BRONKIOLITIS

7
BRONKIOLITIS Definisi Bronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut yang ditandai dengan pilek, batuk, distres pernapasan dan ekspiratorik effort (usaha napas pada saat ekspirasi). Epidemiologi Bronkiolitis sering mengenai anak usia di bawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan. Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko lebih besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, perokok pasif, status ekonomi sosial rendah, jumlah anggota keluarga besar, berada pada tempat penitipan anak atau tempta-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan ASI. Etiologi Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60-90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oelh virus Prainfluenza tipe 1,2, dan 3, Influenza B, Adenovirus tipe 1, 2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV menebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya aman apabila berjarak lebih dari 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar dapat bertahan di uadara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari. Patogenesesis dan patofisiologi Masa inkubasi RSV 2-5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafasa atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel

description

laporan tutorial geriatri

Transcript of BRONKIOLITIS

BRONKIOLITISDefinisiBronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut yang ditandai dengan pilek, batuk, distres pernapasan dan ekspiratorik effort (usaha napas pada saat ekspirasi).EpidemiologiBronkiolitis sering mengenai anak usia di bawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan. Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko lebih besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, perokok pasif, status ekonomi sosial rendah, jumlah anggota keluarga besar, berada pada tempat penitipan anak atau tempta-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan ASI.EtiologiBronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60-90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oelh virus Prainfluenza tipe 1,2, dan 3, Influenza B, Adenovirus tipe 1, 2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV menebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya aman apabila berjarak lebih dari 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar dapat bertahan di uadara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari. Patogenesesis dan patofisiologiMasa inkubasi RSV 2-5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafasa atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi san replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus. Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di dalam bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran nafas juga mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substanceP) yang menyebabakn kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatakan ekspresi Intracellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt. Semua faktor tersebut menyebakan peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas.

Gambar1. Respon inflamasi selular pada infeksi virus saluran napasManifestasi KlinisGejala awal yang mungkin timbul adalah tanda-tanda infeksi respiratorik atas akut berupa demam, batuk, pilek, dan bersin. Setelah gejala di atas timbul biasanya diikuti oleh adanya kesulitan bernapas (sesak) yang umumnya pada saat ekspirasi. Pada pemeriksaan fisis didapatkan frekuensi nafas yang meningkat (takipnu), disertai adanya ekspirasi yang memanjang bahkan mengi. Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dijumpai gambaran hiperinflasi, dengan infiltrat yang biasanya tidak luas. Pada pemeriksaan laboratorium (darah tepi) umumnya tidak memberikan gambaran yang bermakna, dapat disertai dengan limfopenia.DiagnosisDiagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat. Kriteria bronkiolitis terdiri dari : (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan (4) menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang dari 3 dimasukan kategori ringan.Tabel1.Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI)

Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif dan berguna untuk menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen