Bronkiolitis friska

47
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah laporan kasus ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Bronkiolitis”. Laporan ini berisikan tentang informasi pengertian Bronkiolitis, faktor resiko, patofisiologi, sampai penatalaksanaan. Diharapkan makalah laporan kasus ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Bronkiolitis. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

description

Medis

Transcript of Bronkiolitis friska

Page 1: Bronkiolitis friska

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah laporan kasus ini yang

alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Bronkiolitis”.

Laporan ini berisikan tentang informasi pengertian Bronkiolitis, faktor resiko,

patofisiologi, sampai penatalaksanaan. Diharapkan makalah laporan kasus ini dapat

memberikan informasi kepada kita semua tentang Bronkiolitis.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik

dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi

kesempurnaan makalah ini.

Page 2: Bronkiolitis friska

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... 1

Daftar Isi ....................................................................................................... 2

Bab I PENDAHULUAN ............................................................................. 3

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 3

Bab II LAPORAN KASUS .......................................................................... 5

Bab III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 11

3.1.1. Definisi BBLR ........................................................................ 22

3.1.2. Epidemiologi ........................................................................... 22

3.1.5. Etiologi ................................................................................... 24

3.1.6. Pemberian nutrisi BBLR ......................................................... 26

3.1.7. Panduan pemberian minum ..................................................... 29

3.2.1. Definisi Asfiksia ...................................................................... 31

3.2.2. Etiologi ..................................................................................... 32

3.2.3. Patofisiologi ............................................................................ 34

3.2.5. Manifestasi klinis .................................................................... 35

3.2.6. Diagnosis ................................................................................ 36

Bab IV PEMBAHASAN ............................................................................. 39

Daftar Pustaka .............................................................................................. 40

Page 3: Bronkiolitis friska

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ialah infeksi akut yang dapat terjadi di setiap

tempat di sepanjang saluran pernapasan dan adneksanya (telinga tengah, kavum pleura dan

sinus paranasalis). Secara anatomic ISPA dikelompokkan menjadi ISPA-atas misalnya batuk-

pilek, faringitis, tonsillitis, dan ISPA-bawah seperti bronchitis, bronkiolitis dan pneumonia.

ISPA-atas jarang menimbulkan kematian walaupun insidennnya jauh lebih tinggi

dibandingkan ISPA-bawah.

Pneumonia dan bronkiolitis yang merupakan bagian dari ISPA-bawah yang banyak

menimbulkan kematian, sehingga berperan besar dalam tingginya angka kematian bayi.

Setiap tahun diperkirakan 4 juta anak balita meninggal akibat ISPA (terutama akibat

pneumonia dan bronkiolitis) di negara berkembang. Bronkiolitis sendiri merupakan suatu

penyakit infeksi akut tersering pada usia kurang dari 2 tahun yang menimbulkan obstruksi

inflamasi pada saluran napas kecil (bronkiolus). Penyebab tersering dari bronkiolitis adalah

virus Respiratory Syncytical (RSV). Secara klinis bronkiolitis akut sukar dibedakan dengan

pneumonia bakteri. Dan karena mempunyai gejala obstruksi saluran napas, secara klinis

sukar dibedakan dengan serangan asma. Bronkiolitis pada masa bayi dapat menimbulkan

dampak pada saluran napas berupa batuk, wheezing dan hiperreaktivitas sampai beberapa

tahun kemudian.

Page 4: Bronkiolitis friska

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. DEFINISI

Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut-bawah yang ditandai dengan

adanya inflamasi pada bronkiolus. Umumnya infeksi disebabkan oleh virus. Penyakit ini

terjadi selama usia 2 tahun pertama dengan insidensi puncaknya pada sekitar usia 6 bulan.

Secara klinis ditandai dengan episode wheezing, nafas cepat dan retraksi dada.1,4

1.2. EPIDEMIOLOGI

Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada bayi. Paling sering

terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya terjadi pada usia 2-8 bulan. Sembilan puluh lima

persen kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada

anak berusia di bawah 1 tahun.1

Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki

berusia 3-6 bulan yang tidak mendapat ASI dan hidup di lingkungan padat penduduk. Selain

Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak

laki-laki daripada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga

disebutkan oleh Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak perempuan, sedangkan

Fjaerli menyebutkan 63 % kasus bronkiolitis adalah laki-laki.1

Sebanyak 11,4% anak berusia di bawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1-2 tahun di AS

pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di RS dan

menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus

perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis di Negara-negara berkembang hampir

sama dengan di AS. Insidensi terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim hujan di

Negara-negara tropis. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada

tahun 2002 dan tahun 2003, bronkiolitis banyak didapatkan pada bulan Januari sampai bulan

Mei. 1

Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di Negara-negara berkembang daripada

di Negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi,

kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di Negara berkembang. Angka

mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3 %.1

Page 5: Bronkiolitis friska

1.3. ETIOLOGI

Penyebab utama dari bronkiolitis adalah infeksi repiratory syncytical virus (RSV)

yang memilki morbiditas dan mortalitas tinggi, terutama pada anak dengan risiko tinggi dan

imnunokompromise. Sekitar 95 % dari kasus-kasus tersebut secara serologis terbukti

disebabkan oleh invasi RSV. Orenstein menyebutkan pula beberapa penyebab lain seperti

Adenovirus, virus influenza, virus parainfluenza, Rhinovirus dan mikoplasma. Tidak ada

bukti yang kuat bahwa bakteri menyebabkan bronkiolitis.

Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak

bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis. RSV adalah

golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa dengan virus parainfluenza, tetapi

hanya mempunyai satu antigen permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik

linear. Tidak adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus

berarti bahwa komposisi antigen RSV relatif stabil dari tahun ke tahun.2,4

1.4. FAKTOR RISIKO

Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada

bayi usia 6 bulan. Makin muda usia bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat

penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi

maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan

penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis

dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit

yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-laki dan wanita, namun bronkiolitis

berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki. Selain itu, faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah

status sosial ekonomi yang rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, dan

berada pada tempat penitipan anak atau tempat dengan lingkungan yang padat penduduk. 1,4

1.5. PATOFISIOLOGI

Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi akut,

ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan debris selular/

sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan

edema submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter

penampang saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan

hambatan aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memilki penampang saluran

respiratori yang kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan

Page 6: Bronkiolitis friska

ekspirasi, akan tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan

menyebabkan air tapping dan hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi

total dan udara yang terjebak diabsorbsi.1

Gambar 1. Pembengkakan Bronkioli pada Baronkiolitis

Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan

kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang berikutnya

akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi

karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi. Semakin tinggi laju respiratori, maka

semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama end

expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya

baru terjadi bila respirasi 60x/menit.1,4

Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti setelah

dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.

Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentolerir edema saluran

napas lebih baik, oleh karena itu pada anak besar dan dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila

terserang infeksi virus saluran napas. 1,4,5

Page 7: Bronkiolitis friska

1.6. MANIFESTASI KLINIS

Mula-mula menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin.

Gejala ini kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian satu atau dua hari

kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing dan sesak

napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan distres nafas dengan frekuensi nafas diatas 50- 60

kali per menit (takipnea), kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat (takikardi).

Suhu badan bisa normal atau meningkat tinggi sampai 41 ºC. Terdapat nafas cuping hidung,

penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi interkostal, subkostal dan suprasternal.

Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam

paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun

tanpa stetoskop, serta terdapat crackles. Pada auskultasi dapat didapatkan rhonki basah halus

nyaring pada akhir atau awal ekspirasi. Suara perkusi paru hipersonor. Hepar dan lien dapat

teraba dibawah tepi kosta akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang

hiperinflasi. Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada

beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta

faringitis. 3,4,6

Page 8: Bronkiolitis friska

1.7. KLASIFIKASI7,13

Tabel 1. Klasifikasi bronkiolitis berdasarkan gejala klinis

Keparahan Tanda

Ringan Anak sadar, warna kulit merah muda

Dapat makan dengan baik

Saturasi oksigen > 90%. Saturasi oksigen diketahui dengan alat

sederhana di kantor dokter atau RS

Sedang Salah satu di antara:

Kesulitan makan

Lemah

Kesulitan bernapas, digunakannya otot-otot bantu pernapasan

Adanya kelainan jantung atau saluran napas

Saturasi oksigen < 90%

Usia kurang dari enam bulan

Berat Seperti kriteria untuk kategori sedang, namun:

mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen

menunjukkan episode terhentinya napas

menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau

terkumpulnya terlalu banyak karbon dioksida dalam tubuh.

1.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan darah tepi tidak khas, jumlah leukosit berkisar antara 5000-24000 sel/μl.

Pada keadaan leukositosis, batand dan PMN banyak ditemukan.

- Analisis Gas Darah : hiperkapnia sebagai tanda dari air tapping, asidosis metabolik atau

respiratorik.

Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan gangguan pernafasan berat,

khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik, gejala kelelahan dan hipoksia.

- Foto Thorak diindikasikan pada :

o Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih

o Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga

o Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.

Rontgen thoraks AP dan lateral dapat terlihat gambaran hiperinflasi paru dengan diameter

anteroposterior membesar pada foto lateral disertai dengan diafragma datar, penonjolan ruang

Page 9: Bronkiolitis friska

retrosternal dan penonjolan ruang interkostal. Dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar

pada sekitar 30 % penderita dan disebabkan oleh ateletaksis akibat obstruksi atau karena

radang alveolus.

Gambar 2. Tampak gambaran hyperaerated, patchy infiltrates, diafragma mendatar.

Gambar 3. Hyperexpanded lung fields, bilateral interstitial densities, and atelectasis of the right upper lobe.

Page 10: Bronkiolitis friska

- Identifikasi virus dengan memeriksa sekresi nasal dengan menggunakan tekhnik

imunofluoresens atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)

- Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi dan

deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus tersumbat

dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis. Sensifitas pemeriksaan ini

adalah 80-90%.1,2,4,5

1.9. DIAGNOSIS

Dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnesis

Sering terjadi pada anak berusia < 2 tahun. Sembilan puluh persen (90%) kasus

membutuhkan perawatan di rumah sakit terjadi pada bayi berusia < 1 tahun.

Insiden tertinggi terjadi pada usia 3-6 bulan.

Anak yang menderita bronkiolitis mengalami demam atau riwayat demam,

namun jarang terjadi demam tinggi.

Rhinorrhea, nasal discharge (pilek), sering timbul sebelum gejala lain seperti

batuk, takipne, sesak napas, dan kesulitan makan.

Batuk disertai gejala nasal adalah gejala yang pertama muncul pada bronkiolitis.

Batuk kering dan mengi khas untuk bronkiolitis.

Poor feeding. Banyak penderita bronkiolitis mempunyai kesulitan makan yang

berhubungan dengan sesak napas, namun gejala tersebut bukan hal mendasar

untuk diagnosis bronkiolitis.

Gambar 4. Hyperaerated Lung, Infiltrate at the upper part of right hemithorax

Page 11: Bronkiolitis friska

Bayi dengan bronkiolitis jarang tampak toksik. Bayi dengan tampilan toksik

seperti mengantuk, letargis, gelisah, pucat, motling, dan takikardi membutuhkan

penanganan segera.

2. Pemeriksaan Fisik

Napas cepat merupakan gejala utama pada lower respiratory tract infection

(LRTI) terutama pada bronkiolitis dan pneumonia.

Retraksi dinding dada (subkosta, interkosta, dan supraklavikula) sering terjadi

pada penderita bronkiolitis. Bentuk dada tampak hiperinflasi dan keadan tersebut

membedakan bronkiolitis dari pneumonia.

Fine inspiratory crackles pada seluruh lapang paru sering ditemukan (tapi tidak

selalu) pada penderita bronkiolitis. Crackles merupakan tanda utama bronkiolitis.

Bayi dengan mengi tanpa crackles lebih sering dikelompokkan sebagai viral

induced wheeze dibandingkan bronkiolitis.

High pitched expiratory wheeze merupakan gejala yang sering ditemukan pada

bronkiolitis, tapi bukan pemeriksaan fisis yang mutlak. Di Amerika, diagnosis

bronkiolitis lebih ditekankan pada adanya mengi.

Apnea dapat terjadi pada bronkiolitis, terutama pada usia yang sangat muda, bayi

prematur, atau berat badan lahir rendah.1,2,4,9

3. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal. Pada

pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang.

Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan

asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.

Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat

paru-paru mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang

tersebar, mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau pneumonia (patchy infiltrates).

Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke

bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan:

siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar,

diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal,

pembuluh darah paru tampak tersebar.

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau

bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu

yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus. Ada cara lain yaitu

Page 12: Bronkiolitis friska

dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen

atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah 80-90%.

Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan berbagai skala

klinis, misalnya Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI) atau modifikasinya

yang mengukur laju pernapasan/respiratory rate (RR), usaha napas, beratnya wheezing

dan oksigenasi.1

Skala klinis yang digunakan Abul-Ainie dan Luyt, adalah:

1. Respiratory rate (RR): dihitung manual, baik dengan palpasi dan melihat gerakan

dada, dilakukan selama 1 menit penuh, dua kali penghitungan dan diambil rata-

ratanya.

2. Heart rate (HR): diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima kali selama 1

menit, diambil rata-ratanya.

3. Saturari O2: diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima kali selama

pengamatan 1 menit dan diambil rata-ratanya.

4. Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI menurut Lowell dkk.

5. Status aktivitas bayi (empat tingkat: tidur, tenang, rewel, dan menangis).1

Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dobson, menilai skor klinis sebagai

berikut:

1. Keadaan umum: diberik skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat rewel).

2. Penggunaan otot bantu napas: skor 0 (tidak ada retraksi) hingga 3 (retraksi berat).

3. Wheezing: skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat inspiratorik dan

ekspiratorik).1

Tabel 2. Skor Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI)

Page 13: Bronkiolitis friska

1.10. DIAGNOSIS BANDING

¨ Asma bronchial

Terdapat riwayat keluarga asma, episode berulang pada bayi yang sama, mulainya

mendadak tanpa infeksi yang mendahului, ekspirasi sangat memanjang, eosinofilia dan

respons perbaikan segera pada pemberian satu dosis albuterol aerosol.

¨ Pneumonia

Terdapat gejala batuk dengan napas cepat, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam,

adanya demam, crackels/ronkhi, pernapasan cuping hidung dan grunting/merintih.

¨ Aspirasi benda asing

Adanya gejala dengan riwayat tersedak atau wheezing tiba-tiba, wheezing umumnya

umumnya unilateral, adanya Air trapping dengan hipersonor dan pergeseran

mediastinum, dan tanda kolaps paru.

¨ Miokarditis

1.11.KOMPLIKASI11

Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan

penyakit sebelumnya.  Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru

yang menetap, dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas bronkial. Beberapa

studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi akan berkembang

menjadi asma. Suau studi kohort prospektif menemukan bahwa 23 % bayi dengan

riwayat bronkhiolitis berkembang menjadi asma pada usia 3 tahun, dibandingkan

dengan 1 % pada kelompok kontrol.(4)

1.12.PENATALAKSANAAN

Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian

besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian

oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan,

penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila

perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, antiinflamasi seperti

kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV

immunoglobuline(polyclnal) atau humanized RSV monoclonal antibody (palvizumad).

Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral

yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap.Penderita

resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3

Page 14: Bronkiolitis friska

bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis,

defisiensi imun dan distres napas.1,16

Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis adalah meyakinkan pasien secara klinis

stabil, oksigenasi baik dan hidrasi baik.

Manfaat utama dari rawat inap bagi pasien dengan akut bronkiolitis adalah :

-    Dapat melakukan pengawasan terhadap status klinis

-    Dapat melakukan pemantauan saluran nafas (melalui penempatan posisi,

pengisapan dan pembersihan cairan).

-    Dapat melakukan pemantauan hidrasi cairan tubuh yang adekuat

-    Dapat memberikan edukasi kepada orang tua.

-    Mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin timbul

-      Mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien lain dan pegawai

-     Melakukan pengobatan menggunakan antivirus yang spesifik jika terdapat

indikasi.

Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah sakit :

-    Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda kelelahan

-    Apnoe

-    Ketidakmampuan untuk makan

-    Hypoksemia

-    Pasien dengan kondisi dasar medis.

Pengobatan Suportif

A.    Pengawasan

Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung

paru dan jika ada indikasi dilakukan pemasanag pulse oxymetri.

B.     Oksigenasi

Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia,

sehingga memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi

ventilasi paru-paru. Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika

saturasi oksigen menetap dibawah 91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen

menetap diatas 94%.

Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 – 40 % sering digunakan untuk mengoreksi

hipoksia, gunakan nasal kanul (dengan kecepatan maksimun 2L/m);

masker muka atau kotak kepala. Jika mungkin gunakan oksigen yang

Page 15: Bronkiolitis friska

dilembabkan. Jika hipoksemia menetap dengan atau tanpa distress berat,

meskipun

sudah diberikan oksigen dengan kecepatan tinggi, maka segera lakukan

permintaan

untuk penangan ICU anak dengan pemasangan ventilator.

C.     Pengaturan Cairan

Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akibat keluarnya

cairan lewat evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika

tidak terjadi dehidrasi diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 %

dari kebutuhan rumatan jika didapatkan demam yang naik turun atau menetap

(suhu > 38,5  0C). Cara pemberian cairan ini bisa secara intravena atau

pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati pemberian cairan

lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat

lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. Selain itu

harus dicegah terjadinya overload cairan. Lakukan pemeriksaan serum elektrolit

dan jika mendapatkan nilai yang tidak

normal lakukan penggantian dengan cairan elektrolit.

Bayi > 1 bulan : infus dekstrose 10% : NaCL 0,9% = 3:1 + KCl 10

mEq/500 ml cairan

Neonatus : infus dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 4:1 + KCl 10 mEq/500 ml

Pengobatan Medikamentosa

A.  Antivirus (Ribavirin)

Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk

mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus.

Ribavirin adalah obat antivirusyang bersifat virus statik. The American of

Pediatric

merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan penyakitnya

menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan

jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada

bayi-bayi premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan

ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan

angka kesakitan dan kematian jika diberikan pada saat awal.

Page 16: Bronkiolitis friska

Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari

atau dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari.1,16,17

B.  Bronkodilator

Secara umum jangan gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia

dibawah 6 bulan. Bronkodilator juga tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan

kontra indikasi karena dapat memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi

lebih gelisah dan keperluan oksigen akan meningkat.1

Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran respiratory

adalah inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan mukosa,

serta kolapsnya saluran respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis, sehingga

pendekatan logis terapi adalah kombinasi α-adrenergik dan agonis β-adrenergik.

Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator β-adrenergik selektif

adalah :

-     Kerja konstriktor α-adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa,

membatasi absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan sedikit

efek pada ventilation perfusing matching.

-     Relaksasi otot bronkus karena efek β-adrenergik

-     Kerja β-adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi

-     Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema

-    Mengurangi sekresi kataral.

Beta–agonis masih sering digunakan dengan alasan 15 – 25 % pasien bronkiolitis

nantinya akan menjadi asma. Inhalasi β2-agonis diberikan satu kali sebagai trial

dose. Karena efek akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulangan akan diberikan

bila pasien menunjukkan perbaikan klinis fungsi paru yang jelas dan menetap.

C.  Kortikosteroid

Untuk pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik

mungkin dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5 hari.

Dapat diberikan deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi

3-4 dosis.

Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan. Sedangkan

untuk penanganan pasien pada intensive care unit dengan bronkiolitis berat

pemberian steroid sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian steroid

Page 17: Bronkiolitis friska

inhalasi (budesonide & Fluticasone) sangat sedikit evidence based yang

merekomendasikan.1

D.  Antibiotik

Pemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena

sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi

sekunder dapat diberikan antibiotik spektrum luas.

Pemberian antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman

yang resisten terhadap antibiotik tersebut.

Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi bakteri dapat digunakan ampisilin 100-

200 mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis. Bila ada konjungtivitis dan

bayi berusia 1 – 4 bulan kemungkinan sekunder oleh Chlamidia trachomatis.

Pengobatan Intensive Care Unit

Dilakukan konsultasi untuk perawatan pada ICU anak jika :

-    Terjadi progresivitas untuk gangguan pernafasan berat terutama pada kelompok

yang

beresiko.

-    Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan saturasi atau adanya

frekuensi pernafasan pendek lebih dari 15 detik.

-    Saturasi oksigen rendah yang menetap

-    Ketika pemeriksaan analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan gangguan

pernafasan dimana pada darah arteri didapatkan : pO2 > 50 mmHg; pH 5,12

Tabel 3.

Penatalaksanaan Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya Gejala

Bronkiolitis

Ringan Sedang Berat

-     Tidak memerlukan

penilaian lebih lanjut

-      Perawatan dirumah,

jika orang tua pasien

mampu dan sudah

dijelaskan keadaannya

-      Berobat ulang ke

-     Perawatan di rumah sakit

-      Berikan oksigen

sehingga saturasi oksigen

> 93 %

-     Pertimbangkan

pemberian cairan

intravena

-    Perawatan di rumah sakit

-     Pemberian oksigen sampai

saturasi oksigen > 95 %

-     Pengamatan seksama untuk

antisipasi kemungkinan

memerlukan intubasi dan

pemakaian ventilator

Page 18: Bronkiolitis friska

dokter setelah 2 – 3 hari

kemudian

 

-     Pengamatan seksama

terhadap perburukan

kondisi

-     Foto thorak

-    Aspirasi nasopharyngeal

untuk virus

imunoflurorecency

dan kultur

-     Berikan cairan intravena

-     Monitor system

cardiorespiratori

-    Foto thorak

-    Aspirasi nasopharyngeal

untuk virus

imunoflurorecency

dan kultur

-   Pertimbangkan pengawasan

gas pembuluh darah arteri

-    Pertimbangkan untuk

konsultasi perawatan ICU

anak.

Kriteria Pulang

Pasien direkomendasikan pulang dengan kriteria :

-    Status pernafasan

o  Laju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1 menit dan tidak didapatkan tanda

klinis usaha pernafasan lebih

o  Orang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan menggunakan

alat sedot gelembung.

o  Pasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan oksigen terapi

yang stabil.

o  Saturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan

kecuali anak dengan penyakit paru kronis, penyakit jantung atau mempunyai

faktor resiko lain harus dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan konsultan.

-   Status nutrisi

o Pasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah dehidrasi

-    Sosial

o  Peralatan dirumah mampu untuk digunakan dalam perawatan dirumah

o  Orang tua atau penjaga anak mampu untuk melakukan perawatan dirumah

o  Dilakukan edukasi keluarga yang lengkap

-     Peninjauan lebih lanjut

Page 19: Bronkiolitis friska

o  Ketika ada indikasi, perawat rumah dan penyedia alat medis harus melakukan

visit

terakhir.

o Pemberi pertolongan utama harus memberikan persetujuan untuk pemulangan

o Kontrol untuk peninjauan lebih lanjut harus dilakukan.

Edukasi Keluarga

Dilakukan pada saat pasien akan dipulangkan. Yaitu dengan memberitahukan:

-    Informasi mengenai penyakit bronkiolitis

-    Bagaimana cara membersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap

gelembung.

-    Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika

didapatkan gangguan pernafasan

-    Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan menghindari anak dari

paparan asap rokok ataupun zat yang mengiritasi lainnya, melakukan cuci tangan,

dll.

Page 20: Bronkiolitis friska

Gambar 5. Algoritma tatalaksana Bronkiolitis Berdasarkan scoring RDAI

1.13.PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan

polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan

membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita,

menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI,

menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA.

Page 21: Bronkiolitis friska

Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi aktif

(Vaksinasi) dan pasif (Immunoglobulin).1,4

Immunoglobulin

Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang

mengandung titer antibodi protektif tinggi (respigram). Respigram adalah human

polyclonal hyperimmune globilin. Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap bulan,

diberikan secara intravena pada anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain adalah bayi

yang lahir dengan umur kehamilan kurang dari 35 minggu.

Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah meningkatkan

(augmentation) antibodi yang menetralisasi protein F dan G dengan cara pemberian dari

luar dan imunisasi dari ibu. Pada manusia, efek imunoglobulin yang mengandung

neutralizing antibody titer tinggi atau monoklonal terhadap protein F akan mengurangi

beratnya penyakit. Bila pada bayi premature atau bayi dengan penyakit paru kronis

diberikan RSV hyperimmune globulin atau antibodi monoklonal terhadap protein F yang

disebut dengan Palivizumab setiap bulan, diberikan secara intramuskular setiap hari, lama

perawatan RSV akan berkurang secara bermakna. Palivizumab adalah humanized murine

monoclonal anti-F glycuprotein antibody, yang mencegah masuknya RSV kedalam sel

host. Akan tetapi resiko efek samping kemungkinan meningkat pada bayi dengan

penyakit jantung sianotik. AAP merekomendasikan profilaksis boleh diberikan hanya

pada bayi dengan resiko tinggi yang tidak menderita penyakit jantung sianotik.

Vaksinasi

Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live attenuated.

Vaksin RSV pertama, yang terdiri dari cold – passaged mutan, efektif untuk

orang dewasa, tetapi pada anak terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat berubah

menjadi virus biasa kembali. Kemudian dari permukaan glikoprotein murni,

dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin live – attenuated mempunyai

kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas mukosa dan

sistemik.

Dianjurkan pemberian live attentuated RSV dan PIV3 (Parainfluenza virus serotipe 3)

sebagai vaksin kombinasi sebanyak dua atau tiga kali dengan dosis pertama sebelum atau

pada usia 1 bulan diikuti dengan vaksin bivalen PIV1 dan PIV2 pada usia 4-6 bulan.

Page 22: Bronkiolitis friska

1.14. PROGNOSIS

Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan penyakit

latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas). Anak biasanya dapat

mengatasi serangan tersebut sesudah 48 – 72 jam. Mortalitas kurang dari 1 %. 1

Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang lama, asidosis

respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipneu dan

kurang

makan-minum.

Penelitian di Norwegia menunjukkan bahwa bayi yang dirawat dengan bronkhiolitis

mempunyai kecendrungan menderita asma dan penurunan fungsi paru pada usia 7 tahun

dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan adanya hipereaktifitas bronkhial yang

menetap selama beberapa tahun setelah menderita bronkiolitis pada bayi muda, baik para

RSV positif, maupun RSV negatif. Tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa

bronkiolitis terjadi pada anak dengan kecendrungan asma, keberhasilan

pengobatan dengan kortikosteroid mungkin dapat mengurangi prevalens asma pada

anak dari kelompok pengobatan.1

Page 23: Bronkiolitis friska

BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien:

Nama lengkap : By. P

Tempat dan tanggal lahir : Mataram, 1 Januari 2014

Umur : 8 bulan 24 hari

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Karang Taliwang

Identitas keluarga : Anak kandung

Ibu Ayah

Nama Ny. F Tn. H

Umur 37 tahun 45 tahun

Pendidikan/Berapa tahun SD SMA

Pekerjaan Pedagang Nasi Bungkus Pengangguran

Masuk RS tanggal : 7 Oktober 2014

Diagnosis Masuk : Bronkiolitis

Page 24: Bronkiolitis friska

I. ANAMNESIS (tanggal 7-10-2014 Alloanamnesa)

Keluhan Utama : sesak

1. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram dengan

keluhan mengalami sesak nafas sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak

dikatakan tidak dipengaruhi oleh cuaca dan debu karena pasien tidak pernah

dikeluhkan sesak sebelumnya meskipun terpapar debu ataupun cuaca yang dingin.

Sebelum timbulnya sesak pasien juga dikeluhkan mengalami batuk-batuk sejak ± 2

hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk dikeluhkan disertai dengan dahak namun sulit

keluar. Setelah 2 hari batuk, pasien menjadi sesak, rewel dan makin lama terlihat

tambah berat dan lemah.

Pasien juga dikeluhkan mengalami pilek yang timbulnya bersamaan dengan keluhan

batuk. Selain itu pasien juga dikeluhkan mengalami demam sejak 1 hari yang lalu

(timbulnya bersamaan dengan timbulnya sesak), demam dikeluhkan naik turun.

Sebelumnya sudah diberikan obat penurun panas drumah, namun panas hanya turun

sesaat kemudian naik lagi.

Makan dan minum masih kuat, namun saat timbul sesak makan minum mulai

berkurang dan nafsu makan mulai menurun. Riwayat BAB (+), dalam batas normal.

BAK (+) normal dengan frekuensi 4-5 kali per hari berwarna kuning jernih, darah (-).

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Pasien sering mengalami batuk dan pilek sebelumnya, riwayat sesak

disangkal oleh pasien, ini pertama kalinya pasien mengalami sesak. Sebelumnya jika

pasien batuk dan pilek hanya minum obat yang diberikan oleh puskesmas dan

langsung sembuh dalam beberapa hari tidak sampai MRS.

3. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat asma didalam keluarga pasien (-).

Riwayat sesak napas, sering bersin pagi hari pada keluarga disangkal

Riwayat alergi obat/makanan disangkal

4. Riwayat Pengobatan

Page 25: Bronkiolitis friska

Ibu pasien mengaku sebelumnya pasien sempat dibawa berobat ke puskesmas

Karang Taliwang, hanya diberikan obat penurun panas saja, panas tidak juga mereda,

naik kembali saat beberapa jam setelah minum obat. Pasien tampak rewel karena

sesak yang dialaminya, hari selasa malam tanggal 7 oktober 2014 jam 18.40 pasien

dibawa ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram, sampai di IGD pasien di

uap, namun sesak tetap dirasakan dan tidak membaik.

Riwayat Pribadi

1. Riwayat kehamilan dan persalinan

- Ibu pasien rutin ANC di Puskesmas, frekuensi >4 x.

- Riwayat USG (+) 3x di dokter SPOG (usia kehamilan 7,8,9 bulan)

- Riwayat sakit berat selama hamil (-). Riwayat minum obat-obatan dan jamu-jamuan

selama hamil (-)

- Riwayat konsumsi obat penambah darah dari Puskesmas (+) sejak bulan pertama

kehamilan sampai menjelang persalinan

- Selama ANC, tidak ditemukan kelainan pada janin atau ibu (riwayat perdarahan,

muntah berlebihan, demam selama kehamilan disangkal; bidan juga mengatakan

letak dan perkembangan janin normal)

- Pasien lahir normal di salah satu Rumah Sakit di Jakarta ( Pasien lupa nama rumah

sakit tempat ia melahirkan). Lahir cukup bulan dengan berat lahir 3.400 gram.

Lahir langsung menangis, riwayat biru setelah lahir (-), kuning setelah lahir (-).

2. Riwayat nutrisi

ASI ekslusif (-), Pasien sudah diberika PASI sejak pertama lahir. Susu formula

yang diberikan adalah SGM, sampai saat ini pasien tidak pernah mendapat asi.

Usia 3 bulan pasien sudah diberikan MPASI, yaitu diberikan pisang, saat usia

6 bulan diberikan biskuit bayi dan bubur susu.

Makan minum menurun sejak keluhan sesak datang. PASI yang biasanya 3

kali dalam sehari, saat ini menjadi hanya sampai 2 kali dalam sehari dengan

jumlah yang sedikit.

Page 26: Bronkiolitis friska

3. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Keluarga pasien termasuk Sosial-ekonomi rendah, bapak pasien saat ini tidak bekerja,

dulu ayah pasien bekerja di toko matreial bangunan, ibu pasien bekerja sebagai

pedagang nasi bungkus di cakra negara dengan penghasilan Rp. 100.000,00 per hari

Pasien tinggal berenam bersama orang tuanya, nenek dan kakeknya beserta dua adik

sepupunya.

Ayah pasien adalah perokok aktif (7-9 batang perhari) dan sering merokok di dekat

pasien.

Pasien tinggal di daerah perkampungan taliwang yang jarak antar rumah saling

berdekatan (halaman sempit). Ventilasi ruangan cukup banyakt, tetapi pencahayaan

kurang.

4. Perkembangan dan kepandaian

Saat ini pasien sudah bisa berdiri sambil berpegangan, bisa duduk sendiri,

mempertahankan posisi kepala tetap tegak, meraih benda yang ada didekatnya,

menggenggam mainan, tersenyum ketika melihat mainan/ gambar yang menarik,

mongoceh dan memanggil-manggil, bisa mengucapkan ma..ma.., maem... maem..,

bisa bermain cilukba. Makan kue/biskuit sendiri.

5. Vaksinasi :

A. Dasar B. Ulangan

HB 0 : 2xpada umur: 0 bulan, 1 bulan Belum

BCG : 1x pada umur: 3 bulan Belum

Polio 1 : 1x pada umur: 1 bulan Belum

DPT-Hb 1: 3x pada umur: 2 bulan Belum

Polio 2 : 1x pada umur : 3 bulan Belum

DPT/HB3: 1x pada umur : 4 bulan Belum

Polio 4 : 1x pada umur : 5 bulan Belum

Page 27: Bronkiolitis friska

Campak : Belum Belum

Page 28: Bronkiolitis friska

II. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 7-10-2014)

• Keadaan Umum : Tampak sedang

• Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital

• Suhu : 37,3 oC

Nadi : 122 x/menit, isi dan tegangan cukup, teratur.

Pernapasan : 51 x/menit, tipe torakoabdominal

Status Gizi

Berat Badan : 7,3 kg

Panjang Badan : 80 cm

Umur : 8 bulan

Lingkar Kepala : 44 cm (Normosefali berdasarkan grafik Nellhaus)

Kesimpulan status gizi berdasarkan perhitungan standar deviasi (SD) atau Z-

score dengan menggunakan nilai indeks antropometri:

BB/TB : -2 SD s/d +2 SD Gizi baik

BB/U : -2 SD s/d +2 SD BB Normal

TB/U : -2 SD s/d +2 SD TB Normal

Kesimpulan status gizi : Gizi Baik

Status General :

Kepala dan Leher :

1. Bentuk : Normocephalic, bulat, tidak ada tanda-tanda trauma, ubun-ubun

besar sudah menutup.

2. Rambut : hitam, lurus, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut.

3. Mata : Simetris, pupil isokor +|+, refleks cahaya langsung +|+, refleks

cahaya tidak langsung +|+, nistagmus (-), palpebra normal, konjungtiva : anemia -|-,

sklera : ikterik -|-.

4. THT

Telinga : Struktur dan ukuran telinga normal, otorhea (-), perdarahan (-)

Page 29: Bronkiolitis friska

Hidung : Massa (-), rinorhea (-), perdarahan (-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil tidak membesar

5. Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah : lidah warna merah muda.

6. Leher : Massa (-), Pembesaran KGB (-).

Thorax : Thorax

• Pulmo

• Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, retraksi (+)

• Palpasi : vocal fremitus sulit dinilai

• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan

• Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler diseluruh lapang paru kiri-kanan.

Ronkhi (+/+), wheezing (+/+)

• Cor

• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

• Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

• Perkusi : Batas kanan jantung parasternal kanan ICS V, batas kiri

jantung midclavicula ICS V

• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

• Inspeksi : Datar simetris, massa (-)

• Auskultasi : Bising usus terdengar normal

• Palpasi : Hepar/lien/ginjal tidak teraba

• Perkusi : Timpani pada selurung lapang abdomen

Ekstremitas :

• Akral hangat (+), Edema (-), Sianosis perifer (-)

Diferensial Diagnosa :

Page 30: Bronkiolitis friska

1. Bronkiolitis

2. Asma Bronkial

3. Bronkitis

4. Pneumonia

Planning Diagnostik

- DL

- Foto Thorax

Pemeriksaan Penunjang ( 8 Oktober 2014)

Pemeriksaan laboratorium

Darah Lengkap

(11 Agustus 2014)

Hasil Normal

WBC 11,8 x 103/ᵤL 4x103 – 11x103/ᵤL

RBC 4,50 x106/ᵤL 3,5x106 – 5,0x106/ᵤL

HGB 10,4 g/dl 12 – 16 g/dl

HCT 29,4 37 – 48%

MCV 65 fL 82 – 95 fL

MCH 23,2 pg 27 - 31 pg

MCHC 35,4 % 32-36 %

PLT 377 150x103 – 400x103/ᵤL

Diagnosa Kerja : Bronkiolitis

VII. RENCANA AWAL

Rencana terapi :

o O2 1 lpm/mnt

o Infus D5 ¼ NS 24 tpm micro

o Inj. Cefotaxim 3x250 mg

o Inj.Dexametason 3x1,5 mg

Page 31: Bronkiolitis friska

o Nebulizer B2 Agonis (combiven) 1amp/8 jam

o Sanmol Drop 3x0,8cc

o Mucus drop 3x0,3cc

Prognosis : Dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal Subject Object Assesment Planning

8/10/2014 Sesak (+), demam

(-), batuk (+), pilek

(+), muntah (-),

menyusu kuat (+),

gerak aktif (+),

menangis kuat (+),

BAB-BAK (+)

KU : Baik

Kesadaran:

Composmentis

TTV : T : 36,7

HR : 124 x/ menit

RR : 48x/menit

Status Generalis:

Kepala :

Normocephali

Mata : Sklera

ikterik (-)/(-),

Konjungtiva anemi

(-)/(-)

Hidung: Sekret (+)

Mulut: Bibir

sianosis (-)

Leher :

Pembesaran KGB

(-)

Thorax:

Bronkiolitis

akut

(perbaikan)

-O2 aff

-Terapi lanjut

Page 32: Bronkiolitis friska

Cor :

14/12/2013 Sesak (-), demam

(-), batuk (+)

berkurang, pilek

(-), muntah (-),

menyusu kuat (+),

gerak aktif (+),

menangis kuat (+),

bab (+), bak (+)dbn

KU : Baik

Kesadaran : sadar

Retraksi (-),

wheezing (-),

sianosis (-)

N : 128 x/m

RR : 44x/menit

Temp : 36,5 ºC

Bronkiolitis

akut

(perbaikan)

-Infus aff

-Inj. stop

-Nebu stop

-Mucus drop

3x0,8 cc

-sanmol drop

3x0,3cc K/P

-Amoxan drop

3x0,8 cc

-BPL

14/12/2013 Nyeri perut (-)

berkurang

Mual (-)

TD : 110/70

mmHg

HR : 88 x/m

RR : 20x/menit

Temp : 37,1ºC

BB : 21 kg

Kholesistitis Infus RL 14 tpm

Inj.

Ondansentron 2

x 4 mg

Cefotaxim 2 x 1

gr