Referat Cholelitiasis

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone). 1 Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada 1

Transcript of Referat Cholelitiasis

Page 1: Referat Cholelitiasis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu

atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut

kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis. Batu

kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat

duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu

kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar

bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone). 1

Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena

belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan

ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat

operasi untuk tujuan yang lain. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika

Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan

autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.

Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum

ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan

secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk

tujuan yang lain. 2,3

Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka

banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat

dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin

kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. 1

1

Page 2: Referat Cholelitiasis

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi dari cholelithiasis ?

2. Bagaimana anatomi dari kandung empedu ?

3. Bagaimana fisiologi dari kandung empedu ?

4. Bagaimana epidemiologi dari cholelithiasis ?

5. Bagaimana patofisiologi dari cholelitiasis ?

6. Bagaimana manifestasi klinis dari cholelithiasis ?

7. Bagaimana penegakan diagnosis dari cholelithiasis berdasarkan gambaran

radiologi ?

1.3 Tujuan

Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam lagi yang dimaksud dengan

kolelitiasis.

Tujuan Khusus

Memahami definisi, anatomi, fisiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi

klinis dan penegakan di bidang radiologi.

1.4 Manfaat

1. Mengetahui definisi dari cholelithiasis.

2. Mengetahui anatomi dari kandung empedu.

3. Mengetahui fisiologi dari kandung empedu.

4. Mengetahui epidemiologi dari cholelithiasis.

5. Mengetahui patofisiologi dari cholelitiasis.

6. Mengetahui manifestasi klinis dari cholelithiasis.

7. Mengetahui penegakan diagnosis dari cholelithiasis berdasarkan gambaran

radiologi.

2

Page 3: Referat Cholelitiasis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Cholelithiasis atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam

kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus

(choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu

keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang

memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai

pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor

resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik. Sinonimnya adalah batu

empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan

batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa

unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung

empedu. 1,10

Gambar 2.1 Batu dalam kandung empedu

—-

3

Page 4: Referat Cholelitiasis

2.2 Anatomi

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang

terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya

sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.

Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan

biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan

dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus

bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.

Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk

bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.

Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus

dan collum dengan permukaan visceral hati. .8

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica

kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri

yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum

vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum

sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang

menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.7,8

Gambar 2.2 Anatomi kandung empedu

4

Page 5: Referat Cholelitiasis

2.3 Fisiologi Saluran Empedu

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.

Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu

proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling

berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang

membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati

ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang

terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai

duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris

komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung

empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu

sebelum disalurkan ke duodenum. .8

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung

empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam

duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa

duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu

berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus

coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental

ke dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk

emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak.8

Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu.7,8:

a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum

akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.

Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

b) Neurogen:

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi

cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan

kontraksi dari kandung empedu.

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan

mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung

empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

5

Page 6: Referat Cholelitiasis

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal

memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

Komposisi Cairan Empedu

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit -   -  

Tabel 2.1 Komposisi Cairan Empedu

a. Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam

yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah:

o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat

dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah

menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin

yang larut dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman

usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %)

garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus

sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat.

6

Page 7: Referat Cholelitiasis

Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga

bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau

reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu. 7,8

b. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.

Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin

yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat

erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi)

yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah

berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat

banyak. 7,8

2.4 Epidemiologi

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang

dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan

angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat

dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi. 2,3

2.5 Faktor Resiko

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,

semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan

untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain4,5:

a. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap

peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang

menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.

Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan

kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung

empedu.

7

Page 8: Referat Cholelitiasis

b. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.

Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis

dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

c. Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi

untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar

kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu

serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi

gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan

dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar

dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.

f. Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya

kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit

berkontraksi.

g. Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,

diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

h. Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi

untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.

Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung

empedu.

8

Page 9: Referat Cholelitiasis

2.6 Patofisiologi

2.6.1 Patogenesis Bentukan Batu Empedu

Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang

terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo

Maki tahun 1995 sebagai berikut7:

a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa

sebagai:

Batu Kolesterol Murni

Batu Kombinasi

Batu Campuran (Mixed Stone)

b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar

kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai:

Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium

Batu pigmen murni

c) Batu empedu lain yang jarang

Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi:

Batu Kolesterol

Batu Campuran (Mixed Stone)

Batu Pigmen.

Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase10:

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen

yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu

membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu

ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.

Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan

garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada

keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa

mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.

9

Page 10: Referat Cholelitiasis

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:

Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu

dan lecithin jauh lebih banyak.

Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga

terjadi supersaturasi.

Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan

tinggi.

Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada

gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan

sirkulasi enterohepatik).

Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan

kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya

melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.

Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya

sampai tiga tahun.

b. Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu

heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel

yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal

kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam

empedu.

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu

untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana

kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti

batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila

konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat

supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi

pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total

parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada

10

Page 11: Referat Cholelitiasis

keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus

yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal

kolesterol dan sukar dipompa keluar. 

Batu bilirubin/Batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok10:

a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan

eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell.

Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi

bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena

adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli.

Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton

yang menghambat kerja glukuronidase.

b. Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga

oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki

melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan

dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam

mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.

2.6.2 Patofisiologi Umum

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan

berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu

campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%

kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10%

sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang

mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,

11

Page 12: Referat Cholelitiasis

pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam

kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang

terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan

fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi

bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium,

bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal

yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal

tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas

kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi

pembentukan batu empedu empedu. 1,8

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada

dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat

menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara

menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel

dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh

alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya

kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding

(dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal

ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis

generalisata. Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat

kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus

kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang

menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis,

kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna

melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat

menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus

obstruksi. 1,7,8

2.7 Manifestasi Klinis

12

Page 13: Referat Cholelitiasis

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut

bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran

klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena

adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang

disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan

sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba

pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus.

Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl).

Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra

hepatic. 4

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral

ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan

istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak

memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari,

berlangsung lama antara 30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah

epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke

abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan

gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa

kolelitiasis. 1

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya

komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis

akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder,

ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu.

Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.

Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini

timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. 

Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering

mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan

penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain

seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 7

13

Page 14: Referat Cholelitiasis

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus

sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam

saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat

bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya

ikterus obstruktif yang nyata.  Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke

duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di

ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone

pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu

dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti

ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis. 5

Gambar 2.3 Manifestasi klinis

2.8 Diagnosis

2.8.1 Anamnesis

14

Page 15: Referat Cholelitiasis

Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik (adanya

batu empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks ( menyebabkan

kolesistitis, koledokolitiasis, serta kolangitis). Sekitar 60-80 % kolelitiasis adalah

asimptomatik. Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis.

Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap

makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah

epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik

bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang

beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30%

kasus timbul tiba-tiba. 6

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,

disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri

berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri

menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. 6

2.8.2 Pemeriksaan Fisik

Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,

seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung

empedu, empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan

ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis

kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah

sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang

meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik

nafas. 7

Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang

teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah

kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran

empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. 7

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang

15

Page 16: Referat Cholelitiasis

Pemeriksaan Penunjang7,8,9

a. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan

pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi

leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin

serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi

mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum

dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali

terjadi serangan akut.

b. Pemeriksaan radiologis

Teknik Imaging

Pada foto polos abdomen dapat dilihat gas atau kalsium didalam traktus biliaris.

Kira-kira 10-15% batu kantung empedu mengapur (kalsifikasi) dan dapat diidentifikasi

sebagai batu kandung empedu pada foto polos. Mungkin pula penimbunan kalsium di

dalam kandung empedu yang mirip bahan kontras. Kadang-kadang dinding kandung

empedu mengapur (kalsifikasi) yang disebut porcelain gallbladder, yang penting sebab

dari hubungan kelainan ini dengan karsinoma kandung empedu.

Gas dapat terlihat dipusat kandung empedu gambaran berbentuk segitiga

(mercedez-ben sign), gas didalam duktus biliaris menyatakan secara tidak langsung

hubungan abnormal anatara gas kandung empedu atau duktus choledochus. Ini dapat

disebabkan oleh penetrasi ulkus duedeni ke dalam traktus biliaris atau erosi batu kedalam

lambung, duodenum atau kolon. Gas kadang-kadang terlihat didalam duktus sebagai

manifestasi cholangitis disebabkan oleh organisme pembentuk gas. Gas di dalam

kandung empedu dan dindingnya (emphysematous cholecystitis) adalah manifestasi dari

infeksi serupa dan biasanya timbul pada diabetes, sekunder terhadap kemacetan dari

arteri kistik disebabkan diabetic angiopathy. Gas didalam vena porta, tampak perifer di

dalam hepar, menyatakan secara tidak langsung usus necrosis tetapi itu dapat terjadi

dengan cholecystitis hebat.

Kolesistografi oral ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu dan banyak

diadakan perubahan kontras nontoxic iodinated organic compound diberikan oral yang

diserap didalam usus kecil, diekskresi oleh hati dan dipekatkan di dalam empedu

16

Page 17: Referat Cholelitiasis

memberikan kesempatan untuk menemukan batu kandung empedu yang tidak mengapur

sebelum operasi. Dapat pula dideteksi kelainan intra abdominal lain dari kandung

empedu.

Kolesistografi intra vena dikerjakan sebagai pengganti kolesistografi oral. Bahan

kontras di pergunakan adalah iodipamide (biligrafin yang mengandung iodine 50%).

Ultrasonografi kandung empedu (GB-US) telah membuat suatu pengaruh yang hebat

pada diagnosa traktus biliaris. Ini telah menggantikan kolesistografi oral sebagai cara

imaging utama karena ini menawarkan bermacam-macam keuntungan. Tidak

mempergunakan sinar x, tidak perlu menelan kontras.

Kemampuan untuk menentukan ukuran duktus biliaris dan untuk mengevaluasi

parenkim hepar dan pankreas sangat menguntungkan sekali. Seorang ultrasonografer

yang mempunyai skill diperlukan untuk mendapatkan hasil yang optimum.

Ultrasonografer memperlihatkan patologi anatomi dari pada patophysiology,

kolesistografi oral memperlihatkan kedua-duanya. Sebab banyak orang yang mempunyai

batu kandung empedu asimptomatik. Ada suatu derajat tertentu agar batu tampak pada

ultrasonografi kandung empedu adalah pasien mengeluh. Ultrasonografi kandung

empedu dapat mendeteksi batu kecil dari pada kolesistografioral. Ultrasonografi dapat

pula untuk menemukan masa intra luminal selain dari pada batu, seperti adenoma, polip

kolestrol dan karsinoma kandung empedu. Kolesistografi telah berkembang sebagai studi

dinamik dari patologi fisiologi dari sistem biliaris. Injeksi intravena dari technitium

labeled imminodiacetic acid compounds memberikan imaging segera dari kandung

empedu dan radioaktivitas dapat diikuti ke dalam duodenum.

Kolelitiasis

Batu empedu akan terlihat sebagai gambaran hiperekoik yang bebas pada

kandung empedu serta khas membentuk bayangan akustik dibawahnya. Batu yang kecil

dan tipis kadang-kadang tidak memperlihatkan bayangan akustik. Pada keadaan yang

meragukan perubahan posisi penderita, misalnya duduk, sangat membantu.

Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena

hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung

17

Page 18: Referat Cholelitiasis

empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan

foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,

kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas

yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Gambar 2.4 Foto rongent pada kolelitiasis

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun

ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal

karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu

yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh

udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung

empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

18

Page 19: Referat Cholelitiasis

Gambar 2.5 Hasil USG pada kolelitiasis

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif

murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat

dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus

paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis

karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan

kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

Gambar 2.6 Hasil kolesistografi pada kolelitiasis

CT scan

Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.

19

Page 20: Referat Cholelitiasis

Gambar 2.7 CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple

ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)

Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus

pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi

ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke

dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP

berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus

hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat

digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung

empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.

Gambar 2.8 ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek)

dan di duktus intrahepatik (panah panjang)

Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)

Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau MRCP adalah modifikasi

dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk mengamati duktus

20

Page 21: Referat Cholelitiasis

biliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu empedu di duktus biliaris

dan juga bila terdapat obstruksi duktus.

Gambar 2.9 Hasil MRCP

BAB III

PENUTUP

21

Page 22: Referat Cholelitiasis

3.1 Kesimpulan

Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung

empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu

yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu yang ditemukan pada kandung

empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu

pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang

mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20 - 50%

kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <

20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah

keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan

konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.

Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan/atau ductus

empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal). Kolangeopankreatografi retrograd

endeskopik: Memperlihatkan percabangan bilier dengan kanualasi duktus koledukus

melalui deudenum. Kolangiografi transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran

dengan flouroskopi anatara penyakit kantung empedu dan kanker pankreas ( bila ekterik

ada ). Kolesistogram (untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada sistem empedu.

Kontraindikasi pada kolesititis karena pasien terlalu lemah untuk menelan zat lewat

mulut. Skan CT: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan

membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi. Skan hati (dengan zat radioaktif):

Menunjukan obstruksi percabangan bilier. Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan

gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran

kandung empedu.

DAFTAR PUSTAKA

22

Page 23: Referat Cholelitiasis

1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi

IV. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2007.479 – 481.

2. Lumbantobing S. M, Pemeriksaan fisik dan Mental, Jakarta: Fakultas

kedokteran Univeritas Indonesia, 1998.

3. Brunner & suddart, Keperawatan medical bedah Vol 2. Jakarta.EGC, 2001.

4. Wilkison, Judit M, buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC,2006.

5. http://www.scribd.com/doc/26152642/makalah-kolelitiasis.

6. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of

Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.

7. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.

8. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.

9. ClinicStaff.Gallstones.Availablefrom:http:/www.6clinic.com/health/

digetivesystyem/DG9999.htm.

10. Cholelithiasis.Availablefrom:http:/www.7.com/healthmanagement/Managig

YourHealth/HealthReference/Disease/InDepth.htm.

23