case depresi

61
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. 1 Diperkirakan 1/3 dari penduduk dunia tanpa diketahui terinfeksi kuman ini dan sekitar 95% penderita TB paru berada di negara berkembang, dimana 75% di antaranya adalah usia produktif. 2 Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai dengan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Anxietas adalah perasaan yang ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan dan samar- samar, sering kali disertai oleh gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada, dan gangguan lambung ringan. Kombinasi gejala depresi dan anxietas menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna pada orang yang terkena. 3 Penelitian yang diadakan di Peru didapatkan Pasien MDR-TB yang mengalami depresi dan anxietas sebanyak 52,2%. Di Pakistan didapatkan 72% pasien dengan diagnosis TB mengalami depresi dan anxietas. 4 Penelitian di RS Dr. Mohammad Hoesin Palembang didapatkan penderita TB paru rawat jalan yang mengalami 1

description

Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai dengan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Anxietas adalah perasaan yang ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan dan samar-samar, sering kali disertai oleh gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada, dan gangguan lambung ringan. Kombinasi gejala depresi dan anxietas menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna pada orang yang terkena.

Transcript of case depresi

Page 1: case depresi

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis.1 Diperkirakan 1/3 dari penduduk dunia tanpa

diketahui terinfeksi kuman ini dan sekitar 95% penderita TB paru berada di

negara berkembang, dimana 75% di antaranya adalah usia produktif.2

Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai dengan

hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi,

hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Anxietas

adalah perasaan yang ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak

menyenangkan dan samar-samar, sering kali disertai oleh gejala otonomik seperti

nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada, dan gangguan lambung

ringan. Kombinasi gejala depresi dan anxietas menyebabkan gangguan fungsional

yang bermakna pada orang yang terkena.3

Penelitian yang diadakan di Peru didapatkan Pasien MDR-TB yang

mengalami depresi dan anxietas sebanyak 52,2%. Di Pakistan didapatkan 72%

pasien dengan diagnosis TB mengalami depresi dan anxietas.4 Penelitian di RS

Dr. Mohammad Hoesin Palembang didapatkan penderita TB paru rawat jalan

yang mengalami depresi sebanyak 30.8% dari 39 sampel, dan 100% pada rawat

inap dari 7 sampel.5

Pada beberapa orang yang menderita penyakit kronik seperti TB, risiko

terjadinya depresi dapat diperburuk oleh adanya masalah sosial ataupun hubungan

dengan masyarakat sekitar dan buruknya tingkat kesehatan yang dirasakan oleh

penderita. Gangguan depresi juga berkaitan dengan pengobatan TB. Beberapa

obat yang digunakan dalam tatalaksana TB dapat menyebabkan penderitanya

mengalami gangguan mental berupa depresi, anxietas ataupun psikosis. Selain itu,

pemberian obat untuk gangguan mental pada penderita TB juga harus

diperhatikan karena interaksi obat-obat ini dapat menyebabkan efek yang tidak

baik. Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan hubungan antara

pengobatan TB dan gangguan mental yang menyertainya.

1

Page 2: case depresi

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PASIEN

1. Nama : Ny. M

2. Tanggal Lahir/Umur : 27 Desember 1965 / 49 tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

5. Pendidikan : SMP

6. Agama : Islam

7. Alamat : PSI Lautan Lrg. Chotib No. 1128 Palembang

8. Status Perkawinan : Menikah

9. Warga Negara : Indonesia

A. STATUS INTERNUS

- Keadaan Umum

Sensorium : Compos Mentis

Suhu : 36,7oC

Nadi : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan : 20 x/menit

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Turgor : Baik

Berat Badan : 50 kg

Tinggi Badan : 155 cm

Status Gizi : 20,81 (normoweight)

- Sistem Kardiovaskular : tidak ada kelainan

- Sisem Respiratorik : TB paru

- Sistem Gastrointestinal : tidak ada kelainan

- Sistem Urogenital : tidak ada kelainan

- Kelainan Khusus : tidak ada kelainan

2

Page 3: case depresi

B. STATUS NEUROLOGIKUS

- Urat Syaraf Kepala (panca indera) : tidak ada kelainan

- Gejala Rangsang Meningeal : tidak ada kelainan

- Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial : tidak ada kelainan

- Mata : - Gerakan : baik ke segala arah

- Persepsi Mata : baik, diplopia tidak ada, visus

normal

- Pupil : bentuk bulat, sentral, isokor, Ø

3mm, reaksi cahaya +/+, reaksi

konvergensi +/+

- Refleks Kornea : +/+

- Pemeriksaan Oftalmoskopi : tidak dilakukan

- Motorik :

- Tonus : eutoni

- Koordinasi : baik

- Turgor : baik

- Refleks : fisiologis +/+ normal, patologis -/-

- Kekuatan : otot lengan +5/+5, otot tungkai +5/+5

- Sensibilitas : tidak ada kelainan

- Susunan Saraf Vegetatif : tidak ada kelainan

- Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

- Kelainan khusus : tidak ada

C. ANAMNESIS

Identitas alloanamnesis (pasien datang ke Poliklinik Jiwa RSMH Palembang atas

konsul dari bagian penyakit dalam)

1. Nama : Sri Hastuti

2. Umur : 28 tahun

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3

Page 4: case depresi

5. Pendidikan : SMA

6. Agama : Islam

7. Alamat : PSI Lautan Lrg. Chotib No. 1128 Palembang

8. Hubungan dengan pasien : Anak kandung pasien

- Sebab Utama

Os sulit tidur

- Keluhan Utama

Kepala terasa berat

- Riwayat Perjalanan Penyakit

± 9 bulan yang lalu, pasien sering batuk berdarah, banyaknya 1

sendok makan setiap batuk. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan,

berat badan menurun, demam tidak terlalu tinggi dan berkeringat pada

malam hari. Pasien kemudian berobat ke dokter dan didiagnosis menderita

TB (Tuberkulosis) paru. Os diberi obat yang rutin diminum selama 6

bulan. Setelah konsumsi obat selama 6 bulan, pasien di-rontgen dan

dinyatakan masih menderita TB paru. Pasien kemudian diberi obat suntik

dan obat kuning selama 2 bulan. Setelah pengobatan selesai, pasien

dinyatakan sembuh.

± 8 bulan yang lalu, pasien sering melamun dan sering menangis

tiba-tiba jika teringat anak laki-lakinya yang tiba-tiba meninggal. Selain

itu, pasien juga mengeluh nafsu makan menurun. Pasien masih mampu

mengurus dirinya sendiri seperti makan, minum, mandi dan berpakaian.

Pasien masih sering bersosialisasi dengan tetangga di sekitar rumah.

Riwayat sulit tidur, sering berbicara sendiri, mudah curiga, sering marah,

mendengar bisikan, mengamuk dan muncul keinginan untuk bunuh diri

disangkal.

± 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh batuk berdarah lagi,

banyaknya 2 sdm setiap batuk. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan,

berat badan menurun, demam tidak terlalu tinggi dan berkeringat pada

malam hari. Pasien berobat kembali ke dokter dan dinyatakan menderita

4

Page 5: case depresi

TB paru. Pasien mengaku kepalanya terasa berat dan mengalami kesulitan

tidur. Setelah tidur sekitar 15-30 menit setiap malam, pasien sering

terbangun dan tidak bisa melanjutkan tidurnya. Pasien juga sering gelisah

dan mudah marah tanpa alasan yang jelas. Pasien mengaku sering terpikir

anak lelakinya yang tiba-tiba meninggal dan anak lelaki bungsunya yang

pengangguran. Pasien juga merasakan telinganya sering berdengung tetapi

fungsi pendengaran masih baik sehingga pasien tidak berobat. Pasien

masih mampu mengurus dirinya sendiri seperti makan, minum, mandi dan

berpakaian. Riwayat sering berbicara sendiri, mudah curiga, mendengar

bisikan, mengamuk dan muncul keinginan untuk bunuh diri disangkal.

Pasien dikonsulkan dari bagian penyakit dalam dengan diagnosis MDR

TB.

- Riwayat Premorbid

Bayi : lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis, ditolong

dukun beranak

Anak-anak : ramah, sering bermain bersama teman-teman sebaya

Remaja : ramah, mudah bergaul dengan siapa saja

Dewasa : ramah, mudah bergaul dengan siapa saja

- Riwayat Kebiasaan dan Penyakit Dahulu

Riwayat trauma kepala : tidak ada

Riwayat demam tinggi : tidak ada

Riwayat kejang : tidak ada

Riwayat darah tinggi dan kencing manis : tidak ada

Riwayat alergi obat : tidak ada

Riwayat asma : tidak ada

Riwayat penggunaan NAPZA : tidak ada

Riwayat minum alkohol : tidak ada

- Riwayat Pendidikan

SD : tamat, tidak pernah tinggal kelas, nilai rata-rata

SMP : tamat, tidak pernah tinggal kelas, nilai rata-rata

Pasien tidak melanjutkan pendidikannya ke SMA karena alasan ekonomi.

5

Page 6: case depresi

- Riwayat Pekerjaan

Pasien pernah bekerja sebagai tukang cuci. Namun, sejak 9 bulan terakhir

ini (sejak pasien sakit), pasien berhenti dari pekerjaannya. Sekarang,

pasien menghabiskan waktu dengan mengurus cucunya dan memasak di

rumah.

- Riwayat Perkawinan

Pasien telah menikah selama 32 tahun dan memiliki 4 orang anak.

- Riwayat Keluarga

Penderita merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

- Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Riwayat TB paru dalam keluarga disangkal.

Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga disangkal.

- Status Ekonomi

Pasien tinggal bersama anak perempuan dan anak laki-lakinya. Semua

biaya sehari-hari ditangggung oleh menantunya.

6

Page 7: case depresi

D. AUTOANAMNESIS

Pemeriksa Pasien Interpretasi (Psikopatologi)

“Selamat pagi, Bu” (Pemeriksa tersenyum sambil menatap mata pasien dan mengajak bersalaman)

“Selamat pagi, Dok”(Pasien menatap mata

pemeriksa dan menjabat tangan pemeriksa)

- Kompos mentis- Perhatian ada- Kooperatif- Kontak fisik ada- Kontak mata ada- Kontak verbal ada“Kami dokter muda yang

bertugas hari ini, ibu dikonsulkan dari bagian penyakit dalam ke sini. Boleh kita ngobrol sebentar, Bu?”

“Boleh, Dok”

“Nama lengkap ibu siapo?”

“Maidar Binti Armaini”

“Tanggal lahir ibu berapo?”

“27 Desember 1965” - Daya ingat baik- Orientasi tempat,

waktu, dan orang baik

- Discriminative insight baik

- Daya ingat jangka panjang baik

- Daya konsentrasi baik

“Berapo umur Ibu sekarang?”

“48 Tahun”

“Balek mano bu?” “PSI Lautan Lr. Chotib No. 1128 Palembang”

“Ibu kan dikonsulke dari penyakit dalam, ibu tau sakit ibu apo?”

“Tau dok, paru-paru kotor ujinyo. Aku ni sudah duo kali ini Dok masuk rumah sakit umum.”

“Kapan pertamo kali ibu masuk di sini?”

“9 bulan lalu Dok, aku ni galak batuk berdarah, dak nafsu makan, badan teraso anget, galak berkeringet jugo malem-malem. Sekarang ini, ngulang lagi cak itu.”

“9 bulan lalu, ibu berobat kemano? Abis dak minum obatnyo?”

“Berobat ke dokter. Aku rutin minum obatnyo 6 bulan, terus lanjut lagi disuntik samo obat kuning 2 bulan lagi minumnyo.”

“Oh cak itu, sekarang kamar ibu dimano?”

“Di ruangan paru lantai 1,

7

Page 8: case depresi

Dok”

“Ibu datang ke poli dengan siapo?”

“Dengan anak cewek aku, Dok”

“Apo yang ibu rasoin sekarang ??”

“Kepala aku teraso berat”

“Sejak kapan Bu teraso berat?”

“Sejak 1 bulan lalu Dok, gara-gara aku ni susah tidur. Tiap malem cuma biso tidur 15-30 menit, abis tu aku tebangun. Aku cobo pejemke mato masih dak biso tidur”

-

“Ibu kalo dak biso tidur galak mikirin apo?”

“Aku ni galak tepikir anak cowok aku yang nomor duo tiba-tiba meninggal 8 bulan lalu. Terus anak cowok aku yang bungsu ni masih dak begawe, Dok”

“Kalau boleh tau, ngapo anak ibu yang besak tu meninggal?”

“Dak tau Dok. Tiba-tiba meninggalnyo tu, uji dokter, ado pembuluh darah pecah. Aku kaget, cepet nian dio ninggali aku. Kasian anaknyo masih kecik.”

(Pasien tiba-tiba menangis)

- Keadaan afektif: hipotimik

- Emosi: labil- Einfuhlung: bisa

dirabarasakan- Arus emosi:

normal

“Kato anak ibu tadi, ibu sering gelisah dan marah-marah yo?”

“Iyo Dok sejak aku dirawat di sini keduo kali ini kurang lebih 1 bulan lalu, aku ni jadi lebih sensitif, mudah kesel dan marah.”

“Ngapo galak kesel dan marah tu Bu?”

“Dak tau jugo Dok, bawaan hati dak lemak. Jadi kalo wong ado salah dikit atau bikin aku kesel, aku

8

Page 9: case depresi

gampang marah sekarang”“Ibu cak mano nafsu

makan? “Dak nafsu makan Dok. Liat

makanan rasonyo dak lemak galo. Berat badan aku bae nurun”

“Maaf Bu, ibu pernah pengen bunuh diri dak?”

“Alhamdulilah, dak pernah, Dok”

“Ibu pernah ngeliat yang dak teliat oleh wong laen dak? Pernah denger ado yang bisik-bisik dak?”

“Idak pernah, Dok”

“Ibu pernah ngoce-ngoce dewek dak?”

“Dak pernah jugo, Dok”

“Sekarang ini, ibu galak mudah curiga dak samo wong?”

“Idak, Dok. Biaso bae la”

“Baek la Bu, makasih yo sudah galak ngobrol samo kami. Lain kali kito ngobrol-ngobrol lagi yo bu”

(pemeriksa mengulurkan tangan untuk berjabat tangan)

“Samo-samo, Dok.” (Pasien menatap mata pemeriksa dan menjabat tangan pemeriksa)

E. KEADAAN UMUM

- Kesadaran/Sensorium : Compos Mentis

- Perhatian : Adekuat

- Sikap : Kooperatif

- Inisiatif : Ada

- Tingkah Laku Motorik : Normoaktif

- Ekspresi Fasial : Wajar

- Verbalisasi : Jelas

- Cara Bicara : Lancar

9

Page 10: case depresi

- Kontak Psikis : - Kontak Fisik : Ada, adekuat

- Kontak Mata : Ada, adekuat

- Kontak Verbal : Ada, adekuat

F. KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)

- Keadaan Afektif : Hipotimik

- Hidup Emosi

Stabilitas : Labil

Dalam-dangkal : Normal

Pengendalian : Terkendali

Adekuat-Inadekuat : Adekuat

Echt-Unecht : Echt

Skala Diferensiasi : Normal

Einfuhlung : Bisa dirabarasakan

Arus Emosi : Normal

- Keadaan dan Fungsi Intelek

Daya ingat (amnesia, dsb) : Amnesia tidak ada, daya ingat baik

Daya Konsentrasi : Adekuat

Orientasi : Tempat : Baik

Waktu : Baik

Personal : Baik

Luas Pengetahuan Umum dan Sekolah : Sesuai

Discriminative Judgement : Baik

Discriminative Insight : Baik

Dugaan taraf intelegensi : Baik

Kemunduran intelektual (demensia, dsb) : Tidak ada

- Kelainan Sensasi dan Persepsi

Ilusi : Tidak ada

Halusinasi : Tidak ada

- Keadaan Proses Berpikir

Psikomotilitas : Cepat

10

Page 11: case depresi

Mutu proses berpikir : Baik

Arus Pikiran

Produktivitas : Cukup

Kontinuitas : Relevan, koheren

Hendaya berbahasa : Tidak ada

• Flight of ideas : Tidak ada

• Inkoherensi : Tidak ada

• Sirkumstansial : Tidak ada

• Tangensial : Tidak ada

• Terhalang : Tidak ada

• Terhambat : Tidak ada

• Perseverasi : Tidak ada

• Verbigerasi : Tidak ada

- Isi Pikiran

Pola Sentral : Tidak ada

Waham : Tidak ada

Ide terfiksir : Tidak ada

Fobia : Tidak ada

Hipokondria : Tidak ada

Konfabulasi : Tidak ada

Perasaan inferior : Tidak ada

Perasaan berdosa/salah : Tidak ada

Rasa permusuhan/dendam : Tidak ada

Kecurigaan : Tidak ada

Lain-lain : Tidak ada

11

Page 12: case depresi

- Pemilikan Pikiran

Obsesi : Tidak ada

Alienasi : Tidak ada

- Bentuk Pikiran

Autistik : Tidak ada

Dereistik : Tidak ada

Simbolik : Tidak ada

Paralogik : Tidak ada

Simetrik : Tidak ada

Konkritisasi : Tidak ada

Lain-lain : Tidak ada

- Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan

Abulia/Hipobulia : Tidak ada

Vagabondage : Tidak ada

Katatonia : Tidak ada

Kompulsi : Tidak ada

Raptus/Impulsivitas : Tidak ada

Mannerisme : Tidak ada

Kegaduhan Umum : Tidak ada

Autisme : Tidak ada

Deviasi Seksual : Tidak ada

Logore : Tidak ada

Ekolalia : Tidak ada

Ekopraksi : Tidak ada

Mutisme : Tidak ada

Lain-lain : Tidak ada

- Kecemasan (anxiety) yang terlihat secara nyata (overt): Tidak ada

- Reality Testing Ability: RTA tidak terganggu alam pikiran, perasaan

dan perbuatan

Page 13: case depresi

G. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

- AKSIS I : F 41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresif

- AKSIS II : Tidak ada diagnosis

- AKSIS III : TB paru

- AKSIS IV : Masalah keluarga: anak laki-laki sulungnya

meninggal + anak laki-laki bungsunya yang pengangguran

Masalah kesehatan: TB paru

- AKSIS V : GAF Scale 80-71

H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL

- F 41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresif

- F 43.2 Gangguan Penyesuaian

I. TERAPI

a. Psikofarmaka

Lorazepam (Merlopam) tab 2 mg : 1 x ½ tab

Maprotiline (Sandepril) tab 50 mg : 1 x ½ tab

Haloperidol tab 1,5 mg : 1 x ½ tab

b. Psikoterapi

Ventilasi : memberikan kesempatan pada pasien untuk menceritakan

apa yang dirasakan dan apa yang terjadi sehingga pasien menjadi lega

dan merasa diperhatikan.

Konseling : menjelaskan pada pasien tentang penyakitnya dan

pentingnya untuk minum obat dan kontrol secara teratur.

c. Sosioterapi

Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang sekitar tentang

penyakit pasien sehingga tercipta dukungan sosial dalam lingkungan yang

kondusif sehingga membantu proses penyembuhan

J. PROGNOSIS

Quo ad vitam: Dubia ad malam

Quo ad functionam: Dubia ad bonam

Page 14: case depresi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Tuberkulosis

3.1.1. Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit radang granulomatosa

kronik yang disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis6.

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang merupakan

penyebab kematian peringkat empat di Indonesia6.

3.1.2. Etiologi7

Agen etiologi yang bertanggung jawab terhadap penyakit

tuberkulosis adalah bakteri basil kecil, tidak berspora yang dikenal

dengan Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis

berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora

dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan

panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks,

terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama

dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks

(complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor,

dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.

Mycobacterium tuberculosis ini merupakan kuman aerob

obligat, ditandai dengan jaringan yang terkena adalah jaringan

dengan kandungan oksigen yang tinggi. Kuman ini memiliki efek

langsung pada sistem imun, dimana selama proses imunitas ini

berlangsung akan menimbulkan produk yang menyebabkan reaksi

inflamasi dan kerusakan jaringan.

3.1.3. Epidemiologi

Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan

global tertinggi dan penyebab kematian di seluruh dunia8,9. World

Health Organization memperkirakan sekitar 2 miliar populasi di

seluruh dunia memiliki tuberkulosis laten9. Sekitar 8 juta orang

Page 15: case depresi

setiap tahunnya terkena tuberkulosis dan 3 juta orang meninggal

karenanya, lebih dari 95% kasus ini terjadi di negara berkembang9.

Tuberkulosis masih menjadi masalah publik meskipun

pengobatannya telah ditemukan lebih dari 50 tahun10. Hal ini

dikarenakan adanya golongan yang resisten terhadap pengobatan

tuberkulosis10. Pada survei yang dilakukan pada tahun 2000, kasus

resisten terhadap pengobatan TB (MDR-TB) ditemukan di 72

negara yang diteliti10. Kasus baru MDR TB diperkirakan terjadi

sebanyak 273.000 setiap tahunnya10. Insiden kasus TB di Peru pada

tahun 2011 adalah 10 kasus baru per 100.000 populasi dan 2100

kasus diperkirakan merupakan kasus MDR TB8.

3.1.4. Pengobatan Tuberkulosis6

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase

intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat

yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan6.

Pengobatan TB dilakukan setidaknya dengan menggunakan 2 jenis

obat7. Terdapat 5 obat standar lini pertama yang biasanya

diresepkan untuk pasien TB.

Tabel 1. Agen Lini Pertama Pengobatan Tuberkulosis7

Isoniazid dan rifampisin merupakan agen pengobatan sentral

yang biasa digunakan karena aktivitas bakterisidal dan toksisitas

yang rendah7. Pirazinamid cukup efektif untuk menurunkan secara

cepat jumlah kuman7. Etambutol biasanya digunakan untuk

mencegah resistensi obat, sementara streptomisin telah dibatasi

penggunaannya dan hanya digunakan pada kasus berat yang

diberikan secara intravena7.

Page 16: case depresi

Pengobatan lini kedua diberikan pada kasus multidrugs

resistance tuberculosis (MDR TB)7. MDR TB didefinisikan

sebagai resistensi setidaknya pada obat isoniazid dan rifampisin7.

Terapi ini membutuhkan waktu setidaknya 24 bulan dan regimen

awal terapi biasanya menggunakan 3 hingga 4 jenis obat7. Terdapat

beberapa obat lini kedua yang digunakan pada pengobatan TB7.

Tabel 2. Agen Lini Kedua Pengobatan Tuberkulosis7

Kanamisin, amikasi, dan capreomisin diberikan secara injeksi

intramuskular dan efektif melawan kuman in vivo7. Etionamide

memiliki efek bakterisidal dengan cara menghambat sintesis asam

mycolic7.kuinolon memiliki efek bakterisidal dengan cara

menghambat sintesis DNA7. Asam p-aminosalisilat efektif

menghambat basil tuberkel7. Sikloserin memiliki cara kerja dengan

jalan memblok enzim yang diperlukan untuk sintesis dipeptida

yang esensial bagi dinding sel kuman7.

3.2. Gangguan Campuran Anxietas dan Depesi

3.2.1. Definisi11

Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana

masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup

berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas,

beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus-

menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.

Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok

mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas

Page 17: case depresi

sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang

tidak jelas, nonspesifik. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan

yang menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki

seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam

hidupnya.

Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya

fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih

dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu

makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus

asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri.

3.2.2. Etiologi11

Empat garis bukti penting mengesankan bahwa gejala

anxietas dan gejala depresif terkait secara kausal pada sejumlah

pasien yang mengalamigejala ini. Pertama, sejumlah peneliti

melaporkan temuan neuroendokrin yang serupa pada gangguan

depresif dan anxietas, terutama gangguan panik, termasuk

menumpulnya respons kortisol terhadap hormon adenokort,

kotropik, respon hormon pertumbuhan yang tumpul terhadap

klonidin (Catapres), dan respon TSH (thyroid stimulating hormone)

serta prolaktin yang tumpulterhadap TRH (thyrotropin-relasing

hormone).

Kedua, sejumlah peneliti melaporkan data yang menunjukkan

bahwa hiperkatifitas sistem noradrenergik sebagai penyebab

relevan pada sejumlah pasien dengan gangguan depresif dan

gangguan anxietas. Secara rinci, studi ini telah menemukan adanya

konsentrasi metabolit norepnefrin 3-methoxy-4-

hydroxyphenylglycol (MHPG) yang meningkat didalam urin,

plasma, atau cairan serebro spinal (LCS) pada pasien dengan

serangan panik. Seperti pada gangguan anxietas dan gangguan

depresif lain, serotonin dan asam γ-aminobutirat (GABA) juga

mungkin terlibat sebagaipenyebab di dalam gangguan campuran

Page 18: case depresi

depresif anxietas. Ketiga, banya studi menemukan bahwa obat

serotonergik, seperti fluoxetine (Prozac) dan clomipramine

(Anafranil), berguna dalam terapi gangguan depresif dan anxietas.

Keempat, sejumlah studi keluarga melaporkan data yang

menunjukkanbahwa gejala anxietas dan depresif berhubungan pada

secara genetik sedikitnya pada beberapa keluarga

3.2.3. Epidemiologi11

Keberadaan ganggguan depresif berat dan gangguan panik

secara bersamaan lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengan

gejala depresif memiliki gejala anxietas yang menonjol, dan dua

pertiganya dapat memenuhi kriteria diagnostik ganguan panik.

Peneliti telah melaporkan bahwa 20 sampai 90 persen pasien

dengan ganggguan panik memiliki episode gangguan depresif

berat. Data ini mengesankan bahwa keberadaan gejala depresif dan

anxietas secara bersamaan, tidak ada di antaranya yang memenuhi

kriteria diagnostik gangguan depresif atau anxietas lain dapat lazim

ditemukan. Meskipun demikian, sejunlah klinisi dan peneliti

memperkirakan bahwa pravelensi gangguan ini pada populasi

umum adalah 10% dan di klinik pelayanan primer sampai tertinggi

50%, walaupun perkiraan konservatif mengesankanpravelensi

sekitar 1 persen pada populasi umum.

3.2.4. Manifestasi Klinis11

Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Anxietas

Menyeluruh ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain

keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan

takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak

utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek

kehidupannya, sehingga pertimbangan akal sehat, perasaan dan

perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan Anxietas

Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara terus-

menerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan,

Page 19: case depresi

kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas

kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung.

Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur.

Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum anxietas dapat

dilihat pada tabel di bawah:

Tabel 3. Gejala Umum Anxietas11

Ketegangan Motorik Kedutan otot/ rasa gemetar

Otot tegang/kaku/pegal

Tidak bisa diam

Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas

Otonomik

Nafas pendek/terasa berat

Jantung berdebar-debar

Telapak tangan basah/dingin

Mulut kering

Kepala pusing/rasa melayang

Mual, mencret, perut tak enak

Muka panas/ badan menggigil

Buang air kecil lebih sering

Kewaspadaan

berlebihan dan

Penangkapan

berkurang

Perasaan jadi peka/mudah ngilu

Mudah terkejut/kaget

Sulit konsentrasi pikiran

Sukar tidur

Mudah tersinggung

Sedangkan untuk gangguan depresif ditandai dengan suatu

mood depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta

berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan

menurunnya aktivitas merupakan tiga gejala utama depresi.

Gejala utama:

1. Afek depresi

2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

Page 20: case depresi

3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

mudah lelah ( rasa lelah yang nyata sesudah kerja yang

sedikit) dan menurunnya aktifitas.

Gejala lainnya dapat berupa :

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

Tidur terganggu

Nafsu makan berkurang.

Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari

dan di nilai berdasarkan ungkapan pribadi atau hasil pengamatan

orang lain misalnya keluarga pasien

3.2.5. Diagnosis11

Kriteria DSM-IV-TR mengharuskan adanya gejala

subsindrom anxietas dan depresi serta adanya beberapa gejala

somatik, seperti tremor, palpitasi, mulut kering, dan rasa perut yang

bergejolak. Sejumlah studi pendahuluan menunjukkan bahwa

sensitivitas dokter umum untuk sindrom gangguan campuran

anxietas depresi masih rendah walaupun kurangnya pengenalan ini

dapat mencerminkan kurangnya label diagnostik yang sesuai bagi

pasien.

Page 21: case depresi

Tabel 4. Kriteria DSM-IV-TR Gangguan Campuran Anxietas Depresif11

Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1 bulan

Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1

bulan :

1. Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong

2. Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau

gelisahm tidur tidak puas)

3. Lelah atau energi rendah

4. Iritabilitas

5. Khawatir

6. Mudah nangis

7. Hipervigilance

8. Antisipasi hal terburuk

9. Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)

10. Harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga

Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya

dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain.

Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.

Penyalahguanaan obat atau pengobatan) atau keadaan medis umum

Semua hal berikut ini :

1. Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan

distimik; gangguan panik, atau gangguan anxietas menyeluruh

2. Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau anxietas lain

(termasuk gangguan anxietas atau gangguan mood, dalam remisi

parsial)

3. Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain.

Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III

1. Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-

masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat

untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas,

beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak

terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran

berlebihan

Page 22: case depresi

2. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan,

harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau

gangguan anxietas fobik.

3. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat

untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua

diagnosis tersebut dikemukakan, dan diagnosis gangguan

campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya

dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif

harus diutamakan.

4. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan

yang jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan

penyesuaian.

3.2.6. Diagnosis Banding11

Diagnosis banding mencakup gangguan anxietas dan depresif

lainnya serta gangguan kepribadian. Di anatara gangguan anxietas,

gangguan anxietas menyeluruh merupakan gangguan yang lebih

besar kemungkinannya untuk bertumpang tindih dengan gangguan

campuran anxietas-depresif. Diantara gangguan mood, gangguan

dstimik, dan gangguan depresif ringan adalah gangguan yang lebih

besar kemungkinannya untuk bertumpang tindih dengan gangguan

campuran anxietas-depresif. Diantara ganggguan kepribadian,

gangguan kepribadian mengindar, dependen, dan obsesfi kompulsif

dapar memliki gejala yang mirip dengan gejala gangguan campuran

anxietas-depresif. Diagnosis gangguan somatoform juga harus

dipertimbangkan.

3.2.7. Tatalaksana11

Karena studi yang membandingkan modalitas terapi

gangguan campuran anxietas-depresif tidak tersedia, klinis

mungkin lebih cenderung memberikan terapi berdasarkan gejala

yang muncul, keparahannya, dan tingkat pengalaman klinis

tersebut dengan berbagai modalitas terapi. Farmakoteapi untuk

Page 23: case depresi

gangguan campuran anxietas-depresif dapat mencakup obat

antianxietas, obat antidepresif, atau keduanya. Diantara obat

ansiolitik, sejumlah data menunjukkan bahwa penggunaan

triazolobenzodiazepine (Alprazolam (Xanax)) dapat di indikasikan

karena efektivitas nya dalam mengobati depresi yang disertai

anxietas. Obat yang mempengaruhi reseptor 5-HT, seperti busipron

juga dapat di indikasikan. Diantara anti depresan, meskipun teori

noradrenergik menghubungkan gangguan anxietas dengan

gangguan depresif, anti depresif serotonergik ( contohnya,

fluoxetine) dapat menjadi obat yang paling efektif dalam

mengobati gangguan campuran anxietas-depresif.

3.3. Pengaruh Pengobatan Tuberkulosis terhadap Gangguan Mental

3.3.1. Epidemiologi Gangguan Mental pada Penderita Tuberkulosis

Komorbiditas pada TB dan depresi sering terjadi12. Prevalensi

gangguan mood pada pasien dengan penyakit kronis adalah 8,9%-

12,9%, dengan prevalensi setelah 6 bulan adalah 5,8%-9,4%9.

Prevalensi komorbiditas depresi disertai kondisi fisik kronis

terjadi sekitar 25% hingga 33%, risiko ini meningkat berbanding

lurus dengan beratnya penyakit12. Prevalensi depresi pada pasien

TB yang didapatkan pada suatu studi adalah 45,5%, sementara

pada studi yang dilakukan sebelumnya di Nigeria ditemukan

prevalensi sebesar 52,5%12. Kejadian depresi biasanya lebih sering

ditemukan pada pasien yang sedang menjalani pengobatan TB,

khususnya pada kondisi tua, penyakit ekstensif, kondisi sakit yang

lama, pasien dengan pengobatan kategori II, berasal dari keluarga

yang tidak harmonis, dan belum menikah12.

Pada periode Agstus 1996 dan Januari 1999, dilakukan

penelitian pada 75 pasien yang memulai terapi tuberkulosisnya10.

Berikut ini merupakan tabel prevalensi gangguan mental yang

terjadi pada pasien dengan MDR TB.

Page 24: case depresi

Tabel 5. Prevalensi dan Insiden Psikosis, Depresi, dan Anxietas pada Pasien

MDR TB10

3.3.2. Hubungan Pengobatan Tuberkulosis dan Gangguan Mental

Adanya kelainan medis serta stigma dan diskriminasi

merupakan penyebab utama terjadinya kelainan mental terutama

untuk kelainan mood dan anxietas9. Hubungan antara kelainan

depresi dan TB sangat kompleks8. Faktor personal, sosiokultural,

dan lingkungan dapat menyebabkan pasien TB menderita depresi8.

Selain itu, kelainan mental yang cukup sering seperti depresi,

anxietas, dan psikosis selama perjalanan pengobatan penderita TB

akibat pengaruh obat TB4.

Terapi farmakologis TB bergantung pada kepatuhan pasien

terhadap regimen obat untuk menurunkan risiko resistensi7.

Pengobatan dengan menggunakan setidaknya 2 obat sangat

direkomendasikan pada pengobatan TB7. Terdapat beberapa

regimen terapi multidrugs untuk penderita TB dengan 3 kombinasi

farmakologik7. Di satu sisi, penggunaan berbagai macam obat pada

kasus TB sangat penting, akan tetapi di sisi lain penggunaan

berbagai obat akan meningkatkan efek samping psikiatri dari obat

tersebut4,7. Pasien yang mengalami gangguan psikiatri terhadap 1

jenis obat tuberkulosis, memiliki risiko terjadinya episode sekunder

lanjut terhadap pengobatan tuberkulosis lainnya4.

Beberapa bukti menunjukkan adanya kelainan psikatri

berupa depresi, anxietas, dan psikosis berhubungan dengan MDR

TB13. Depresi merupakan kelainan psikiatri yang paling sering

Page 25: case depresi

ditemukan pada pengobatan MDR TB13. Berikut ini merupakan

kelainan psikiatri yang ditemukan pada pasien yang sedang

menjalani pengobatan TB

Tabel 6. Kelainan Psikiatri pada Pasien yang Mendapatkan Pengobatan TB9

Page 26: case depresi
Page 27: case depresi

Efek psikiatri telah banyak diketahui pada pengobatan TB

dan berhubungan dengan prognosis serta mortalitas4. Efek samping

ini semakin mengingkat ketika penggunaan kombinasi obat

digunakan4. Berikut ini merupakan beberapa obat TB dan

pengaruhnya terhadap psikiatri

Page 28: case depresi

a) Isoniazid

Isoniazid memiliki efek samping neuropsikiatri

berupa depresi, iritabilitas, neurosis obsesif-kompulsif, dan

percobaan bunuh diri10. Gejala psikiatri yang paling sering

muncul akibat isoniazid adalah delusi, yang biasanya

muncul setelah sekitar 4 minggu mengkonsumsi obat ini10.

Beberapa faktor risikonya adalah penggunaan obat dengan

dosis lebih dari 5mg/kgBB, usia 50 tahun atau lebih,

penyakit komorbiditas lain seperti diabetes melitus,

insufisiensi hepatik, alkoholik, hipertiroidisme, dan riwayat

psikiatri sebelumnya10. Isoniazid memiliki efek

menurunkan kadar piridoksin (Vitamin B6) sehingga dapat

menyebabkan neuropati4. Efek psikitari dapat muncul

akibat INH-induced pyridoxine deficiency, kemudian

penurunan produksi norepinefrin, serotonin, dopamin, dan

GABA10. Isoniazid dapat menimbulkan gejala psikosis

karena isoniazid dapat bertindak sebagai monoamine

oxidase inhibitor (MAOI), disertai dengan perubahan

metabolisme katekolamin yang dapat menyebabkan

psikosis manik pada pasien dengan predisposisi instabilitas

mood4.

b) Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan mania, konfusi, dan

psikosis4,10. Mekanisme terjadinya gangguan ini akibat

etambutol masih belum diketahui10.

c) Rifampisin

Rifampisin dilaporkan menyebabkan terjadinya

delirium, sementara mekanismenya belum diketahui4.

d) Etionamide

Mekanisme neurotoksisitas akibat etionamide sama

seperti yang terjadi pada isoniazid10.

Page 29: case depresi

e) Sikloserin

Sikloserin merupakan agen lini kedua pengobatan TB

yang digunakan untuk kasus MDR TB4,7. Obat ini

dilaporkan memiliki efek samping psikiatri sebesar 20-

33%4. Obat ini bekerja dengan menghambat dinding sel

dengan berperan sebagai substrat D-alanine dan menembus

sawar otak4. Prevalensi psikosis sekunder sehubungan

dengan sikloserin sekitar 13%, dimana faktor

predisposisinya adalah emosi tidak stabil, riwayat alkohol

dan jenis kelamin perempuan4.

Gejala psikiatri berat yang dapat timbul adalah

halusinasi, anxiety, depresi, euforia, gangguan perilaku, dan

percobaan bunuh diri, dan gejala ini terjadi pada 9,7-50%

dari pasien yang mendapatkan sikloserin10. Neurotoksisitas

berkaitan dengan sikloserin terjadi akibat penurunan

produksi Gama Aminobutyric Acid (GABA) sistem saraf

pusat yang diakibatkan karena inhibisi glutamic

decarboxylase10. Gejala psikiatri biasanya muncul paling

sering pada 3 bulan pertama pengobatan10.

f) Fluorokuinolon

Fluorokuinolon merupakan salah satu pengobatan lini

kedua tuberkulosis7. Penggunaan obat ini berhubungan

dengan terjadinya delirium, depresi, psikosis, dan mimpi

buruk meskipun angka kejadiannya sedikit4,10.

3.3.3. Interaksi Obat Anti Tuberkulosis dan Obat Gangguan Mental

Profil farmakokinetik dari sebagian besar obat yang

digunakan dalam pengobatan TB dan perannya sebagai pemicu

enzim sitokrom p450, interaksi dengan pengobatan lain sudah

banyak dideskripsikan4. Berikut ini merupakan interaksi obat TB

dengan beberapa obat psikiatri.

Page 30: case depresi

Tabel 7. Interaksi Obat TB dan Obat Psikiatri9

Page 31: case depresi

1. Isoniazid

Isoniazid dapat berinteraksi dengan obat-obat

antidepresan4. Selective serotonin reuptake inhibitors

(SSRIs) merupakan obat lini pertama yang

direkomendasikan untuk pengobatan depresi7. Penggunaan

antidepresan pada pasien TB harus diperhatikan karena

kemungkinan adanya peningkatan potensi obat akibat

interaksi obat SSRIs dan isoniazid karena isoniazid

memiliki kemampuan untuk menghambat oksidase

monoamin di plasma7. Pengguanan isoniazid yang

dikombinasikan dengan SSRI dan antidepresan trisiklik

dikontraindikasikan karena dapat menimbulkan sindrom

serotonin, yang ditandai dengan eksitasi, diaforesis,

hipertermi, mioklonus, rigiditas dan hipertensi4,7.

Isoniazid menyebabkan meningkatnya level

karbamazepin karena obat ini memiliki aksi sebagai inducer

sitokrom 1A2, 2C9, 2C19, dan 3A3/4, dan tanda dari

toksisitas karbamazepin karena efeknya pada CYP50. Obat

ini berhubungan dengan perburukan fungsi hepar ketika

diberikan bersamaan dengan karbamazepin4. Selain itu,

isoniazid menghalangi metabolisme diazepam sehingga

terdapat risiko withdrawal ketika pemberian resep

benzodiazepin secara kombinasi4. Isoniazid juga dapat

menyebabkan meningkatnya metabolisme triazolam, tetapi

tidak pada oxazepam4.

2. Rifampisin

Rifampisin merupakan inducer poten dari enzim

CYP450. Interaksi rifampisin telah dilaporkan yaitu

menyebabkan penurunan level serum norepinefrin dan

memerlukan dosis norepinefrin yang lebih besar selama

proses pengobatan4. Hal ini dikarenakan rifampisin

Page 32: case depresi

memiliki efek menginduksi sitokrom p-450 oxidative

enzyme sehingga menyebabkan interaksi obat-obat4.

Rifampisin juga memiliki efek yang sama pada sertraline4.

Risperidone menunjukkan adanya penurunan efikasi klinis

ketika diresepkan bersamaan dengan rifampisin4. Selain itu,

dapat terjadi sindrom neuroleptik malignan ketika

rifampisin dan chlorpromazine diberikan secara bersamaan,

diperikirakan terjadi reaksi idiosinkratik yang menyebabkan

penurunan mendadak level serum klorpromazine4.

Rifampisin juga berinteraksi dengan valproat

berkebalikan caranya dari isoniazid, melalui meningkatkan

metabolismenya sehingga menyebabkan penuruan level

serum4. Rifampisin dapat menyebabkan penurunan level

serum karbamazepin sehingga menimbulkan hipomania4.

Selain itu, rifampisin mengiduksi metabolisme diazepam

dan meningkatkan pembuangannya 4 kali lipat sehingga

menyebabkan pasien berisiko terhadap efek withdrawal4.

3. Eritromisin

Eritromisin yang digunakan pada pengobatan MDR

TB menyebabkan peningkatan konsentrasi plasma dari

buspirone melalui meknisme inhibisinya pada CYP3A44.

4. Fluorokuinolon

Ciprofloxacin, ofloxacin, dan levofloxacin digunakan

pada pengobatan MDR TB4. Meskipun termasuk ke dalam

kelas yang sama dengan obat TB namun memiliki

farmakokinetik yang berbeda dalam plasma4. Ciprofloxacin

memiliki aktivitas anti CYP1A2 yang lebih poten dibanding

ofloxacin4. Moxifloxacin memiliki efek menebabkan

peningkatan QTc interval ketika digunakan bersamaan

dengan citaprolam dan haloperidol4.

Page 33: case depresi

5. Sikloserin

Sikloserin merupakan agen lini kedua pengobatan TB,

yang telah dilaporkan memiliki efek terapi potensial dalam

pengobatan gejala negatif pada skizofrenia7. Perbaikan ini

dapat terjadi karena sikloserin memiliki aksi pada glycine

modulatory site pada reseptor N-aspartat7. Pengunaan

sikloserin yang dikombinasi dengan clozapin merupakan

sebuah kontraindikasi karena kombinasi 2 obat ini dapat

memperburuk gejala negatif7.

Page 34: case depresi

BAB IV

ANALISIS MASALAH

Ny. M, wanita, berusia 49 tahun datang dengan sebab utama sulit tidur. Os

datang ke poli jiwa RSMH Palembang atas konsul dari bagian penyakit dalam.

Wawancara dilakukan pada hari Jumat, 6 Maret 2015, pukul 09.45 WIB di Poli

Jiwa RSMH Palembang. Penampilan Os cukup rapi dan menggunakan masker.

Wawancara dilakukan pemeriksa dan Os duduk berhadapan. Wawancara

dilakukan dalam bahasa Palembang dan bahasa Indonesia.

± 9 bulan yang lalu, Os sering batuk berdarah, banyaknya 1 sendok makan

setiap batuk. Os juga mengeluh tidak nafsu makan, berat badan menurun, demam

tidak terlalu tinggi dan berkeringat pada malam hari. Os kemudian berobat ke

dokter dan didiagnosis menderita TB (Tuberkulosis) paru. Os diberi obat yang

rutin diminum selama 6 bulan. Setelah konsumsi obat selama 6 bulan, os di-

rontgen dan dinyatakan masih menderita TB paru. Os kemudian diberi obat suntik

dan obat kuning selama 2 bulan. Setelah pengobatan selesai, os dinyatakan

sembuh.

± 8 bulan yang lalu, os sering melamun dan sering menangis tiba-tiba jika

teringat anak laki-lakinya yang tiba-tiba meninggal. Selain itu, os juga mengeluh

nafsu makan menurun. Os masih mampu mengurus dirinya sendiri seperti makan,

minum, mandi dan berpakaian. Os masih sering bersosialisasi dengan tetangga di

sekitar rumah. Riwayat sulit tidur, sering berbicara sendiri, mudah curiga, sering

marah, mendengar bisikan, mengamuk dan muncul keinginan untuk bunuh diri

disangkal.

± 1 bulan yang lalu, os mengeluh batuk berdarah lagi, banyaknya 2 sendok

makan setiap batuk. Os juga mengeluh tidak nafsu makan, berat badan menurun,

demam tidak terlalu tinggi dan berkeringat pada malam hari. Os berobat kembali

ke dokter dan dinyatakan menderita TB paru. Os mengaku kepalanya terasa berat

dan mengalami kesulitan tidur. Setelah tidur sekitar 15-30 menit setiap malam, os

sering terbangun dan tidak bisa melanjutkan tidurnya. Os mengeluh bahwa

telinganya sering berdengung. Os juga sering gelisah dan mudah marah tanpa

Page 35: case depresi

alasan yang jelas. Os mengaku sering terpikir anak lelakinya yang tiba-tiba

meninggal dan anak lelaki bungsunya yang pengangguran. Os masih mampu

mengurus dirinya sendiri seperti makan, minum, mandi dan berpakaian. Riwayat

sering berbicara sendiri, mudah curiga, mendengar bisikan, mengamuk dan

muncul keinginan untuk bunuh diri disangkal. Os dikonsulkan dari bagian

penyakit dalam dengan diagnosis MDR TB.

Dari riwayat premorbid tidak ditemukan adanya perubahan perilaku, os

masih bersosialisasi. Dari autoanamnesis diperoleh yakni kesadaran os kompos

mentis, perhatian os baik, ekspresi fasial echt, verbalisasi jelas, dan kontak mata

ada, daya ingat baik, orientasi tempat, waktu, dan orang baik, diskriminatif insight

baik, tidak ada rasa dendam, dan perhatian yang adekuat.

Pada status internus terdapat kelainan pada os berupa sistem respiratorik

yaitu terdapat MDR TB. Pada status neurologikus semua dalam batas normal.

Pada status psikiatrikus pada keadaan umum didapatkan kesadaran

kompos mentis, perhatian adekuat, sikap kooperatif, inisiatif ada, tingkah laku

motorik normoaktif, ekspresi fasial wajar, verbalisasi jelas, cara bicara lancar, ada

kontak fisik, mata, dan verbal. Pada keadaan khusus ditemukan afek hipotimik,

hidup emosi labil, pengendalian terkendali, adekuat, echt, skala diferensiasi

normal, einfuhlung bisa dirabarasakan, arus emosi normal. Keadaan dan fungsi

intelek semua dalam batas normal. Tidak ditemukan kelainan sensasi dan

persepsi. Keadaan proses berpikir, isi pikiran, pemilikan pikiran, bentuk pikiran,

keadaan dorongan instinktual dan perbuatan dalam batas normal. RTA tidak

terganggu.

Berdasarkan alloanamnesa dan autoanamnesa didapatkan adanya gejala

klinis yang bermakna, berupa gelisah dan sedih terhadap sakit yang dialami serta

ditambah dengan kesedihan akan anaknya yang meninggal dunia 7 bulan yang

lalu. Pasien merasa jantungnya sering berdebar-debar, selain itu pasien sering

menangis dan sedih ketika teringat anaknya yang meninggal. Keadaaan ini

menimbulkan distres bagi pasien dan keluarganya, pasien menjadi suka marah-

marah tanpa alasan yang jelas, selain itu menimbulkan disability dalam pekerjaan

dan penggunaan waktu senggang, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien

Page 36: case depresi

mengalami Gangguan jiwa. Berdasarkan pemeriksaan status mental tidak

didapatkan halusinasi dan waham sehingga dikategorikan Gangguan jiwa non

psikotik. Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status interna dan

neurologis tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi gangguan medis

umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat mengakibatkan

gangguan jiwa yang diderita pasien saat ini, sehingga diagnosa Gangguan mental

dapat disingkirkan dan didiagnosa Gangguan Jiwa Non Psikotik Non-

organik.

Dari autoanamnesa dan pemeriksaan pada status mental ditemukan adanya

gejala rasa sedih dan gelisah akan penyakit yang dideritanya serta pasien

mengalami kesedihan jika teringat anaknya yang meninggal. Pasien juga

mengalami insomnia, nafsu makan menurun, serta penurunan berat badan. Pada

pasien juga ditemukan afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan

berkurangnya energi / rasa lelah yang nyata dan menurunnya aktivitas. Karena

terdapat gejala anxietas dan depresi dimana masing-masing tidak menunjukan

gejala berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri maka berdasarkan Pedoman

Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) di diagnosa dengan

Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2).

Berdasarkan PPDGJ III dapat ditegakkan diagnosis Aksis I F 41.2

gangguan campuran anxietas dan depresif dengan Aksis II tidak ada diagnosis,

Aksis III TB paru, Aksis IV masalah keluarga berupa anak laki-lakinya yang

meninggal dunia dan masalah kesehatan berupa TB paru dan Aksis V GAF Scale

80-71.

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,

kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.

Pada pasien ini terdapat gejala utama berupa afek depresif disertai

kecemasan, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah. Serta ditambah gejala lain berupa kesulitan untuk tidur, nafsu makan yang

berkurang serta penurunan berat badan, seluruh episode berlangsung lebih dari 2

Page 37: case depresi

minggu serta pasien mengalami kesulitan untuk meneruskan pekerjaan. Pasien

juga merasakan kecemasan berupa seringnya mengalami jantung yang berdebar-

debar. Keadaaan inilah yang mendukung untuk ditegakkannya diagnosis

gangguan campuran anxietas dan depresi.

Gangguan anxietas dan depresi pada penderita TB dapat timbul akibat

berbagai faktor baik internal maupun eksternal, seperti dukungan keluarga yang

kurang, adanya halangan bagi penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari

serta halangan untuk berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini juga bisa disebabkan

oleh faktor-faktor lain seperti adanya perasaan menolak kenyataan mengenai

penyakit TB, merasa penyakit yang diderita tidak sembuh-sembuh dan akibat dari

stigma masyarakat yang negatif mengenai tuberkulosis. Selain itu, beberapa

penderita yang kontak dengan orang lain dapat memicu adanya perasaan rendah

diri dan rasa takut akan menularkan penyakit tuberkulosis. Selain dari faktor

penyakit yang diderita pasien, pasien juga memiliki masalah dalam keluarga

berupa meninggalnya anak lelakinya serta anak lelaki bungsunya yang masih

pengangguran. Keadaan inilah yang membuat pasien menjadi cemas dan depresi.

Gangguan depresi juga berkaitan dengan pengobatan Tuberkulosis.

Kejadian depresi biasanya lebih sering ditemukan pada pasien yang sedang

menjalani pengobatan TB, khususnya pada pasien ini yaitu kondisi tua, penyakit

ekstensif, kondisi sakit yang lama, dan memiliki masalah keluarga.

Dari alloanamnesa dan autoanamnesa didapatkan bahwa pasien telah

menjalani pengobatan TB selama 6 bulan dan lanjutan 2 bulan. Pasien

kemungkinan telah mengkonsumsi rimfapisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol

dan stepsomisin, dimana masing-masing obat memiliki efek sampingnya

tersendiri. Efek psikiatri yang dapat ditimbulkan dari masing-masing obat tersebut

yakni rifampisin dilaporkan menyebabkan terjadinya delirium, sementara

mekanismenya belum diketahui. Isoniazid memiliki efek samping neuropsikiatri

berupa depresi, iritabilitas, neurosis obsesif-kompulsif, dan percobaan bunuh diri.

Etambutol dapat menyebabkan mania, konfusi, dan psikosis, sementara

mekanisme terjadinya gangguan ini akibat etambutol masih belum diketahui.

Page 38: case depresi

Streptomisin diduga memiliki efek ototoksik yang menyebabkan telinga

berdengung.

Terapi yang akan diberikan pada pasien ini yakni meliputi psikofarmaka,

psikoterapi serta sosioterapi. Psikofarmaka berupa lorazepam (merlopam) tab 2

mg : 1 x ½ tab, maprotiline (sandepril) tab 50 mg : 1 x ½ tab, dan haloperidol tab

1,5 mg : 1 x ½ tab. Lorazepam termasuk golongan benzodiazepin diberikan untuk

mengurangi gejala anxietas pasien. Selain itu, maprotiline merupakan

antidepresan golongan tetrasiklik. Pemilihan antidepresan golongan ini untuk

mengurangi interaksi dengan obat-obatan TB. Berdasarkan beberapa penelitian

yang ada, antidepresan golongan SSRI dan tetrasiklik kontraindikasi dengan

isoniazid karena dapat menimbulkan sindrom serotonin. Haloperidol merupakan

antipsikotik tipikal, diberikan pada pasien ini dengan tujuan untuk mengurangi

paparan yang berlebihan terhadap dopamin, Penelitian menunjukkan bahwa

paparan yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan perilaku depresif ketika

berhadapan dengan stres. Psikoterapi berupa ventilasi dengan memberikan

kesempatan pada pasien untuk menceritakan apa yang dirasakan dan apa yang

terjadi sehingga pasien menjadi lega dan merasa diperhatikan serta konseling

dengan menjelaskan pada pasien tentang penyakitnya dan pentingnya untuk

minum obat dan kontrol secara teratur. Sosioterapi berupa memberikan penjelasan

kepada keluarga dan orang sekitar tentang penyakit pasien sehingga tercipta

dukungan sosial dalam lingkungan yang kondusif sehingga membantu proses

penyembuhan pasien.

Pada pasien ini telah didiagnosis menderita MDR TB. Terdapat beberapa

obat psikofarmaka yang memiliki kontraindikasi terhadap pengobatan TB lini

kedua. Sebagai contoh, pengunaan sikloserin yang dikombinasi dengan clozapin

merupakan sebuah kontraindikasi karena kombinasi 2 obat ini dapat

memperburuk gejala negatif. Moxifloxacin yang merupakan golongan

fluorokuinolon memiliki efek menyebabkan peningkatan QTc interval ketika

digunakan bersamaan dengan citaprolam dan haloperidol.

Page 39: case depresi

Untuk pemilihan baik obat TB maupun obat psikiatri sebaiknya dipilih

dengan mempertimbangkan efek samping maupun kontraindikasi dari masing-

masing obat.

Page 40: case depresi

DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI, Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsesus TB). 2006: 22. Ratnasari, Nita Y. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada

Penderita Tuberkulosis Paru (Tb Paru) di Balai Pengobatan Penyakit Paru (Bp4) Yogyakarta Unit Minggiran. dalam Jurnal Tuberkulosis Indonesia. vol-8 Maret 2012

3. Kaplan, Sadock, Grebb, MD, 2010. Sinopsis Psikiatri. Jilid ke-2, Binapura Angkasa, Jakarta: 17-31.

4. Doherty AM, J Kelly, C McDonald, AM O’Dywer, J Keane, J Cooney. A Review of The Interplay Between Tuberculosis and Mental Health. 2013: 1-6

5. Calisanie, M. Aulia. Depresi pada Penderita Tuberkulosis Paru di Rs Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 1 Oktober–30 November 2014. 2014: 49-50.

6. Helmy, RD. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis. 2014: 1-24.7. Treton, AJ, GW Currier. Treatment of Comorbid Tuberculosis and

Depression. 2001. 3 (6): 236-428. Ugarte C, P Ruiz, C Zamudio, L Canaza, L Otero, H Kruger. Association of

Major Depressive Episode with Negative Outcomes of Tuberculosis Treatment. 2013. 8 (7): 1-6

9. Pachi A, D Bratis, G Moussas, A Tselebis. Psychiatric Morbidity and Other Factors Affecting Treatment Adherence in Pulmonary Tuberculosis Patients. 2013: 1-29

10. Vega P, A Sweetland, J Acha, H Castillo, D Guerra, MCS Fawzi, Shin. Psychiatric Issue in The Management of Patient with Multidrugs-Resistant Tuberculosis. 2004. 8 (6): 749-59.

11. Rismanatalai. Gangguan Campuran Cemas dan Depresi. 2011: 1-1812. Ige OM, VO Lasebikan. Prevalence of Depression in Tuberculosis Patients in

Comparison with Non-Tuberculosis Family Contacts Visiting the DOTS Clinic in a Nigerian Tertiary Care Hospital and Its Correlation with Disease Pattern. 2011. 8: 235-41.

13. Das M, P Isaakidis, R Van den Bergh, AMV Kumar, SB Nagaraja, A Valikayath, S Jha, B Jadhav, J Ladomirska. 2014. 7 (24912): 1-5.