Dermatitis Seboroik.docx
-
Upload
dollfacewannabe -
Category
Documents
-
view
62 -
download
0
description
Transcript of Dermatitis Seboroik.docx
PENDEKATAN PENGOBATAN YANG OPTIMAL
PADA DERMATITIS SEBOROIK
Gary Goldenberg, Md
Mount Sinai School of Medicine, Department of Dermatology, New York,
New York
ABSTRAK
Dermatitis seboroik adalah kondisi kronis, berulang, berhubungan
dengan kulit yang menyebabkan eritema dan pengelupasan. Kadang-
kadang dermatitis seboroik muncul sebagai makula atau plak dengan
sisik kering putih atau lembab berminyak. Pada orang dewasa, biasanya
terjadi di daerah yang terdapat banyak kelenjar sebasea. Wajah dan
kulit kepala adalah daerah yang paling sering terkena, dan mencakup
beberapa area umum. Ketombe dianggap sebagai bentuk peradangan
ringan dermatitis seboroik. Terdapat insiden tinggi dermatitis seboroik
diantara orang dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
atau penyakit Parkinson. Penyebab dermatitis seboroik belum dapat
dipahami, tetapi tampaknya berhubungan dengan komposisi sekresi
kelenjar sebasea, perkembangan ragi Malassezia, dan respon imun
host. Pilihan pengobatan untuk area yang bukan kulit kepala dan kulit
kepala pada dermatitis seboroik termasuk agen topikal dan sampo yang
mengandung zat antijamur, agen anti-inflamasi, agen keratolitik, dan
inhibitor kalsineurin. Karena beberapa area tubuh biasanya terlibat,
dokter harus memeriksa semua daerah yang sering terkena. Pasien
harus disadarkan bahwa dermatitis seboroik adalah kondisi kronis yang
mungkin akan kambuh bahkan setelah pengobatan yang berhasil (J Clin
Aesthet Dermatol. 2013; 6(2): 44–49.).
Dermatitis seboroik (SD) merupakan kondisi kronis, berulang, dan
peradangan yang ditandai dengan eritema dan pengelupasan kulit.
Dermatitis seboroik mungkin resisten terhadap pengobatan dan sering
memiliki dampak negatif yang besar pada kualitas hidup.1-3 Hal ini
1
mempengaruhi sekitar enam juta orang di Amerika Serikat dan
berhubungan dengan biaya medis langsung dan tidak langsung sekitar
230 juta dollar per tahun.4
Meskipun penyebab SD tidak sepenuhnya dipahami, kemajuan
telah dibuat pada daerah ini dan beberapa pilihan pengobatan yang
efektif telah tersedia. Artikel ini akan meninjau presentasi klinis pada SD
dan pemahaman saat ini mengenai etiologinya dan mendiskusikan
pilihan pengobatan yang tersedia saat ini.
PRESENTASI KLINIS
Dermatitis seboroik dapat muncul sebagai makula atau plak tipis
dengan warna kemerahan atau kuning dan kering putih atau sisik yang
lembab berminyak.5 Pada orang dewasa sering terjadi di daerah yang
terdapat konsentrasi tinggi kelenjar sebasea, termasuk wajah, kulit
kepala, telinga, dada, dan lipatan tubuh.5 Hal ini biasanya
mempengaruhi beberapa daerah tubuh, pada wajah terjadi pada 88
persen pasien, kulit kepala 70 persen, dada 27 persen, sedangkan
lengan atau kaki dalam 1 sampai 2 persen.3 Pada lebih dari separuh
pasien dengan SD pada wajah, kulit kepala akan ikut terpengaruh.1,6
Pada wajah, SD umumnya terjadi pada lipatan nasolabial, alis, garis
rambut anterior, dan glabella. Pada kulit kepala, lesi dapat berkisar dari
deskuamasi ringan ringan sampai remah kecoklatan yang menempel di
kulit dan rambut.5 Lesi di dada sentral mungkin memiliki petaloid
appearance.7 Beberapa pasien melaporkan pruritus, terutama jika kulit
kepala juga terkena.2,5,6 Hal ini umumnya tidak disertai dengan papula
atau pustula.2 Infeksi bakteri sekunder dapat terjadi yang dapat
memperparah eritema dan eksudat dan menyebabkan rasa tidak
nyaman.5
Pada orang dewasa, SD adalah kondisi kronis berulang yang
ditandai dengan periode eksaserbasi yang terjadi pada variabel
interval.6 Pasien kadang melaporkan bahwa wabah ini dipicu oleh stres
2
emosional, depresi, kelelahan, paparan AC atau kondisi lembab atau
kering di tempat kerja, infeksi sistemik, penggunaan obat tertentu, atau
faktor-faktor lainnya.3
Bentuk infantil dari SD adalah kondisi self limited yang umumnya
menyembuh pada usia tiga atau empat bulan.6 Bentuk dewasa biasanya
muncul pertama kali sekitar masa pubertas, ketika kelenjar sebasea
menjadi lebih aktif, kadang-kadang berlangsung sampai dewasa muda.1
Kondisi ini meningkat kembali saat memasuki usia 50 tahun.1 Ini
mempengaruhi sekitar 1 sampai 5 persen orang dewasa
imunokompeten dan sebanyak 20-83 persen dari individual yang positif
human immunodeficiency virus (HIV).5,6 Populasi lain berisiko meliputi
orang dengan penyakit Parkinson atau gangguan neurologis lainnya,
gangguan mood, stres hidup yang signifikan, atau sedikit terpapar sinar
matahari.2 Pria lebih banyak memiliki SD dibanding perempuan, tapi
tidak menunjukkan preferensi untuk setiap group ras atau etnis.6 Ini
mungkin terjadi dalam hubungan dengan dermatitis atopik atau
gangguan kulit lainnya, yang rumit diagnosisnya.8
Beberapa kontroversi telah mengelilingi hubungan antara SD, dan
ketombe. Sebagian besar penulis setuju bahwa ketombe adalah bentuk
ringan, noninflamasi dari SD.2,6,9 Ketombe sangat umum ditemukan,
dengan prevalensi sekitar 50 persen dari population.2
PENYEBAB DERMATITIS SEBOROIK
Meskipun penyebab SD tidak sepenuhnya dipahami, tampaknya
disebabkan hasil dari kombinasi tiga faktor berikut: sekresi kelenjar
sebaceous, adanya ragi Malassezia, dan response kekebalan tubuh
host.6
Sebum merupakan komponen penting dari lipid permukaan kulit
dan berisi banyak squalene, ester lilin, dan trigliserid.10 Orang dengan
SD tidak selalu disebabkan karena aktivitas kelenjar sebasea
berlebihan, tapi komposisi lipid permukaan kulit mereka berubah,
menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pertumbuhan respon
mikroorganisme yang lipid-dependent.10
3
Peran Malassezia di SD sedikit kontroversial, meskipun sebagian
besar peneliti percaya mereka memegang peranan yang penting.9
Malassezia adalah spesies komensal normal yang biasanya ditemukan
terutama di infundibula folikular dan umumnya terisolasi dari daerah
yang kaya sebum tubuh, seperti wajah, kulit kepala, tubuh, dan
punggung.11 Mereka menghasilkan lipase yang melimpah yang
menghidrolisis trigliserida dan asam lemak jenuh bebas di mana ragi
adalah tergantung pada hal tersebut.12 Asam lemak ini mungkin
memiliki efek iritan yang menginduksi pelepasan asam arakidonat yang
menyebabkan peradangan pada kulit.9 Ada tujuh spesies utama: M.
globosa , M. restricta , M. obtusa , M. slooffiae ,M. sympodialis , M. furfur
, dan M. pachydermatis (yang terakhir hanya terjadi pada hewan).9 M.
globosa dan M. Restricta dianggap spesies yang paling sering dikaitkan
dengan SD, meskipun M. furfur dan spesies lainnya juga dikaitkan.9,13,14
Beberapa studi telah menemukan tingginya jumlah Malassezia pada
kulit kepala orang dengan SD, tapi yang lain tidak menemukan
perbedaan dalam kepadatan ragi antara kulit orang dengan SD dan
orang tanpa SD.1 Metode pengambilan sampel yang berbeda mungkin
berkontribusi terhadap temuan yang bertentangan. Malassezia tidak
hanya ada di permukaan kulit, tetapi juga di dalam lapisan dari stratum
corneum, dan jumlah pastinya membutuhkan memeriksa ketebalan
penuh dari squama.1 Peran Malassezia di SD ditemukan dalam studi
yang menunjukkan bahwa penggunaan berbagai pengobatan antijamur
dengan hasil pengurangan jumlah Malassezia, yang disertai oleh
perbaikan symptoms.6,9
Peran respon imun host di patogenesis SD tidak pasti. Beberapa
peneliti melaporkan peningkatan jumlah sel pembunuh alami, CD16
sel, dan interleukin inflamasi dan aktivasi komplemen dalam kulit lesi
pasien dengan SD dibandingkan dengan kulit tanpa lesi atau kulit
kontrol orang yang sehat.6 Namun demikian, tingkat antibodi Total pada
pasien SD dibanding kelompok kontrol tidak lebih ringgi dan respon
host khusus untuk Malassezia belum teridentifikasi.9 Prevalensi SD di
4
ODHA menunjukkan bahwa pada pasien kondisi ini dimediasi oleh
sistem kekebalan tubuh. Namun respon SD terhadap suksesnya terapi
retroviral sangat bervariasi.5
Dengan demikian, pemahaman definitif patofisiologi SD
menunggu penelitian lebih lanjut, tetapi peran Malassezia ragi sebagai
agen penyebab atau penghasil tampaknya dapat dipastikan.
DIAGNOSIS
Diagnosis diferensial dari SD mencakup psoriasis, rosasea,
Demodex dermatitis, eksim atopik, pitiriasis versicolor, dermatitis
kontak, dan infeksi tinea.2 SD juga mungkin menyerupai sel Langerhans
histiocytosis atau syphilis sekunder.2,5 Diagnosis biasanya berdasarkan
klinis, tetapi kandidiasis, infeksi tinea, dan Demodex dermatitis dapat
disingkirkan dengan test kalium hidroksida yang negatif.2 Harus diingat
bahwa SD bisa disertai dengan gangguan dermatologis lainnya .
Perawatan harus diambil untuk membedakan SD dari psoriasis
vulgaris.15 SD awalnya memiliki tampilan yang spongiform yang
membedakannya dari psoriasis, tetapi dalam tahap akhir kondisi lebih
sulit untuk dibedakan. Beberapa pasien dengan sebopsoriasis, yang
menunjukan dari kedua tahap penyakit. Lesi pada siku atau lutut dan
kuku dengan pitting menunjukkan psoriasis, yang dapat mengenai
wajah.15
PENGOBATAN
Tujuan utama terapi untuk SD adalah untuk menghulangkan
tanda-tanda penyakit dan mengurangi gejalanya mengganggu,
terutama pruritus.6 Karena wajah dan kulit kepala adalahdaerah yang
paling sering terkena, gatal atau kemerahan pada kulit kepala pada
pasien dengan SD pada wajah menunjukkan perlunya perawatan di
kedua tempat tersebut.3 Pasien harus diberitahu bahwa SD adalah
kondisi kambuhan kronis, dan bahwa mereka harus mengantisipasi
munculnya lagi di masa depan.16 Pasien juga harus disarankan untuk
5
menghindari sejauh mungkin pemicu gejala SD dan tidak mengiritasi
lesi dengan berlebihan seperti menggaruk atau penggunaan preparat
keratolitik yang poten.16,17
NONSCALP dermatitis seboroik
Agen antijamur, agen anti-inflamasi, dan agen keratolitik tersedia
dalam berbagai formulasi untuk pengobatan SD di daerah lain selain
kulit kepala. Tabel 1 daftar umum yang pengobatan digunakan untuk
nonscalp SD dan menunjukkan bukti yang mendukung penggunaannya.
Agen antijamur, dengan pemahaman peran Malassezia di SD, agen
antijamur memegang peran penting dalam pengobatan SD.
Tabel 1. Terapi untuk Dermatitis Seboroik pada Wajah
Level bukti
Obat Antifungi
Kertokonazol A
Ciclopiroxolamin A
Sertaconazol C
Metronidazol (oral) A
Itrakonazol (oral) C
Lithium suksinat0lithium glukonat A
kortikosteroid
Hodrokortison A
Kombinasi Antiinflamasi/Antifungi
Krim Promiseb Topikal B
Inhibitor Kalsineurin
Tacrolimus B
Pimecrolimus B
Krim Ketokonazol 2 % digunakan 2 kali per hari selama 4 minggu
terbukti memiliki efektivitas yang sama dengan krim hidrokortison 1%
untuk dermatitis seboroik pada beberapa tempat.18 Pada suatu
penelitian teracak dan tersamar ganda pada 459 pasien dengan
6
dermatitis seboroik yang diterapi gel ketoconazole 2% asehari sekali
selama 14 hari, didapatkan hasil yang baik (25.3% vs 13.9%, p=0.0014)
dan gejala eritema, pruritus dan pengelupasan kulit menurun secara
nyata pada pasien dengan terapi ketoconazol.19 Formula ketoconazole
2% menunjukan efektivitas yang lebih besar untuk terapi dermatitis
seboroik di wajah, kulit kepala,dan badan, sama halnya dengan terapi
krim ketokonazol 2%.20
Krim ciclopiroxilami 1% untuk penggunaan 2 kali per minggu
selama 28 hari dilbandingkan penggunaan 1 kali perminggu selama 28
hari pada suatu penelitian kepada penderita dermatitis seboroik yanh
teracak dan tersamar ganda, pada 129 pasien.21 Pada akhir fase terapi,
hilangnya gejala seperti eritema dan pengelupasan kulit ditemukan
pada 63% pasien dengan terapi ciclopriroxolamin dan 34% dengan
terapi lain (p<0.007).21
Pada suatu studi yang menggunakan krim sertanazol nitat 2%, 59
persen dari 20 subjek dengan dermatitis seboroik mulai ringan sampai
berat diterapi secara baik, disertai adanya perbaikan pada gejala
pengelupasan kulit, eritema, indurasi dan pruritus.22 Suatu penelitian
teracak dan tersamar ganda menunjukkan bahwa gel metronidazole
0.75% efektif, sama halnya dengan krim ketokonazol 2% untuk terapi
dermatitis seboroik fasialis, dengan efek samping yang sepadan.23
Untuk pasien dermatitis sebotoik yang resisten dengan terapi
topikal, oarl antifungal bisa menjadi pilihan terapi pengganti. Pada
suatu penelitian menggunakan itrakonazol oral diberikan dalam dosis
200mf/hari selama 1 minggu, dibandingkan dengan dosis rumatan,
menunjukkan perbaikan klinis.24,25
Kortikosteroid. Hidrokortison dan berbagai macam
kortikosteroid potensi lemah sampai sedang menunjukkan hasil yang
baik pada pasien dengan germatitis seboroik. Suatu penelitian tersamar
ganda membandingkan potensi krim hidrokortison 1% dengan krim
ketokonazol 2% pada 72 pasien dengan dermatitis seboroik dari ringan
sampai berat didapatkan kedua krim tersebut memberikan respon yang
7
sama untuk mengurangi pengelupasan kulit, kemerahan pada kulit,
gatal-gatal dan papul-papul.26
Pada suatu penelitian selama 12 minggu, tersamar, serta teracak,
percobaan komparatif, salep hidrokortison 1% sama efektifnya dengan
salep tacrolimus 0.1% untuk mengurangi gejala pada dermatitis
seboroik berdasarkan penilaian dokter, meskipun tacrolimus dirasa
lebih baik mengurangi gejala menurut pasien.27
Kombinasi antifungi/antiinflamasi. Krim Promiseb topikal
(Promius Pharma, LLC, Bridgewater, New Jersey) adalah obat nonsteroid
dengan efek antiinflamasi dan aktivitas antifungal yang digunakan pada
dermatitis seboroik.28 Suatu penelitian investigasi tersamar, dengan
grup parallel, menggunakan 77 pasien dengan dermatitis seboroik di
wajah yang diberi kombinasi antifungal/antiinflamasi dibandingkan krim
desodid 0.05% dua kali per hari selama lebih dari 28 hari.29 Keparahan
gejala menurun dari hari ke-14 dan hari ke 28 d=padakedua
kelompok.29 Terapi kombinasi antifungal/antiinflamasi terbukti sukses
mengobati 85 persen dari pasien, sedangkan terapi dengan krim
desonid memberikan hasil baik pada 92 persen pasien (p=tidak
signifikan) dan dua terapi tersebut memiliki keamaman obat yang
sama.29
Inhibitor kalsineurin. Inhibitor kalsineurin topikal memiliki efek
imunomodulator dan antiinflamasi yang bermanfaat untuk terapi
dermatitis seboroik.27 Pada suatu penelitian teracak, open label, krim
pimecrolimus 1% dibandingkan dengan krim berametason 0.1% pada
20 pasien dengan dermatitis seboroik yang diinstruksikan untuk tak
melanjutkan terapi bila gejala menghilang.30 Hari ke-9 pasien sudah tak
melanjutkan terapi.30 Dua kelompok obat punya efektivitas sama untuk
mengurangi gejala eritema, pengelupasan kulit, dan pruritus, tapi gejala
bertahan lebih lama dengan penggunaan pimecrolimus.30 Suatu studi
komparatif, krim pimecrolimus 1% dan ketokonazol 2% untuk terapi
dermatitis seboroik, menunjukkan efek samping yang lebih tinggi.31,32
Krim pimecrolimus 1% ditemukan memiliki efektivitas yang lebih
8
signifikan untuk terapi dermatitis seboroik daripada krom
metilprednisolo 0.1% atau gel metronidazole 0.75% yang digunakan 2
kali per hari selama 8 minggu,dengan efek samping demam dan
rekurensi yang lebih rendah daripada metronidazole.33
KULIT KEPALA DERMATITIS SEBOROIK
Kulit kepala pada dermatitis seboroik yang paling baik diobati
dengan shampoo yang mengandung zat antijamur, kortikosteroid, atau
agen keratolitik; produk juga tersedia dalam kombinasi obat dari kelas-
kelas yang berbeda. Daftar tabel 2 biasa digunakan pada pengobatan
untuk kulit kepala dari dermatitis seboroik dan menunjukkan tingkat
bukti yang mendukung penggunaannya.
Shampoo anti jamur. Sampo ketokonazol 2% dibandingkan
dengan sampo selenium sulfida 2,5% dalam empat minggu dengan
menggunakan percobaan double-blind randomized pada pasien dengan
ketombe sedang sampai berat.34 Penggunaan dua kali seminggu pada
setiap sampo lebih baik dibandingkan dengan plasebo, tetapi tidak ada
perbedaan signifikan satu dengan yang lain antara kedua sampo. Ada
insidensi yang secara signifikan lebih tinggi tentang efek samping pada
pasien menggunakan sampo selenium sulfida shampoo.34
Sampo ciclopirox 1% digunakan sekali atau dua kali seminggu
selama empat minggu terbukti lebih unggul untuk pengobatan
dermatitis seboroik pada studi terkontrol double-blind randomized yang
merekrut 949 pasien.35 Penggunaan profilaksis selanjutnya dari sampo
ciclopirox sekali seminggu atau sekali setiap dua minggu mengurangi
tingkat kekambuhan.35
Sampo ciclopirox dan sampo ketokonazol dibandingkan dalam
studi double-blind pada 350 pasien dengan dermatitis seboroik. Dua
perlakuan tersebut sama-sama efektif dan keduanya lebih baik
dibandingkan plasebo, meskipun pasien tersebut diberi sampo
ciclopirox lebih menguntungkan.36
9
Sampo kortikosteroid. Dalam studi singleblind randomized dari
326 subyek dengan dermatitis seboroik sedang sampai berat pada kulit
kepala, penggunaan sampo clobetasol propionat 0,05% dua kali
seminggu untuk empat minggu menghasilkan penurunan gejala yang
signifikan lebih besar dibandingkan sampo ketokonazol 2%.37
Penggunaan bergantian sampo clobetasol dan sampo ketokonazol lebih
unggul sampo ketokonazole sendiri.37
Produk kombinasi. Promiseb ® Plus Scalp Wash (Promius
Pharma, LLC) mengandung surfaktan dan agen pendingin kulit, yang
menghilangkan kelebihan sebum serta laktoferin dan piroctone olamine,
yang dapat mengurangi proliferasi dari Malassezia. 38 Dalam
percobaan open-label, pada 25 subyek dengan dermatitis seboroik
menggunakan ini untuk mencuci kepala mereka, rata-rata dua kali
seminggu selama dua minggu.38 Ke-25 subjek memiliki respon positif
dan lebih dari 90% melaporkan perbaikan terhadap seborrhea,
ketombe, gatal, dan kemerahan.38
Dalam sebuah studi single-blind, sampo yang mengandung
ciclopiroxolamine 1,5% dan asam salisilat 3% terbukti memiliki khasiat
yang sama dengan sampo ketokonazol 2% untuk pengobatan ketombe
(dermatitis seboroik).39 Pada kedua kelompok, perbaikan dipertahankan
selama 14 hari setelah pengobatan berakhir.39
Sebuah sampo yang mengandung ciclopiroxolamine 1,5% dan
seng pyrithione 1% ditemukan seefektif gel busa ketokonazol 2% dalam
studi single-blind. Dari 189 pasien dengan kulit kepala dermatitis
deboroik, dengan penurunan lebih besar pada pruritus selama fase
pengobatan dini dan peringkat lebih baik dari pasien.40
Produk keratolitik. Studi A double-blind randomized
membandingkan sampo yang mengandung asam lipohydroxy 0,1% dan
asam salisilat 1,3% dengan sampo yang mengandung ciclopiroxolamine
1,5% dan asam salisilat 3% dalam 100 subyek dengan kulit kepala
dermatitis seboroik.41 Setelah empat minggu pengobatan, toleransi,
keberhasilan global, dan efek kosmetik dari sampo lipohydroxy asam
10
signifikan lebih unggul dari mereka yang menggunakan sampo
ciclopiroxolamine.41
Sebuah larutan topikal dari urea, propilen glikol, dan laktat asam,
dioleskan setiap hari selama empat minggu kemudian tiga kali per
seminggu selama empat minggu, dibandingkan dengan plasebo untuk
pengobatan kulit kepala dermatitis seboroik ringan sampai parah.42
Eritema dan deskuamasi diperbaiki pada Minggu 2 dan 4, tetapi
perbaikan tidak dipertahankan pada minggu delapan.42
KESIMPULAN
Dermatitis seboroik adalah keadaan radang kulit kronis yang
umumnya ditandai dengan eritema dan kulit pengelupasan yang
cenderung kambuh bahkan setelah pengobatan yang berhasil dan
memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas hidup
penderita. Kejadian tersebut muncul berkaitan dengan proliferasi
komensal spesies Malassezia. Terjadinya di beberapa area tubuh,
umumnya wajah dan kulit kepala adalah daerah yang paling sering
terkena. Banyak antijamur, agen anti-inflamasi, keratolitik, dan
11
imunomodulator telah terbukti efektif dalam pengobatan dermatitis
seboroik, tetapi pasien harus diberitahu bahwa kekambuhan adalah
umum dan pengobatan berkelanjutan mungkin diperlukan.
Referensi
1. Bikowski J. Facial seborrheic
dermatitis: a report on current
status and therapeutic horizons. J Drugs
Dermatol.
2009;8(2):125–133.
2. Gupta AK, Bluhm R, Cooper EA, et al.
Seborrheic dermatitis.
Dermatol Clin. 2003;21:401–412.
3. Peyri J, Lleonart M, and the Spanish
Group of the SEBDERM
Study. Clinical and therapeutic profile
and quality of life of
patients with seborrheic dermatitis. Actas
Dermosifiliogr.
2007;98:476–482.
4. Bickers DR, Lim HW, Margolis D, et
al. The burden of skin
diseases: 2004. J Am Acad Dermatol.
2006;55:490–500.
5. Sampaio AL, Mameri AC, Vargas TJ, et
al. Seborrheic dermatitis.
An Bras Dermatol. 2011;86:1061–1074.
6. Del Rosso JQ. Adult seborrheic
dermatitis. A status report on
practical topical management. J Clin
Aesthet Dermatol.
2011;4(5):32–38.
7. Reider N, Fritsch PO. Seborrheic
dermatitis. In: Bolognia JL,
Jorizzo JL, Schaffer JV, eds. Dermatology.
3rd ed. Philadelphia:
Penn: Elsevier; 2012.
8. Del Rosso JQ, Kim GK. Seborrheic
dermatitis and Malassezia
species: how are they related? J Clin
Aesthet Dermatol.
2009:2(11):14–17.
9. Gupta AK, Batra R, Bluhm R, et al. Skin
diseases associated with
Malassezia species. J Am Acad Dermatol.
2004;51:785–798.
10. De Luca C, Valacchi G. Surface
lipids as multifunctional
mediators of skin responses to
environmental stimuli. Mediators
Inflamm. 2010;2010:321494.
11. Hay RJ. Malassezia, dandruff and
seborrhoeic dermatitis: an
overview. Br J Dermatol. 2011;165(Suppl
2):2–8.
12. Dawson TL Jr. Malassezia globosa and
restrica: breakthrough
understanding of the etiology and
treatment of dandruff and
seborrheic dermatitis through whole-
genome analysis. J Invest
Dermatol Symp Proc. 2007;12:15–19.
12
13. Lee YW, Byun HJ, Kim BJ, et al.
Distribution of Malassezia
species on the scalp in Korean seborrheic
dermatitis patients.
Ann Dermatol. 2011;23(2):156–161.
14. Nakabayashi A, Sei Y, Guillot J.
Identification of Malassezia
species isolated from patients with
seborrheic dermatitis, atopic
dermatitis, pityriasis versicolor and normal
subjects. Med Mycol.
2000;38:337–341.
15. Habif TP. Psoriasis and other
papulosquamous diseases. In: Habif
TP. Clinical Dermatology: A Color Guide
to Diagnosis and
Therapy. 5th ed. Philadelphia: Penn:
Elsevier; 2010.
16. Faergemann J. Management of
seborrheic dermatitis and
pityriasis versicolor. Am J Clin Dermatol.
2000;1(2):75–80.
17. Stefanaki I, Katsambasa A.
Therapeutic update on seborrheic
dermatitis. Skin Therapy Lett. 2010;15(5):1–
4.
18. Katsambas A, Antoniou CH, Frangouli
E, et al. A double-blind
trial of treatment of seborrheic dermatitis
with 2% ketoconazole
cream compared with 1% hydrocortisone
cream. Br J Dermatol.
1989;121:353–357.
19. Elewski B, Ling MR, Phillips TJ.
Efficacy and safety of a new
once-daily topical ketoconazole 2% gel
in the treatment of
seborrheic dermatitis: a phase III trial. J
Drugs Dermatol.
2006;5(7):646–650.
20. Elewski BE, Abramovits W, Kempers
S, et al. A novel foam
formulation of ketoconazole 2% for the
treatment of seborrheic
dermatitis on multiple body regions. J
Drugs Dermatol.
2007;6(10):1001–1008.
21. Dupuy P, Maurette C, Amoric JC, et
al. Randomized, placebo-
controlled, double-blind study on clinical
efficacy of
ciclopiroxolamine 1% cream in facial
seborrhoeic dermatitis. Br
J Dermatol. 2001;144:1033–1037.
22. Elewski BE, Cantrell WC. An open-label
study of the safety and
efficacy of sertaconazole nitrate in the
treatment of seborrheic
dermatitis. J Drugs Dermatol.
2011;10(8):895–899.
23. Seckin D, Gurbuz O, Akin O.
Metronidazole 0.75% gel vs.
ketoconazole 2% cream in the treatment
of facial seborrheic
dermatitis: a randomized, double-blind
study. J Eur Acad
13
Dermatol Venereol. 2007;21:345–350.
24. Shemer A, Kaplan B, Nathansohn N, et
al. Treatment of moderate
to severe facial seborrheic dermatitis with
itraconazole: an open
non-comparative study. Isr Med Assoc J.
2008;10:417–418.
25. Kose O, Erbil H, Gur AR. Oral
itraconazole for the treatment of
seborrhoeic dermatitis: an open,
noncomparative trial. J Eur
Acad Dermatol Venereol. 2005;19:172–175.
26. Stratigos JD, Antoniou C, Katsambas A,
et al. Ketoconazole 2%
cream versus hydrocortisone 1% cream
in the treatment of
seborrheic dermatitis. A double-blind
comparative study. J Am
Acad Dermatol. 1988;19:850–853.
27. Papp KA, Papp A, Dahmer B, Clark CS.
Single-blind, randomized
controlled trial evaluating the treatment
of facial seborrheic
dermatitis with hydrocortisone 1%
ointment compared with
tacrolimus 0.1% ointment in adults. J
Am Acad Dermatol.
2012;67:e11–e15.
28. Kircik L. An open-label, single-center
pilot study to determine
the antifungal activity of a new
nonsteroidal cream (Promiseb
Topical Cream) after 7 days of use in
healthy volunteers. Clin
Dermatol. 2009;27(Suppl):S44–S47.
29. Elewski B. An investigator-blind,
randomized, 4-week, parallel-
group, multicenter pilot study to compare
the safety and efficacy
of a nonsteroidal cream (Promiseb Topical
Cream) and desonide
cream 0.05% in the twice-daily treatment
of mild to moderate
seborrheic dermatitis of the face. Clin
Dermatol.
2009;27(Suppl):S48–S53.
30. Rigopoulos D, Ioannides D,
Kalogeromitros D, et al. Pimecrolimus
cream 1% vs. betamethasone 17-valerate
0.1% cream in the
treatment of seborrhoeic dermatitis. A
randomized open-label
clinical trial. Br J Dermatol. 2004;151:1071–
1075.
31. Firooz A, Solhpour A, Gorouhi F, et al.
Pimecrolimus cream, 1%,
vs. hydrocortisone acetate cream, 1%, in the
treatment of facial
seborrheic dermatitis: a randomized,
investigator-blind, clinical
trial. Arch Dermatol. 2006;142(8):1065–
1086.
32. Koc E, Arca E, Kose O, Akar A.
An open, randomized,
14
prospective, comparative study of topical
pimecrolimus 1%
cream and topical ketoconazole 2% cream
in the treatment of
seborrheic dermatitis. J Dermatol Treat.
2009;20(1):4–9.
33. Cicek D, Kandi B, Bakar S, Turgut D.
Pimecrolimus 1% cream,
methylprednisolone aceponate 0.1% cream
and metronidazole
0.75% gel in the treatment of seborrheic
dermatitis: a
randomized clinical study. J Dermatol Treat.
2009;20:344–349.
34. Danby FW, Maddin WS, Margesson
LJ, Rosenthal D. A
randomized, double-blind, placebo-
controlled trial of
ketoconazole 2% shampoo versus
selenium sulfide 2.5%
shampoo in the treatment of moderate to
severe dandruff. J Am
Acad Dermatol. 1993;29:1008–1012.
35. Shuster S, Meynadier J, Kerl H,
Nolting S. Treatment and
prophylaxis of seborrheic dermatitis of
the scalp with
antipityrosporal 1% ciclopirox shampoo.
Arch Dermatol.
Goldenberg_Seb_Derm copy_Layout 1
2/13/13 2:45 PM Page 48[ F e b r u a r y 2
0 1 3 • V o l u m e 6 • N u m b e r 2 ]
49
2005;141:47–52.
36. Ratnavel RC, Squire RA, Boorman
GC. Clinical efficacies of
shampoos containing ciclopirox olamine
(1.5%) and
ketoconazole (2.0%) in the treatment of
seborrhoeic dermatitis.
J Dermatol Treat. 2007;18:88–96.
37. Ortonne J-P, Nikkels AF, Reich K, et
al. Efficacious and safe
management of moderate to severe scalp
seborrhoeic dermatitis
using clobetasol propionate shampoo
0.05% combined with
ketoconazole shampoo 2%: a randomized,
controlled study. Br J
Dermatol. 2011;165:171–176.
38. Kircik L. Subject evaluation of the
treatment of seborrheic
dermatitis of the scalp with a non-steroidal
scalp wash. Poster
presented at: 2012 Winter Clinical
Dermatology Conference;
January 14–19, 2012; Kaanapali, Hawaii.
39. Squire RA, Goode K. A randomised,
single-blind, single-centre
clinical trial to evaluate comparative clinical
efficacy of shampoos
containing ciclopirox olamine (1.5%) and
salicylic acid (3%), or
ketoconazole (2%, Nizoral
®) for the treatment of dandruff/
15
seborrhoeic dermatitis. J Dermatol Treat.
2002;13:51–60.
40. Lorette G, Ermosilla V, Study
Investigators Group. Clinical
efficacy of a new ciclopiroxolamine/zinc
pyrithione shampoo in
scalp seborrheic dermatitis treatment. Eur
J Dermatol.
2006;16(5):558–564.
41. Seite S, Rougier A, Talarico S.
Randomized study comparing the
efficacy and tolerance of a llipohydroxy
acid shampoo to a
ciclopiroxolamine shampoo in the treatment
of scalp seborrheic
dermatitis. J Cosmet Dermatol. 2009;8:249–
253.
42. Emtestam L, Svensson A, Rensfeldt K.
Treatment of seborrheic
dermatitis of the scalp with a topical solution
of urea, lactic acid,
and propylene glycol (K301): results of
two double-blind,
randomised, placebo-controlled studies.
Mycoses. 2012;55(5):
393–403.
16