Peningkatan volume & tekanan darah

Suplai darah otak menurun

pusing

Osmolalitas plasma darah

meningkathaus

Urin pekat,

oliguria

RR meningkatDenyut jantung

meningkatNadi lemahBibir kering

PucatEkstremitas terasa

dinginPengisian kapiler

memanjang

Page 20: Referat Dss

(Respon tubuh terhadap kehilangan darah lebih dari 30%)

20

Penurunan curah jantung bertahap

Penggumpalan darah pada

pembuluh darah

Jaringan kekurangan

O2

Peningkatan asam laktat, pH, CO2

Peningkatan

permeabilitas kapiler

Penurunan aliran balik

vena

Kompensasi hipovolemik

gagal

Penurunan sangat besar pada volume

darah

Curah jantung menurun

Tekanan arteri menurun

Aliran daraf perifer menurun

Aliran darah ke jantung

menurun

Kerusakan miokardiu

m

Aktivasi simpatis & respon iskemik

sentral

Kerusakan ireversibel miokardiu

m

Tekanan arteri

menurun

Aliran darah ke SSP

menurun

Aktivitas simpatis menurun

Kerusakan SSP

ireversibel

Aliran darah perifer sangat rendah

Perubahan kimia yang drastis

pada jaringanVasodilatasi

general Sirkulasi kolaps

kematian

Asidosis metabolik

Disorientasipenurunan kesadaran

Kulit pucat & dingin

Jaringan

Otak

Jantung

Page 21: Referat Dss

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat

ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel

(tidak dapat pulih).

Fase1 : kompensasi

Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme

kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi

sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ

vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan

darah diastolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi

menyempit).

Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan

meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin dan

renin – angiotensin – aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan

air dalam sirkulasi.

Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin

dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.

Fase II : Dekompensasi.

Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung

yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang

buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara

anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan

asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan

terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.

Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap

katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energy

dependent NaK-pump ditingkat selular, akibatnya integritas membrane sel terganggu, fungsi

lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapast berakhir dengan kerusakan sel.

Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat

memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos

disertai tendensi perdarahan.

Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin,

sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat

membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh

21

Page 22: Referat Dss

makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok

yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan

peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali

kejantung (venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.

Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah

mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah

lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan

syaraf pusat (penurunan kesadaran).

Fase III : Irreversible

Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga

terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi organ lainnya. Cadangan fosfat

berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru

hanya 2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Akibat dari hipoksia dan

berkurangnya nutrisi kejaringan maka metabolisme menjadi metabolisme anaerobic yang

tidak efektif dan hanya menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa. Pada metabolism

oerobik dengan oksigen dan nutrisi yang cukup dengan pemecahan 1 molukel glukosa akan

menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolism anaerobic ini akan terjadi penumpukan asam

laktat dan pada khirnya metabolism tidak akan mampu lagi menyediakan energy yang cukup

untuk mempertahan homeostasis seluler, terjadi kerusakan popma ionic dinding sel, natrium

masuk ke dalam sel dan kalium keluar sel sehingga terjadi akumulasi kalsium dalam sitosol,

terjadi edema dan kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ-organ

tubuh atau terjadi kegagalan organ multiple dan renjatan yang ireversibel. Kematian akan

terjadi walaupun system sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa

tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-

koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan system organ lain.

Tabel 3.2 Manifestasi Klinis Syok HipovolemikTanda klinis Kompensasi Dekompensasi I reversible

Blood loss ( %) Sampai 25 25 – 40 > 40

Heart rate Takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia

Tekanan Sistolik

Normal Normal/menurun Tidak terukur

Nadi/volume Normal/menurun Menurun + Menurun ++

22

Page 23: Referat Dss

Capillary refill Normal/meningkat3-5 detik

Meningkat > 5 detik

Meningkat ++

Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin+/deadly pale

Pernafasan Takipneu Takipneu + Sighing respiration

Kesadaran Gelisah Lethargibereaksi

Reaksi -/ hanya terhadap nyeri

Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun secara umum

bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untuk

mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ vital melalui reflex

neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus

pembuluh darah dan sistem pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat

menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi

yang terjadi adalah melalui:

- .Baroreseptor

Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam pembuluh darah.

Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun,

sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan

terjadi:

- Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibiotor centre

- Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor

Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan takikardia. Baroreseptor

ini terdapat di sinus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan dalam

sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling

berperan dalam pengaturan tekanan darah.

- Kemoreseptor

Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai

60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila terjadi hipoksia dan

23

Page 24: Referat Dss

asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas dan

rangsangan pernafasan.

- Cerebral ischkemic reseptor

Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi sympathetic

discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari pada reseptor-reseptor

perifer .

- Reseptor humoral

Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormone-hormon stress

seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang merupakan hormone yang mempunyai efek

kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran dari hormone ini adalah terjadinya takikardia,

vasokonstriksi dan hiperglikemi. Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan

darah perifer dan preload, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH aleh hipofisee

posteriosr juga meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.

- Retensi air da garam oleh ginjal

Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran rennin oleh apparatus

yukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin I. angiotensin I ini oleh

converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang mempunyai sifat:

- Vasokonstriksi kuat

- Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di

tubulus ginjal.

- Meningkatkan sekresi vasopressin.

24

Page 25: Referat Dss

Gambar 3.1 Refleks kardiovaskular pada hipotensi

WHO mempunyai kriteria diagnosis DBD yang semuanya harus terpenuhi, yaitu:

1. Demam tinggi atau kontinyu selama 2- 7 hari

2. Adanya perdarahan spontan atau uji torniket positif

3. Trombositopenia (≤ 100.000/ul)

4. Hemokonsentrasi atau adanya tanda kebocoran plasma (efusi pleura, ascites)

2.8 DERAJAT/GRADE DEMAM BERDARAH MENURUT WHO (9)

Grade I

Demam dan gejala konstitusional

Uji torniket +

Grade II

Grade 1 + Perdarahan spontan (pada kulit ataupun perdarahan lainnya)

Grade III

Kegagalan sirkulasi, tekanan nadi < 20mmhg

25

Preload ↓

Volume sekuncup ↓

Baroreseptor, kemoreseptor, cerebral ischemic reseptor

Cardio inhibitor center dihambat

Aktivasi cardiostimulator center

Output simpatetik meningkatkat,output parasimpatetik menurun

HR↑, kontraktilitas otot jantung ↑, vasokonstriksi

Ginjal Angiotensi, vasopressin, aldosteron

Volume sirkulasi↓

Page 26: Referat Dss

Tekanan Sistolik normal

Grade IV

Syok mendalam

Hipotensi, tekanan darah tidak terdeteksi

Grade III dan IV adalah sindrom syok dengue

Trombositopenia dan hemokonsentrasi adalah yang membedakan DBD grade I dan II

dengan Demam dengue

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG (1,2)

Laboratorium

a. Leukosit

normal, biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Akhir fase

demam jumlah leukosit dan neutofil menurun, sehingga jumlah limfosit

relatif meningkat. Peningkatan jumlah limfosit atipikal atau limfosit

plasma biru (LPB >4%) di daerah tepi dijumpai pada hari sakit ke 3-7.

b. Trombosit

jumlah trombosit ≤ 100.000/ul atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb.

Pada hari ke 3-7

c. Hematokrit

gambaran hemokonsentrasi. Merupakan indikator yang peka akan

terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan

secara berkala. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20%

26

Page 27: Referat Dss

atau lebih mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan

perembesan plasma. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh pergantian cairan

atau perdarahan.

d. Kadar albumin menurun sedikit dan besifat sementara

e. Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan

f. Penurunan faktor koagulasi dan fibrinotik yaitu fibrinogen, protrombin

seperti faktor V, VII, IX, X

g. Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin memanjang

h. Hipoproteinemia

i. Hiponatremia

j. SGOT/SGPT sedikit meningkat

k. Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat

pada syok yang berkepanjangan.

Radiologi

Pada foto thoraks DBD grade III / IV dan sebagian grade II didapatkan efusi

pleura, biasanya sebelah kanan. Posisi foto adalah lateral dekubitus kanan.

Ascites dan efusi pleura dapat di deteksi dengan pemeriksaan USG.

Serologis

1. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI test)

Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan sering dipakai dan

dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis.

Meskipun begitu, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan pada uji HI ini :

(a) Uji HI sensitif tetapi tidak spesifik, artinya tidak dapat menunjukkan

tipe virus apa yang menginfeksi, (b) antibodi HI bertahan sangat lama

dalam tubuh (sampai > 48 tahun), sehingga sering dipakai dalam studi

sero-epidemiologi, (c) untuk diagnosis membutuhkan kenaikan titer

konvalesens 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik

pada serum akut atau konvalesens dianggap sebagai positif infeksi dengue

yang baru terjadi (recent dengue infection).

2. Uji Komplemen fiksasi (CF test)

Uji komplemen fiksasi jarang digunakan sebagai uji diagnostik rutin,

oleh karena cara pemeriksaan yang rumit dan memerlukan tenaga yang

27

Page 28: Referat Dss

berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi CF hanya bertahan

beberapa tahun saja (2-3 tahun).

3. Uji Neutralisasi (NT test)

Merupakan uji yang paling sensitif dan spesifik untuk virus dengu. Uji

neutralisasi memakai cara yang disebut Plague reduction Neutralization

Test (PRNT) yang berdasarkan adanya reduksi dari plak yang terjadi.

Antibodi neutralisasi dideteksi hampir bersamaan dengan HI antibodi dan

bertahan lama (> 4-8 tahun). Tetapi uji neutralisasi juga rumit dan

memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

4. IgG dan IgM Elisa

Setelah satu minggu terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang

diikuti oleh pembentukan IgM antidengue. IgM hanya berada dalam

waktu yang relatif singkat dan akan disusul dengan pembentukan igG.

Pada kira-kira hari ke 5 terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi

virus. Imunoserologi berupa IgM (merupakan penanda infeksi saat ini)

dan IgG (merupakan penanda infeksi masa lalu). IgM akan terdeteksi

mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah

60-90 hari setelahnya. Sedangkan IgG terdeteksi pada hari ke-14 pada

infeksi primer dan hari ke-2 pada infeksi sekunder.

5. NS1-Ag tes

tes yang dapat mendiagnosis DBD dalam waktu demam 8 hari

pertama yaitu antigen virus dengue yang disebut dengan antigen NS1.

Keuntungan mendeteksi antigen NS1 yaitu untuk mengetahui adanya

28

Page 29: Referat Dss

infeksi dengue pada penderita tersebut pada fase awal demam, tanpa perlu

menunggu terbentuknya antibodi.

Pemeriksaan antigen NS1 diperlukan untuk mendeteksi adanya infeksi

virus dengue pada fase akut, dimana pada berbagai penelitian

menunjukkan bahwa NS1 lebih unggul sensitivitasnya dibandingkan

kultur virus dan pemeriksaan PCR maupun antibodi IgM dan IgG

antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100% sama tingginya seperti pada

gold standard kultur virus maupun PCR.

Antigen NS1 merupakan glikoprotein tersekresi 48 kDa yang tidak

terdapat pada partikel virus yang terinfeksi namun terakumulasi di dalam

supernatan dan membran plasma sel selama proses infeksi. NS1

merupakan gen esensial di dalam sel yang terinfeksi dimana fungsinya

sebagai ko-faktor untuk replikasi virus, yang terdapat bersama di dalam

bentuk replikasi RNA double-stranded (Mackenzie, 1996). Immune

recognition dari permukaan sel NS1 pada sel endotel dihipotesiskan

berperan dalam mekanisme kebocoran plasma yang terjadi selama infeksi

virus dengue yang berat. Sampai saat ini, bagaimana NS1 berhubungan

dengan membran plasma, yang tidak berisi motif sekuens membrane-

spanning masih belum jelas.

NS1 terikat secara langsung pada permukaan berbagai tipe sel epitelial

dan sel mesensimal, juga menempel secara kurang lekat terhadap berbagai

sel darah tepi. NS1-Ag tes adalah tes untuk deteksi protein non struktur

NS-1 Ag yang ada dalam sirkulasi dan dapat mendeteksi ke empat

serotipe. Keunggulannya dapat mendeteksi virus lebih awal, mulai dari

hari ke-1 demam sampai demam hari ke-9 dan mempunyai sensitivitas

DEN-1 : 88,9%, DEN-2 : 87,1%, DEN-3 : 100%, DEN-4 : 93,35%.

2.10 DIAGNOSIS (1,2,3)

Definisi kasus untuk sindrom syok dengue ialah harus memenuhi kriteria

demam berdarah dengue ditambah bukti gagal sirkulasi. Kriteria demam berdarah

dengue yaitu:

Gejala klinis

Demam berlangsung 2-7 hari, kadang bifasik

Kecenderungan perdarahan, dibuktikan sedikitnya dengan satu hal berikut ini:

29

Page 30: Referat Dss

-tes tornikuet positif

-ptekie, ekimosis atau purpura

-perdarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal, tempat injeksi atau lokasi

lain

-hematemesis atau melena

Hepatomegali

Syok

Laboratorium

Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang)

Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit sama atau lebih besar dari

20%diatas rata-rata, atau ditandai dengan hipoproteinemia)

Isolasi virus di serum dan deteksi imunoglobulin (IgM dan IgG) dengan

enzym-linked immunosorbent assay (ELISA), antibodi moniklonal, atau tes

hemaglutinasi

Kimia darah: ketidakseimbangan elektrolit, asidemia, peningkatan basa urea

nitrogen

Tes fungsi hati: transaminase yang meningkat

Tes Guaiac sebagai pemeriksaan darah samar pada tinja

Pemeriksaan penunjang lain:

Radiografi dada: efusi pleura

CT-Scan kepala tanpa kontras: Perdarahan intrakranial, edema serebri.

2.11 PENATALAKSAAN (5,10)

Sindroma syok dengue merupakan keadaan darurat dalam bidang medis, setiap

menit menentukan prognosis pada pasien. Pemberian cairan yang adekuat sangat

diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma. Pemberian

cairan adekuat yang terlambat dapat menyebabkan multisistem disfungsi organ yang

dapat menyebabkan kematian. Gangguan elektrolit (natrium dan kalsium),

ketidakseimbangan asam-basa dapat terjadi dan meningkatkan potensi terjadinya

disseminated intravascular coagulopathy (DIC).

30

Page 31: Referat Dss

Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama, yang

berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami

syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam.2

Indikasi perawatan:

Takikardi

Capillary refill yang lebih lama dari normal (>2detik)

Dingin dan pucat

Perubahan status neurologik

Oliguria

Hematokrit mendadak tinggi

Tekanan nadi menyempit (<20 mmHg)

Hipotensi

Mengingat sindrom syok dengue merupakan keadaan kritis, maka penyebab langsungnya

harus segera ditentukan apakah akibat perdarahan atau akibat perpindahan plasma.9

Obat pertama yang diberikan pada kegawatan DBD ialah oksigen. Hipoksemia

harus dicegah dan dikoreksi. Lalu buatlah akses vena dan ambil contoh darah untuk

analisa gas darah, kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, golongan darah, dan

crossmatch, ureum, kreatinin, elektrolit Na, K, Cl, Ca, Mg, dan asam laktat. Lalu pasang

kateter urin dan lakukan penampungan urin , urinalisis dan pengukuran berat jenis urin.

Jumlah diuresis dihitung setiap jam (normal 2-3 ml/kgBB/jam). Bila diuresis kurang 1

ml/kgBB/jam maka terdapat hipoperfusi ginjal. Pemasangan pipa oro/nasogastrik pada

anak sakit gawat berguna untuk dekompresi, memantau perdarahan saluran cerna dan

melakukan bilasan lambung dengan garam fisiologik.

Tabel perbandingan cairan kristaloid dengan cairan koloid

Cairan Kristaloid Cairan Koloid

Mengandung zat dengan berat

molekul rendah (<8000 dalton)

Cairan kristaloid dengan atau

tanpa dekstrosa

Larutan RL atau dekstrosa 5%

dalam larutan RL. Larutan RA

Mengandung zat dengan berat

molekul tinggi (>8000 dalton)

Tekanan osmotik tinggi, sebagian

besar akan tetap tinggal di ruang

intravaskuler

31

Page 32: Referat Dss

atau dekstrosa 5% dalam

larutan RA. Larutan NaCl 0,9%

atau dekstrosa 5% dalam

larutan garam faali

Tekanan onkotik rendah, cepat

terdistribusi ke ruang

ekstraseluler

Menurunkan tekanan osmotik

koloid plasma dan cenderung

menimbulkan edema

Respon metabolik adalah

meningkatkan pengiriman oksigen

ke jaringan dan konsumsi O2 serta

menurunkan laktat serum

Koloid isoonkotik mengisi ruang

intravaskuler tanpa mengurangi

volume interstisial

Mempertahankan tekanan osmotik

koloid plasma dan menurunkan

akumulasi cairan interstisial

Larutan yang mempunyai efek

menyumpal, paling baik koloid

dengan BM 100.000-300.000 dalton

Cairan koloid yang dapat dipakai adalah :

1. DEKSTRAN:larutan 10% dekstran 40 dan 6% dekstran 70 mempunyai sifat isotonik dan

hiperonkotik, maka cairan ini akan menambah volume plasma karena menarik cairan dari

ekstravaskular ke intravaskular.efeknya dipertahankan masing - masing 3,5-4,5 jam dan 6-8

jam.Efek samping meggangu mekanisme pembekuaan darah dengan cara menurunkan jumlah

fibrinogen dan menggangu fungsi trombosit.Tidak boleh diberikan pada DIC

2. Gelatin : haemasel dan gelofusin merupakan larutan gelatin yang mempunyai sifat isotonik

dan isoonkotik.efeknya menetap sekitar 2-3 jam dan tidak menggangu pembekuan darah.

3. Hydroxy Ethyl Starch (HES) : 6% hes 200/0,5;6% HES 450/0,7 adalah larutan isotonik

dan isoonkotik, sedangkan 10 % HES 200/0,5 isotonik dan hipoonkotik.gangguan

pembekuan darah tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500cc/24jam

32

Page 33: Referat Dss

Diagram5

1. oksigenasi (berikan O2 2-4 l/menit)2. penggantian volume plasma segera

Ringer laktat/NaCl 0,9%20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

33

Tatalaksana Sindrom Syok Dengue

Page 34: Referat Dss

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi?Pantau tanda vital tiap 10 menitCatat balans cairan selama pemberian cairanintravena

syok teratasi syok tidak teratasi

kesadaran membaik kesadaran menurunnadi teraba kuat nadi lembut/tidak terabatekanan nadi>20 mmHg tekanan nadi <20mmHgtidak sesak nafas/sianosis distres pernapasan/sianosisekstremitas hangat ekstremitas dingindiuresis cukup 1 ml/kgBB/jam periksa kadar gula darah

cairan dan tetesan disesuaikan lanjutkan cairan10 ml/kgBB/jam 20 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketat tambahkan koloid/plasmaTanda vital dekstran/FPPTanda perdarahan 10-20 (max 30) ml/kgBB/jamDiuresisHb, Ht, trombosit

Koreksi asidosis Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam/Ht <40Tetesan 5 ml/kgBB/jam

Syok teratasi Tetesan 3 ml/kgBB/jam Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Infus stop tidak melebihi 48 jam tranfusi darah segar 10 ml/kgBB 10-20ml/kgBB koloid setelah syok teratasi diulang sesuai kebutuhan

6. Penatalaksaan pasien dengan syok yang terkompensasi:

Berikan cairan isotonik kristaloid secara intravena dengan dosis 5-10 ml/kgBB/jam,

habis dalam 1 jam. Lalu periksa tanda vital, cappilary refill time, hematokrit, dan

produksi urin.

Jika keadaan pasien membaik, cairan kristaloid diturunkan secara perlahan. Turunkan 5-

7 ml/kgBB/jam dalam waktu 1-2 jam. Lalu 3-5 ml/kgBB/jam dalam waktu 2-4 jam. 2-3

34

Syok belum teratasi

Syok belum teratasiPertimbangkan pemakaian inotropik dan koloid HES BM 100.000-300.000 D

Page 35: Referat Dss

ml/kgBB/jam dalam waktu 2-4 jam. Jika keadaan terus membaik, maka cairan dapat

terus dikurangi.

Bila keadaan pasien tidak membaik, dimana tanda vital tetap tidak stabil, periksa

hematokrit setelah pemberian bolus pertama. Bila hematokrit meningkat atau tetap tinggi

(≥ 50%), berikan bolus kristaloid kedua dengan dosis 10-20 ml/kgBB/jam dalam 1 jam.

Bila setelah pemberian cairan kedua ini ada perbaikan, kurangi dosis cairan kristaloid

menjadi 7-10 ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam, dan terus kurangi dosis seperti yang telah

dijelaskan di atas. Bila nilai hematokrit menurun dari nilai hematokrit awal (< 40% pada

anak dan wanita dewasa, < 45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya perdarahan,

lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah secepatnya.

Selanjutnya bolus larutan kristaloid ataupun koloid mungkin perlu diberikan

selama 24-48 jam berikutnya.

7. Penataksaan pasien dengan syok yang tidak terkompensasi

Beri cairan isotonik ataupun kristaloid (bila tersedia) secara intravena

dengan dosis 20 ml/kgBB/jam selama 15 menit

Bila keadaan pasien membaik, berikan cairan kristaloid/koloid 10

ml/kgBB/jam dalam 1 jam. Lalu lanjutkan dengan pemberian cairan

kristaloid dan kurangi dosis secara perlahan, 5-7 ml/kgBB/jam dalam 1-2

35

Page 36: Referat Dss

jam. Lalu 2-5 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam. Dan 2-3 ml/kgBB/jam atau

kurang, yang dapat dipertahankan selama 24-48 jam.

Bila tanda vital masih tidak stabil, periksa nilai hematokrit sebelum

pemberian cairan pertama. Jika nilai hematokrit rendah (< 40% pada anak

dan dewasa muda, <45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya

perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah

secepatnya.

Bila nilai hematokrit lebih tinggi dari nilai hematokrit awal, maka danti

cairan dengan berikan cairan koloid 10-20 ml/kgBB dalam waktu 30 menit

sampai 1 jam. Bila keadaan pasien membaik, turunkan dosis 7-10

ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam, lalu ganti cairan dengan cairan kristaloid dan

turunkan dosis seperti yang telah disebutkan diatas. Jika masih belum stabil,

periksa kembali hematokrit.

Bila nilai hematokrit turun dari nilai sebelumnya (< 40% pada anak dan

dewasa muda, <45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya

perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah

secepatnya. Bila nilai hematokrit meningkat dari nilai sebelumnya atau

tetap tinggi (> 50%), lanjutkan pemberian koloid 10-20 ml/kgBB sebagai

bolus ketiga dalam waktu 1 jam. Lalu ganti cairan dengan cairan kristaloid

dan turunkan dosis seperti yang telah disebutkan diatas saat keadaan pasien

mulai membaik.

Bolus cairan mungkin perlu diberikan selama 24 jam ke depan.

Pasien dengan sindrom syok dengue harus dimonitor rutin hingga tanda-tanda

bahaya berkurang atau menghilang. Saat pemberian cairan, tanda vital dan perfusi perifer

harus dimonitor setiap 15-30 menit sampai pasien terlepas dari keadaan syok, lalu

monitor setiap 1-2 jam. Secara umum, semakin tinggi tingkat cairan infus, pasien lebih

sering harus dipantau dan ditinjau untuk menghindari overload cairan sementara

memastikan penggantian volume yang memadai.

Produksi urin harus dipantau juga. Kateter dipasang untuk memudahkan

menghitung produksi urin. Hematokrit harus dipantau sebelum dan sesudah bolus cairan

samapi keadaan pasien stabil, lalu setelah itu setiap 4-6 jam. Terkadang diperlukan juga

pemeriksaan analisis gas darah , laktat, karbondioksida/bikarbonat (setiap 30 menit

sampai 1 jam hingga pasien stabil, lalu diperiksa kembali sesuai kebutuhan), gula darah

36

Page 37: Referat Dss

(sebelum dan sesudah pemberian cairam,periksa kembali sesuai indikasi), dan

pemeriksaan fungsi organ lainnya ( ginjal, hepar, koagulasi, dll).

Indikasi pemberian darah:2

terdapat perdarahan secara klinis

Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun,

diduga telah terjadi perdarahan. Berikan darah segar 10 ml/kgBB

Apabila kadar hematokrit tetap > 40vol%, maka berikan darah dalam volume kecil.

37

Page 38: Referat Dss

Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan

koagulopati atau koagulasi intravaskular diseminata pada syok berat yang

menimbulkan perdarahan masif.

Pemberian tranfusi suspensi trombosit pada Koagulasi Intravaskular Diseminata harus

selalu disertai plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk

mencegah perdarahan lebih hebat.

Pencatatan sering terhadap tanda vital dan penentuan hematokrit penting dalam

mengevaluasi hasil pengobatan. Bila pasien menunjukkan tanda-tanda syok, terapi cermat

harus diberikan segera. Pasien kemudian harus dibawah observasi konstan dan cermat sampai

ada ketentuan bahwa bahaya telah lewat. Tindakan berikut harus dilakukan rutin pada situasi

tersebut:

Nadi, tekanan darah dan pernapasan harus dicatat setiap 30 menit sampai syok

teratasi.11 Dinilai juga apakah terdapat pembesaran hati, tanda ensefalopati.14

Kadar hemoglobin, hematokrit dan trombosit tiap 6 jam, minimal 12 jam.

Lembar periksa keseimbangan cairan harus dipertahankan, pencatatan tipe cairan dan

kecepatan serta volume pemberiannya untuk evaluasi keadekuatan penggantian

cairan.Frekuensi dan volume keluaran urin juga harus dicatat, dan kateter urin

mungkin diperlukan pada kasus syok sulit teratasi.

Pada demam berdarah dengan syok dilakukan cross match darah untuk persiapan tranfusi

darah apabila diperlukan.11

Pasien demam berdarah dengue perlu dirujuk ke ICU Anak atas indikasi:16

Syok berkepanjangan (syok tak teratasi lebih dari 60 menit)

Syok berulang (pada umumnya disebabkan oleh perdarahan internal)

Perdarahan saluran cerna hebat

Demam berdarah dengue ensefalopati

Kriteria pasien pulang:1

Bebas panas sedikitnya 24 jam tanpa pemakaian obat antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perubahan klinis

38

Page 39: Referat Dss

Output urin baik

Hematokrit stabil

Melewati 2 hari setelah syok

Tidak ada distres pernafasan karena efusi pleura atau asites

Trombosit >50.000/mm3

2.11 KOMPLIKASI (5,9)

Overload cairan

Kelebihan cairan dengan efusi pleura yang luas dan ascites merupakan penyebab

distress pernafasan akut tersering pada dengue berat. Penyebab kelebihan cairan

pada dengue adalah :

Pemberian cairan intravena yang berlebihan dan atau yang terlalu cepat

Salah penggunaan cairan. Dimana lebih memakai cairan hipotonik

daripada cairan isotonik.

Pemberian dosis cairan intravena yang kurang tepat pada pasien dengan

perdarahan masif yang tidak diketahui

Pemberian yang tidak tepat pada transfusi fresh frozen plasma, trombosit

konsentrat, dan kriopresipitat

Pemberian cairan intravena lanjutan setelah kebocoran plasma telah

membaik (24-48 jam setelah suhu kembali normal)

Keadaan komorbid

Berikan oksigen, lalu hentikan pemberian cairan secara intravena karena selama

masa penyembuhan cairan pada pleura dan rongga peritoneum akan kembali ke

intravaskuler.

Perdarahan (biasanya gastrointestinal)

Biasanya muncul pada fase penyembuhan. Pasien dengan trombositopenia yang

cukup rendah harus istirahat di tempat tidur dan hindari dari trauma untuk

mencegah perdarahan. Tidak semua pasien mengalami perdarahan yang cukup

banyak. Hanya pada keadaan-keadaan tertentu. Pemberian transfusi darah harus

dilakukan sesegera mungkin begitu diketahui atau terlihat adanya tanda-tanda

perdarahan yang masif. Tetapi pada pemberian transfusi darah pun harus di

monitor sebaik mungkin untuk menghindari kelebihan cairan pada pasien. Jangan

menunggu nilai hematokrit terlalu rendah untuk memutuskan pemberian transfusi

darah. Berikan 5-10 ml/kgBB PRC atau 10-20 ml/kgBB whole blood.

39

Page 40: Referat Dss

Hiperglikemia dan hipoglikemia

Hiponatremi, hipokalemi, hiperkalemi, ketidakseimbangan serum kalsium

Asidosis metabolik

Disfungsi hepar, biasanya bisa akibat dari virus dengue hepatitis atau syok

DIC

Secara klinis, DIC sering kali menyertai proses penyakit sistemik yang berat, tanda-tanda

perdarahan sering terjadi pada bekas tusukan jarum yang dimasukkan ke dalam

pembuluh darah atau sayatan pembedahan. Di kulit dapat ditemukan tanda petekie dan

ekimosis. Nekrosis jaringan dapat terjadi pada banyak organ dan terlihat tanda infark

yang luas di kulit, di jaringan subkutan atau ginjal.

Ensefalopati, biasanya muncul sebelum onset kebocoran plasma

Ensefalopati adalah komplikasi yang jarang dari infeksi virus dengue dan mungkin

terjadi sebagai konsekuensi dari perdarahan intrakranial, edema serebri, hiponatremia,

anoksia serebri, perdarahan mikrokapiler atau pelepasan produk toksik.9

Pada umumnya ensefalopati terjadi pada DBD dengan komplikasi syok yang

berkepanjangan disertai perdarahan, namun dapat juga terjadi pada DBD yang tanpa

disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan

dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Hal ini mungkin pula disebabkan oleh

thrombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular

menyeluruh. Adapun perihal yang menyatakan bahwa ensefalopati dengue berhubungan

dengan kegagalan hati akut.

Pada ensefalopati dengue, kesadaran menurun menjadi apatis atau somnolen dan dapat

disertai atau tanpa disertai kejang. Pada DSS, keadaan syok harus diatasi terlebih dahulu

untuk melihat ada tidaknya kondisi ensefalopati.

Kelainan ginjal (akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut).

Kelainan ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat kondisi syok yang

tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom hemolitik uremikum yang jarang

terjadi. Pada keadaan syok berat dapat ditemukan nekrosis tubular akut yang ditandai

dengan oligouria/anuria disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

Oedem paru

Keadaan ini mungkin terjadi pada pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan

yang tidak dikurangi pada masa terjadinya reabsorpsi cairan pada sekitar hari sakit ke

7 dapat menimbukan keadaan ini. Ditandai dengan sesak napas, kelopak mata sembab,

dan ditunjang dengan gambaran oedem paru pada pemeriksaan radiologi toraks.

40

Page 41: Referat Dss

Co-infection dan infeksi nosokomial

2.12 PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat segera dan

pemantauan ketat syok. Tanda prognosis baik adalah membaiknya takikardi, takipneu,

dan kesadaran, munculnya diuresis dan kembalinya nafsu makan. (8)

Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan

kematian, tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok dengue akan

meningkatkan kematian hingga 40%. (7)

Prognosis buruk pada koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom syok

dengue dengan renjatan berulang atau berkepanjangan. (1)

BAB III

KESIMPULAN

Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena

peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke

ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia.

41

Page 42: Referat Dss

Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari

ke 3 sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular sehingga

terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritonium,

hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya

aliran balik vena, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi

disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ.

Syok ditandai dengan :

Denyut nadi cepat dan lemah

Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya

menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi

serebral

Tekanan nadi menurun (20mmhg atau kurang)

Hipotensi Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang

Kulit dingin dan sembab

Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri

renalis

Syok dapat terjadi dalam waktu yang singkat, pasien dapat meninggal dalam

waktu 12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendpat pergantian cairan yang memadai.

Sindroma syok dengue merupakan keadaan darurat dalam bidang medis, setiap

menit menentukan prognosis pada pasien. Pemberian cairan yang adekuat sangat

diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma. Pemberian

cairan adekuat yang terlambat dapat menyebabkan multisistem disfungsi organyang

dapat menyebabkan kematian. Gangguan elektrolit (natrium dan kalsium),

ketidakseimbangan asam-basa dapat terjadi dan meningkatkan potensi terjadinya

disseminated intravascular coagulopathy (DIC).

DAFTAR PUSTAKA

1. Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar

Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010. Hal.155-

181

42

Page 43: Referat Dss

2. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Berdarah

Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan. 2006. Hal. 1-43

3. Hardiono D., Sri Rezeki. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Ikatan

Dokter Anak Indonesia. 2004.

4. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Demam Berdarah

Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol. II. E/15.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.20001. Hal 1134-1135

5. WHO. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever, Degue Shock Syndrome In The

Context Of The Integrated Management Of Childhood Illness. 2005. Hal 1-34

6. WHO. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. 2009.

Hal 3-147

7. Wills Bridget. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome. 2001. Dengue

buletin vol 25. Hal 50-55

8. Fitri Sari A. Gejala Awal Klinis dan Laboratorium Sebagai Faktor Prediktor Syok

Pada Demam Berdarah Dengue di Instalasi Kesehatan Anak RS Dr. Sardjito. 2004.

Hal 10-11

9. Tim Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Draft Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu

Kesehatan Anak RSCM. Jakarta: Balai Penerbit RSCM. 2007.

10. Sri Rezeki, Hindra Irawan. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.2005

11. Sungkar Saleha. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter

Indonesia. 2002.

12. Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome. Didapat dari :

http://www.unboundmedicine.com/medline/ebm/record/19445771/full_citation/

Dengue_haemorrhagic_fever_or_dengue_shock_syndrome_in_children_ diunduh

pada tanggal 5 Juli 2012

13. Fluid Solutions in Dengue Shock Syndrome. Didapat dari :

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200512083532317 diunduh pada 5 Juli

2012

14. Dengue Shock Syndrome. didapat dari :

http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=6628 diunduh pada 5

Juli 2012

43

Page 44: Referat Dss

15. Sri Rezeki H.H., Hindra Irawan. Demam Berdarah Dengue. Didapat dari :

http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/dengue-shock-syndrome.html

diunduh pada tanggal 10 Juli 2012

16. Dengue Fever, Dengue haemorrhagic fever, Dengue shock Syndrome. Didapat dari :

http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htm diunduh pada 10

Juli 2012

17. Dengue Virus Fusion Pathway. Didapat dari :

http://www.microbiologybytes.com/blog/tag/dengue/ diunduh pada tanggal 10 Juli

2012

18. Dengue Fever and Dengue haemorrhagic fever. Didapat dari :

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ diunduh pada tanggal 10

Juli 2012

19. Dengue Haemorrhagic Fever. Didapat dari :

http://www.denguevirusnet.com/dengue-haemorrhagic-fever.html diunduh pada

tanggal 10 Juli 2012

44