TI Depresi
-
Upload
elliza-icha -
Category
Documents
-
view
1.355 -
download
2
Transcript of TI Depresi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat
ini, yang mendapat perhatian serius.1 Secara global diperkirakan depresi
terjadi pada 340 juta jiwa.2 Sebuah penelitian di Amerika menyatakan satu
dari dua puluh orang di Amerika setiap tahun mengalami depresi dan paling
tidak satu dari lima orang pernah mengalami depresi sepanjang sejarah
kehidupan mereka. Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional
berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir,
berperasaan dan berperilaku) seseorang.3 Depresi berdasarkan tingkat
penyakitnya dibagi menjadi tiga jenis yaitu depresi ringan, depresi sedang,
dan depresi berat.1
Di negara-negara berkembang, WHO memprediksikan bahwa pada
tahun 2020 depresi akan menjadi salah satu penyakit mental yang banyak
dialami dan depresi berat akan menjadi penyebab kedua terbesar kematian
setelah serangan jantung.1 Hasil survei Perhimpunan Dokter Spesialis
Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pada Juni 2007 menyebutkan sekitar
94 persen masyarakat Indonesia mengidap depresi dari mulai tingkat ringan
hingga paling berat.4
Schote dan Clum (dikutip dari Lubis1) menjelaskan bahwa seseorang
yang berusaha untuk bunuh diri umumnya menderita depresi. Sekitar 80%
individu yang melakukan bunuh diri diketahui mengalami depresi.5 Depresi
dapat terjadi pada siapa saja dalam berbagai rentang usia, mulai dari anak-
anak, remaja, dewasa maupun orang tua. Survei masyarakat terakhir
melaporkan adanya prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depresi pada
golongan usia dewasa muda yaitu 18-24 tahun.1
Pada depresi ringan dan sedang, penderita tidak perlu mendapat
perawatan medis. Selain itu depresi ringan dan sedang dapat ditangani
sendiri dengan berbagai alternatif penanganan dan pencegahan depresi,
1
misalnya pengaturan diet, olahraga, dan relaksasi. Sedangkan pada kasus
depresi berat, perlu diberikan perawatan medis karena penderitanya
mengalami berbagai kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dengan
baik.1
B. Tujuan
Tujuan telaah ilmiah ini adalah untuk mengetahui dengan lebih jelas gejala,
jenis dan diagnosis depresi sehingga penatalaksanaan dapat lebih cepat dan
tepat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Depresi
Istilah depresi sudah begitu popular dalam masyarakat dan semua
orang mengetahuinya. Akan tetapi arti sebenarnya dari depresi itu sukar
didefinisikan secara tepat. Istilah dan kata yang identik maknanya dengan
depresi dalam bahasa Indonesia sehari-hari tidak ada. Depresi adalah kata
yang memiliki banyak nuansa arti. Depresi merupakan suatu keadaan
mental mood yang menurun yang ditandai dengan kesedihan, perasaan
putus asa, tidak bersemangat, rasa bersalah, harga diri yang rendah, dan
perasaan kosong.7-9
Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya serta
gagasan bunuh diri.10 Rathus (dikutip dari Lubis1) menyatakan orang yang
mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan
emosi, motivasi, fungsional dan gerakan tingkah laku secara kognisi.
Menurut seorang ilmuwan terkemuka yaitu Phillip L. Rice (dikutip
dari Informasi Psikologi3), depresi adalah gangguan mood, kondisi
emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir,
berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara
dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.3
Menurut Atkinson (dikutip dari Lubis1) depresi sebagai suatu gangguan
mood yang dicirikan tidak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan
yang berlebihan, tidak mampu mengambil keputusan memulai suatu
kegiatan, tidak mampu berkonsentrasi, tidak punya semangat hidup, selalu
tegang dan mencoba bunuh diri.
3
B. Epidemiologi Depresi
Gangguan depresi mayor (berat) adalah tipe yang paling umum dari
gangguan mood yang dapat didiagnosis, dengan perkiraan prevalensi
semasa hidup berkisar antara 10% hingga 25% untuk wanita dan 5% hingga
12% untuk pria.11
Jenis Kelamin
Pada pengamatan yang hampir universal, terlepas dari kultur atau
negara, terdapat prevalensi gangguan depresi berat yang dua kali lebih besar
pada wanita dibandingkan laki-laki.12 Meski perbedaan hormonal atau
perbedaan biologis lainnya yang terkait dengan gender kemungkinan
berpengaruh, namun sebuah diskusi panel yang diselenggarakan oleh
American Psychological Association (APA) menyatakan bahwa perbedaan
gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah stres yang
dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer. Perbedaan dalam gaya
mengatasi masalah juga dapat membantu menjelaskan mengenai lebih
besarnya wanita untuk terkena depresi.11
Usia
Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40
tahun; 50% dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20-50 tahun.
Gangguan depresif berat juga mungkin memiliki onset selama masa anak-
anak atau pada lanjut usia, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Beberapa
data epidemiologis akhir-akhir ini menyatakan bahwa insiden gangguan
depresif berat meningkat pada orang-orang berusia kurang dari 20 tahun.
Jika pengamatan tersebut benar, hal tersebut mungkin berhubungan dengan
meningkatnya penggunaan alkohol dan zat lain pada kelompok usia
tersebut.12
4
Ras
Prevalensi gangguan mood tidak berbeda dari satu ras ke ras lain.
Tetapi, klinisi cenderung kurang mendiagnosis gangguan mood dan terlalu
mendiagnosis skizofrenia pada pasien yang mempunyai latar belakang rasial
yang berbeda dengan dirinya.12
Status Perkawinan
Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi pada orang yang tidak
memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai atau yang
berpisah.12
Pertimbangan Sosioekonomi
Tidak ditemukan adanya korelasi antara status sosioekonomi dan
gangguan depresif berat.12 Namun sumber lain menyatakan orang dengan
taraf sosioekonomi yang lebih rendah memiliki risiko yang lebih tinggi
dibanding mereka dengan taraf yang lebih baik untuk menderita depresi.11
C. Etiologi Depresi
Dasar umum untuk gangguan depresif tidak diketahui namun telah
ditemukan sejumlah faktor lain yang mungkin mempengaruhinya.
1. Faktor Fisik
a. Faktor Genetik
Keluarga lapis pertama (anak, kakak, adik, dan orang tua) dari
orang yang menderita penyakit depresi berat mempunyai risiko yang
lebih besar (10-15%) menderita penyakit ini daripada penduduk pada
umumnya (1-2%). Teori tentang alasan keturunan bawaan ini saling
bertentangan dan pencarian ‘tanda-tanda bawaan’ yang menunjukkan
kecenderungan depresi masih tidak berhasil.
Penelitian Kendler (dikutip dari Lubis1) dari departemen psikiatri
Virginia Commonwealth University terhadap kembar perempuan
menunjukkan bahwa anak kembar berbagi faktor risiko terhadap
neurotisme dan depresi berkisaran antara 70% karena genetik, 20%
5
karena faktor lingkungan dan hanya 10% diakibatkan oleh penyebab
langsung depresi berat, artinya jika salah satu kembar terdeteksi depresi
berat, kembar yang lain memiliki faktor risiko yang besar bisa terserang
depresi juga. Namun saat pertama kali munculnya depresi berat tidak
dapat diprediksi. 1,8
b. Susunan Kimia Otak dan Tubuh
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh tampaknya
memegang peranan besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang
depresi ditemukan adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia
tersebut. Hormon noradrenalin yang memegang peranan utama dalam
mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, dimana pada orang depresi
kadar hormon ini berkurang. Pada wanita, perubahan hormon estrogen
dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi. Hormon kortisol juga
dipercaya menyebabkan depresi. Pada orang yang sehat, kortisol
dikeluarkan dalam jumlah yang besar pada pagi hari dan makin
berkurang menjelang sore hari. Sedangkan pada orang yang depresi,
hormon kortisol dikeluarkan dalam jumlah yang sama sepanjang hari.
Hal tersebut banyak ditemukan pada orang yang depresi berat dengan
simtom fisik.
Walaupun banyak macam neurotransmitter yang berbeda, riset
menunjukkan bahwa ada kekurangan dari beberapa neurotransmiter
serotonin, norepinephrine dan dopamine dapat menyebabkan terjadinya
depresi. Di lain sisi jika kelebihan jumlah neurotransmiter dapat menjadi
penyebab fase manik dalam periode manik-depresi.
Selain itu, terdapat dua penjelasan dalam teori fisiologis mengenai
depresi. Yang pertama, adanya gangguan metabolisme elektrolit pada
pasien depresi. Sodium dan potasium klorida sangat penting bagi
pemeliharaan daya kerja dan fungsi kontrol terhadap rangsang perasaan
bersemangat atau rasa gembira yang terdapat pada sistem saraf. Bila
distribusinya pada neuron terganggu, dapat membawa individu pada
6
kondisi depresi. Penjelasan yang kedua, yaitu bahwa depresi disebabkan
adanya hambatan dalam transmisi neural yang terjadi dalam system
saraf simpatik serta melibatkan transmiter neuralnya, yaitu nor-
epinephrine.1,8
c. Faktor Usia
Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu
remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat
terjadi karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas
perkembangan yang penting, yaitu peralihan dari masa anak-anak ke
masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau
bekerja, serta masa pubertas hingga ke pernikahan. Namun sekarang ini
usia rata-rata penderita depresi semakin menurun yang menunjukkan
bahwa remaja dan anak-anak semakin banyak yang terkena depresi.
Survei masyarakat terakhir melaporkan adanya prevalensi yang tinggi
dari gejala-gejala depresi pada golongan usia dewasa muda yaitu 18-24
tahun. 1,8
d. Faktor Gender
Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi
daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang depresi, bisa
saja karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi daripada pria
dan dokter lebih dapat mengenali depresi pada wanita. Bagaimanapun
juga tekanan sosial pada wanita yang mengarah pada depresi lebih
jarang ditemui pada pria daripada wanita. Ada juga perubahan
hormonal dalam siklus menstruasi yang berhubungan dengan
kehamilan, kelahiran dan menopause yang membuat wanita lebih rentan
menjadi depresi.
Lebih banyaknya wanita tercatat mengalami depresi bisa juga
disebabkan oleh pola komunikasinya. Menurut Pease & Pease (dikutip
dari Lubis1) bahwa pola komunikasi wanita berbeda dengan pria. Jika
7
seorang wanita mendapat masalah, maka wanita tersebut ingin
mengkomunikasikannya dengan orang lain, sedangkan pria cenderung
untuk memikirkan masalahnya sendirian hingga mendapatkan jawaban
atas masalahnya. Pria juga jarang menunjukkan emosinya sehingga
kasus depresi ringan dan sedang pada pria jarang diketahui.1
e. Gaya Hidup
Banyak kebiasaan atau gaya hidup tidak sehat berdampak pada
penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat memicu kecemasan dan
depresi. Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur tidak teratur, makan
tidak teratur, mengonsumsi jenis makanan fast food atau makanan yang
mengandung bahan perasa, pengawet dan pewarna buatan, kurang
berolahraga, merokok, dan minum-minuman keras. 1
f. Penyakit Fisik dan Obat-obatan
Orang yang menderita penyakit fisik yang berat atau kondisi
kelumpuhan yang lama seperti artritis rhematoid mungkin berakhir
dengan depresi. Namun beberapa kondisi juga dapat bertindak sebagai
penyebab khas suatu depresi.
Beberapa penyakit fisik penyebab depresi:
Penyakit syaraf: penyakit parkinson, multiple sclerosis, epilepsi,
demensia
Penyakit ganas: kanker paru, tumor otak, kenker pankreas
Penyakit endokrin: hipotiroid, sindroma Cushing, penyakit Addison
Penyakit ginjal: kegagalan ginjal, dialisis ginjal
Anemia: kekurangan zat besi, folat, vit.B12
Infeksi: influenza dan pasca influenza, hepatitis, demam kelenjar,
bruselosis
Efek samping obat: metildopa, kortikosteroid, l-dopa, diuretik,
barbiturat, deserpin
8
Kegagalan obat: bensodiasepedin, penenang, amfetamin,
alkohol.1,8,10
g. Kurangnya Cahaya Matahari
Mereka baik-baik saja ketika musim panas tetapi menjadi depresi
ketika musim dingin. Mereka disebut menderita seasonal affective
disorder (SAD). SAD berhubungan dengan tingkat hormon melatonin
yang dilepaskan dari kelenjar pineal ke otak. Pelepasannya sensitif
terhadap cahaya, lebih banyak dilepaskan ketika gelap.1
2. Faktor Psikologis
a. Kepribadian
Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi rendahnya
depresi yang dialami serta kerentanan terhadap depresi. Ada individu-
individu yang lebih rentan terhadap depresi, yaitu yang mempunyai
konsep diri serta pola pikir yang negatif, pesimis, juga tipe kepribadian
introvert. 1
b. Pola Pikir
Seorang psikiatri Amerika, Aaron Beck (dikutip dari Lubis1)
menggambarkan pola pemikiran yang umum pada depresi dan dipercaya
membuat seseorang rentan terkena depresi. Secara singkat, dia percaya
bahwa seseorang yang merasa negatif mengenai diri sendiri rentan
terkena depresi.1
c. Harga Diri (Self-Esteem)
Self-Esteem adalah pandangan individu terhadap nilai dirinya atau
bagaimana seseorang menilai, mengakui, menghargai, atau menyukai
dirinya sendiri. Harga diri berhubungan dengan status ekonomi dan
berbagai aspek kesehatan dan perilaku sehat, juga berhubungan dengan
self-efficacy. Bandura (dikutip dari Lubis1) mengatakan self-efficacy
9
adalah perasaan individu mengenai kemampuannya dalam melakukan
sesuatu.
Menurut penelitian, rendahnya harga diri pada remaja
mempengaruhi seorang remaja untuk terserang depresi. Depresi dan self-
esteem dapat dilihat sebagai lingkaran setan. Ketidakmampuan untuk
menghadapi secara positif situasi sosial dapat menyebabkan rendahnya
self-esteem yang mengakibatkan depresi. Depresi nantinya
menyebabkan ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain
dan diterima dalam kelompok sosial yang menyebabkan perasaan
rendahnya self-esteem. 1
d. Stres
Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pindah rumah
atau stres berat yang lain dianggap dapat menyebabkan depresi. Reaksi
terhadap stres seringkali ditangguhkan dan depresi dapat terjadi
beberapa bulan sesudah peristiwa itu terjadi.
Riset telah memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian dalam hidup
yang buruk cenderung menumpuk dalam 6-12 bulan sebelum mulai
terjadinya depresi. Tampaknya terjadi peningkatan serangan depresi
setelah adanya peristiwa kehidupan yang paling menimbulkan stres. 1,8
e. Lingkungan Keluarga
Kehilangan Orang Tua Ketika Masih Anak-anak
Ada bukti bahwa individu yang kehilangan ibu mereka ketika muda
memiliki risiko lebih besar terserang depresi. Akibat psikologis, sosial
dan keuangan yang ditimbulkan oleh kehilangan orang tua yang lebih
penting daripada kehilangan itu sendiri.
Jenis Pengasuhan
10
Psikolog menemukan bahwa orang tua yang sangat menuntut dan
kritis, yang menghargai kesuksesan dan menolak semua kegagalan
membuat anak-anak lebih mudah terserang depresi di masa depan.
Penyiksaan Fisik dan Seksual Ketika Kecil
Ada beberapa bukti bahwa penyiksaan fisik atau seksual dapat
membuat seseorang berisiko terserang depresi berat sewaktu dewasa.
Studi telah menunjukkan bahwa setengah dari orang-orang yang
mengunjungi psikiatri punya semacam perhatian seksual yang tidak
diinginkan ketika remaja dan anak-anak. 1
f. Penyakit Jangka Panjang
Orang yang sakit keras menjadi rentan terhadap depresi saat
mereka dipaksa dalam posisi dimana mereka tidak berdaya atau karena
energi yang mereka perlukan untuk melawan depresi sudah habis untuk
penyakit jangka panjang. Demikian pula dengan kecemasan terhadap
ketidakamanan finansial bisa menjadi faktor yang penting terjadinya
depresi. 1
D. Jenis-jenis Depresi
1. Jenis-jenis Depresi Berdasarkan Tingkat Penyakit
Menurut klasifikasi organisasi kesehatan dunia WHO, berdasarkan
tingkat penyakitnya depresi dibagi menjadi:
a. Mild depression/ minor depression dan dysthymic disorder
Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit
datang setelah kejadian stressful yang spesifik. Perubahan gaya hidup
biasanya dibutuhkan untuk mengurangi depresi jenis ini. Bentuk depresi
yang kurang parah disebut distimia (Dystymic disorder). Depresi ini
menimbulkan gangguan mood ringan dalam jangka waktu yang lama
sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal.
b. Moderate depression
11
Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu
mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu.
Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk
mengatasinya.
c. Severe depression/ major depression
Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja,
tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan. Penting untuk
mendapatkan bantuan medis secepatnya.1
2. Jenis-jenis Depresi Berdasarkan Klasifikasi Nosologi
Klasifikasi nosologi dari keadaan depresi telah terbukti bernilai dalam
praktik klinik dan telah dibakukan oleh WHO.
Jenis-jenis depresi berdasarkan klasifikasi nosologi:
a. Depresi psikogenik
Depresi ini karena pengaruh psikologis individu. Biasanya terjadi akibat
kejadian yang dapat membuat seseorang sedih atau stres berat.
Berdasarkan pada gejala dan tanda-tanda, terbagi menjadi:
1. Depresi reaktif
Merupakan istilah yang sering digunakan untuk gangguan mood
depresif yang ditandai oleh apati dan retardasi atau oleh kecemasan
dan agitasi.
2. Exhaustion depression
Merupakan depresi yang timbul setelah bertahun-tahun masa laten,
akibat tekanan perasaan yang berlarut-larut, goncangan jiwa yang
berturut atau pengalaman berulang yang menyakitkan.
3. Depresi neurotik
Asal mulanya adalah konflik-konflik psikologis masa anak-anak
(seperti keadaan perpisahan dengan ibu pada masa bayi, hubungan
orang tua-anak yang tidak menyenangkan) yang selama ini
disimpan dan membekas dalam jiwa penderita.
b. Depresi endogenik
12
Depresi ini diturunkan, biasanya timbul tanpa didahului oleh masalah
psikologis atau fisik tertentu, tetapi bisa juga dicetuskan oleh trauma
fisik maupun psikis.
c. Depresi somatogenik
Pada depresi ini dianggap bahwa faktor-faktor jasmani berperan dalam
timbulnya depresi, terbagi dalam beberapa tipe:
1. Depresi organik
Disebabkan oleh perubahan-perubahan morfologi dari otak seperti
arteriosklerosis serebri, demensia senilis, tumor otak, defisiensi
mental, dan lain-lain.
2. Depresi simptomatik
Merupakan depresi akibat atau bersamaan dengan penyakit-
penyakit jasmaniah seperti:
Penyakit infeksi: hepatitis, influenza, pneumonia.
Penyakit endokrin: diabetes mellitus, hipotiroid.
Akibat tindakan bedah.
Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antihipertensi.
Pada fase penghentian kecanduan narkotika, alkohol dan obat
penenang.1
3. Jenis-jenis Depresi Menurut Penyebabnya
Menurut Greg Wilkinson8 depresi dapat digolongkan sebagai depresi
“reaktif” dan “endogenus”.
a. Depresi Reaktif
Gejalanya diperkirakan akibat stres luar, seperti kehilangan seseorang
atau kehilangan pekerjaan. Ini merupakan jenis depresi paling umum
dan sungguh merupakan perluasan dari perasaan gundah yang normal.
Umumnya orang yang mengalami depresi reaktif akan merasa muram,
cemas, sering marah dan mudah tersinggung.
b. Depresi Endogenus
13
Gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor luar. Seorang psikiater
mendiagnosis seorang pasien menderita depresi endogenus jika mereka
menunjukkan tanda-tanda sedih, menarik diri dan mempunyai beberapa
gejala berikut ini:
1. Hilangnya hasrat seks.
2. Anoreksia atau kehilangan berat badan.
3. Kelambanan fisik dan mental atau kegelisahan atau agitasi.
4. Bangun pagi-pagi.
5. Perasaan bersalah.
6. Tidak menikmati apa-apa.
7. Suasana hati paling rendah di pagi hari dan meningkat dengan
berjalannya hari.
8. Suasana hati sedih yang berbeda dari kesedihan biasa.
c. Depresi Primer dan Sekunder
Depresi primer : depresi yang tidak mempunyai penyebab.
Depresi sekunder: depresi yang disebabkan penyakit fisik atau
psikiatrik atau kecanduan obat atau alkohol.1,8,13,14
4. Jenis-jenis Depresi Menurut Gejalanya
Menurut gejalanya depresi dapat digolongkan sebagai “neurotik” dan
“psikotik”. Namun perbedaannya tidak terlalu jelas seperti yang diinginkan
para dokter. Oleh karena banyak orang yang mempunyai gejala kedua jenis
penyakit dan beberapa jenis depresi (terutama yang endogenus) tidaklah
bersifat neurotik ataupun psikotik.
a. Depresi Neurotik
Biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang meyedihkan tetapi
jauh lebih berat dari biasanya. Seringkali didahului oleh trauma
emosional seperti kehilangan orang yang dicintai. Orang yang
menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas sekaligus
merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau ketakutan
abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi atau
halusinasi.
14
b. Depresi Psikotik
Depresi yang berkaitan dengan delusi atau halusinasi atau keduanya.
c. Psikosis Depresi Manik (disebut juga depresi bipolar)
Merupakan penyakit yang kambuh kembali disertai gangguan suasana
hati yang berat. Orang yang menderita gangguan ini menunjukkan
gabungan depresi dan rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini dapat
diganti dengan perasaan gembira, gairah dan aktivitas secara
berlebihan, gambaran ini disebut “mania”.1,8,15
5. Jenis-jenis Depresi Menurut Arah Penyakit
Depresi yang terjadi sendiri dan tidak dihubungkan dengan penyakit
manik (lawan dari depresi dan sifat orang itu sangat gembira) disebut
sebagai:
a. Depresi “unipolar”
Gangguan depresi yang dicirikan oleh suasana perasaan depresif saja.
Penderita dalam jangka waktu yang lama hanya mengalami perasaan
sedih saja.
b. Depresi “bipolar”
Dahulunya gangguan ini disebut manik depresif. Tidak seperti
gangguan depresi yang lainnya, gangguan bipolar meliputi lingkaran
depresi pada satu kutub dan gembira berlebihan atau maniak pada
kutub lainnya. Kadang-kadang suasana perasaan tersebut berubah
secara drastis dan cepat, tetapi sebagian besar berlangsung secara
gradual.1,8
6. Depresi Tersembunyi
Diagnosis depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang dibuat
bilamana depresi dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak
dapat diterangkan, misalnya rasa sakit yang lama tanpa sebab yang nyata
atau hipokondria atau sebaliknya perilaku yang tidak dapat diterangkan
seperti wanita lanjut usia yang suka mengutil.1,8
15
E. Gejala Depresi
Gejala depresi adalah kumpulan perilaku dan perasaan yang secara
spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Namun perlu diingat, setiap
orang mempunyai perbedaan yang mendasar, yang memungkinkan suatu
peristiwa atau perilaku dihadapi secara berbeda antara satu orang dengan
yang lainnya. Gejala utama depresi pada derajat ringan, sedang dan berat
adalah afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya
energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Gejala-gejala
depresi ini bisa kita lihat dari tiga segi, yaitu gejala dilihat dari segi fisik,
psikis dan sosial.
1. Gejala Fisik
Menurut beberapa ahli, gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai
rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang
dialami. Gejala fisik berupa:
Gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit).
Menurunnya aktivitas fisik.
Menurunnya efisiensi kerja.
Menurunnya produktivitas kerja.
Mudah merasa letih dan sakit.
Konsentrasi dan perhatian berkurang.
Bicara dan gerak-geriknya pelan dan kurang hidup.
Anoreksia (kadang-kadang makan terlalu banyak sebagai pelarian)
dan penurunan berat badan.
Diare, konstipasi dan muntah.
Kehilangan libido dll. 1,8,9,15,16
2. Gejala Psikis
Adapun gejala psikis yang muncul berupa:
16
Kehilangan rasa percaya diri.
Sensitif.
Merasa tidak berguna.
Perasaan bersalah.
Perasaan terbebani.
Perasaan sedih.
Kosong, bosan dan putus asa.
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
Gagasan atau perbuatan mengancam jiwa atau bunuh diri dll.1,8,9,15,16
3. Gejala Sosial
Masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya
mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan atau aktivitas rutin lainnya.
Lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi
tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung,
menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi
biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja, atasan atau
bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah
lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara
kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal.
Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif
menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan. Adapun
gejala sosial lainnya:
Konsep diri kurang.
Isolasi.
Menarik diri.
Tergantung. 1,8,9
F. Diagnosis Depresi (berdasarkan PPDGJ III)
F32 EPISODE DEPRESI
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat):
17
Afek depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang;
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
f. Tidur terganggu;
g. Nafsu makan berkurang.
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika
gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan
berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bawah
salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)
F32.0 Episode Depresif Ringan
Pedoman Diagnostik
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut di atas;
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a) sampai
dengan (g)
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
18
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasanya dilakukan.
Karakter kelima: F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik
F32.1 Episode Depresif Sedang
Pedoman Diagnostik
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
pada episode depresi ringan (F30.0)
Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;
Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.
Karakter kelima: F32.10 = Tanpa gejala somatik
F32.11 = Dengan gejala somatik
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman Diagnostik
Semua gejala utama depresi harus ada
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode
depresi berat masih dapat dibenarkan.
Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu.
19
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman Diagnostik
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut
di atas;
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditori atau olfaktori biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent).
F32.8 Episode Depresif Lainnya
F32.9 Episode Depresif YTT
F33 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG
Pedoman Diagnostik
Gangguan ini tersirat dengan episode berulang dari:
Episode depresi ringan (F32.0)
Episode depresi sedang (F32.1)
Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan
tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan
bipolar.
Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan
hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
20
Namun kategori ini tetap harus jika ternyata ada episode singkat dari
peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria
hipomania (F30.0) segera sesudah episode depresif (kadang-kadang
tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi).
Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun
sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya
menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini
harus tetap digunakan).
Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma
mental lain (adanya stres atau tidak esensial untuk penegakkan
diagnosis).
Diagnosis Banding: Episode depresif singkat berulang (F38.1)
F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan
Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
ringan (F32.0); dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.
Karakter kelima : F33.00 = Tanpa gejala somatik
F33.01 = Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang
Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti:
21
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
sedang (F32.1); dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.
Karakter kelima : F33.10 = Tanpa gejala somatik
F33.11 = Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala
Psikotik
Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan
Gejala Psikotik
Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.2); dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.
22
F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi
Pedoman Diagnostik
Untuk diagnosis pasti:
a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah
dipenuhi di masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak
memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan derajat keparahan
apa pun atau gangguan lain apa pun dalam F30-F39; dan
b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.17
F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT
G. Pengukuran Depresi
1. HDRS (Hamilton Depression Rating Scale) 18
Hamilton Depression Scale (HDS atau HAMD), juga dikenal
Hamilton Rating Scale for Depression atau Hamilton Depression
Rating Scale, adalah tes yang mengukur keberatan dari gejala depresi
pada individu. Tujuannya adalah untuk menilai keberatan dari
penampakan gejala depresi pada anak-anak maupun pada orang dewasa.
HDRS dikembangkan oleh Max Hamilton (1960) sebagai
pengukur gejala depresi yang dapat digunakan dalam hubungannya
dengan interview klinik pada pasien depresi. Direvisi terakhir pada
tahun 1967. Hamilton juga membuat Hamilton Depression Inventory.
Tergantung dari versi yang digunakan, terdapat 17 atau 21 item
interview yang mengandung rating. Versi 17 item HDRS lebih umum
digunakan dari versi 21 item yang mengandung 4 item tambahan yang
mengukur gejala yang berhubungan dengan depresi, seperti paranoia dan
obsesi.
Tabel 1. Nilai tingkat depresi HDRS
23
Nilai tes HDRS Tingkat depresi
0-6 Tak ada depresi
7-16 Depresi ringan
17-24 Depresi sedang
>24 Depresi berat
2. MADRS (Montgomery Asberg Depression Rating Scale)
MADRS pertama kali diperkenalkan oleh Montgomery dan
Asberg. Skala rating ini terdiri dari butir yang lebih sedikit dari HDRS.
MADRS lebih sensitif terhadap perubahan harian sehingga baik untuk
digunakan dalam membandingkan pemakaian dua obat atau lebih.
3. Beck Depression Inventory
Beck Depression Inventory adalah suatu skala pengukuran
depresi terdiri dari 21 items pernyataan yang diberikan oleh pemeriksa,
namun dapat juga digunakan oleh pasien untuk menilai derajat
depresinya sendiri. Berdasarkan interpretasi terhadap Beck Depression
Inventory terdapat enam kategori status depresi, yaitu:
Tabel 2. Nilai tingkat depresi Beck Depression InventoryNilai tes BDI Tingkat depresi
1-10 tidak depresi
11-16 gangguan mood ringan
17-20 borderlines klinis depresi
21-30 depresi ringan-sedang
31-40 depresi berat
>40 depresi sangat berat
4. Zung Self Depression Scale
Zung Self Depression Scale adalah suatu skala depresi terdiri dari
20 kalimat dan penilaian derajat depresinya dilakukan oleh pasien
sendiri.
24
Tabel 3. Nilai tingkat depresi Zung Self Depression ScaleNilai tes ZSDS Tingkat depresi
25-49 Normal
50-59 Depresi ringan
60-69 Depresi sedang
>70 Depresi berat
G. Penatalaksanaan
Pada kasus depresi berat diperlukan terapi dan pengobatan yang
efektif untuk mengurangi depresi, namun pada kasus depresi ringan dan
sedang dapat melakukan terapi terhadap diri sendiri untuk mengurangi
gejala-gejala depresi.1
1. Obat Antidepresan
Ada beberapa obat antidepresan yaitu:
MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)
Obat ini menghalangi aktivitas monoamine oxidase, enzim yang
menghancurkan monoamine neurotransmitters norephinefrin,
serotonin, dan dopamin.
Tricyclics
Obat ini meningkatkan aktivitas neurotransmitters monoamine
norephinefrin dan serotonin dengan menghambat reuptake ke dalam
neuron.
SSRIs
Obat ini hanya menghambat reuptake serotonin namun tidak
menghalangi neurotransmiter lain.
2. CBT (Cognitive Behavior Therapy)
Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada proses berpikir klien
yang berhubungan dengan kesulitan emosional dan psikologi klien. CBT
adalah terapi yang dikembangkan oleh Beck tahun 1976, dan paling
sesuai untuk gangguan harga diri dan depresi. Sejumlah penelitian telah
25
menunjukkan keefektifan pendekatan terapi kognitif untuk mengobati
penderita depresi. Salah satu penelitian mengenai pasien yang
mengalami depresi tahap sedang hingga berat, hasilnya menunjukkan
bahwa pasien yang dirawat dengan terapi kognitif mempunyai angka
pemulihan yang lebih besar, angka kegagalan lebih kecil dan angka
perbaikan lebih cepat dibanding pasien yang diobati dengan terapi obat
antidepresi saja.
3. Terapi Interpersonal
Terapi interpersonal adalah bantuan psikoterapi jangka pendek yang
berfokus kepada orang-orang dengan perkembangan simtom penyakit
kejiwaan. Jika terapi kognitif berfokus pada persepsi dan reaksi terhadap
persepsi tersebut, terapi interpersonal menekankan kepada terapi
komunikasi.
4. Konseling Kelompok dan Dukungan Sosial
Konseling secara kelompok adalah pelaksanaan wawancara
konseling yang dilakukan antara seorang konselor profesional dengan
beberapa pasien sekaligus dalam kelompok kecil. Kegunaan dukungan
sosial kelompok diantaranya adalah agar pasien merasa ada orang lain
yang juga menderita sehingga dapat mengurangi rasa isolasi.
5. Berolahraga
Keadaan mood yang negatif seperti depresi, kecemasan, dan
kebingungan disebabkan oleh pikiran dan persaan yang negatif pula.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan pikiran dan
perasaan positif yang dapat menghalangi munculnya mood negatif
adalah dengan berolahraga. Bryan, psikolog olahraga di ACE
( American Counsil of Excercise) mengatakan bahwa olahraga dapat
membantu individu mengatasi stres, depresi ringan dan memperbaiki
mood.
26
6. Diet (Mengatur Pola Makan)
Simtom depresi dapat diperparah oleh ketidakseimbangan nutrisi di
dalam tubuh. Ketidakseimbangan nutrisi yang dapat menyebabkan
depresi semakin parah yaitu:
Konsumsi kafein secara berkala
Konsumsi sukrosa (gula)
Kekurangan biotin, asam folat, vitamin B, vitamin C, kalsium,
tembaga, magnesium atau potasium.
Ketidakseimbangan asam amino
Alergi makanan.
7. Terapi Humor
Sudah lama profesional medis mengakui bahwa pasien yang
mempertahankan sikap mental yanng positif dan berbagi tawa merespon
lebih baik terhadap pengobatan. Respon fisiologis dari tertawa termasuk
meningkatnya pernafasan, sirkulasi, sekresi hormon, enzim pencernaan
dan peningkatan tekanan darah.
8. Berdoa
Berdoa merupakan salah satu untuk mengatasi depresi. Doa dapat
mendatangkan ketenangan lahir dan batin serta melepaskan kita dari
ketegangan fisik dan mental kita.
9. Hidroterapi dan Hidrotermal
Hidroterapi adalah penggunaan air untuk pengobatan penyakit.
Terapi hidrotermal adalah penggunaan efek temperatur air misalnya
mandi air panas, sauna, dll. Tubuh bereaksi terhadap stimulus panas dan
dingin. Saraf mengantarkan rangsangan yang dirasakan kulit ke dalam
tubuh, dimana merangsang sistem imun, mempengaruhi hormon stress,
meningkatkan aliran tubuh dan mengurangi rasa sakit.1
27
BAB III
KESIMPULAN
Depresi merupakan suatu keadaan mental mood yang menurun yang
ditandai dengan kesedihan, perasaan putus asa, tidak bersemangat, rasa
bersalah, harga diri yang rendah, dan perasaan kosong. Menurut klasifikasi
organisasi kesehatan dunia WHO, berdasarkan tingkat penyakitnya depresi
dibagi menjadi: Mild depression/ minor depression (depresi ringan);
Moderate depression (depresi sedang); dan Severe depression/ major
depression (depresi berat).
Gejala utama depresi pada derajat ringan, sedang dan berat adalah
afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah
kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Pada depresi ringan, mood
yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressful
yang spesifik. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk
mengurangi depresi jenis ini. Depresi ini menimbulkan gangguan mood
ringan dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak dapat
bekerja optimal.
Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan
individu mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu.
Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk
28
mengatasinya. Pada depresi berat individu akan mengalami gangguan dalam
kemampuan untuk bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang
menyenangkan. Penting untuk mendapatkan bantuan medis secepatnya.
Pada kasus depresi berat diperlukan terapi dan pengobatan yang
efektif untuk mengurangi depresi, namun pada kasus depresi ringan dan
sedang dapat melakukan terapi terhadap diri sendiri untuk mengurangi
gejala-gejala depresi. Adapun penatalaksanaan depresi meliputi obat
antidepresan, CBT (cognitive behavior therapy), terapi interpersonal,
konseling kelompok dan dukungan sosial, berolahraga, terapi humor,
berdoa, hidroterapi dan hidrotermal.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Lubis NL. Depresi tinjauan psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group; 2009.
2. Poongothai S, Pradeepa R, Ganesan A, Mohan V. Prevalence of depression in a large urban South Indian population - the Chennai urban rural epidemiology study (cures – 70). Journal Plos One. 2009; 4(9): 1-6.
3. Informasi Psikologi. Depresi. Edisi 6 Desember 2001. Diunduh dari http://www.e-psikologi.com/epsi/klinis_detail.asp?id=162, 5 Oktober 2010.
4. Sutarto. 94 persen masyarakat mengalami depresi. Edisi 20 Juni 2007. Diunduh dari http://www.tempointeraktif.com/share/?act=TmV3cw= =&type=UHJpbnQ=&media=bmV3cw==&y=JEdMT0JBTFNbeV0=&m=JEdMT0JBTFNbbV0=&d=JEdMT0JBTFNbZF0=&id=MTAyMjgx, 5 Oktober 2010.
5. Lerik DC, Johana EP. The effect of music therapy on depression among students. Jurnal Sosiosains. 2005; 18(2): 209-19.
6. Informasi Psikologi. Waspada depresi pada remaja. Edisi 24 Maret 2008. Diunduh dari http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id =481, 5 Oktober 2010.
7. Hartanto H. Kamus kedokteran Dorland. edisi 29. Jakarta: EGC; 2002. p. 588.
8. Wilkinson G. Depresi buku pintar kesehatan. Jakarta: Arcan; 1995.
30
9. Keliat BA. Protokol depresi. Dalam: Kedaruratan pada gangguan alam perasaan. Jakarta: EGC, 1996; p.18-24.
10. Kaplan HI, Sadock BJ. Depresi. Dalam: Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta: Widya Medika, 1998; p. 227-32.
11. Nevid JS, Rathus SA, Greene B. Gangguan mood dan bunuh diri. Dalam: Psikologi abnormal. jilid 1. Jakarta: Erlangga, 2005; p. 229-71.
12. Kaplan HI, Sadock BJ. Gangguan mood. Dalam: Sinopsis psikiatri. Tangerang: Bina Rupa Aksara, 2010; p. 227-32.
13. Hinton J. Depresi dan perawatannya. Jakarta: Dian Rakyat; 1989.
14. Patric MC. Menghadapi depresi dan elasi. Jakarta: Arcan; 1992.
15. Maramis WF. Neurosa depresif. Dalam: Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga University Press, 2005; p. 270-3.
16. Cadoret RJ, King LJ. Affective disorder depression and mania. In: Psychiatry in primary care. St. Louis: The C.V. Mosby Company, 1983; p. 42-70.
17. Maslim R. Pedoman penggolongan dan diagnostik gangguan jiwa III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2003.
18. Encyclopedia of Mental Disorders. Hamilton depression scale. Diunduh dari http://www.minddisorders.com/Flu-Inv/Hamilton-Depression-Scale.html, 3 Desember 2009.
31