Makalah DSS

24
STIKES JENDERAL A.YANI TREND DESEASE DENGUE HEMORARGIC FEVER & DENGUE SHOCK SYNDROME Created By : Kelompok Buku Achkiky Chaerani T Dani Epa Nurul F Epi Permanawati Gira L Irawan Gina Nindy Yuniar Habibi Rahman Iffa Hizrati Krisna Wisnu S Lilis susilawati M. Billy Irawan Riandi Alpin Risma Novi I Saepul Hamdan Yuyun Salafiah 10/28/2011

Transcript of Makalah DSS

Page 1: Makalah DSS

STIKES JENDERAL A.YANI

TREND DESEASEDENGUE HEMORARGIC FEVER & DENGUE SHOCK SYNDROME

Created By : Kelompok BukuAchkiky

Chaerani TDani

Epa Nurul FEpi Permanawati

Gira L IrawanGina Nindy Yuniar

Habibi RahmanIffa Hizrati

Krisna Wisnu SLilis susilawatiM. Billy Irawan

Riandi AlpinRisma Novi I

Saepul HamdanYuyun Salafiah

10/28/2011

DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi.

Page 2: Makalah DSS

DENGUE HEMORARGIC FEVER &

DENGUE SHOCK SYNDROME

I. KONSEP DASAR DHF DAN DSS

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular

yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae,

mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui

perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe dengue

terdapat di Indonesia, den-3 merupakan serotipe dominan dan banyak

berhubungan dengan kasus berat. Penyakit ini dapat menyerang semua

orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak.

Sampai sekarang penyakit DBD ini masih menimbulkan masalah

kesehatan di Indonesia, karena jumlah penderitanya semakin meningkat

dan wilayah yang terjangkit semakin luas. Jumlah kasus biasanya

meningkat bersamaaan dengan peningkatan curah hujan oleh karena itu

puncak jumlah kasus berbeda di tiap daerah. Pada umumnya di Indonesia

meningkat pada musim hujan sejak bulan Desember sampai dengan April-

Mei tiap tahun.

DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang

disertai syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan

darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi.

Penatalaksanaan DD adalah dengan memberikan terapi simptomatis

dan suportif, dan memonitor dengan ketat terhadap timbulnya DBD/DSS.

Timbulnya DBD/DSS harus dikenal dengan cepat dengan melakukan

pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara teratur. Apabila terjadi

DBD/DSS, penatalaksanaannya diutamakan untuk mengganti kehilangan

cairan dan elektrolit karena terjadi “leakage” plasma.

A. DEFINISI

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut

yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi

mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian dan

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 1

Page 3: Makalah DSS

DSS adalah berkurangnya volume plasma yang diakibatkan

peningkatan permeabilitas dinding kapiler. DSS merupakan lanjutan

DHF dengan kegagalan sirkulasi dan syok (Arief Mansjoer

&Suprohaita; 2000; 419).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang

disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan

melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.

(Ngastiyah, 1995 ; 341).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi

klinis dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul

tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201)

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang

berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak

tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak – anak berusia di

bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan

syok yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan

nyamuk Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama

terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi,

dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987;

16).

B. ETIOLOGI

1. VIRUS DENGUE

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk

ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari

empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus

dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu

dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk

dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 2

Page 4: Makalah DSS

berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur

jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel

BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda

misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).

2. VEKTOR

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui

vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus,

aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor

yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe

akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe

bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis

yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan

vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya

melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor

penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan

(rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk

Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat

bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti)

maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di

dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih

alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai

menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu

pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).

3. HOST

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama

kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi

tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus

dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.

Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 3

Page 5: Makalah DSS

pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu

mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih

dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue

huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap

dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38).

C. PATOFISIOLOGI

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan

menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan

complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus

pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a,

bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang

PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu

hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga

terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan

permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran

palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan

Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit,

trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan

perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock

tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis

metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran

plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga

perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.

Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya

dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel

manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut

sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi

terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga

dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan

permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang

intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun,

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 4

Page 6: Makalah DSS

apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi

trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit

muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh

darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.

Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan

permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh

vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer

&Suprohaita; 2000; 419).

D. MANIFESTASI KLINIS INFEKSI VIRUS DENGUE

1. Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7

hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah.

Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik

yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri

tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat

menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).

2. Perdarahan

Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam

dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet

yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena,

petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan

hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas

hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296).

Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri

perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).

3. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,

meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 5

Page 7: Makalah DSS

terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal

harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada

penderita . (Soederita, 1995 ; 39).

4. Renjatan (Syok)

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak

sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan

sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari

tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi

pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang

buruk. (soedarto ; 39).

E. KLASIFIKASI DHF

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever

(DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :

1. Derajat I

Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya

positif

2. Derajat II

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala

pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis,

haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.

3. Derajat III

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran

darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi

sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg)

sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.

4. Derajat IV

Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut

jantung > - 140 mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat

dan kulit tampak biru.

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 6

Page 8: Makalah DSS

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya

menjadi 4 golongan, yaitu :

a. Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan

spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan

hemokonsentrasi.

b. Derajat II

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala

perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,

melena, perdarahan gusi.

c. Derajat III

Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi

lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120

mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 120/100 120/110

90/70 80/70 80/0 0/0 )

d. Derajat IV

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut

jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan

kulit tampak biru.

Derajat (WHO 1997):

a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.

b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan

dikulit atau perdarahan lain.

c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat

dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit

dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.

d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan

tekanan darah tidak dapat diukur.

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 7

Page 9: Makalah DSS

F. TANDA DAN GEJALA

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat

penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :

1. Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan

reaksi perabaan.

2. Asites

3. Cairan dalam rongga pleura ( kanan )

4. Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare

maupun obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto, 1995 ; 39).

G. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA

Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat

dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan

laboratorium yakni:

Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (>

20%) leukopenia (mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus,

serologis (UPF IKA, 1994).

Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan

anti bodi HI (Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang

hasilnya adalah

Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah

kurang dari 1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium

rekovalensensi pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI

dalam fase akut > 1/20 dan akan meningkat dalam stadium

rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.

Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya

dalam stadium rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)

Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 8

Page 10: Makalah DSS

(setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan)

faal haemostasis x-foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum.

Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF)WHO tahun 1997:

Klinis:

- Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7

hari.

- Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test

rumple leed).

- Pembesaran hepar.

- Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah

menurun, akral dingin dan sianosis, dan gelisah.

Laboratorium:

- Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi

lebih dari 20%.

H. DIAGNOSA BANDING

1. Belum / tanpa renjatan :

a. Campak

b. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari

kelompok pnyakit exanthem, hepatitis, chikungunya)

2. Dengan renjatan

a. Demam tipoid

b. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain

3. Dengan perdarahan

c. Leukimia

d. Anemia aplastik

4. Dengan kejang

e. Ensefalitis

f. meningitis

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 9

Page 11: Makalah DSS

I. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

Pemberantasan Dengue Haemoragic Fever (DHF) seperti juga

penyakit menular laibn didasarkan atas meutusan rantai penularan,

terdiri dari virus, aedes dan manusia. Karena sampai saat ini belum

terdapat vaksin yang efektif terdapat virus itu maka pemberantasan

ditujukan pada manusia terutama pada vektornya. (Soemarmo, 1998 ;

56)

Prinsip tepat dalam pencegahan DHF (Sumarmo, 1998 ; 57)

1. Manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah

dengan melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit

terdapatnya DHF / DSS

2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan

vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan

penderita veremia.

3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran

yaitu sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.

4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi

penularan tinggi

Menurut Rezeki S, 1998 : 22,

Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini

yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk

penularan ditempat perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu

5. Menguras tempat – tampet penampungan air secara teratur

sekurang – kurangnya sxeminggu sekali atau menaburkan bubuk

abate ke dalamnya

6. Menutup rapat – rapat tempat penampung air dan

7. Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat

menampung air hujan seperti dilanjutkan di baliknya.

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 10

Page 12: Makalah DSS

J. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever

(DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)

Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat,

Dengue Haemoragic Fever (DHF) sedang kadang – kadang tidak

memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam

pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok

yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk,

1995 ; 571)

Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF

IKA, 1994 ; 203) yaitu: Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena

panas, muntah, masukan kurang) atau kejang–kejang.

Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji

torniquet positif/negatif, kesakitan, Hb dan Ht/PCV meningkat, Panas

disertai perdarahan, Panas disertai renjatan.

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF)

menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah.

Belum atau tanpa renjatan:

Grade I dan II

1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan

“surface cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan

asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan

Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari

Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari

Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari

Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari

2. Terapi cairan

a. infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk

anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak

dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit,

air bauh susu secukupnya

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 11

Page 13: Makalah DSS

b. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum

sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.

c. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah

cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan

penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai

berikut :

1) 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg

2) 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

3) 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg

4) 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg

5) Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain,

antipiretik untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan

hebat.

Dengan Renjatan ;

Grade III

1. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg

dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral

hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi

dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung

berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi

cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi

waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan

kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :

a. 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg

b. 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.

c. 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.

d. 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.

2. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam

keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 12

Page 14: Makalah DSS

lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau

plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg

BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun

waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL

sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah

masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

3. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg

BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80

mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut

harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau

lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal

30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

STIKes Jendral A.Yani | Makalah DHF & DSS 13

Page 15: Makalah DSS

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.

Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.

(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.

(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.

Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).

Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas

Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC.

Jakarta.

Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.

Jakarta.

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas

Airlangga. Surabaya.