150995358 case

62
Get Homework Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat ditengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit kesehatan lainnya (Rumah Sakit Swasta maupun Negeri). Fungsi Puskesmas adalah mengembangkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive Health Care Service yang meliputi aspek promotive, preventive, curative dan rehabilitatif. Prioritas yang

Transcript of 150995358 case

Page 1: 150995358 case

Get Homework Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/

Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/

Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sitesBAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat ditengah-

tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit kesehatan lainnya (Rumah

Sakit Swasta maupun Negeri). Fungsi Puskesmas adalah mengembangkan pelayanan kesehatan

yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan kesehatan tersebut harus bersifat

menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive Health Care Service yang meliputi aspek

promotive, preventive, curative dan rehabilitatif. Prioritas yang harus dikembangkan oleh

puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care services)

yang lebih mengedepankan upaya promosi dan pencegahan (public helath service).1

Di Kecamatan ilir barat 1, khususnya di Kelurahan Siring Agung terdapat satu unit pelayanan

kesehatan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Kelurahan Siring Agung adalah Puskesmas

Pakjo. Puskesmas Pembina merupakan satu dari tiga Puskesmas di Palembang yang memiliki

layanan khusus terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM). Dari 10 penyakit terbanyak di Klinik

Page 2: 150995358 case

Penyakit Tidak Menular Puskesmas Pembina, Hipertensi menempati urutan pertama setelah

Diabetes Melitus dan Osteoporosis.2

Organisasi kesehatan dunia mendefinisikan kekurangan gizi sebagai ketidak seimbangan

selular antara persediaan bahan gizi dan energi serta kebutuhan tubuh untuk untuk pertumbuhan,

pemeliharaan, dan fungsi spesifik. Malnutrisi energi protein , diuraikan pertama pertama kali

pada tahun 1920, dan penelitian paling sering di lakukan pada negara berkembang.

Di AS kurang dari 1% dari semua anak-anak yang mempunyai kekurangan gizi kronis.

Insiden malnutrisi kurang dari 10%, bahkan di kelompok resiko yang paling tinggi ( anak-anak

dalam penampungan tunawisma). Beberapa studi menunjukkan bahwa gangguan pertumbuhan

sekunder terjadi sebanyak 10% pada anak-anak di pedesaan. Studi di rumah sakit menyatakan

bahwa sebanyak 25% pasien menderita malnutrisi akut dan 27% menderita yang kronis. Secara

internasional organisasi kesehatan dunia memperkirakan kira-kira 150 juta anak-anak ( 26.7%)

dibawah 5 tahun pada negara berkembang menderita malnutrisi. Lebih dari separuh anak-anak

di Asia selatan menderita malnutrisi, 5 kali lebih besar dibandingkan Belahan bumi bagian barat.

Di Afrika, 30% anak-anak menderita malnutrisi. Dua pertiga dari semua anak-anak malnutrisi

tinggal di Asia, dan sisanya tinggal di Afrika.

Efek dari malnutrisi meliputi gangguan fisik dan mental. lambatnya pertambahan berat

badan dan pertambahan tinggi badan, berkurangnya respon imun, yang dapat mempermudah

terjadinya infeksi. Anak-anak yang menderita malnutrisi yang kronis mengalami perubahan

tingkah laku, mencakup sifat lekas marah, kelesuan dan berkurang kemampuan reaksi sosial,

ketertarikan, dan kurang perhatian. Sebagai tambahan, pada bayi dan anak-anak yang menderita

malnutrisi sering memperlihatkan gangguan kognitif permanen. Walaupun kematian akibat

malnutrisi di Amerika Serikat jarang terjadi, tetapi pada negara berkembang, kira-kira 50% dari

10 juta/tahun kematian adalah akibat malnutrisi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Laporan ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat untuk mengikuti kepaniteraan

klinik di bagian ilmu kedokteran keluarga Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Palembang.

Page 3: 150995358 case

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa belajar menerapkan prinsip-prinsipnya pelayanan kedikteran keluarga dalam

mengatasi masalah tidak hanya pada penyakit pasien tetapi juga faktor psikososial dari

keluarga yang mempengaruhi timbulnya penyakit serta peran serta keluarga dalam

mengatasi masalah kesehatan.

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat untuk Puskesmas

Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat meningkatkan

pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapatkan umpan balik dari hasil

evaluasi koasisten dalam rangka mengoptimalkan peran puskesmas.

2. Manfaat untuk mahasiswa

Sebagai sarana keterampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan kesehatan dengan

menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiMalnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan

protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh1 .

Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi.

Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmic

– kwashiorkor. Sedangkan overnutrisi atau kelebiahn nutrisi lebih dikenal dengan

obesitas.

2.2. EpidemiologiPrevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.

Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi

buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar

8.8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa

Page 4: 150995358 case

propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa

Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005, Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur

telah menetapkan masalah gizi buruk yang terjadi di NTT sebagai KLB2.

Di Indonesia prevalensi obesitas pada balita menurut SUSENAS menununjukan

peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989

didapatkan 4,6% lelaki dan 5,6% perempuan. Pada tahun 1992 didapatkan 6,3% lelaki

dan 8% untuk perempuan. Prevalensi obesitas tahun 1995 di 27 propinsi adalah 4,6%. Di

DKI Jakarta, prevalensi obesitas meningkat dengan bertambahnya umur. Pada umur 6 –

12 tahun ditemukan obesitas sekitar 4%, pada anak remaja 12 – 18 tahun ditemukan 6,2

% dan pada umur 17 – 18 tahun11,4%. Kasus obesitas pada remaja lebih banyak

ditemukan pada wanita (10,2%) dibanding lelaki (3,1%)3.

2.3. Etiologia. Marasmus4

Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:

- Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan kalori

yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan

akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.

- Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai hubungan

orang tua – anak terganggu.

- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance.

- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus,

hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.

b. Kwashiorkor5

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang

berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain.

1. Pola makan

Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh

dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak

semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih

Page 5: 150995358 case

menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun

bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju,

tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai

keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor,

terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.

2. Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial

dan politik tidak stabil  ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan

tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan

terjadinya kwashiorkor.

3. Faktor ekonomi

Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi

kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana

ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.

4. Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.

Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP,

walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

c. Marasmic – kwashiorkor6

Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu

malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan

kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak

adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang

meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun

energi dari tubuh.

d. Obesitas7

Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu

penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh

karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas,

gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian

makanan padat terlalu dini pada bayi.

Page 6: 150995358 case

1. Faktor Genetik

Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila

kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua

obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas,

prevalensi menjadi 14%. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas

melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan

oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek. Dengan demikian kerentanan

terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan

ekspresi fenotipe.

2. Faktor lingkungan

- Aktivitas fisik

Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik

yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang

rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg. Penelitian

terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama

menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai

risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV =

2 jam setiap harinya.

- Faktor nutrisional

Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah

lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan

berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat

makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan

mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi. Makanan berlemak

juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan

yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan.

Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan,

maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk

lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas.

Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga

sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.

Page 7: 150995358 case

- Faktor sosial ekonomi

Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan,

serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah

makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun

terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan

aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya

aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak

memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang

bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan

aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah

terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.

2.4. PatofisiologiKekurangan energi protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan

protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan

gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya.

Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada

umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan

dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan

karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan

pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat,

penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak

adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan

kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat

kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi

stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat

menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi

masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi

akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan

Page 8: 150995358 case

anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka

akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat

teradaptasi  sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik

(malnutrisikronik/compensated malnutrition).  Dengan demikian pada malnutrisi dapat

terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan

hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim6

Sedangkan  Obesitas terjadi karena adanya  kelebihan energi yang disimpan

dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh

faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen

(obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik

(meliputi 10%).

Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses

fisiologis,  yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran

energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini

terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan

sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose,  usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal

tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran

energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi)

dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.  Sinyal pendek

mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi

lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai

stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived

hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan  energi.

Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa

meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin

kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi

Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula

sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa

berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang

menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi

Page 9: 150995358 case

resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu

makan. 7

2.5. Manifestasi Klinik

Marasmus8 Kwshiorkor8 Obesitas7

Pertumbuhan berkurang atau berhenti

Terlihat sangat kurus Penampilan wajah

seperti orangtua Perubahan mental Cengeng Kulit kering, dingin,

mengendor, keriput Lemak subkutan

menghilang hingga turgor kulit berkurang

Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas

Vena superfisialis tampak jelas

Ubun – ubun besar cekung

tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol

mata tampak besar dan dalam

Kadang terdapat bradikardi

Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sebaya

Perubahan mental sampai apatis

Anemia Perubahan warna dan

tekstur rambut, mudah dicabut / rontok

Gangguan sistem gastrointestinal

Pembesaran hati Perubahan kulit Atrofi otot Edema simetris pada

kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh.

wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap

leher relatif pendek dada membusung

dengan payudara membesar

-   perut membuncit dan striae abdomen

-   pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia

-  pubertas dini- genu valgum (tungkai

berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling  menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit

*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala

marasmus dan kwashiorkor

2.6. Diagnosis1. Kekurangan Energi Protein:

Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta

pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

Page 10: 150995358 case

- BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus)

- Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >

- 3 SD atau marasmic kwashiorkor: BB/TB < -3SD).

Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat

kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit

terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga terlihat jelas, dengan atau

tanpa adanya edema.

Anak – anak dengan BB/U <60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak

tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak

membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jiak ditemukan penyakit lain yang

berat.

2. Obesitas1. Anamnesis

- Saat mulainya timbul obesitas : prenatal, early adiposity rebound, remaja

- Riwayat tumbuh kembang (mendukung obesitas endogenous)

- Adanya keluhan: ngorok (snoring), restless sleep, nyeri pinggul

- Riwayat gaya hidup :

• Pola makan/kebiasaan makan

• Pola aktifitas fisik

- Riwayat keluarga dengan obesitas (faktor genetik), yang disertai dengan

resiko seperti penyakit kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolmia,

hipertensi, diabetes melitus tipe II

2. Pemeriksaan fisik

      Adanya gejala klinis obesitas seperti diatas.

3. Pemeriksaan penunjang

Analisis diet, laboratoris, radiologis, ekokardiografi dan tes fungsi paru (jika ada

tanda-tanda kelainan).

4. Pemeriksaan antropometri :

a. Pengukuran berat badan (BB) dibandingkan berat badan ideal (BBI). BBI

adalah berat badan menurut tinggi badan ideal. Disebut obesitas bila BB >

120% BB Ideal.

Page 11: 150995358 case

b. Indeks massa tubuh (IMT). Obesitas bila IMT  P > 95 kurva IMT berdasarkan

umur dan jenis kelamin dari CDC-WHO.

c.  Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan

kulit/TLK). Obesitas bila TLK Triceps  P > 85.

d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri.

  

2.7. Penatalaksanaan

Tatalaksana umum malnutrisi energi protein:

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak

dengan gizi buruk

Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata

kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi

dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri obat mata yang mengandung

steroid.

- Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera (lampiran 2)

- Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu: fase stabilisasi,

fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut.

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi

Page 12: 150995358 case

Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3

mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau

larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit.

Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula

darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan

segera ditangani sesuai panduan.

Tatalaksana

- Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan.

- Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan

glukosa atau gula 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml air) secara oral atau

melalui NGT.

- Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal dua

hari.

- Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.

- Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena

(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml

dengan NGT.

- Beri antibiotik.

Pemantauan

Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30

menit.

- Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan

glukosa atau gula 10%.

- Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia

disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani

sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).

Pencegahan

Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu,

lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang

malam.

Page 13: 150995358 case

2. Mencegah dan mengatasi hipotermia

Diagnosis

Suhu aksilar < 35.5° C

Tatalaksana

- Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).

- Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut

hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu

di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit

ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar

60 W dengan jarak 60 cm dari tubuh anak.

- Beri antibiotik sesuai pedoman.

Pemantauan

- Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5° C atau

lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan

bila suhu mencapai 36.5° C

- Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam

hari

- Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia

Pencegahan

- Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin

dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut

- Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering

- Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi, atau

selama pemeriksaan medis)

- Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di

malam hari

- Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin,

sepanjang hari, siang dan malam.

3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi

Diagnosis

Page 14: 150995358 case

Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang

berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini

disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan

gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan

diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.

Tatalaksana

- Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan

syok.

- Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat disbanding

jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.

- Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama

- Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75

dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.

Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar

dan apakah anak muntah.

- Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam

- Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100ml

setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.

4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit

Pemantauan

Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah

jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada

terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan

gagal jantung dan kematian.

Periksalah:

- frekuensi napas

- frekuensi nadi

- frekuensi miksi dan jumlah produksi urin7

- frekuensi buang air besar dan muntah

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada

diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah cekung mata dan fontanel berkurang serta

Page 15: 150995358 case

turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk

seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah

terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat badan.

Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan

frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan

penilaian ulang setelah 1 jam.

Pencegahan

Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak

dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan

oralit standar.

- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI

- Pemberian F-75 sesegera mungkin

- Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

Tatalaksana

- Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang

sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-

75, F-100 atau ReSoMal

- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

- Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

5. Mengobati infeksi

Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali

tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu,

anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke

rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia

merupakan tanda infeksi berat.

Tatalaksana

Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:

- Antibiotik spektrum luas

- Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya,

atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum

berumur 9 bulan.

Page 16: 150995358 case

- Tunda imunisasi jika anak syok.

Pilihan antibiotik spektrum luas

- Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral

(25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari

- Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau

tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan

dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU,

jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap

6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari

DITAMBAH:

Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.

- Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati

dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari

- Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria,

disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai.

- Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria.

- Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti

tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita

tuberkulosis.

Pemantauan

Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan

sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan

penilaian ulang menyeluruh pada anak.

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering

ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak

mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat adannya (biasanya

pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah

infeksi.

Page 17: 150995358 case

Tatalaksana

Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:

- Multivitamin

- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)

- Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)

- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)

- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)

- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan

sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :

Umur dosis

<6 bulan

6 – 12 bulan

1 – 5 tahun

50 000 (1/2 kapsul biru)

100 000 (1 kapsul biru)

200 000 (1 kapsul merah)

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir,

beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.

7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi

Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab

keadaan fisiologis anak masih rapuh.

Tatalaksana

Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:

- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun

rendah laktosa

- Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral

- Energi: 100 kkal/kgBB/hari

- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari

- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)

- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah

- F-75 yang ditentukan harus dipenuhi seperti di bawah ini:

Page 18: 150995358 case

Hari

ke :

Frekuensi Volume/kgBB/pemberian Volume/kgBB/hari

1 – 2

3 – 5

6 dst

2 jam

3 jam

4 jam

11 ml

16 ml

22 ml

130 ml

130 ml

130 ml

Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas dapatdipercepat

menjadi 2-3 hari. Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk pemberian makan

setiap 2 jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bila terpaksa

upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan dan ajari orang tua

atau penunggu pasien.

Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu lama

tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian). Apabila

pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan minimal (80

kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari

pada fase awal ini.

Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu

mendapat ekstra air/cairan.

Pemantauan

Pantau dan catat setiap hari:

Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan

Muntah

Frekuensi defekasi dan konsistensi feses

Berat badan.

8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:

• Kembalinya nafsu makan

• Edema minimal atau hilang.

Tatalaksana

Page 19: 150995358 case

Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-kejar

(F-100) (fase transisi):

• Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama 2

hari berturutan.

• Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian sampai

anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini terjadi

ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari.

• Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi

sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.

• Setelah transisi bertahap, beri anak:

- pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai

kemampuan anak)

- energi: 150-220 kkal/kgBB/hari

- protein: 4-6 g/kgBB/hari.

Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak sudah

mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup energi untuk

menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic

food = RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92g dapat

digunakan pada fase rehabilitasi.

Pemantauan

Hindari terjadinya gagal jantung.

Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan napas cepat). Jika nadi maupun

frekuensi napas meningkat (pernapasan naik 5x/menit dan nadi naik 25x/menit), dan

kenaikan ini menetap selama 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-turut,

maka hal ini merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya).

Lakukan segera:

- kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24 jam

- kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:

- 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya

- 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya

Page 20: 150995358 case

- selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml sebagaimana dijelaskan

sebelumnya.

- atasi penyebab

Penilaian kemajuan

Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah taha ptransisi

dan mendapat F-100:

Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan

Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari

Jika kenaikan berat badan:

- kurang (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap

- sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi, atau

mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.

- baik (> 10 g/kgBB/hari).

9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang

- ungkapan kasih sayang

- lingkungan yang ceria

- terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari

- aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

- keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan,

memandikan, bermain)

10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah

Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak telah

sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak berperawakan

pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di

rumah.

Berikan contoh kepada orang tua:

- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi

pemberian makan yang sering.

- Terapi bermain yang terstruktur

Sarankan:

- Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan

Page 21: 150995358 case

- Mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus)

Pemulangan sebelum sembuh total

Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu untuk

pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko. Faktor sosial juga harus

dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan melalui rawat jalan untuk

menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan.

Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:

Anak seharusnya:

• telah menyelesaikan pengobatan antibiotik

• mempunyai nafsu makan baik

• menunjukkan kenaikan berat badan yang baik

• edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.

Ibu atau pengasuh seharusnya:

• mempunyai waktu untuk mengasuh anak

• memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah dan

frekuensi)

• mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak mungkin, nasihati

tentang dukungan yang tersedia.

Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh

Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai anak

sembuh:

• Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local untuk melakukan

supervisi dan pendampingan.

• Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan berat

badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat badan, anak

harus dirujuk kembali ke rumah sakit.

Tata laksana Obesitas:

Page 22: 150995358 case

Prinsipnya adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi,

dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/modifikasi pola

hidup.

1. Menetapkan target penurunan berat badan

Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan :

·  Usia anak : 2-7 tahun dan diatas 7 tahun

·  Derajat obesitas

·  Ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi.

Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun tanpa komplikasi, dianjurkan cukup

dengan mempertahankan berat badan. Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun dengan

komplikasi dan usia diatas 7 tahun (dengan/tanpa komplikasi) dianjurkan untuk

menurunkan berat badan (diet dan aktifitas fisik). Target penurunan berat badan 

dengan kecepatan   0,5-2 kg per bulan, sampai mencapai berat badan ideal.

 2. Pengaturan diet

Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan

angka kecukupan gizi (AKG), hal ini  karena anak masih mengalami pertumbuhan dan

perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas

dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas tanpa penyakit penyerta, diberikan

diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Dapat

pula memakai perhitungan kebutuhan kalori berdasarkan berat badan sebagai berikut :

     BB ideal + (BB aktual-BB ideal) X 0,25

 

Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :

· Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal.

· Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak

jenuh < 10% dan protein  15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari.

· Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis

menggunakan rumus : (umur dalam tahun + 5) gram per hari.

  3. Pengaturan aktifitas fisik

Page 23: 150995358 case

Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik,

kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat

yang menggunakan keterampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam.

Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.

  4. Mengubah pola hidup/perilaku

Diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara :

· Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta

mencatat perkembangannya.

· Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan

rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan.

· Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang

dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.

· Memberikan penghargaan dan hukuman.

· Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada

umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.

  5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.

Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk

ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet,

mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet.

  6. Konseling problem psikososial, terutama untuk peningkatan rasa percaya diri

  7. Terapi intensif

Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai

komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet

berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah.

        Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB Ideal

atau IMT P > 97, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani

1,5-2,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L

per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter. 

        Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu : mempengaruhi asupan energi

dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi penyimpanan

energi dengan menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan

Page 24: 150995358 case

metformin; meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan

untuk terapi obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.

        Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini

adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung

dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat

gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak

penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.

2.8. KomplikasiPada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain :

Masalah pada mata Anemia berat Lesi kulit pada kwashiorkor Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi laktosa, diare

osmotik)

Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:

- Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler

- Diabetes Mellitus tipe-2

- Obstruktive sleep apnea

- Gangguan ortopedik

- Pseudotumor serebri

2.9. PrognosisMalnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering

disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena

infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan

mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila

penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan

yang irrever-sibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition maupun overnutrition.

Page 25: 150995358 case

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : An. R

Umur : 67 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. Ahmad Yani, Lrg.Klekar, RT.17 RW.04, Kel.Silaberanti

Kec. Seberang Ulu 1, Palembang

Agama : Islam

Suku : Melayu

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Pendidikan : Belum Sekolah

No. RM : 5008

Tanggal kunjungan Puskesmas : 17 November 2012

Tanggal kunjungan rumah I : 19 November 2012

Tanggal kunjungan rumah II : 22 November 2012

Page 26: 150995358 case

3.2. Subjektif

Keluhan Utama : Demam sejak 2 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan demam. Demam sudah berlangsung selama 2 yang lalu.

Demam yang diderita tidak terlalu tinggi dan naik turun. Menggigil, muntah mencret, kepala

pusing dan tengkuk terasa pegal disangkal ibu pasien. Riwayat kejang saat demam ada kurang

lebih 2 bulan yang lalu.

Selain itu, pasien menderita batuk pilek yang sudah berlangsung 2 hari yang lalu

bersamaan dengan demam. Menurut ibu pasien batuknya berdahak. Pasien belum dapat

mengeluarkan dahaknya, sehingga seringkali pasien sesak napas akibat batuk pileknya. Pasien

juga sempat mengalami muntah beberapa kali akibat batuknya. Keringat pada malam hari, napas

mengi disangkal ibu pasien. Anggota keluarga tidak ada yang mengalami batuk pilek.

Karena sakitnya, pasien tidak napsu makan. Namun, sebelum sakitnya saat ini napsu

makan pasien sudah menurun sejak usia 1 tahun. Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif selama

6 bulan. Ibu pasien sudah mencoba beberapa alternatif makanan tambahan berupa bubur susu,

buah, dan nasi tim saring tetapi pasien tetap tidak mau makan. BAB dan BAK Normal

Penyakit sebelumnya yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang :

Pada usia tujuh bulan pasien mengalami BAB berdarah setelah ibunya memberikan

makanan tambahan berupa pisang sehingga sejak saat itu pasien tidak mau makan dan berat

badannya tidak naik.

Riwayat penyakit dalam keluarga/sekitarnya yang ada hubungannya dengan penyakit

sekarang :

Anggota keluarga/sekitarnya tidak ada yang menderita penyakit yang ada hubungannya

dengan penyakit pasien sekarang.

Riwayat kehamilan

Kehamilan ini merupakan kehamilan anak kedua. Selama kehamilan ibu pasien tidak

merasakan keluhan, hanya perasaan mual diawal kehamilan dan tidak pernah menderita sakit

selama hamil. Ibu pasien juga melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin.

Riwayat kelahiran

Page 27: 150995358 case

Lahir bayi perempuan, pada tanggal 31 Maret 2010, dengan tindakan partus normal, dari

ibu G0P2A0 di bidan. Masa kehamilan 39 minggu, berat badan lahir 3400 gram, panjang badan 50

cm. Sewaktu lahir langsung menangis, ketuban jernih, tidak terdapat kelainan bawaan.

Riwayat perkembangan

Pertumbuhan gigi : Normal

Psikomotor : Tengkurap : 5 bulan Duduk : 8 bulan Berdiri : 9 bulan (dengan tumpuan dan pegangan) Berjalan : - Bicara : - Membaca & menulis : -

Perkembangan pubertas : belum ada

Riwayat makananUMUR ASI/PASI BUAH/BISKUIT BUBUR SUSU NASI TIM

0-2 bulan √ (8 kali/hari, tidak banyak)

2-4 bulan √ (8 kali/hari, tidak banyak)

4-6 bulan √(lebih dari 8 kali/hari, tidak

banyak)

√ (4 bln lebih, makan bubur

susu)6-8 bulan √ (lebih dari 8

kali/hari, tidak banyak)

√ (7 bln, setengah buah)

8-10 bulan √ PASI(9 bln susu formula, lebih dari 8

kali/hari, ±50 cc)

10-12 bulan √ (10 bln, satu buah)

Kesan : kualitas makanan kurang

Riwayat imunisasiBCG √

DPT/DT √ √ √ √POLIO √ √ √ √

CAMPAK √

Page 28: 150995358 case

HEPATITIS B √ √ √Kesan : Imunisasi tidak lengkap

I. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 13 Januari 2011, pukul 14.30 WIBPanjang badan : 69 cmBerat badan : 6,2 kgKeadaan umum : Tampak sakit sedangKesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vitalTekanan darah : tidak dilakukanFrekuensi nadi : 128 kali/menit, reguler, isi cukupFrekuensi napas : 42 kali/ menit, regulerSuhu tubuh : 37,6 oC

Data antropometriBerat badan : 6,2 kgPanjang badan : 69 cmLingkaran kepala : 37 cmLingkaran dada : 44 cmLingkar lengan atas : 8 cmStatus gizi : Seharusnya kenaikan berat badan pada pasien :

BB/TB =

Kepala :mikrochepal, rambut hitam kusam, tipis, distribusi jarang, tidak mudah dicabut.Ubun-

ubun besar teraba 1,5 cm x 1,5 cm, datar.

Mata :palpebra superior kanan dan kiri tidak edema,konjungtiva tidak anemis,sklera ikterik

+/+,kornea jernih,pupil bulat isokor 2mm/2mm,reflex cahaya langsung dan tidak

langsung positif.

Telinga :daun telinga simetris kanan dan kiri, liang telinga lapang, tidak ada sekret, sedikit

serumen.

Hidung :bentuk normal, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada, tidak terdapat nafas cuping

hidung.

Mulut : bibir tidak pucat dan tidak sianosis, mukosa bibir basah, lidah tidak kotor, tidak ada

celah, tonsil sulit dinilai.

Leher : teraba KGB submandibula kiri 2x1 cm, kenyal, mudah digerakkan, tidak nyeri tekan,

trakea ditengah.

Page 29: 150995358 case

Thoraks : normochest, simetris dalam keadaan statis dan dinamis, tidak ada retraksi, tidak ada

sikatriks, tidak ada pelebaran vena

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat pada sela iga IV linea midclavicula sinistra

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I-II reguler,murmur tidak ada, gallop tidak ada.

Paru

Inspeksi : simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi supraclavicula,

intercostalis, epigastrial

Palpasi : fremitus taktil kanan dan kiri simetris

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : suara napas vesikuler, Rhonki-/- wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : datar, tidak ada benjolan/luka/sikatriks/venektasi/pendarahan

Auskultasi : bising usus normal.

Palpasi : Supel,nyeri tekan tidak ada,hati dan limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba.

Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen

Genitalia : perempuan, tidak ditemukan kelainan

Anus : ada, tidak ada kelainan.

Ekstremitas : akral hangat, oedem tidak ada, tidak ada pitting edema,tidak ada sianosis,

perfusi perifer kurang dari 3 detik.

Pemeriksaan Neurologis :

Refleks Fisiologis : tidak dilakukan

Refleks Patologis : tidak dilakukan

Review anamnesis sistem

Sistem Respiratory : dalam batas normal

Sistem Cardiovascular : dalam batas normal

Page 30: 150995358 case

Sistem Gastrointestinal : dalam batas normal

Sistem Urinarius : dalam batas normal

Sistem Reproduksi : dalam batas normal

Sistem Neuromuskuloskeletal : dalam batas normal

3.4. Assesment

malnutrisi

3.5. Planning

Promotif

- Memberikan informasi mengenai gambaran umum Hipertensi, sehingga pasien

diharapkan dapat memutuskan upaya pencegahan secara mandiri apa yang akan

dilakukan.

Preventif

Memberikan informasi mengenai upaya pencegahan yang dapat dilakukkan sehingga

tidak mencetuskan dan tidak memperparah kondisinya, misalnya :

- Perubahan pola makan yaitu diit dengan mengkonsumsi makanan kaya buah,

sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh, diit rendah

garam atau Natrium.

- Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan seperti berolahraga, jogging,

melakukan beberapa aktivitas fisik,dll, minimal 30 menit sehari.

- Positive thinking untuk mengurangi kecemasan

- Memanfaatkan waktu luang untuk istirahat cukup

Kuratif

1. Farmakologis

Jika ternyata pasien menderita hipertensi maka dapat diberikan agen anti

hipertensi seperti diuretik, Calcium Channel Blocker, Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor, Angiotensin II reseptor inhibitor, Beta Blocker, anti adrenergik, atau

vasodilator kerja langsung.

Page 31: 150995358 case

Pada pasien ini untuk menangani hipertensinya diberikan Catopril 12,5 mg 2 kali

sehari. Untuk nyeri kepala diberikan analgesik berupa Antalgin tablet 500 mg sehari 3

kali jika nyeri timbul.

2. Non Farmakologis

- Diit dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi makanan kaya

buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh diharapkan

menurunkan TDS 8-14 mmHg

- Mengurangi konsumsi natrium tidak lebih dari 100 mmoU hari (6 gram NaCI),

diharapkan menurunkan TDS 2-8 mmHg

- Pengendalian stressor-stressor psikososial

- Menghindari faktor resiko

- Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30 menit/hari diharapkan

menurunkan TDS 4-9 mmHg

Rehabilitatif

Istirahat yang cukup dan anjuran untuk control rutin sebagai monitoring untuk mencegah

keadaan yang lebih buruk.

Adanya kesadaran pasien untuk minum obat rutin dan lebih baik lagi jika terdapat

pendamping minum obat.

3.6. Implemlentasi

Daftar Masalah Keluarga

No. Masalah yang

dihadapai

Rencana Pembinaan Sasaran

Pembinaan

Target

1. Pasien mengalami

penyakit hipertensi grade

I, dan dengan adanya

riwayat

hiperkolesterolemia dan

Memberikan edukasi

tentang upaya-upaya

pencegahan dari

penyakit yang

Pasien Pasien dapat

melakukan

upaya-upaya

pencegahan

kekambuhan

Page 32: 150995358 case

riwayat Hipertensi

keluarga

diderita dengan baik

2 Pasien mempunyai

kebiasaan memakan

makanan dengan

komposisi yang kurang

sehat dan jarang

berolahraga secara rutin.

Memberikan motivasi

untuk merubah pola

hidup sehat dengan

berolahraga dan

makanan yang bergizi

dan sehat

Pasien Pasien dapat

mengatasi

stressor-stressor

yang

dihadapinya dan

dapat merubah

perilaku hidup

sehat

Pelaksanaan

Tanggal Kegiatan yang dilakukan Sasaran Hasil19

November 2012

Sambung rasa dan pengumpulan data tentang keadaan keluarga pasien

yang mempengaruhi perkembangan penyakit.Anamnesis perjalanan

penyakit dan pemeriksaan fisik, kelengkapan data dan

menilai kondisi rumah

pasien Didapatkan bebeapa hal yang dapat memicu timbulnya penyakit

pada pasien dan data keluarga yang mendukung.

Dan pola makan yang tidak sehat

22 November

2012

Manajemen komprehensif kepada pasien dan keluarga.

Memberikan konseling mengenai faktor resiko

Hipertensi, cara menghadapi stressor dan

pola hidup sehat

Pasien Pasien lebih memahami tentang panyakit yang dideritanya dan dapat

mengatasi masalah psikologisnya

Page 33: 150995358 case

BAB IV

PEMBAHASAN

A. ANALISIS KASUS

Pada pasien ini terdiagnosis sebagai malnutrisi dimana pemicu yang dapat memperburuk

keadaan adalah salah satunya pemasukan kalori yang tidak cukup dari pasien, pemasukan kalori

yang tidak cukup dapat mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang

turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan

mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup,

dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein

dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan

protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau

kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah

kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated malnutrition”). Berat badan pasien juga 10 kg saat

home visit.

B. HASIL KUNJUNGAN RUMAH

Kunjungan rumah dilakukan selama dua kali. Pertemuan pertama lebih menggali

mengenai anamnesis tentang penyakit pasien sendiri, masalah yang mengganggu pikiran

pasien dan lebih menggali ke kehidupan pribadi serta dilakukan pemeriksaan fisik.

Pertemuan kedua dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai

ujung kaki juga dilakukan edukasi dan observasi kondisi rumah.

i) Lokasi

Alamat rumah pasien yaitu karang waru, didepan pasar karang waru. Jarak antar

rumah agak renggang. Jalan utama hanya bisa dilewati motor dan mobil.

ii) Kondisi rumah

Ukuran rumah kecil. Bangunan rumah memiliki dinding tembok, tidak bertingkat,

dan atap yang rendah. Lantai rumah dibuat dari ubin, atap rumah dari seng. Kerapian

di dalam rumah cukup karena masih terdapat barang-barang yang berserakan seperti

bantal. Terdapat meja kecil terbuat dari kayu di ruang tamu, Kamar juga terlihat baik

dan rapi serta sirkulasi udara kurang baik.

Page 34: 150995358 case

Kepemilikan barang di rumah antara lain : 1 meja, 1 televisi, 1 rak, 1 kasur, dan

peralatan dapur.

iii) Pembagian ruangan

Rumah pasien terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu : 1 ruang tamu, 1 kamar tidur,

1 dapur, 1 kamar mandi.

iv) Pencahayaan

Hanya terdapat 1 ventilasi yang terdapat di ruang tamu yaitu berukuran kira-kira

1x0,5 m. Namun, cahaya yang masuk baik, jendela tersebut terbuka ketika siang hari

dan tidak ada barang yang menggangu pencahayan sebelah jendela. Pencahayaan dan

sirkulasi udara baik

v) Sanitasi dasar

(1) Sumber air bersih

Sumber air yang digunakan untuk minum, mandi dan mencuci berasal dari PAM.

Jarak antara sumur dan septic tank sekitar 10m.

(2) Jamban keluarga

Pasien menggunakan kamar mandi sendiri, bersih, dan terkesan mudah

dibersihkan.

(3) Saluran pembuangan limbah

Limbah rumah tangga semua disalurkan ke selokan.

(4) Tempat sampah

Sampah dikumpulkan di tempat sampah yang diletakkan di depan rumah, dan

setiap pagi dibuang oleh ibu pasien.

vi) Halaman

Terdapat halaman rumah dan dihiasi dengan banyak tanaman

vii)Kandang

Tidak memiliki kandang

viii) Kamar mandi

Satu kamar mandi yang digunakan bersama anggota keluarga lain.

Page 35: 150995358 case

C. PERANGKAT PENILAIAN KELUARGA

(1) Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

No Nama Kedudukan Jenis

kelamin

Umur Pendidikan keterangan

1 H Suami L 53 th SMA Kepala keluarga

2 Y Istri P 44th SMA Ibu rumah tangga

3 SJ Anak P 8 th SD Anak pertama

4 Anak P Pasien

(2) Genogram

Genogram ny. S dibuat pada tanggal 5 september 2012. Dari genogram

didapatkan bahwa pasien berusia 67 tahun merupakan anak tunggal, memilik

penyakit hipertensi dan pernah mengalami serangan stroke Bapak os ini 7

bersaudara, 3 diantaranya telah meninggal termasuk bapak pasien. Saudara

kandung dari bapak os menderita hipertensi sama dengan os. Lalu saudara terkecil

dari bapak os meninggal karena sakit jantung, dan istrinya meninggal karena sakit

hepatitis, memiliki 2 orang anak laki-laki yang keluarga inilah yang merawat

pasien setelah mengalami stroke.

(3) Nilai APGAR keluarga

Dengan menggunakan kriteria APGAR dapat didapatkan 5 fungsi pokok keluarga

yang dapat mengukur sehat atau tidaknya suatu keluarga. Lima fungsi yang dinilai

adalah :

1. Adaptasi

Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga dalam melaksanakan

kewajiban masing-masing. Pada keluarga ini didapatkan skor 2, artinya

kadang-kadang pasien puas, tapi kadang kecewa.

2. Kemitraan

Dinilai dari kepuasan pasien dalam pemberian solusi permasalahan yang

dihadapi oleh pasien. Skornya adalah 1, pasien sering bercerita kepada anak

kedua mengenai anak pertamanya, dan pasien cukup merasa lega saat

bercerita, namun anaknya tidak memberikan solusi yang solutif.

Page 36: 150995358 case

3. Pertumbuhan

Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang

diberikan untuk mengembangkan diri. Skor disini adalah 2.

4. Kasih sayang

Dinilai dari kasih sayang dan interaksi antar anggota keluarga. Skor disini

adalah 2. Pasien merasakan kasih sayang yang diberikan oleh mereka adalah

baik.

5. Kebersamaan

Dinilai dari tingkat kebersamaan dalam membagi waktu dan ruang antar

keluarga. Disini skornya adalah 2.

Total skor di rumah tangga pasien ini adalah 7, yang mana interpretasinya

adalah sebagai berikut:

8-10 : fungsi keluarga sehat

4-7 : fungsi keluarga kurang sehat

0-3 : fungsi keluarga yang sakit

(4) Family screem

Dari alat family screem ini dapat dilihat sumber daya pasien. Secara social,

budaya, agama, dan kesehatan, pasien ini termasuk memiliki sumber daya baik.

Namun, dari segi ekonomi dirasakan kurang sekali, dari segi edukasi juga pasien

hanya memiliki pendidikan akhir Sekolah rakyat.

D. IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA

1. Fungsi biologis

Pasien merupakan anak-anak yang hidup bersama keluarga, memiliki ayah, ibu dan

kakak perempuan.

2. Fungsi afektif

Pasien hidup serumah dengan kedua orang tuanya dan kakak kandung perempuannya

yang berusia 10 tahun. Tidak ada konflik dalam rumah tersebut. Orang tua pasien

juga mengatakan bahwa mereka sayang terhadap pasien.

3. Fungsi social

Page 37: 150995358 case

Orang tua pasien merupakan penduduk lama di kampung itu, sehingga tetangga-

tentangga sekitar rumah banyak mengenal. Orang tua pasien mengikuti kegitan-

kegiatan sosial yang diadakan di sekitar rumah, seperti posyandu

4. Fungsi ekonomi

Pemenuhan kebutuhan keluarga terletak pada ayah pasien sebagai kepala keluarga.

5. Fungsi religi

Keluarga ini menganut agama Islam. Orang tua pasien rajin menjalankan ibadah solat

lima waktu dan terkadang solat sunah.

6. Fungsi pendidikan

Tingkat pendidikkan pasien belum sekolah. Orang tua pasien bersekolah sampai

tingkat SMA dan kakak pasien saat ini bersekolah tingkat SD.

Kesimpulan : tidak ada ada gangguan fungsi pendidikan keluarga

E. IDENTIFIKASI PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU KESEHATAN KELUARGA

1. Penggunaan pelayanan kesehatan

Pasien merupakan masyarakat lama yang tinggal di area wilayah kerja puskesmas

pakjo. Kesadaran untuk control adalah tinggi.

2. Perencanaan dan pemanfaatan fasilitas pembiayaan kesehatan

Keluarga pasien menggunakan kartu menuju sehat.

F. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

No Indicator Jawaban

1 Seluruh penghuni rumah tidak merokok Tidak

2 Persalinan tenaga kesehatan Ya

3 ASI eksklusif Tidak

4 Imunisasi Ya

5 Balita ditimbang Ya

6 Sarapan pagi Ya

7 Makan buah dan sayur Tidak

8 Ada kartu kepesertaan asuransi kesehatan Ya

9 Melakukan kebiasaan cuci tangan Tidak

10 Melakukan kebiasaan gosok gigi Ya

11 Olahraga minimal 3x seminggu Tidak

Page 38: 150995358 case

12 Jamban keluarga Ya

13 Air bersih bebas jentik Ya

14 Tersedia tempat sampah di dalam dan di luar rumah Ya

15 Sistem pembuangan air limbah Ya

16 Ventilasi Ya

17 Kepadatan Ya

18 Seluruh lantai di semen Ya

Klasifikasi :

Sehat I : dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 1-5 indikator

Sehat II : dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 6-10 indikator

Sehat III : dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 11-15 indikator

Sehat IV : dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 16-18 indikator

Keluarga ini termasuk pada kategori sehat III.

G. IDENTIFIKASI MASALAH KELUARGA DAN PERENCANAAN PEMBINAAN

KELUARGA

Penatalaksanaan pada pasien ini selain farmakologis juga penting untuk diperhatikan

manajement stressnya supaya terjadi sinkronisasi sehingga terapi akan sukses.

Perencanaan Terapi yang akan dilakuakn tercantum dalam table dibawah ini ;

No Masalah yang dihadapi Target Pembinaan yang dilakukan

1 Biologis : hemiparesis

sinistra pasca stroke

dengan hipertensi

Pasien Farmakologis :

Obat anti hipertensi ; ACEI, ARB,

diuretika.

Obat metabolisme otak ; asetilkolin

dan piracetam

Non farmakologis : posisi ½ duduk,

istirahat cukup, jangan terlalu capek.

2 Pasien yang merasa

kesepian

Pasien dan

keluarga

informasi mengenai penyakitnya, yang

memperburuk prognosis dan yang

Page 39: 150995358 case

Puskesmas Pakjo

 

 

Kamar Tidur Ruang Tamu dan Ruang Keluarga

WC

DAPUR

Rumah Tetangga

Rumah Tetangga

meningkatkan kualitas hidupnya

3 Stresor pekerjaan yang

tinggi

Pasien dan

keluarga

Berhenti dari pekerjaannya, Istirahat

yang cukup, Rajin beribadah dan

berserah diri pada Allah SWT.

Berpikir positive, alihkan perhatiannya

kepada hal lain, seperti pergi ke

masjid, mengikuti pengajian, dll.

H. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN HIDUP KELUARGA

1) Denah lokasi rumah

Jl. Insp. Marzuki

Jl.

Sei

Selan

Jl. Sei Selan

2) Denah rumah

Page 40: 150995358 case

I. DIAGNOSIS KEDOKTERAN KELUARGA

Malnutrisi et causa intake yang kurang pada balita 67 tahun.

Page 41: 150995358 case

BAB V

KESIMPULAN

Page 42: 150995358 case

DAFTAR PUSTAKA1. Syam Fahrial. Malnutrisi. Dalam: Sudojo A, Bambang S, Alwi I, Simbadibrata M, Setiadi S,

Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

2009;355 – 65

2. Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB – Gizi Buruk. Jakarta:

Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2008; 1

3. Susanto J.C, Mexitalia M, Nasar S. Malnutrisi Akut Berat dan Terapi Nutrisi Berbasis

Komunitas. Dalam: Syarif D, Lestari E, Mexitalia M, Nasar S, penyunting. Buku Ajar

Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik jilid 1 cetakan I. Jakarta: IDAI.2011;128 – 45

4. Yaszero. Epidemiologi Penanggulangan Marasmus

http://epiders.blogspot.com/2011/11/epidemiologi-penanggulangan-marasmus.html

5. Yaszero. Mengenal Kwashiorkor

http://epiders.blogspot.com/2011/11/mengenal-kwashiorkor.html

6. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Kurang Energi Protein (KEP)

http://pediatrik.com/pdt/07110-rswg255.html

7. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Obesitas Pada Anak

http://www.pediatrik.com/isi03.php

8. Pudjiati A, Hegar B, Hendryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et al. Pedoman

Pelayanan Medik Jilid 1. Jakarta: IDAI. 2010;183 – 87

9. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO

Indonesia. 2009. 193 – 221

10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I.

Jakarta: Departemen Kesehatan.2009. 3

11. Barnes Lewis, Curran John. Nutrisi. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu Kesehatan Anak

jilid 1 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000;179 – 232

12. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC. 2005;258 – 66

13. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta: FKUI.2007;360 –

69

14. Lailani D, Hakimi. Pertumbuhan Fisik Anak Obesitas. Dalam: Sari Pediatri Volume 5. 2003;

99 – 102

Page 43: 150995358 case

15. Lubis N, Marsida A. Penatalaksanaan Busung Lapar pada Balita. Aceh Timur: Bagian IKA

RSU Langsa.2002;12