Lapkas 2 Bronkiolitis

34
 1 BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH STATUS PASIEN KASUS I Nama Mahasiswa : Sitti Monica A. Ambon NIM : 030.09.239 Pembimbing : Prof. dr. Muzief Munir, Sp.A Tanda tangan : IDENTITAS PASIEN  Nama : An. BAS Umur : 7 Bulan Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 2 September 2 013 Alamat : Jl. Cipmuara No. 67, Kel. Cipinang Muara, Jatinegara Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pendidikan : - Orang tua / Wali Ayah : Ibu :  Nama : Tn. AB Nama : Ny. H Umur : 34 tahun Umur : 25 tahun Alamat : Jl. Cipmuara No. 67 , Kel. Alamat : Jl. Cipmuara No. 67, Kel. Cipinang Muara, Jatinegara Cipinang Muara, Jatinegara Pekerjaan : Karyawan Swasta Pekerjaan : Karyawan Swasta Penghasilan : Rp. 2 juta /bulan Penghasilan : Rp. 1,5 juta/bulan Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTA Suku bangsa : Betawi Suku bangsa : Betawi Agama : Islam Agama : Islam Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

description

ss

Transcript of Lapkas 2 Bronkiolitis

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIRS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIHSTATUS PASIEN KASUS INama Mahasiswa: Sitti Monica A. AmbonNIM : 030.09.239 Pembimbing: Prof. dr. Muzief Munir, Sp.ATanda tangan :

IDENTITAS PASIENNama : An. BASUmur: 7 BulanTempat / tanggal lahir: Jakarta, 2 September 2013Alamat: Jl. Cipmuara No. 67, Kel. Cipinang Muara, JatinegaraJenis Kelamin : Laki-lakiAgama: IslamPendidikan : - Orang tua / WaliAyah:Ibu:Nama : Tn. ABNama : Ny. HUmur: 34 tahunUmur: 25 tahunAlamat: Jl. Cipmuara No. 67 , Kel.Alamat : Jl. Cipmuara No. 67, Kel. Cipinang Muara, Jatinegara Cipinang Muara, JatinegaraPekerjaan: Karyawan SwastaPekerjaan: Karyawan SwastaPenghasilan: Rp. 2 juta /bulanPenghasilan: Rp. 1,5 juta/bulanPendidikan: SLTAPendidikan: SLTASuku bangsa: BetawiSuku bangsa: BetawiAgama: IslamAgama: Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandungI. RIWAYAT PENYAKIT ANAMNESISDilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. H (ibu kandung pasien)Lokasi : Bangsal lantai V Timur, kamar 515Tanggal / waktu: 1 April 2014 pukul 22.00 WIBTanggal masuk : 1 April 2014

Keluhan utama: Sesak napas sejak 1 hari Sebelum masuk rumah sakit (SMRS)Keluhan tambahan: Batuk, Pilek , Demam

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :Os datang ke IGD RSBA diantar oleh ibu os dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sesak napas muncul tiba-tiba dan berlangsung terus menerus sepanjang hari. Awalnya sesak napas tampak ringan. Namun, lama kelamaan terlihat semakin berat. Sesak napas disertai bunyi ngiik saat membuang napas, serta terdengar suara grok-grok. Sejak sesak napas timbul os menjadi rewel dan gelisah. Sebelum sesak napas, ibu os mengaku anaknya mengalami batuk pilek sejak 3 hari SMRS. Batuk anaknya terdengar seperti batuk berdahak, namun tidak ada dahak yang keluar, dan di akhir batuk tidak diakhiri dengan muntah. Untuk pileknya, ibu os mengatakan ingus anaknya bening dan encer, tidak kental dan tidak ada darah. Selain itu, ibu os juga mengatakan os mengalami demam sejak 3 hari SMRS pula. Demam terjadi bersamaan dengan batuk pilek. Demam diukur dengan perabaan dan dirasakan tidak terlalu tinggi. Ibu os kemudian memberi obat sanmol dan panasnya dirasakan turun. Ibu os mengaku demam anaknya dirasakan mulai tinggi 1 hari SMRS saat sesak timbul. Demam menetap sepanjang 1 hari tersebut, dan dirasakan semakin berat. Demam tidak disertai menggigil dan tidak disertai kejang. BAB dan BAK normal, tidak ada keluhan. Adanya riwayat tersedak sebelumnya disangkal ibu os. Walaupun sakit, os tetap meminum asi dan susu formula seperti biasa.

B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRANKEHAMILANMorbiditas kehamilanTidak ada

Perawatan antenatalRutin kontrol ke bidan di puskesmas setempat

KELAHIRANTempat persalinanPuskesmas

Penolong persalinanBidan

Cara persalinanPer vaginam, spontan

Penyulit : -

Masa gestasiCukup Bulan

Keadaan bayiBerat lahir : 3200 gram

Panjang lahir : 47 cm

Lingkar kepala : (tidak tahu)

Langsung menangis (+)Kemerahan (+)Nilai APGAR : (tidak tahu)Kelainan bawaan : tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran: Os lahir secara pervaginam, spontan tanpa penyulit, cukup bulan dan BBL SMK.

C. RIWAYAT PERKEMBANGANPertumbuhan gigi I : -(Normal: 5-9 bulan)Gangguan perkembangan mental : -PsikomotorTengkurap: Umur 4 bulan(Normal: 3-4 bulan)Duduk: Belum bisa(Normal: 6-9 bulan)Berdiri: Belum bisa(Normal: 9-12 bulan)Berjalan: Belum bisa(Normal: 13 bulan)Bicara: Belum bisa(Normal: 9-12 bulan)Perkembangan pubertasRambut pubis: -Payudara: -Menarche: - Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Riwayat perkembangan os sesuai usia.

D. RIWAYAT MAKANANUmur (bulan)ASI/PASIBuah / BiskuitBubur SusuNasi Tim

0 2ASI + PASI---

2 4ASI + PASI---

4 6ASI + PASI++-

6 7ASI + PASI++-

8 10---+

10 -11---+

Kesulitan makan : tidak ada. Walaupun sakit, os tetap makan seperti biasa. Kesimpulan riwayat makanan : Sejak lahir os tidak mendapat ASI eksklusif. Pemberian ASI disertai dengan susu formula. Asupan dari usia 0 bulan 7 bulan cukup baik.

E. RIWAYAT IMUNISASIVaksinDasar ( umur )Ulangan ( umur )

BCG2 bulan--

DPT / PT2 bulan4 bulan6 bulan

Polio0 bulan2 bulan4 bulan6 bulan

CampakBelum--

Hepatitis B0 bulan1 bulan6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi PPI cukup lengkap dan sesuai jadwal, hanya campak yang belum.

F. RIWAYAT KELUARGAa. Corak ReproduksiNoTanggal lahir (umur)Jenis kelaminHidupLahir matiAbortusMati (sebab)Keterangan kesehatan

1. 20 Januari 2008Laki-laki+---Sehat (kakak pasien)

2.3 September 2013Laki-laki + ---Pasien

b. Riwayat Pernikahan Ayah / WaliIbu / Wali

NamaTn. ABNy. H

Perkawinan ke-11

Umur saat menikah27 tahun18 tahun

Pendidikan terakhirTamat SLTATamat SLTA

AgamaIslamIslam

Suku bangsaBetawiBetawi

Keadaan kesehatanSehatSehat

Kosanguinitas--

Penyakit, bila ada--

c. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada yang pernah mengalami hal yang sama dengan os sebelumnya. Nenek os (ibu dari bapak os) mempunyai riwayat asma. Adanya riwayat batu-batuk lama dalam keluarga disangkal.

d. Riwayat Kebiasaan KeluargaAyah os mempunyai kebiasaan merokok sejak dulu. Sehari-hari bisa 1-2 bungkus rokok.

Kesimpulan Riwayat Keluarga : Riwayat keluarga os cukup baik. Tidak ada yang pernah menderita hal yang sama seperti os. Kebiasaan merokok ayah os dapat menjadi faktor resiko infeksi saluran nafas pada anaknya.

G. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITAPenyakitUmurPenyakitUmurPenyakitUmur

Alergi(-)Difteria(-)Penyakit jantung(-)

Cacingan(-)Diare6 bulanPenyakit ginjal(-)

DBD(-)Kejang(-)Radang paru(-)

Otitis(-)Morbili(-)TBC(-)

Parotitis(-)Operasi(-)Lain-lain(-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : OS pernah terkena diare saat berusia 6 bulan, dibawa ke dokter dan dirawat jalan.

H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHANPasien tinggal bersama ayah, ibu, nenek serta kakaknya di sebuah rumah yang dikontrak 1 lantai, dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berdinding tembok. Pencahayaan baik, cahaya matahari masuk ke rumah, saat siang hari tidak perlu menyalakan lampu. Ventilasi cukup dan ada di setiap kamar. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Lingkungan perumahan merupakan pemukiman yang padat penduduk. Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Lingkungan rumah cukup baik. Proses pertukaran udara dan penyinaran sinar matahari cukup baik.

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 1 April 2014 pukul 22.30 WIB)A. Status GeneralisKeadaan UmumKesan Sakit: Tampak sakit beratKesadaran: Compos MentisKesan Gizi: Gizi baikKeadaan lain: Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (+)

Data AntropometriBerat Badan sekarang: 7 kgTinggi Badan: 68 cmLingkar kepala : 44 cm

Status Gizi BB / U = 7/8,2 x 100 % = 85 % (Gizi baik) TB / U = 68/ 69 x 100 % = 98 % (Tinggi normal) BB / TB = 7/8,1 x 100 % = 86 % (Gizi kurang) Kehilangan BB = -

Tanda VitalNadi : 104 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular.Napas : 65 x / menit.Suhu : 38 C, axilla (diukur dengan termometer air raksa).

KEPALA: Normocephali, ubun-ubun besar belum menutup.RAMBUT: Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.WAJAH: wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut.MATA:Sklera ikterik: -/-Lagofthalmus: -/-Konjunctiva anemis: -/-Cekung: -/- Ptosis: -/-

Exophthalmus: -/-Kornea jernih : +/+Strabismus: -/-Lensa jernih: +/+Nistagmus: -/-Pupil: bulat, isokorRefleks cahaya: langsung +/+ TELINGA :Bentuk : normotiaNyeri tarik aurikula: -/-Liang telinga: lapangNyeri tekan tragus: -/-Cairan: -/-HIDUNG :Bentuk: simetrisSekret: +/+ keringNCH: +/+Deviasi septum: -BIBIR : Simetris, kering (+), anemis (-), sianosis (-).MULUT : Oral hygiene baik, gigi geligi belum tumbuh, mukosa gusi dan pipi berwarna merah muda.LIDAH: Normoglotia, tremor (-), lidah kotor (-).TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, uvula di tengah.LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid, tidak tampak deviasi trakea. THORAKS : PulmoInspeksi : Gerak thoraks terlihat simetris saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan yang tertinggal, tampak retraksi interkostal, epigastrium dan suprasternal.

Palpasi : Gerak nafas teraba simetris pada kedua hemithorax, vocal fremitus teraba simetris pada kedua hemithorax.Perkusi :Sonor pada kedua hemithorax.Auskultasi :Suara napas vesikuler +/+, ronchi (+/+) basah kasar nyaring, wheezing (+/+), ekspirasi memanjang. CorInspeksi :Ictus cordis tidak tampak.Palpasi :Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra. Auskultasi :Bunyi jantung I , II reguler, murmur (-), gallop (-).ABDOMEN : Inspeksi : Perut buncit, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun benjolan. Palpasi : Supel, nyeri tekan (-). Hepar dan lien tidak teraba membesar. Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen. Auskultasi : Bising usus (+) normal. GENITALIA : Jenis kelamin laki-laki, fimosis (-), hipospadi (-), epispadi (-), testis sudah di dalam skrotum.KGB :Tidak teraba pembesaran KGB pada regio colli, axilla maupun inguinal.

ANGGOTA GERAK :Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis (-). TanganKananKiriTonus otot normotonus normotonusKekuatan otot 5 5 KakiKananKiriTonus otot normotonus normotonusKekuatan otot 55STATUS NEUROLOGIS RefleksFisiologisKananKiriPatella + +Biceps + +Triceps + +Refleks PatologisBabinski - -Chaddock - -KULIT : warna kulit langsat merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, petechie (-).TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-).

III. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Laboratorium(Lab. Dari bangsal pada tanggal 1 April 2014)ParameterHasilNilai RujukanKeterangan

Darah Lengkap

Eritrosit 4.4 jt/uL3,6 jt 5, 2 jtNormal

Hemoglobin10,7 g/dL10.5 12.9N

Leukosit19.900 /uL6000-17.500

Trombosit513..000/uL229.000-553.000

Hematokrit33%35 - 43

LED45 mm/jam0-10

MCV75.0 fL74 102

MCH24.3 pg23-31

MCHC32.4 g/dL28-32Normal

RDW16.2 % 38C (D : 5 -10 mg/kgbb/kali)3. Inj. Dexamethasone 3 x 1,5 mg (D: 0,5 -1 mg/kgbb/hari)4. Ambroxol 3,5 mg (D : 1,5 mg/kgbb/hari)Salbutamol 0,7 mg (D : 0,1 mg/kgbb/kali)CTM 0,5 mg ( D: 0,35 mg/kgbb/hari)1 x 1 puyer5. Inhalasi Nacl 5 cc + Albuterol sulfat 1 ampul, 2 x sehari6. Inj. Ampisilin 4 x 200 mg (D : 10-25 mg/kgbb/kali)

IX. PROGNOSIS Ad Vitam: Ad BonamAd Functionam: Dubia Ad BonamAd Sanationam: Dubia Ad Bonam

FOLLOW UPTglSOAP

2/4/2014jam 06.30 WIB Sesak napas (+) Gelisah dan rewel (+) Demam (+)KU : tampak sakit beratKesadaran: CMKeadaan lain : dyspneuTTV :Nadi : 148 x/mSuhu : 38 0 CRR : 48 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (+), sianosis ()Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh +/+, ekspirasi memanjang. BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangatHasil UL dan AGD pada tanggal 2 april 2014 terlampirBronkiolitisSusp. Infeksi sekunder bakteri

IVFD KaEN 1 B 3cc/kgBB/jam Inj. Dexamethasone 3x 1,5mg PCT 3 x 70 mg jks > 38C Inhalasi NS 5 cc + albuterol sulfat 1 amp 2 x sehari. Ambroxol 3,5 mg Salbutamol 0,7 mgCTM 0,5 mg3 x 1 puyer

Inj. Ampisilin 4 x 200 mg O2 nasal kanul 1 l/m Minum per NGTASI 6 x 30 cc bila RR , 60 x/m

3/4/2014jam 06.30 WIB Os lebih tenang Sesak (-) Batuk (+) berkurang Demam (-)KU : tampak sakit sedangKesadaran: CMTTV :Nadi : 140 x/mSuhu : 36,5 0 CRR : 32 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (-), sianosis ()Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh -/-, ekspirasi memanjang (-). BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangatHasil FL terlampir Bronkiolitis (klinis perbaikan)

O2 lepas IVFD ganti asering 3cc/kgBB/jam Inj. Dexamethasone 3x 1,5mg PCT 3 x 70 mg jks > 38C Inhalasi stop Ambroxol 3,5 mg Salbutamol 0,7 mgCTM 0,5 mg3 x 1 puyer Inj. Ampisilin 4 x 200 mg

4/4/2014jam 06.45 WIB Demam (-) Batuk (+) berkurang Sesak (-) Os tidak rewel lagi KU : tampak sakit ringanKesadaran: CMTTV :Nadi : 132 x/mSuhu : 36,7 0 CRR : 34 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (-), sianosis ()Thorax : sn vesikuler, rh +/+ berkurang, wh -/-, ekspirasi memanjang (-). BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangatLab darah tgl 4 April terlampirPerbaikan klinis bronkiolitis

Oral feeding test lepas NGT Cek H2TL ulang Aff infus PCT 3 x 70 mg jks > 38C Ambroxol 3,5 mg Salbutamol 0,7 mgCTM 0,5 mg3 x 1 puyer Metil prednisolon oral 3 x 1 mg (d: 0,5-1 mg/kg/hari) Amoxicilin oral 3 x 100 mg (d: 7,5-25 mg/kg/kali)

5 /4/2014Jam 06.35 WIB Demam (-) Sesak (-) Batuk (+)KU : tampak sakit ringanKesadaran: CMTTV :Nadi : 130 x/mSuhu : 36,1 0 CRR : 38 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (-), sianosis ()Thorax : sn vesikuler, rh -/- berkurang, wh -/-, ekspirasi memanjang (-). BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangat

Perbaikan klinis bronkiolitisBoleh pulangObat pulang : Ambroxol 3,5 mg Salbutamol 0,7 mgCTM 0,5 mg3 x 1 puyer Metil prednisolon oral 3 x 1 mg Amoxicilin oral 3 x 100 mg Kontrol di poli anak

Lampiran Tanggal 2 April 2014 Urine Lengkap

WarnaKuningKuning

KejernihanKeruhJernih

GlukosaNegatifNegatif

BilirubinNegatifNegatif

Keton3+Negatif

pH6,54,6 - 8

Berat Jenis>=1.0301.005 1.030

Albumin Urine2+Negatif

Urobilinogen1.0 E.U. / dL0,1 1

NitritNegatifNegatif

DarahNegatifNegatif

Esterase LeukositNegatifNegatif

Sedimen Urine :

Leukosit1 2 / LPB< 5

Eritrosit0 - 1 / LPB< 2

EpitelPositif / LPBPositif

SilinderNegatif / LPKNegatif

KristalNegatifNegatif

BakteriNegatifNegatif

JamurNegatif / LPBNegatif

Jenis PemeriksaanHasilNilai Normal

Analisa Gas Darah

pH7,547.35 7.45

pCO216 mmHg26 41

pO2175 mmHg80 100

Bikarbonat (HCO3)13 mmol/L21 28

Total CO214 mmol/L23 27

Saturasi O299 %95 100

Kelebihan Basa (BE)-7.2 mEq/L-2.5 2.5

Tanggal 3 April 2014MakroskopikHasilNilai Normal

WarnaCoklatCoklat

KonsistensiLunakNormal

LendirNegatifNegatif

DarahNegatifNormal

Mikroskopik

LeukositNegatifNegatif

EritrositNegatifNegatif

Amoeba ColiNegatifNormal

Amoeba HistolitikaNegatifNegatif

Telur CacingNegatifNegatif

Pencernaan

LemakNegatifNegatif

AmilumNegatifNegatif

SeratPositifNegatif

Sel RagiNegatifNegatif

Tanggal 4 April 2014HematologiHasilNilai Normal

Hemoglobin11.8 g/ dLNormal

Hematokrit36 %Normal

Leukosit7.600/LNormal

Trombosit678.000/ LMeningkat

Eritrosit 4.8 juta/ LNormal

MCV74 fLNormal

MCH24.6 pgNormal

MCHC33.1 g/dLNormal

RDW19.2 mg/dLMeningkat

TINJAUAN PUSTAKABRONKIOLITIS

I. Latar BelakangBronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan bayi yang lazim, akibat dari obstruksi radang saluran pernapasan kecil. Penyakit ini terjadi selama umur 2 tahun pertama, dengan insiden puncak pada sekitar umur 6 bulan, dan pada banyak tempat penyakit ini paling sering menyebabkan rawat inap bayi di rumah sakit. Insidensi tertinggi selama musim dingin dan awal musim semi. Penyakit ini terjadi secara sporadik dan endemik.1

II. DefinisiBronkiolitis adalah suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut yang ditandai dengan pilek, batuk, distress pernapasan dan ekspiratorik effort (usaha napas padasaat ekspirasi).1

III.EtiologiPenyebab tersering adalah RSV (lebih dari 50%) diikuti oleh virus parainfluenza 3, dan adenovirus. Adenovirus dapat dihubungkan dengan komplikasi jangka lama, termasuk bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral (sindrom Swyer-James). Kemungkinan kejadian bronkiolitis pada anak dengan ibu perokok lebih tinggi dibandingkan pada anak dengan ibu yang tidak merokok.1 Terdapat pembuktian bahwa kompleks imunologis yang memainkan peranan penting dari patogenesis dari bronkiolitis dengan RSV. Reaksi alergi tipe 1 dimediasi oleh antibodi Ig E hal ini dapat dihitung untuk signifikansi dari bronkiolitis. Bayi yang meminum ASI dengan colustrum tinggi yang didalamnya terdapat Ig A tampaknya lebih relaktif terproteksi dari bronkiolitis. 2

IV. KlasifikasiBronkiolitis dapat diklasifikasikan menjadi : Bronkiolitis akut Bronkiolitis obliteran.Bronkiolitis akut dengan bronkiolitis obliteran dibedakan pada bronkhiolus dan saluran pernafasan yang lebih kecil terjejas, karena upaya perbaikan menyebabkan sejumlah besar jaringan granulasi yang menyebabkan obstruksi jalan nafas, lumen jalan nafas terobliterasi oleh masa noduler granulasi dan fibrosis. Bronkiolitis obliterans merupakan komplikasi yang lazim pada transplantasi paru.1

V. EpidemiologiEpidemi dari RSV berkembang pada iklim dengan musim hujan dan menjelang kemarau, dan biasanya juga muncul pada musim yang bersamaan dengan menjangkitnya para-influenza. Terdapat bukti bahwa RSV endemik di daerah sub tropis dari Asia Tenggara sepanjang tahun , dan memuncak antara bulan Oktober sampai Februari dan berkurang pada bulan Maret sampai Juli. 2 dari sub tipe RSV telah di ketahui, yaitu tipe A dan tipe B, dengan tipe yang paling sering menyebabkan infeksi yang berat. Tipe B biasanya mendominasi apabila tipe A tidak dalam musim endemi. Penyakit ini sangat menular, penularan disebarkan melalui sekresi hidung yang keluar dan sangat menular pada hari ke 6 sampai hari ke 21 setelah gejala muncul. Waktu inkubasi antara 2 - 5 hari. Infeksi terjadi pada anggota keluarga sebanyak 46 %, 98 % pada anak yang dititipkan pada perawatan harian, 42 % pada staff rumah sakit dan sebanyak 45 % pada bayi yang dirawat di RS tetapi tidak terinfeksi. Infeksi menyebar melalui muntahan dan penggunaan sarung tangan, sedangkan baju khusus dapat mengurangi penyebaran infeksi nosokomial. 25 % anak umur dibawah 1 tahun dan 13 % anak umur antara 1 sampai 2 tahun akan mendapatkan infeksi saluran nafas. Separuh dari angka tersebut didapatkan gejala bersin yang diasosiasikan dengan infeksi saluran nafas. RSV dapat ditemukan pada kultur pasien yang dirawat di RS yang menderita infeksi tersebut dan 80 % nya berumur kurang dari 6 bulan. Diantaranya bayi yang sehat 80 % dirawat di RS pada tahun pertama kehidupannya dan sekitar 50 % perawatan di rumah sakit adalah bayi antara umur 1-3 bulan. Kurang dari 5 % perawatan di RS pada neonatus, kemungkinan dengan adanya antibodi yang masih terdapat dari transplasental-maternal. Faktor resiko untuk onset yang dini dari penyakit ini dan kemungkinan perawatan intensif dihubungkan dengan berat badan lahir rendah, prematuritas, sosio-ekonomi rendah, hidup didaerah padat, orang tua perokok, tidak diberikannya ASI ekslusif, dan perawatan harian. 1

VI. PatofisiologiInfeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkioulus akibat edema, sekresi mucus, timbunan debris selular/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkialdan edema submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran respiratori kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air trapping dan hiperinflasi. Atelectasis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi. 3Proses patologis ini akan mengganggu proses pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama end-expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60 x/menit. 3Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3 4 hari, tetapi silia akan diganti setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.3 Disamping pengruh destruktif virus dan respons hospes yang menyertai, belum jelas peran apa yang dimainkan oleh bakteri yang menumpanginya. Pada kebanyakan bayi dengan bronkiolitis, dengan atau tanpa pneumonia interstitial, pengalaman klinis memberi kesan bahwa bakteri memainkan peran yang tidak berarti.1 Berbeda antara bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentoleransi udem saluran napas dengan lebih baik. Oleh karena itu, pada anak besar dan orang dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila terkena infeksi oleh virus.

VII. Manifestasi Klinis Bronkiolitis Akut Mula-mula bayi mendapatkan infeksi saluran napas ringan berupa pilek encer, batuk, bersin-bersin, dan kadang-kadang demam. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kemudian timbul distres respirasi yang ditandai oleh batuk paroksimal, mengi, dispneu, dan iritabel. Timbulnya kesulitan minum terjadi karena napas cepat sehingga menghalangi proses menelan dan menghisap. Pada kasus ringan, gejala menghilang 1-3 hari. Pada kasus berat, gejalanya dapat timbul beberapa hari dan perjalananya sangat cepat. Kadang-kadang, bayi tidak demam sama sekali, bahkan hipotermi. Terjadi distres pernapasan dengan frekuensi napas 60 x/menit, terdapat napas cuping hidung, penggunaan otot pernapasan tambahan, retraksi, dan kadang-kadang sianosis. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena terdorong diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar ronki pada akhir inspirasi dan awal ekpirasi. Ekpirasi memanjang dan mengi kadang-kadang terdengar dengan jelas. Gambaran radiologik biasanya normal atau hiperinflasi paru, diameter anteroposterior meningkat pada foto lateral. Kadang-kadang ditemukan bercak-bercak pemadatan akibat atelektasis sekunder terhadap obtruksi atau anflamasi alveolus. Leukosit dan hitung jenis biasanya dalam batas normal. Limfopenia yang sering ditemukan pada infeksi virus lain jarang ditemukan pada brokiolitis. Pada keadaan yang berat, gambaran analisis gas darah akan menunjukkan hiperkapnia, karena karbondioksida tidak dapat dikeluarkan, akibat edem dan hipersekresi bronkiolus.3 Bronkiolitis ObliteransBronkiolitis obliterans adalah suatu peradangan kronik pada bronkiolitis dimana sudah terjadi obliterasi pada bronkiolus.Pada mulanya dapat terjadi batuk, kegawatan pernafasan dan sianosis dan disertai dengan periode perbaikan nyata yang singkat. Penyakit yang progresif terlihat dengan bertambahnya dispnea, batuk, produksi sputum, dan mengi. Polanya dapat menyerupai bronkitis, bronkiolitis atau pneumonia.1 Temuan rontgenografi dada berkisar dari normal sampai pola yang memberi kesan tuberkulosis milier. Sindrom Swyer James dapat berkembang dengan dijumpainya hiperlusensi unilateral dan pengurangan corak pembuluh darah paru pada sekitar 10% kasus. Bronkografi menunjukan obstruksi bronkiolus, dengan sedikit atau tidak ada bahan kontras yang mencapai perifer paru. Tomografi terkomputasi (CT) dapat menunjukan bronkiektasia yang terjadi pada banyak penderita. Temuan-temuan uji fungsi paru bervarisasi, yang paling sering adalah obstruksi berat, namun demikian retreksi atau kombinasi obstruksi dan retraksi dapat ditemukan. Diagnosis dapat dikonfirmasikan melalui biopsi paru.1

VIII.Faktor RisikoSalah satu faktor resiko yang terbesar untuk menjadi bronkiolitis pada umur kurang dari 6 bulan, sebab paru-paru dan sistem kekebalan tidak secara penuh berkembang dengan baik. Anak laki-laki cenderung untuk mendapatkan bronkiolitis lebih sering dibanding anak-anak perempuan. faktor lain yang telah dihubungkan dengan peningkatan resiko bronkiolitis pada anak-anak meliputi:4a. Tidak pernah diberi air susu ibu sehingga tidak menerima perlindungan kekebalan dari ibu.b. Kelahiran prematur.c. Pajanan ke asap rokok.d. Sering dititipkan pada tempat banyak bayi-bayi contoh tempat penitipan anak, panti asuhan.e. Saudara kandung lebih tua dengan kontak infeksi dari sekolah/tempat bermain.

IX. DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dari hasil anamnesis didapatkan gejala-gejala yang telah dijabarkan pada bagian manifestasi klinis diatas. Untuk pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu diatas 38,5 0C. Selain itu dapat ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis.3 Obstruksi saluran respiratorik bawah akibat respons inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan napas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi dan bila gejala menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia < 6 minggu. 3Masalah terbesar dalam diagnostik bronkiolitis adalah adanya kemungkinan keterlibatan infeksi bersama dengan bakteri atau klamidia. Bila bronkiolitis ringan atau infiltrat tidak tampak pada roentgen, ada kemungkinan infeksi komponen dengan bakteri. Pada bayi usia 1-4 bulan, pneumonitis interstisial dapat disebabkan oleh chlamydia trakhomatis. Pada keadaan ini mungkin riwayat konjungtivitis, dan penyakit cenderung subakut. Terdapat keluhan batuk sering tetapi tidak ada mengi dan tanpa demam.5Diagnosis pasti infeksi VSR didasarkan pada deteksi virus atau antigen virus dalam sekresi pernafasan. Spesimen harus diletakkan diatas es, dan langsung dibawa ke laboratorium untuk diproses dengan deteksi antigen atau ditanamkan pada suatu sel yang rentan. Aspirat mukus dari lubang hidung posterior ( nasal washing ) merupakan spesimen yang optimal. Pulasan nasofaring atau tenggorok juga dapat diterima. Aspirat trakea tidak perlu.

X. Pemeriksaan Penunjang Darah lengkapDengan hitungan jumlah sel darah lengkap jarang bermanfaat karena sel darah putih pada umumnya di dalam batas normal atau naik dan hitung jenis mungkin normal atau bergeser kekanan atau kekiri Urin Berat jenis urin dapat menyediakan informasi bermanfaat mengenai balance cairan dan kemungkinan dehidrasi. Serum darahKimia serum darah tidaklah terpengaruh secara langsung oleh infeksi/peradangan tetapi dapat membantu menerka beratnya derajat dehidrasi. Analisa gas darah Analisa gas darah mungkin diperlukan pada pasien yang sakitnya berat, terutama yang menuntut ventilasi mekanik atau buatan. RadiologiFoto sinar x dada cukup diperlukan meliputi foto anterior-posterior dan lateral. dapat terlihat gambaran (tergantung berat ringannya penyakit) Hiperinflasi dan infiltrat yang tertutup, gambaran ini adalah nonspesifik dan mungkin juga dapat pada gambaran pasien dengan sakit asma, pneumonia yang tidak lazim atau karena virus, dan aspirasi cairan. Ateletaksis fokal Gambaran udara yang terperangkap Gambaran sekat diafragma yang rata Peningkatan gambaran Garis tengah Antero posterior Peribronchial Cuffing Foto sinar x dapat juga mengungkapkan bukti alternatif untuk diagnosa banding, seperti pneumonia lobaris , gagal jantung kongestif, atau aspirasi benda asing. Pemeriksaan lainnya: Antigen Test pada nasal wash, dapat mengungkap dengan cepat ( pada umumnya di dalam 30 min) dan akurat ( kepekaan 87-91%, ketegasan 96-100%) dalam pendeteksian RSV. Kultur positif dengan direct fluorescent antibody, test hasil percobaan dapat mengkonfirmasikan infeksi karena RSV . Nasal washing test harus diperoleh dari anak-anak yang diperlukan opname dan anak-anak yang berhadapan dengan resiko berat. Kultur RSV lebih sedikit sensitip ( 60%) tetapi spesifitas mencapai 100%. Panel karena virus yang berhubungan dengan pernapasan, kultur untuk RSV atau lain virus, atau pendeteksian dengan direct fluorescent antibody atau dengan polymerase chain reaction mungkin bermanfaat untuk pertimbangan yang berikut: Sebagai pemeriksaan konfirmasi lainnya Untuk mencari agen lain infeksius yang lain Karena tujuan epidemiologik.

XI. Penatalaksanaan dan PengobatanSebagaimana telah dibahas di atas penyebab tersering bronkiolitis adalah virus terutama RSV, sehingga sebenarnya tidak pada tempatnya pemberian antibiotic pada bronkiolitis.1 Di negara maju untuk membedakan infeksi karena RSV atau bakteri dapat dilakukan dengan cepat yaitu uji serologis terhadap RSV dan pemeriksaan CRP. Di Indonesia, penggunaan uji serologis terhadap RSV belum rutin dikerjakan sehingga kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumonia bakteri.6Bayi umur kurang dari 6 bulan dengan bronkiolitis akut dan distress pernafasan sebaiknya dirawat di rumah sakit bila ditemukan : Kadar SpO2 kurang dari 92 % Tidak dapat mempertahankan hidrasi oral Respirasi meningkat, atau Mempunyai riwayat penyakit kardio-respiratori yang kronik. Saturasi di 40 % biasanya muncul sianosis, gejala extra pulmonal, apnea dan asidosis merupakan tanda bayi di rawat di ruang rawat intensif. Hipoksemia merupakan tanda kelainan laboratorium yang tampak untuk itu diperlukan tambahan oksigen bagi pasien. Arah utama untuk pengobatan pasien dengan bronkiolitis adalah dengan penggantian cairan dan suplemen cairan. Pada pasien tersebut biasanya mengalami dehidrasi ringan dikarenakan berkurangnya asupan cairan dan banyak kehilangan cairan melalui demam dan takipnea. Pengguanan cairan tambahan agar diawasi agar tidak terbentuknya formasi edema paru. Terapi supportive adalah mendeteksi cepat bila ada apnea dan memberikan perhatian khusus terhadap demam pada neonatus.6

Pengobatan BronkodilatorPeran bronkodilator masih kontroversial. Penggunaan bronkodilator untuk bronkiolitis menunjukkan perbaikan skor klinis untuk jangka pendek, tetapi tidak terdapat perbaikan pada oksigenasi atau angka perawatan di RS. Alasan yang kurang mendukung pemberian bronkodilator adalah karena pada usia bayi peran bronkodilator kurang jelas. Pada keadaan bronkiolitis yang ominan adalan inflamasinya bukan bronkokonstriksinya sehingga yang harus diberikan adalah pemberian antiinflamasi bukan bronkodilator.6 KortikosteroidPenggunaan kortikosteroid sistemik masih menjadikan perdebatan yang berkepanjangan. Salah satu penelitian meta-analisis mengambil kesimpulan peran kortikosteroid sistemik pada bronkiolitis adalah bermanfaat dalam hal perbaikan klinis, lama rawat, dan lamanya gejala menghilang. Pada penelitian tersebut dianjurkan pemberian kortikosteroid pada awal penyakit.7 Penelitian lain menyatakan bahwa pemberian kortikosteroid pada kasus infeksi respiratorik bawah akut yang memerlukan ventilator kurang bermanfaat.8 Kortikosteroid yang digunakan adalah prednisone, prednisolon, metilprednison, hidrokortison dan deksametason. Untuk penyamaan dilakukan konversi rata-rata dosis per hari serta rata-rata total paparan obat tersebut dalam ekuivalen mg/KgBB prednisone. Rata-rata dosis perhari berkisar antara 0,6-6,3 mg/KgBB, dan rata-rata total paparan antara 3,0-18,9 mg/KgBB. Cara pemberian adalah secara oral, intramuscular, dan intravena. Tidak ada efek merugikan yang dilaporkan. 3 AntibiotikVirus adalah etiologi utama pada bronkiolitis untuk itu penggunaan rutin dari antibiotik sebaiknya dihindari untuk penyakit ini. Apabila bayi mengarah ke arah lebih buruk dan menunjukkan kenaikan dari hitung sel darah putih kedepannya menunjukkan tanda-tanda sepsis, selanjutnya kultur bakteri dari darah, urine, dan cairan LCS sebaiknya diambil dan di follow up segera dengan pemberian antibiotik spektrum luas. Penelitian yang dilakukan oleh Kupperman dkk, dari 156 bayi dibawah umur 24 bulan yang sebelumnya sehat dengan sedikit demam dan menderita bronkiolitis, menunjukkan bahwa bayi-bayi ini mau tidak mau menderita bakteremia dan menderita infeksi saluran kemih. Penggunaan rutin dari antibiotik tidak menunjukkan perbaikan dari bronkiolitis.

Antivirus (Ribavirin)Ribavirin (1 beta-D-ribafuranosyl-1,2,4-triazole-3-carbox-amide) adalah analog nukleosida sintetik yang menggabungkan guanosin dan inosin tampaknya di buat untuk mempengaruhi RNA massenger dan menghambat sintesis protein virus. Ribavirin mempunyai spektrum luas aktivitas antiviral invitro. Terapi ribavirin untuk infeksi RSV masih kontroversial dikarenakan masih ada penggunaan aerosol, harga yang relatif mahal, toxisitas dan efek samping.Saat ini rekomendasi dari AAP terapi dengan ribavirin aerosol sedang dipertimbangkan untuk bayi-bayi dengan resiko tinggi penderita penyakit karena RSV :a. Diantara mereka dengan komplikasi penyakit jantung kongenital termasuk didalamnya hipertensi portal dan juga mereka yang menderita displasie bronkopulmonar, kistik fibrosis dan penyakit paru kronik lainnya.b. Mereka yang menderita penyakit yang didasari oleh penyakit imun.c. Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan umur kurang dari 6 minggu dengan penyakit penyerta seperti anomali kongenital multipel atau penyakit neurologi metabolik. Kesimpulannya ribavirin merupakan terapi yang aman tapi mahal, efisiensi dan keefektifannya tidak tampak jelas menunjukan dalam penelitian. Penggunaan ribavirin secara rutin pada saat ini kurang direkomendasikan. Heliox Heliox (campuran antara helium dengan oxygen) telah digunakan pada pasien asma akut. telah ada laporan kasus yang menyatakan dan menjelaskan tentang penggunaan heliox pada bayi laki-laki umur 4 bulan dengan bronkiolitis positif RSV. Heliox mungkin bermanfaat sebagai tambahan untuk terapi konvensional pada pasien bronkiolitis dalam keadaan kritis. Bagaimanapun studi klinis dari terapi ini sangat diperlukan untuk mengetahui keefektifan terapi ini. Hal ini dimungkinkan bahwa heliox dengan terapi nebulalisasi dapat sangat berguna pada bayi dengan bronkiolitis berat atau pasien terpasang intubasi dan tidak merespon dengan terapi konvensional.XII. PencegahanPenyebaran dari RSV kemungkinan terjadi karena kontak langsung dengan sekret pasien yang terinfeksi. Pencegahan penting pada staf rumah sakit seperti perhatian khusus terhadap kebersihan sekret pasien dan kebersihan badan petugas rumah sakit tampaknya dapat mengurangi penyebaran RSV di rumah sakit. Saat ini menggunaan RSV imunoglobulin intra vena pada dosis tinggi (500 - 750 mg/Kg BB) tampaknya dapat mencegah RSV pada pasien resiko tinggi, sebagai tambahan RSV imunoglobulin intra venus dalam bentuk aerosol dapat memberikan keuntungan pada pasien dengan bronkiolitis karena RSV. Dalam penelitian baru oleh Rimensberger, dkk., menyimpulkan bahwa dosis tunggal RSV imunodlobulin intra vena (0,1 gr/Kg BB) tidak menunjukan keuntungan untuk bronkiolitis akut karena RSV.Saat ini tampaknya ada kerugian yang ditimbulkan oleh penggunaan human polyclonal RSV- Imunoglobulin antibodi spesifik pada bayi. Hal ini meliputi penggunaan bulanan secara intra vena antara 2-4 jam. Insidensi tertinggi di rumah sakit pada kasus bronkiolitis karena RSV terjadi pada bayi umur 2-5 bulan untuk itu vaksinasi dapat menstimulasi keefektifan setelah bayi berumur 2 bulan.

XIII. Prognosis Bronkiolitis AkutFase penyakit yang paling kritis terjadi selama 48-72 jam pertama sesudah batuk dan dispnea mulai. Selama masa ini, bayi tampak sangat sakit, serangan apneu terjadi pada bayi yang sangat muda dan asidosis respiratorik mungkin ada. Sesudah periode klinis, perbaikan terjadi dengan cepat dan seringkali secara drastis. Penyembuhan selesai dalam beberapa hari. Angka fatalitas kasus di bawah 1%, kematian dapat merupakan akibat dari serangan apnea yang lama, asidosis respiratorik berat yang tidak terkompensasi, atau dehidrasi berat akibat kehilangan penguapan air dan takipnea serta ketidak mampuan minum cairan. Bayi yang memiliki keadaan-keadaan, misalnya penyakit jantung kongenital, displasia bronkopulmonal, penyakit imunodefisiensi, atau kistik fibrosis mempunyai angka morbiditas yang lebih besar dan mempunyai sedikit kenaikan angka mortalitas. Angka mortalitasnya tidak sebesar pada bayi yang beresiko tinggi seperti di masa yang silam. Perkiraan mortalitas pada bayi beresiko tinggi yang menderita bronkiolitis. VSR ini telah menurun dari 37% pada tahun 1982 menjadi 3,5% pada tahun 1988. Komplikasi bakteri seperti bronkopneumonia atau otitis media, tidak lazim terjadi. Kegagalan jantung selama bronkiolitis jarang, kecuali pada anak yang memiliki dasar penyakit jantung. Ada proporsi yang bermakna bahwa bayi-bayi yang menderita bronkiolitis mengalami hiperreaktivitas saluran pernafasan selama akhir masa anak-anak, tetapi hubungan antara kedua hal ini, jika ada belum dimengerti. Kesan bahwa satu episode bronkiolitis dapat mengakibatkan kelainan saluran pernafasan kecil yang jangkanya sangat lama memerlukan pengamatan lebih lanjut. Kelainan ini sebagian dapat dijelaskan melalui penemuan bahwa bayi yang memiliki hantaran pernafasan total rendah lebih mungkin mengalami bronkiolitis dalam responnya terhadap infeksi virus pernafasan. Bayi dengan bronkiolitis yang padanya berkembang saluran pernafasan reaktif kemungkinan besar mempunyai riwayat keluarga asma dan alergi, episode bronkiolitis akut lama, dan terpajan asap rokok.6 Bronkiolitis ObliteransBeberapa minggu setelah mulainya gejala-gejala awal, penderita keadaan umumnya menjelek sampai meninggal, tetapi kebanyakan bertahan hidup, beberapa anak menderita kecacatan kronis.6

Daftar Pustaka

1. Orenstein DM. Bronchiolitis. In : Behrman RE, Kliegen RM, Arvin AM, editors. Nelson Texbook of Pediatrics. 15th . Toronto : WB Saunders Company; 1987.p . 1211-2.2. Krilov RL. Respiratory Syncytial Virus Infection. In : Medscape. Steele RW, Kumar A, Lutwick LI, et al, editors. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/971488-overview#aw2aab6b2b2aa. Accessed on April 28th, 2014.3. Zain MS. Bronkiolitis. In : Buku Ajar Respirologi Anak. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editors. 1st ed. Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2010.p. 333-47.4. Mayo Clinic Staff. Bronchiolitis. Available at : http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/bronchiolitis/basics/risk-factors/con-20019488. Accessed on April 28th, 2014. 5. McIntosh K, Respiratory Syncytial Virus. In : Nelson Textbook of Pediatrics. Vaughan VC, et al, editors. 13th ed. Toronto : WB Saunders Company; 1987.p . 1112 - 1114.6. Van Woensel JBM, van Aalderen WMC, Kimpen JLL. Viral lower respiratory tract infection in infants and young children. BMJ 2003; 327:36-40.7. Garrison MM, Christakis DA, Harvey A, Cummings P, Davis RL. Stemic corticosteroids in infant bronchiolitis: A meta-analysis. Pediatrics 2000; 105:44-55.8. Van Woensel JBM, van Aalderen WMC, de Weerd W, Jansen NJG, van Gestel JPJ, Markhost DG, et al. Dexamethasone for treatment of patients mechanically ventilated for lower respiratory tract infection caused by respiratory syncytial virus. Thorax 2003; 58:383-7.

1