Case Cholelitiasis
-
Upload
habiby-habibaty-qolbi -
Category
Documents
-
view
88 -
download
10
description
Transcript of Case Cholelitiasis
TUGAS LAPORAN KASUS
SEORANG WANITA 41 TAHUN DENGAN KOLELITIASIS DAN KOLECISTITIS
OLEH:
CICIEK ISTICHOMAHJ 500 060 010
PEMBIMBING:
dr. J. Lambaran, Sp B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD DR. HARJONO S. PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012TUGAS LAPORAN KASUS
SEORANG WANITA 41 TAHUN DENGAN KOLELITIASIS DAN KOLECISTITIS
OLEH:
Ciciek Istichomah, S.Ked
J500 060 010
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Pada hari...............................tanggal……….................................2012.
Pembimbing :
dr. J. Lambaran, Sp. B (.............................................)
Dipresentasikan dihadapan :
dr. J. Lambaran, Sp. B (.............................................)
Disahkan Ka Program Profesi :
dr. Yuni Prasetyo K, MMKes (.............................................)
2
A. IDENTITAS PASIEN
• Nama Pasien : Ny I
• Umur : 41 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Status Perkawinan : Menikah
• Agama : Islam
• Suku : Jawa
• Tanggal Masuk RS : 10 April 2012
• Tanggal Pemeriksaan :10 April 2012
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Passien datang ke RSUD Ponorogo dengan keluhan nyeri perut kanan atas. Nyeri dirasakan
sejak 2 hari ini. Nyeri berlangsung terus menerus tidak berkurang dengan istirahat. Nyeri dirasakan
senut-senut dan menjalar sampai ke punggung.
Satu minggu yang lalu pasien mulai merasa perutnya tidak nyaman, terasa mual dan kadang
timbul nyeri yang kumat-kumatan. Rasa tidak nyaman pada perutnya terasa memberat setelah
makan, sehingga pasien menjadi tidak nafsu makan. Lalu pasien memeriksakan diri ke sebuah
rumah sakit swasta dan didiagnosa menderita batu empedu. Setelah berobat di rumah sakit tersebut
nyeri agak berkurang. Namun dalam 2 hari ini nyeri dirasakan kambuh lagi dan semakin memberat.
Sebelumnya pasien juga mengeluh demam.
BAK seperti warna teh, sehari +/- 3 kali. BAB normal.
3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat Alergi : disangkal
d. Riwayat Operasi : disangkkal
e. Riwayat trauma : disangkal
f. Riwayat Sakit Jantung : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat Alergi : disangkal
d. Riwayat Operasi : disangkkal
e. Riwayat Opname : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan:
a. Merokok : disangkal
b. Minum alkohol : disangkal
c. Pemakaian NSAID : disangkal
d. Minum jamu jangka lama : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
i. Keadaan Umum : nampak sakit sedang
ii. Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4V5M6)
b. Vital Sign
i. TD : 110/80 mmHg
ii. N : 72x/menit, lemah, reguler
iii. RR : 24 x/menit
iv. S : 36.4o C
c. Kepala
i. Konjungtiva anemis (-/-)
ii. Sklera ikterik (-/-)
d. Leher :
4
i. Deviasi trakea (-)
ii. peningkatan JVP (-) R0
iii. Pembesaran kelenjar limfe (-)
e. Thoraks :
i. Atrofi musculus pectoralis (-), rontok bulu ketiak (-), spider nevie (-), gyneco mastia (-)
ii. Paru
Inspeksi : simetris kanan dengan kiri
ketinggalan gerak (-)
retraksi intercosta (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-)
Fremitus normal
Perkusi : sonor di seleruh lapang paru
Auskultasi: vesikuler (+) normal
iii. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba kuat angkat
getaran (-)
Perkusi :batas jantung dalam batas normal
Batas kiri jantung: - Atas : SIC II sinistra linea parasternalis sinistra.- Bawah: SIC VI sinistra linea midclavicula sinistra .
Batas kanan jantung- Atas : SIC II dextra di linea parasternalis dextra- Bawah: SIC IV dextra linea parasternalis dextra
Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler
Bising jantung (-)
f. Abdomen
i. Inspeksi :
1. Simetris
2. Distensi (-)
3. massa (-)
4. sikatrik (-)
ii. Auskultasi :
peristaltik (+), normal
iii. Perkusi :
Tympani5
iv. Palpasi :
1. Nyeri tekan: (+) pada region epigastrica dextra
2. Pemebesaran lien dan hepar: (-)
g. Ekstremitas
1. Clubbing finger (-)
2. Oedem (-)
3. Akral hangat (+)
D. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Lengkap
• Leukosit : 4.5 (4.5-10.0)
• Hb : 11.9 ( 11.0-16.0)
• Granulosit : 59.9 (50-70)
• Trombosit : 275 (100-200)
• MCHC : 32
• PLT : 253 X 103
• LED : 45 (0-20)
b. GDA : 98 (60-115)
c. Kimia Darah
• DBIL : 1.12 (0-0.35)
• TBIL : 2.36 (0.2-1.2)
• SGOT : 119.6 (0-31)
• SGPT : 164.3 (0-31)
• ALP : 429 (98-279)
• Gama GT : 145.6 (8-34)
• Alb : 4.6 (3.5-5.5)
• Glob : 4.1 (2-3.9)
• Urea : 16.35
• Creat : 0.73 (0.7-1.2)
• UA : 4.4 (2.4-5.4)
• Chol :200 (140-200)
• TG :132 (36-165)
• HDL :37 (45-150)
• LDL :139 (0-190)
6
E. RESUME / DAFTAR MASALAH
1. Anamnesis:
Nyeri perut kanan atas
Riwayat demam
2. Pemriksaan Fisik:
Murphy sign (+)
3. Laboratorium:
Peningkatan: DBIL, TBIL, SGOT, SGPT, ALP, Gama GT, Alb, Glob.4. USG:
B atu gallblader multiple kecil
F. ASSESMENT / DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING
a. Cholelithiasis
b. Cholecistitis
Problem Assesment Planning diagnosa
Planning terapi Planning monitoring
Nyeri perut kanan atas
Murphy sign (+)
Batu gallblader (+)
Peningkatan: DBIL, TBIL, SGOT, SGPT, ALP, Gama GT, Alb, Glob
Cholelithiasis Kolesistograf
i
-
-Istirahat
-Infuse RL 20
tpm
-Ketorolac
-Vit K
-Diet rendah
lemak
-cholecystectomy
- Klinis
- Kimia Darah
7
Riwayat demam
Cholecistitis Ceftriaxone inj.
3x1
- Klinis
- suhu
8
G. FOLLOW UP PASIEN
11 April 2012
Keluhan
subyektif
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Lab
Assesment Planing
diagnosis
Planing Terapi Planing
Monitoring
Nyeri perut
kanan atas
Mual
Nafsu makan
menurun
TD: 110/90
N: 100x/mnt
RR: 24x/mnt
S: 36,5 0C
___ Choletilhiasis
Cholecistitis
-
Kolesistografi - Istirahat- Infuse RL 20 tpm -Ketorolac -Vit K-Ceftriaxone inj. 3x1-Diet rendah lemak
cholecystectomy
Klinis
Kimia
darah
12 April 2012
Keluhan
subyektif
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Lab
Assesment Planing
diagnosis
Planing Terapi Planing
Monitoring
Nyeri perut
kanan atas
Mual
Nafsu makan
menurun
TD: 110/80
N: 76x/mnt
RR: 28x/mnt
S: 36.6 0C
___ Choletilhiasis
Cholecistitis
- Istirahat- Infuse RL 20 tpm -Ketorolac -Vit K-Ceftriaxone inj. 3x1-Biocurliv 3x1tab-Diet rendah lemak
cholecystectomy
Klinis
Kimia
darah
9
13April 2012
Keluhan
subyektif
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Lab
Assesment Planing
diagnosi
s
Planing Terapi Planing
Monitoring
Nyeri perut
kanan atas
Mual
Nafsu makan
menurun
Pusing
TD: 110/80
N: 72x/mnt
RR:
24x/mnt
S:
36.7 0C
_____ Choletilhiasis
Cholecistitis
___ - Istirahat- Infuse RL 20 tpm -Ketorolac -Vit K-Ceftriaxone inj. 3x1-Biocurliv 3x1tab-Diet rendah lemak
cholecystectomy
Klinis
Kimia darah
14 April 2012
Keluhan
subyektif
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Lab
Assesment Planing
diagnosi
s
Planing Terapi Planing
Monitoring
Nyeri perut
kanan atas <<
Mual
Nafsu makan
membaik
Pusing
TD: 110/70
N: 72x/mnt
RR:
24x/mnt
S:
36.6 0C
_____ Choletilhiasis
Cholecistitis
___ - Istirahat- Infuse RL 20 tpm -Ketorolac -Vit K-Ceftriaxone inj. 3x1-Diet rendah lemak
cholecystectomy
Suhu
Klinis
10
15April 2012
Keluhan
subyektif
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Lab
Assesment Planing
diagnosi
s
Planing Terapi Planing
Monitoring
Nyeri perut
kanan atas <<
Mual
Nafsu makan
mambaik
Pusing <<
TD: 120/80
N: 72x/mnt
RR:
24x/mnt
S:
36.7 0C
_____ Choletilhiasis
Cholecistitis
___ - Istirahat- Infuse RL 20 tpm -Ketorolac -Vit K-Ceftriaxone inj. 3x1-Biocurliv 3x1tab-Diet rendah lemak
cholecystectomy
Klinis
Kimia darah
16 April 2012
Keluhan
subyektif
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
Lab
Assesment Planing
diagnosi
s
Planing Terapi Planing
Monitoring
Nyeri perut
kanan atas <<
Mual
Nafsu makan
membaik
Pusing <<
TD: 110/70
N: 72x/mnt
RR:
24x/mnt
S:
36.6 0C
_____ Choletilhiasis
Cholecistitis
___ - Istirahat- Infuse RL 20 tpm -Ketorolac -Vit K-Ceftriaxone inj. 3x1-Diet rendah lemak
cholecystectomy
Klinis
Kimia darah
APS
11
TINJAUAN PUSTAKA KOLELITIASIS DAN KOLECISTITIS
A. Definisi
Cholelithiasis atau batu empedu adalah istilah yang untuk penyakit adanya batu yang ditrmukan
pada kandung empedu atau di dalam duktus koledokus atau di dalam keduanya. Sedangkan cholecistitis
adalah penyakit radang pada kandung emepedu.
B. Insidensi
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang
yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu
ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.1
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada
penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada
waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.2
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka banyak penderita
batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya
komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat
mengurangi morbiditas dan moralitas. 1
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat
duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu
bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent
stone).3
C. EPIDEMIOLOGI
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus tersebut
sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang. Orang gemuk ternyata
mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu. Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu
pigmen tidak terlalu banyak berbeda.4
Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap pembentukan batu, tetapi secara
tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini disokong oleh peneliti dari Jepang yang
menemukan bukti bahwa orang dengan diet berat biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang
dietnya tetap biasanya menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga berperan dimana bila keluarga
menderita batu empedu kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal.4
12
D. ANATOMI
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat
dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding
anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati
dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.
Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan
permukaan visceral hati.5
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica
mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga
berjalan antara hati dan kandung empedu.5
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica
fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a.
hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus
coeliacus.5
E. FISIOLOGI SALURAN EMPEDU
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea
mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai
lipatan – lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti
sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.5
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke
duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada
saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.6
F. PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan
pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah,
menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung
distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke
dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam
13
usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak.5 Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan
oleh dua hal yaitu :
1. Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa
sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam
kontraksi kandung empedu.
2. Neurogen :
a. Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau
dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.
b. - Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter
Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap
keluar walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang
peran penting dalam perkembangan inti batu. 1
G. KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU
1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam
Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu adalah :
a. Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga
partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih
lanjut.
b. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.4
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah
menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan
diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk
lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada
gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu
akan terganggu.4
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu
membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin
bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain
(konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya
pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4
14
H. PATOGENESIS BENTUKAN BATU EMPEDU
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang
terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut :
1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol
2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya paling banyak 25 %.
Bisa berupa sebagai : Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium dan batu pigmen murni
3. Batu empedu lain yang jarang
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :
1. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air.
Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung
empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol
tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 :
20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa
mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.4
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
a. Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih
banyak.
b. Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi.
c. Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
d. Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
e. Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum terminale
akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).
f. Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar chenodeoxycholat
rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi
kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.4
2. Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal
dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang
homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam
empedu.1
3. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang
menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi
empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila
15
konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat
pada inti batu tersebut.1
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total
parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi
kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan
mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar. 1
I. MANIFESTASI KLINIS
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat
duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala
(asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.3
Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang
timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea,
vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium
kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus.
Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin
tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.1
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari
spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat
pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60 menit,
menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke
pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus
dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa
kolelitiasis.
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang
berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis,
koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan
peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan
dapat berakibat fatal.1
Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul
akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. 7
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami
serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung
empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 7
16
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus
(koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu
(koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu
mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. 8
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala
atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke
duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu
dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif,
kolangitis dan pankreatitis.8
J. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi komplikasi
kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah dan fosfatase alkali.
2. Foto Polos Abdomen
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat pada foto
polos abdomen.
3. Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang tembus sinar
akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang
dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan menyatakan bahwa reliabilitas
pemeriksaan kolesistografi oral dalam mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %.
Bila kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak
diekskresi ke saluran empedu.
4. Ultra Sonografi
17
Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai 98 % dan
spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah dikerjakan, aman karena
tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa USG dapat dilakukan pada
penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati.
Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar pemeriksaan USG dipakai
sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut,
ada tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran CBD
(Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal.
K. PENGELOLAAN KOLELITIASIS
1. Tindakan Operatif
a. Kolesistektom
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi. Kolesistektomi dengan
atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu
empedu simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi
konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat “silent stone” akhirnya akan menimbulkan
gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling
tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum
penderita baik.
Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.
- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.
- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu
yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.
b. Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang saluran empedu
sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi
kolesistektomi dini.
Indikasi dari kolesistostomi adalah
- Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan
- Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi
dan Tersangka adanya pankreatitis.
Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan
besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.
18
2. TINDAKAN NON OPERATIF
Terapi Disolusi
Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu melarutkan batu
kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil,
hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan. 1
Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 %
penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 – 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24
bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.
Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :
- Wanita hamil
- Penyakit hati yang kronis
- Kolik empedu berat atau berulang-ulang
- Kandung empedu yang tidak berfungsi. 1
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan hati, terjadi
peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain
yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal.
Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5
mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan
kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari. 1
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase sehingga
mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain
harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 1
3. DIETETIK
Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi istirahat pada kandung
empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di
samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan.
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu tergolong juga ke
dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus
dihindarkan. Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet dengan
menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu.
Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu:
1. Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
2. Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.
3. Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
4. Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi. 5. Makanan yang tidak merangsang.
19
20