DETEKSI DINI CA- LENGKAP

40
PENDAHULUAN Dewasa ini dirasakan, bahwa masalah kanker semakin menonjol dibandingkan dengan 10 sampai 20 tahun yang lalu. Para klinisi yang bekerja di rumah sakit mendapat kesan, bahwa penderita kanker semakin banyak dan analisa data yang dilaporkan oleh pelbagai rumah sakit menunjukkan, bahwa dalam sepuluh tahun terakhir ini jumlah penderita yang ditemukan paling sedikit telah bertambah menjadi dua kali lipat. Sekitar 3,5 % dari semua penderita yang dirawat di rumah sakit adalah penderita neoplasma (Ditjen Yanmed Depkes RI, 1988). Data yang dapat dipercaya mengenai kanker di Indonesia masih sangat langka dan insidensi yang sesungguhnya dari penyakit kanker di Indonesia belumlah dapat ditentukan. Penyakit kanker yang ditemukan di rumah sakit dan laboratorium Patologi Anatomi masih belum diregistrasi secara baik. Cara pencatatan yang belum seragam menyulitkan untuk diadakannya perbandingan dan interpretasi (Gunawan, 1988). 1

Transcript of DETEKSI DINI CA- LENGKAP

Page 1: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

PENDAHULUAN

Dewasa ini dirasakan, bahwa masalah kanker semakin menonjol

dibandingkan dengan 10 sampai 20 tahun yang lalu. Para klinisi yang

bekerja di rumah sakit mendapat kesan, bahwa penderita kanker semakin

banyak dan analisa data yang dilaporkan oleh pelbagai rumah sakit

menunjukkan, bahwa dalam sepuluh tahun terakhir ini jumlah penderita

yang ditemukan paling sedikit telah bertambah menjadi dua kali lipat.

Sekitar 3,5 % dari semua penderita yang dirawat di rumah sakit adalah

penderita neoplasma (Ditjen Yanmed Depkes RI, 1988). Data yang dapat

dipercaya mengenai kanker di Indonesia masih sangat langka dan

insidensi yang sesungguhnya dari penyakit kanker di Indonesia belumlah

dapat ditentukan. Penyakit kanker yang ditemukan di rumah sakit dan

laboratorium Patologi Anatomi masih belum diregistrasi secara baik.

Cara pencatatan yang belum seragam menyulitkan untuk diadakannya

perbandingan dan interpretasi (Gunawan, 1988).

Kanker sebagai sebab kematian di rumah sakit, angka

mortalitasnya cukup tinggi dan dewasa ini menduduki urutan ke-enam

sesudah penyakit infeksi, kecelakaan, penyakit kardiovaskuler, penyakit

cerebrovaskuler, penyakit syaraf dan jiwa. Jumlah penderita kanker yang

dirawat setiap harinya semakin terus bertambah. Hal ini antara lain

disebabkan oleh semakin sadarnya masyarakat terhadap bahaya penyakit

kanker, di samping telah dilengkapinya beberapa rumah sakit dengan

tenaga keahlian, sarana diagnostic maupun terapeutik yang semakin

memadai. Meningkatnya insiden kanker di Indonesia ini sesuai dengan

laporan WHO yang memperlihatkan, bahwa kanker telah menjadi salah

satu dari sebab utama kematian pada usia produktif.

1

Page 2: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

Manajemen penanggulangan kanker memerlukan teknologi

canggih, ketrampilan dan pengalaman yang luas. Dirasakan saat ini

perlunya peningkatan upaya pelayanan kesehatan, khususnya di rumah

sakit, karena jumlah penderita kanker yang datang untuk memperoleh

pelayanan di rumah sakit terus meningkat dan lebih-lebih menyangkut

golongan umur yang produktif. Itupun kita semua maklumi, bahwa pada

umumnya penderita kanker baru terdeteksi setelah proses penyakitnya

mencapai tingkat yang sudah sulit atau tidak mungkin lagi untuk

disembuhkan.

Mengingat biaya penanggulangan penyakit kanker cukup tinggi

dan umumnya memakan waktu lama, maka manajemen

penanggulangannya memerlukan pertimbangan bagaimana supaya

penanganannya semakin bermutu dan efisien, sehingga berhasil guna dan

berdaya guna. Di satu pihak ekonomi masyarakat kemampuannya masih

serba terbatas, sedang di pihak lain akibat kehadiran peralatan canggih di

rumah-rumah sakit untuk menegakkan diagnosa dan menentukan jenis

terapi, mengakibatkan semakin membengkaknya penderita kanker yang

datang berobat, dimana sebagian terbesar dari mereka datang kasip yang

tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Hal-hal semacam ini memerlukan

pemikiran disamping perlunya kita terus menerus memberi penyuluhan,

menyebarkan pengetahuan kepada masyarakat luas tentang cara-cara

pencegahannya.

Langkah-langkah kain yang cukup mendesak dan perlu diambil

guna peningkatan penanggulangan kanker adalah menetapkan pola

pelayanan penderita kanker di rumah-rumah sakit berikut upaya

rujukannya dan pengambilan keputusan tentang faktor-faktor apa yang

diperlukan sebagai pendukungnya. Disamping itu, kegiatan seperti

2

Page 3: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

pendidikan, seminar dan symposia perlu digalakkan sebagai upaya jangka

pendek peningkatan pelayanan yang semakin bermutu.

Sebab-sebab terus meningkatnya kanker, adalah:

1. proporsi penduduk usia lanjut meningkat,

2. penyakit infeksi dan parasit berkurang,

3. konsumsi tembakau terus meningkat,

4. gaya hidup dan pola makan penduduk berubah,

5. pencemaran lingkungan akibat industrialisasi.

Mengingat akan sangat terbatasnya sumber-sumber dana, baik itu

berasal dari pemerintah maupun masyarakat, maka formulasi kebijakan

perencanaan program penanggulangannya harus melalui penetapan

prioritas agar tepat guna, pelaksanaannya di-implementasikan ke dalam

system pelayanan kesehatan yang sudah ada secara terpadu dan

dikoordinir rapi di antara semua unsure yang terkait, baik itu pemerintah

maupun swasta.

Pada dasarnya ada 4 macam kebijakan (strategi) penanggulangan kanker

(WHO, 1985):

1. pencegahan primer

2. deteksi dini

3. pengobatan dengan tujuan kesembuhan (kuratif)

4. penanggulangan nyeri (cancer pain relief) pada suportive-&

terminal-core.

DETEKSI ATAU DIAGNOSA DINI

Oleh sebab etiologi yang sebenarnya dari kanker ginekologik

belumlah diketahui secara pasti, maka dalam konteks pencegahan

3

Page 4: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

diartikan usaha menemukan kelainan tersebut dalam tingkatan yang

sedini mungkin untuk kemudian ditangani secara benar, syukur masih

dalam tingkatan yang dikenal sebagai fase pramaligna atau lesi

praneoplatik (pencegahan sekunder). Lebih ideal sebenarnya bilamana

masyarakat dapat diarahkan untuk menghindari factor-faktor yang secara

epidemiologic diketahui memberikan predisposisi akan terjadinya

keganasan tertentu (pencegahan primer). Untuk itu penelitian-penelitian

epidemiologic baik di klinik maupun dalam komunitas perlu terus

digalakkan.

Kita sama-sama memaklumi, bahwa semakin dini diagnosa lesi

ganas dapat dibuat, semakin mudah dan murah penanganannya dan

semakin baik pula prognosa penderitanya. Untuk keganasan ginekologik

barangkali hanya lesi ganas ovarium saja yang merupakan satu-satunya

keganasan yang mengingat lokasinya yang begitu tersembunyi, deteksi

dini sukar diupayakan. Meski demikian hal ini mungkin masih dapat

diatasi, bilman yang bersangkutan cukup sadar dan mengerti perlunya

pemeriksaan ginekologik teratur setiap 6 bulan sekali bagi setiap wanita

di atas umur 35 tahun, lebih-lebih bagi mereka yang berada dalam tahun-

tahun perimenopausal.

Semakin dini lesi ganas dapat ditemukan, lebih-lebih bila sudah

dikenalnya dalam fase praneoplastik, dengan penanganan yang adekuat,

yang kadang-kadang cukup sederhana, kesembuhan 100% dapat

diharapkan (Mardjikoen, 1982).

Tidak pelak lagi, bahwa diagnosa awal atau deteksi dini lesi ganas

merupakan kunci keberhasilan pengobatan dan pengendalian kanker.

Pada table I (lihat lampiran) tergambar hubungan antara harapan hidup

4

Page 5: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

penderita selama 5 tahun sejak diagnosa keganasan ditegakkan yang

mendapat penanganan adekuat dengan stadia klinik penyakitnya waktu

ditemukan (Engel, 1973). Jelas bahwa semakin dini lesi ganas itu dapat

ditangkap, dengan penanganan yang benar akan semakin besar harapan

penderitanya untuk dapat mencapai ketahanan hidup 5 tahun.

Dari apa yang telah disesuaikan diatas kiranya dapatlah difahami

bahwa untuk keberhasilan pengelolaan penderita kanker pencegahan dan

deteksi dini merupakan “kunci”nya. Untuk itu wajar diusahakan agar

setiap tenaga kesehatan, dimanapun mereka bekerja, baik di pusat-pusat

rujukan sampai kepada mereka yang berada di ujung tombak pelayanan

kesehatan (Puskesmas) mampu mengidentifikasi penderita golongan

risiko tinggi untuk mengidap pelbagai jenis kanker tertentu dan

menguasai serta terampil menggunakan cara-cara sederhana untuk dapat

mendeteksinya dalam stadia awal.

Bagi penderita yang perlu dirujuk kepada ahlinya, kerjasama yang

serasi antara onkolog dengan dokter umum atau “dokter keluarga” sangat

penting unutk menjamin penanganan penderitanya secara optimal di

bidang diagnostik, terapi, follow-up dan rehabilitasi. Masalah kapan, ke

mana dan bagaimana merujuknya merupakan bagian penting pula dari

pengelolaan penderita kanker. Hubungan kerjasama antara “dokter

keluarga” dengan ahli onkologi sendiri sangat erat terkait dalam

pengelolaan penderita tersebut hendaknya sedemikian rupa, hingga

memungkinkan follow-up bersama untuk seawal mungkin dapat

mendeteksi tidak saja munculnya residif (relapse), akan tetapi juga

komplikasi yang timbul akibat terapi yang dijalankan untuk kemudian

menanganinya secara optimal (Mardjikoen, 1982).

5

Page 6: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

Seorang dokter Puskesmas perlu mengetahui tentang hal ikhwal

penyakit ganas, agar ia menjadi peka terhadap gejala-gejala yang

bagaimanakah yang perlu dicurigai ke arah keganasan, di samping ia

sendiri seharusnya menguasai simtomatologi dari proses ganas.

Pendeknya seorang dokter Puskesmas harus “sadar kanker” (cancer

minded) dan rakyat “tidak buta kanker” (cancer aware). Untuk mencapai

tujuan itu wajarlah kalau kita perjuangkan agar ilmu onkologi secara

resmi dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan di Fakultas

Kedokteran, semua sekolah perawatan termasuk Akademi Perawatan

yang ada, baik milik pemerintah maupun swasta. Untuk tidak menambah

beban mahasiswanya, barangkali tidak disajikan sebagai mata kuliah

tersendiri, akan tetapi dapat diberikan sebagai kegiatan terpadu

interdisipliner yang dikoordinir rapi oleh Pokja Onkologi Fakultas

Kedokteran atau Tim Kanker Rumah Sakit Pendidikannya (Kardjikoen,

1983).

Dari riwayat penyakit (anamnesa) penderita tidak banyak yang

dapat diperoleh, oleh karena lesi ganas dalam tingkatannya yang awal,

umumnya tidak memberi keluh kesah sama sekali. Kalau ada, keluhan

tersebut tidak patognomonik. Meski demikian, ada beberapa tanda yang

meminta perhatian kita akan kemungkinan adanya proses ganas

ginekologik, seperti keluhan-keluhan sebagai berikut:

a) Perdarahan pervaginam yang tidak ada hubungannya dengan siklus

haid: metroragia, menoragia, meno-metroragia.

b) Leukore atau fluor albus yang tidk sembuh-sembuh (menahun)

apalagi bercampur darah dan berbau (foetor ex vaginae). Bila

sudah ada foetor biasanya prosesnya sudah agak lanjut.

c) Rasa sakit samar-samar di perut bagian bawah yang kadang dirasa

menyebar dan banyak variasinya, sering sulit diinterpretasi dan bila

6

Page 7: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

ada kaitannya dengan lesi ganas umumnya rasa nyeri ini menunjuk

kepada proses yang sudah agak lanjut.

d) Rasa penuh atau sebah di perut, merasa lekas kenyang pada waktu

baru mulai makan atau perut terasa berat seakan-akan tertarik ke

bawah, sering kembung-kembung, tidak ada nafsu makan, rasa

lekas capai dan sebagainya merupakan keluh kesah samar-samar

yang sukar diinterpretasinya. Keluhan semacam ini sering

mengawali wanita yang mengidap tumor ganas ovarium.

Dari itu cara yang paling baik untuk dapat mendeteksi dan

mendiagnosa kanker ginekologik dalam stadium awal ialah dengan

mengusahakan pendidikan dan penyuluhan kesehatan agar setiap wanita

dewasa mau memeriksakan dirinya secara teratur untuk mendapatkan

chek up ginekologik. Setidak-tidaknya mereka yang tergolong

mempunyai risiko tinggi untuk mengidap kelainan tertentu. (selective

screening) (Mardjikoen, 1980).

Menurut terminology American Cancer Society (ACS): “deteksi

dini” diartikan sebagai penggunaan tes-tes kanker pada penderita yang

asimtomatik secara individual, sedang “screening” sebagai penggunaan

tes kanker pada populasi yang benar, diantaranya mungkin terjaring

penderita yang sudah menunjukkan gejala-gejala (simtomatik), sedang

dengan “diagnosa dini” dimaksudkan mengevaluasi pada seseorang dan

dapat menetapkan secara awal adanya penyakit pada individu dalam

komunitas yang menunjukkan keluhan atau gejala penyakit kanker

(Mardjikoen, 1982).

7

Page 8: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

I. KANKER LEHER RAHIM

Dalam tingkatannya yang awal karsinoma serviks umumnya tidak

memberi keluh-kesah apapun. Hal ini menekankan betapa pentingnya

peranan Pap’smear (usapan Papanicolau) dalam upaya mendeteksi

penyakit ini dalam stadiumnya yang dini. Kebanyakan penderita dengan

karsinoma serviks dalam riwayat penyakitnya tidak pernah sama sekali

mendapat Pap’smear sebelumnya atau paling tidak semenjak anaknya

yang terkecil lahir (Beecham, et al., 1983). Ini membuktikan bahwa

karsinoma serviks dalam tingkatannya yang awal tidak memberikan

keluhan yang dapat mendorong penderitanya datang pada kita untuk

minta pertolongan. Baru setelah ada keluhan-keluhan seperti: perdarahan

kontak (sesudah senggama), cyspareunia, perdarahan spontan

intermenstrum, mengeluarkan “discharge” (getah atau cairan) vagina

yang berbau, mereka datang berobat yang umumnya stadium penyakitnya

sudah agak lanjut.

Stadium Pra-maligna

Ujud lesi perimer yang dianggap sebagai stadium pra-neoplastik

adalah diskariosis atau displasia serviks dengan pelbagai tingkatannya

mulai dari yang ringan, sedang, berat (CIN-I, CIN-II, CIN-III) kemudian

karsinoma in-situ (KIS, karsinoma stadium 0). Perubahan epitel serviks

yang demikian itu merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

sifatnya reversible menurut apa yang disebut sebagai konsep Unitarian

dari Richart (Richart, 1966). Akan tetapi sekali ia telah menjadi

karsinoma yang invasive, prosesnya tak akan berbalik lagi, terus berlanjut

untuk mengalami progresi.

8

Page 9: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

Displasia serviks dikenal pula dengan istilah lain seperti:

diskariosis, hyperplasia atypik, basal cell hyperplasia (hyperplasi sel-sel

basal yang atypik) dan anaplasia. Secara harfiah displasia artinya tiada

lain adalah pertumbuhan atau perkembangan yang tidak teratur.

Deteksi Dini

Untuk karsinoma serviks tidak ada pedileksi golongan umur

tertentu, akan tetapi dapat diderita oleh wanita dari semua golongan umur

(15-34 tahun) (Beecham, et al., 1983), justru dalam usia-usia masa

reproduksi, meskipun ada juga yang mengidapnya baru sesudah umur 35

tahun. Akan tetapi dapat dikatakan, kalau sampai umur 65 tahun wanita

itu tidak menderita karsinoma serviks, maka untuk seterusnya iapun akan

bebas dari penyakit tersebut.

Histopatologis untuk sebagian besar (93%) lesi tersebut berupa

epidermoid – atau skuamo karsinoma, sedang sebagian kecil berupa

adeno karsinoma (5%) dan sisanya (2%) yang lain seperti mesonephroid

atau clearcell-karsinoma dan sarcoma yang jarang ditemukan. Dengan

kemajuan teknologi sitologi vaginal yang dapat dilakukan dengan

pelbagai macam cara. Mulai dari aspirasi lender serviks, usapan-usapan

serviko-vaginal dengan kapas lidi sampai kepada usapan endoservikal

dengan Ayer-scraper, biopsy serviks terarah dengan tes Schiller dan

menggunakan kolposkop, kuretase bertahap serta konisasi serviks,

stadium dini karsinoma serviks hampir selalu dapat ditangkap.

Kenyataannya hanya 10-15% penderita di USA setiap tahunnya

yang sempat mendapat Pap’smear (Beecham, et al.,1983; Guzick, 1978;

Hakama, 1976; Kim, et al., 1978). Andaikan semua wanita tiap tahunnya

9

Page 10: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

mau mendapatkan Pap’smear, hampir semua karsinoma serviks dapat

didiagnosa dalam tingkatannya yang pre-invasif. (Beecham,et al., 1983;

Cramer, 1974; Nelson, et al., 1975; Rylander, 1976)

“Screening “ massal dengan pemeriksaan sitologis Pap’smear di

negara maju telah lama dijalankan dan dengan menghilangkan semua lesi

serviks yang “potensiil invasive”, Boyes di British Columbia dalam tahun

1969 telah berhasil menurunkan mortalitas akibat karsinoma serviks dari

11,4 menjadi 6,4 per 100.000 populasi wanita (Boyes, 1969).

Menurut laporan Walton (1976) angka insidensi kasar karsinoma

serviks bagi wanita berumur di atas 20 tahun di British Columbia telah

berhasil diturunkan secara menyolok dari 28,4 per 100.000 populasi

dalam tahun 1955 menjadi 8,6 per 100.000 populasi di tahun 1974

(Walton, 1976). Demikian pula angka kematian tahunan rata-rata

karsinoma serviks penduduk golongan kulit putih atau kulit hitam (negro)

dio AS telah berhasil diturunkan dari berturut-turut 9,6 dan 22 per

100.000 populasi wanita dalam tahun 1950-51 menjadi 5,0 dan 13,1 tiap

100.000 populasi dalam tahun 1970-71 (Kessler,1979). Dalam kurun

waktu 1945-75 (selama 30 tahun) di USA insidensi karsinoma serviks

telah berhasil diturunkan hampir menjadi separohnya, yang semula

prevalensinya 23 kasus baru per 100.000 populasi setiap tahunnya

kemudian menjadi kira-kira 12 kasus baru saat ini per 100.000 populasi

setiap tahun (Beecham,et al., 1983; Silverberg, 1982).

Sebaliknya insidensi karsinoma in-situ (KIS) telah meningkat

secara dramatis (Beecham,et al., 1983; Di Saia, 1981), yang menunjukkan

bahwa perbaikan ketahanan hidup penderita dapat disebabkan oleh

semakin seringnya diagnosis dini (dalam tingkatan yang masih

10

Page 11: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

prainvasif) dapat ditegakkan. Kesimpulan akhirnya yang dapat ditarik

ialah bahwa sebenarnya wanita itu tidak perlu mati karena karsinoma

serviks.

Di sini “screening’ massal karsinoma serviks belum perlu

dilaksanakan, mengingat besarnya biaya yang dibutuhkan dan kurang

tersedianya fasilitas dan sarana saat ini dalam bentuk tenaga (qualified

cyto technicians dan cytologist) dan laboratorium. Untuk menghemat

beaya, maka “screening” ini dapat dilakukan secara selektif, misalnya

terhadap mereka yang dianggap mempunyai risiko karena memiliki

faktor-faktor predisposisi. Mengenai pelaksanaan usapannya (Paps’mear)

tidak perlu olah dokter keluarga atau dokter puskesmas, akan tetapi dapat

diserahkan kepada tenaga perawat atau bidan yang terdidik untuk tugas

tersebut, agar pengambilan sample spesimennya dapat dianggap

representative oleh laboratorium Patologi Anatomi. Amat

menggembirakan sebesarnya bahwa akhir-akhir ini Departemen

Kesehatan RI dan BKKBN telah memulai dengan program Paps’mear

yang dikaitkan dengan peserta KB, namun sayang pelaksanaannya serta

organisasinya belum mantap benar.

Pap’smear (usapan Papanicolaou)

Mengingat bahwa lebih dari 98% karsinoma serviks mulai

prosesnya pada batas epitel antara epitel kolumner selapis dari

endoserviks dengan epitel gepeng berlapis dari ektoserviks (dikenal

dengan squamo columner junction = SCJ), maka pada pembuatan usapan

hendaknya sel-sel dari daerah inilah yang dapat diambil dengan pelbagai

macam cara seperti aspirasi dengan pipet, kerokan dengan spatel, scraper,

sikat, atau sendok kuret dan sebagainya, untuk kemudian dioleskan pada

11

Page 12: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

gelas obyek difiksir dalam campuran alcohol-eter (sama banyak)

sedikitnya selama waktu 2 jam untuk kemudian dibiarkan kering buat

selanjutnya dikirim ke laboratorium PA.

Golongan risiko tinggi

Dari hasil penelitian epidermiologis diambil kesimpulan bahwa

penyebab (etiologi) karsinoma seviks bukan satu factor, tetapi banyak

factor (multifaktorial) baik eksogen maupun endogen sebagaimana

halnya dengan kebanyakan lesi ganas lain pada umumnya. Lebih dari

75% adalah oleh factor eksogen.

Adapun wanita yang dianggap mempunyai risiko tinggi untuk mengidap

kelainan ini adalah mereka yang (Mardjikoen,1982, Beecham et al.,

1983):

1. kondisi social ekonominya rendah

2. hygiene seksualnya tak baik

3. kawin muda atau mengalami koitus pertama (coitarche) pada

usia yang sangat muda.

4. banyak anaknya, lebih-lebih dengan interval persalinan

pendek

5. melakukan promiskuitas

6. pasangannya tidak disunat (circumsisi)

Dokter di puskesmas jangan segan-segan untuk melihat kondisi

serviks wanita termasuk dalam golongan di atas melalui speculum dan

membuat usapan servikovaginal, kalau perlu biopsy serviks pada lesi

yang dicurigai. Bilamana hasil pemeriksaan sitologis menyebut adanya

displasia berat atau KIS, segera saja penderita tersebut dirujuk kepada

ahlinya di RS kabupaten (tipe C) atau RS propinsi (tipe B), karena kasus

12

Page 13: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

demikian perlu penanganan diagnostic maupun terapeutik yang lebih

sahih.

II. KANKER INDUNG TELUR

Tumor ganas ini di USA menempati urutan ke-4 sebab kematian

wanita karena kanker, sesudah tumor ganas mamma, colon dan paru. Tiap

tahun diperkirakan 18.000 kasus baru didiagnosa dan 11.000 diantaranya

akan meninggal karena penyakit tersebut (Beecham, et al., 1983). Selama

kehidupannya seorang dari 80% wanita akan mengidap kelainan ini dan

rasio kesembuhan dari semua stadia secara keseluruhan hanyalah 30%.

Angka kematian akibat karsinoma ovari mencapai puncaknya pada

golongan umur peri-menopausal. Tak banyak ditemukan pada golongan

umur muda atau lanjut usia.

Karsinoma ovarii epithelial lebih umum dijumpai di negara-negara

industri maju dan masyarakat modern seperti di Switzerland, USA dan

Skandinavia, tetapi sebaliknya tak seberapa banyak di Negara-negara

Timur dan Amerika Latin (Kottmeier, et al.,1976;1979)

Stadium pra-maligna

Ujud lesi primer yang dianggap sebagai stadium pra-neoplastik

adalah kistadenoma ovarii papaliferum serosum maupun musinosum.

Meskipun histologis jinak, lebih-lebih yang termasuk “borderline” (low

malignant potential), segera harus diangkat. Yang bersifat serosum

mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi ganas. Oleh sebab

makroskopis durante operationem tidak dapat dipastikan ganas-tidaknya,

maka seksi beku (frozen section) selalu harus dijalankan. Sebab,

13

Page 14: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

bilamana diketahui adanya tanda-tanda keganasan, teknik

pembedahannya akan lain; disesuaikan dengan stadium penyakitnya saat

ditemukan.

Deteksi dini

Karsinoma ovarii merupakan satu-satunya tumor ganas alat

reproduksi wanita yang paling sulit ditangkap dalam stadiumnya yang

awal oleh sebab letaknya yang tersembunyi dan pada tingkatan

penyakitnya yang awal sama sekali tidak memberikan keluhan-keluhan.

Kira-kira 70% dari wanita yang mengidap kelainan ini datang dalam

stadium yang sudah lanjut (Barber,et al., 1975). Anehnya mereka dalam

riwayat penyakitnya telah sementara 2-6 bulan terakhir mengeluhkan rasa

tidak enak perut yang samar-samar, sering kembung-kembung, merasa

sebah atau penuh dan kalau makan sedikit saja dirasa lekas kenyang serta

pakaian yang dipakainya terasa serba tak cocok atau tak enak. Lambat

laun dengan keluhan ascites keluhan semakin nyata, sering disfungsi

peristalsis usus halus akibat penyebaran sel-sel tumor di tunica serosa

usus-usus dan peritoneum. Kesulitan bernafas dapat timbul sebagai akibat

naiknya diafragma karena desakan tumor yang semakin membesar,

ascites atau effusi pleural. Tumor kistik yang kadangkala sangat, dapat

timbul biasanya, dalam stadium terminal sebagai tanda-tanda ileus akibat

perlengketan antara jerat-jerat usus disebabkan oleh metastasis yang

tersebar di seluruh permukaan usus dan peritoneum.

Pada waktu ini di Amerika Serikat lebih banyak wanita yang

meninggal akibat karsinoma ovarii daripada karena karsinoma serviks. Di

negeri Belanda lebih kurang sama banyak antara kedua jenis kanker

tersebut. Insidensi tumor ganas ini polanya ada kecenderungan untuk

14

Page 15: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

bergeser, bahwa nantinya akan semakin banyak wanita mati (diperkirakan

25% lebih banyak) akibat karsinoma ovarii daripada akibat karsinoma

serviks. Hal ini disebabkan karena karsinoma serviks dianggap sebagai

tumor ganas ginekologik yang kurabel (dapat disembuhkan), oleh sebab

dapat diangkat dalam stadium yang dini sedang tidak demikian halnya

dengan karsinoma ovarii. Dari sebab itu karsinoma ovarii dikenal sebagai

“The Silent Lady Killer” yang saat ini di USA menjadi the number one

lady killer.

Golongan risiko tinggi

Tidak banyak diketahui tentang etiologi karsinoma jenis ini. Dari

itu pencegahan primer sulit diupayakan. Dari hasil penelitian

epidemiologis diduga bahwa wanita yang mempunyai predisposisi untuk

mengidap karsinoma ovarii adalah mereka yang:

mandul (infertil) atau sukar dihamilkan (subfertil),

menderita endometriosis,

“exposed” terhadap estrogen yang diberikan terus

menerus,

dari luar, lebih-lebih dalam masa sesudah

menopause.

Wanita yang meminum pil-pil kontrasepsi ternyata mempunyai

risiko yang lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol dalam

populasi. Begitu pula kehamilan ternyata memberikan semacam proteksi

(perlindungan) terhadap “serangan” kanker ovarium (Beral, et al., 1978).

Wanita banyak anak kecil risikonya untuk menderita karsinoma serviks.

15

Page 16: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

III. KANKER BADAN RAHIM

Diperkirakan 38.000 kasus baru muncul di USA tiap tahunnya di

antara mana 3.000 wanita meninggal setahunnya akibat karsinoma

endometrii ini (Beecham, et al., 1983). Factor penyebabnya tidak satu,

tapi beberapa factor yang bekerja bersama, yang diduga dasarnya adalah

“hyperoestrogenisme”, seperti: nulliparitas, menopause yang lambat,

berat badan yang melebihi 15% dari normal (obesitas), “intake” estrogen

dari luar terutama senyawa yang dikonjugasi (conjugated estrogen).

Wanita gemuk karena timbunan lemaknya yang banyak merupakan epot

ideal buat estrogen dan pelepasannya secara pelan-pelan dari jaringan

lemak tersebut ke dalam darah akan mempengaruhi endometrium

(hiperplansia endometrii). Selain itu obesitas pada wanita melebihi batas

berat tertentu sering menyebabkan gangguan pada “aksis hypothalamus-

hypophysis-ovarium” yang menyebabkan siklus-siklus ovarium

anovulatoir disetai perdarahan pervaginam.

Dari tahun 1960-1975 insidensi karsinoma endometrii di USA naik 91%

pada wanita kelompok umur 50-54 tahun. Ini diduga ada kaitannya

dengan pemakaian luas dari “conjugated estrogen” sebagai obat untuk

mengendalikan syndrome menopausal. Meski insidensinya meningkat,

angka kematian akibat karsinoma endometrii pada periode yang sama

jelas menurun. Ini membuktikan bahwa penyakit ini sebenarnya dapat

dikontrol dan diobati. Saat sekarang diperkirakan 1 wanita di antara 1.000

akan mengidap kelainan ini setahunnya (1%) (Beecham, et al., 1983).

Stadium pra-maligna

16

Page 17: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

Ujud lesi primer yang dianggap stadium pra-neoplastik adalah

hyperplasia adenomatosa endometrii dan hyperplasia endometrii yang

atypik. Insidensinya tinggi pada wanita di bawah umur 40 tahun atau di

atas 60 tahun.

Deteksi dini

Karena umumnya hyperoestrogenisme bermanifestasi sebagai

perdarahan-perdarahan vaginal yang tidak teratur (monoragia, metroragia

dan meno-metroragia) yang biasanya sifatnya “anovulatoir”, maka

dengan kuretase diagnosa dini hampir selalu dapat ditegakkan. Lebih-

lebih bagi wanita dalam usia peri- dan post-menopausal kuretase bertahap

(fractional D&C) merupakan suatu keharusan. Jangan mencoba-coba

untuk memberikan obat-obat uterotonika atau hormonal dalam hal ini.

Golongan risiko tinggi

Wanita yang dianggap mempunyai risiko tinggi untuk menderita

karsinoma endometrii oleh karena menghimpun factor-faktor predisposisi

ialah mereka yang :

1. menderita diabetes mellitus

2. hipertensi

3. adipositas (obesitas)

4. nulliparitas karena infertile atau paritas rendah

(subfertil)

5. wanita dengan riwayat perdarahan

dysfungsional akibat hyperoestrogenisme yang juga memberi

predisposisi untuk timbulnya karsinoma mammae

17

Page 18: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

6. wanita dengan tumor ovarium yang

memproduksi oestrogen (granulose cell tumor)

Belum ada bukti bahwa wanita yang mendapat terapi hormonal

(oestrogen dan progesterone) merupakan golongan risiko tinggi, bahkan

ada anggapan bahwa justru dengan pemberian obat-obat progestagen

dosis tinggi ini merupakan proteksi terhadap kemungkinan timbulnya

karsinoma, endometrii. Masih perlu diteliti lebih lanjut mengenai efek

karsinogenik pemakaian pil-pil kontrasepsi yang mengandung oestrogen

pada wanita dalam kelompok umur 35-45 tahun (peri-menopausal atau

klimakterium) dalam jangka waktu yang lama.

IV. KANKER KHORION / TROFOBLAS (NTG)

Jaringan trofoblas selama kehamilan dapat mengalami differensiasi

abnormal dan perubahan-perubahan neoplastik yang terjadi dapat berupa

(Hertig, et al., 1956):

80% menjadi molahidatidosa,

15% menjadi mola yang invasive tapi local

(khorioadenoma distruens),

5% menjadi metastatik menyebar kemana-mana

(khoriokarsinoma).

Insidensi mola di USA kira-kira 1 : tiap 200 persalinan atau 1: tiap 1200

kehamilan (Lewis, 1980), sedang di Timur, di negara-negara tepi Laut

Pasifik jauh lebih tinggi, diperkirakan 1 ; tiap (150-200) persalinan.

Insidensi Khoriokarsinoma lebih jarang lagi. Di negara maju tiap 1:

tiap 40.000 persalinan, sedang di negara berkembang 1: (300-400)

18

Page 19: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

persalinan. Rupa-rupanya perbedaan insidensi ini banyak dipengaruhi

oleh factor-faktor geografis yang sebabnya belum diketahui dengan pasti;

diduga oleh status social ekonomi dan suku bangsa. Molahidatidosa lebih

sering ditemukan pada wanita berumur di bawah 20 tahun atau di atas 40

tahun dengan paritas lebih dari 3-4. Wanita golongan darah A yang kawin

dengan laki-laki golongan darah A pula. Lebih dari 80% penderita mola

adalah menunjukkan reaksi Barr-Bodies positif (46xx), yang berarti

genotypes adalah wanita (Beecham, et al., 1983).

Stadium pra-maligna

Sebagai tindakan pra-neoplastik dianggap molahidatidosa. Kira-

kira 50% khoriokarsinoma berasal dari molahidatidosa, 25% dari abortus

spontan atau kehamilan ektopik dan sisanya yang 25% dari persalinan

biasa sebagai anteseden kejadiannya (Curry, et al.,1975; Lifshitz, et al.,

1977)

Deteksi dini

Ini lebih mudah bilamana timbulnya khoriokarsinoma pasca

evakuasi molahidatidosa karena follow-up yang ketat mengharuskannya.

Lebih-lebih setelah pengukuran kadar atau titer β-sub unit HCG, baik

dalam serum maupun urin penderita, merupakan tumor marker yang

dapat dipercaya.

Lebih sulit diagnosa dini dibuat, bilamana kelainan ini timbul

sesudah persalinan biasa, sesudah abortus atau kehamilan ektopik yang

terganggu. Kadangkala kecurigaan baru timbul dan diagnosa baru dapat

dibuat atas dasar biopsy dari metastasisnya yang umumnya berlokasi di

19

Page 20: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

serviks, vagina atau vulva, bahkan pernah diagnosa khoriokarsinoma

dibuat oleh seorang pulmonolog atas dasar gambaran anak sebar yang

terlihat pada foto roentgen thorax penderita yang mengeluh haemotoe.

Dari segi praktisnya perlu ditekankan betapa pentingnya untuk

senantiasa mengikuti titer gonadotropin air seni wanita dalam rangka

follow-up sesudah evakuasi mola, sesudah persalinan biasa atau sesudah

abortus manakala klinis timbul kecurigaan akan kemungkinan munculnya

khoriokarsinoma seperti:

Sub involusi uterus

Fluxus pervaginam yang berlangsung terus

Kondisi umum menurun; pucat dan subfebril

Batuk-batuk kadang-kadang disertai haemotoe (perlu kontrolo x-

ray foto paru)

Menegakkan diagnosa dengan jalan melakukan kuretase sekarang

dianggap membahayakan di samping belum tentu dapat diandalkan

hasilnya. Hasil kuretemen yang negative belum dapat mengesampingkan

kemungkinan adanya khoriokarsinoma.

Dianggap membahayakan oleh sebab kuretase dapat berakibat:

Perdarahan akut yang banyak

Perforasi dinding uterus

Memudahkan penyebaran sel-sel trofoblas secara hematogen ke

hepar, paru dan otak.

Golongan risiko tinggi

Penderita molahidatidosa dianggap mempunyai risiko tinggi untuk

mengidap khoriokarsinoma. Dari itu kita harus memotivasi penderita

mola yang sudah cukup anaknya, lebih-lebih yang umurnya sudah

melebihi 35 tahun, untuk mau menjalani histerektomi sebagai upaya

20

Page 21: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

pencegahan akan kemungkinan munculnya khoriokarsinoma di kemudian

hari. Lebih-lebih pula bila keadaan social ekonominya rendah karena

intake protein hewani yang kurang diduga mempunyai peran terhadap

timbulnya mola maupun khoriokarsinoma.

V. KANKER VULVA

Merupakan kira-kira 4% dari semua tumor ganas alat reproduksi

wanita. Pada tingkatannya yang sangat awal, kesembuhan mudah dicapai.

Pada umunya keterlambatan dalam meminta pertolongan rata-rata satu

tahun yang sebabnya terletak pada penderita sendiri (patients primary

delay), sedang kemungkinan lebih lama lagi oleh karena kesalahan

terletak pada dokternya (physicians secondary delay) karena upaya

pengobatan sebelumnya dengan macam-macam obat topikal dari lesi kulit

vulva dengan gatal-gatal menahun yang tidak dilakukan biopsy.

Karsinoma vulvae umumnya diderita oleh wanita yang sudah

berumur lanjut dengan puncak insidensinya pada golongan umur 70-an.

Obesitas dan hipertensi menyertai lebih dari separoh penderita-penderita

tersebut. Meski umumnya dystrophia vulvae selalu menyertai proses

karsinoma yang invasif, belum ada bukti bahwa dystrophia vulvae sendiri

bila dibiarkan tidak diobati akan berlanjut menjadi karsinoma yang

invasif. Beberapa jenis penyakit kelamin tertentu diduga memegang

peranan dalam memberi predisposisi untuk munculnya karsinoma vulvae

ialah terutama; condyloma accuminata, kemudian lues, granuloma

inguinale dan lymphopathia venereal. Karsinoma in-situ dari vulva

puncak insidensinya jatuh pada golongan umur yang lebih muda (35-40

tahun).

21

Page 22: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

Stadium pra-maligna

Tidak seperti pada karsinoma serviks atau endometrii, disini secara

jelas tidak diketahui lesi yang merupakan pelopor atau pendahulu dari

karsinoma vulvae (precursors). Yang jelas lesi ini didahului oleh perasaan

gatal-gatal yang sangat (pruritus vulvae) kadang disertai rasa nyeri atau

panas atau timbul benjolan. Ada dugaan bahwa ujud lain kelainan kulit

berupa leukoplakia dan kraurosis vulvae merupakan tingkatan pra-

neoplastik, dari itu memerlukan biopsy untuk menegaskannya.

Deteksi dini

Deteksi dini sebenarnya mudah dilakukan asalkan penderita tidak

segan-segan datang cepat berkonsultasi. Biopsy eksisional akan

membuktikan apakah ada unsur-unsur keganasannya. Dalam hal dapat

ditemukan awal dan belum ada penyebaran ke kelenjar-kelenjar

lymfainguinal apalagi femoral, eksisi luas atau vulvektomi sederhana

memberi harapan kesembuhan yang besar.

Golongan risiko tinggi

Kelompok wanita yang dianggap mempunyai risiko tinggi untuk

mengidap kelainan ini adalah mereka yang mempunyai factor-faktor

predisposisi:

Diabetes Mellitus

Obesitas

Hygiene seksual yang tidak baik

22

Page 23: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

Lichenplanus atau Lichensclerosis atropicans di daerah vulva

Apa yang menjadi sebab primer dari Lichenplanus (menurut

terminology seorang dermatolog) atau leukoplakia dan kraurosis vulvae

belumlah diketahui, akan tetapi dalam banyak kejadian karsinoma vulva

timbulnya atas dasar kelainan-kelainan tersebut, sehingga leukoplakia dan

kraurosis vulvae diduga sebagai stadium preneoplastiknya.

KELAINAN ONKOLOGIK YANG PERLU DICURIGAI KE ARAH

KEMUNGKINAN ADANYA KEGANASAN

1. Fluxus di luar masa haid yang tidak ada hubungannya dengan

menstruasi (menoragia, metroragia, meno-metroragia, perdarahan

inter menstrum)

2. Fluxus pervaginam dalam menopause. Untuk ini perlu kuretase

bertahap (fractional D&C) untuk diagnostic

3. Perdarahan kontak (sesudah koitus) unutk 75 % menunjuk kepada

keganasan serviks, dari itu perlu pemeriksaan yang teliti lebh lanjut

4. Pada karsinoma dari alat reproduksi wanita tidak harus selalu ada

perdarahan, akan tetapi dapat disertai “discharge” yang seperti air atau

pus tanpa perdarahan

5. Ingat bahwa uterus yang kecil pun dapat menyembunyikan proses

ganas

6. Degenerasi maligna di sekitar vulva bukan suatu yang jarang

terjadi; dari itu perlu kontrole teratur

7. Sebelum menopause, semua tumor ovarium dengan diameter lebih

dari 6 cm harus diangkat. Sesudah menopause hal ini berlaku bagi

semua tumor ovarium yang ditemukan tanpa mengingat besar

diameternya. Dari segi pencegahan, pada wanita berumur 45 tahun ke

atas yang karena sesuatu alas an harus mengalami laparotomi atas

23

Page 24: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

sesuatu indikasi apapun, seyogyanya kalau kedua ovarinya diangkat

(Mardjikoen, 1983)

8. Fluxus pervaginam selama kehamilan, selain memikirkan

kemungkinan komplikasi obstetric, perlu dipikirkan kemungkinan

adanya proses maligna

9. Sesudah kelahiran gelembung-gelembung mola, kuretase selalu

merupakan indikasi

10. “Discharge” vaginal abnormal pada anak-anak memerlukan

pemeriksaan spesialistik

11. Jangan biarkan tak diobati peradangan-peradangan serviks yang

menahun, robekan-robekan atau perlukaan mulut rahim (erosion,

ektropion) karena dari padanya muncul kegansan di kemudian hari

12. Pengobatan hormonal terhadap wanita dengan syndrome

klimakterik atau menopause hendaknya sangat berhati-hati dan

memerlukan pengawasan cermat.

24

Page 25: DETEKSI DINI CA- LENGKAP

KESIMPULAN

Telah dikemukakan secara singkat tanda-tanda awal dari 5 jenis

keganasan ginekologik menurut urutan tingginya insidensi di daerah

Jogjakarta dan sekitarnya. Sengaja sarcoma uteri, karsinoma tubae dan

vaginae tidak disinggung karena sangat jarangnya ditemukan di sini.

Dari setiap jenis keganasan alat reproduksi wanita ini dicoba untuk

menyampaikan :

a. Stadium pra-neoplastik yang mengawali atau memelopori

keganasan tersebut

b. Mengenal tanda-tanda awal dan cara-cara mendeteksi secara dini,

syukur masih dalam tingkatan pra-neoplastik

c. Golongan risiko tinggi yang banyak menghimpun factor-faktor

predisposisi untuk tiap jenis keganasan tersebut.

Tujuan kuliah ini tiada lain agar pada para pendengarnya dapat

dibangkitkan kesadaran mengenai penyakit ganas yang menyerang alat

reproduksi wanita, dengan harapan masyarakat luas, termasuk profesi

kesehatan yang memang berkewajiban menanganinya, dapat melacaknya

sedini mungkin. Dengan demikian prognosa penderita akan dapat

diharapkan menjadi semakin baik, tegasnya bahwa sebenarnya wanita

kita tidak perlu mati akibat keganasan ginekologik.

Adapun kuncinya untuk keberhasilan upaya tersebut terletak pada:

PENEMUAN SEDINI MUNGKIN DENGAN PENANGANAN

YANG SEBAIK MUNGKIN (ADEKUAT).

25