237346908 case

92
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites BAB I PENDAHULUAN Malnutrisi yaitu gizi buruk atau kurang enegi protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien merupakan 1

Transcript of 237346908 case

Page 1: 237346908 case

Get Homework/Assignment Done

Homeworkping.com

Homework Help

https://www.homeworkping.com/

Research Paper help

https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring

https://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sites

BAB I

PENDAHULUAN

Malnutrisi yaitu gizi buruk atau kurang enegi protein (KEP) dan defisiensi

mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama

di negara-negara berkembang yang merupakan faktor resiko penting terjadinya

kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita (Krisnansari, 2010).

Di Indonesia, KEP dan defisiensi mikronutrien juga menjadi masalah

kesehatan penting dan darurat di masyarakat terutama anak balita. Kasus kematian

1

Page 2: 237346908 case

balita akibat gizi buruk kembali berulang, terjadi secara massif dengan wilayah

sebaran yang hamper merata di seluruh tanah air (Krisnansari, 2010). Tercatat satu

dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahunnya akibat buruknya kualitas gizi.

Dari data departemen kesehatan menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal

tiap tahun karena masalah kekurangan gizi dan buruknya kualitas makanan,

didukung pula oleh kekurangan gizi selama masih didalam kandungan (Siagian,

2012).

Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan seluruh Indonesia, padat tahun

2005 terdata 76.178 kasusu kemudian menurun menjadi 50.106 kasus pada tahun

2006 dan 39.080 kasus pada tahun 2007 (Krisnansari, 2010). Menurut riset

kesehatan dasar pada tahun 2010, sebanyak 13% berstatus gizi kurang diantaranya

4,9% gizi buruk (Siagian, 2012).

Penyebab gizi buruk dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling terkait,

antara lain asupan makanan yang kurang disebabkan karena tidak tersedianya

makanan secara adekuat, anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang,

pola makan yang salah, serta anak sering menderita sakit. Kekurangan konsumsi

makanan yang berlangsung lama, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

pemeliharaan gizi anak, serta rendahnya kondisi kesehatan lingkungan, selain itu

juga dipengaruhi oleh masalah ekonomi dan pelayanan kesehatan, serta pola asuh

yang kurang memadai sehingga berdampak pada meningkatnya jumlah balita

dengan status gizi buruk (Depkes, 2000).

Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri

dan pemeriksaan laboratorium (Krisnansari, 2010). Diagnosis dini penyakit gizi

buruk berdasarkan komponen-komponen diatas sangat penting dilakukan

mengingat masalah gizi buruk balita merupakan masalah yang sangat serius

apabila tidak ditangani secara cepat dan cermat dapat berakhir pada kematian.

Laporan kasus ini mengangkat kasus mengenai marasmus kondisi V yang

terjadi bersamaan dengan penyakit penyerta yaitu bronkopneumonia dan impetigo

bulosa. Permasalahan-permasalahan pada kasus ini diangkat dan dianalisis untuk

mengetahui ketepatan diagnosis dan tatalaksana penyakit-penyakit tersebut.

2

Page 3: 237346908 case

Melalui penelaahan terhadap kasus ini, diharapkan tatalaksana gizi buruk dapat

dilakukan secara cepat dan tepat agar morbiditas dan mortalitas pada anak dapat

dihindari.

BAB II

STATUS PASIEN

2.1 Identifikasi Pasien

a. Nama : Muhammad Zaki

b. Umur : 2 bulan 17 hari

c. Jenis kelamin : Laki-laki

d. Alamat : Rusun Blok 21 lt. 3 No.68 RT.44 RW.08

Palembang

3

Page 4: 237346908 case

e. Dikirim oleh : -

f. MRS tanggal, pukul : 10 Juni 2014

g. Nomor RM : 820893

2.2 Anamnesis

Tanggal : 16 Juni 2014

Diberikan oleh : Ibu Pasien

a. Riwayat Penyakit Sekarang

1. Keluhan utama : sesak nafas

2. Keluhan tambahan : demam dan batuk

3. Riwayat Perjalanan Penyakit

+ 1 minggu sebelum masuk rumah sakit anak batuk berdahak, tidak

demam, tidak pilek, tidak ada mual dan muntah, tidak ada sesak, badan tidak

lemas, BAB dan BAK biasa.

+ 3 hari sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh bintik merah-

merah di leher yang semakin lama makin melebar, ada demam tinggi, mual dan

muntah tidak ada, sesak tidak ada, batuk bertambah sering, BAK biasa, BAB

cair, cairan lebih banyak dari ampas, masing-masing 1/4 gelas belimbing, tidak

ada darah maupun lendir. Dibawa ke bidan diberi obat sirup dan penurun

panas.

+ 12 jam sebelum masuk rumah sakit anak tampak sesak nafas, batuk

bertambah sering, ada demam, tidak ada mual dan muntah, BAB cair tidak

ada, BAK biasa, dibawa ke dokter spesialis anak dan dianjurkan untuk dirawat

di RSMH.

Riwayat kontak dengan pasien TB ada, riwayat dirawat di bagian anak

RSMH dengan bronkopneumonia + 2 minggu dengan perbaikan.

b. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit

1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa kehamilan : 9 bulan

4

Page 5: 237346908 case

Partus : spontan per vaginam

Ditolong oleh : bidan

BBL : 3300 gram

PBL : 50 cm

2. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Parotitis : tidak ada

Difteri : tidak ada

Tetanus : tidak ada

Campak : tidak ada

Varisela : tidak ada

Typhoid : tidak ada

Demam lama : tidak ada

Radang paru : tidak ada

TBC : tidak ada

Lumpuh : tidak ada

Otitis media : tidak ada

Muntah berak : tidak ada

Batuk/pilek : ada, tapi jarang

Kecacingan : tidak ada

Patah tulang : tidak ada

Jantung : tidak ada

Sendi bengkak: tidak ada

Kecelakaan : tidak ada

Operasi : tidak ada

Keracunan : tidak ada

Sakit kencing : tidak ada

Sakit ginjal : tidak ada

Alergi : tidak ada

Perut kembung: tidak ada

Malaria : tidak ada

DBD : tidak ada

Kejang : tidak ada

Asma : tidak ada

3. Riwayat Makanan

ASI + susu formula : 0 s.d. sekarang

Bubur nasi : -

Nasi biasa : -

Kesan : Asupan makan cukup

4. Riwayat Imunisasi

BCG : 1x

Hepatitis : -

Polio : -

DPT : -

5

Page 6: 237346908 case

Campak : -

Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap

5. Riwayat Perkembangan Fisik

Tengkurap : -

Kesan : perkembangan fisik dan bicara dalam batas normal

6. Riwayat Perkembangan Mental

Isap jempol : tidak ada

Ngompol : ada

Aktivitas : aktif

Membangkang : tidak ada

etakutan : tidak ada

Kesan : perkembangan mental dalam batas normal

7. Riwayat Keluarga

Menikah : 26 tahun

Jumlah saudara : 1

Riwayat penyakit : riwayat penyakit dengan keluhan yang sama

dengan pasien dalam keluarga tidak ada.

Pedigree :

Keterangan:

: laki-laki

: perempuan

: pasien

2.3 Pemeriksaan Fisik (10 Juni 2014)

a. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : kompos mentis

6

Page 7: 237346908 case

Posisi : supinasi

BB : 2600 gram

PB : 52 cm

BB/U : di bawah -3 SD

PB/U : 0 - 2 SD

BB/PB : di bawah -3 SD

Kesan status gizi : gizi buruk

Edema : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Dispnea : ada

Ikterus : tidak ada

Pucat : ada

Suhu : 38,50C

Frekuensi napas : 62 x/menit

Tipe pernaasan : abdominothorakal

Nadi

Frekuensi : 120 x/menit

Isi : cukup

Equalitas : equal

Regularitas : reguler

Pulsus defisit : tidak ada

Pulsus alternans : tidak ada

Pulsus paradox : tidak ada

Pulsus tardus : tidak ada

Pulsus celler : tidak ada

Pulsus magnus : tidak ada

Pulsus parvus : tidak ada

Pulsus bigeminus : tidak ada

Pulsus trigeminus : tidak ada

Kulit

Warna : kuning langsat

Hiperpigmentasi : tidak ada

Hipopigmentasi : tidak ada

7

Page 8: 237346908 case

Eritema : ada di bagian leher kiri dan tangan kiri

Makula, papula : tidak ada

Vesikel : tidak ada

Pustula : tidak ada

Sikatrik : tidak ada

Edema : tidak ada

Turgor : baik, cubitan kulit perut kembali cepat

Hemangioma : tidak ada

Ptekie, purpura : tidak ada

b. Pemeriksaan Khusus

Kepala

Ubun-ubun : rataLingkar kepala : 36 cm

Mata

Palpebra : edema (-/-)Konjungtiva : pucat (+/+)Sklera : ikterik (-/-)Pupil : bulat, isokorDiameter : 3mm/3mmRefleks cahaya : +/+Hidung

Bentuk : normal

Napas cuping hidung : ada

Sekret : tidak ada

Mulut

Bibir

Bentuk : normal

Warna : merah muda

Ukuran : 4 cm

Ulkus : tidak ada

8

Page 9: 237346908 case

Rhagaden : tidak ada

Sikatriks : tidak ada

Cheilosis : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Labioschizis : tidak ada

Bengkak : tidak ada

Vesikel : tidak ada

Oral trush : tidak ada

Trismus : tidak ada

Bercak Koplik : tidak ada

Palatoschizis : tidak ada

Gigi

Kebersihan : cukup

Karies : tidak ada

Hutchinson : tidak ada

Gusi : hipertrofi tidak ada, perdarahan tidak ada

Lidah

Bentuk : normal

Gerakan : normal

Tremor : tidak ada

Warna : merah muda

Selaput : tidak ada

Hiperemis : tidak ada

Atrofi papil : tidak ada

Makroglosia : tidak ada

Mikroglosia : tidak ada

Faring Tonsil

Warna : merah muda

Edema : tidak ada

Selaput : tidak ada

Pembesaran tonsil : tidak ada

Ukuran : T1-T1

9

Page 10: 237346908 case

Simetris : simetris

Telinga

Bentuk : normal

Aurikula : normal

Cairan : tidak ada

Serumen : dalam batas normal

Leher

Inspeksi

Struma : tidak ada

Bendungan vena: tidak ada

Limphadenopati : tidak ada

Tortikolis : tidak ada

Bullneck : tidak ada

Parotitis : tidak ada

Palpasi

Kaku kuduk : tidak ada

Pergerakan : luas

Struma : tidak ada

Thoraks Depan dan Paru

Inspeksi Statis

Bentuk : normal

Simetris : simetris

Vousure cardiac : tidak terlihat

Clavicula : normal

Sternum : normal

Bendungan vena: tidak ada

Tumor : tidak ada

Sela iga : normal, tidak melebar

10

Page 11: 237346908 case

Inspeksi Dinamis

Gerakan : simetris

Bentuk pernapasan : abdominothorakal

Retraksi : ada di intercostae dan subcostae

Palpasi

Nyeri tekan : tidak ada

Fraktur iga : tidak ada

Tumor : tidak ada

Krepitasi : tidak ada

Stem fremitus : normal, kanan = kiri

Perkusi

Bunyi ketuk : sonor / sonor

Nyeri ketuk : tidak ada

Tumor : tidak ada

Auskultasi

Bunyi napas pokok : vesikuler (+) meningkat

Bunyi napas tambahan

Ronkhi : basah halus nyaring di kedua lapang paru

Wheezing : tidak ada

Jantung

Inspeksi

Vousure cardiac : tidak terlihat

Ictus cordis : tidak terlihat

Pulsasi jantung : tidak terlihat

Palpasi

Ictus cordis : teraba di ICS IV linea midclavicula sinistra

Thrill : tidak teraba

11

Page 12: 237346908 case

Perkusi

Batas kiri : ICS IV linea midclavicularis sinistra

Batas kanan : ICS IV linea parasternalis sinistra

Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Auskultasi

Bunyi jantung I

Mitral : normal

Trikuspid : normal

Bunyi jantung II

Mitral : normal

Trikuspid : normal

Irama derap : tidak ada

Opening snap : tidak ada

Click : tidak ada

Bising jantung : tidak ada

Thoraks Belakang

Inspeksi Statis

Bentuk : normal

Processus spinosus : tidak terlihat

Scapula : normal

Skoliosis : tidak ada

Kifosis : tidak ada

Lordosis : tidak ada

Gibbus : tidak ada

Palpasi

12

Page 13: 237346908 case

Nyeri tekan : tidak ada

Tumor : tidak ada

Krepitasi : tidak ada

Stem fremitus : normal, kanan = kiri

Perkusi

Bunyi ketuk : sonor / sonor

Nyeri ketuk : tidak ada

Auskultasi

Bunyi napas pokok : vesikuler (+) meningkat

Bunyi napas tambahan

Ronkhi : basah halus nyaring di kedua lapang paru

Wheezing : tidak ada

Abdomen

Inspeksi

Bentuk : datar

Umbilikus : normal

Ptekie : tidak ada

Spider nevi : tidak ada

Bendungan vena: tidak ada

Gambaran usus : tidak ada

Palpasi

Nyeri tekan : tidak ada

Nyeri lepas : tidak ada

Defans muscular: tidak ada

Meteorismus : tidak ada

Perkusi

Nyeri ketuk : tidak ada

13

Page 14: 237346908 case

Undulasi : tidak ada

Shifting dullness : tidak ada

Auskultasi

Bising usus : normal

HeparTidak teraba

LienTidak teraba

GinjalTidak teraba

Lipat Paha dan Genital

Kulit : normal

Kelenjar getah bening : pembesaran tidak ada

Edema : tidak ada

Sikatriks : tidak ada

Genitalia : normal

Anus : normal

Status Neurologis

Fungsi Motorik Lengan TungkaiKanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan luas Luas luas LuasKekuatan 5 5 5 5Tonus eutoni eutoni eutoni EutoniKlonus - - - -Refleks fisiologis + + + +Refleks patologis - -

Fungsi sensorik + (normal) + (normal) + (normal) + (normal)

Nervi craniales : dalam batas normalGejala rangsang meningeal : -Refleks primitive : refleks menghisap

Palmar grasp reflex

14

Page 15: 237346908 case

Plantar grasp reflex Moro reflex

2.4 Pemeriksaan Laboratorium

Spesimen Darah (10 Juni 2014)

Komponen Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

Hemoglobin 10,0 11,3-14,1g/dl

Leukosit 11.000 4.500- 13.500 /μL

Hematokrit 31 37-41%

Trombosit 502.000 217.000 – 497.000/μL

LED 66 0-8 mm/jam

Hitung jenis

Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 0 1-3 %

Neutrofil batang 0 2-6 %

Neutrofil segmen 63 50-70 %

Limfosit 29 20-40 %

Monosit 8 2-8 %

CRP kuantitatif 27 <5

2.5 Resume

Pasien seorang anak laki-laki berusia 2 bulan 17 hari datang dengan

keluhan utama sesak yang terjadi sejak ± 12 jam SMRS. Perjalanan penyakit

dimulai ± 1 minggu SMRS, pasien batuk berdahak yang tidak disertai demam.

Kemudian ± 3 hari SMRS, pasien mengeluh timbul bintik-bintik merah dan

mengelupas di daerah leher kiri dan tangan kiri, disertai dengan demam tinggi

dan batuk bertambah sering. + 12jam SMRS anak tampak sesak dan sesak

tidak dipengaruhi cuaca, posisi, emosi, dan aktivitas. Suara mengi tidak ada.

Riwayat asma dan keluarga dengan asma tidak ada. Riwayat kontak dengan

penderita TB ada. Pasien masih demam tinggi, batuk berdahak. Pasien pernah

15

Page 16: 237346908 case

dirawat di bagian anak RSMH selama 2 minggu dengan bronkopneumonia

dan ada perbaikan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi napas 62 x/menit, temperatur

38,50C. Pada pemeriksaan kepala, didapatkan nafas cuping hidung dan

konjungtiva pucat. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan retraksi di

intercostae dan subcostae, serta ronkhi basah halus nyaring di kedua lapang

paru. Pada pemeriksaan laboratorium diketahui hemoglobin 10,0 g/dL,

hematokrit 31%, trombosit 502.000/μL, LED 66, hitung jenis 0/0/0/63/29/8,

dan CRP 27.

2.6 Diagnosis Banding

a. Bronkopneumonia + Impetigo bulosa + Marasmus Kondisi V

b. Bronkiolitis Akut + Impetigo bulosa + Marasmus Kondisi V

2.7 Diagnosis Kerja

Bronkopneumonia + Impetigo bulosa dd/ Staphylococcus skin sacel syndrome

+ Marasmus Kondisi V

2.8 Terapi

a. Oksigen HB 5 L/menit

b. IVFD D5 1/4 NS gtt X mikro/menit

c. 1/2 vancomycin 2x60 mg drip dalam D5% 50 cc (dalam 1 jam)

d. Paracetamol syr 4 dd 1,5 cc

e. Vitamin B komp / Vitamin C / Asam Folat 1x1 tablet

f. Kompres lesi kulit dengan NaCl 0,9% 3x sehari selama 1/2 jam kemudian

diolesi As. Fusidal Salf.

g. Susu F75 12 x 30 cc + elekmin 1cc / 50cc susu = 270 kkal / hari ~ 103

kkal/kgBB

h. Kebutuhan Kalori 80-100 kkal ~264-330 kkal/hari

i. Nebulisasi ventolin tiap 8 jam

2.9 Pemeriksaan Anjuran

Tidak ada

16

Page 17: 237346908 case

2.10 Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungsionam : bonam

Quo ad sanasionam : dubia ad bonam

Follow Up

11 Juni 2014

S Demam (+), Sesak (+), batuk (-), kulit merah dan mengelupas di leher sebelah kiri dan tangan kiri.

O Keadaan umum : tampak sakit sedangKesadaran : kompos mentisNadi : 128 x/menitRR : 54 x/menitT : 38,50CKepala : napas cuping hidung (+), konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-), kulit merah mengelupas di leher kiri (+)Thoraks : simetris, retraksi (+) intercostae dan subcostae

17

Page 18: 237346908 case

epigastriumCor : bunyi jantung I&II normal, murmur (-), gallop (-)Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (+), wheezing (-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus

(+) normalEktremitas : akral hangat, CRT < 3”, pucat (-), tangan kiri merah dan menglupas (+)

A Bronkopneumonia + Staphylococcus skin infecion + Marasmus Kondisi V

P a. O2 HB 5 L/menitb. IVFD D5 1/4 NS gtt X mikro/menitc. Inj Vancomycin 2x60 mg drip dalam D5% 50 cc (dalam 1 jam)d. Paarcetamol 4 dd 1,5 cce. Vit B komp / Vit C / asam folat 1x1 tabletf. Susu F 75 12x20 cc via NGTg. Konsul gizi dan kulit kelaminh. Kultur darah dan periksa urinalisai. Obs tanda vitalj. Nebulisasi ventolin /8 jam

12 Juni 2014

S Demam (+), Sesak (+), kulit merah dan mengelupas di leher sebelah kiri dan tangan kiri.

O Keadaan umum : tampak sakit sedangKesadaran : kompos mentisNadi : 138 x/menitRR : 52 x/menitT : 38,30CKepala : napas cuping hidung (-), konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-), kulit merah mengelupas di leher kiri (+)Thoraks : simetris, retraksi (+) intercostae dan subcostaeCor : bunyi jantung I&II normal, murmur (-), gallop (-)Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (+), wheezing (-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus

(+) normalEktremitas : akral hangat, CRT < 3”, pucat (-), tangan kiri merah dan mengelupas (+)

A Bronkopneumonia + Staphylococcus skin infecion + Marasmus Kondisi V

P a. O3 HB 5L/ menitb. IVFD D5 1/4 NS gtt X mikro/menitc. Inj Vancomycin 2x60 mg drip dalam D5% 50 cc (dalam 1 jam)d. Paracetamol 4 x30 mg e. Vit B komp / Vit C / asam folat 1x1 tabletf. Susu F 75 12x30 cc g. Asam Fusidat zalf 3x/hari

18

Page 19: 237346908 case

13 Juni 2014

S Demam (-), Sesak (+), batuk (-), kulit merah dan mengelupas di leher sebelah kiri dan tangan kiri berkurang

O Keadaan umum : tampak sakit sedangKesadaran : kompos mentisNadi : 140 x/menitRR : 54 x/menitT : 37,20CSpO2 tanpa O2 : 89 %SpO2 dengan O2 : 97 %Kepala : napas cuping hidung (+), konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-), kulit merah mengelupas di leher kiri (+)Thoraks : simetris, retraksi (+) intercostae dan subcostae

epigastriumCor : bunyi jantung I&II normal, murmur (-), gallop (-)Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (+), wheezing (-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus

(+) normalEktremitas : akral hangat, CRT < 3”, pucat (-), tangan kiri merah dan menglupas (+)

A Bronkopneumonia + Staphylococcus skin infecion + Marasmus Kondisi V

P a. O2 HB 5 L/menitb. IVFD D5 1/4 NS gtt X mikro/menitc. Inj Vancomycin 2x60 mg drip dalam D5% 50 cc (dalam 1 jam)d. Paracetamol 4 x 30 mge. Vit B komp / Vit C / asam folat 1x1 tabletf. Susu F 75 12x30 ccg. Kompres NaCl 0,9% 3x/ hari selama 1/2 jamh. Asam Fusidat salf setelah kompres

14 Juni 2014

S Demam (-), Sesak (+), batuk (-), kulit merah dan mengelupas di leher sebelah kiri dan tangan kiri berkurang

O Keadaan umum : tampak sakit sedangKesadaran : kompos mentisNadi : 138 x/menitRR : 52 x/menitT : 370CSpO2 tanpa O2 : 89 %SpO2 dengan O2 : 97 %Kepala : napas cuping hidung (-), konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-), kulit merah mengelupas di leher kiri (+)

19

Page 20: 237346908 case

Thoraks : simetris, retraksi (+) intercostae dan subcostae epigastrium

Cor : bunyi jantung I&II normal, murmur (-), gallop (-)Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (+), wheezing (-)Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus

(+) normalEktremitas : akral hangat, CRT < 3”, pucat (-), tangan kiri merah dan menglupas (+)

A Bronkopneumonia + Impetigo bulosa dd/ Staphylococcus skin sacel syndrome + Marasmus Kondisi V

P a. O2 HB 5 L/menitb. IVFD D5 1/4 NS gtt X mikro/menitc. Inj Vancomycin 2x60 mg drip dalam D5% 50 cc (dalam 1 jam)d. Paracetamol 4 x 30 mge. Vit B komp / Vit C / asam folat 1x1 tabletf. Susu F 75 12x30 cc g. Kompres NaCl 0,9% 3x/ hari selama 1/2 jamh. Asam Fusidat salf setelah kompres

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Marasmus

Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat

kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput.

Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh

tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit,

otot mengecil, pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-

20

Page 21: 237346908 case

kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari

marasmus dan kwashiorkor.

3.1.1 Klasifikasi

Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya

KEP, klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:

a. Klasifikasi Berdasarkan Baku Median WHO-NCHS

Klasifikasi KEP BB/U BB/TB

Ringan 70-80% 80-90%

Sedang 60-70% 70-80%

Berat <60% <70%

Table 1. Klasifikasi KEP berdasarkan baku median WHO-NHCHS

b. Klasifikasi Menurut Departemen Kesehatan RI

Klasifikasi malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB), tinggi

badan (TB), dan umur menurut Depkes RI adalah sebagai berikut:

BB/TB

(berat menurut tinggi)

TB/U

(tinggi menurut umur)

Mild 80 – 90 % 90 – 94%

Moderate 70 – 79 % 85 – 89 %

Severe < 70 % <85 %

3.1.2 Epidemiologi

Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita

gizi buruk pada tahun 2000 – 2002, dengan 815 juta orang yang hidup di

negara berkembang. Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun

2005 diperkirakan sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang (berat badan

menurut umur), 1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang

menderita gizi buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi buruk tingkat berat

yang disebut marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor, yang

memerlukan perawatan kesehatan yang intensif di Puskesmas dan Rumah

21

Page 22: 237346908 case

Sakit. Masalah gizi kurang dan gizi buruk terjadi hampir di semua Kabupaten

dan Kota. Pada saat ini masih terdapat 110 Kabupaten / Kota dari 440

Kabupaten / Kota di Indonesia yang mempunyai prevalensi di atas 30% (berat

badan menurut umur). Menurut WHO keadaan ini masih tergolong sangat

tinggi. Berdasarkan hasil surveilans Dinas Kesehatan Propinsi dari bulan

Januari sampai dengan bulan Desember 2005, total kasus gizi buruk sebanyak

76.178 balita.

Untuk Provinsi Sumatera Selatan, berdasarkan riskesdas 2010, angka

kejadian gizi kurang pada balita sebesar 14.4% dan buruk sebanyak 5.5%

dengan indikator berat badan per umur. Sebagai perbandingan berdasarkan

laporan yang ada dalam profil kesehatan Kota Palembang tahun 2007

dijelaskan bahwa angka gizi buruk tahun 2007 adalah 1,4% menurun bila

dibanding tahun 2006 yaitu 2,21%, angka KEP total tahun 2007 adalah 15%

meningkat dibanding tahun 2006 yaitu 12,9%, sedangkan gizi lebih tahun

2007 adalah 2,8% menurun dibanding dengan tahun 2006 yaitu 4% dan balita

yang gizi baik tahun 2007 adalah 82,12% bila dibanding tahun 2006 terdapat

penurunan dimana tahun 2006 berjumlah 84%. Pada tahun 2008 dari 144 ribu

balita dikota Palembang, 400 diantaranya mengalami kurang gizi atau berada

dibawah garis merah dalam Kartu Menuju Sehat hasil pantauan di 889

posyandu aktif. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk Kota Palembang,

angka kurang gizi pada balita juga masih tegolong tinggi. Pada tahun 2010,

angka kejadian gizi buruk berjumlah 24 kasus dengan prevalensi gizi buruk

tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Seberang Ulu 1 sejumlah 8 kasus

(33,3%). Angka kejadian gizi kurang berjumlah 876 kasus, dengan prevalensi

gizi kurang tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Ilir Timur 1 sebanyak 143

kasus.

3.1.3 Etiologi

Penyebab KEP berdasarkan / bagan sederhana yang disebut sebagai

“model hirarki” yang akan terjadi setelah melalui lima level seperti yang

tertera sebagai berikut:

22

Page 23: 237346908 case

Bagan 1. Model Hirarki penyebab KEP

Bagan 2. Etiologi Gizi Buruk UNICEF 1998

3.1.4 Patogenesis

Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi

berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi

23

Page 24: 237346908 case

penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat

kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik.

Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan

meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,

kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--

3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut / ”decompensated

malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti

oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3

SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi

kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan

terjadilah marasmik (malnutrisikronik / compensated malnutrition).

Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi

otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan

sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.

Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran

antara penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak

cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang

normal. Pada penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di

bawah 60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti

edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi

terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan nyata dari komposisi

tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein,

terutama protein otot.

Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan

berbagai asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin,

sehingga terjadi hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus

kwashiorkor juga sering menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis

dan gastroenteritis. Infeksi akan mengalihakan penggunaan asam amino ke

sintesis protein fase akut, yang semakin memperparah berkurangnya

sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan semakin lanjut

untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa dan

metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam

24

Page 25: 237346908 case

diet akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal

ini akan menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah

kulit. Pada awalnya, kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk

kelangsungan hidup, jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat

dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka

harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga

untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih banyak

cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak

edema.

25

Page 26: 237346908 case

Bagan 3. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor

3.1.5 Manifestasi Klinis

Perbedaan manifestasi klinis antara marasmus, kwashiorkor dan

marasmus-kwasiorkor sebagai berikut:

Marasmus Kwashiorkor Obesitas

Pertumbuhan

berkurang atau

berhenti

Terlihat sangat kurus

Penampilan wajah

seperti orangtua

Perubahan mental

Cengeng

Kulit kering, dingin,

mengendor, keriput

Lemak subkutan

menghilang hingga

turgor kulit berkurang

Otot atrofi sehingga

kontur tulang terlihat

jelas

Vena superfisialis

tampak jelas

Ubun – ubun besar

cekung

tulang pipi dan dagu

kelihatan menonjol

mata tampak besar

dan dalam

Kadang terdapat

bradikardi

Perubahan mental

sampai apatis

Anemia

Perubahan warna dan

tekstur rambut,

mudah dicabut /

rontok

Gangguan sistem

gastrointestinal

Pembesaran hati

Perubahan kulit

Atrofi otot

Edema simetris pada

kedua punggung kaki,

dapat sampai seluruh

tubuh.

wajah bulat dengan

pipi tembem dan dagu

rangkap

leher relatif pendek

dada membusung

dengan payudara

membesar

-   perut membuncit dan

striae abdomen

-   pada anak laki-laki :

Burried penis,

gynaecomastia

-  pubertas dini

- genu valgum (tungkai

berbentuk X) dengan

kedua pangkal paha

bagian dalam

saling  menempel dan

bergesekan yang dapat

menyebabkan laserasi

kulit

26

Page 27: 237346908 case

Tekanan darah lebih

rendah dibandingkan

anak sebaya

*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala

marasmus dan kwashiorkor

a. Marasmus

Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:

- Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat

masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai

dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si

anak.

- Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang

mempunyai hubungan orang tua – anak terganggu.

- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic

hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.

- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan,

penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis,

micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic

fibrosis pankreas.

b. Kwashiorkor

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake

protein yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan

kwashiorkor antara lain.

1. Pola makan

Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak

untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan

mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung

protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui

umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya,

namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber

27

Page 28: 237346908 case

lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan.

Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak

berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa

peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.

2. Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,

keadaan sosial dan politik tidak stabil  ataupun adanya pantangan

untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-

turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.

3. Faktor ekonomi

Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat

memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak

terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan

proteinnya.

4. Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP

dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi.

Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan

menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

c. Marasmus – kwashiorkor

Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua

penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder.

Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh

asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi

sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang

meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan

protein maupun energi dari tubuh.

28

Page 29: 237346908 case

3.1.6 Diagnosis

Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan

berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan

antropometrik.

1. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh

kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik.

Manifestasi yang umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di

samping itu terdapat pula satu atau lebih manifestasi klinis marasmus

dan kwashiorkor lainnya.

2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu

Hb memperlihatkan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan

faal hepar, kadar albumin serum sedikit menurun.Kadar elektrolit

seperti Kalium dan Magnesium rendah, bahkan K mungkin sangat

rendah, sedangkan kadar Natrium, Zinc, dan Cuprum bisa normal atau

menurun. Kadar glukosa darah umumnya rendah, asam lemak bebas

normal atau meninggi, nilai β-lipoprotein dapat rendah ataupun tinggi,

dan kolesterol serum rendah. Kadar asam amino esensial plasma

menurun. Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi hormon

pertumbuhan dapar normal, rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati

hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai kasus dengan

perlemakan yang berat. Pada pemeriksaan radiologi tulang tampak

pertumbuhan tulang yang terlambat dan terdapat osteoporosis ringan.

29

Page 30: 237346908 case

3. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan,

panjang / tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipaan

kulit. Diagnosis ditegakkan dengan adanya data antropometrik untuk

perbandingan seperti BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi

badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur),

BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan

atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan antropometrik dapat

diklasifikasikan menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi menurut

Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan

Depkes RI.

3.1.7 Penatalaksanaan

` Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak

gizi buruk:

30

Page 31: 237346908 case

Bagan 4. Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk

Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena terdapat

berbagai komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang dilakukan

berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang

dikelompokkan menjadi 5, yaitu:

Kondisi I

Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.

Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:

1. Pasang O2 1-2L/menit

2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan

perbandingan 1:1 (RLG 5%)

3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan

dengan

4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT

Kondisi II

Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana

II, dengan tindakan segera, yaitu:

1. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB

2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT

sebanyak 50ml

31

Page 32: 237346908 case

3. 2 jam pertama

berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis :

5ml/kgBB setiap pemberian

catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi III

Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana III,

dengan tindakan segera, yaitu:

1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)

2. 2 Jam pertama

berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis

5ml/kgBB setiap pemberian

catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit

Kondisi IV

Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera,

yaitu:

1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB

2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT

sebanyak 50ml

3. 2 jam pertama

berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai

dengan berat badan (NGT)

catat nadi, frekuensi nafas

Kondisi V

Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau

dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:

1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral

2. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran

Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase

yang harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14),

32

Page 33: 237346908 case

faserehabilitasi (Minggu ke 3 – 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26).

Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb

*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala

(1 minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit

Bagan 5. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk

A. Prinsip Dasar Pengobatan Rutin Marasmus Kwashiorkor (10

Langkah utama)

Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia

Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama,

seringkali sebagai tanda adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila

ada hipotermia ( suhu ketiak <36C/suhu dubur <36C). Pemberian

makanan yang sering penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut.

33

Page 34: 237346908 case

Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan:

1. 50 ml “bolus” (pemberian sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa

10% (1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.

2. Selanjutnya berikan larutan tsb. setiap 30 menit selama 2 jam (setiap

kali berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam).

3. Berikan antibiotika (lihat langkah 5).

4. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat

langkah 6).

Pemantauan:

Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan

darah dari ujung jari atau tumit setelah 2 jam.

Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit

Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml

(bolus) larutan glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian

setiap 30 menit sampai stabil.

Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan/atau

kesadaran menurun.

Pencegahan :

Mulai segera pemberian makan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah

dehidrasi yang ada dikoreksi.

Selalu memberikan makanan sepanjang malam.

Catatan :

Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP

berat/gizi buruk menderita hipoglikemia dan atasi segera dengan

ditatalaksana seperti tersebut di atas.

Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia

Bila suhu ketiak <36C :

Periksalah suhu dubur dengan menggunakan termometer suhu rendah.

Bila tidak tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah

34

Page 35: 237346908 case

pada pemeriksaan dengan termometer biasa, anggap anak menderita

hipotermia

Bila suhu dubur <36C :

Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila

perlu)

Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala,

letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas)

atau peluk anak di dada ibu, selimuti (metoda kanguru).

Berikan antibiotika (lihat langkah 5).

Pemantauan:

Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila

memakai pemanas ukur setiap 30 menit

Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama

malam hari

Raba suhu anak

Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.

Pencegahan:

Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).

Sepanjang malam selalu beri makan

Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat

tidur)

Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis

terlalu lama).

Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi

Jangan menggunakan “jalur intravena / i.v.” untuk rehidrasi kecuali

pada keadaan syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-

hati, tetesan perlahan-lahan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung.

(Lihat penanganan kegawatan)

Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak

natrium dan kurang kalium untuk digunakan pada penderita KEP

berat/gizi buruk. Sebagai pengganti, berikan larutan garam/elektrolit khusus

35

Page 36: 237346908 case

yaitu Resomal. Tidaklah mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada

KEP berat/gizi buruk dengan menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi,

anggap semua anak KEP berat/gizi buruk dengan diare encer mengalami

dehidrasi sehingga harus diberi:

Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit

selama 2 jam secara oral atau lewat pipa nasogastrik.

Selanjutnya beri 5–10 ml/kg/jam untuk 4–10 jam berikutnya; jumlah

tepat yang harus diberikan tergantung berapa banyak anak

menginginkannya dan banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan

muntah.

Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan

formula khusus sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi

menetap/stabil.

Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6).

Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik

dan anak mulai kencing.

Pemantauan

Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam

selama 2 jam pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam

selanjutnya.dengan memantau: denyut nadi, pernafasan, frekwensi

kencing, frekwensi diare / muntah.

Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar

yang berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi

telah berlangsung, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini

seringkali tidak terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan

denyut nadi yang cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya

infeksi atau kelebihan cairan.

Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat,

edema dan pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda

tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.

36

Page 37: 237346908 case

Pencegahan:

Bila diare encer berlanjut:Teruskan pemberian formula khusus (langkah

6)

Ganti cairan yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama)

Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml

setiap kali buang air besar cair

Bila masih mendapat ASI, teruskan.

Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun

kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)

sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk

pemulihan.Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya

edema (jangan obati edema dengan pemberian diuretikum).

Berikan :

Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)

Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2

/kgBB/hari)

Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)

Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.

Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang

ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut

pada 1 liter formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat

lampiran 6 untuk cara pembuatan larutan).

Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi

Pada KEP berat / gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan

adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak.Karenanya pada

semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin:

Antibiotik spektrum luas

37

Page 38: 237346908 case

Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah

diimunisasi (tunda bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah

keadaan gizi anak menjadi baik.

Catatan:

Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam

selama 7 hari) sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna

mempercepat perbaikan mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan

oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam

usus halus.

Pilihan antibiotik spektrum luas:

1. Bila tanpa komplikasi:Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara

oral, 2 x/hari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg),Atau

2. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi

(hipoglikemia: hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran

kencing), beri :

Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari,

dilanjutkan dengan Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8

jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin

50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral.Dan

Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.

3. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan

kloramfenikol 25 mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.

4. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik

spesifik yang sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan

darah untuk malaria positif.

5. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi

pemberian hingga 10 hari.

6. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap,

termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten

serta apakah vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar.

38

Page 39: 237346908 case

Langkah Ke-6: Mulai Pemberian Makanan

Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati

karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik

berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat

dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk

memenuhi metabolisme basal.

Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :

Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-

osmolar.

Berikan secara oral/nasogastrik

Energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari

Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari

Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)

Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian

formula.

Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal

pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai

prinsip tersebut di atas: (lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula dengan

cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.

Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal

pemberian makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3

hari saja (1 hari untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai

dari 80 Kkal/kg BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik.

Jangan beri makanan lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.

Pantau dan catat:Jumlah yang diberikan dan sisanya, Muntah,

Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja, BB (harian).

Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai

naik, tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu

bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.

Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah

berhati-hati, lihat bab diare persisten.

39

Page 40: 237346908 case

Langkah Ke-7: Fasilitasi Tumbuh Kejar

Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar

agar tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan

50g/minggu. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera

makan, biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara perlahan

dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran

cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah

banyak secara mendadak.

Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-

lahan dari formula khusus awal ke formula khusus lanjutan :

Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per

100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein

2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi

bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan

energi dan protein yang sama.

Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit

formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali

(=200 ml/kgBB/hari).

Pemantauan pada masa transisi: frekwensi nafas, frekwensi denyut

nadi. Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi

>25x/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume

pemberian formula.Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume

seperti di atas.

Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:

Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.

Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari

Protein 4-6 gram/kgBB/hari

Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula,

karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-

kejar.

40

Page 41: 237346908 case

Pemantauan setelah periode transisi : kemajuan dinilai berdasarkan

kecepatan pertambahan berat badan : timbang anak setiap pagi sebelum

diberi makan, evaluasi kenaikan BB setiap minggu. Bila kenaikan BB:

kurang ( <50 g/minggu ), perlu re-evaluasi menyeluruh : cek apakah

asupan makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat

diatasi.

baik ( 50 g/minggu ), lanjutkan pemberian makanan

Langkah Ke-8: Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien

Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral.

Walaupun anemia biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan

preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai anak mau makan dan berat

badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian besi

pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap

hari:

Suplementasi multivitamin

Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)

Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari

Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari

Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10

mg/kgBB/hari

Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan :

100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak

sudah mendapat suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila

ada tanda / gejala defisiensi vitamin A, berikan vitamin dosis terapi.

Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan

Emosional

Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan

perilaku, karenanya berikan:

Kasih sayang

Lingkungan yang ceria

Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari

41

Page 42: 237346908 case

Aktifitas fisik segera setelah sembuh

Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).

Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah

Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80%

BB/U, dapat dikatakan anak sembuh.Pola pemberian makan yang baik dan

stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah penderita

dipulangkan.Peragakan kepada orangtua tentang pemberian makan yang

sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat dan terapi

bermain terstruktur.

Nasehatkan kepada orang tua untuk :

Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di

Puskesmas

Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh

PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan

(lihat lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan

secara teratur di posyandu / puskesmas.

pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien

yang padat

penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu

Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal

Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau

100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

B. Pengobatan Penyakit Penyerta

1. Defisiensi vitamin A

Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2

dan14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya

keadaan klinis diberikan vitamin A dengan dosis:

42

Page 43: 237346908 case

umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali

umur 6 - 12 bulan : 100.000 SI/kali

umur 0 - 5 bulan : 50.000 SI/kali

Bila ada ulkus dimata diberikan : tetes mata khloramfenikol atau

salep matatetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes

mata atropin, 1 tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan

kasa yang dibasahi larutan garam faal

2. Dermatosis

Dermatosis ditandai adanya: hipo / hiperpigmentasi, deskuamasi

(kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar,

sering disertai infeksisekunder, antara lain oleh Candida

Tatalaksana :

a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4

(Kpermanganat) 1% selama 10 menit

b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)

c. usahakan agar daerah perineum tetap kering

d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3. Parasit / Cacing

Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau

preparat antihelmintik lain

4. Diare Melanjut

Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan

umum. Berikan formula bebas / rendah lactosa. Sering kerusakan

mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya

diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri :

Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.

5. Tuberkulosis

Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin / Mantoux

(sering kali anergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat

mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.

43

Page 44: 237346908 case

C. Kegagalan Pengobatan

Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat

badan:

1. Tingginya angka kematian. Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi

kematian

dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia,

sepsis yang terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi

kurang tepat.

dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau

pemilihan formula tidak tepat

malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang

memadai, tidak diberi makan, perubahan konsentrasi formula

terlalu cepat.

2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian

kenaikan BB:

Baik : 50 gram/kgBB/minggu

Kurang : <50 gram/kgBB/minggu.

Kemungkinan penyebab kenaikan BB <50 gram/kgBB/minggu antara lain:

pemberian makanan tidak adekuat

defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral

infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.

masalah psikologik.

D. Penanganan Pasien Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas

Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala

klinis sudah menghilang, BB/U mencapai minimal 70% atau BB/TB

mencapai minimal 80%

Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah

harus diberi makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi

protein (4-6 gram/kgBB/hari):

beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi

paling sedikit 5 kali sehari

44

Page 45: 237346908 case

beri makanan selingan di antara makanan utama

upayakan makanan selalu dihabiskan

beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit

teruskan ASI.

E. Tindakan Kegawatan

1. Syok (renjatan)

Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan

sulit membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi

akan membaik dengan cepat pada pemberian cairanintravena,

sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap

terjadinya overhidrasi.4,15

Pedoman pemberian cairan :

a. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan

Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB

dalam satu jam pertama. Evaluasi setelah 1 jam.

b. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan

pernapasan) dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi.

Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya,

kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal / pengganti,

peroral / nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam,

selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75 / pengganti).

c. Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik.

Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam

dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara

perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian

formula (F-75 / pengganti)

2. Anemia berat

Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl

disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah :

45

Page 46: 237346908 case

Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk

transfusi dengan jumlah yang sama.

Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.

Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).

Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4

g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

3.1.8 Pencegahan KEP

Prevalensi KEP ringan seperti pendek dan kurus kering adalah 40-50 %

sementara KEP berat mencapai 5-10 % pada negara yang sedang berkembang.

Jika kasus KEP ini bisa dideteksi awal dengan pengukuran berat badan dan

tinggi badan serta langkah yang tepat maka KEP berat dapat dicegah dengan

mudah. Tidaklah bijaksana jika hanya mengobati malnutrisi berat yang datang

ke sarana layanan kesehatan. Seolah-olah seperti fenomena gunung es. Oleh

karena itu diperulkan pendekatan kepada masyarakat terutama masyarakat

level ekonomi menengah ke bawah. Di bawah ini adalah beberapa pendekatan

penanganan nutrisi yang bisa dilakukan di masyatakat :

3.1.9 Komplikasi

Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara

lain :

Masalah pada mata

Anemia berat

Lesi kulit pada kwashiorkor

Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi

laktosa, diare osmotik)

Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:

- Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler

- Diabetes Mellitus tipe-2

- Obstruktive sleep apnea

46

Page 47: 237346908 case

- Gangguan ortopedik

- Pseudotumor serebri

3.1.10. Prognosis

Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi,

kematian sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat

dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri.

Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan.

Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila

penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan

perubahan yang irrever-sibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition

maupun overnutrition.

3.2 Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses

peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang

berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.

3.2.1 Epidemiologi

Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian

dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus

baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang

terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan

(pneumonia nosokomial/ PN).

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama

dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun

yang sudah maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab

kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran

napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia

komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan

merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di

negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di

47

Page 48: 237346908 case

Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan

50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu

beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat

menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan

awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.

3.2.3 Epidemiologi

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus

merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.

Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :

a. Usia

b. Status imunologis

c. Status lingkungan

d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

e. Status imunisasi

f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan

kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran

klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi

kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti

E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar

dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H.

influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang

lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan

infeksi Mycoplasma pneumoniae.

3.2.4 KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang

memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan

etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia

48

Page 49: 237346908 case

berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang

lebih relevan.

a. Berdasarkan lokasi lesi di paru

Pneumonia lobaris

Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)

Pneumonia interstitialis

b. Berdasarkan asal infeksi

Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

Pneumonia bakteri

Pneumonia virus

Pneumonia mikoplasma

Pneumonia jamur

d. Berdasarkan karakteristik penyakit

Pneumonia tipikal

Pneumonia atipikal

e. Berdasarkan lama penyakit

Pneumonia akut

Pneumonia persisten

Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu

Tipe Klinis Epidemiologi

Pneumonia Komunitas Sporadis atau endemic; muda atau orang tua

Pneumonia Nosokomial Didahului perawatan di RS

Pneumonia Rekurens Terdapat dasar penyakt paru kronik

Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua

Pneumonia pada gangguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

3.2.5 PATOGENESIS

Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana

beberapa atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis

49

Page 50: 237346908 case

pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering

disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam

alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang

sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari

darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi

secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi

disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.

Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring

sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap

steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi

imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang

membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat

di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain.

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian

perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi

jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke

jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,

yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan

ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi

merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan

leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium

ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag

meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis,

kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi.

Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap

normal.

Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di

sepanjang jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius,

menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan

debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan

bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan

ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering

50

Page 51: 237346908 case

disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga

dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan

mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi

normal, dan memodifikasi flora bakterial.

Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik

bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae

menempel pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan

menyebabkan destruksi seluler dan memicu respons inflamasi di

submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel

inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan

penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti

pada pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang

membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru

lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak

konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.

Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah

menyebabkan infeksi yang lebih difus dengan pneumonia interstisial.

Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa

trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan

sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini

dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika.

Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan

cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas

yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan

penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih

mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang

luas dan kaverna tidak teratur

3.2.6 Gejala Klinis

Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam

tinggi, batuk dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan

cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar

51

Page 52: 237346908 case

hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk

biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat

batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi

produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan

pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal,

pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru

dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan

bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis.

Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit

dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.

3.2.7 Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :

Suhu tubuh ≥ 38,5o C

Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,

suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Takipneu berdasarkan WHO:

Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit

Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit

Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit

Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit

Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.

Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.

Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine

crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak

ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.

3.2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal.

Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 –

40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan

dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan

52

Page 53: 237346908 case

darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan

bakteri secara pasti

2. C-Reactive Protein (CRP)

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara

faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri

superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus

dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang

digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.

Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan radiologi

untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai CRP

≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml.

3. Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan

kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif. Untuk

pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret

nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila

kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.

4. Pemeriksaan serologis

Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik

mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi

Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti

antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara

fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia

pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi

tidak bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan

yang cepat.

5. Pemeriksaan Roentgenografi

53

Page 54: 237346908 case

Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis utama

pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya

direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis

berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto

rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.

Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia

hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi

lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas

penegakkan diagnosis.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy

consolidation karena atelektasis.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris

atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk

sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru

disebut sebagai round pneumonia

Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru

berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru

disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus.

Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan

kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan

hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa

konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram sangat

mungkin disebabkan oleh bakteri.

3.2.9 Diagnosis

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau

serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri

54

Page 55: 237346908 case

penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang

memadai. Tidak ada gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan

peningkatan suara pernafasan dapat menyingkirkan dugaan pneumonia.

Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi

tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada

satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya

komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau

perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada

bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar

hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun

Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita,

upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan

tatalaksana yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria

diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan

klasifikasi penyakit, dan menentukan penatalaksanaan. Tanda bahaya pada

anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun :

Pneumonia berat

- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5

tahun ≥ 40 x/menit

- Adanya retraksi

- Sianosis

- Anak tidak mau minum

- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)

- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik

Pneumonia

- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5

tahun ≥ 40 x/menit

- Adanya retraksi

55

Page 56: 237346908 case

- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik

Bayi berusia di bawah 2 bulan

Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi.

Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :

Pneumonia

- Bila ada nafas cepat ≥ 60 x/menit atau sesak nafas

- Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas

- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik

3.2.10 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan antibiotika

Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit

Pneumonia ringan

- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3

hari. Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat

dinaikan sampai 80-90 mg/kgBB.

- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20

mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari

Pneumonia berat

- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam

- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam

- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin

7,5 mg/kgBB sehari sekali

- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin

7,5 mg/kgBB sehari sekali

- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia

tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol

mengenai lama terapi antibiotik yang optimal

56

Page 57: 237346908 case

Pemberian antibiotik berdasarkan umur

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin-asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

- sefalosporin generasi ke-3

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin)

Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

2. Penatalaksaan suportif

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas

hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan

dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya

periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis

gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5

x 2-3 mEq x BB (kg).

- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak

diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan

interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas

diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,

atau penderita kelainan jantung.

57

Page 58: 237346908 case

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan

perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain

yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga

(sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti

empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak

efektif)

3. Penatalaksanaan bedah

Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi

komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.

3.3 IMPETIGO BULOSA

Biasanya Staphylococcus aureus. Sering terdapat pada wajah,

aksila, dada, punggung, tangan, tungkai, daerah lipatan, serta daerah-

daerah yang tidak tertutup pakaian.

3.3.1 Manifestasi Klinis

Keadaan umum baik, tetapi dapat timbul gejala konstitusi berupa

malaise dan demam. Kelainan kulit berupa eritema. Kadang-kadang waktu

pasien datang berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak

hanya kolaret dan dasarnya masih eritematosa, erosi, dan ekskoriasi.

Keluhan utama berupa lepuh yang timbul akut pada kulit sehat.

Ukurannya bervariasi dari milier hingga lentikuler. Karakteristik dari

penyakit ini adalah perkembangan yang cepat dari vesikel menjadi bula

yang lembek. Bula sering mengandung pus, dan sering timbul

berkelompok atau berlokasi di lipatan tubuh. Dinding bula tipis,

menggantung, dan kadang tampak hipopion. Jika bula pecah akan

menimbulkan erosi yang superficial dan krusta yang coklat datar dan tipis.

3.3.2. Diaganosis Banding

Pemfigus : Erosi yang menyebar juga menyerupai pemfigus, dimana pada

pemfigus juga disertasi lepuh.

58

Page 59: 237346908 case

Herpes simpleks

Herpes zoster

Impetigo krustosa

Dermatofitosis : Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koloret dan

ektima,maka mirip dermatofitosis. Pada anamnesa hendaknya ditanyakan

apakah sebelumya terdapat lepuh. Jika ada, diagnosisnya adalah impetigo

bulosa.

3.3.3. Komplikasi

Pada pasien yang tidak diobati, infeksi yang invasif dapat

menyebabkan komplikasi berupa selulitis, limfangitis, dan bakteriemia,

sampai terjadi osteomielitis, sepsis arthritis, pneumonitis, dan septikemia.

Impetigo yang tidak diobati dengan baik akan berkembang menjadi

ektima biasanya sering pada penderita dengan hygiene buruk

3.3.4. Pengobatan

Kebanyakan Streptococcus aureus yang menyebabkan impetigo

sudah resisten terhadap penicillin. Oleh karena itu golongan sefalosporin

seperti cephalexin (Keflex), eritromisin (Ilosone), atau dicloxacillin

(dynapen) dapat dipilih sebagai antibiotik. Untuk lesi yang tidak luas kita

dapat menggunakan salep Mupicorin (Bactroban) 2% tiga kali sehari.

Menjaga kebersihan diri sangatlah penting untuk mencegah

penyebaran peyakit ini. Membersihkan dengan sabun antibakteri dan

membersihkan krusta dengan lembut dan hati-hati dapat mempercepat

proses penyembuhan. Mengganti handuk, sapu tangan dan alat pencukur

secara berkala sangat dianjurkan.

3.3.5. Prognosis

Baik, sembuh tanpa sikatrik.

3.3.6. Pencegahan

Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga

untuk mencegah gigitan serangga.

59

Page 60: 237346908 case

Jaga daya tahan tubuh, misalnya dengan menjaga asupan nutrisi.

Jaga kelembaban kulit.

Tingkatkan hygiene misalnya dengan mandi 2 kali sehari dan mencuci

tangan pakai sabun dan menggunakan alas kaki saat keluar rumah.

BAB IV

ANALISIS KASUS

Seorang anak lak-laki bernama M. Zaki berusia 2 bulan berkebangsaan

Indonesia, beragama islam, bertempat tinggal di Rusun Blok 21 lt. 3 No.68 RT.44

Palembang, dirawat di bagian respirologi anak RSMH Palembang.

60

Page 61: 237346908 case

Dari hasil anamnesis didapatkan penderita menderita batuk sejak 1 minggu

yang lalu, demam tinggi, terus menerus, timbul 3 hari smrs dan sesak baru timbul

12 jam smrs. Sesak napas tidak dipengaruhi cuaca, posisi, emosi, dan aktivitas.

Suara mengi tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan cepat dan

dangkal, terdapat nafas cuping hidung, ada retraksi dinding dada intercostae dan

subcostae, suara nafas vesikuler meningkat dan adanya bunyi napas tambahan

ronkhi basah halus nyaring. Sehingga diagnosis pada penderita ini mengarah ke

bronkopneumonia.

Penderita ini juga didiagnosis kearah impetigo bulosa dikarenakan pada

anamnesis didapatkan bahwa 2 hari smrs, ibu jari tangan kiri dan leher bagian

belakang timbul lepuhan yang dua jam kemudian lepuhan pecah dan keluar cairan

warna kuning. Satu hari yang lalu timbul lepuhan baru di telapak tangan dan

punggung tangan kiri. Kulit bagian belakang leher dan jari tangan kiri mengelupas

dan timbul koreng.

Dari hasil pemeriksaan antropometri didapatkan BB : 2700 gram PB : 50

cm, dihitung dengan menggunakan kurva WHO didapatkan hasil BB/U berada

dibawah -3 SD, PB/U berada pada diantara 0-2 SD, dan BB/PB berada dibawah -3

SD. Sehingga berdasarkan data tersebut status gizi pasien tersebut adalah gizi

buruk. Pada pemeriksaan khusus didapatkan wajah seperti orang tua pada inspeksi

kepala. Pada thorax terdapat iga gambang dengan kondisi jantung dan paru dalam

batas normal. Pada abdomen didapatkan cubitan perut lambat. Sedangkan pada

ekstremitas didapatkan baggy pants, Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik

pada pasien ini tidak ditemukan edema, letargi, syok, diare, muntah maupun

dehidrasi sehingga pada pasien ini ditegakkan diagnosis Marasmus Kondisi V.

Penderita didiagnosis dengan Marasmus kondisi V,

Bronkopneumonia, Impetigo bulosa dd/ Staphylococcus skin sacel

syndrome. Tatalaksana Gizi buruk dibagi menjadi Fase stabilisasi, Fase

transisi, dan Fase Rehabilitasi. Maka tatalaksana yang dipakai adalah

pemberian 50 mL glukosa/larutan gula pasir 10% oral. Lalu 2 jam pertama

dibrikan F-75 ¼ dosis setiap 30 menit diteruskan pemberian F-75 tiap 2

jam. Lalu penderita dirawat inap untuk menerima tatalaksana fase transisi.

61

Page 62: 237346908 case

Prognosis vital dan fungsional pada penderita adalah dubia ad

bonam. Hal ini disebabkan karena saat datang tidak ada tanda-tanda syok,

letargi, dispneu dan lain-lain.

62

Page 63: 237346908 case

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk.

Departemen Kesehatan RI, 2008.

Muller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ 173:279-

86

Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk Di Indonesia Tahun 2005. Diakses dari

http://www.gizi.net/busung- apar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai

%20Des2005-Final.pdf tanggal 3 Maret 2011.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen

Kesehatan RI, 2007.

Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Glosarium Data dan Informasi

Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2006.

Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi

4 2000. Hal 97-190.

Admin.Program Perbaikan Gizi Makro. Diakses dari

http://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI%20MAKRO.doc, 2004.

Simanjuntak,E. Faktor Resiko Kurang Energi Protein Pada Balita Di Kota Medan. Diakses

darihttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_jour

nalreview&id=3197&task=view, 2008.

Marizza, Nofelia.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kurang Energi Protein

(KEP) Pada Balita Di URJ RSU Dr. Soetomo Surabaya. Diakses dari

http://ojs.lib.unair.ac.id/index. php/bprsuds/article/view/1439/1438.

Boerhan H, Roedi. Kurang Energi Protein (KEP). Diakses

dari:http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt

&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htm.

Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson Textbook of Pediatrics,

19th ed. P. 167-73. Philadelphia: Sauders Elsevier.

Shetty, P. Malnutrition and Undernutrition. Medicine, 2006. 34:524-29.

Gulden, MHN. Malnutrition. In Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2004.

USA: Taylor and Franchis. P.489-523.

63

Page 64: 237346908 case

Braun TV, McComb J, et al. Urban Food Inseconts and Malnutrition in Developing

Countries. 1993. USA: International Food Policy Research Institute. P. 12-16.

World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit. 2009. Hal 193-222.

64