Dermatitis Seboroik.docx

22
PENDEKATAN PENGOBATAN YANG OPTIMAL PADA DERMATITIS SEBOROIK Gary Goldenberg, Md Mount Sinai School of Medicine, Department of Dermatology, New York, New York ABSTRAK Dermatitis seboroik adalah kondisi kronis, berulang, berhubungan dengan kulit yang menyebabkan eritema dan pengelupasan. Kadang-kadang dermatitis seboroik muncul sebagai makula atau plak dengan sisik kering putih atau lembab berminyak. Pada orang dewasa, biasanya terjadi di daerah yang terdapat banyak kelenjar sebasea. Wajah dan kulit kepala adalah daerah yang paling sering terkena, dan mencakup beberapa area umum. Ketombe dianggap sebagai bentuk peradangan ringan dermatitis seboroik. Terdapat insiden tinggi dermatitis seboroik diantara orang dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau penyakit Parkinson. Penyebab dermatitis seboroik belum dapat dipahami, tetapi tampaknya berhubungan dengan komposisi sekresi kelenjar sebasea, perkembangan ragi Malassezia, dan respon imun host. Pilihan pengobatan untuk area yang bukan kulit kepala dan kulit kepala pada dermatitis seboroik termasuk agen topikal dan sampo yang mengandung zat antijamur, agen anti- inflamasi, agen keratolitik, dan inhibitor kalsineurin. Karena beberapa area tubuh biasanya terlibat, dokter harus memeriksa semua daerah yang sering terkena. Pasien harus disadarkan bahwa dermatitis seboroik adalah kondisi kronis 1

description

Dermatitis Seboroik

Transcript of Dermatitis Seboroik.docx

Page 1: Dermatitis Seboroik.docx

PENDEKATAN PENGOBATAN YANG OPTIMAL

PADA DERMATITIS SEBOROIK

Gary Goldenberg, Md

Mount Sinai School of Medicine, Department of Dermatology, New York,

New York

ABSTRAK

Dermatitis seboroik adalah kondisi kronis, berulang, berhubungan

dengan kulit yang menyebabkan eritema dan pengelupasan. Kadang-

kadang dermatitis seboroik muncul sebagai makula atau plak dengan

sisik kering putih atau lembab berminyak. Pada orang dewasa, biasanya

terjadi di daerah yang terdapat banyak kelenjar sebasea. Wajah dan

kulit kepala adalah daerah yang paling sering terkena, dan mencakup

beberapa area umum. Ketombe dianggap sebagai bentuk peradangan

ringan dermatitis seboroik. Terdapat insiden tinggi dermatitis seboroik

diantara orang dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

atau penyakit Parkinson. Penyebab dermatitis seboroik belum dapat

dipahami, tetapi tampaknya berhubungan dengan komposisi sekresi

kelenjar sebasea, perkembangan ragi Malassezia, dan respon imun

host. Pilihan pengobatan untuk area yang bukan kulit kepala dan kulit

kepala pada dermatitis seboroik termasuk agen topikal dan sampo yang

mengandung zat antijamur, agen anti-inflamasi, agen keratolitik, dan

inhibitor kalsineurin. Karena beberapa area tubuh biasanya terlibat,

dokter harus memeriksa semua daerah yang sering terkena. Pasien

harus disadarkan bahwa dermatitis seboroik adalah kondisi kronis yang

mungkin akan kambuh bahkan setelah pengobatan yang berhasil (J Clin

Aesthet Dermatol. 2013; 6(2): 44–49.).

Dermatitis seboroik (SD) merupakan kondisi kronis, berulang, dan

peradangan yang ditandai dengan eritema dan pengelupasan kulit.

Dermatitis seboroik mungkin resisten terhadap pengobatan dan sering

memiliki dampak negatif yang besar pada kualitas hidup.1-3 Hal ini

1

Page 2: Dermatitis Seboroik.docx

mempengaruhi sekitar enam juta orang di Amerika Serikat dan

berhubungan dengan biaya medis langsung dan tidak langsung sekitar

230 juta dollar per tahun.4

Meskipun penyebab SD tidak sepenuhnya dipahami, kemajuan

telah dibuat pada daerah ini dan beberapa pilihan pengobatan yang

efektif telah tersedia. Artikel ini akan meninjau presentasi klinis pada SD

dan pemahaman saat ini mengenai etiologinya dan mendiskusikan

pilihan pengobatan yang tersedia saat ini.

PRESENTASI KLINIS

Dermatitis seboroik dapat muncul sebagai makula atau plak tipis

dengan warna kemerahan atau kuning dan kering putih atau sisik yang

lembab berminyak.5 Pada orang dewasa sering terjadi di daerah yang

terdapat konsentrasi tinggi kelenjar sebasea, termasuk wajah, kulit

kepala, telinga, dada, dan lipatan tubuh.5 Hal ini biasanya

mempengaruhi beberapa daerah tubuh, pada wajah terjadi pada 88

persen pasien, kulit kepala 70 persen, dada 27 persen, sedangkan

lengan atau kaki dalam 1 sampai 2 persen.3 Pada lebih dari separuh

pasien dengan SD pada wajah, kulit kepala akan ikut terpengaruh.1,6

Pada wajah, SD umumnya terjadi pada lipatan nasolabial, alis, garis

rambut anterior, dan glabella. Pada kulit kepala, lesi dapat berkisar dari

deskuamasi ringan ringan sampai remah kecoklatan yang menempel di

kulit dan rambut.5 Lesi di dada sentral mungkin memiliki petaloid

appearance.7 Beberapa pasien melaporkan pruritus, terutama jika kulit

kepala juga terkena.2,5,6 Hal ini umumnya tidak disertai dengan papula

atau pustula.2 Infeksi bakteri sekunder dapat terjadi yang dapat

memperparah eritema dan eksudat dan menyebabkan rasa tidak

nyaman.5

Pada orang dewasa, SD adalah kondisi kronis berulang yang

ditandai dengan periode eksaserbasi yang terjadi pada variabel

interval.6 Pasien kadang melaporkan bahwa wabah ini dipicu oleh stres

2

Page 3: Dermatitis Seboroik.docx

emosional, depresi, kelelahan, paparan AC atau kondisi lembab atau

kering di tempat kerja, infeksi sistemik, penggunaan obat tertentu, atau

faktor-faktor lainnya.3

Bentuk infantil dari SD adalah kondisi self limited yang umumnya

menyembuh pada usia tiga atau empat bulan.6 Bentuk dewasa biasanya

muncul pertama kali sekitar masa pubertas, ketika kelenjar sebasea

menjadi lebih aktif, kadang-kadang berlangsung sampai dewasa muda.1

Kondisi ini meningkat kembali saat memasuki usia 50 tahun.1 Ini

mempengaruhi sekitar 1 sampai 5 persen orang dewasa

imunokompeten dan sebanyak 20-83 persen dari individual yang positif

human immunodeficiency virus (HIV).5,6 Populasi lain berisiko meliputi

orang dengan penyakit Parkinson atau gangguan neurologis lainnya,

gangguan mood, stres hidup yang signifikan, atau sedikit terpapar sinar

matahari.2 Pria lebih banyak memiliki SD dibanding perempuan, tapi

tidak menunjukkan preferensi untuk setiap group ras atau etnis.6 Ini

mungkin terjadi dalam hubungan dengan dermatitis atopik atau

gangguan kulit lainnya, yang rumit diagnosisnya.8

Beberapa kontroversi telah mengelilingi hubungan antara SD, dan

ketombe. Sebagian besar penulis setuju bahwa ketombe adalah bentuk

ringan, noninflamasi dari SD.2,6,9 Ketombe sangat umum ditemukan,

dengan prevalensi sekitar 50 persen dari population.2

PENYEBAB DERMATITIS SEBOROIK

Meskipun penyebab SD tidak sepenuhnya dipahami, tampaknya

disebabkan hasil dari kombinasi tiga faktor berikut: sekresi kelenjar

sebaceous, adanya ragi Malassezia, dan response kekebalan tubuh

host.6

Sebum merupakan komponen penting dari lipid permukaan kulit

dan berisi banyak squalene, ester lilin, dan trigliserid.10 Orang dengan

SD tidak selalu disebabkan karena aktivitas kelenjar sebasea

berlebihan, tapi komposisi lipid permukaan kulit mereka berubah,

menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pertumbuhan respon

mikroorganisme yang lipid-dependent.10

3

Page 4: Dermatitis Seboroik.docx

Peran Malassezia di SD sedikit kontroversial, meskipun sebagian

besar peneliti percaya mereka memegang peranan yang penting.9

Malassezia adalah spesies komensal normal yang biasanya ditemukan

terutama di infundibula folikular dan umumnya terisolasi dari daerah

yang kaya sebum tubuh, seperti wajah, kulit kepala, tubuh, dan

punggung.11 Mereka menghasilkan lipase yang melimpah yang

menghidrolisis trigliserida dan asam lemak jenuh bebas di mana ragi

adalah tergantung pada hal tersebut.12 Asam lemak ini mungkin

memiliki efek iritan yang menginduksi pelepasan asam arakidonat yang

menyebabkan peradangan pada kulit.9 Ada tujuh spesies utama: M.

globosa , M. restricta , M. obtusa , M. slooffiae ,M. sympodialis , M. furfur

, dan M. pachydermatis (yang terakhir hanya terjadi pada hewan).9 M.

globosa dan M. Restricta dianggap spesies yang paling sering dikaitkan

dengan SD, meskipun M. furfur dan spesies lainnya juga dikaitkan.9,13,14

Beberapa studi telah menemukan tingginya jumlah Malassezia pada

kulit kepala orang dengan SD, tapi yang lain tidak menemukan

perbedaan dalam kepadatan ragi antara kulit orang dengan SD dan

orang tanpa SD.1 Metode pengambilan sampel yang berbeda mungkin

berkontribusi terhadap temuan yang bertentangan. Malassezia tidak

hanya ada di permukaan kulit, tetapi juga di dalam lapisan dari stratum

corneum, dan jumlah pastinya membutuhkan memeriksa ketebalan

penuh dari squama.1 Peran Malassezia di SD ditemukan dalam studi

yang menunjukkan bahwa penggunaan berbagai pengobatan antijamur

dengan hasil pengurangan jumlah Malassezia, yang disertai oleh

perbaikan symptoms.6,9

Peran respon imun host di patogenesis SD tidak pasti. Beberapa

peneliti melaporkan peningkatan jumlah sel pembunuh alami, CD16

sel, dan interleukin inflamasi dan aktivasi komplemen dalam kulit lesi

pasien dengan SD dibandingkan dengan kulit tanpa lesi atau kulit

kontrol orang yang sehat.6 Namun demikian, tingkat antibodi Total pada

pasien SD dibanding kelompok kontrol tidak lebih ringgi dan respon

host khusus untuk Malassezia belum teridentifikasi.9 Prevalensi SD di

4

Page 5: Dermatitis Seboroik.docx

ODHA menunjukkan bahwa pada pasien kondisi ini dimediasi oleh

sistem kekebalan tubuh. Namun respon SD terhadap suksesnya terapi

retroviral sangat bervariasi.5

Dengan demikian, pemahaman definitif patofisiologi SD

menunggu penelitian lebih lanjut, tetapi peran Malassezia ragi sebagai

agen penyebab atau penghasil tampaknya dapat dipastikan.

DIAGNOSIS

Diagnosis diferensial dari SD mencakup psoriasis, rosasea,

Demodex dermatitis, eksim atopik, pitiriasis versicolor, dermatitis

kontak, dan infeksi tinea.2 SD juga mungkin menyerupai sel Langerhans

histiocytosis atau syphilis sekunder.2,5 Diagnosis biasanya berdasarkan

klinis, tetapi kandidiasis, infeksi tinea, dan Demodex dermatitis dapat

disingkirkan dengan test kalium hidroksida yang negatif.2 Harus diingat

bahwa SD bisa disertai dengan gangguan dermatologis lainnya .

Perawatan harus diambil untuk membedakan SD dari psoriasis

vulgaris.15 SD awalnya memiliki tampilan yang spongiform yang

membedakannya dari psoriasis, tetapi dalam tahap akhir kondisi lebih

sulit untuk dibedakan. Beberapa pasien dengan sebopsoriasis, yang

menunjukan dari kedua tahap penyakit. Lesi pada siku atau lutut dan

kuku dengan pitting menunjukkan psoriasis, yang dapat mengenai

wajah.15

PENGOBATAN

Tujuan utama terapi untuk SD adalah untuk menghulangkan

tanda-tanda penyakit dan mengurangi gejalanya mengganggu,

terutama pruritus.6 Karena wajah dan kulit kepala adalahdaerah yang

paling sering terkena, gatal atau kemerahan pada kulit kepala pada

pasien dengan SD pada wajah menunjukkan perlunya perawatan di

kedua tempat tersebut.3 Pasien harus diberitahu bahwa SD adalah

kondisi kambuhan kronis, dan bahwa mereka harus mengantisipasi

munculnya lagi di masa depan.16 Pasien juga harus disarankan untuk

5

Page 6: Dermatitis Seboroik.docx

menghindari sejauh mungkin pemicu gejala SD dan tidak mengiritasi

lesi dengan berlebihan seperti menggaruk atau penggunaan preparat

keratolitik yang poten.16,17

NONSCALP dermatitis seboroik

Agen antijamur, agen anti-inflamasi, dan agen keratolitik tersedia

dalam berbagai formulasi untuk pengobatan SD di daerah lain selain

kulit kepala. Tabel 1 daftar umum yang pengobatan digunakan untuk

nonscalp SD dan menunjukkan bukti yang mendukung penggunaannya.

Agen antijamur, dengan pemahaman peran Malassezia di SD, agen

antijamur memegang peran penting dalam pengobatan SD.

Tabel 1. Terapi untuk Dermatitis Seboroik pada Wajah

Level bukti

Obat Antifungi

Kertokonazol A

Ciclopiroxolamin A

Sertaconazol C

Metronidazol (oral) A

Itrakonazol (oral) C

Lithium suksinat0lithium glukonat A

kortikosteroid

Hodrokortison A

Kombinasi Antiinflamasi/Antifungi

Krim Promiseb Topikal B

Inhibitor Kalsineurin

Tacrolimus B

Pimecrolimus B

Krim Ketokonazol 2 % digunakan 2 kali per hari selama 4 minggu

terbukti memiliki efektivitas yang sama dengan krim hidrokortison 1%

untuk dermatitis seboroik pada beberapa tempat.18 Pada suatu

penelitian teracak dan tersamar ganda pada 459 pasien dengan

6

Page 7: Dermatitis Seboroik.docx

dermatitis seboroik yang diterapi gel ketoconazole 2% asehari sekali

selama 14 hari, didapatkan hasil yang baik (25.3% vs 13.9%, p=0.0014)

dan gejala eritema, pruritus dan pengelupasan kulit menurun secara

nyata pada pasien dengan terapi ketoconazol.19 Formula ketoconazole

2% menunjukan efektivitas yang lebih besar untuk terapi dermatitis

seboroik di wajah, kulit kepala,dan badan, sama halnya dengan terapi

krim ketokonazol 2%.20

Krim ciclopiroxilami 1% untuk penggunaan 2 kali per minggu

selama 28 hari dilbandingkan penggunaan 1 kali perminggu selama 28

hari pada suatu penelitian kepada penderita dermatitis seboroik yanh

teracak dan tersamar ganda, pada 129 pasien.21 Pada akhir fase terapi,

hilangnya gejala seperti eritema dan pengelupasan kulit ditemukan

pada 63% pasien dengan terapi ciclopriroxolamin dan 34% dengan

terapi lain (p<0.007).21

Pada suatu studi yang menggunakan krim sertanazol nitat 2%, 59

persen dari 20 subjek dengan dermatitis seboroik mulai ringan sampai

berat diterapi secara baik, disertai adanya perbaikan pada gejala

pengelupasan kulit, eritema, indurasi dan pruritus.22 Suatu penelitian

teracak dan tersamar ganda menunjukkan bahwa gel metronidazole

0.75% efektif, sama halnya dengan krim ketokonazol 2% untuk terapi

dermatitis seboroik fasialis, dengan efek samping yang sepadan.23

Untuk pasien dermatitis sebotoik yang resisten dengan terapi

topikal, oarl antifungal bisa menjadi pilihan terapi pengganti. Pada

suatu penelitian menggunakan itrakonazol oral diberikan dalam dosis

200mf/hari selama 1 minggu, dibandingkan dengan dosis rumatan,

menunjukkan perbaikan klinis.24,25

Kortikosteroid. Hidrokortison dan berbagai macam

kortikosteroid potensi lemah sampai sedang menunjukkan hasil yang

baik pada pasien dengan germatitis seboroik. Suatu penelitian tersamar

ganda membandingkan potensi krim hidrokortison 1% dengan krim

ketokonazol 2% pada 72 pasien dengan dermatitis seboroik dari ringan

sampai berat didapatkan kedua krim tersebut memberikan respon yang

7

Page 8: Dermatitis Seboroik.docx

sama untuk mengurangi pengelupasan kulit, kemerahan pada kulit,

gatal-gatal dan papul-papul.26

Pada suatu penelitian selama 12 minggu, tersamar, serta teracak,

percobaan komparatif, salep hidrokortison 1% sama efektifnya dengan

salep tacrolimus 0.1% untuk mengurangi gejala pada dermatitis

seboroik berdasarkan penilaian dokter, meskipun tacrolimus dirasa

lebih baik mengurangi gejala menurut pasien.27

Kombinasi antifungi/antiinflamasi. Krim Promiseb topikal

(Promius Pharma, LLC, Bridgewater, New Jersey) adalah obat nonsteroid

dengan efek antiinflamasi dan aktivitas antifungal yang digunakan pada

dermatitis seboroik.28 Suatu penelitian investigasi tersamar, dengan

grup parallel, menggunakan 77 pasien dengan dermatitis seboroik di

wajah yang diberi kombinasi antifungal/antiinflamasi dibandingkan krim

desodid 0.05% dua kali per hari selama lebih dari 28 hari.29 Keparahan

gejala menurun dari hari ke-14 dan hari ke 28 d=padakedua

kelompok.29 Terapi kombinasi antifungal/antiinflamasi terbukti sukses

mengobati 85 persen dari pasien, sedangkan terapi dengan krim

desonid memberikan hasil baik pada 92 persen pasien (p=tidak

signifikan) dan dua terapi tersebut memiliki keamaman obat yang

sama.29

Inhibitor kalsineurin. Inhibitor kalsineurin topikal memiliki efek

imunomodulator dan antiinflamasi yang bermanfaat untuk terapi

dermatitis seboroik.27 Pada suatu penelitian teracak, open label, krim

pimecrolimus 1% dibandingkan dengan krim berametason 0.1% pada

20 pasien dengan dermatitis seboroik yang diinstruksikan untuk tak

melanjutkan terapi bila gejala menghilang.30 Hari ke-9 pasien sudah tak

melanjutkan terapi.30 Dua kelompok obat punya efektivitas sama untuk

mengurangi gejala eritema, pengelupasan kulit, dan pruritus, tapi gejala

bertahan lebih lama dengan penggunaan pimecrolimus.30 Suatu studi

komparatif, krim pimecrolimus 1% dan ketokonazol 2% untuk terapi

dermatitis seboroik, menunjukkan efek samping yang lebih tinggi.31,32

Krim pimecrolimus 1% ditemukan memiliki efektivitas yang lebih

8

Page 9: Dermatitis Seboroik.docx

signifikan untuk terapi dermatitis seboroik daripada krom

metilprednisolo 0.1% atau gel metronidazole 0.75% yang digunakan 2

kali per hari selama 8 minggu,dengan efek samping demam dan

rekurensi yang lebih rendah daripada metronidazole.33

KULIT KEPALA DERMATITIS SEBOROIK

Kulit kepala pada dermatitis seboroik yang paling baik diobati

dengan shampoo yang mengandung zat antijamur, kortikosteroid, atau

agen keratolitik; produk juga tersedia dalam kombinasi obat dari kelas-

kelas yang berbeda. Daftar tabel 2 biasa digunakan pada pengobatan

untuk kulit kepala dari dermatitis seboroik dan menunjukkan tingkat

bukti yang mendukung penggunaannya.

Shampoo anti jamur. Sampo ketokonazol 2% dibandingkan

dengan sampo selenium sulfida 2,5% dalam empat minggu dengan

menggunakan percobaan double-blind randomized pada pasien dengan

ketombe sedang sampai berat.34 Penggunaan dua kali seminggu pada

setiap sampo lebih baik dibandingkan dengan plasebo, tetapi tidak ada

perbedaan signifikan satu dengan yang lain antara kedua sampo. Ada

insidensi yang secara signifikan lebih tinggi tentang efek samping pada

pasien menggunakan sampo selenium sulfida shampoo.34

Sampo ciclopirox 1% digunakan sekali atau dua kali seminggu

selama empat minggu terbukti lebih unggul untuk pengobatan

dermatitis seboroik pada studi terkontrol double-blind randomized yang

merekrut 949 pasien.35 Penggunaan profilaksis selanjutnya dari sampo

ciclopirox sekali seminggu atau sekali setiap dua minggu mengurangi

tingkat kekambuhan.35

Sampo ciclopirox dan sampo ketokonazol dibandingkan dalam

studi double-blind pada 350 pasien dengan dermatitis seboroik. Dua

perlakuan tersebut sama-sama efektif dan keduanya lebih baik

dibandingkan plasebo, meskipun pasien tersebut diberi sampo

ciclopirox lebih menguntungkan.36

9

Page 10: Dermatitis Seboroik.docx

Sampo kortikosteroid. Dalam studi singleblind randomized dari

326 subyek dengan dermatitis seboroik sedang sampai berat pada kulit

kepala, penggunaan sampo clobetasol propionat 0,05% dua kali

seminggu untuk empat minggu menghasilkan penurunan gejala yang

signifikan lebih besar dibandingkan sampo ketokonazol 2%.37

Penggunaan bergantian sampo clobetasol dan sampo ketokonazol lebih

unggul sampo ketokonazole sendiri.37

Produk kombinasi. Promiseb ® Plus Scalp Wash (Promius

Pharma, LLC) mengandung surfaktan dan agen pendingin kulit, yang

menghilangkan kelebihan sebum serta laktoferin dan piroctone olamine,

yang dapat mengurangi proliferasi dari Malassezia. 38 Dalam

percobaan open-label, pada 25 subyek dengan dermatitis seboroik

menggunakan ini untuk mencuci kepala mereka, rata-rata dua kali

seminggu selama dua minggu.38 Ke-25 subjek memiliki respon positif

dan lebih dari 90% melaporkan perbaikan terhadap seborrhea,

ketombe, gatal, dan kemerahan.38

Dalam sebuah studi single-blind, sampo yang mengandung

ciclopiroxolamine 1,5% dan asam salisilat 3% terbukti memiliki khasiat

yang sama dengan sampo ketokonazol 2% untuk pengobatan ketombe

(dermatitis seboroik).39 Pada kedua kelompok, perbaikan dipertahankan

selama 14 hari setelah pengobatan berakhir.39

Sebuah sampo yang mengandung ciclopiroxolamine 1,5% dan

seng pyrithione 1% ditemukan seefektif gel busa ketokonazol 2% dalam

studi single-blind. Dari 189 pasien dengan kulit kepala dermatitis

deboroik, dengan penurunan lebih besar pada pruritus selama fase

pengobatan dini dan peringkat lebih baik dari pasien.40

Produk keratolitik. Studi A double-blind randomized

membandingkan sampo yang mengandung asam lipohydroxy 0,1% dan

asam salisilat 1,3% dengan sampo yang mengandung ciclopiroxolamine

1,5% dan asam salisilat 3% dalam 100 subyek dengan kulit kepala

dermatitis seboroik.41 Setelah empat minggu pengobatan, toleransi,

keberhasilan global, dan efek kosmetik dari sampo lipohydroxy asam

10

Page 11: Dermatitis Seboroik.docx

signifikan lebih unggul dari mereka yang menggunakan sampo

ciclopiroxolamine.41

Sebuah larutan topikal dari urea, propilen glikol, dan laktat asam,

dioleskan setiap hari selama empat minggu kemudian tiga kali per

seminggu selama empat minggu, dibandingkan dengan plasebo untuk

pengobatan kulit kepala dermatitis seboroik ringan sampai parah.42

Eritema dan deskuamasi diperbaiki pada Minggu 2 dan 4, tetapi

perbaikan tidak dipertahankan pada minggu delapan.42

KESIMPULAN

Dermatitis seboroik adalah keadaan radang kulit kronis yang

umumnya ditandai dengan eritema dan kulit pengelupasan yang

cenderung kambuh bahkan setelah pengobatan yang berhasil dan

memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas hidup

penderita. Kejadian tersebut muncul berkaitan dengan proliferasi

komensal spesies Malassezia. Terjadinya di beberapa area tubuh,

umumnya wajah dan kulit kepala adalah daerah yang paling sering

terkena. Banyak antijamur, agen anti-inflamasi, keratolitik, dan

11

Page 12: Dermatitis Seboroik.docx

imunomodulator telah terbukti efektif dalam pengobatan dermatitis

seboroik, tetapi pasien harus diberitahu bahwa kekambuhan adalah

umum dan pengobatan berkelanjutan mungkin diperlukan.

Referensi

1. Bikowski J. Facial seborrheic

dermatitis: a report on current

status and therapeutic horizons. J Drugs

Dermatol.

2009;8(2):125–133.

2. Gupta AK, Bluhm R, Cooper EA, et al.

Seborrheic dermatitis.

Dermatol Clin. 2003;21:401–412.

3. Peyri J, Lleonart M, and the Spanish

Group of the SEBDERM

Study. Clinical and therapeutic profile

and quality of life of

patients with seborrheic dermatitis. Actas

Dermosifiliogr.

2007;98:476–482.

4. Bickers DR, Lim HW, Margolis D, et

al. The burden of skin

diseases: 2004. J Am Acad Dermatol.

2006;55:490–500.

5. Sampaio AL, Mameri AC, Vargas TJ, et

al. Seborrheic dermatitis.

An Bras Dermatol. 2011;86:1061–1074.

6. Del Rosso JQ. Adult seborrheic

dermatitis. A status report on

practical topical management. J Clin

Aesthet Dermatol.

2011;4(5):32–38.

7. Reider N, Fritsch PO. Seborrheic

dermatitis. In: Bolognia JL,

Jorizzo JL, Schaffer JV, eds. Dermatology.

3rd ed. Philadelphia:

Penn: Elsevier; 2012.

8. Del Rosso JQ, Kim GK. Seborrheic

dermatitis and Malassezia

species: how are they related? J Clin

Aesthet Dermatol.

2009:2(11):14–17.

9. Gupta AK, Batra R, Bluhm R, et al. Skin

diseases associated with

Malassezia species. J Am Acad Dermatol.

2004;51:785–798.

10. De Luca C, Valacchi G. Surface

lipids as multifunctional

mediators of skin responses to

environmental stimuli. Mediators

Inflamm. 2010;2010:321494.

11. Hay RJ. Malassezia, dandruff and

seborrhoeic dermatitis: an

overview. Br J Dermatol. 2011;165(Suppl

2):2–8.

12. Dawson TL Jr. Malassezia globosa and

restrica: breakthrough

understanding of the etiology and

treatment of dandruff and

seborrheic dermatitis through whole-

genome analysis. J Invest

Dermatol Symp Proc. 2007;12:15–19.

12

Page 13: Dermatitis Seboroik.docx

13. Lee YW, Byun HJ, Kim BJ, et al.

Distribution of Malassezia

species on the scalp in Korean seborrheic

dermatitis patients.

Ann Dermatol. 2011;23(2):156–161.

14. Nakabayashi A, Sei Y, Guillot J.

Identification of Malassezia

species isolated from patients with

seborrheic dermatitis, atopic

dermatitis, pityriasis versicolor and normal

subjects. Med Mycol.

2000;38:337–341.

15. Habif TP. Psoriasis and other

papulosquamous diseases. In: Habif

TP. Clinical Dermatology: A Color Guide

to Diagnosis and

Therapy. 5th ed. Philadelphia: Penn:

Elsevier; 2010.

16. Faergemann J. Management of

seborrheic dermatitis and

pityriasis versicolor. Am J Clin Dermatol.

2000;1(2):75–80.

17. Stefanaki I, Katsambasa A.

Therapeutic update on seborrheic

dermatitis. Skin Therapy Lett. 2010;15(5):1–

4.

18. Katsambas A, Antoniou CH, Frangouli

E, et al. A double-blind

trial of treatment of seborrheic dermatitis

with 2% ketoconazole

cream compared with 1% hydrocortisone

cream. Br J Dermatol.

1989;121:353–357.

19. Elewski B, Ling MR, Phillips TJ.

Efficacy and safety of a new

once-daily topical ketoconazole 2% gel

in the treatment of

seborrheic dermatitis: a phase III trial. J

Drugs Dermatol.

2006;5(7):646–650.

20. Elewski BE, Abramovits W, Kempers

S, et al. A novel foam

formulation of ketoconazole 2% for the

treatment of seborrheic

dermatitis on multiple body regions. J

Drugs Dermatol.

2007;6(10):1001–1008.

21. Dupuy P, Maurette C, Amoric JC, et

al. Randomized, placebo-

controlled, double-blind study on clinical

efficacy of

ciclopiroxolamine 1% cream in facial

seborrhoeic dermatitis. Br

J Dermatol. 2001;144:1033–1037.

22. Elewski BE, Cantrell WC. An open-label

study of the safety and

efficacy of sertaconazole nitrate in the

treatment of seborrheic

dermatitis. J Drugs Dermatol.

2011;10(8):895–899.

23. Seckin D, Gurbuz O, Akin O.

Metronidazole 0.75% gel vs.

ketoconazole 2% cream in the treatment

of facial seborrheic

dermatitis: a randomized, double-blind

study. J Eur Acad

13

Page 14: Dermatitis Seboroik.docx

Dermatol Venereol. 2007;21:345–350.

24. Shemer A, Kaplan B, Nathansohn N, et

al. Treatment of moderate

to severe facial seborrheic dermatitis with

itraconazole: an open

non-comparative study. Isr Med Assoc J.

2008;10:417–418.

25. Kose O, Erbil H, Gur AR. Oral

itraconazole for the treatment of

seborrhoeic dermatitis: an open,

noncomparative trial. J Eur

Acad Dermatol Venereol. 2005;19:172–175.

26. Stratigos JD, Antoniou C, Katsambas A,

et al. Ketoconazole 2%

cream versus hydrocortisone 1% cream

in the treatment of

seborrheic dermatitis. A double-blind

comparative study. J Am

Acad Dermatol. 1988;19:850–853.

27. Papp KA, Papp A, Dahmer B, Clark CS.

Single-blind, randomized

controlled trial evaluating the treatment

of facial seborrheic

dermatitis with hydrocortisone 1%

ointment compared with

tacrolimus 0.1% ointment in adults. J

Am Acad Dermatol.

2012;67:e11–e15.

28. Kircik L. An open-label, single-center

pilot study to determine

the antifungal activity of a new

nonsteroidal cream (Promiseb

Topical Cream) after 7 days of use in

healthy volunteers. Clin

Dermatol. 2009;27(Suppl):S44–S47.

29. Elewski B. An investigator-blind,

randomized, 4-week, parallel-

group, multicenter pilot study to compare

the safety and efficacy

of a nonsteroidal cream (Promiseb Topical

Cream) and desonide

cream 0.05% in the twice-daily treatment

of mild to moderate

seborrheic dermatitis of the face. Clin

Dermatol.

2009;27(Suppl):S48–S53.

30. Rigopoulos D, Ioannides D,

Kalogeromitros D, et al. Pimecrolimus

cream 1% vs. betamethasone 17-valerate

0.1% cream in the

treatment of seborrhoeic dermatitis. A

randomized open-label

clinical trial. Br J Dermatol. 2004;151:1071–

1075.

31. Firooz A, Solhpour A, Gorouhi F, et al.

Pimecrolimus cream, 1%,

vs. hydrocortisone acetate cream, 1%, in the

treatment of facial

seborrheic dermatitis: a randomized,

investigator-blind, clinical

trial. Arch Dermatol. 2006;142(8):1065–

1086.

32. Koc E, Arca E, Kose O, Akar A.

An open, randomized,

14

Page 15: Dermatitis Seboroik.docx

prospective, comparative study of topical

pimecrolimus 1%

cream and topical ketoconazole 2% cream

in the treatment of

seborrheic dermatitis. J Dermatol Treat.

2009;20(1):4–9.

33. Cicek D, Kandi B, Bakar S, Turgut D.

Pimecrolimus 1% cream,

methylprednisolone aceponate 0.1% cream

and metronidazole

0.75% gel in the treatment of seborrheic

dermatitis: a

randomized clinical study. J Dermatol Treat.

2009;20:344–349.

34. Danby FW, Maddin WS, Margesson

LJ, Rosenthal D. A

randomized, double-blind, placebo-

controlled trial of

ketoconazole 2% shampoo versus

selenium sulfide 2.5%

shampoo in the treatment of moderate to

severe dandruff. J Am

Acad Dermatol. 1993;29:1008–1012.

35. Shuster S, Meynadier J, Kerl H,

Nolting S. Treatment and

prophylaxis of seborrheic dermatitis of

the scalp with

antipityrosporal 1% ciclopirox shampoo.

Arch Dermatol.

Goldenberg_Seb_Derm copy_Layout 1

2/13/13 2:45 PM Page 48[ F e b r u a r y 2

0 1 3 • V o l u m e 6 • N u m b e r 2 ]

49

2005;141:47–52.

36. Ratnavel RC, Squire RA, Boorman

GC. Clinical efficacies of

shampoos containing ciclopirox olamine

(1.5%) and

ketoconazole (2.0%) in the treatment of

seborrhoeic dermatitis.

J Dermatol Treat. 2007;18:88–96.

37. Ortonne J-P, Nikkels AF, Reich K, et

al. Efficacious and safe

management of moderate to severe scalp

seborrhoeic dermatitis

using clobetasol propionate shampoo

0.05% combined with

ketoconazole shampoo 2%: a randomized,

controlled study. Br J

Dermatol. 2011;165:171–176.

38. Kircik L. Subject evaluation of the

treatment of seborrheic

dermatitis of the scalp with a non-steroidal

scalp wash. Poster

presented at: 2012 Winter Clinical

Dermatology Conference;

January 14–19, 2012; Kaanapali, Hawaii.

39. Squire RA, Goode K. A randomised,

single-blind, single-centre

clinical trial to evaluate comparative clinical

efficacy of shampoos

containing ciclopirox olamine (1.5%) and

salicylic acid (3%), or

ketoconazole (2%, Nizoral

®) for the treatment of dandruff/

15

Page 16: Dermatitis Seboroik.docx

seborrhoeic dermatitis. J Dermatol Treat.

2002;13:51–60.

40. Lorette G, Ermosilla V, Study

Investigators Group. Clinical

efficacy of a new ciclopiroxolamine/zinc

pyrithione shampoo in

scalp seborrheic dermatitis treatment. Eur

J Dermatol.

2006;16(5):558–564.

41. Seite S, Rougier A, Talarico S.

Randomized study comparing the

efficacy and tolerance of a llipohydroxy

acid shampoo to a

ciclopiroxolamine shampoo in the treatment

of scalp seborrheic

dermatitis. J Cosmet Dermatol. 2009;8:249–

253.

42. Emtestam L, Svensson A, Rensfeldt K.

Treatment of seborrheic

dermatitis of the scalp with a topical solution

of urea, lactic acid,

and propylene glycol (K301): results of

two double-blind,

randomised, placebo-controlled studies.

Mycoses. 2012;55(5):

393–403.

16