Deteksi Dini ADHD

28
Deteksi Dini ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders) DETEKSI DINI ADHD (ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVE DISORDERS) Dr Widodo Judarwanto SpA, KORESPONDENSI DAN KOMUNIKASI : TERAPI BIOMEDIS GANGGUAN PERILAKU PICKY EATERS CLINIC (KLINIK KESULITAN MAKAN ANAK), CHILDREN FAMILY CLINIC, JL RAWASARI SELATAN 50 JAKARTA PUSAT telp : (021) 70081995 - 4264126 email : [email protected] , PENDAHULUAN Sejak dua puluh tahun terakhir Gangguan Pemusatan Perhatian ini sering disebut sebagai ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders. Gangguan ini ditandai dengan adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat singkat waktunya dibandingkan anak lain yang seusia, Biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif.

description

ADHD

Transcript of Deteksi Dini ADHD

Page 1: Deteksi Dini ADHD

Deteksi Dini ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders)

DETEKSI DINI ADHD (ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVE DISORDERS)

 

Dr Widodo Judarwanto SpA,

 

KORESPONDENSI DAN KOMUNIKASI :

 

TERAPI BIOMEDIS GANGGUAN PERILAKU

PICKY  EATERS CLINIC (KLINIK KESULITAN MAKAN ANAK),

CHILDREN FAMILY CLINIC, JL RAWASARI SELATAN 50  JAKARTA PUSAT

telp :  (021) 70081995 - 4264126 email : [email protected]

PENDAHULUAN

 Sejak dua puluh tahun terakhir  Gangguan Pemusatan Perhatian ini sering disebut

sebagai ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders. Gangguan ini ditandai dengan

adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi,

sehingga rentang perhatiannya sangat singkat waktunya dibandingkan anak lain yang seusia,

Biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif. Kelainan ini dapat

mengganggu perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun

komunikasi.

Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada

gangguan perilaku pada anak. Dalam tahun terakhir ini gangguan hiperaktif menjadi masalah

yang menjadi sorotan dan menjadi perhatian utama di kalangan medis ataupun di masyarakat

umum.. Angka kejadian kelainan ini adalah sekitar 3 – 10%, di Ameriksa serikat sekitar 3-7%

Page 2: Deteksi Dini ADHD

sedangkan di negara Jerman, Kanada dan Selandia Baru sekitar 5-10%. Diagnosis and

Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan prevalensi kejadian ADHD pada anak usia sekolah

berkisar antara 3 hingga 5 persen. Di indonesia angka kejadiannya masih belum angka yang

pasti, meskipujh tampaknya kelainan ini tampak cukup banyak terjadi. Terkadang seorang

anak hanya dianggap 'nakal' atau 'bandel' dan 'bodoh', sehingga seringkali tidak ditangani

secara benar, seperti dengan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua dan guru akibat dari

kurangnya pengertian dan pemahaman tentang ADHD. Terdapat kecenderungan lebih sering

pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Secara epidemiologis rasio kejadian

dengan perbandingan 4 : 1. Namun tampaknya semakin lama tampaknya kejadiannya

semakin meningkat saja. Sering dijumpai pada anak usia pra sekolah dan usia sekolah, 

terdapat kecenderungan  keluhan ini akan berkurang setelah usia Sekolah Dasar. Meskipun

tak jarang beberapa manifestasi klinis tersebut dijumpai pada remaja atau orang dewasa.

ADHD adalah gangguan perkembangan yang mempunyai onset gejala sebelum usia 7 tahun.

Setelah usia anak, akan menetap saat remaja atau dewasa. Diperkirakan penderita ADHD

akan menetap sekitar 15-20% saat dewasa. Sekitar 65% akan mengalami gejala sisa saat usia

dewasa atau kadang secara perlahan menghilang. Angka kejadian ADHD saat usia dewasa

sekitar 2-7%. Predisposisi kelainan ini adalah 25 persen pada keluarga dengan orang tua yang

membakat.

Deteksi dini gangguan ini sangat penting dilakukan untuk meminimalkan gejala dan akibat

yang ditimbulkannya dikemudian hari. Hal ini harus melibatkan beberapa lapisan masyarakat.

Baik dikalangan medis maupun nonmedis. Dokter umum, dokter spesialis anak dan klinisi

lainnya yang berkaitan dengan kesehatn anak harus bisa mendeteksi sejak dini faktor resiko

dan gejala yang terjadi. Manifestasi klinis yang terjadi dapat timbul pada usia dini namun

gejalanya akan tampak nyata pada saat mulai sekolah  melakukan anamnesa terhadap orang

tua dan guru, guna mengevaluasi perkembangan dan mengarahkan pola pendidikan dan

pengasuhan anak dengan hiperaktif bila dapat dilakukan deteksi dini dan penatalaksanaan

pada tahap awal.

DEFINISI

Pada anak normal seringkali menunjukkan tanda-tanda: kurang perhatian, mudah

teralihkan perhatiannya, emosi yang meledak-ledak bahkan aktifitas yang berlebihan. Hanya

saja pada anak dengan kelainan ADHD, gejala-gejala ini lebih sering muncul dan lebih berat

kualitasnya dibandingkan anak normal seusianya.

Page 3: Deteksi Dini ADHD

Pola perhatian anak terhadap suatu hal terbagi menjadi beberapa klasifikasi.

Kelompok yang paling berat adalah over exklusif dimana seorang anak hanya terfokus pada

sesuatu yang menarik perhatiannya tanpa mempedulikan hal lain secara ekstrem (misalnya

pada bayi yang sedang memperhatikan kancing bajunya dan tidak mempedulikan rangsangan

lain), pola ini disebut autisme. Kelompok dengan derajat sedang terjadi fokus perhatian anak

mudah teralihkan. Perhatian hanya mampu bertahan beberapa saat saja oleh suatu rangsangan

lain yang mungkin tidak adekuat. Hal ini dinamakan kesulitan perhatian (attention deficit

hyperactivity disorder). Kondisi normal adalah pola yang paling baik karena anak mampu

memperhatikan sesuatu dan mengalihkannya terhadap yang lain pada saat yang tepat tanpa

kehilangan daya konsentrasi, pola ini merupakan pola normal perkembangan mental anak

secara matang.

Definisi hiperaktifitas adalah suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada

tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya pada dua

tempat dan suasana yang berbeda. Aktifitas anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan

yang ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, selalu menggerak-gerakkan jari-jari tangan,

kaki, pensil, tidak dapat duduk dengan tenang dan selalu meninggalkan tempat duduknya

meskipun pada saat dimana dia seharusnya duduk degan tenang..   Terminologi lain yang

dipakai mencakup beberapa kelainan perilaku meliputi : perasaan yang meletup-letup,

aktifitas yang berlebihan, suka membuat keributan, membangkang dan destruktif yang

menetap.

Temperamen seorang anak adalah suatu karakteristik yang hidup dan dinamis, meski

terkadang pada seorang anak lebih dinamis dibandingkan anak lain. Bila terjadi peningkatan

aktifitas motorik yang berlebihan pada seorang anak dibandingkan anak lain sebayanya, maka

sering kali 'si-anak' dikeluhkan sebagai hiperaktif oleh orang tuanya. Penilaian semacam ini

sangat subyektif dan tergantung dari standar yang dipakai oleh orang tua dalam menilai

tingkat aktifitas normal seorang anak. Anggapan bahwa si-anak 'hiperaktif' mungkin tidak

tepat jika hanya karena si-anak menunjukkan tanda-tanda 'nakal' dan 'bikin ribut' pada saat

tertentu tetapi secara keseluruhan menunjukkan aktifitas yang normal. Dalam hal 'anak-ini'

justru kepada orang tuanya yang harus diberikan pengertian dan pengetahuan tentang

bagaimana membimbing dan mengarahkan secara benar seorang anak dengan pola perilaku

yang 'menurut orang tua' berlebihan

Page 4: Deteksi Dini ADHD

PENYEBAB

Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas. Seperti

halnya gangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat multi faktorial.

Banyak faktor yang dianggap sebagai peneyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor

genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat

kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan

fisik, sosial dan pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang

berpengaruh di sekitarnya.

Banyak penelitian menunjukkan efektifitas pengobatan dengan psychostimulants,

yang memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic tricyclics. Kondisi ini

mengungatkan sepukalsi adanya gangguan area otak yang dikaitkan dengan kekuirangan

neurotransmitter. Sehingga neurotransmitters dopamine and norepinephrine sering diokaitkan

dengan ADHD..

Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan perilaku

ADHD. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas yang terjadi

pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga

setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Didapatkan juga sepertiga ayah penderita

hiperaktif juga menderita gangguan yang sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan

saudara penderita ADHD mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi ADHD, kembar

monozygotic lebih mudah terjadi ADHD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan

keterlibatan fator genetik di dalam gangguan ADHD. Keterlibatan genetik dan kromosom

memang masih belum diketahui secara pasti.  Beberapa gen yang berkaitan dengan kode

reseptor dopamine dan produksi serotonin, termasuk DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan

5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan ADHD.

Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang

menghubungkan fungsi eksekutif bangsal ganglia.  Katekolamin adalah fungsi

neurotransmitter utama yang berkaitan dengan  fungsi  otak lobus frontalis.  Sehingga

dopaminergic dan noradrenergic neurotransmission tampaknya merupakan target utama

dalam pengobatan ADHD.

Page 5: Deteksi Dini ADHD

Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang

dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol

aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan

pada sistem kontrol perilaku anak. Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

pemeriksaan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan

striae subcortical yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang

tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan aktifitas

otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan

pengaruh keterlambatan waktu terhadap respon motorik  terhadap rangsangan sensoris. 

Beberapa peneliti lainnya mengungkapkan teori maturation lack atau suatu

kelambanan dalam proses perkembangan anak-anak dengan ADHD.   Menurut teori ini,

penderita akhirnya dapat mengejar keterlambatannya dan keadaan ini dipostulasikan akan

terjadi sekitar usia pubertas. Sehingga gejala ini tidak menetap tetapi hanya sementara

sebelum keterlambatan yang terjadi dapat dikejar.

Banyak peneliti mengungkapkan penderita ADHD dengan gangguan saluran cerna

sering berkaitan dengan penerimaan  reaksi makanan tertentu. Teori tentang alergi terhadap

makanan, teori feingold yang menduga bahwa salisilat mempunyai efek kurang baik terhadap

tingkah laku anak, serta teori bahwa gula merupakan substansi yang merangsang

hiperaktifitas pada anak. Disebutkan antara lain tentang teori megavitamin dan ortomolecular

sebagai terapinya

Kerusakan jaringan otak atau 'brain damage yang diakibatkan oleh trauma primer dan

trauma yang berulang pada tempat yang sama. Kedua teori ini layak dipertimbangkan sebagai

penyebab terjadinya syndrome hiperaktifitas yang oleh penulis dibagi dalam tiga kelompok.

Dalam gangguan ini terjadinya penyimpangan struktural dari bentuk normal oleh karena

sebab yang bermacam-macam selain oleh karena trauma.  Gangguan lain berupa kerusakan

susunan saraf pusat (SSP) secara anatomis seperti halnya yang disebabkan oleh infeksi,

perdarahan dan hipoksia. 

Perubahan lainnya terjadi gangguan fungsi otak tanpa disertai perubahan struktur dan

anatomis yang jelas. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau

justru timbulnya stimulus yang berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang signifikan

dalam perkembangan hubungan anak dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.

Page 6: Deteksi Dini ADHD

Penelitian dengan membandingkan gambaran MRI antara anak dengan ADHD dan

anak normal, ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda, dimana pada anak dengan

ADHD memiliki gambaran otak yang lebih simetris dibandingkan anak normal yang pada

umumnya otak kanan lebih besar dibandingkan otak kiri.

Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography) didapatkan

gambaran bahwa pada anak penderita ADHD dengan gangguan hiperaktif yang lebih

dominan didapatkan aktifitas otak yang berlebihan dibandingkan anak yang normal dengan

mengukur kadar gula (sebagai sumber energi utama aktifitas otak) yang didapatkan

perbedaan yang signifikan antara penderita hiperaktif dan anak normal.

FAKTOR RESIKO

Dalam melakukan deteksi dini gangguan perilaku ini maka perlu diketahui faktor

resiko yang bisa mengakibatkan gangguan ADHD. Banyak bukti penelitian yang

menunjukkan peranan disfungsi Susunan saraf pusat (SSP). Sehingga beberapa kelainan dan

gangguan yang terjadi sejak kehamilan, persalinan dan masa kanak-kanak harus dicermati

sebagai faktor resiko.

Selama periode kehamilan, disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan metabolik,

genetik, infeksi, intoksikasi, obat-obatan terlarang, perokok, alkohol dan faktor psikogenik.

Penyakit diabetes dan penyakit preeklamsia juga harus dicermati.

Pada masa persalinan, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan persalinan,

induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping terapi, depresi sistem

immun dan trauma saat kelahiran normal. Sedangkan periode kanak-kanak har5uis dicermati

gangguan saluran cerna kronis, infeksi, trauma, terapi medikasi, keracunan, gangguan

metabolik, gangguan vaskuler, faktor kejiwaan, keganasan dan terjadinya kejang. Riwayat

kecelakaan hingga harus dirawat di rumah sakit,kekerasan secara fisik, verbal, emosi  atau

merasa diterlantarkan. Trauma yang serius, menerima perlakuan kasar atau merasa

kehilangan sesuatu selama masa kanak-kanak,  tidak sadar diri  atau pingsan.

Page 7: Deteksi Dini ADHD

DETEKSI DINI GEJALA HIPERAKTIF

Untuk dapat disebut memiliki gangguan ADHD, harus ada tiga gejala utama yang

nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Inatensi atau

pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam

memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan

konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal

yang lain.

Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan

tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke

sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan

menimbulkan suara berisik.

Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam

dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut

mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari

gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang

menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab

sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti

antri misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan

aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih ada

beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum

anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di

rumah dan di sekolah.

Manifestasi klinis yang terjadi sangat luas, mulai dari yang ringan hingga berat atau

bisa terjadi dengan jumlah gejala minimal hingga lebih banyak gejala. Tampilan klinis

ADHD tampaknuya sudah bisa dideteksi sejak dini Sejas usia bayi. Gejala yang harus lebih

dicermati pada usia bayi adalah bayi yang sangat sensitive terhadap suara dan cahaya,

menangis, menjerit, sulit untuk diam, waktu tidur sangat kurang dan sering terbangun, kolik,

Page 8: Deteksi Dini ADHD

sulit makan atau minum susu baik ASI atau susu botol., tidak bisa ditenangkan atau

digendong, menolak untuk disayang, berlebihan air liur, kadang seperti kehausan sering

minta minum, Head banging (membenturkan kepala, memukul kepala, menjatuhkan kepala

kebelakang) dan sering marah berlebihan.

Keluhan lain pada anak besar adalah anak tampak Clumsy (canggung), impulsif,

sering mengalami kecelakaan atau jatuh,  perilaku aneh/berubah-ubah yang mengganggu,

gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak lainnya. Agresif, Intelektual

(IQ) normal atau tinggi tapi pretasi di sekolah buruk, Bila di sekolah kurang konsentrasi,

aktifitas berlebihan dan tidak bisa diam, mudah marah dan meledak kemarahannya,  nafsu

makan buruk. Koordinasi mata dan tangan jelek., sulit bekerjasama, suka menentang dan

tidak menurut, suka menyakiti diri sendiri (menarik rambut, menyakiti kulit, membentur

kepala dll) dan gangguan tidur.

Tanda dan gejala pada anak yang lebih besar adalah tindakan yang hanya terfokus pada

satu hal saja dan cenderung bertindak ceroboh, mudah bingung, lupa pelajaran sekolah dan

tugas di rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah maupun di rumah, kesulitan dalam

menyimak,  kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah, sering keceplosan bicara, tidak

sabaran, gaduh dan bicara berbelit-belit, gelisah dan bertindak berlebihan, terburu-buru,

banyak omong dan suka membuat keributan, dan suka memotong pembicaraan dan ikut

campur pembicaraan orang lain

Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7 tahun, dialami pada 2 atau lebih

suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik dll), disertai adanya hambatan yang

secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi akademik dan sering salah dalam

menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul bersamaan dengan terjadinya kelainan

perkembangan, skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya20).

Tampilan lainnya pada anak dengan hiperaktif terjadi disorganisasi afektif, penurunan

kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata.   Mereka biasanya bertindak 'nekat'

dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang

lain.   Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas

dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya

konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit

bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya.   Tidak jarang mereka dengan kelainan ini

Page 9: Deteksi Dini ADHD

disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan

otak yang spesifik.   Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan

minder.   Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga

orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak

menyelesaikan masalah.

Sekitar 50-60% penderita ADHD didapatkan sedkitnya satu gangguan perilaku

penyerta lainnya. Gangguan perilaku tersebut adalah gangguan belajar, restless-legs

syndrome, ophthalmic convergence insufficiency, depresi, gangguan kecemasan, kepribadian

antisosia, substance abuse, gangguan konduksi dan perilaku obsesif-kompulsif.

Penderita ADHD terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas

yang berlebihan secara nyata.   Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang sopan,

dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain.   Sering kurang

memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan

sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi,

tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering

tidak disukai teman sebayanya.   Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya

gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang

spesifik.   Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder.   Mereka

sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan

lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.

Resiko terjadi ADHD semakina meningkat bila salah satu saudara atau orang tua

mengalami ADHD atau gangguan psikologis lainnya. Gangguan posikologis dan perilaku

tersebut meliputi gangguan bipolar, gangguan konduksi, depresi, gangguan disosiatif,

gangguan kecemasan, gangguan belajar, gangguan mood, gangguan panic, obsesif-kompulsif,

gangguan panic disertai goraphobia. Juga kelainan perilaku lainnnya seperti gangguan

perkembangan perfasif  termasuk gangguan Asperger, Posttraumatic stress disorder (PTSD),

Psychotic, Social phobia, ganggguan tidur, sindrom Tourette dan ticks.

DIAGNOSIS ADHD

        

Page 10: Deteksi Dini ADHD

Diagnosa hiperaktifitas tidak dapat dibuat hanya berdasarkan informasi sepihak dari

orang tua penderita saja tetapi setidaknya informasi dari sekolah, serta penderita harus

dilakukan pemeriksaan meskipun saat pemeriksaan penderita tidak menunjukkan tanda-tanda

hiperaktif, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi saat pemeriksaan dan

kemungkinan hal lain yang mungkin mejadi pemicu terjadinya hiperaktifitas. Pada beberapa

kasus bahkan membutuhkan pemeriksaan psikometrik dan evaluasi pendidikan. Hingga saat

ini belum ada suatu standard pemeriksaan fisik dan psikologis untuk hiperaktifitas. Ini berarti

pemeriksaan klinis haruslah dilakukan dengan sangat teliti meskipun belum ditemukan

hubungan yang jelas antara jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan proses terjadinya

hiperaktifitas.   Beragam kuesioner dapat disusun untuk membantu mendiagnosa, namun

yang terpenting adalah perhatian yang besar dan pemeriksaan yang terus-menerus, karena

tidak mungkin diagnosa ditegakkan hanya dalam satu kali pemeriksaan.

Bila didapatkan seorang anak dengan usia 6 hingga 12 tahun yang menunjukkan

tanda-tanda hiperaktif dengan prestasi akademik yang rendah dan kelainan perilaku,

hendaknya dilakukan evaluasi awal kemungkinan

Untuk mendiagnosis  ADHD digunakan kriteria DSM IV yang juga digunakan, harus

terdapat 3 gejala : Hiperaktif, masalah perhatian dan masalah konduksi.

 

KRITERIA A –MASING-MASING (1) ATAU (2)

(1) Enam atau lebih dari gejala

 

(1)     Enam atau lebih gejala dari  kurang perhatian atau konsentrasi yang tampak paling

sedikit 6 bulan terakhir pada tingkat  maladaptive dan tidak konsisten dalam

perkembangan

INATTENTION

a.    Sering gagal dalam memberi perhatian secara erat  secara jelas atau membuat

kesalahan yang  tidak terkontrol dalam :

Page 11: Deteksi Dini ADHD

1.       sekolah

2.       bekerja

3.       aktifitas lainnya

b.    Sering mengalami kesulitan menjaga perhatian/ konsentrasi dalam menerima

tugas atau aktifitas bermain.

c.    Sering  kelihatan tidak mendengarkan ketika berbicara secara langsung 

1.     Menyelesaikan pekerjaan rumah

2.     Pekerjaan atau tugas

3.     Mengerjakan perkerjaan rumah  (bukan karena perilaku melawan)

4.     Gagal untuk mengerti perintah

d.    Sering kesulitan mengatur tugas dan kegiatan

e.    Sering menghindar, tidak senang atau enggan mengerjakan  tugas yang

membutuhkan usaha (seperti pekerjaan sekolah atau perkerjaan rumah)

f.      Sering kehilangan suatu yang dibutuhkan untuk tugas atau kegiatan

( permainan, tugas sekolah, pensil, buku dan alat sekolah lainnya ))

g.    Sering mudah mengalihkan perhatian dari rangsangan dari luar yang tidak

berkaitan

h.    Sering melupakan tugas atau kegiatan segari-hari

(2) Enam atau lebih gejala dari  hiperaktivitas/impulsifitas yang menetap dalam 6 bulan

terakhir  

HIPERAKTIFITAS

1. Sering merasa gelisah tampak pada  tangan, kaki dan menggeliat dalam tempat duduk

2. Sering meninggalkan tempat duduk dalam kelas atau situasi lain yang mengharuskan

Page 12: Deteksi Dini ADHD

tetap duduk.

3. Sering berlari dari sesuatu atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak

seharusnya (pada  dewasa atau remaja biasanya terbatas dalam keadaan perasaan

tertentu atau kelelahan ) 

4. Sering kesulitan bermain atau sulit mengisi waktu luangnya dengan tenang.

5. isering berperilaku seperti mengendarai motor

6. Sering berbicara berlebihan 

IMPULSIF

a.Sering mengeluarkan perkataan tanpa berpikir, menjawab pertanyaan sebelum

pertanyaannya selesai.

b. Sering sulit menunggu giliran atau antrian 

c. Sering menyela atau memaksakan terhadap  orang lain (misalnya dalam percakapan atau

permainan).

KRITERIA B:  Gejala  hiperaktif-impulsif yang disebabkan gangguan sebelum usia 7 tahun. 

KRITERIA C : Beberapa gangguan yang menimbulkan gejala tampak dalam sedikitnya  2

atau lebih situasi ( misalnya di kelas, di permainan atau di rumah ) 

KRITERIA D : Harus terdapat pengalaman manifestasi bermakna secara jelas  mengganggu

kehidupan sosial, akademik, atau pekerjaan ) 

KRITERIA E : Gejala tidak terjadi sendiri selama perjalanan penyakit dari Pervasive

Developmental Disorder, Schizophrenia, atau gangguan psikotik  dan dari gangguan mental

lainnya (Gangguian Perasaan, Gangguan kecemasan, Gangguan Disosiatif  atau gangguan

kepribadian)

Diagnosis ADHD, Tipe kombinasi jika terdapat pada  A1 dan A2  yang didaptkan

dalam 6 bulan terakhir. ADHD tipe Inatentif redominan  jika dalam kriteria didapatkan A1,

tetapi tidak didapatkan gejala pada A2 dalam 6 bulan terakhir. ADHD Hiperaktif Predominan

-Tipe Impulsif):  jika kriteria didapatkan A2 tapi tidak dijumpai kriteria A1 dalam 6 bulan

terakhir.

Page 13: Deteksi Dini ADHD

Kriteria diagnostik hiperaktifitas adalah ditemukannya 6 gejala atau lebih yang

menetap setidaknya selama 6 bulan. Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7

tahun, dialami pada 2 atau lebih suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik

dll), disertai adanya hambatan yang secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi

akademik dan sering salah dalam menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul bersamaan

dengan terjadinya kelainan perkembangan, skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya.

 

PENANGANAN DINI HIPERAKTIFITAS

 

            Melihat penyebab ADHD yang belum pasti terungkap dan adanya beberapa teori

penyebabnya, maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara dalam penanganannya sesuai

dengan landasan teori penyebabnya.

Terapi medikasi atau farmakologi adalah penanganan dengan menggunakan obat-

obatan. Terapi ini hendaknya hanya sebagai penunjang dan sebagai kontrol terhadap

kemungkinan timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali.   Sebelum

digunakannya obat-obat ini, diagnosa ADHD haruslah ditegakkan lebih dulu dan pendekatan

terapi okupasi lainnya secara simultan juga harus dilaksanakan, sebab bila penanganan hanya

diutamakan obat maka tidak akan efektif secara jangka panjang.

Terapi nutrisi dan diet banyak dilakukan dalam penanganan penderita.  Diantaranya

adalah keseimbangan diet karbohidrat, penanganan gangguan  pencernaan (Intestinal

Permeability or "Leaky Gut Syndrome"), penanganan  alergi makanan atau reaksi simpang

makanan lainnya. Feingold Diet dapat dipakai sebagai terapi alternatif yang dilaporkan cukup

efektif.  Suatu substansi asam amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil

yang cukup memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu

mensitesa (memproduksi) norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat ditingkatkan

produksinya dengan menggunakan golongan amphetamine.

Beberapa terapi biomedis dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi, defisiensi

mineral,  essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino  dan toksisitas Logam

berat. Terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap penderita ADHD adalah terapi EEG

Page 14: Deteksi Dini ADHD

Biofeed back, terapi herbal, pengobatan homeopatik dan pengobatan tradisional  Cina seperti

akupuntur.

Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik dan

menyeluruh. Penanganan ini hendaknya melibatkan multi disiplin ilmu yang dilakukan antara

dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap penderita secara bersama-

sama.  Penanganan ideal harus dilakukan terapi stimulasi dan terapi perilaku secara terpadu

guna menjamin keberhasilan terapi.

Untuk mengatasi gejala gangguan perkembangan dan perilaku pada  penderita ADHD

yang sudah ada dapat dilakukan dengan terapi okupasi. Ada beberapa terapi okupasi untuk

memperbaiki gangguan perkembangan dan perilaku pada anak yang mulai dikenalkan oleh

beberapa ahli  perkembangan dan perilaku anak di dunia, diantaranya adalah sensory

Integration (AYRES), snoezelen, neurodevelopment Treatment (BOBATH), modifukasi

Perilaku, terapi bermain dan terapi okupasi lainnya

 

STIMULASI DINI

Terapi modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara langsung,

dengan lebih memfokuskan pada perunahan secara spesifik. Pendekatan ini cukup berhasil

dalam mengajarkan perilaku yang diinginkan, berupa interaksi sosial, bahasa dan perawatan

diri sendiri. Selain itu juga akan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, seperti agrsif,

emosi labil, self injury dan sebagainya. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan

yang paling efektif dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan

frustrasi, marah, dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.

Terapi bermain sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan, kemampuan

gerak, minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif dalam melakukan kegiatan

kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana persiapan untuk beraktifitas dan bekerja

saat usia dewasa. Terapi bermain digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapitik dimana

sarana tersebut  dipakai untuk mencapai aktifitas baru dan ketrampilan sesuai dengan

kebutuhan terapi.

Page 15: Deteksi Dini ADHD

Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung jawab

dan kita harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau belajar mengontrol

diri dan mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk memperhatikan segala sesuatu

yang harus dikuasai, dengan menyuruh mereka untuk membuat daftar tugas dan perencanaan

kegiatan yang akan dilakukan sangat membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk

didalamnya kegiatan yang cukup menguras tenaga (olah raga dll) agar dalam dirinya tidak

tertimbun kelebihan tenaga yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan.

Nasehat untuk orangtua, sebaiknya orang tua selalu mendampingi dan mengarahkan kegiatan

yang seharusnya dilakukan si-anak dengan melakukan modifikasi bentuk kegiatan yang

menarik minat, sehingga lambat laun dapat mengubah perilaku anak yang menyimpang. Pola

pengasuhan di rumah, anak diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang benar

tentang segala sesuatu yang harus ia kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan

serta memberi kesempatan mereka untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk yang

diberikan.

Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok dari upaya

perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak bersedia melakukan

sesuatu dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan keyakinan bahwa dia mampu

mengerjakan, pada akhirnya bila ia mampu mengerjakannya dengan baik maka harus

diberikan penghargaan yang tulus baik berupa pujian atupun hadiah tertentu yang bersifat

konstruktif.   Bila hal ini tidak berhasil dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak

terkendali harus segera dihentikan atau dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai.

Strategi di tempat umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya di tempat-

tempat umum, dalam hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik berupa suasana ataupun

suatu benda tertantu yang dapat membangkitkan perilaku hiperaktif / destruktif haruslah

dihindarkan dan dicegah, untuk itu orang tua dan guru harus mengetahui hal-hal apa yang

yang dapat memicu perilaku tersebut. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang

paling efektif dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan

frustrasi, marah, dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.

PENUTUP

ADHD atau  Attention Deficite Hyperactivity Disorder pada anak yang merupakan

gangguan perilaku yang semakin sering ditemukan. Seringkali karena kurang pemahaman

Page 16: Deteksi Dini ADHD

dari orangtua dan guru serta orang-orang disekitarnya anak diperlakukan tidak tepat sehingga

cenderung memparah keadaan. Terdapat beberapa pegangan dalam mendiagnosa ADHD,

gejala hiperaktifitas harus dapat dilihat pada setidaknya di dua tempat yang berbeda dengan

kondisi (setting) yang berbeda pula.

Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik dan

menyeluruh. Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu yang dikoordinasikan

antara dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap penderita. 

DAFTAR PUSTAKA

1.        APA: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Washington, DC:

American Psychiatric Association Press; 1994: 78-85.

2.        Brown TE: Brown ADD Scales. San Antonio, TX: Psychological Corp; 1996: 5-6.

3.        Elia J, Ambrosini PJ, Rapoport JL: Treatment of attention-deficit-hyperactivity

disorder. N Engl J Med 1999 Mar 11; 340(10): 780-8

4.        Hunt RD, Paguin A, Payton K: An update on assessment and treatment of complex

attention-deficit hyperactivity disorder. Pediatr Ann 2001 Mar; 30(3): 162-72.

5.        Ramchandani P, Joughin C, Zwi M: Attention deficit hyperactivity disorder in

children. Clin Evid 2002 Jun; 262-71.

6.        Reeves G, Schweitzer J: Pharmacological management of attention-deficit

hyperactivity disorder. Expert Opin Pharmacother 2004 Jun; 5(6): 1313-20

7.        Wilens TE: Straight Talk about Psychiatric Medications for Kids. New York, NY:

Guilford Press; 2002.

8.        American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders (DSM-IV-TR). 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric Association;

2000. 78-85.

Page 17: Deteksi Dini ADHD

9.        Baving L, Laucht M, Schmidt MH: Atypical frontal brain activation in ADHD:

preschool and elementary school boys and girls. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry

1999 Nov; 38(11): 1363-71

10.     Biederman J, Faraone SV, Milberger S: Is childhood oppositional defiant disorder a

precursor to adolescent conduct disorder? Findings from a four-year follow-up study of

children with ADHD. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1996 Sep; 35(9): 1193-204

11.     Bush G, Frazier JA, Rauch SL: Anterior cingulate cortex dysfunction in attention-

deficit/hyperactivity disorder revealed by fMRI and the Counting Stroop. Biol Psychiatry

1999 Jun 15; 45(12): 1542-52

12.     Casey BJ, Castellanos FX, Giedd JN: Implication of right frontostriatal circuitry in

response inhibition and attention-deficit/hyperactivity disorder. J Am Acad Child Adolesc

Psychiatry - Sarfatti SE; 36(3): 374-83

13.     Dulcan M: Practice parameters for the assessment and treatment of children,

adolescents, and adults with attention-deficit/hyperactivity disorder. American Academy

of Child and Adolescent Psychiatry. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1997 Oct;

36(10 Suppl): 85S-121S

14.     Faraone SV, Sergeant J, Gillberg C, Biederman J: The Worldwide Prevalence of

ADHD: Is it an American Condition? World Psychiatry 2003;2:104-113.

15.     Faraone SV, Perlis RH, Doyle AE, et al: Molecular genetics of

attention-deficit/hyperactivity disorder. Biol Psychiatry 2005 Jun 1; 57(11): 1313-23

16.     Green WH: Child and Adolescent Clinical Psychopharmacology. Baltimore, Md:

Williams & Wilkins; 1995: 56-77.

17.     Greenhill LL: Diagnosing attention-deficit/hyperactivity disorder in children. J Clin

Psychiatry 1998; 59 Suppl 7: 31-41

18.     Jensen PS: Fact versus fancy concerning the multimodal treatment study for attention-

deficit hyperactivity disorder. Can J Psychiatry 1999 Dec; 44(10): 975-80

Page 18: Deteksi Dini ADHD

19.     Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Kaplan and Sadock's Synposis of Psychiatry. 7th ed.

Baltimore, Md: Williams & Wilkins; 1994: 1063-8.

20.     MTA Cooperative Group: A 14-month randomized clinical trial of treatment strategies

for attention-deficit/hyperactivity disorder. The MTA Cooperative Group. Multimodal

Treatment Study of Children with ADHD. Arch Gen Psychiatry 1999 Dec; 56(12): 1073-

86

21.     Multimodal Treatment Study: Moderators and mediators of treatment response for

children with attention-deficit/hyperactivity disorder: the Multimodal Treatment Study of

children with Attention-deficit/hyperactivity disorder. Arch Gen Psychiatry 1999 Dec;

56(12): 1088-96

22.     Rugino TA, Samsock TC: Modafinil in children with attention-deficit hyperactivity

disorder. Pediatr Neurol 2003 Aug; 29(2): 136-42

23.     Rutter M, Taylor E, Hersov L: Child and Adolescent Psychiatry: Modern Approaches.

3rd ed. Oxford, UK: Blackwell Science; 1994: 285-307.

24.     Spencer T, Biederman J, Wilens T: Nonstimulant treatment of adult

attention-deficit/hyperactivity disorder. Psychiatr Clin North Am 2004 Jun; 27(2): 373-83

25.     Vaidya CJ, Austin G, Kirkorian G: Selective effects of methylphenidate in attention

deficit hyperactivity disorder: a functional magnetic resonance study. Proc Natl Acad Sci

U S A 1998 Nov 24; 95(24): 14494-9

26.     Daruna JH, Dalton R, Forman MA. Attention deficit hyperactifity disorder. Behrman

RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson textbook of pediatrics. 16 th ed. WB Saunders Co.

USA. 2000;29.2:100-3.

27.     Laufer MW. Brain disorder. Ed. Freedman AM, Kaplan HI. Dalam: Comprehensive

textbook of psychiatry. The Williams and Wilkins Co. Maryland, USA.1973;42:1142-52.

28.     Child development institute. About Attention Deficit Hyperactivity Disorder

ADD/ADHD. Child Development Institute  2003:

ttp://www.childdevelopmentinfo.com/disorders/adhd.shtml.

Page 19: Deteksi Dini ADHD

29.     IMH. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. NIMH Public Inquiries Bethesda,

U.S.A  dapat dilihat di: http://www.nimh.nih.gov/publicat/ adhd.cfm diakses pada: 27

April 2003.

30.     American academy of pediatrics. Clinical Practice Guideline: Treatment of the School-

Aged Child With Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Pediatrics Vol. 108 No. 4.

USA. 2001;1033-44

Pemutakhiran Terakhir ( Sabtu, 09 Mei 2009 21:36 )