150995358 case
-
Upload
homeworkping4 -
Category
Education
-
view
185 -
download
0
Transcript of 150995358 case
Get Homework Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sitesBAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat ditengah-
tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit kesehatan lainnya (Rumah
Sakit Swasta maupun Negeri). Fungsi Puskesmas adalah mengembangkan pelayanan kesehatan
yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan kesehatan tersebut harus bersifat
menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive Health Care Service yang meliputi aspek
promotive, preventive, curative dan rehabilitatif. Prioritas yang harus dikembangkan oleh
puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care services)
yang lebih mengedepankan upaya promosi dan pencegahan (public helath service).1
Di Kecamatan ilir barat 1, khususnya di Kelurahan Siring Agung terdapat satu unit pelayanan
kesehatan yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Kelurahan Siring Agung adalah Puskesmas
Pakjo. Puskesmas Pembina merupakan satu dari tiga Puskesmas di Palembang yang memiliki
layanan khusus terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM). Dari 10 penyakit terbanyak di Klinik
Penyakit Tidak Menular Puskesmas Pembina, Hipertensi menempati urutan pertama setelah
Diabetes Melitus dan Osteoporosis.2
Organisasi kesehatan dunia mendefinisikan kekurangan gizi sebagai ketidak seimbangan
selular antara persediaan bahan gizi dan energi serta kebutuhan tubuh untuk untuk pertumbuhan,
pemeliharaan, dan fungsi spesifik. Malnutrisi energi protein , diuraikan pertama pertama kali
pada tahun 1920, dan penelitian paling sering di lakukan pada negara berkembang.
Di AS kurang dari 1% dari semua anak-anak yang mempunyai kekurangan gizi kronis.
Insiden malnutrisi kurang dari 10%, bahkan di kelompok resiko yang paling tinggi ( anak-anak
dalam penampungan tunawisma). Beberapa studi menunjukkan bahwa gangguan pertumbuhan
sekunder terjadi sebanyak 10% pada anak-anak di pedesaan. Studi di rumah sakit menyatakan
bahwa sebanyak 25% pasien menderita malnutrisi akut dan 27% menderita yang kronis. Secara
internasional organisasi kesehatan dunia memperkirakan kira-kira 150 juta anak-anak ( 26.7%)
dibawah 5 tahun pada negara berkembang menderita malnutrisi. Lebih dari separuh anak-anak
di Asia selatan menderita malnutrisi, 5 kali lebih besar dibandingkan Belahan bumi bagian barat.
Di Afrika, 30% anak-anak menderita malnutrisi. Dua pertiga dari semua anak-anak malnutrisi
tinggal di Asia, dan sisanya tinggal di Afrika.
Efek dari malnutrisi meliputi gangguan fisik dan mental. lambatnya pertambahan berat
badan dan pertambahan tinggi badan, berkurangnya respon imun, yang dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Anak-anak yang menderita malnutrisi yang kronis mengalami perubahan
tingkah laku, mencakup sifat lekas marah, kelesuan dan berkurang kemampuan reaksi sosial,
ketertarikan, dan kurang perhatian. Sebagai tambahan, pada bayi dan anak-anak yang menderita
malnutrisi sering memperlihatkan gangguan kognitif permanen. Walaupun kematian akibat
malnutrisi di Amerika Serikat jarang terjadi, tetapi pada negara berkembang, kira-kira 50% dari
10 juta/tahun kematian adalah akibat malnutrisi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Laporan ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat untuk mengikuti kepaniteraan
klinik di bagian ilmu kedokteran keluarga Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa belajar menerapkan prinsip-prinsipnya pelayanan kedikteran keluarga dalam
mengatasi masalah tidak hanya pada penyakit pasien tetapi juga faktor psikososial dari
keluarga yang mempengaruhi timbulnya penyakit serta peran serta keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatan.
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat untuk Puskesmas
Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapatkan umpan balik dari hasil
evaluasi koasisten dalam rangka mengoptimalkan peran puskesmas.
2. Manfaat untuk mahasiswa
Sebagai sarana keterampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan kesehatan dengan
menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DefinisiMalnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan
protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh1 .
Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi.
Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmic
– kwashiorkor. Sedangkan overnutrisi atau kelebiahn nutrisi lebih dikenal dengan
obesitas.
2.2. EpidemiologiPrevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi
buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar
8.8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa
propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa
Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005, Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur
telah menetapkan masalah gizi buruk yang terjadi di NTT sebagai KLB2.
Di Indonesia prevalensi obesitas pada balita menurut SUSENAS menununjukan
peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989
didapatkan 4,6% lelaki dan 5,6% perempuan. Pada tahun 1992 didapatkan 6,3% lelaki
dan 8% untuk perempuan. Prevalensi obesitas tahun 1995 di 27 propinsi adalah 4,6%. Di
DKI Jakarta, prevalensi obesitas meningkat dengan bertambahnya umur. Pada umur 6 –
12 tahun ditemukan obesitas sekitar 4%, pada anak remaja 12 – 18 tahun ditemukan 6,2
% dan pada umur 17 – 18 tahun11,4%. Kasus obesitas pada remaja lebih banyak
ditemukan pada wanita (10,2%) dibanding lelaki (3,1%)3.
2.3. Etiologia. Marasmus4
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
- Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.
- Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai hubungan
orang tua – anak terganggu.
- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus,
hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.
b. Kwashiorkor5
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain.
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh
dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak
semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih
menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun
bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju,
tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai
keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor,
terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial
dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan
tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan
terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana
ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP,
walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
c. Marasmic – kwashiorkor6
Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu
malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan
kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak
adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang
meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun
energi dari tubuh.
d. Obesitas7
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu
penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh
karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas,
gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian
makanan padat terlalu dini pada bayi.
1. Faktor Genetik
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila
kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua
obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas,
prevalensi menjadi 14%. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas
melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan
oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek. Dengan demikian kerentanan
terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan
ekspresi fenotipe.
2. Faktor lingkungan
- Aktivitas fisik
Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik
yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang
rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg. Penelitian
terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama
menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai
risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV =
2 jam setiap harinya.
- Faktor nutrisional
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah
lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan
berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat
makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi. Makanan berlemak
juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan
yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan.
Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan,
maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk
lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas.
Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga
sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.
- Faktor sosial ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan,
serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun
terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan
aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya
aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak
memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang
bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan
aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah
terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.
2.4. PatofisiologiKekurangan energi protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan
protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan
gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya.
Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada
umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan
dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan
karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan
pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat,
penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak
adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan
kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat
kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi
stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat
menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi
masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi
akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan
anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka
akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik
(malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada malnutrisi dapat
terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan
hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim6
Sedangkan Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan
dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh
faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen
(obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik
(meliputi 10%).
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini
terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan
sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal
tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran
energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi)
dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek
mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi
lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai
stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived
hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa
meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin
kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi
Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula
sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa
berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi
resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu
makan. 7
2.5. Manifestasi Klinik
Marasmus8 Kwshiorkor8 Obesitas7
Pertumbuhan berkurang atau berhenti
Terlihat sangat kurus Penampilan wajah
seperti orangtua Perubahan mental Cengeng Kulit kering, dingin,
mengendor, keriput Lemak subkutan
menghilang hingga turgor kulit berkurang
Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas
Vena superfisialis tampak jelas
Ubun – ubun besar cekung
tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
mata tampak besar dan dalam
Kadang terdapat bradikardi
Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sebaya
Perubahan mental sampai apatis
Anemia Perubahan warna dan
tekstur rambut, mudah dicabut / rontok
Gangguan sistem gastrointestinal
Pembesaran hati Perubahan kulit Atrofi otot Edema simetris pada
kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh.
wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap
leher relatif pendek dada membusung
dengan payudara membesar
- perut membuncit dan striae abdomen
- pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia
- pubertas dini- genu valgum (tungkai
berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala
marasmus dan kwashiorkor
2.6. Diagnosis1. Kekurangan Energi Protein:
Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta
pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:
- BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus)
- Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >
- 3 SD atau marasmic kwashiorkor: BB/TB < -3SD).
Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat
kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit
terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga terlihat jelas, dengan atau
tanpa adanya edema.
Anak – anak dengan BB/U <60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak
tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak
membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jiak ditemukan penyakit lain yang
berat.
2. Obesitas1. Anamnesis
- Saat mulainya timbul obesitas : prenatal, early adiposity rebound, remaja
- Riwayat tumbuh kembang (mendukung obesitas endogenous)
- Adanya keluhan: ngorok (snoring), restless sleep, nyeri pinggul
- Riwayat gaya hidup :
• Pola makan/kebiasaan makan
• Pola aktifitas fisik
- Riwayat keluarga dengan obesitas (faktor genetik), yang disertai dengan
resiko seperti penyakit kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolmia,
hipertensi, diabetes melitus tipe II
2. Pemeriksaan fisik
Adanya gejala klinis obesitas seperti diatas.
3. Pemeriksaan penunjang
Analisis diet, laboratoris, radiologis, ekokardiografi dan tes fungsi paru (jika ada
tanda-tanda kelainan).
4. Pemeriksaan antropometri :
a. Pengukuran berat badan (BB) dibandingkan berat badan ideal (BBI). BBI
adalah berat badan menurut tinggi badan ideal. Disebut obesitas bila BB >
120% BB Ideal.
b. Indeks massa tubuh (IMT). Obesitas bila IMT P > 95 kurva IMT berdasarkan
umur dan jenis kelamin dari CDC-WHO.
c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan
kulit/TLK). Obesitas bila TLK Triceps P > 85.
d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri.
2.7. Penatalaksanaan
Tatalaksana umum malnutrisi energi protein:
Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak
dengan gizi buruk
Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi
dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri obat mata yang mengandung
steroid.
- Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera (lampiran 2)
- Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu: fase stabilisasi,
fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut.
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3
mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau
larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit.
Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula
darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan
segera ditangani sesuai panduan.
Tatalaksana
- Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan.
- Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan
glukosa atau gula 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml air) secara oral atau
melalui NGT.
- Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal dua
hari.
- Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.
- Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena
(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml
dengan NGT.
- Beri antibiotik.
Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30
menit.
- Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan
glukosa atau gula 10%.
- Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia
disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani
sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
Pencegahan
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu,
lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang
malam.
2. Mencegah dan mengatasi hipotermia
Diagnosis
Suhu aksilar < 35.5° C
Tatalaksana
- Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).
- Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut
hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu
di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit
ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar
60 W dengan jarak 60 cm dari tubuh anak.
- Beri antibiotik sesuai pedoman.
Pemantauan
- Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5° C atau
lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan
bila suhu mencapai 36.5° C
- Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam
hari
- Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia
Pencegahan
- Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin
dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut
- Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering
- Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi, atau
selama pemeriksaan medis)
- Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di
malam hari
- Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin,
sepanjang hari, siang dan malam.
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
Diagnosis
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang
berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini
disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan
gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan
diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.
Tatalaksana
- Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan
syok.
- Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat disbanding
jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
- Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
- Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.
Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar
dan apakah anak muntah.
- Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
- Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100ml
setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah
jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada
terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan
gagal jantung dan kematian.
Periksalah:
- frekuensi napas
- frekuensi nadi
- frekuensi miksi dan jumlah produksi urin7
- frekuensi buang air besar dan muntah
Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada
diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah cekung mata dan fontanel berkurang serta
turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk
seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah
terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat badan.
Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan
frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan
penilaian ulang setelah 1 jam.
Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak
dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan
oralit standar.
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI
- Pemberian F-75 sesegera mungkin
- Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.
Tatalaksana
- Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang
sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-
75, F-100 atau ReSoMal
- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
- Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).
5. Mengobati infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali
tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu,
anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke
rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia
merupakan tanda infeksi berat.
Tatalaksana
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya,
atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum
berumur 9 bulan.
- Tunda imunisasi jika anak syok.
Pilihan antibiotik spektrum luas
- Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral
(25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari
- Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau
tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan
dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU,
jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap
6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari
DITAMBAH:
Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
- Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati
dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari
- Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria,
disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai.
- Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria.
- Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti
tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita
tuberkulosis.
Pemantauan
Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan
sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan
penilaian ulang menyeluruh pada anak.
6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak
mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat adannya (biasanya
pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah
infeksi.
Tatalaksana
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:
- Multivitamin
- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
- Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)
- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan
sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :
Umur dosis
<6 bulan
6 – 12 bulan
1 – 5 tahun
50 000 (1/2 kapsul biru)
100 000 (1 kapsul biru)
200 000 (1 kapsul merah)
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir,
beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.
7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab
keadaan fisiologis anak masih rapuh.
Tatalaksana
Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:
- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun
rendah laktosa
- Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
- Energi: 100 kkal/kgBB/hari
- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah
- F-75 yang ditentukan harus dipenuhi seperti di bawah ini:
Hari
ke :
Frekuensi Volume/kgBB/pemberian Volume/kgBB/hari
1 – 2
3 – 5
6 dst
2 jam
3 jam
4 jam
11 ml
16 ml
22 ml
130 ml
130 ml
130 ml
Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas dapatdipercepat
menjadi 2-3 hari. Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk pemberian makan
setiap 2 jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bila terpaksa
upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan dan ajari orang tua
atau penunggu pasien.
Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu lama
tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian). Apabila
pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan minimal (80
kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari
pada fase awal ini.
Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu
mendapat ekstra air/cairan.
Pemantauan
Pantau dan catat setiap hari:
Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
Muntah
Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
Berat badan.
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:
• Kembalinya nafsu makan
• Edema minimal atau hilang.
Tatalaksana
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-kejar
(F-100) (fase transisi):
• Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama 2
hari berturutan.
• Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian sampai
anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini terjadi
ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari.
• Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi
sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.
• Setelah transisi bertahap, beri anak:
- pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai
kemampuan anak)
- energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
- protein: 4-6 g/kgBB/hari.
Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak sudah
mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup energi untuk
menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic
food = RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92g dapat
digunakan pada fase rehabilitasi.
Pemantauan
Hindari terjadinya gagal jantung.
Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan napas cepat). Jika nadi maupun
frekuensi napas meningkat (pernapasan naik 5x/menit dan nadi naik 25x/menit), dan
kenaikan ini menetap selama 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-turut,
maka hal ini merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya).
Lakukan segera:
- kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24 jam
- kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:
- 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya
- 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya
- selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml sebagaimana dijelaskan
sebelumnya.
- atasi penyebab
Penilaian kemajuan
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah taha ptransisi
dan mendapat F-100:
Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari
Jika kenaikan berat badan:
- kurang (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap
- sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi, atau
mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.
- baik (> 10 g/kgBB/hari).
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
- ungkapan kasih sayang
- lingkungan yang ceria
- terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari
- aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat
- keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan,
memandikan, bermain)
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak telah
sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak berperawakan
pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di
rumah.
Berikan contoh kepada orang tua:
- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi
pemberian makan yang sering.
- Terapi bermain yang terstruktur
Sarankan:
- Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan
- Mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus)
Pemulangan sebelum sembuh total
Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu untuk
pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko. Faktor sosial juga harus
dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan melalui rawat jalan untuk
menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan.
Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:
Anak seharusnya:
• telah menyelesaikan pengobatan antibiotik
• mempunyai nafsu makan baik
• menunjukkan kenaikan berat badan yang baik
• edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.
Ibu atau pengasuh seharusnya:
• mempunyai waktu untuk mengasuh anak
• memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah dan
frekuensi)
• mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak mungkin, nasihati
tentang dukungan yang tersedia.
Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh
Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai anak
sembuh:
• Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local untuk melakukan
supervisi dan pendampingan.
• Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan berat
badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat badan, anak
harus dirujuk kembali ke rumah sakit.
Tata laksana Obesitas:
Prinsipnya adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi,
dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/modifikasi pola
hidup.
1. Menetapkan target penurunan berat badan
Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan :
· Usia anak : 2-7 tahun dan diatas 7 tahun
· Derajat obesitas
· Ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi.
Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun tanpa komplikasi, dianjurkan cukup
dengan mempertahankan berat badan. Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun dengan
komplikasi dan usia diatas 7 tahun (dengan/tanpa komplikasi) dianjurkan untuk
menurunkan berat badan (diet dan aktifitas fisik). Target penurunan berat badan
dengan kecepatan 0,5-2 kg per bulan, sampai mencapai berat badan ideal.
2. Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan
angka kecukupan gizi (AKG), hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas
dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas tanpa penyakit penyerta, diberikan
diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Dapat
pula memakai perhitungan kebutuhan kalori berdasarkan berat badan sebagai berikut :
BB ideal + (BB aktual-BB ideal) X 0,25
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :
· Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal.
· Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak
jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari.
· Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis
menggunakan rumus : (umur dalam tahun + 5) gram per hari.
3. Pengaturan aktifitas fisik
Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik,
kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat
yang menggunakan keterampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam.
Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.
4. Mengubah pola hidup/perilaku
Diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara :
· Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta
mencatat perkembangannya.
· Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan
rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan.
· Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang
dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.
· Memberikan penghargaan dan hukuman.
· Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada
umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.
5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.
Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk
ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet,
mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet.
6. Konseling problem psikososial, terutama untuk peningkatan rasa percaya diri
7. Terapi intensif
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai
komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet
berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah.
Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB Ideal
atau IMT P > 97, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani
1,5-2,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L
per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter.
Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu : mempengaruhi asupan energi
dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi penyimpanan
energi dengan menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan
metformin; meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan
untuk terapi obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.
Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini
adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung
dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat
gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak
penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.
2.8. KomplikasiPada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain :
Masalah pada mata Anemia berat Lesi kulit pada kwashiorkor Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi laktosa, diare
osmotik)
Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:
- Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler
- Diabetes Mellitus tipe-2
- Obstruktive sleep apnea
- Gangguan ortopedik
- Pseudotumor serebri
2.9. PrognosisMalnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena
infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan
mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila
penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan
yang irrever-sibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition maupun overnutrition.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : An. R
Umur : 67 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Ahmad Yani, Lrg.Klekar, RT.17 RW.04, Kel.Silaberanti
Kec. Seberang Ulu 1, Palembang
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : Belum Sekolah
No. RM : 5008
Tanggal kunjungan Puskesmas : 17 November 2012
Tanggal kunjungan rumah I : 19 November 2012
Tanggal kunjungan rumah II : 22 November 2012
3.2. Subjektif
Keluhan Utama : Demam sejak 2 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan demam. Demam sudah berlangsung selama 2 yang lalu.
Demam yang diderita tidak terlalu tinggi dan naik turun. Menggigil, muntah mencret, kepala
pusing dan tengkuk terasa pegal disangkal ibu pasien. Riwayat kejang saat demam ada kurang
lebih 2 bulan yang lalu.
Selain itu, pasien menderita batuk pilek yang sudah berlangsung 2 hari yang lalu
bersamaan dengan demam. Menurut ibu pasien batuknya berdahak. Pasien belum dapat
mengeluarkan dahaknya, sehingga seringkali pasien sesak napas akibat batuk pileknya. Pasien
juga sempat mengalami muntah beberapa kali akibat batuknya. Keringat pada malam hari, napas
mengi disangkal ibu pasien. Anggota keluarga tidak ada yang mengalami batuk pilek.
Karena sakitnya, pasien tidak napsu makan. Namun, sebelum sakitnya saat ini napsu
makan pasien sudah menurun sejak usia 1 tahun. Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif selama
6 bulan. Ibu pasien sudah mencoba beberapa alternatif makanan tambahan berupa bubur susu,
buah, dan nasi tim saring tetapi pasien tetap tidak mau makan. BAB dan BAK Normal
Penyakit sebelumnya yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang :
Pada usia tujuh bulan pasien mengalami BAB berdarah setelah ibunya memberikan
makanan tambahan berupa pisang sehingga sejak saat itu pasien tidak mau makan dan berat
badannya tidak naik.
Riwayat penyakit dalam keluarga/sekitarnya yang ada hubungannya dengan penyakit
sekarang :
Anggota keluarga/sekitarnya tidak ada yang menderita penyakit yang ada hubungannya
dengan penyakit pasien sekarang.
Riwayat kehamilan
Kehamilan ini merupakan kehamilan anak kedua. Selama kehamilan ibu pasien tidak
merasakan keluhan, hanya perasaan mual diawal kehamilan dan tidak pernah menderita sakit
selama hamil. Ibu pasien juga melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin.
Riwayat kelahiran
Lahir bayi perempuan, pada tanggal 31 Maret 2010, dengan tindakan partus normal, dari
ibu G0P2A0 di bidan. Masa kehamilan 39 minggu, berat badan lahir 3400 gram, panjang badan 50
cm. Sewaktu lahir langsung menangis, ketuban jernih, tidak terdapat kelainan bawaan.
Riwayat perkembangan
Pertumbuhan gigi : Normal
Psikomotor : Tengkurap : 5 bulan Duduk : 8 bulan Berdiri : 9 bulan (dengan tumpuan dan pegangan) Berjalan : - Bicara : - Membaca & menulis : -
Perkembangan pubertas : belum ada
Riwayat makananUMUR ASI/PASI BUAH/BISKUIT BUBUR SUSU NASI TIM
0-2 bulan √ (8 kali/hari, tidak banyak)
2-4 bulan √ (8 kali/hari, tidak banyak)
4-6 bulan √(lebih dari 8 kali/hari, tidak
banyak)
√ (4 bln lebih, makan bubur
susu)6-8 bulan √ (lebih dari 8
kali/hari, tidak banyak)
√ (7 bln, setengah buah)
8-10 bulan √ PASI(9 bln susu formula, lebih dari 8
kali/hari, ±50 cc)
10-12 bulan √ (10 bln, satu buah)
Kesan : kualitas makanan kurang
Riwayat imunisasiBCG √
DPT/DT √ √ √ √POLIO √ √ √ √
CAMPAK √
HEPATITIS B √ √ √Kesan : Imunisasi tidak lengkap
I. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 Januari 2011, pukul 14.30 WIBPanjang badan : 69 cmBerat badan : 6,2 kgKeadaan umum : Tampak sakit sedangKesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vitalTekanan darah : tidak dilakukanFrekuensi nadi : 128 kali/menit, reguler, isi cukupFrekuensi napas : 42 kali/ menit, regulerSuhu tubuh : 37,6 oC
Data antropometriBerat badan : 6,2 kgPanjang badan : 69 cmLingkaran kepala : 37 cmLingkaran dada : 44 cmLingkar lengan atas : 8 cmStatus gizi : Seharusnya kenaikan berat badan pada pasien :
BB/TB =
Kepala :mikrochepal, rambut hitam kusam, tipis, distribusi jarang, tidak mudah dicabut.Ubun-
ubun besar teraba 1,5 cm x 1,5 cm, datar.
Mata :palpebra superior kanan dan kiri tidak edema,konjungtiva tidak anemis,sklera ikterik
+/+,kornea jernih,pupil bulat isokor 2mm/2mm,reflex cahaya langsung dan tidak
langsung positif.
Telinga :daun telinga simetris kanan dan kiri, liang telinga lapang, tidak ada sekret, sedikit
serumen.
Hidung :bentuk normal, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada, tidak terdapat nafas cuping
hidung.
Mulut : bibir tidak pucat dan tidak sianosis, mukosa bibir basah, lidah tidak kotor, tidak ada
celah, tonsil sulit dinilai.
Leher : teraba KGB submandibula kiri 2x1 cm, kenyal, mudah digerakkan, tidak nyeri tekan,
trakea ditengah.
Thoraks : normochest, simetris dalam keadaan statis dan dinamis, tidak ada retraksi, tidak ada
sikatriks, tidak ada pelebaran vena
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat pada sela iga IV linea midclavicula sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I-II reguler,murmur tidak ada, gallop tidak ada.
Paru
Inspeksi : simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi supraclavicula,
intercostalis, epigastrial
Palpasi : fremitus taktil kanan dan kiri simetris
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : suara napas vesikuler, Rhonki-/- wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada benjolan/luka/sikatriks/venektasi/pendarahan
Auskultasi : bising usus normal.
Palpasi : Supel,nyeri tekan tidak ada,hati dan limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba.
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Genitalia : perempuan, tidak ditemukan kelainan
Anus : ada, tidak ada kelainan.
Ekstremitas : akral hangat, oedem tidak ada, tidak ada pitting edema,tidak ada sianosis,
perfusi perifer kurang dari 3 detik.
Pemeriksaan Neurologis :
Refleks Fisiologis : tidak dilakukan
Refleks Patologis : tidak dilakukan
Review anamnesis sistem
Sistem Respiratory : dalam batas normal
Sistem Cardiovascular : dalam batas normal
Sistem Gastrointestinal : dalam batas normal
Sistem Urinarius : dalam batas normal
Sistem Reproduksi : dalam batas normal
Sistem Neuromuskuloskeletal : dalam batas normal
3.4. Assesment
malnutrisi
3.5. Planning
Promotif
- Memberikan informasi mengenai gambaran umum Hipertensi, sehingga pasien
diharapkan dapat memutuskan upaya pencegahan secara mandiri apa yang akan
dilakukan.
Preventif
Memberikan informasi mengenai upaya pencegahan yang dapat dilakukkan sehingga
tidak mencetuskan dan tidak memperparah kondisinya, misalnya :
- Perubahan pola makan yaitu diit dengan mengkonsumsi makanan kaya buah,
sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh, diit rendah
garam atau Natrium.
- Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan seperti berolahraga, jogging,
melakukan beberapa aktivitas fisik,dll, minimal 30 menit sehari.
- Positive thinking untuk mengurangi kecemasan
- Memanfaatkan waktu luang untuk istirahat cukup
Kuratif
1. Farmakologis
Jika ternyata pasien menderita hipertensi maka dapat diberikan agen anti
hipertensi seperti diuretik, Calcium Channel Blocker, Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor, Angiotensin II reseptor inhibitor, Beta Blocker, anti adrenergik, atau
vasodilator kerja langsung.
Pada pasien ini untuk menangani hipertensinya diberikan Catopril 12,5 mg 2 kali
sehari. Untuk nyeri kepala diberikan analgesik berupa Antalgin tablet 500 mg sehari 3
kali jika nyeri timbul.
2. Non Farmakologis
- Diit dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi makanan kaya
buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh diharapkan
menurunkan TDS 8-14 mmHg
- Mengurangi konsumsi natrium tidak lebih dari 100 mmoU hari (6 gram NaCI),
diharapkan menurunkan TDS 2-8 mmHg
- Pengendalian stressor-stressor psikososial
- Menghindari faktor resiko
- Meningkatkan aktifitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30 menit/hari diharapkan
menurunkan TDS 4-9 mmHg
Rehabilitatif
Istirahat yang cukup dan anjuran untuk control rutin sebagai monitoring untuk mencegah
keadaan yang lebih buruk.
Adanya kesadaran pasien untuk minum obat rutin dan lebih baik lagi jika terdapat
pendamping minum obat.
3.6. Implemlentasi
Daftar Masalah Keluarga
No. Masalah yang
dihadapai
Rencana Pembinaan Sasaran
Pembinaan
Target
1. Pasien mengalami
penyakit hipertensi grade
I, dan dengan adanya
riwayat
hiperkolesterolemia dan
Memberikan edukasi
tentang upaya-upaya
pencegahan dari
penyakit yang
Pasien Pasien dapat
melakukan
upaya-upaya
pencegahan
kekambuhan
riwayat Hipertensi
keluarga
diderita dengan baik
2 Pasien mempunyai
kebiasaan memakan
makanan dengan
komposisi yang kurang
sehat dan jarang
berolahraga secara rutin.
Memberikan motivasi
untuk merubah pola
hidup sehat dengan
berolahraga dan
makanan yang bergizi
dan sehat
Pasien Pasien dapat
mengatasi
stressor-stressor
yang
dihadapinya dan
dapat merubah
perilaku hidup
sehat
Pelaksanaan
Tanggal Kegiatan yang dilakukan Sasaran Hasil19
November 2012
Sambung rasa dan pengumpulan data tentang keadaan keluarga pasien
yang mempengaruhi perkembangan penyakit.Anamnesis perjalanan
penyakit dan pemeriksaan fisik, kelengkapan data dan
menilai kondisi rumah
pasien Didapatkan bebeapa hal yang dapat memicu timbulnya penyakit
pada pasien dan data keluarga yang mendukung.
Dan pola makan yang tidak sehat
22 November
2012
Manajemen komprehensif kepada pasien dan keluarga.
Memberikan konseling mengenai faktor resiko
Hipertensi, cara menghadapi stressor dan
pola hidup sehat
Pasien Pasien lebih memahami tentang panyakit yang dideritanya dan dapat
mengatasi masalah psikologisnya
BAB IV
PEMBAHASAN
A. ANALISIS KASUS
Pada pasien ini terdiagnosis sebagai malnutrisi dimana pemicu yang dapat memperburuk
keadaan adalah salah satunya pemasukan kalori yang tidak cukup dari pasien, pemasukan kalori
yang tidak cukup dapat mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang
turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan
mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup,
dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein
dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan
protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau
kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah
kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated malnutrition”). Berat badan pasien juga 10 kg saat
home visit.
B. HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Kunjungan rumah dilakukan selama dua kali. Pertemuan pertama lebih menggali
mengenai anamnesis tentang penyakit pasien sendiri, masalah yang mengganggu pikiran
pasien dan lebih menggali ke kehidupan pribadi serta dilakukan pemeriksaan fisik.
Pertemuan kedua dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai
ujung kaki juga dilakukan edukasi dan observasi kondisi rumah.
i) Lokasi
Alamat rumah pasien yaitu karang waru, didepan pasar karang waru. Jarak antar
rumah agak renggang. Jalan utama hanya bisa dilewati motor dan mobil.
ii) Kondisi rumah
Ukuran rumah kecil. Bangunan rumah memiliki dinding tembok, tidak bertingkat,
dan atap yang rendah. Lantai rumah dibuat dari ubin, atap rumah dari seng. Kerapian
di dalam rumah cukup karena masih terdapat barang-barang yang berserakan seperti
bantal. Terdapat meja kecil terbuat dari kayu di ruang tamu, Kamar juga terlihat baik
dan rapi serta sirkulasi udara kurang baik.
Kepemilikan barang di rumah antara lain : 1 meja, 1 televisi, 1 rak, 1 kasur, dan
peralatan dapur.
iii) Pembagian ruangan
Rumah pasien terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu : 1 ruang tamu, 1 kamar tidur,
1 dapur, 1 kamar mandi.
iv) Pencahayaan
Hanya terdapat 1 ventilasi yang terdapat di ruang tamu yaitu berukuran kira-kira
1x0,5 m. Namun, cahaya yang masuk baik, jendela tersebut terbuka ketika siang hari
dan tidak ada barang yang menggangu pencahayan sebelah jendela. Pencahayaan dan
sirkulasi udara baik
v) Sanitasi dasar
(1) Sumber air bersih
Sumber air yang digunakan untuk minum, mandi dan mencuci berasal dari PAM.
Jarak antara sumur dan septic tank sekitar 10m.
(2) Jamban keluarga
Pasien menggunakan kamar mandi sendiri, bersih, dan terkesan mudah
dibersihkan.
(3) Saluran pembuangan limbah
Limbah rumah tangga semua disalurkan ke selokan.
(4) Tempat sampah
Sampah dikumpulkan di tempat sampah yang diletakkan di depan rumah, dan
setiap pagi dibuang oleh ibu pasien.
vi) Halaman
Terdapat halaman rumah dan dihiasi dengan banyak tanaman
vii)Kandang
Tidak memiliki kandang
viii) Kamar mandi
Satu kamar mandi yang digunakan bersama anggota keluarga lain.
C. PERANGKAT PENILAIAN KELUARGA
(1) Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Kedudukan Jenis
kelamin
Umur Pendidikan keterangan
1 H Suami L 53 th SMA Kepala keluarga
2 Y Istri P 44th SMA Ibu rumah tangga
3 SJ Anak P 8 th SD Anak pertama
4 Anak P Pasien
(2) Genogram
Genogram ny. S dibuat pada tanggal 5 september 2012. Dari genogram
didapatkan bahwa pasien berusia 67 tahun merupakan anak tunggal, memilik
penyakit hipertensi dan pernah mengalami serangan stroke Bapak os ini 7
bersaudara, 3 diantaranya telah meninggal termasuk bapak pasien. Saudara
kandung dari bapak os menderita hipertensi sama dengan os. Lalu saudara terkecil
dari bapak os meninggal karena sakit jantung, dan istrinya meninggal karena sakit
hepatitis, memiliki 2 orang anak laki-laki yang keluarga inilah yang merawat
pasien setelah mengalami stroke.
(3) Nilai APGAR keluarga
Dengan menggunakan kriteria APGAR dapat didapatkan 5 fungsi pokok keluarga
yang dapat mengukur sehat atau tidaknya suatu keluarga. Lima fungsi yang dinilai
adalah :
1. Adaptasi
Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga dalam melaksanakan
kewajiban masing-masing. Pada keluarga ini didapatkan skor 2, artinya
kadang-kadang pasien puas, tapi kadang kecewa.
2. Kemitraan
Dinilai dari kepuasan pasien dalam pemberian solusi permasalahan yang
dihadapi oleh pasien. Skornya adalah 1, pasien sering bercerita kepada anak
kedua mengenai anak pertamanya, dan pasien cukup merasa lega saat
bercerita, namun anaknya tidak memberikan solusi yang solutif.
3. Pertumbuhan
Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan untuk mengembangkan diri. Skor disini adalah 2.
4. Kasih sayang
Dinilai dari kasih sayang dan interaksi antar anggota keluarga. Skor disini
adalah 2. Pasien merasakan kasih sayang yang diberikan oleh mereka adalah
baik.
5. Kebersamaan
Dinilai dari tingkat kebersamaan dalam membagi waktu dan ruang antar
keluarga. Disini skornya adalah 2.
Total skor di rumah tangga pasien ini adalah 7, yang mana interpretasinya
adalah sebagai berikut:
8-10 : fungsi keluarga sehat
4-7 : fungsi keluarga kurang sehat
0-3 : fungsi keluarga yang sakit
(4) Family screem
Dari alat family screem ini dapat dilihat sumber daya pasien. Secara social,
budaya, agama, dan kesehatan, pasien ini termasuk memiliki sumber daya baik.
Namun, dari segi ekonomi dirasakan kurang sekali, dari segi edukasi juga pasien
hanya memiliki pendidikan akhir Sekolah rakyat.
D. IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi biologis
Pasien merupakan anak-anak yang hidup bersama keluarga, memiliki ayah, ibu dan
kakak perempuan.
2. Fungsi afektif
Pasien hidup serumah dengan kedua orang tuanya dan kakak kandung perempuannya
yang berusia 10 tahun. Tidak ada konflik dalam rumah tersebut. Orang tua pasien
juga mengatakan bahwa mereka sayang terhadap pasien.
3. Fungsi social
Orang tua pasien merupakan penduduk lama di kampung itu, sehingga tetangga-
tentangga sekitar rumah banyak mengenal. Orang tua pasien mengikuti kegitan-
kegiatan sosial yang diadakan di sekitar rumah, seperti posyandu
4. Fungsi ekonomi
Pemenuhan kebutuhan keluarga terletak pada ayah pasien sebagai kepala keluarga.
5. Fungsi religi
Keluarga ini menganut agama Islam. Orang tua pasien rajin menjalankan ibadah solat
lima waktu dan terkadang solat sunah.
6. Fungsi pendidikan
Tingkat pendidikkan pasien belum sekolah. Orang tua pasien bersekolah sampai
tingkat SMA dan kakak pasien saat ini bersekolah tingkat SD.
Kesimpulan : tidak ada ada gangguan fungsi pendidikan keluarga
E. IDENTIFIKASI PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU KESEHATAN KELUARGA
1. Penggunaan pelayanan kesehatan
Pasien merupakan masyarakat lama yang tinggal di area wilayah kerja puskesmas
pakjo. Kesadaran untuk control adalah tinggi.
2. Perencanaan dan pemanfaatan fasilitas pembiayaan kesehatan
Keluarga pasien menggunakan kartu menuju sehat.
F. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
No Indicator Jawaban
1 Seluruh penghuni rumah tidak merokok Tidak
2 Persalinan tenaga kesehatan Ya
3 ASI eksklusif Tidak
4 Imunisasi Ya
5 Balita ditimbang Ya
6 Sarapan pagi Ya
7 Makan buah dan sayur Tidak
8 Ada kartu kepesertaan asuransi kesehatan Ya
9 Melakukan kebiasaan cuci tangan Tidak
10 Melakukan kebiasaan gosok gigi Ya
11 Olahraga minimal 3x seminggu Tidak
12 Jamban keluarga Ya
13 Air bersih bebas jentik Ya
14 Tersedia tempat sampah di dalam dan di luar rumah Ya
15 Sistem pembuangan air limbah Ya
16 Ventilasi Ya
17 Kepadatan Ya
18 Seluruh lantai di semen Ya
Klasifikasi :
Sehat I : dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 1-5 indikator
Sehat II : dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 6-10 indikator
Sehat III : dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 11-15 indikator
Sehat IV : dari 18 pertanyaan, jawaban Ya antara 16-18 indikator
Keluarga ini termasuk pada kategori sehat III.
G. IDENTIFIKASI MASALAH KELUARGA DAN PERENCANAAN PEMBINAAN
KELUARGA
Penatalaksanaan pada pasien ini selain farmakologis juga penting untuk diperhatikan
manajement stressnya supaya terjadi sinkronisasi sehingga terapi akan sukses.
Perencanaan Terapi yang akan dilakuakn tercantum dalam table dibawah ini ;
No Masalah yang dihadapi Target Pembinaan yang dilakukan
1 Biologis : hemiparesis
sinistra pasca stroke
dengan hipertensi
Pasien Farmakologis :
Obat anti hipertensi ; ACEI, ARB,
diuretika.
Obat metabolisme otak ; asetilkolin
dan piracetam
Non farmakologis : posisi ½ duduk,
istirahat cukup, jangan terlalu capek.
2 Pasien yang merasa
kesepian
Pasien dan
keluarga
informasi mengenai penyakitnya, yang
memperburuk prognosis dan yang
Puskesmas Pakjo
Kamar Tidur Ruang Tamu dan Ruang Keluarga
WC
DAPUR
Rumah Tetangga
Rumah Tetangga
meningkatkan kualitas hidupnya
3 Stresor pekerjaan yang
tinggi
Pasien dan
keluarga
Berhenti dari pekerjaannya, Istirahat
yang cukup, Rajin beribadah dan
berserah diri pada Allah SWT.
Berpikir positive, alihkan perhatiannya
kepada hal lain, seperti pergi ke
masjid, mengikuti pengajian, dll.
H. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN HIDUP KELUARGA
1) Denah lokasi rumah
Jl. Insp. Marzuki
Jl.
Sei
Selan
Jl. Sei Selan
2) Denah rumah
I. DIAGNOSIS KEDOKTERAN KELUARGA
Malnutrisi et causa intake yang kurang pada balita 67 tahun.
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA1. Syam Fahrial. Malnutrisi. Dalam: Sudojo A, Bambang S, Alwi I, Simbadibrata M, Setiadi S,
Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
2009;355 – 65
2. Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB – Gizi Buruk. Jakarta:
Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2008; 1
3. Susanto J.C, Mexitalia M, Nasar S. Malnutrisi Akut Berat dan Terapi Nutrisi Berbasis
Komunitas. Dalam: Syarif D, Lestari E, Mexitalia M, Nasar S, penyunting. Buku Ajar
Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik jilid 1 cetakan I. Jakarta: IDAI.2011;128 – 45
4. Yaszero. Epidemiologi Penanggulangan Marasmus
http://epiders.blogspot.com/2011/11/epidemiologi-penanggulangan-marasmus.html
5. Yaszero. Mengenal Kwashiorkor
http://epiders.blogspot.com/2011/11/mengenal-kwashiorkor.html
6. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Kurang Energi Protein (KEP)
http://pediatrik.com/pdt/07110-rswg255.html
7. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Obesitas Pada Anak
http://www.pediatrik.com/isi03.php
8. Pudjiati A, Hegar B, Hendryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et al. Pedoman
Pelayanan Medik Jilid 1. Jakarta: IDAI. 2010;183 – 87
9. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO
Indonesia. 2009. 193 – 221
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I.
Jakarta: Departemen Kesehatan.2009. 3
11. Barnes Lewis, Curran John. Nutrisi. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
jilid 1 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000;179 – 232
12. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC. 2005;258 – 66
13. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta: FKUI.2007;360 –
69
14. Lailani D, Hakimi. Pertumbuhan Fisik Anak Obesitas. Dalam: Sari Pediatri Volume 5. 2003;
99 – 102
15. Lubis N, Marsida A. Penatalaksanaan Busung Lapar pada Balita. Aceh Timur: Bagian IKA
RSU Langsa.2002;12