Case Betra

58
PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS TIPE 1 Disusun oleh: THERESIA KARINA 030.06.257 Pembimbing: Dr. Elhamida Gusti, Sp.PD Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD BUDHI ASIH Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 1

Transcript of Case Betra

Page 1: Case Betra

PRESENTASI KASUS

DIABETES MELITUS TIPE 1

Disusun oleh:

THERESIA KARINA

030.06.257

Pembimbing:

Dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

RSUD BUDHI ASIH

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran

Universitas Trisakti

Jakarta

2011

1

Page 2: Case Betra

STATUS PASIEN

IDENTITAS

Nama : Nn. B

Umur : 21 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : mahasiswa

Status menikah : belum menikah

Suku/bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Kel. Makassar RT 04/04 No. 48, Makassar, Jakarta Timur

Tanggal Masuk : 18 Juli 2012

No. RM : 820499

ANAMNESA

Dilakukan secara auto-anamnesis dan allo-anamnesis dengan ayah pasien pada tanggal 24 Juli

2012

Keluhan Utama

Pasien datang dalam keadaan tidak sadar sejak jam 17.00

Keluhan tambahan

Sebelum pingsan, pasien mengeluh lemas dan pusing.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dalam keadaan tidak sadar sejak jam 17.00. Sebelum pingsan, pasien mengeluh

lemas, pusing, mual, muntah, dan kesemutan pada kedua kaki dan tangan. Setelah pasien sadar,

pasien tidak dapat menggerakkan anggota badan sebelah kanan. Pasien juga tidak dapat

berbicara tetapi dapat menjawab pertanyaan dengan mengangguk ataupun menggelengkan

2

Page 3: Case Betra

kepala. Pasien mengeluh pusing, mual, muntah, perut tidak nyaman, keempat ekstremitas terasa

kesemutan.

Pasien menggunakan insulin selama di SMA, tetapi setelah pasien kuliah, penggunaan insulin

dihentikan, diganti dengan obat diabetes oral yang diminum sesekali disaat kadar gula darah

pasien tinggi. Pasien rutin memeriksakan kadar gula darahnya di rumah setiap 1 minggu sekali.

Pasien BAK sering dalam 1 hari, frekuensi kurang lebih 7x/hari. BAB normal, frekuensi

1-2x/hari.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat hipertensi (+) sejak SMA kelas 1

- Riwayat DM (+) sejak SMA kelas 1

- Riwayat alergi obat disangkal

- Riwayat asthma disangkal

- Riwayat sakit kuning disangkal

- Riwayat sakit maag disangkal

- Riwayat operasi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat hipertensi (+) pada ibu dan ayah

- Riwayat DM (+) pada ibu

- Riwayat penyakit jantung (+) pada ibu

- Riwayat alergi (-)

- Riwayat asthma (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kesadaran : Compos mentis

Kesan sakit : sakit ringan

Tinggi badan : 168 cm

Berat badan : 55 Kg

BMI : BB/(TB)² = 19,5

3

Page 4: Case Betra

Gizi : cukup

Sikap pasien : kooperatif

Mobilisasi : pasif

Tanda vital:

o Tekanan darah : 140/90 mmHg

o Nadi : 84 x/menit, pengisian cukup, reguler

o Pernafasan : 24 x/menit

o Suhu tubuh : 36,5º C

Status generalis

Kulit

o Warna : sawo matang

o Kelembaban : cukup            

o Turgor : baik

o Luka : tidak ada

Kepala

o Bentuk dan ukuran : normocephali

o Wajah : simetris, tampak pucat

o Rambut : hitam, distribusi normal, tipis, tidak mudah dicabut

o nyeri tekan frontal : (-)

Mata

o Alis Mata : hitam, distribusi normal

o Bulu Mata : hitam, normal

o Konjungtiva : anemis -/-

o Sklera : ikterik -/-

o oedem palpebra : -/-

o ptosis : -/-

o pupil : isokor, bulat

o refleks cahaya :  +/+ (langsung dan tidak langsung)

o lensa : tidak keruh

4

Page 5: Case Betra

Hidung

o Sekret :  -/-

o Nyeri : -

o septum deviasi : -/-

o mukosa hidung : tidak hiperemis

o post nasal drip : -/-

o nafas cuping hidung : -

Telinga

o Bentuk : normotia

o Serumen : +/+

o membran timpani : intak +/+

o nyeri : (-)

o sekret : (-)

o gangguan pendengaran: (-)

o gangguan keseimbangan: (-)

Mulut

o Bibir : mukosa bibir tidak kering, asianotik

o Lidah : warna merah muda, tidak kotor

o Gusi dan gigi : caries (-), gusi sehat

o Mukosa mulut : tidak hiperemis

o Tonsil : T1-T1

Leher

o KGB : tidak teraba membesar

o kelenjar tiroid : tidak teraba membesar

o Trakea : di tengah

Thoraks

Inspeksi :

Simetris, sela iga tidak melebar

Tidak ada ruam

Tidak tampak dilatasi vena-vena superficial

5

Page 6: Case Betra

Gerakan nafas statis dan dinamis simetris hemithoraks kanan dan kiri

Pulsasi ictus cordis tampak

Vertebra tidak kifosis dan lordosis

Palpasi :

Angulus costae kira-kira 70º - 90º

Amplitudo gerakan nafas hemithorax kanan dan kiri simetris

Tidak teraba massa dan nyeri

Tidak teraba trill

Vocal fremitus sama kuat

Ictus cordis teraba di ics V, 1 cm lateral dari linea midclavicularis kiri

Perkusi :

Perkusi sonor pada hemithorax dextra dan sinistra

Batas paru-hepar ICS VI garis midclavicularis dextra

Batas paru-lambung ICS VII garis midaxilaris anterior sinistra

Batas jantung kanan ICS IV pada garis sternalis dextra

Batas jantung kiri ICS IV garis midclavicularis sinistra

Batas atas jantung ICS III pada garis sternalis sinistra

Auskultasi :

paru- paru :

Suara nafas vesikuler pada hemithorax dextra dan sinistra

Tidak terdapat ronki

Tidak terdapat Wheezing

Jantung :

S1 > S2 Reguler

Bunyi jantung tambahan (-)

Cardiac murmur (-) Gallop (-)

Abdomen

o Inspeksi

Bentuk : datar

Kulit : tidak ada ruam

Umbilicus : normal

6

Page 7: Case Betra

Tidak tampak gerakan peristaltic di dinding perut

Gerak dinding abdomen saat pernafasan normal

o Palpasi

Perabaan : supel

Turgor kulit : baik

Defans muscular : (-)

Nyeri tekan epigastrium : (+)

Nyeri lepas : (-)

Ascites : (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba. Schuffner 0

Ginjal : ballottement (-)

Titik Mc Burney : Nyeri tekan (-)

o Perkusi

Tympani seluruh lapang abdomen

o Auskultasi

Bising usus (+) normal

Ektremitas

o Atas :

Kelainan kulit : tidak ada ruam

Oedema : (-)

Ikterik : (-)

Petechie : (-)

Sianosis : (-)

Jari tabuh : (-)

Akral hangat

o Bawah :

Kelainan kulit : tidak ada ruam

Oedema : (-)

Ikterik : (-)

Petechie : (-)

7

Page 8: Case Betra

Sianosis : (-)

Jari tabuh : (-)

Akral hangat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 23 Juli 2012

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Metabolisme karbohidrat

Glukosa darah cito

Jam 00.00 188 Mg/dL <110

Jam 06.00 152 Mg/dL <110

Jam 12.00 193 Mg/dL <110

Jam 15.00 257 Mg/dL <110

Hasil pemeriksaan radiologi:

Foto thoraks: dalam batas normal

CT Scan kepala

8

Page 9: Case Betra

Kesan: hematoma cerebri sinistra dengan volume ± 18,36 cm3

RESUME

Pasien wanita umur 20 tahun datang dalam keadaan tidak sadar sejak jam 17.00. Sebelum

pingsan, pasien mengeluh lemas, pusing, mual, muntah, dan kesemutan pada kedua kaki dan

tangan. Setelah pasien sadar, pasien tidak dapat menggerakkan anggota badan sebelah kanan.

Pasien juga tidak dapat berbicara tetapi dapat menjawab pertanyaan dengan mengangguk

ataupun menggelengkan kepala. Pasien mengeluh pusing, mual, muntah, perut tidak nyaman,

keempat ekstremitas terasa kesemutan.

Pasien menggunakan insulin selama di SMA, tetapi setelah pasien kuliah, penggunaan insulin

dihentikan, diganti dengan obat diabetes oral yang diminum sesekali disaat kadar gula darah

pasien tinggi. Pasien rutin memeriksakan kadar gula darahnya di rumah setiap 1 minggu sekali.

Pasien BAK sering dalam 1 hari, frekuensi kurang lebih 7x/hari.

Riwayat DM dan hipertensi (+) sejak SMA kelas 1 dan pada ibu

Pemeriksaan penunjang:

GDS:

Jam 00.00 188

Jam 06.00 152

Jam 12.00 193

9

Page 10: Case Betra

Jam 15.00 257

CT Scan kepala: hematoma cerebri sinistra dengan volume ± 18,36 cm3

ANALISA KASUS

S: penurunan kesadaran yang sebelumnya didahului dengan adanya mual, muntah, pusing.

Riwayat DM (+), riwayat penggunaan insulin (+)

O:

Analisa gas darah

pH 7.31 ↓

pCO2 29 ↓

Po2 233 ↑

Bikarbonat(HCO3) 14 ↓

Total CO2 15 ↓

Saturasi O2 99

Kelebihan basa (Base excess) -10,4

Keton darah 3.2 ↑

Glukosa darah cito 316 ↑

A: hiperglikemia + ketosis + asidosis = ketoasidosis diabetik e.c. diabetes melitus tipe 1

P: protap KAD

S: tangan dan kaki kanan tidak dapat digerakkan, mulut mencong ke kanan, tidak dapat berbicara

O:

Fungsi motorik: 0/5/0/5

CT Scan: hematoma cerebri sinistra dengan volume ± 18,36 cm3

A: stroke hemoragic hemisfer sinistra

P:

manitol 4 x 100 cc

citicholin 2 x 500 mg

DIAGNOSIS

10

Page 11: Case Betra

ketoasidosis diabetik e.c. diabetes mellitus tipe 1

stoke hemoragik hemisfer sinistra

DIAGNOSIS BANDING

Diabetes melitus tipe 2

Penurunan kesadaran e.c. gangguan elektrolit

ANJURAN PEMERIKSAAN

Darah lengkap

Gula darah puasa dan 2 jam PP

Keton darah

HbA1C

PROGNOSIS

Ad vitam: dubia ad bonam

Ad fungisonam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad malam

11

Page 12: Case Betra

FOLLOW UP PERAWATAN PASIEN DI BANGSAL

Tanggal 19-7-2012

S : somnolen

O :

Ku / kes :somnolen/SS

t. vital :

-tensi : 110/60mmHg

- nadi : 100x/mnt

- nafas : 20x/mnt

- suhu : 36,2ºC

Mata : CA-/-, SI-/-

Thorax :

- jantung : S1>S2 reg, M (-), G (-)

- paru : Sn vesikuler +/+. Rh-/-, wh -/-

Abdomen : Supel, BU + normal,H/L ttm,NT (-)

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik,oedem (-)

Tanggal 18 Juli 2012

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Hematologi

Leukosit 36.9 Ribu/µL 3.6-11

Hemoglobin 14.9 g/dL 11.7-15.5

Hematokrit 45 % 35-47

Trombosit 500 Ribu/µL 150-440

Kimia klinik

Analisa gas darah

pH 7.31 7.35-7.45

pCO2 29 mmHg 35-45

Po2 233 mmHg 80-100

Bikarbonat(HCO3) 14 Mmol/L 21-28

12

Page 13: Case Betra

Total CO2 15 Mmol/L 23-27

Saturasi O2 99 % 95-100

Kelebihan basa (Base excess) -10,4 mEq/L -2.5-2.5

Keton darah 3.2 <0.6

Hati

Sgot/ast 19 mU/dL <27

Sgpt/alt 13 mU/dL <34

Metabolisme karbohidrat

Glukosa darah cito 316 Mg/dL <110

Ginjal

ureum 31 Mg/dL 13-43

kreatinin Mg/dL <1.1

Elektrolit

Natrium 147 Mmol/L 135-155

Kalium 4,7 Mmol/L 3,6-5,5

Klorida 103 Mmol/L 98-109

Urin lengkap

warna Kuning Kuning

kejernihan Agak keruh Jernih

glukosa +2 -

bilirubin - -

keton +3 -

pH 6,5 4,6-8,0

Berat jenis 1020 1003-1030

albumin +3 -

urobilinogen 0,2 E.U./dL 0,1-1

13

Page 14: Case Betra

nitrit - -

darah samar -

Leukosit esterase - -

Sedimen urin

leukosit 4-5 /LPB <5

Eritrosit 1-3 /LPB <2

epitel + /LPB +

Silinder - /LPK -

kristal - -

Bakteri - -

jamur - -

A : KAD, IDDM, stoke hemoragik hemisfer sinistra

P :

IVFD Asering/12 jam

IVFD NaCL/12 jam

OMZ 3x1

Ranitidin 2x1

Cefepim 2x1gr

Bicnat 75 meq bolus

Tanggal 20-7-2012

S:

Pusing

Nyeri perut

Nyeri dada

Nyeri di kaki kanan

Tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan

Belum bisa bicara

O:

14

Page 15: Case Betra

Ku / kes :somnolen/SS

t. vital :

-tensi : 140/80mmHg

- nadi : 80x/mnt

- nafas : 20x/mnt

- suhu : 37ºC

Mata : CA-/-, SI-/-

Thorax :

- jantung : S1>S2 reg, M (-), G (-)

- paru : Sn vesikuler +/+. Rh-/-, wh -/-

Abdomen : Supel, BU + normal,H/L ttm,NT (+)

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik,oedem (-)

Tanggal 19 Juli 2012

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Hematologi

Leukosit 13.6 Ribu/µL 3.6-11

Hemoglobin 11.8 g/dL 11.7-15.5

Hematokrit 35 % 35-47

Trombosit 350 Ribu/µL 150-440

Kimia klinik

Keton darah 1,9 <0,6

Metabolisme karbohidrat

Glukosa darah cito

Siang 153 Mg/dL <110

Sore 196 Mg/dL <110

A : KAD, IDDM, stoke hemoragik hemisfer sinistra

P :

IVFD Asering/12 jam

IVFD NaCL/12 jam

15

Page 16: Case Betra

OMZ 3x1

Ranitidin 2x1

Cefepim 2x1gr

Tanggal 21 juli 2012

S:

Pusing

Nyeri perut

Belum bisa bicara

Tidak mau makan

O:

Ku / kes :somnolen/SS

t. vital :

-tensi : 160/90mmHg

- nadi : 80x/mnt

- nafas : 20x/mnt

- suhu : 36,2ºC

Mata : CA-/-, SI-/-

Thorax :

- jantung : S1>S2 reg, M (-), G (-)

- paru : Sn vesikuler +/+. Rh-/-, wh -/-

Abdomen : Supel, BU + normal,H/L ttm,NT (+)

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik,oedem (-)

Tanggal 20 Juli 2012

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Kimia klinik

Analisa gas darah

pH 7.44 7.35-7.45

pCO2 28 mmHg 35-45

Po2 134 mmHg 80-100

Bikarbonat(HCO3) 19 Mmol/L 21-28

16

Page 17: Case Betra

Total CO2 20 Mmol/L 23-27

Saturasi O2 99 % 95-100

Kelebihan basa (Base excess) -3.7 mEq/L -2.5-2.5

Metabolisme karbohidrat

Glukosa darah cito

Jam 00.00 126 Mg/dL <110

Jam 06.00 125 Mg/dL <110

Jam 12.00 175 Mg/dL <110

Jam 18.00 164 Mg/dL <110

A : KAD, IDDM, stoke hemoragik hemisfer sinistra

P :

IVFD Asering/12 jam

IVFD aminofluid/24 jam

OMZ 3x1

Ranitidin 2x1

Cefepim 2x1gr

Amlodipin 1x5mg

Pasang NGT

Tanggal 22 juli 2012

S:

Pusing

Nyeri perut

Belum bisa bicara

Tidak mau makan

O:

Ku / kes :somnolen/SS

t. vital :

-tensi : 150/80mmHg

17

Page 18: Case Betra

- nadi : 88x/mnt

- nafas : 20x/mnt

- suhu : 36,1ºC

Mata : CA-/-, SI-/-

Thorax :

- jantung : S1>S2 reg, M (-), G (-)

- paru : Sn vesikuler +/+. Rh-/-, wh -/-

Abdomen : Supel, BU + normal,H/L ttm,NT (+)

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik,oedem (-)

Tanggal 21 Juli 2012

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Metabolisme karbohidrat

Glukosa darah cito

Jam 00.00 188 Mg/dL <110

Jam 06.00 219 Mg/dL <110

Jam 11.00 160 Mg/dL <110

Jam 15.00 227 Mg/dL <110

A : KAD, IDDM, stoke hemoragik hemisfer sinistra

P :

IVFD Asering/12 jam

IVFD aminofluid/24 jam

OMZ 3x1

Ranitidin 2x1

Cefepim 2x1gr

Amlodipin 1x5mg

Tanggal 23 juli 2012

S:

Pusing

Nyeri perut

18

Page 19: Case Betra

Belum bisa bicara

Tidak mau makan

O:

Ku / kes :somnolen/SS

t. vital :

-tensi : 130/70mmHg

- nadi : 80x/mnt

- nafas : 16x/mnt

- suhu : 36ºC

Mata : CA-/-, SI-/-

Thorax :

- jantung : S1>S2 reg, M (-), G (-)

- paru : Sn vesikuler +/+. Rh-/-, wh -/-

Abdomen : Supel, BU + normal,H/L ttm,NT (+)

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik,oedem (-)

Tanggal 22 Juli 2012

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Metabolisme

karbohidrat

Glukosa darah cito

Jam 00.00 160 Mg/dL <110

Jam 06.00 262 Mg/dL <110

Jam 11.00 197 Mg/dL <110

Jam 15.00 240 Mg/dL <110

Hematologi

Leukosit 12.1 Ribu/µL 3.6-11

Hemoglobin 13.8 g/dL 11.7-15.5

Hematokrit 40 % 35-47

Trombosit 382 Ribu/µL 150-440

19

Page 20: Case Betra

A : KAD, IDDM, stoke hemoragik hemisfer sinistra

P :

IVFD Asering/12 jam

IVFD aminofluid/24 jam

OMZ 3x1

Ranitidin 2x1

Cefepim 2x1gr

Amlodipin 1x5mg

Tanggal 24-7-2012

S:

Pusing

Nyeri perut

Belum bisa bicara

Tidak mau makan

O:

Ku / kes :cm/SS

t. vital :

-tensi : 140/90mmHg

- nadi : 84x/mnt

- nafas : 24x/mnt

- suhu : 36,1ºC

Mata : CA-/-, SI-/-

Thorax :

- jantung : S1>S2 reg, M (-), G (-)

- paru : Sn vesikuler +/+. Rh-/-, wh -/-

Abdomen : Supel, BU + normal,H/L ttm,NT (+)

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik,oedem (-)

Tanggal 23 Juli 2012

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Metabolisme

20

Page 21: Case Betra

karbohidrat

Glukosa darah cito

Jam 00.00 188 Mg/dL <110

Jam 06.00 152 Mg/dL <110

Jam 12.00 193 Mg/dL <110

Jam 15.00 257 Mg/dL <110

A : post KAD, IDDM, stoke hemoragik hemisfer sinistra

P :

IVFD Asering : aminofluid 2 : 1 /8 jam

OMZ 1x1

Ranitidin 2x1

Cefepim 2x1gr

Amlodipin 1x5mg

Captopril 1x1

Actrapid 3x4 u.i.

Tanggal 7-8-2012

S:

bicara lancar, nyeri kepala sedikit, mual (-), muntah (-), kaki dan tangan kanan dapat

digerakkan

O:

Ku / kes :cm/SS

t. vital :

-tensi : 140/90mmHg

- nadi : 84x/mnt

- nafas : 24x/mnt

- suhu : 36,1ºC

Mata : CA-/-, SI-/-

Thorax :

- jantung : S1>S2 reg, M (-), G (-)

21

Page 22: Case Betra

- paru : Sn vesikuler +/+. Rh-/-, wh -/-

Abdomen : Supel, BU + normal,H/L ttm,NT (+)

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik,oedem (-)

A : post KAD, IDDM, stoke hemoragik hemisfer sinistra

P :

Actrapid 3 x 22 u.i.

Tab Angioten 1 x 1

Tab Amlodipin 1 x 1

Tab Citicholine 2 x 1

22

Page 23: Case Betra

DIABETES MELLITUS

DEFINISI

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

KLASIFIKASI

Diabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang tertera pada tabel 2

Tabel 2. Klasifikasi diabetes menurut etiologinya. Sumber : PERKENI, 2006

KARAKTERISIK DM TIPE I DM TIPE II

Tingkat sekresi insulin Tidak ada atau hampir tidak ada Mungkin normal/melebih normal

Usia awitan yang lazim < 40 thn (tapi tidak selalu) > 40 thn (tapi tidak selalu)

Presentasi insiden 10-20% 80-90%Defek dasar Destuksi sel β Penurunan kepekaan sasaran

terhadap insulinTerkaitan dgn kegemukan Tidak BiasanyaKecepatan perkembangan gejala

Cepat Lambat

Timbulnya ketoasidosis Sering jika tidak diobati JarangPengobatan Penyuntikan insulin, penanganan

makananKontrol makanan dan penurunan berat badan; kadang kadang hipoglikemik oral

23

Page 24: Case Betra

24

Page 25: Case Betra

Peningkatan asam amino darah

Penyerapan glukosa oleh sel menurun

Peningkatan glukoneogenesis

Peningkatan glikogenolisis

Defisiensi Insulin

Glukoneogenesis menigkat

Hiperglikemia

Peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati

> Glukosa intrasel < Glukosa ekstrasel

Glukosuria

Poliuria

Poliuria Polidipsi

Kegagalan sirkulasi

Aliran darah ke otak menurun

Kematian

Polifagi Berat badan menurun

Lipolisis meningkat

PATOFISIOLOGI

25

Page 26: Case Betra

GEJALA KLINIS

Keluhan khas DM :

o Poliuri

o Polidipsi

o Polifagi

Keluhan tidak khas DM :

o Kesemutan

o Gatal

o Pruritus vulvae pada wanita

o Disfungsi ereksi pada pria

o Penglihatan kabur

o Cepat lelah

DIAGNOSIS

Diagnosis DM dapat ditegakan melaluli beberapa cara :

1. Jika keluhan keluhan klasik ditemukan, pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200

mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.

26

Page 27: Case Betra

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan adakeluhan klasik.. Untuk

kelompok tanpa keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang

baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes

melitus. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal,

baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl pada

hari yang lain.

3. Hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca

pembebanan ≥ 200 mg/dl.

27

Page 28: Case Betra

Tabel 3. Kriteria diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil

yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT)

ata glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

1. TGT : Diagnosis TGT ditegakan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan

glukosa plasama 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L)

2. GDPT : diagnosis GDPT ditegakan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan anatar 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula

darah 2 jam < 140 mg/dL.

Cara penatalaksanaan TTGO :

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melalukukan kegoatan jasmani seperti biasa.

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malan hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram / kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam watu 5 menit

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

28

Page 29: Case Betra

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

7. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap isitrahat dan tidak merokok.

Langkah – langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat pada bagan 1.

Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa terganggu.

Pemeriksaan Penyaring

Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji

diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes

melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang

tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji diagnostik akan

dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk

memastikan diagnosis definitif

Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Diabetes melitus,

toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga

29

Page 30: Case Betra

dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai

intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan

tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular

di kemudian hari

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu

atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral

(TTGO) standar

Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis

diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.

Catatan : untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukan kelainan hasil, dilakukan ulangan

tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko lain, pemeriksaan penyaring

da[at dilakukan setiap 3 tahun.

PENATALAKSANAAN

Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang umumnya

mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi insulin. Awalnya

resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta

pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan

glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi

ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang

30

Page 31: Case Betra

ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis

diabetes melitus

Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup

penyandang diabetes

Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu:

1. Jangka pendek, hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan rasa

nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

2. Jangka panjang, tercegah dan terhambatnya progresifitas penyulit mikroangiopati,

makroangiopati, dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas dan mortalitas

diabetes melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,

tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalu pengelolaan pasien secara holistik dengan

mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan tingkah laku

Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan non

farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan

penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah

tesebut sasaran pengendalian belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau

intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan obat perlu diperhatikan titik kerja obat

sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia seperti yang tertera pada

gambar 2

31

Page 32: Case Betra

Gambar 2. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa

darah. Sumber: Sudoyo, Aru W, 2006.

Untuk penatalaksanaan diabetes melitus, di Indonesia, pendekatan yang digunakan adalah

berdasarkan dari pilar penatalaksanaan diabetes melitus yang sesuai dengan konsensus

Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Adapun pilar

penatalaksanaan diabetes melitus sebagai berikut :

A. Edukasi

B. Terapi Gizi Medis

C. Latihan Jasmani

D. Intervensi farmakologis

A. Edukasi.

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk

dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,

keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.

32

Page 33: Case Betra

Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan

upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pematauan glukosa darah mandiri, tanda dan

gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberkan kepada pasien. Pemnatauan kadar

glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani pola

hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah :

1. Mengikuti pola makan sehat

2. Meningkatkan kegiatan jasmani

3. Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman, teratur

4. Melakukan Pementauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data

yang ada

5. Melakukan perawatan kaki secara berkala

6. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan tepat

7. Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung

dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti

pengelolaan penyandang diabetes.

8. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

B. Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.

Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli

gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri dan keluarganya). Setiap penyandang

diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk

masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat

gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan

makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang

menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain:

1. Menurunkan berat badan

2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik

33

Page 34: Case Betra

3. Menurunkan kadar glukosa darah

4. Memperbaiki profil lipid

5. Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin

6. Memperbaiki sistem koagulasi darah

Adapun tujuan dari terapi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:

1. Kadar glukosa darah mendekati normal

Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl

Glukosa darah 2jam setelah makan <180 mg/dl

Kadar A1c < 7%

2. Tekanan darah < 130/80 mmhg

3. Profil lipid yang berkisar normal

Kolesterol LDL < 100 mg/dl

Kolesterol HDL > 40 mg/dl

Trigliserida < 150 mg/dl

4. Berat badan senormal mungkin

Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi kerbohidrat, protein dan

lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian rupa

sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat

C. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama

kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan

sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan

(lihat tabel 4). Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat

badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur

dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa

ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan

kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Tabel 5. Aktifitas fisik sehari-hari. Sumber : PERKENI, 2006

34

Page 35: Case Betra

D. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturanmakan dan latihan jasmani

(gaya hidup sehat).

Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

E. DPP-IV inhibitor

2. Suntikan

1. Insulin

2. Agonis GLP-1/incretin mimetic

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat

dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi

dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk

tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai

35

Page 36: Case Betra

mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat

pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi

OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana

insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO

dapat menjadi pilihan.

Penilaian hasil terapi

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana

dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan

yang dapat dilakukan adalah:

Pemeriksaan kadar glukosa darah :

Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. Guna

mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa,

glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala

sesuai dengan kebutuhan.

Pemeriksaan A1C :

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau

hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai A1C), merupakan cara yang digunakan untuk menilai

efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai

hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal

2 kali dalam setahun.

36

Page 37: Case Betra

KETOASIDOSIS DIABETIK

Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang

ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin

absolut atau relatif.4,5,6

Ketoasidosis Diabetik adalah suatu keadaan defisiensi absolut atau relatif terhadap

peningkatan hormon kontra regulator yaitu glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon

pertumbuhan, hal tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan

glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. .4,5,6

       Penyebab utama dari KAD adalah kekurangan insulin yang menyebabkan mobilisasi

energi dari otot dan lemak sehingga terjadi kenaikan flux asam amino yang menuju ke hati

untuk dirubah menjadi glukose dan asam lemak. Asam lemak dikonversi menjadi keton berupa

aseton, asam aseto asetat dan beta hidroksi butirat.4,5,6

Akibat adanya hiperglikemia dan adanya benda-benda keton maka terjadi glukosuria dan

ketonuria yang menyebabkan diuresis osmotik dan selanjutnya dehidrasi dan asidosis. Dengan

demikian pada KAD dapat terjadi terjadi gangguan metabolik berupa : .4,5,6

A. Hiperglikemia

B. Ketosis

C. Gangguan keseimbangan air dan elektrolit

A. Hiperglikemia .

Terjadinya hiperglikemia disebabkan oleh : .4,5,6

l. Glukose tidak dapat masuk dalam sel otot dan sel lemak.

2. Fungsi enzim glukokinase di dalam hati menurun, sehingga sekresi glukose hepar meningkat

3. Adanya proses glukoneogenesis

4. Proses glikolisis berkurang

5. Proses glikogenolisis meningkat

37

Page 38: Case Betra

Hiperglikemi menyebabkan dehidrasi intraseluler karena adanya hiperosmolaritas dan filtrat

ginjal banyak mengandung glukose sehingga terjadi glukosuria yang menimbulkan diuresis

osmotik yang akan berakibat kehilangan air dan elektrolit termasuk Na,K.Cl,PO4 dan Mg.

B. Ketosis

Terjadinya ketosis oleh karena : .4,5,6

1. Lipolisis meningkat dan oksidasi asam lemak meningkat

2. Lipogenesis berkurang, sintesis FFA (Free Fatty Acid) dalam sel lemak berkurang.

Akibat banyaknya proses lipolisis maka banyak sekali FFA akan masuk ke hati yang akan

dipecahkan menjadi acetyl co enzym A. Acetyl Co enzym A tidak dapat masuk dalam siklus

Krebs oleh karena kekurangan insulin mengakibatkan terbentuknya aceto acetyl Co enzym A ,

asam aseto asetat. Asam aseto asetat kelak akan berubah menjadi aseton dan asam beta hidroksi

butirat. Ketiganya disebut sebagai benda-benda keton (keton bodies). Akumulasi produksi benda

keton oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolik . Kedua asam keton ini mempunyai

pengaruh pada susunan syaraf pusat dan menyebabkan pH darah menurun.

C. Gangguan keseimbangan air dan elektrolit.

Akibat tertimbunnya ion hidrogen maka terjadilah diuresis osmotik sehingga ion-ion

Na,K,Cl,PO4, Mg,Ca dan ion lainnya keluar dari tubuh. Tubuh akan mengatasi melalui sistim

buffer, hormonal dan ginjal. 4,5,6

Diantara hormon kontra regulator, glukagon yang paling berperan dalam patogenesis KAD.

Glukagon menghambat proses glikolisis dan menghambat pembentukan malonyl CoA yang

merupakan suatu penghambat Carnitine Acyl Transferase (CPT 1 dan 2) yang bekerja pada

transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian peningkatan glukagon akan

merangsang oksidasi asam lemak dan ketogenesis.

Manifestasi Klinis

Pada umumnya gejala-gejala KAD didahului gejala awal berupa polidipsi , poliuria dan

polifagi disusul oleh nafsu makan yang kurang, mual dan muntah-muntah. Muntah-muntah

disusul oleh gejala lemah badan, mengantuk, stupor dan terjadi koma. Kadang-kadang sebelum

38

Page 39: Case Betra

koma penderita mengeluh nyeri dada dan nyeri perut yang semuanya ini disebabkan oleh

asidosis. Kadang-kadang keadaan ini dikacaukan dengan appendicitis akut atau kolik ureter .4,5,6

Pada pemeriksaan fisis ditemukan tanda-tanda dehidrasi berupa tekanan darah turun, nadi

melemah, temperatur menurun atau normal, pupil midriasis, isokor, tekanan bola mata

lunak,pernapasan cepat dan dalam disebut sebagai pernapasan Kusmaull, napas berbau aseton,

kulit kering,tonus otot menurun dan refleks fisiologis menurun. Pada keadaan ini kesadaran

penderita menurun sampai koma . .4,5,6

Pemeriksaan Laboratorium.4,5,6

Pemeriksaan darah :

a. Pemeriksaan gula darah meningkat antara 300-600 mg%, dapat meningkat sampai l000

mg%

b. Ketonemi dengan ditemukannya benda-benda keton dalam darah

c. (normal l0-15 mg%)

d. Pemeriksaan pH darah menurun (normal 6,9-7,3)

e. CO2 darah menurun l0-l5 mEq/liter.

f. Kadar elektrolit darah: ion Na,Ca,Cl menurun atau normal. Kadar K,Mg,PO4 norma atau

meningkat.

Pemeriksaan urine : .4,5,6

- Reduksi urine positif kuat

- Benda-benda keton positif

39

Page 40: Case Betra

40

Page 41: Case Betra

Konsentrasi epinephrine dan kortisol darah meningkat pada KAD. Hormon pertumbuhan

pada awal terapi KAD konsentrasinya kadang-kadang meningkat dan lebih meningkat lagi pada

pemberian insulin. Keadaan stress sendiri meningkatkan hormon kontra regulasi yang pada

akhirnya akan menstimulasi penmbentukan benda-benda keton, glukoneogenesis serta potensial

sebagai pencetus KAD. Sekali proses KAD terjadi maka akan terjadi stress yang

berkepanjangan.

Diagnosis Ketoasidosis Diabetik

Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan nafas,

status mental, status ginjal, kardiovaskular dan status hidrasi.

Pada umumnya sebelum pasien koma, terdapat gejala ketoasidosis berupa : Anoreksia,

nausea, muntah, sakit perut, sakit dadam pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul) dan berbau

aceton. Kemudian tentukan adanya hiperglikemia dan hiperketonemia. Untuk hiperglikemia

yaitu tentukan kadaar gula dalam serum dengan glucose sticks. Untuk ketonemi yaitu tentukan

aceton dalam darah dan urin dengan urine strips. Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat

41

Page 42: Case Betra

menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD meliputi elektrolit, ureum, creatinine, dan

Analisa Gas (ASTRUP). .4,5,6

Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik .4,5,6

1. Cairan untuk mengtasasi dehidrasi

2. Insulin dalam dosis adekuat

3. Penggantian elektrolit yang hilang

4. Mempertahankan keseimbangan asam basa

5. Pengobatan terhadap faktor pencetus

Pengobatan ketoasidosis diabetik (KAD) dibagi 2 tahap :

Tahap I :

l. Pemberian cairan

2. Pemberian insulin

3. Pemberian elektrolit: bikarbonat dan kalium

4. Pemberian antibiotik

Tahap II :

Pemberian cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dengan pemberian NaCl

0,9% dan Martos l0 atau Dextrose 5 % .

A. Pemberian cairan

Tujuan pemberian cairan adalah:

- mengatasi gangguan cairan dan elektrolit

- mengatasi asidosis

Cairan yang diberikan adalah Na Cl 0,9% sebanyak 2 liter dalam waktu 2-3 jam pertama.

Bila keadaan dehidrasi tetap ada maka infus NaCl0,9% dilanjutkan dengan 3 liter dalam 6 jam..

Selama pemberian cairan monitor dehidrasi dengan CVP catheter dan tekanan darah. Bila tidak

memungkinkan CVP catheter maka monitor dehidrasi dengan produksi urine. Bila glukose darah

kurang 250 mg% maka infus NaCl 0,9% dapat diganti dengan Martos l0 atau dextrose 5%.

42

Page 43: Case Betra

B. Pemberian insulin.

Pemberian insulin pada KAD dipakai dosis kecil dan diberikan secara drips atau intravena

secara kontinu (continuous intravenous insulin drips).

Caranya:

l. Bila kadar glukose darah lebih 300 mg% berikan Actrapid 6 unit perjam.

2. Bila kadar glukose darah 200-300 mg% berikan Actrapid 3 unit perjam

3. Bila kadar glukose darah kurang 200 mg% berikan Actrapid l,5 unit perjam.

Untuk mendapatkan takaran insulin 6 unit perjam dapat dilakukan dengan pompa automatic

dari Braun dengan memasukkan Actrapid 20 unit kedalam semprit 20 ml yang berisi NaCl

0,9%. Pompa diatur dengan kecepatan 6 ml perjam maka diperoleh takaran insulin atau actrapid

sebanyak 6 unit perjam. Untuk memperoleh takaran insulin 3 unit perjam maka pompa diatur

dengan kecepatan 3 ml perjam.

Bila tidak ada pompa automatik maka dapat dipakai pediatric giving set l00 ml diisi dengan

l00 ml NaCl 0,9% dengan 24 unit Actrapid. Dengan kecepatan 25 ml / jam yaitu kira-kira 38

mikrodrips permenit memberikan 6 unit Actrapid perjam.

Bila cara tersebut diatas tidak memungkinkan maka dapat dilakukan pemberian insulin secara

intravena tiap jam sesuai kadar glukose darah. dan Bila kadar glukose darah sudah mencapai atau

kurang dari 250 mg % maka cara pemberian insulin infus atau drips atau intravena dapat diganti

dengan cara pemberian subkutan tiap 6-8 jam atau secara intra muskuler tiap 2-4 jam.

C. Pemberian antibiotik

Antibiotik diberikan untuk menghilangkan infeksi atau mencegah meluasnya infeksi. Mulai

dengan antibiotik yang mempunyai spektrum luas dan dosis yang adekuat sambil menunggu

hasil kultur dan sensitivitas mikroba

D. Pemberian kalium

Pemberian kalium pada KAD perlu karena sering menyebabkan hipokalemia. Bila penderita

sudah sadar maka diberikan KCL peroral dosis 500 mg perhari dan pada penderita yang masih

koma dan jelas ada hipokalemia maka diberikan KCl intra vena 4-6 gram.

43

Page 44: Case Betra

E. Pemberian bikarbonat

Bikarbonat dapat diberikan bila ada indikasi yaitu apabila pH darah kurang 7,1 atau kadar

bikarbonat darah lebih kecil 5 mEq/L atau ditemukan tanda-tanda aritmia jantung atau hipotensi.

Pemberian bikarbonat harus berhati-hati dan tidak perlu tergesa-gesa karena dapat fatal.

Diberikan Meylon 1 ampul ( mengandung 44 mEq perliter bikarbonat) dalam larutan NaCl 0,45

%.

Pemantauan :

kadar glukosa darah tiap jam dengan glukometer

elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan

analisa gas darah : bila PH < 7 waktu masuk periksa setiap 6 jam sampau PH > 7,1

selanjutnya setiap hari sampai stabil

tekanan darahm nasi, frekuesni pernafasan, dan temperatur setiap jam

keadaan hidrasi dan balance cairan

waspada terhadap kemungkinan DIC

Pengobatan Umum :

antibotik yang adekuat

oksigen bila PO2 < 80 mmHg

heparin bila adaDIC atau bila hiperosmolar berat (> 380 mOsm/l)

Prognosis

Prognosis KAD tergantung pada :

l. Ada tidaknya komplikasi seperti infark miokard akut , pankreatitis hemorargis,

nekrosis tubuler akut .Jika terdapat komplikasi maka prognosisnya jelek.

2. Derajat asidemia.

3. Lama dan derajat koma ketoasidosis.

44