Refarat Deteksi Dini Glaukoma
-
Upload
kuntum-putri-unzila -
Category
Documents
-
view
100 -
download
2
Transcript of Refarat Deteksi Dini Glaukoma
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya
disertai peningkatan tekanan intraokular.1 Pada glaukoma akan terdapat gangguan
fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa
ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir
dengan kebutaan.2
Glaukoma ditemukan pada 5.8% individu berusia diatas 40 tahun dan
merupakan penyebab kedua kebutaan utama di dunia setelah katarak atau kekeruhan
lensa. 3 Menurut survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang dilaporkan
tahun 1996, glaukoma merupakan penyebab kebutaan utama yang ketiga untuk kedua
mata, setelah katarak dan kebutaan karena kelainan refraksi , dengan prevalensi
sekitar 0.16% jumlah penduduk Indonesia.4
Meskipun jumlah penderita glaukoma di setiap negara berbeda-beda,
diperkirakan terdapat 66.8 juta penderita glaukoma, dengan 6.6 juta diantaranya
mengalami kebutaan. 5 Sekitar 85-90% glaukoma berbentuk glaukoma sudut terbuka
primer, sedang sebagian kecil (10%-15%), merupakan glaukoma sudut tertutup
primer, atau disebut juga dengan glaukoma sudut sempit yang dapat melalui stadium
akut, subakut dan kronik, serta bentuk glaukoma lainnya.1
Glaukoma sudut terbuka primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam,
menyebabkan penyempitan lapangan pandang bilateral progresif asimptomatik yang
timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi penyempitan lapangan
pandang yang luas.1 Hal itulah yang menyebabkan glaukoma sudut terbuka seringkali
tidak terdiagnosis dan ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan mata yang
dilakukan atas indikasi penyakit lain.6
1
Deteksi glaukoma sudut terbuka yang lambat merupakan faktor risiko utama
terjadinya kebutaan. Diperkirakan 50% kasus glaukoma di negara maju tidak
terdeteksi, dan persentase tersebut diperkirakan lebih tinggi di negara-negara
berkembang.7 Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer
adalah tidak adanya gejala sampai penyakit relatif lanjut, sehingga sangat penting
untuk mengetahui faktor risiko glaukoma sudut terbuka primer agar progresifisitas
penyakit dapat dicegah.
1.2 Tujuan
Telaah ilmiah ini bertujuan untuk membahas beberapa faktor risiko glaukoma
sudut terbuka primer.
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Struktur dasar mata yang berhubungan dengan aqueous humor adalah korpus
siliaris, sudut kamera okuli anterior dan sistem aliran aqueous humor.1,8,9,10
Korpus Siliaris
Berfungsi sebagai pembentuk aqueous humor. Memiliki panjang 6 mm,
berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung
anterior koroid ke pangkal iris. Korpus siliaris terdiri atas zona anterior yang
berombak-ombak, pars plicata (2mm), dan zona posterior yang datar, pars plicata
(4mm). processus ciliares berasal dari pars plicata. Adua lapisan epitel siliaris: satu
lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, dan satu lapisan berpigmen di sebelah luar.
Aqueous humor disekresikan secara aktif oleh epitel yang tidak berpigmen.
Sebagai hasil proses metabolic yang tergantung pada beberapa sistem enzim,
terutama pompa Na+/K+-ATP ase, yang mensekresikan ion Na+ ke ruang posterior.
Musculus ciliaris, tersusun dari gabungan serat-serat longitudinal, sirkular,
dan radial. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat
memiliki berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun berjarak jauh dalam
lapangan pandang.
Sudut bilik mata depan
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman
trabekula (yang terletak di atas kanal Schlemm), dan taji sclera (sclera spur). Sudut
bilik mata depan memiliki peranan penting dalam proses aliran aqueous humor.
3
Sistem aliran aqueous humor
Melibatkan trabecular meshwork, kanalis Schlemm, saluran kolektor, vena aqueous
dan vena episklera.
1. Trabecular meshwork
Suatu strukutr mirip saringan yang dilalui oleh aqueous humor, 90% aqueous humor
mengalir melalui bagian ini.
Terdiri dari 3 bagian:
a. Uvea meshwork
Bagian paling dalam dari trabecular meshwork, memanjang dari akar iris dan
badan siliar kea rah garis Schwalbe.
b. Corneoscleral meshwork
Membentuk bagian tengah terbesar dari trabecular meshwork, berasal dari
ujung sclera sampai garis Schwalbe.
c. Juxtacanalicular (endothelial) meshwork
Membentuk bagian paling luar dari trabecular meshwork yang
menghubungkan corneoscleral meshwork dengan endotel dari dinding bagian
dalam kanalis Schlemm. Bagian trabecular meshwork ini berperan besar pada
tahanan normal aliran aqueous humor.
2. Kanalis Schlemm
Merupakan saluran pada perilimbal sclera, dihubungkan oleh septa. Dinding bagian
dalam dari kanalis Schlemm dibatasi oleh sel endotel yang ireguler yang memiliki
vakuola yang besar. Dinding terluar dari kanal dibatasi oleh sel rata yang halus dan
mencakup pembukaan saluran pengumpul yang meninggalkan kanalis Schlemm pada
sudut miring dan berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan vena
episklera.
4
3. Saluran Kolektor
Disebut juga pembuluh aqueous intrasklera, berjumlah 25-35 dan meninggalkan
kanalis Schlemm pada sudut lingkaran ke arah tepi ke dalam vena episklera.
2.2 Fisiologi
Aqueous humor disekresi oleh epitel badan siliaris dengan kecepatan
2-3µL/menit mengisi kamera okuli posterior 0.06 mL dan kamera okuli anterior. 0.25
mL.9,10,12,13 Aqueous humor memegang peranan penting dalam fisiologi mata manusia
yaitu:
Sebagai pengganti sistem vaskulaer untuk bagian mata yang avaskulaer,
seperti kornea dan lensa.
Member nutrisi penting bagi mata seperti oksigen, glukosa dan asam amino.
Mengangkut metabolit dan substansi toksik seperti asam laktat dan CO2
Aqueous humor mempertahankan tekanan otraokular yang penting bagi
pertahanan struktur dan penglihatan mata.
Aqueous humor mengandung askorbat dalam kadar yang sangat tinggi yang
berperan dalam membersihkan radikal bebas dan melindungi mata dari
serangan sinar ultraviolet dan radiasi lainnya.
Dalam kondisi yang berbeda seperti inflamasi dan infeksi, aqueous humor
member respon imun humoral dan seluler. Selama inflamasi pembentukan
aqueous humor dan meningkatkan mediator imun.
Pembentukan aqueous humor adalah suatu proses biologis yang mengikuti irama
sikardian. Aqueous humor dibentuk oleh korpus siliaris yang masing-masing
dibentuk oleh 2 lapis epitel diatas stroma dan dialiri oleh kapiler-kapiler
fenestrate, yang berisi pembuluh kapiler yang sangat banyak, yang terutama
difasilitasi oleh cabang lingkar arteri utama dari iris. Aqueous humor diproduksi
melalui 3 mekanisme fisiologis yaitu difusi, ultrafiltrasi dan transport
aktif.10,11,14,15
2.3 Mekanisme aliran aqueous humor
5
Aqueous humor mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke kamera
okuli anterior, keluar aliran sistemik melalui dua rute berbeda:13,14,15
Trabecular outflow/pressure dependent outflow/konvensional
Merupakan aliran utama aqueous humor dari sudut kamera okuli anterior.
Kira-kira 90% aqueous humor total dialirkan melalui aliran ini. Aqueous
humor dialirkan dari sudut kamera okuli anterior ke trabecular meshwork
kemudian ke kanalis Schlemm menuju ke vena episklera.
Uveoscleral outflow/ pressure independent outflow/ non konvensional
Diperkirakan 5-15% aliran keluar aqueous humor melalui rute ini. Pada
mekanisme aliran ini, aqueous humor mengalir dari sudut kamera okuli
anterior menuju otot siliar dan kemudian ke rongga suprasiliar dan
suprakoroidal. Cairan ini kemudian meninggalkan mata melalui sclera
atau mengikuti saraf dan pembuluh darah yang ada. Aliran ini meningkat
pada penggunaan siklopegik dan obat-obatan adrenergic serta operasi
seperti cyclodialisis serta menurun pada penggunaan miotikum.
BAB 3. GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER
6
3.1 Definisi
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya
disertai peningkatan tekanan intraokular.1 Pada glaukoma akan terdapat gangguan
fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa
ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir
dengan kebutaan.2
3.2 Epidemiologi
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan masalah kesehatan yang serius.
Diperkirakan 45 juta penduduk dunia menderita glaukoma sudut terbuka.3 Prevalensi
glaukoma sudut terbuka primer di Amerika Serikat pada populasi berusia di atas 40
tahun mencapai 1.86%, sedangkan pada usia 70 tahun sekitar 2%-3%.8 Pernyataan
yang hampir sama dikeluarkan oleh Framingham Study dan Ferndale Glaucoma
Study pada tahun 1994, yang menyatakan bahwa prevalensi glaukoma sudut terbuka
primer pada kelompok usia 52-64 tahun sebesar 0.7% dan pada usia 65-74 tahun
meningkat menjadi 1.6%, serta pada usia 75-85 tahun menjadi 4.2%.4 Secara
keseluruhan, prevalensi glaukoma sudut terbuka pada etnis Afrika-Amerika tiga kali
lipat lebih besar dari ras kulit putih di Amerika Serikat. Glaukoma sudut terbuka juga
merupakan penyebab utama kebutaan pada etnis Afrika-Amerika.16
3.3 Patofisiologi
Menurut etiologinya, glaukoma sudut terbuka primer adalah salah satu bentuk
glaukoma primer yang ditandai oleh terganggunya atau terjadinya hambatan outflow
cairan akuos melewati anyaman trabekular. Pada glaukoma sudut terbuka primer
terjadi pengurangan atau menghilangnya sejumlah sel endotel anyaman trabekular,
disertai penebalan lamella daerah uvea dan korneo-skleral. Penebalan tersebut akan
7
menimbulkan penyempitan ruang antar-trabekulum yang berakhir dengan penutupan,
sehingga terjadi hambatan outflow cairan akuos. Akan tetapi peneliti tersebut tidak
atau belum menjelaskan mekanisme berkurang atau menghilangnya sel endotel
anyaman trabekular pada glaukoma sudut terbuka primer.17 Kondisi berkurang atau
hilangnya sel endotel anyaman trabekular tersebut terjadi akibat degenerasi, tetapi
bukan akibat degenerasi seperti pada proses penuaan.1
Mekanisme timbulnya kerusakan saraf optik pada glaukoma belum diketahui
secara pasti. Teori mekanis dan teori vaskular merupakan dua hipotesa yang untuk
saat ini paling diterima . Menurut teori mekanis, perubahan morfologis disekitar papil
saraf optikus akan menyebabkan bertambahnya kerusakan pada akson dan sel
ganglion retina. Sedangkan teori vaskular berpendapat bahwa aliran darah ke papil
saraf optikus yang tidak adekuat berpredisposisi terhadap kerusakan daerah tersebut,
khususnya jika disertai dengan peningkatan intraokular. Sejumlah teori yang lain
masih bersifat kontroversial.8
Pada glaukoma sudut terbuka primer, resistensi terhadap aliran aqeous
humour melalui anyaman trabekular meningkat, serta seringkali disertai dengan
tekanan intraokular yang tinggi. Ketika tekanan intraokular meningkat diatas level
fisiologis, tekanan di dalam lamina kribosa juga ikut meningkat. Sebagai hasilnya,
lamina kribosa dan sel akson ganglion retina mengalami deformasi dan stress
mekanis. Pada glaukoma, peningkatan cup-disk ratio, kompresi, peregangan dan
remodeling dari lamina kribosa dapat terjadi sebagai respon peningkatan tekanan
intraokular. Menurut sejumlah penelitian, pada glaukoma sudut terbuka primer
terdapat hambatan transpor protein pada akson sel ganglion retina sebagai akibat
kompresi akson saraf optikus di lamina kribosa yang diinduksi oleh tekanan
intraokular yang tinggi. Kompresi akson sel ganglion retina akan menyebabkan
kematian sel pada daerah tersebut.
Faktor lain juga dapat berkontribusi terhadap kematian sel ganglion retina dan
serabut saraf optik pada penyakit glaukoma. Retina bergantung pada suplai darah
untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dan iskemik-hipoksia lokal, yang mungkin
8
dikarenakan disfungsi autoregulasi aliran darah, dianggap sebagai salah satu faktor
yang dimaksud. Meskipun begitu, peranan iskemik-hipoksia sulit untuk dibuktikan ,
karena kondisi tersebut sulit untuk di evaluasi baik secara klinis. Stimulasi sistem
glutamatergic yang berlebihan, khususnya subtipe N-methyl-D-aspartate, juga
diperkirakan berkontribusi terhadap kematian sel ganglion retina. Namun, apakah
kadar glutamate yang berlebih memberikan efek positif atau negatif pada sel ganglion
retina masih menjadi perdebatan.18
3.4 Diagnosis
Diagnosa glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila ditemukan
kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapangan pandang yang
disertai dengan peningkatan tekanan intraokular, sudut bilik mata depan terbuka dan
tampak normal, dan tidak terdapat sebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Sedikitnya sepertiga pasien glaukoma sudut terbuka primer memiliki
tekanan intraokular yang normal sewaktu pertama kali diperiksa. Jadi, untuk
menegakkan diagnosis mungkin diperlukan pemeriksaan tonometri berulang.1
Meskipun peningkatan tekanan intraokular merupakan predisposisi seseorang
untuk mengalami glaukoma sudut terbuka primer, keberadaan peningkatan tekanan
intraokular semata tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan
oftalmologis yang lengkap meliputi pengukuran tekanan intraokular, pemeriksaan
gonioskopi, penilaian saraf optik, dan pemeriksaan lapangan pandang diperlukan
untuk menegakkan diagnosis glaukoma sudut terbuka primer.8
Riwayat pasien
Evaluasi riwayat pasien sebaiknya menyertakan analisis menyeluruh mengenai
riwayat umum, keluarga, faktor risiko okular dan nonokular yang berkaitan dengan
glaukoma. Riwayat kesehatan yang lengkap, termasuk pengobatan yang dijalani saat
ini, intoleransi terhadap suatu prosedur medis dan riwayat alergi sangat penting untuk
dievaluasi.19
Pemeriksaan fisik
9
Pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis glaukoma sudut
terbuka primer meliputi pengukuran tekanan intraokular, pemeriksaan sudut bilik
mata depan, diskus optikus dan lapangan pandang.
Tekanan Intraokular (TIO)
Gold standar untuk pengukuran tekanan intraokular adalah menggunakan tonometri
aplanasi Goldmann, meskipun begitu alat ini tidak dimiliki oleh seluruh instansi. Saat
ini pengukuran TIO paling sering dilakukan masih menggunakan tonometri
nonkontak. Pengukuran berulang (tonometri serial) pada kedua mata dalam waktu
yang bervariasi dapat membantu menilai variasi diurnal.19 Terkadang peningkatan
mendadak tekanan intraokular tidak disadari. Pada kasus tersebut, jika dicurigai
terdapat glaukoma sudut terbuka primer, maka pengukuran tekanan intraokular pada
jam yang berbeda dalam hari yang sama, dimulai pada pagi hari perlu dilakukan.
Fluktuasi tekanan intraokular yang tidak terdeteksi mungkin menyebabkan
progresifitas glaukoma sudut terbuka primer bertambah.20
Sudut Bilik Mata Depan
Penilaian sudut bilik mata depan yang seksama sangat penting untuk membedakan
antara glaukoma sudut terbuka dengan sudut tertutup, dan juga untuk membedakan
glaukoma primer dengan glaukoma sekunder.19
Diskus optikus
Pemeriksaan diskus optikus merupakan bagian penting dari penilaian pasien
glaukoma sudut terbuka primer. Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakukan
dengan oftalmoskopi langsung atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 78
dioptri atau lensa kontak kornea khusus yang member gambaran tiga dimensi.
Perubahan diskus optikus yang dapat ditemukan pada penderita glaukoma sudut
terbuka primer antara lain:1,22
10
Rasio cawan:diskus lebih dari 0.5 (Gambar 1 dan 2)
Asimetri rasio cawan:diskus yang bermakna antara kedua mata (biasanya
dikatakan signifikan jika melebihi 0.2)
Pemanjangan vertikal dari cawan
Pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus (Gambar 1)
Terdapat vessel bayoneting (Gambar 2)
Zona beta atrofi peripapiler
Perdarahan diskus
Gambar 1.
Gambar 2.
11
Gambar 3.
Photos Courtesy of Anthony Khawaja, MD, Royal Free Hospital, London, UK and
Sarwat Salim, MD, University of Tennessee, Memphis, TN, USA21
Pemeriksaan Lapangan Pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting dalam
diagnosis dan tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma
itu sendiri tidak spesifik karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf
yang dapat dijumpai pada semua penyakit nervus optikus, namun, pola kelainan
lapangan pandang, sifat progresivitas, dan hubungannya dengan kelainan-kelainan
diskus optikus merupakan cirri khas penyakit ini.Gangguan lapangan pandang akibat
glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan
paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta.1
Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah
automated perimeter (missal Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter
Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent. automated perimeter
merupakan gold standard dalam diagnosis dan monitor glaukoma sudut terbuka
primer.
12
Defek lapangan pandang yang dapat ditemukan pada automated perimeter
yang merupakan karakteristik glaukoma sudut terbuka primer adalah:
Defek terlokalisir mengenai meridian horizontal
Nasal step
Skotoma arkuata
Depresi generalisata
Tes Hemifield Glaucoma abnormal20,21
Gambar 4. Defek lapangan pandang yang terdeteksi pada automated
perimeter21
Pemeriksaan Laboratorium
Saat ini, tidak ada pemeriksaan laboratoirum yang dijalankan secara rutin dalam
penegakan diagnosis maupun tatalaksana glaukoma sudut terbuka primer.
3.5 Tatalaksana
Meskipun glaukoma sudut terbuka primer tidak bisa disembuhkan dan
gangguan penglihatan yang timbul bersifat menetap, seringkali terapi dapat
menghambat progresifitas penyakit. Tujuan dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
terbuka primer adalah mengontrol tekanan intraokuler dalam batas normal atau sesuai
dengan target terapi. Hal tersebut dapat diwujudkan baik dengan cara mengurangi
produksi aqueous humor atau dengan cara meningkatkan aliran keluarnya, atau
keduanya. Terapi farmakologis dalam bentuk obat tetes mata atau medikasi oral
seringkali efektif dalam menurunkan tekanan intraokular. Obat yang menurunkan
13
produksi aqueous humor terdiri dari penyekat adrenergik-beta topical, penyekat
adrenergik-alfa 2, dan penghambat anhidrasi karbonat. Fasilitasi aliran keluar
aqueous humor saat ini paling sering dicapai dengan pemberian analog prostaglandin,
namun obat parasimpatomimetik atau agen miotik dan turunan epinefrin juga masih
banyak digunakan.
Pada kasus dimana terapi farmakologis tidak dapat mengontrol tekanan
intraokular, dilakukan intervensi bedah. Teknik noninsisional seperti trabekuloplasti
laser akan memudahkan aliran keluar aqueous humor dengan cara menimbulkan
bakaran melalui suatu lensa-gonio ke anyaman trabekular; ini terjadi karena efek
yang dihasilakan pada anyaman trabekular dank anal Schlemm, atau adanya proses
selular yang meningkatkan fungsi anyaman trabekular.
Bedah insisional dipertimbangkan jika pendekatan noninvasive gagal dalam
mengontrol tekanan intraokular serta menghambat progresivitas penyakit.
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas
saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung aqueous humor
dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita. Implan drainase
merupakan tindakan bedah insisional alternatif dari trabekulektomi. Operasi implan
drainase melibatkan implantasi alat drainase ke dalam bola mata yang akan memintas
aqueous humor ke jaringan subkonjungtiva. Seperti operasi lainnya, operasi
glaukoma juga memiliki risiko. Meskipun jarang, komplikasi dari operasi glaukoma
dapat berupa endoftalmitis, perdarahan, nyeri, dan hipotoni (penurunan tekanan
intraokular).1,8
3.6 Skrining Glaukoma Sudut Terbuka Primer pada Populasi
Tingginya kasus glaukoma sudut terbuka primer yang tidak terdiagnosis serta
terdiagnosis pada stadium lanjut menimbulkan pertanyaan apakah dapat dilakukan
skrining glaukoma sudut terbuka pada komunitas untuk membantu meningkatkan
derajat kesehatan. Pertanyaan ini pertama kali diajukan oleh pemerintah Amerika
Utara hampir 20 tahun yang lalu dan telah ditinjau beberapa kali sejak saat itu. Isu
14
tersebur juga telah didiskusikan di dalam sejumlah pedoman praktis glaukoma tingkat
nasional maupun regional. WGA subcommittee on Screening for OAG memutuskan
untuk meninjau isu penting mengenai skrining glaukoma sudut terbuka tersebut.
Komite tersebut menyadari bahwa skrining glaukoma sudut terbuka seringkali
menimbulkan kontroversi. Skrining masal atau komunitas umumnya dilakukan pada
populasi yang belum diseleksi seperti pada pusat komunitas, pusat perbelanjaan, atau
dilakukan pada populasi sebagiannya telah diseleksi.20
Meski terdapat banyak pertimbangan dalam menentukan apakah skrining
patut dilakukan untuk mendeteksi suatu penyakit, ada enam pertanyaan yang
dipublikasikan Wilson dan Junger yang harus dijawab terlebih dahulu:20
1. Merupakan masalah kesehatan yang penting.
2. Harus ada tatalaksana yang telah diakui dan efektif untuk mengobati pasien
dengan penyakit yang dimaksud, yang harus lebih efektif dalam mencegah
morbiditas jika diberikan pada stadium awal, asimptomatik daripada diberikan
pada stadium lanjut atau stadium yang sudah menunjukkan gejala
3. Fasilitas untuk diagnosis dan pemberian tatalaksana harus tersedia
4. Harus ada tes skrining yang sesuai dan akurat
5. Riwayat perjalanan alamiah penyakit, termasuk perkembangan dari fase laten
sampai fase aktif, harus cukup dimengerti
6. Biaya penemuan kasus (termasuk diagnosis dan tatalaksana pasien) harus
seimbang secara ekonomi
Skrining glaukoma pada populasi untuk saat ini masih dianggap tidak cost-
effective. (AAO) Hal tersebut dikarenakan prevalensi glaukoma sudut terbuka primer
di populasi tidak tinggi, sehingga skrining bahkan dengan uji validitas tinggi pun
akan memberikan nilai prediksi hasil positif yang rendah. Diantara individu yang
dinyatakan positif berdasarkan skrining tersebut, hanya sebagian kecil yang benar-
benar menderita glaukoma sudut terbuka primer, dan sebagian besar dari mereka
telah mengeluarkan banyak uang untuk prosedur-prosedur skrining maupun
15
diagnostik.13 Skrining dapat menjadi lebih efisien jika ditujukan pada populasi yang
berisiko tinggi untuk mengalami glaukoma, seperti populasi lansia, populasi dengan
riwayat glaukoma dalam keluarga, serta kelompok etnis Afrika-Amerika dan
Hispanik. Skrining glaukoma dapat disertakan dalam pemeriksaan umum
oftalmologis, terutama pada kelompok lansia.20
3.7 Metode Skrining Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Penentuan metode skrining glaukoma sudut terbuka primer yang akan
digunakan sangatlah penting. Hal tersebut dikarenakan penderita tidak menunjukkan
gejala hingga penyakit sudah berkembang lebih lanjut Tidak ada satupun
pemeriksaan yang dapat membedakan seseorang dengan atau tanpa GSTP.
Identifikasi kasus GTSP paling baik dilakukan melalui pemeriksaan klinis yaitu
evaluasi gambaran optic nerve head dan pemeriksaan lapangan pandang.14
Pengukuran tekanan intraokular bukan merupakan metode yang efektif untuk
mendeteksi glaukoma. Menggunakan batas tekanan intraokular diatas 21mmHg,
sensifisitas penegakan diagnosis GTSP menggunakan tonometri adalah 47.1% dan
spesifisitas mencapai 92.4%.20 Berdasarkan sejumlah studi populasi, setengah dari
penderita GSTP secara konstan mempunyai tekanan intraokular kurang dari 22
mmHg. Lebih jauh lagi, sebagian besar yang mengalami peningkatan tekanan
intraokular saat menjalani pemeriksaan skrining, tidak memiliki, atau tidak akan
mengalami kerusakan saraf optik, meskipun tekanan intraokular yang tinggi dikaitkan
dengan peningkatan risiko kerusakan saraf optik. Satu dari 10 sampai 15 orang
dengan peningkatan tekanan intraokular pada waktu skrining akan mengalami
kerusakan saraf optik, dan setengah dari jumlah tersebut (1 dari 20 sampai 30 orang)
sebelumnya tidak didiagnosa glaukoma.20
Metode kedua skrining glaukoma adalah mengevaluasi optic nerve head dan
lapisan serat saraf retina (retinal nerve fiber layer). Untuk melakukan evaluasi
tersebut, diperlukan tenaga ahli, sehingga dengan demikian tidak memenuhi kriteria
pemeriksaan skrining yang ideal. Evaluasi optic nerve head dapat dilakukan (1)
16
dengan kehadiran pasien, (2) dari foto (lebih disukai penggunaan foto stereoskopik)
atau (3) menggunakan gambar yang diperoleh dari peralatan scanning laser.14 Dalam
pelaksanaan ketiga metode diatas, diperlukan tenaga yang sudah terlatih. Meskipun
pemeriksaan tersebut memiliki sensifisitas yang tinggi, namun spesifisitasnya rendah
dan beberapa penelitian mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan pendapat antara
tenaga-tenaga ahli dalam pengklasifikasian mata normal dan mata dengan kelainan
glaukomatosa.19
Metode ketiga skrining glaukoma adalah pemeriksaan lapangan pandang.
Pemeriksaan lapangan pandang telah digunakan dalam skrining masal namun tingkat
sensifisitas dan spesifisitas pemeriksaan ini belum diketahui. Kelemahan utama
pemeriksaan lapangan pandang adalah pemeriksaan ini tidak dapat diterapkan secara
universal (misalnya pada orang dengan gangguan belajar) dan dapat memberikan
hasil yang palsu. Pemeriksaan lapangan pandang secara umum menghabiskan banyak
waktu, meskipun langkah-langkah pemeriksaan pada kesua mata dapat diselesaikan
dalam waktu 8 menit. Karena defek lapangan pandang glaukomatosa tidak terjadi
hingga sebagian besar saraf optik rusak, pemeriksaan lapangan pandang memiliki
sensifisitas dan spesifisitas tinggi pada penyakit yang sudah terbentuk dan relatif
tidak sensitif terhadap fase laten atau glaukoma yang baru berkembang.19
3.6 Faktor Risiko
Faktor risiko yang berhubungan dengan progresifitas glaukoma, khususnya
glaukoma sudut terbuka primer antara lain besarnya tekanan intra okuler (TIO), usia,
ras, riwayat glaukoma dalam keluarga, ketebalan kornea sentral yang melebihi
normal dan peningkatan CDratio(cup-disk ratio). Satu-satunya faktor risiko yang
dapat dikontrol untuk mencegah progresifitas glaukoma adalah besarnya TIO.16
Sejumlah faktor yang dapat berhubungan dengan timbulnya glaukoma sudut
terbuka primer adalah tekanan bola mata. Hal ini disebabkan karena tekanan bola
mata merupakan salah satu faktor yang paling mudah dan paling penting untuk
meramalkan timbulnya glaukoma di masa mendatang.1
17
Beberapa studi populasi mendemonstrasikan adanya peningkatan prevalensi
glaukoma sudut terbuka primer yang terjadi seiring dengan peningkatan tekanan
intraokular. Studi tersebut sekaligus membeberkan pentingnya peranan tekanan
intraokular pada neuropati glaukoma sudut terbuka primer. Lebih jauh lagi,
penelitian juga membuktikan bahwa penurunan tekanan intraokular mengurangi
progresifitas penyempitan lapangan pandang pada penderita glaukoma sudut terbuka
primer.9 Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya tekanan bola mata yang berada
di atas normal akan diikuti dengan kerusakan diskus optikus dan gangguan lapang
pandangan dalam beberapa tahun. Sebaliknya, terjadi juga pada banyak kasus, bahwa
selama pemeriksaan tekanan bola mata tidak pernah di atas normal, namun terjadi
kerusakan pada papil dan lapang pandangan yang khas glaukoma.8
Masalah lain yang harus dipertimbangkan mengenai tekanan bola mata,
adalah adanya pengaruh variasi diurnal dari tekanan bola mata itu sendiri, yaitu
bahwa tekanan bola mata sangat fluktuatif, tergantung pada waktu saat pemeriksaan,
yaitu pagi, siang, sore atau malam hari. Beberapa peneliti menyatakan bahwa, variasi
diurnal yang lebih besar dari normal dapat digunakan sebagai pembeda untuk
menentukan bentuk glaukoma-nya.25
Kenaikan tekanan bola mata merupakan salah satu faktor risiko utama
terjadinya glaukoma. Sementara itu, nilai batas normal tekanan bola mata dalam
populasi berkisar antara 10 – 22 mmHg. Pada populasi, nilai rerata tekanan bola mata
yang normal adalah 16 mmHg dengan standard deviasi 3 mmHg.25
Usia tua juga merupakan faktor penting untuk terjadinya glaukoma sudut
terbuka primer. Sejumlah studi epidemiologis mengungkapkan bahwa prevalensi
glaukoma sudut terbuka primer meningkat drastis dengan bertambahnya usia,
khususnya pada individu keturunan hispanik/latin dan afrika. Prevalensi glaukoma
sudut terbuka pada orang-orang afrika-amerika berusia 73 sampai 74 tahun dan di
atas 75 tahun masing-masing 5.7% dan 23.2%. Angka tersebut lebih rendah pada
populasi ras kulit putih dalam rentang usia yang sama, yaitu 3.4% dan 9.4 %.16
18
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan bentuk tersering pada ras kulit
hitam.1 Ras Latin dan Afrika Amerika memiliki prevalensi glaukoma lebih tinggi
dibandingkan dengan ras Kaukasian.8 Ras kulit hitam juga memiliki risiko yang lebih
besar mengalami onset dini, keterlambatan diagnosis, dan penurunan penglihatan
yang berat dibandingkan dengan ras kulit putih.1
Riwayat glaukoma sudut terbuka primer di dalam keluarga, terutama pada
garis keturunan pertama, tampaknya berkontribusi terhadap peningkatan risiko untuk
mengalami kelainan tersebut.8,12 Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa pada 60%
kasus glaukoma ditemukan adanya riwayat glaukoma sudut terbuka primer dalam
keluarga.8
Ketebalan kornea sentral (central corneal thickness/CCT) pada manusia
bervariasi berdasarkan ras maupun etnis. Rata-rata CCT yang diukur menggunakan
USG pada orang kulit putih Amerika adalah 556µm, Amerika Latin 546µm dan
Afrika-Amerika 534µm. CCT tampaknya merupakan prediktor kuat terhadap
perkembangan glaukoma sudut terbuka primer. Sejumlah penelitian setuju bahwa
CCT yang tipis merupakan faktor risiko independen (independen terhadap TIO) untuk
glaukoma sudut terbuka primer (AAO). Risiko untuk mengalami glaukoma sudut
terbuka primer lebih tinggi pada individu dengan CCT yang tipis jika dibandingkan
dengan individu yang mempunyai ketebalan kronea sentral normal atau tebal. Hal
tersebut didukung oleh hasil penelitian Gordon dkk yang mendapatkan bahwa
peserta penelitian dengan CCT sebesar 555µm atau kurang memiliki risiko tiga kali
lipat untuk mengalami glaukoma sudut terbuka primer jika dibandingkan dengan
peserta yang memiliki CCT lebih dari 588µm.20
Ocular perfusion pressure(OOP) merupakan perbedaan antara tekanan darah
(sistol maupun diastole). Berdasarkan teori vaskular, yang melibatkan OOP, jika
tekanan perfusi terlalu rendah, maka darah yang mencapai saraf optik tidak
mencukupi sehingga dapat menyebabkan kerusakan saraf optik yang berlangsung
progresif. Studi populasi yang melibatkan kelompok etnis Afrika-Amerika, kulit
putih Hispanik dan non-Hispanik membuktikan bahwa tekanan darah diastolik yang
19
rendah (<50 mmHg) dikaitkan dengan prevalensi glaukoma sudut terbuka primer
yang lebih tinggi. Sebagai tambahan, dalam Early Manifest Glaucoma Treatment
Study, tekanan darah sistolik yang rendah (≤125 mmHg) dihubungkan dengan risiko
progresifitas glaukoma yang lebih tinggi dalam rentang waktu 8 tahun.16
Menurut studi kohort Los Angeles Latino Eye Study (LALES), diabetes tipe 2
dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi untuk mengalami glaukoma sudut terbuka
primer.14 Hasil yang sama didapatkan dalam sebuah studi kohort yang terdaftar di
Nurses ‘Health Study yang mengungkapkan bahwa individu dengan diabetes mellitus
tipe 2 lebih rentan untuk mengalami glaukoma sudut terbuka primer.9 Selain itu,
diabetes mellitus tipe dua juga dihubungkan dengan peningkatan risiko glaukoma
sudut terbuka primer pada wanita.21
Penelitian epidemiologis cross-sectional pada populasi etnis Afro-Karibian,
Hispanik, kulit putih non-Hispanik, Cina, India-Asia, dan Jepang menunjukkan
bahwa orang dengan myopia memiliki prevalensi GSTP yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan orang tanpa kelainan refraksi tersebut. Hasil tersebut didukung
oleh data dari LALES (Los Angeles Latino Eye Study). Menurut LALES terdapat
hubungan antara panjang aksial bola mata yang lebih panjang dari normal (myopia
aksial) dengan prevalensi GSTP yang lebih tinggi.16
20
BAB 4. KESIMPULAN
Dari telaah ilmiah ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor risiko yang
berkaitan dengan glaukoma sudut terbuka primer antara lain:
1. Tekanan intraokular yang tinggi
2. Usia tua
3. Ras kulit hitam
4. Riwayat glaukoma sudut terbuka primer dalam keluarga
5. Ketebalan kornea sentral
6. Ocular perfusion pressure
7. Riwayat diabetes tipe 2
8. Riwayat myopia
21