Asma Bronkiolitis

download Asma Bronkiolitis

of 24

Transcript of Asma Bronkiolitis

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    1/24

    ASTHMA

    Definisi1

    Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas menyebabkan peningkatan

    hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,

    sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari.

    Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi

    dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

    Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada

    tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten

    dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam /

    dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau

    atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

    Etiologi

    Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor genetik dan

    faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus,

    faktor yang memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor

    lingkungan meliputi: alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,

    alternaria/jamur), alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari), makanan (bahan

    penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur), obat-

    obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll), bahan yang

    mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll), ekspresi emosi berlebih, asap

    rokok dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di luar dan di dalam ruangan, exercise

    induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu,

    dan perubahan cuaca.

    Epidemiologi

    Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun

    2003, prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak

    dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan yang mengalami

    serangan lebih banyak daripada laki-laki. WHO memperkirakan terdapat sekitar

    250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun

    2000 terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi.

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    2/24

    2

    Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat nasional Amerika

    Serikat pada tahun1998, terdapat 8,65 juta anak-anak dilaporkan menderita asma dan

    3,8 juta anak pernah mengalami episode serangan asma dalam waktu 12 bulan. Asma

    pada anak-anak di Amerika Serikat dianggap sebagai penyebab tersering adanya

    kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat (867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus)

    dan tidak masuk sekolah (10.1 juta kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan

    kematian, namun dilaporkan 164 kematian anak akibat asma pada tahun 1998.

    Patofisiologi2

    Obstruksi saluran respiratori

    Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan

    oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang

    dipicu oleh mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Akibatnya terjadi

    hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada

    saluran nafas. Selain itu, dapat pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan

    protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.

    Gambar 1. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

    Hiperaktivitas saluran respiratori

    Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada

    pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g% didapatkan

    penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik

    asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic

    Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus

    seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    3/24

    3

    terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus

    tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran

    nafas untuk mengeluarkan mediatornya.

    Otot polos saluran respiratori

    Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.

    Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian

    elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan

    kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan

    pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur

    filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi

    hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.

    Hipersekresi mukus

    Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran

    nafas pasien asma dan penampakan remodelingsaluran nafas merupakan karakteristik

    asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir

    selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas

    yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan

    bronkodilator.

    Diagnosis3

    Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk

    dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari

    (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau

    atopi pada pasien.

    Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan

    bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih

    definitif. Untuk anak yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru

    sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau

    yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin,

    metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau dengan salin

    hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna untuk mendukung

    diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya:

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    4/24

    4

    1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%

    2.

    Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.

    3. Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

    Manifestasi K li nis

    Penilaian secara subyektif tidak dapat secara akurat menentukan derajat asma. Gejala

    klinik bervariasi mulai dari wheezing ringan sampai bronkokonstriksi berat. Pada

    keadaan ringan, hipoksia dapat dikompensasi hiperventilasi. Namun, bila bertambah

    berat akan terjadi kelelahan yang menyebabkan retensi O2 akibat hiperventilasi. Bila

    terjadi gagal napas, ditandai asidosis, hiperkapnea, adanya pernapasan dalam,

    takikardi, pulsus paradoksus, ekspirasi memanjang, penggunaan otot asesoris

    pernapasan, sianosis sentral, sampai gangguan kesadaran. Keadaan ini bersifat

    reversible dan dapat ditoleransi. Namun, pada kehamilan sangat berbahaya akibat

    adanya penurunan kapasitas residu.

    Manifestasi klinis asma ditandai dengan dyspnea, kesesakan dada, wheezing, dan

    batuk malam hari, di mana hanya menjadi tanda dalam beberapa kasus. Pasien

    melaporkan gejala seperti gangguan tidur dan nyeri dada.

    Batuk yang memicu spasme atau kesesakan dalam saluran pernapasan, atau berlanjut

    terus, dapat berbahaya. Beberapa serangan dimulai dengan batuk yang menjadi

    progresif lebih sesak, dan kemudian bunyi wheezing terjadi. Ada pula yang

    berbeda, beberapa penderita asma hanya dimulai wheezing tanpa batuk. Beberapa

    yang lain tidak pernah wheezing tetapi hanya batuk selama serangan asma terjadi.

    Selama serangan asma, mucus cenderung menjadi kering dan sukar, sebagian karena

    cepat, beratnya pernapasan umumnya terjadi saat serangan asma. Mucus juga menjadi

    lebih kental karena sel-sel mati terkelupas.

    Kontraksi otot bronkus menyebabkan saluran udara menyempit atau konstriksi. Hal

    ini disebut brokokonstriksi yang memperbesar obstruksi yaitu asma.

    Dengan demikian ada derajat asma :

    1. Tingkat pertama : secara klinis normal, tetapi asma timbul jika ada faktor

    pencetus.

    2. Tingkat kedua : penderita asma tidak mengeluh dan pada pemeriksaan fisik

    tanpa kelainan tetapi fungsi parunya menunjukkan obstruksi jalan nafas.

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    5/24

    5

    Disini banyak ditemukan pada penderita yang baru sembuh dari serangan

    asma

    3. Tingkat ketiga : penderita tidak ada keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik

    maupun maupun fungsi paru menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

    4. Tingkat keempat : penderita mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas

    berbunyi.Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan dijumpai tanda-

    tanda obstruksi jalan napas.

    5. Tingkat kelima : adalah status asmatikus, yaitu suatu keadaan darurat medik

    berupa serangan akut asma yang berat, bersifat refrakter terhadap pengobatan

    yang biasa dipakai.

    Scoggin membagi perjalanan klinis asma sebagai berikut :

    1. Asma akut intermiten :

    Di luar serangan, tidak ada gejala sama sekali. Pemeriksaan fungsi paru tanpa

    provokasi tetap normal. Penderita ini sangat jarang jatuh ke dalam status asmatikus

    dan dalam pengobatannya sangat jarang memerlukan kortikosteroid.

    2. Asma akut dan status asmatikus:

    Serangan asma dapat demikian beratnya sehingga penderita segera mencari

    pertolongan. Bila serangan asma akut tidak dapat diatasi dengan obat-obat adrenergik

    beta dan teofilin disebut status asmatikus.

    3. Asma kronik persisten (asma kronik):

    Pada asma kronik selalu ditemukan gejala-gejala obstruksi jalan napas, sehingga

    diperlukan pengobatan yang terus menerus. Hal tersebut disebabkan oleh karena

    saluran nafas penderita terlalu sensitif selain adanya faktor pencetus yang terus-

    menerus.

    Modifikasi asma berdasarkan National Asthma Education Program (NAEPP) yaitu :

    1.

    Asma Ringan

    Singkat (< 1 jam ) eksaserbasi symptomatic < dua kali/minggu.

    Puncak aliran udara ekspirasi > 80% diduga akan tanpa gejala.

    2.

    Asma Sedang

    Gejala asma kambuh >2 kali / mingggu

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    6/24

    6

    Kekambuhan mempengaruhi aktivitasnya

    Kekambuhan mungkin berlangsung berhari-hari

    Kemampuan puncak ekspirasi /detik dan kemampuan volume ekspirasiberkisar antara 60-80%.

    3. Asma Berat

    Gejala terus menerus menganggu aktivitas sehari-hari

    Puncak aliran ekspirasi dan kemampuan volume ekspirasi kurang dari 60%

    dengan variasi luas

    Diperlukan kortikosteroid oral untuk menghilangkan gejala.

    Diagnosis Banding4

    Diagnosis banding asma pada anak antara lain:

    Benda asing di saluran napas

    Laringotrakeomalasia

    Pembesaran kelenjar limfe

    Tumor

    Stenosis trakea

    Bronkiolitis

    Penatalaksanaan5

    Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka

    panjang.

    Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin

    tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya.

    Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah:

    1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk

    bermain dan berolah raga,

    2.

    sedikit mungkin angka absensi sekolah,

    3. gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu),

    4.

    Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolokpada PEF,

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    7/24

    7

    5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari,

    dan tidak ada serangan,

    6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul,

    terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak,

    Tujuan tatalaksana saat serangan:

    - Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin

    -

    Mengurangi hipoksemia

    - Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

    -

    Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

    Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah perlu tingkat

    pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan atau bila tujuan

    telah tercapai dan stabil 13 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan

    pelan (step down).Berikut ini adalah syaratstep updanstep down:

    Tabel 1. Syarat Step Updan Step Down

    Syarat Step Up Syarat Step down

    pengendalian lingkungan dan hal-hal

    yang memberatkan asma sudah dilakukan

    Pengendalian lingkungan harus tetap baik

    pemberian obat sudah tepat susunan dan

    caranya

    Asma sudah terkendali selama 3 bulan

    berturut-turut

    tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -

    6 minggu

    ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3

    bulannya sampai dengan dosis terkecil

    yang masih dapat mengendalikan

    asmanya.

    efek samping ICS (inhaled

    cortikosteroid) tidak ada

    Bila step down gagal, perlu dicari

    sebabnya dan kalau sudah dikoreksi, ICS

    dapat diturunkan bersama dengan

    penambahan LABA dan atau LTRA

    Tatalaksana Medikamentosa

    Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)

    dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan

    atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada

    lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    8/24

    8

    kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis.

    Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik

    saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan

    walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan

    pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8

    minggu.

    Obatobat Pereda (Reliever)

    1. Bronkodilator

    a. Short-acting 2 agonist

    Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.

    Reseptor 2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel

    inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12). Dengan

    pemberianshort acting 2 agonist, diharapkan terjadi relaksasi otot polos jalan napas

    yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilier,

    penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.

    Obatyang sering dipakai adalah salbutamol, fenoterol, terbutalin.

    Dosis salbutamol:

    Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

    Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20

    menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis

    maksimum 15 mg/jam).

    Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

    Dosis tebutalin:

    Oral: 0,050,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

    nebulisasi: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi

    Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak

    dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi

    (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10

    menit, lama kerjanya 46 jam.

    Serangan ringan : MDI 24 semprotan tiap 34 jam.

    Serangan sedang : MDI 610 semprotan tiap 12 jam.

    Serangan berat : MDI 10 semprotan.

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    9/24

    9

    Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan

    ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping

    takikardi lebih sering terjadi.

    Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB

    setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.

    Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit,

    dilanjutkan dengan 0,10,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.

    Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi,

    palpitasi, dan takikardi.

    b. Methyl xanthine

    Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena

    efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada

    serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan antikolinergik(12).

    Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.

    Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang

    lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan

    absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine

    didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu.Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama

    urin.Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang

    lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia. Dosis aminofilin IV inisial

    bergantung kepada usia : 16 bulan: 0,5mg/kgBB/Jam; 611 bulan: 1 mg/kgBB/Jam;

    19 tahun: 1,21,5 mg/kgBB/Jam; > 10 tahun: 0,9 mg/kgBB/Jam.

    2.Antikolinergik

    Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi

    2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0,1

    ml/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 %

    dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes.

    Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik

    inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.

    3.Kortikosteroid

    Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi inisial

    inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2)

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    10/24

    10

    serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan

    sebagai kontroler; (3) serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat

    sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk

    mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 1224 jam. Preparat

    oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1

    2 mg/kgBB/hari diberikan 23 kali sehari selama 35 kali sehari. Metilprednisolon

    merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik,

    efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis

    metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis

    Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1

    mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 68 jam.

    Obatobat Pengontrol

    Obatobat asma pengontrol pada anak anak termasuk inhalasi dan sistemik yaitu:

    glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, teofilin,

    kromolin, dan long acting oral 2-agonist.

    1. Inhalasi glukokortikosteroid

    Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektifdan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan

    penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan

    asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan

    inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi

    frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan

    kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi

    bronkokonstriksi yang diinduksi latihan. Dosis yang dapat digunakan sampai

    400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak,

    gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.

    2. Leukotr iene Receptor An tagonist (LTRA)

    Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin

    hasilnya lebih baik. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan

    cystenil leukotriane. Selain itu LTRA mempunyai efek bronkodilator dan

    perlindungan terhadap bronkokonstriktor dan dapat mencegah early asma reaction

    dan late asthma reaction. LTRA dapat diberikan per oral, penggunaannya aman, dan

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    11/24

    11

    tidak mengganggu fungsi hati. Preparat LTRA yaitu montelukas dan zafirlukas.

    Preparat yang tersedia di Indonesia hanya zafirlukas. Zafirlukas digunakan untuk anak

    usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.

    3. Long acting2 Agonist(LABA)

    Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian

    ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV 1

    pagi dan sore, penggunaan steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway

    remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi

    fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol

    (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini

    mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.

    4. Teofilin lepas lambat

    Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang

    bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan

    glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid

    inhalasi dosis rendah. Terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara

    bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.

    Terapi Suportif

    Bentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen dan

    terapi cairan. Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui nasal kanul

    ataupun masker. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur

    denganpulse oxymetry (nilai normal > 95%).

    Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya

    asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin.

    Pemberian cairan harus hati-hati karena pada asma berat terjadi peningkatan sekresi

    Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya retensi cairan dan

    tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya

    edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan maintenance.

    Cara Pemberian Obat6

    Tabel 2. Cara pemberian obat

    UMUR ALAT INHALASI

    < 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    12/24

    12

    2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

    Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat

    perenggang (spacer)

    5-8 tahun Nebuliser

    MDI dengan spacerAlat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,

    Turbuhaler)

    >8 tahun Nebuliser

    MDI (metered dose inhaler)

    Alat Hirupan Bubuk

    Autohaler

    Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut

    (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi

    efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalam paru lebih baik sehingga didapat efek

    terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering memerlukan

    inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.

    Komplikasi3

    Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, terjadi

    emfisema dan perubahan bentuk thorak yaitu thorak membungkuk kedepandan memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada

    burung dara dan tampak sulcus Harrison.

    Bila sekret banyak dan kental dapat terjadi atelektasis, bila berlangsung lama

    terjadi bronkoektasis, bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia.

    Kegagalan pernafasan, kegagalan jantung dan kematian.

    Prognosis3

    Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan

    kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-

    kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota

    dengan fasilitas kesehatan terbatas.1,5

    Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik

    ditemukan pada 5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan

    timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 710 tahun

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    13/24

    13

    setelah diagnosis pertama bervariasi dari 2678% dengan nilai rata-rata 46%, akan

    tetapi persentase anak yang menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak.

    Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 19%). Secara

    keseluruhan dapat dikatakan 7080% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21

    tahun asmanya sudah menghilang.

    Pencegahan3

    Menjauhi pemicu merupakan komponen kunci dalam meningkatkan kendali dan

    mencegah serangan. Pemicu yang paling umum antara lainalergen,rokok (tembakau

    dan lainnya), polusi udara, penghambat beta non selektif, dan makanan yang

    mengandung sulfit. Merokok danmenjadi perokok pasif dapat mengurangi efektivitas

    obat seperti kortikosteroid. Pengendalian tungau debu, termasuk penyaringan udara,

    bahan kimia pembasmi tungau, pengisapan debu, pemakaian sprei, dan metode

    lainnya tidak berpengaruh pada pengurangan gejala asma.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Alergenhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Penghambat_beta&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Menjadi_perokok_pasif&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Menjadi_perokok_pasif&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Penghambat_beta&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Alergen
  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    14/24

    14

    Daf tar Pustaka

    1.

    OByrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk.

    Global Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ;

    2006.

    2. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak.

    Jakarta: UKK Pulmonologi PP IDAI; 2009.

    3.

    Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

    Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-

    11.

    4. Nelson Textbook of Pediatrics : Childhood Asthma. Elsevier Science

    (USA);2003.

    5. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno

    B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama.

    Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.

    6. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,

    Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta

    : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.98-104.

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    15/24

    15

    BRONKIOLITIS

    Definisi1

    Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernafasan bagian bawah dengan

    karakteristik klinis berupa batuk, takipnea, wheezing, dan / atau rhonki. Bronkiolitis

    adalah sebuah kelainan saluran penafasan bagian bawah yang biasanya menyerang

    anak-anak kecil dan disebabkan oleh infeksi virus-virus musiman seperti RSV.

    Walaupun kata bronkiolitis berarti inflamasi bronkioles, hal ini jarang ditemukan

    secara langsung, tapi diduga pada anak kecil dengan distres pernafasan yang memiliki

    tanda-tanda infeksi virus.

    Di United Kingdom, kata ini digunakan secara lebih spesifik. Penulis

    penelitian dari Universitas Nottingham mengambil definisi konsensus dari penyakit

    virus musiman dengan karakteristik demam, nasal discharge, dan batuk kering dan

    berbunyi menciut. Pada pemeriksaan adacrackles inspirasi halus dan / atau wheezing

    ekspirasi nyaring.

    Di Amerika Utara, bronkiolitis biasanya digunakan secara lebih luas, tapi

    berhubungan dengan penemuan spesifik berupa wheezing.

    Pedoman APP (American Academy of Pediatrics) mendefinisikan bronkiolitis

    sebagai sebuah kumpulan gejala-gejala dan tanda-tanda klinis termasuk prodromal

    virus pernafasan atas, diikuti peningkatan wheezing dan usaha bernafas dari anak-

    anak kurang dari 2 tahun. Perbedaan ini penting, karena wheezing berulang pada

    anak-anak yang lebih besar sering dicetuskan oleh virus-virus yang khas untuk

    saluran pernafasan bagian atas, seperti rhinovirus.

    Etiologi2

    Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60

    90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3,

    Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma.

    RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm),

    termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan

    bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )

    yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus

    dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi

    neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    16/24

    16

    B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan

    menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari.

    Sejumlah virus dikenal sebagai penyebab bronkiolitis telah secara nyata

    diperluas dengan keberadaan tes diagnosis yang sensitif dengan menggunakan teknik

    molekular tambahan.

    RSV tetap menjadi penyebab 50 % 80 % kasus. Penyebab lain termasuk virus

    parainfluenza, terutama parainfluenza tipe 3, influenza, dan human metapneumovirus

    (HMPV). HMPV ditaksir menyebabkan 3 % 19 % kasus bronkiolitis. Kebanyakan

    anak-anak terinfeksi selama epidemik luas musim dingin tahunan.

    Teknik diagnosis molekular juga telah mengungkapkan bahwa anak-anak kecil

    dengan bronkiolitis dan penyakit-penyakit respirasi akut lainnya sering diinfeksi oleh

    lebih dari satu virus. Jumlah coinfeksi ini sekitar 10 % 30 % pada sampel anak-anak

    yang dirawat di rumah sakit, kebanyakan oleh RSV dan salah satu dari HMPV atau

    rhinovirus.

    Patofisiologi3

    Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mukus, debris

    seluler dan edema. Karena tahanan terhadap aliran udara didalam suatu tabung

    berbanding terbalik dengan pangkat 3 jari-jari tabung tersebut, maka penebalan kecil

    yang terjadi pada dinding bronkiolus pada bayi akan mengakibatkan pengaruh besar

    atas aliran udara. Tahanan udara pada lintasan-lintasan udara kecil akan meningkat

    baik selama fase inspirasi maupun fase ekspirasi. Tetapi karena jari-jari suatu saluran

    nafas akan mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi katup bulat pernafasan akan

    mengakibatkan terjadinya pemerangkapan udara serta pergeseran udara yang

    berlebihan yang disebut mekanisme klep. Mekanisme klep adalah terperangkapnya

    udara yang menimbulkan overinflasi dada. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi

    menjadi lengkap dan udara yang terperangkap habis terserap.

    Pertukaran udara yang terganggu menyebabkan ventilasi berkurang pada

    alveolus-alveolus sehingga terjadi hipoksemia dan peningkatan frekuensi nafas

    sebagai kompensasi. Retensi karbondioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi

    kecuali pada penderita-penderita yang terserang hebat. Pada umumnya semakin tinggi

    kecepatan pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia

    biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan pernafasan melebihi 60 x/menit yang

    kemudian meningkat sesuai dengan takipne yang terjadi.

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    17/24

    17

    Diagnosis4

    Diagnosis ditegakkan dengan pertimbangan beberapa faktor yang lebih

    menitikberatkan pada manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik, karena faktor lainnya

    hanya ditemukan bukti-bukti yang tidak spesifik, seperti pada pemeriksaan

    laboratorium dan radiologi. Manifestasi klinis harus didukung beberapa anamnesis

    yang memperkuat diagnosis penyakit ini terhadap penyakit lain yang serupa. (1)

    Beberapa hasil penelitian menyatakan, bahwa diagnosis bronkiolitis virus diperoleh

    dari :(1)

    1.

    Gambaran/gejala klinis

    2. Usia anak

    3.

    Epidemi RSV di masyarakat terutama di RS melalui petugas perawatan

    sebagai sumber penularan pada bayi.

    Gejala klinis bronkiolitis harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga

    timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan respons terhadap

    pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak.

    Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai emfisema

    obstruksi dan gagal jantung.

    Anamnesis

    Gejala awal berupa gejala infeksi saluran nafas atas akibat virus, seperti pilek

    ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang

    disertain dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis,

    merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan

    nafsu makan.

    Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah

    adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu di atas 38,5oC. Selain itu, dapat

    juga ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis.

    Obstruksi saluran nafas bawah akibat respons inflamasi akut akan

    menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha

    pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan

    nafas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan

    ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi, dan bila gejala

    menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    18/24

    18

    Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah leukosit biasanya

    normal, demikian pula dengan elektrolit. Analisis gas darah (AGD) diperlukan

    untuk anak dengan sakit berat, khususnya yang membutuhkan ventilator

    mekanik. Pada foto rontgen thoraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan

    infiltrat (patchy infiltrates), tapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan

    pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan

    gambaran atelektasis, terutama pada saat konvalesens akibat sekret pekat

    bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diagfragma datar, dan

    peningkatan diameter antero-posterior. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur

    virus, rapid antigen detection tests (direct immunofluoresence assay dan ELISA),

    atau polymerase chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibodi pada fase

    akut dan konvalenses.

    Manifestasi kli nis4

    Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas disertai

    dengan batuk, pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai demam atau demam

    hanya subfebril. Kemudian dalam beberapa hari gejala tersebut makin berkembang

    dengan didapatkan batuk makin menghebat, frekuensi nafas meningkat (sesak nafas),

    pernafasan dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal

    dan suprasternal, rewel sampai gelisah, sianosis, sulit makan atau minum, mual-

    muntah jarang sekali didapatkan pada penderita. Pada pemeriksaan didapatkan

    mengi/wheezing, ekspirium memanjang, jika obstruksi hebat suara nafas nyaris tak

    terdengar, ronki basah halus nyaring, kadang-kadang terdengar pada akhir atau awal

    ekspirasi. Pada perkusi didapatkan hipersonor, Ro foto thoraks menunjukkan

    hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada fotolateral, dapat terlihat

    bercak konsolidasi tersebar yang disebabkan atelektasis atau radang. Pada

    pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia

    darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan

    nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    19/24

    19

    Diagnosis Banding5

    Beberapa penyakit dapat merupakan diagnosis banding bronkiolitis. Penyakit lain

    yang sering dikacaukan dengan bronkiolitis yaitu asma bronkhial.

    Beberapa diagnosis yang perlu dipertimbangkan antara lain :

    1. Asma Bronkial

    a. Jarang ditemukan pada tahun pertama kehidupan, tetapi sering terjadi

    setelah periode tersebut.

    b.

    Riwayat keluarga penderita asma bronkial.

    c. Serangan awal yang mendadak tanpa tanda infeksi sebelumnya.

    d. Serangan berulang.

    e.

    Ekspirasi diperpanjang secara mencolok.

    f. Eosinofilia pada darah dan usapan hidung.

    g. Respon terhadap obat anti asma.

    Pada bronkiolitis akut hanya 5% yang mempunyai klinis yang berulang.

    2. Bronkopneumonia

    a. Jarang dijumpai pada bayi sampai usia 6 bulan.

    b. Riwayat anamnesis, perjalanan penyakit tidak terlalu mendadak,

    demam, batuk tidak ngikil, nafsu makan/minum berkurang.

    c.

    Didapatkan sumber penularan ISPA disekitarnya.

    d. Setelah 5-7 hari timbul sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis

    e. Pemeriksaan fisik ditemukan :

    Perkusi : Suatu gambaran normal sampai redup relatif

    Auskultasi : Ada krepitasi atau ronki basah halus.

    f. Retraksi dinding dada (interkostal dan suprasternal).

    g.

    Pemeriksaan laboratorium : lekositosis dan HJL (Hitung Jenis Lekosit)

    pergeseran ke kiri.

    h. Pemeriksaan radiologi paru ditemukan sebaran infiltrat diseluruh

    bagian paru kanan dan kiri.

    Penatalaksanaan6

    Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif yaitu

    pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena, dan kecukupancairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    20/24

    20

    respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, anti

    inflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan

    vaksin RSV, RSV immunoglobulin ( polyclonal ) atau Humanis RSV monoclonal

    antibody ( palivizumab ).

    Terapi oksigen harus diberikan kepada semua penderita kecuali untuk kasus-

    kasus yang sangat ringan. Saturasi oksigen menggambarkan kejenuhan afinitas

    haemoglobin terhadap oksigen di dalam darah. Oksigen dapat diberikan melalui nasal

    prongs (2 liter/menit), masker (minimum 4 liter/menit) atau head box. Terapi oksigen

    dihentikan bila pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SaO2) pada

    suhu ruangan stabil diatas 94%. Pemberian oksigen pada saat masuk sangat

    berpengaruh pada skor beratnya penyakit dan lama perawatan di rumah sakit.

    Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan infuse dan

    diet sonde/nasogastrik). Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu

    dan status hidrasi. Cairan intravena diberikan bila pasien muntah dan tidak dapat

    minum, panas, distress napas untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Dapat dibenarkan

    pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru

    dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone).

    Selanjutnya perlu dilakukan koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang

    mungkin timbul.

    Apabila terdapat perubahan pada kondisi umum penderita, peningkatan

    leukosit atau pergeseran hitung jenis, atau tersangka sepsis maka diperiksa kultur

    darah, urine, feses dan cairan serebrospinal, secepatnya diberikan antibiotika yang

    memiliki spectrum luas. Pemberian antibiotik secara rutin tidak menunjukkan

    pengaruh terhadap perjalanan bronkiolitis. Akan tetapi keterlambatan dalam

    mengetahui virus RSV atau virus lain sebagai penyebab bronkiolitis dan menyadari

    bahwa infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder dapat menjadi

    alasan diberikan antibiotika.

    Ribavirin adalah purin nucleoside derivate guanosine sintetik, bekerja

    mempengaruhi pengeluaran messenger RNA (mRNA). Ribavirin menghambat

    translasi mRNA virus kedalam protein virus dan menekan aktivitas polymerase RNA.

    Titer RSV bisa meningkat dalam tiga hari setelah gejala timbul atau sepuluh hari

    setelah terkena virus. Karena mekanisme ribavirin menghambat replikasi virus selama

    fase replikasi aktif, maka pemberian ribavirin lebih bermanfaat pada fase awal infeksi.

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    21/24

    21

    Penggunaan bronkodilator untuk terapi bronkiolitis telah lama diperdebatkan

    selama hampir 40 tahun.Terapi farmakologis yang paling sering diberikan untuk

    pengobatan bronkiolitis adalah bronkodilator dan kortiko steroid. Dapat diberikan

    nebulasi agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari) diencerkan dengan salin

    normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.

    Kortikosteroid yang digunakan adalah prednison, metilprrednisolon,

    hidrokortison, dan deksametason. Untuk penyamaan dilakukan konversi rata-rata

    dosis per hari serta rata-rata total paparan obat tersebut dengan ekuivalen mg/kgBB

    prednison. Rata-rata dosis per hari berkisar antara 0,6-6,3 mg/kgBB, dan rata-rata

    total paparan antara 3,0-18,9 mg/kgBB. Cara pemberian adalah secara oral,

    intramuskular, dan intravena. Tidak ada efek merugikan yang dilaporkan.

    Gambar 1. Tatalaksana Bronkioloitis

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    22/24

    22

    Komplikasi7

    Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan

    penyakit sebelumnya. Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru

    yang menetap, dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas bronkial.

    Komplikasi seperti otitis media akut, pneumonia bakterial dan gagal jantung jarang

    dijumpai. Beberapa studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut berat pada

    bayi akan berkembang menjadi asma. Suau studi kohort prospektif menemukan

    bahwa 23 % bayi dengan riwayat bronkhiolitis berkembang menjadi asma pada usia 3

    tahun, dibandingkan dengan 1 % pada kelompok kontrol.

    Prognosis7

    Perjalanan klinis umumnya dapat teratasi setelah 48-72 jam. Angka kematian pada

    penderita ini ditemukan < 1%. Kegagalan perawatan disebabkan apnea yang terjadi

    berlangsung lama, asidosis respiratorius yang tidak terkoreksi, atau karena dehidrasi

    yang disebabkan oleh takipnea dan kurang makan minum.

    Prognosis sangat tergantung oleh ketepatan diagnosis, fasilitas yang tersedia,

    ketepatan tatalaksana, dan kecermatan pemantauan, sehingga sangat mungkin

    prognosis semakin jelek pada penyakit ini dan akan meningkat di daerah perifer.

    Pencegahan7

    Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi aktif dan

    pasif.

    Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang mengandung

    titer antibodi protektif tinggi, (respigrama). Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB

    setiap bulan, diberikan secara intravena pada anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi

    lain adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan < 35 minggu dan bayi dengan

    displasia bronchopulmonari. Produk lain adalah antibodi kelas IgA monoklonal yang

    diberikan melalui tetes hidung setiap hari dan antibodi kelas IgG monoklonal yang

    diberikan secara intramuscular setiap bulan.

    Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah meningkatkan

    (augmentation) antibodi yang menetralisasi protein F dan G dengan cara pemberian

    dari luar dan imunisasi dari ibu. Pada manusia, efek imunoglobulin yang mengandung

    neutralizing antibody titer tinggi atau monoklonal terhadap protein F akan

    mengurangi beratnya penyakit. Bila pada bayi premature atau bayi dengan penyakit

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    23/24

    23

    paru kronis diberikan RSV hyperimmune globulinatau antibodi monoklonal terhadap

    protein F yang disebut dengan Palizumab setiap bulan, diberikan secara intramuskular

    setiap hari, lama perawatan RSV akan berkurang secara bermakna. Akan tetapi resiko

    efek samping kemungkinan meningkat pada bayi dengan penyakit jantung sianotik.

    Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live attenuated.

    Vaksin RSV pertama, yang terdiri dari cold passaged mutan, efektif untuk orang

    dewasa, tetapi pada anak terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat berubah menjadi

    virus biasa kembali. Kemudian dari permukaan glikoprotein murni, dikembangkan

    DNA dan peptik sintetik. Vaksin live attenuated mempunyai kelebihan, yaitu dapat

    diberikan intranasal dan menginduksi imunitas mukosa dan sistemik.

    Selain itu dilakukan pencegahan penyebaran silang dari virus RSV. RSV menyebar

    melalui hidung/muka ke tangan atau muka dari individu lain, sehingga perlu

    dilakukan prosedur cuci tangan yang baik terhadap perawat, pegawai maupun orang

    tua pasien untuk meminimalisir masalah tersebut. Dan hindari perawatan pasien anak

    dengan bronkiolitis (RSV positif atau sedang menunggu hasil) dengan anak-anak

    yang mempunyai resiko tinggi tertular RSV.

  • 8/10/2019 Asma Bronkiolitis

    24/24

    Daf tar Pustaka

    1. Behrman, R.E, 2010, Bronchiolitis, in the book, Nelson : Essentials of Pediatrics,

    W.B Sounders Company, Philadelphia, pg. 431-3.

    2.

    Behrman, R.E, 2002, Bronkiolitis, dalamIlmu Kesehatan Anak, ed. 12 bag. 2, alih

    bahasa Radja M.M, EGC, Jakarta, hal. 614-7.

    3. Anonim, 2005, Bronkiolitis akut, dalam Buku Kuliah Jilid 3 Ilmu Kesehatan

    Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta, 1233-4.

    4. Mansjoer, A., dkk, 2007. Bronkiolitis Akut, dalam buku Kapita Selekta

    Kedokteran.ed. Ketiga jilid pertama Media Aesculapius, FK UI, Jakarta, hal. 468-

    9.

    5. Schwartz, M.W., 2006, Respiratory Distress in the book Clinical Handbook of

    Pediatrics,Williams & Wilkins, A Waverly Company, Philadelphia, pg. 576.

    6. Anonim, 2007, Respiratory in the book, Paediatric Handbook, Royal Childrens

    Hospital, Melbourne, Australia, pg. 117.

    7.

    Rahajoe, Nastiti N., dkk, 2010, Bronkiolitis, dalam Buku Ajar Respirologi, Badan

    Penerbit IDAI, Jakarta, hal. 333-347.