Dermatitis Herpetiformis

23
DERMATITIS HERPETIFORMIS I. PENDAHULUAN Dermatitis herpetiformis (DH) adalah manifestasi pada kulit yang disebabkan oleh sensitivitas terhadap gluten. Lebih dari 90% pasien terbukti sensitif terhadap gluten, yang mana dapat dimulai dari limfosit intraepitel jejunum sampai atrofi total vili usus kecil. Hanya 20% pasien DH yang memiliki gejala intestinal dari Celiac disease. Penyakit kulit maupun pada intestinal keduanya berespon terhadap restriksi gluten dan membaik dengan penggantian diet yang mengandung gluten. Ada hubungan genetik yang kuat, dengan 90% dari Celiac disease dan pasien DH, yaitu memiliki HLA kelas II genotipe DQ2, terdiri dari alel DQA1*0501 dan DQB1*02, dibandingkan dengan 20% pasien dengan kontrol normal. 1 Prevalensi terjadinya dermatitis herpetiformis pada populasi bangsa Caucasian yaitu 10-39 per 100.000 orang. Dermatitis herpetiformis bisa terjadi pada semua umur, tapi yang tersering pada umur 30 – 40 tahun. 2 Empat temuan yang digunakan untuk mendukung diagnosis DH adalah papulovesikel pruritus atau papula ekskoriasi pada permukaan ekstensor, infiltrasi netrofil pada papilla dermis disertai formasi vesikel pada epidermal- 1

Transcript of Dermatitis Herpetiformis

Page 1: Dermatitis Herpetiformis

DERMATITIS HERPETIFORMIS

I. PENDAHULUAN

Dermatitis herpetiformis (DH) adalah manifestasi pada kulit yang disebabkan

oleh sensitivitas terhadap gluten. Lebih dari 90% pasien terbukti sensitif terhadap

gluten, yang mana dapat dimulai dari limfosit intraepitel jejunum sampai atrofi total

vili usus kecil. Hanya 20% pasien DH yang memiliki gejala intestinal dari Celiac

disease. Penyakit kulit maupun pada intestinal keduanya berespon terhadap restriksi

gluten dan membaik dengan penggantian diet yang mengandung gluten. Ada

hubungan genetik yang kuat, dengan 90% dari Celiac disease dan pasien DH, yaitu

memiliki HLA kelas II genotipe DQ2, terdiri dari alel DQA1*0501 dan DQB1*02,

dibandingkan dengan 20% pasien dengan kontrol normal.1

Prevalensi terjadinya dermatitis herpetiformis pada populasi bangsa Caucasian

yaitu 10-39 per 100.000 orang. Dermatitis herpetiformis bisa terjadi pada semua

umur, tapi yang tersering pada umur 30 – 40 tahun.2

Empat temuan yang digunakan untuk mendukung diagnosis DH adalah

papulovesikel pruritus atau papula ekskoriasi pada permukaan ekstensor, infiltrasi

netrofil pada papilla dermis disertai formasi vesikel pada epidermal-dermal

junction, deposisi granular IgA pada papilla dermis pada kulit normal di sekitar lesi,

respon kulit tetapi bukan penyakit kulit akibat terapi Dapson.1

Remisi spontan dapat terjadi pada 10% pasien, tetapi kebanyakan remisi yang

terjadi berhubungan dengan pengurangan konsumsi gluten. Pengobatan dengan

sulfone memberi respon cepat pada pasien DH anak dan dewasa.1,3

II. DEFINISI

1

Page 2: Dermatitis Herpetiformis

Dermatitis herpetiformis (DH) adalah suatu penyakit multisistem kronik yang

manifestasi klinis primernya adalah pada kutaneus, dengan manifestasi klinis

berupa erupsi pruritik luas yang terdiri atas kombinasi yang bervariasi dari lesi

bulosa, eritematosa, vesikular, papulovesikular, papular, simetris, dan berkelompok,

yang kadang sembuh dengan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi dan dapat pula

jaringan parut, dimana gambaran vesikelnya seperti gambaran herpes simplex,

sehingga dinamakan “herpetiformis”.4,5

Dermatitis herpetiformis merupakan manifestasi kulit dari Celiac disease, dan

berhubungan dengan adanya sensitivitas terhadap gluten. Sinonim dermatitis

herpetiformis adalah Duhring’s Disease.1

III. EPIDEMIOLOGI

Dermatitis herpetiformis biasanya terjadi pada penduduk Eropa Utara. Jarang

terjadi pada penduduk Afrika-Amerika dan Asia. Berdasarkan studi di Finlandia

(1978), tingkat prevalensi DH adalah 10,4/100.000 orang dan insidensi per tahun

adalah 1,3/100.000 orang. Onset penyakit ini terjadi sekitar umur 40 tahun, tapi

dapat terjadi pada umur 2-90 tahun. Anak-anak dan remaja jarang mendapat

penyakit ini. DH lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Rasio pria :

wanita adalah 2:1. Pada anak-anak lebih sering terjadi pada anak perempuan

dibandingkan laki-laki. Dari 1979 sampai 1996, insidensi familial DH di Finlandia

dipelajari secara prospektif. DH didiagnosis pada 1018 pasien dan 10,5% pada satu

atau lebih keturunan pertama.1

Pada tahun 1987, studi prevalensi DH di US hanya dilakukan di Utah dan

prevalensi yang ditemukan adalah 11,2/100.000 orang, menggambarkan lebih

dominan terjadi pada keturunan Eropa Utara. Insidensi selama tahun 1978 sampai

1987 adalah 0,98/100.000 orang per tahun. Onset umur rata-rata pada laki-laki

adalah 40,1 tahun dan wanita 36,2 tahun. Rasio pria : wanita adalah 1,44:1. Pada

studi banding lain di Utah, prevalensi DH lebih tinggi didapatkan pada keturunan

pertama yang diketahui pasien DH. Temuan ini berhubungan dengan HLA yang

mendukung predisposisi genetik terhadap sensitivitas gluten.1

2

Page 3: Dermatitis Herpetiformis

IV. FAKTOR PREDISPOSISI DAN ETIOLOGI

Di antara penderita DH, 77%-87% memiliki antigen HLA B8 dan hampir 90%

memiliki antigen HLA DW3. Antigen permukaan ini ditandai oleh gen yang terikat

dekat gen respon imun sehingga terdapat peningkatan respon imun terhadap

berbagai antigen termasuk self. DH merupakan akibat dari respon imun yang terlalu

aktif terhadap antigen yang ada secara alamiah.6

Petanda HLA ini dihubungkan dengan penyakit autoimun yang yang lain dan

merupakan petanda seorang pasien dengan respon imun berlebih terhadap beberapa

antigen dan dapat menjelaskan kompleks imun yang terjadi secara perlahan. DH

lebih sering terjadi pada anggota keluarga.3

Gluten, merupakan protein yang terdapat pada gandum, seperti sereal,

memprovokasi terjadinya DH. Iodin oral juga memperberat penyakit ini.3

V. PATOMEKANISME

Pengetahuan yang ada saat ini tentang patogenesis DH didasarkan pada

sejumlah observasi klinis dan laboratorium. Sampai saat ini, sebuah model binatang

dari gangguan ini belum dikembangkan. Beberapa hal yang berkaitan dengan

patogenesis DH adalah :

Hubungan genetik yang sangat kuat dengan HLA DQ * genotipe, 0501 A1 B1 *

02 (yang mengkode heterodimers HLA-DQ2) dan juga gen non-HLA yang tidak

teridentifikasi.

Beberapa derajat gluten-sensitive enteropathy pada biopsi usus kecil di hampir

semua pasien, disertai dengan stimulasi sistem imun mukosa usus.

Deposit butiran IgA di dermis pars papilare kulit (ini sangat penting untuk

diagnosis dan terjadi pada tempat peradangan akhirnya).

Infiltrasi neutrofil di papilla dermis.

Perbaikan gejala yang sangat baik dengan terapi dapson dan memburuknya

gejala dengan konsumsi iodida anorganik.1

3

Page 4: Dermatitis Herpetiformis

Predisposisi Genetik

Gen spesifik HLA yang mengkode molekul yang berinteraksi dengan reseptor

sel T, dipercaya memberikan kekhususan antigen gliadin pada individu-individu

yang secara genetik rentan. Asosiasi gen HLA ini sama untuk pasien dengan Celiac

Disease (CD) dan bermanifestasi di kulit sebagai DH. Gen yang mengkode DQ2

(A1 * 0501, B1 * 02) heterodimer dimiliki oleh 90% dari pasien CD dan DH. Gen

yang mengkode DQ8 (A1 * 03, B1 * 03) heterodimer dimiliki oleh 10% pasien DH.

Telah ditetapkan bahwa kurang dari 50% dari predisposisi genetik pada CD dan DH

adalah karena gen HLA tertentu.1,7

Gluten-sensitive enteropathy (GSE)

Pada biopsi usus kecil, lebih dari 90% pasien DH menunjukkan gambaran

GSE. Kelainan usus yang muncul disebabkan oleh gluten, suatu protein yang

terdapat dalam gandum dan hibrida dari biji-bijian. Gliadin adalah fraksi alkohol

yang larut dalam gluten dan diyakini sebagai komponen antigenik. Spektrum

keterlibatan usus pada GSE mulai dari atrofi minimal dari jejunum dengan infiltrasi

limfositik intraepitel sampai pada atrofi total vili dari usus kecil. Enteropati ini

sering tidak merata dan mungkin memerlukan beberapa sampel usus kecil untuk

diagnosis. Malabsorpsi simtomatik terjadi pada 20% pasien dengan DH.1

4

Page 5: Dermatitis Herpetiformis

Gambar 1. Patogenesis dari Dermatitis Herpetiformis*

Gandum diproses oleh enzim pencernaan menjadi peptide gliadin, yang

kemudian diangkut secara utuh melintasi epitel mukosa. Dalam lamina propria,

jaringan transglutaminase (TG2) melakukan deamidasi residu glutamin dalam

peptida gliadin dan menjadi kovalen cross-linked untuk peptida gliadin melalui

obligasi isopeptidyl (terbentuk antara glutamin-gliadin dan residu lisin TG2). Sel T

helper (CD4+) dalam lamina propria mengenali peptida gliadin deamidasi dibawa

oleh molekul HLA-DQ2 atau -DQ8 pada antigen-presenting sel, yang

mengakibatkan diproduksinya sitokin Th1 dan matrix metaloproteinase yang

menyebabkan kerusakan sel epitel mukosa dan remodeling jaringan. Selain itu, sel

B TG2-spesifik mengambil kompleks TG2-gliadin dan mempresentasikan pada sel

T helper gliadin-spesifik, yang merangsang sel B untuk memproduksi IgA anti-

TG2. IgA anti-TG2 yang melintas dalam sirkulasi bereaksi dengan

transglutaminase epidermis (TG3) dan membentuk kompleks imun. Deposisi

kompleks imun IgA-TG3 di papila dermis kulit menyebabkan kemotaksis neutrofil,

pembelahan proteolitik dari lamina lucida, dan timbulnya lesi subepidermal.1,7

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan memiliki peran penting dalam perkembangan celiac disease.

Ini termasuk efek perlindungan dari menyusui dan pengenalan dari gluten dalam

proses pemberian makan. Pengenalan awal gluten sebelum umur 4 bulan dikaitkan

dengan peningkatan risiko perkembangan penyakit dan pengenalan gluten setelah

umur 7 bulan memiliki resiko yang sangat kecil . Pengenalan gluten selama proses

menyusui dapat menjadi faktor pelindung yang penting dalam meminimalkan risiko

celiac disease. Terjadinya infeksi pencernaan tertentu pada bayi, seperti infeksi

rotavirus, juga meningkatkan risiko celiac disease.7

VI. GAMBARAN KLINIK

5

* = Diambil dari kepustakaan 1

Page 6: Dermatitis Herpetiformis

Awitan biasanya bertahap selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan,

tetapi kadang-kadang eksplosif dalam beberapa jam atau hari. Faktor pencetusnya

yaitu penyakit virus, ingesti gluten atau yodium dalam jumlah besar, dan disfungsi

tiroid.6

Lesi awal berupa papul eritem atau plakat urtikaria. Papul dengan cepat dapat

menjadi vesikel dengan ukuran 1-10 mm. Jarang terdapat bulla yang besar. Vesikel

atau bulla bila tidak pecah menjadi purulen. Biasanya lesi berbentuk herpetiformis

dan simetris, tetapi dapat juga tersebar. Pada stadium lanjut, mungkin hanya

ditemukan krusta pigmentasi, dan skar berkelompok pada tempat predileksi.6

Kebanyakan distribusi lesi DH pada siku, lutut, bokong, bahu, dan area sakrum;

banyak juga terkena pada area nuchal posterior. Daerah lain yang sering terkena

adalah wajah dan batas rambut. Lesi pada membran mukosa jarang terjadi, begitu

juga dengan telapak tangan dan kaki.2

Gejala bervariasi tergantung intensitas, kebanyakan pasien mengeluhkan gatal

yang hebat dan rasa terbakar. Diagnosis DH dipikirkan jika adanya keluhan dengan

rasa terbakar. Semakin berat pruritus, maka biasanya timbul ekskoriasi. Erupsi

biasanya terjadi dengan dasar eritematous dan dapat berupa papula,

papulovesikuler, vesikobullosa, bulla, atau urtikaria. Lesi peteki linear dapat timbul

pada permukaan volar, jari, dan telapak tangan. Adanya bintik pigmentasi pada

region lumbosacral dapat dicurigai sebagai DH.3,8

Gatal dan rasa terbakar biasanya berat, dan kualitas paroksismalnya diprovokasi

oleh garukan pada lokasi yang berdarah, dan pada saat yang sama oleh ketakutan.

Remisi spontan berlangsung selama seminggu dan meninggalkan luka baru yang

kasar yang merupakan karakteristik penyakit tersebut. Dapat bertambah parah pada

masa perimenstrual.3

DH pada anak-anak mirip seperti pada orang dewasa, memiliki gambaran

histologi yang identik dan temuan immunofloresen, dan memiliki insidensi tinggi

pada HLA B8 dan DR3 dan biopsy jejunum abnormal. Telapak tangan melepuh dan

6

Page 7: Dermatitis Herpetiformis

berwarna kecoklatan, hemoragik, makula purpura didapatkan lebih sering

dibanding orang dewasa.3

a b

Gambar 2. a)vesikel. b)vesikulopapul *

a b

Gambar 3. a)papulovesikel eritematous dan erosi pada siku. b)vesikel dan papula

yang berkelompok pada lutut disertai krusta hemoragik *

7

* = Diambil dari kepustakaan 3 dan 9

Page 8: Dermatitis Herpetiformis

Gambar 4. Papulovesikel berkelompok pada leher dan kulit *

8

* = Diambil dari kepustakaan 1

Page 9: Dermatitis Herpetiformis

Gambar 5. Bulla pada siku *

Gambar 6. Distribusi lesi pada dermatitis herpetiformis **

Celiac disease dengan atrofi vili dan intoleransi gluten dapat terjadi bersamaan

dengan dermatitis herpetiformis. 70-100% pasien dengan DH memiliki kelainan

pada mukosa jejunum, tetapi kebanyakan bersifat asimtomatis. Jika diberikan diet

tinggi gluten, sebenarnya semua pasien DH akan memberikan gejala yang tidak

dapat dibedakan dengan celiac disease, dan DH terjadi pada 25% pasien dengan

celiac disease.3,11

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

9

* = Diambil dari kepustakaan 5 dan 10** = Diambil dari kepustakaan 2

Page 10: Dermatitis Herpetiformis

Biopsi mukosa usus halus menunjukkan adanya atrofi vili parsial pada 70-80%

pasien DH. Biopsi pada lesi baru DH menunjukkan vesikel pada bagian

subepidermal dan adanya kumpulan sel-sel inflamasi pada ujung-ujung papilla.

Perubahan awal yang diperhatikan pada ujung papilla dermis adanya edema, focal

fibrin, dan mikroabses netrofil. Mikroabses netrofil merupakan penanda DH,

biasanya juga terdapat eosinofil.3,9,12

Pemeriksaan direct immunifluorescent menunjukkan adanya IgA di ujung-ujung

papilla di sekitar lesi. Ditemukannya IgA pada papilla dermis merupakan tanda

spesifik untuk DH.8

Gambar 7. Biopsi pada lesi awal DH menunjukkan kumpulan eosinofil dan netrofil

pada papilla dermis dan vesikulasi pada subepidermal *

10

* = Diambil dari kepustakaan 2

Page 11: Dermatitis Herpetiformis

Gambar 8. Direct immunofluorescent. Deposisi granular IgA pada papilla dermis*

Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan serologis pada penderita DH. Sebuah

panel tes serologis digunakan untuk mendeteksi gluten-sensitif enteropathy (GSE).

Tiga antibodi ditujukan ke jaringan ikat atau komponen permukaan fibril otot

polos:

1. A-EmA Antiendomysial antibody (IgA)

2. AGA Antigliadin antibody (IgG atau pooled Ig)

3. R1-ARA Antireticulin antibody (IgA)13

A-EmA memiliki spesifisitas sampai 100% untuk celiac disease, sedangkan

kepekaannya adalah 85% untuk orang dewasa yang tidak diobati dan 90% pada

childhood celiac disease. Hal ini dapat menetap dalam titer rendah pada 10-25%

pasien dengan diet bebas gluten, meskipun histologinya normal. Tes AGA memiliki

sensitivitas yang baik (68-76%), tetapi juga dapat ditemukan pada 10-20% pasien

dengan penyakit lain pada mukosa usus kecil. Tes AGA sangat membantu dalam

pemantauan GSE. R1-ARA memiliki spesifitas yang lebih tinggi disbanding AGA

pada pasien anak, tetapi sensitivitasnya relatif rendah (<40-50%).13

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis DH dapat ditegakkan berdasarkan :

Gejala klinik ( pleomorfik dan papula eritematous yang gatal, urtikaria, dan

vesikobulla, yang terletak pada permukaan ekstensor, bokong, dan punggung)

Gambaran histologi (bulla subepidermal, akumulasi eosinofil dan mikroabses

netrofil pada papilla dermis)

Ada antibodi IgA terhadap endomysium dan TG2 di sirkulasi

11

* = Diambil dari kepustakaan 2 dan 10

Page 12: Dermatitis Herpetiformis

DIF pada kulit di sekitar lesi menunjukkan deposisi granular IgA pada daerah

membrane basalis di atas papilla dermis.

Konfirmasi diagnosis secara exjuvantibus dengan pemberian terapi dapson dan

mendapat respon yang cepat dan baik.

Enteropati akibat sensitif terhadap gluten dapat dikonfirmasi melalui biopsy

jejunum.14

IX. DIAGNOSIS BANDING

DH dibedakan dengan pemfigus vulgaris, pemfigoid bullosa, dan Chronic

Bullous Diseases of Childhood (CBDC).15

1) Pemfigus Vulgaris

Pada pemfigus vulgaris, keadaan umumnya buruk, tak gatal, kelainan utama

ialah bulla yang berdinding kendur, generalisata, dan eritema bisa terdapat atau

tidak. Pada gambaran histopatologik terdapat akantolisis, letak vesikel

intraepidermal. Terdapat IgG di stratum spinosum.15

2) Pemfigoid Bullosa

Pemfigoid bullosa berbeda dengan DH karena ruam yang utama ialah bulla, tak

begitu gatal, dan pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat IgG tersusun

seperti pita di subepidermal.15

3) Chronic Bullous Disease of Childhood (CBDC)

CBDC atau dermatosis linear IgA, terdapat pada anak, kelainan utama ialah

bulla, tak begitu gatal, eritema tidak selalu ada, dan dapat berkelompok atau

tidak. Terdapat IgA yang linear.15

12

Page 13: Dermatitis Herpetiformis

a b

Gambar 9. a) Pemfigus vulgaris. b) Pemfigoid bullosa *

Gambar 10. Chronic Bullous Disease of Childhood (CBDC)*Tabel 1. Perbedaan Pemfigoid Vulgaris, Pemfigoid Bullosa, dan Dermatitis Herpetiformis *

Pemfigus vulgaris Pemfigoid bullosa Dermatitis

herpetiformis

Etiologi Autoimun Disangka autoimun Belum jelas

Usia 30-60 tahun Biasanya usia tua Anak atau dewasa

Keluhan Biasanya tidak gatal Biasanya tidak gatal Sangat gatal

13

* = Diambil dari kepustakaan 10

Page 14: Dermatitis Herpetiformis

Kelainan kulit Bula berdinding

kendur, krusta bertahan

lama

Bula berdinding

tegang

Vesikel berkelompok

berdinding tegang

Tanda Nikolski + - -

Tempat predileksi Biasanya generalisata Perut, lengan fleksor,

lipat paha, tungkai

medial

Simetrik : tengkuk,

bahu, lipat ketiak,

lengan ekstensor, daerah

sacrum, bokong

Kelainan mukosa

mulut

60% 10-40% Jarang

Histopatologi Bula intraepidermal,

akantolisis

Celah di taut dermal-

epidermal, bula di

sub-epidermal,

terutama eosinofil

Celah subepidermal,

terutama netrofil

Imunofluoresensi

langsung

IgG dan komplemen di

epidermis

IgG seperti pita di

membrane basal

IgA granular di papilla

dermis

Enteropati - - +

Peka gluten - - +

HLA - - B8, DQW2

Terapi Kortikosteroid

(prednisone) 60-150mg

sehari, sitostatik

Kortikosteroid

(prednisone) 40-60mg

sehari

DDS (diaminodifenil

sulfon) 200-300 mg

sehari

X. PENATALAKSANAAN

Terapi yang utama pada pasien DH adalah dengan diet bebas gluten. Ini

melibatkan penghapusan gandum dan makanan yang terbuat dari biji-bijian dari

diet pasien DH. Mungkin diperlukan dua atau lebih tahun untuk deposit IgA bawah

kulit untuk benar-benar jelas.16

14

* = Diambil dari kepustakaan 15

Page 15: Dermatitis Herpetiformis

Diet gluten-free (GF) adalah komitmen seumur hidup dan tidak boleh dimulai

sebelum ada diagnosis pasti DH. Memulai diet tanpa pemeriksaan lengkap tidak

disarankan dan kemudian membuat diagnosis sulit. Tes untuk mengkonfirmasi DH

bisa negatif jika seseorang berada di diet GF untuk jangka waktu tertentu. Untuk

diagnosis yang valid, gluten perlu dikonsumsi kembali oleh pasien selama beberapa

minggu sebelum pemeriksaan lengkap. DH adalah suatu penyakit keturunan

autoimun sehingga konfirmasi DH akan membantu generasi mendatang sadar akan

risiko dalam keluarga.16

Obat pilihan untuk DH ialah preparat sulfon, yakni DDS

(diaminodifenilsulfon). Pilihan kedua yakni sulfapiridin.15

Dapsone

Dosis DDS 200-300 mg/hari. Dicoba dulu 200 mg/hari. Jika ada perbaikan akan

tampak dalam 3-4 hari. Bila belum ada perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Efek

sampingnya ialah agranulositosis, anemia hemolitik, dan methemoglobinemia.

Kecuali itu juga neuritis perifer dan bersifat hepatotoksik. Dengan dosis 100 mg

sehari umumnya tidak ada efek samping. Yang harus diperiksa adalah kadar Hb,

jumlah leukosit, dan hitung jenis, sebelum pengobatan dan 2 minggu sekali. Jika

klinis menunjukkan tanda-tanda anemia atau sianosis segera dilakukan

pemeriksaan laboratorium. Jika terdapat defisiensi G6PD, maka merupakan

kontraindikasi karena dapat terjadi anemia hemolitik. Bila telah sembuh dosis

diturunkan perlahan-lahan setiap minggu hingga 50 mg sehari, kemudian 2 hari

sekali, lalu menjadi seminggu 1x.15

Sulfapiridin

Sulfapiridin sukar didapat karena jarang diproduksi sebab efek toksiknya lebih

banyak dibandingkan dengan preparat sulfa yang lain. Obat tersebut

kemungkinan akan menyebabkan terjadinya nefrolithiasis karena sukar larut

dalam air. Efek samping hematologic seperti pada dapson, hanya lebih ringan.

Khasiatnya kurang dibandingkan dapson. Dosisnya antara 1-4 gram sehari.15

XI. PROGNOSIS

15

Page 16: Dermatitis Herpetiformis

Dengan tetap menjalankan diet bebas gluten, prognosis pasien DH sangat baik.

Tingkat keparahan dan frekuensi erupsi juga akan berkurang dengan melanjutkan

diet. Yodium dan sinar matahari dapat memicu timbulnya erupsi pada beberapa

orang, namun yodium merupakan nutrisi penting dan seharusnya tidak dihapus dari

diet tanpa pengawasan seorang dokter.16

Sebagian besar penderita akan mengalami DH yang kronis dan residif. Sepuluh

persen dari pasien ditemukan mengalami remisi. Infeksi akut dan gangguan

emosional dapat mencetuskan serangan. Diet bebas gluten yang ketat akan

menyebabkan remisi pada kulit dan intestinal. Pasien DH dengan diet yang normal

atau diet bebas gluten tidak menurunkan harapan hidup, meskipun adanya limfoma

yang bertambah berat, dan mungkin mereduksi penyakit jantung iskemik.10,15

16