Lapsus Rawat Inap Bronkiolitis

26
SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS RAWAT INAP DESEMBER 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA BRONKIOLITIS Disusun Oleh : Patricia Gloria Fernandez (1008012009) Pembimbing : dr. Hendrik B. Tokan, Sp. A dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp. A, M.Kes DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK SMF/ BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES LAPORAN KASUS RAWAT INAP GNA 1

description

smf ilmu kesehatan anak

Transcript of Lapsus Rawat Inap Bronkiolitis

Page 1: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS RAWAT INAP DESEMBER 2014

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS NUSA CENDANA

BRONKIOLITIS

Disusun Oleh :

Patricia Gloria Fernandez (1008012009)

Pembimbing :

dr. Hendrik B. Tokan, Sp. A

dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp. A, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK

SMF/ BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES

KUPANG

2014

Laporan Kasus rawat Inap GNA 1

Page 2: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Rawat Inap ini diajukan oleh :

Nama : Patricia Gloria Fernandez

NIM : 10012009

Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan para pembimbing klinik sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif di bagian Ilmu

Kesehatan Anak RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Pembimbing Klinik

1. dr. Hendrik B. Tokan, Sp. A 1. ………………….Pembimbing Klinik I

2. dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp. A, M.Kes 2. ………………….

Pembimbing Klinik II

Ditetapkan di : Kupang

Waktu : 02 Desember 2014

Laporan Kasus rawat Inap GNA 2

Page 3: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

LAPORAN KASUS RAWAT INAP

Bronkiolitis

Patricia Gloria Fernandez

SMF Ilmu Kesehatan Anak

RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes – FK Universitas Nusa Cendana

Fakultas Kedokteran Universitas Nusa cendana Kupang

dr. Hendrik B. Tokan, Sp.A dan dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp. A, M.Kes

I. PENDAHULUAN

Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut bagian bawah (IRA-B)

yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus yang mengakibatkan obstruksi

aliran udara. Sekitar 95% dari kasus bronkiolitis disebabkan oleh invasi Respiratory

Syncytial Virus (RSV). Beberapa penyebab lain bronkiolitis diantaranya Adenovirus,

virus influenza, virus parainfluenza, Rhinovirus, dan mikoplasma.(1,2,3)

Bronkiolitis merupakan IRA-B yang paling sering terjadi pada bayi. Paling

sering terjadi pada rentang usia dibawag 2 tahun dengan puncak kejadian pada usia 2-8

bulan dengan usia tersering rata-rata 6 bulan dan rasio ♂ : ♀ = 1, 25-1,6 : 1. Penelitian

Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki

berusia 3-6 bulan, yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup di lingkungan padat

penduduk . Kemungkinan kejadian bronkiolitis pada anak dengan ibu perokok lebih

tinggi.(1,2,4,5)

Bronkiolitis ditandai dengan gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas

akibat virus seperti: pilek ringan, batuk dan demam, namun jarang demam tinggi.

Selanjutnya dapat ditemukan gejala kesulitan bernapas (sesak), wheezing, sianosis dan

merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan napsu

Laporan Kasus rawat Inap GNA 3

Page 4: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

makan. Pemeriksaan fisik yang mengarah pada bronkiolitis adalah adanya takipnea,

takikardia, dan peningkatan suhu di atas 38,5ºC, dapat juga ditemukan konjungtivitis

ringan dan faringitis. Dapat juga ditemuakn ekspirasi yang memanjang hingga

wheezing, napas cuping hidung, retraksi dinding dada, dapat juga ditemukan ronkhi.

Sianosis dapat terjadi dan pada keadaan berat dapat terjadi apnea. Beberapa faktor

prediktor untuk beratnya bronkiolitis atau yang akan menimbulkan komplikasi yaitu:

masa gestasi kurang dari 34 minggu, usia kurang dari 3 bulan, sianosis, saturasi oksigen

kurang dari 90%, laju respiratori lebih dari 70x/menit, adanya ronkhi, dan riwayat

displasia bronkopulmoner. 1,2,3,5

Bronkiolitis pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Pasien bronkiolitis

dengan klinis ringan dapat rawat jalan, jika klinis berat harus dirawat inap. Sebagian

besar tatalaksana pada bronkiolitis bersifat suportif yaitu: pemberian oksigen, minimal

handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu

lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu dan nutrisi.

Setelah itu dapat digunakan bronkodilator, anti-inflamasi seperti kortikosteroid,

antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline

(polyclonal), atau humanized RSV monoclonal antibody.1

II. LAPORAN KASUS

a. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Rabu, 12

November 2014 pukul 15.30 WITA.

Identitas

Nama : an. MCCT

Tanggal Lahir : 05 April 2014

Laporan Kasus rawat Inap GNA 4

Page 5: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

Umur : 7 bulan 1 minggu

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Katolik

Anak ke : pertama, tunggal

Orang tua :

Ayah : Tn. OOT

Umur : 38 tahun

Pekerjaan : PNS

Ibu : Ny. MMB

Umur : 28 tahun

Pekerjaan : Perawat

Alamat : Sikumana - Maulafa Kupang

Keluhan Utama

Napas berbunyi, sesak sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa orang tua ke poli anak RSU W.Z. Johannes karena napas

berbunyi, dan anak terlihat sesak sejak pagi hari (08 November 2014).

Sebelumnya pasien mengalami batuk dan pilek selama ± 2 minggu. Batuk

berdahak, disertai sesak. Pasien juga mengalami demam sejak ± 5 hari SMRS.

Demam tidak disertai menggigil maupun kejang. Demam naik turun, terutama

siang hari dan malam hari. Menurut ibu tidak ada masalah pada napsu makan

anak selama sakit, namun bila anak menangis, anak akan memuntahkan

makanannya. Muntahan berisi makanan disertai lendir berwarna putih, dengan

frekuensi 1-2 kali sehari dan volumenya sebanyak ± kurang dari ½ gelas. Buang

air besar besar, 3-4 kali sehari, konsistensi baik. Buang air kecil baik, lancar,

tidak ada nyeri saat buang air, dengan frekuensi minimal 5 kali sehari. Menurur

orang tua, semakin banyak anak minum semakin bertambah frekuensinya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami pilek saat berusia 4 bulan namun tidak sampai

dirawat di rumah sakit.

Laporan Kasus rawat Inap GNA 5

Page 6: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

Riwayat Pengobatan

Sejak 5 hari SMRS anak dibawa oarang tua ke poli anak RSU W. Z.

Johannes, dan diberikan obat batuk dalam bentuk puyer, obat penurun panas,

dan antibiotik. Orang tua juga menggunakan balsem bayi, yang dioleskan di

dada dan leher anak selama anak sakit.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang sedang mengalami atau memiliki riwayat

penyakit paru maupun keluhan yang sama dengan pasien. Orang tua tidak

memiliki riwayat penyakit keturunan seperti diabetes melitus dan ibu memiliki

riwayat asma, dan ayah memiliki riwayat sinusitis.

Riwayat Lingkunagan

Pasien tinggal di rumah bersama ibu dan ayahnya, dengan ayah

memiliki kebiasaan merokok.

Riwayat Kehamilan

Ibu pasien G1P1A0, melakukan pemeriksaan kehamilan teratur sebanyak

10 kali di Rumah sakit dan mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali, serta minum

suplemen selama hamil. Tidak ada riwayat sakit maupun konsumsi obat-obatan

selain suplemen penambah darah.

Riwayat Persalinan

Pasien lahir cukup bulan, lahir secara SC di rumah sakit dengan bantuan

dokter Sp. OG pada tanggal 05 April 2014 oleh karena kala II memanjang, lahir

langsung menangis. Berat badan lahir 3,1 kg.

Riwayat Imunisasi

Imunisasi Hepatitis 3 kali, DPT 3 kali, BCG sebanyak 1 kali, Polio 4

kali, HIB 1 kali, dan belum imunisasi campak.

Riwayat Makan dan Minum

Pasien mendapat ASI eksklusif sampai berusia 6 bulan kemudian

dilanjutkan dengan ASI dan MP-ASI sampai saat ini.

Riwayat Tumbuh Kembang

Mengangkat kepala usia ± 2 bulan.

Berbalik ± 5 bulan.

Laporan Kasus rawat Inap GNA 6

Page 7: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

(Tidak ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan)

b. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan tanggal 11 November 2014

Keadaan umum

Kesadaran compos mentis, anak aktif dan tampak sakit ringan.

Tanda-tanda Vital

Nadi: 124 kali/menit, Pernapasan: 58 kali/menit, Suhu: 36,4oC,. CRT < 2 detik.

Status Gizi

Baik > -2 SD (BB: 7,5 kg. TB: 70,5 cm)

Kulit

Warna kuning langsat, turgor baik, tidak terdapat kelainan.

Kepala – Leher

Kepala : Bentuk kepala bulat, ubun-ubun besar dan ubun-ubun kecil

belum menutup,datar.

Rambut : Warna hitam, distribusi merata dan tidak mudah tercabut.

Wajah : simetris

Mata : simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

isokor (3mm/3mm), refleks cahaya langsung dan tidak langsung

(+/+), ptosis (-/-)

Telinga : serumen (-/-), daun telinga normal.

Hidung : deviasi septum nasi (-/-), sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-)

Mulut : mukosa bibir lembab, lidah kotor (-/-), tonsil T1/T1 tenang,

Leher : pembesaran Kelenjar Getah Bening (-), kaku kuduk (-).

Thorax

Pulmo :

Inspeksi : pengembangan dada simetris. Retraksi dinding dada (-/-)

Palpasi : vokal fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (+/+), ekspirasi

memanjang, napas anak berbunyi

Laporan Kasus rawat Inap GNA 7

Page 8: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra

Perkusi : batas atas ICS 2, batas kanan linea parasternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : tampak datar

Auskultasi : bising usus (+) kesan normal

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan.

Balottment (-)

Perkusi : timpani pada 9 regio abdomen

Genitalia

Perempuan, tidak ditemukan kelainan.

Anus

Ada anus, tidak ditemukan kelainan.

Ekstremitas

Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening di aksila dan inguinal, akral

hangat, tonus otot baik, tidak ada edema,

c. Diferensial diagnosa

o Bronkopneumonia

o Asma

o Pneumonia

o Croup

o Bronkitis

d. Diagnosis Kerja

o Bronkiolitis

Laporan Kasus rawat Inap GNA 8

Page 9: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

e. Follow up pasien

Tanggal 8 November 2014 – 3 November 2014

Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Planning Treatment8/11/2014 Anak batuk

berdahak, dan pilek, mengalami kesulitan bernapas.Tidak ada keluhan demam, maupun napsu makan. BAK dan BAB normal.

CMBB: 7 KgNadi: 124x/menitSuhu: 36,5oCNapas: 78x/menitMata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembab.Pulmo: vesikuler, ronkhi (+), Wheezing (+), ekspirasi memanjangCor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)

Bronkiolitis -D5 ¼ NS asnet-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 4 X 1,75 mg (iv)-Nebulisasi NaCl 3% 3cc (p-s)

9/11/2014 Batuk dan pilek berkurang, napas masih berbunyi dan cepat. Tidak ada demam maupun penurunan napsu makan. BAB dan BAK normal.Mengeluarkan lendir saat dinebulisasi

CMNadi: 118x/mntSuhu: 37oCNapas:74x/mntMata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembabPulmo: vesikuler, ronkhi (+) ↓, wheezing (+) ↓Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)

Bronkiolitis (membaik)

-D5 ¼ NS asnet-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 4 X 1,75 mg (iv)-Nebulisasi NaCl 3% 3cc (p-s)

10/11/2014 Batuk dan pilek berkurang, napas masih cepat. Tidak

CMNadi: 112x/mntSuhu: 36 oCNapas: 26x/mntTD: 110/70

Bronkiolitis (membaik)

-D5 ¼ NS 6 tpm-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 4 X 1,75 mg (iv)

Laporan Kasus rawat Inap GNA 9

Page 10: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

ada demam maupun penurunan napsu makan. BAB dan BAK normal.Mengeluarkan lendir saat dinebulisasi

Mata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T1-T1Pulmo: vesikuler, ronkhi (-), wheezing (+) ↓Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)

-Nebulisasi Combivent (Ipratropium bromide + albuterol) ½ ampul + NaCl 3% 3cc (p-s)

11/11/2014 Batuk dan pilek berkurang. Tidak ada demam maupun penurunan napsu makan. BAB dan BAK normal.Mengeluarkan lendir saat dinebulisasi

CMNadi:108x/mntSuhu: 36,4 oCNapas: 58x/mntMata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembab.Pulmo: vesikuler, ronkhi (-), wheezing (+) ↓Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)

Bronkiolitis (membaik)

-D5 ¼ NS 6 tpm-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 3 x 1,75 mg (iv)-Nebulisasi Combivent (Ipratropium bromide + albuterol) ½ ampul + NaCl 3% 3cc (p-s)

12/11/2014 Batuk dan pilek berkurang. Tidak ada demam maupun penurunan napsu makan. BAB dan BAK normal.Mengeluarkan lendir saat dinebulisasi

CMNadi:110x/mntSuhu: 35,5 oCNapas: 5x/mntMata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembab.Pulmo: vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)

Bronkiolitis (membaik)

-D5 ¼ NS 6 tpm-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 2 x 1,75 mg (iv)-Nebulisasi Combivent (Ipratropium bromide + albuterol ) ½ ampul + NaCl 3% 3cc (p-s)

Laporan Kasus rawat Inap GNA 10

Page 11: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

13/11/2014 Batuk dan pilek berkurang. Tidak ada demam maupun penurunan napsu makan. BAB dan BAK normal.Mengeluarkan lendir saat dinebulisasi

CMNadi:124x/mntSuhu: 35,9 oCNapas: 44x/mntMata: anemis -/-Mulut: mukosa bibir lembab.Pulmo: vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)Cor: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)Abd: BU kesan normalEks: akral hangat, edema (-)

Bronkiolitis (membaik)

-D5 ¼ NS 6 tpm-Inj. Ampicilin 4 x 175 mg (iv)-Dexamethason 2 x 1,75 mg (iv)-Nebulisasi Combivent (Ipratropium bromide + albuterol ) ½ ampul + NaCl 3% 3cc (p-s)-Pulang

III. DISKUSI

Dilaporkan seorang anak perempuan (an. MCCT) berumur 7 bulan dengan berat

badan 7,4 kg dan tinggi badan 70,5 cm. Dirawat di ruang anak RSUD Prof. W. Z.

Johannes dari tanggal 08 November 2014 sampai tanggal 13 November 2014, dengan

diagnosa Bronkiolitis.

Diagnosis Bronkiolitis didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini diagnosa Bronkiolitis, ditegakkan berdasarkan:

I. Anamnesis

Penggalian informasi menyeluruh mengenai gejala yang diderita harus

diperoleh, disertai dengan ada tidaknya faktor risiko yang dapat mengarah pada

kemungkinan diagnosa Bronkiolitis. Paling sering, pasien adalah seorang anak, berusia

dibawah 2, dengan usia puncak 2-8 bulan. Dapat ditanyakan pula mengenai riwayat

kelahiran bayi : pasien dengan prematuritas, lahir prematur dengan kemungkinan

menderita RSV-assosiated hospitalization, pasien dengan kelainan jantung bawaan,

riwayat menderita chronic lung disease of prematurity. Ada tidaknya riwayat sakit

Laporan Kasus rawat Inap GNA 11

Page 12: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

dalam keluarga seperti, ada tidaknya riwayat penyakit atopik dalam keluarga untuk

menyingkirkan diagnosa asma bronkiale. Dapat pula ditanyakan kondisi lingkungan

tempat tinggal, adakah perokok aktif yang merokok disekitar anak, maupun kondisi

tempat tinggal yang kurang terjamin kebersihannya dan kondisi sosial ekonomi yang

rendah.5

Gejala bronkiolitis ditandai dengan gejala awal berupa gejala infeksi respiratori

atas akibat virus seperti: pilek ringan, batuk dan demam, namun jarang demam tinggi.

Selanjutnya dapat ditemukan gejala kesulitan bernapas (sesak), sianosis dan merintih

(grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan napsu makan.

Beberapa faktor prediktor untuk beratnya bronkiolitis atau yang akan menimbulkan

komplikasi yaitu: masa gestasi kurang dari 34 minggu, usia kurang dari 3 bulan,

sianosis, saturasi oksigen kurang dari 90%, laju respiratori lebih dari 70x/menit, dan

riwayat displasia bronkopulmoner. 1,2,3,5

Pada alloanamnesa yang dilakukan dengan ibu pasien diketahui anak terlihat

sesak sejak pagi hari (08 November 2014). Sebelumnya pasien mengalami batuk dan

pilek selama ± 2 minggu. Batuk berdahak, disertai sesak. Pasien juga mengalami

demam sejak ± 5 hari SMRS. Demam tidak disertai menggigil maupun kejang. Demam

naik turun, terutama siang hari dan malam hari. Menurut ibu tidak ada masalah pada

napsu makan anak selama sakit, namun bila anak menangis, anak akan memuntahkan

makanannya. Muntahan berisi makanan disertai lendir berwarna putih, dengan frekuensi

1-2 kali sehari dan volumenya sebanyak ± kurang dari ½ gelas. Menurut pengakuan ibu,

ibu memiliki riwayat asma, dan ayah memiliki riwayat sinusitis selain itu ayah juga

memiliki kebiasaan merokok.

Laporan Kasus rawat Inap GNA 12

Page 13: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

Dari hasil anamnesis pada kasus ini, ditemukan gejala yang mendukung diagnosis

bronkiolitis yaitu, pasien berusia 7 bulan,yang adalah usia puncak penderita bronkiolitis

pada anak dibawah 2 tahun; dan ayah yang merupakan perokok aktif. Gejala awal yang

dialami anak adalah : batuk dan pilek dengan demam ringan, adanya kesulitan bernapas,

napas berbunyi, dan muntah dengan muntahan berisi lendir.

II. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang mengarah pada bronkiolitis adalah adanya takipnea,

takikardia, dan peningkatan suhu di atas 38,5ºC, dapat juga ditemukan konjungtivitis

ringan dan faringitis. Dapat juga ditemuakn ekspirasi yang memanjang hingga

wheezing, napas cuping hidung, retraksi dinding dada, dapat juga ditemukan ronkhi.

Sianosis dapat terjadi dan pada keadaan berat dapat terjadi apnea.1,5

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada kasus ini menemukan adanya takipnea,

dan pada pemeriksaan auskultasi paru didapatkan ronkhi, wheezing dan ekspirasi yang

memanjang.

III. Pemeriksaan Penunjang

Pada Bronkiolitis pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin kurang bermakna

karena jumlah leukosit dan elektrolit biasanya normal. Pada pemeriksaan radiologi, foto

thoraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat namun gambaran ini tidak

bersifat khas karena dapat juga ditemukan pada asma dan pneumonia. Dapat pula

ditemukan gambaran atelektasis terutama pada saat konvalensens akibat sekret pekat

bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan

peningkatan diameter antero-lateral.1

Laporan Kasus rawat Inap GNA 13

Page 14: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

Untuk menentukan etiologinya adalah RSV perlu dilakukan kultur virus, rapid

antigen detection test (direct immunoflouresence assay dan enzyme-linked

immunosorbent assay, ELISA) atau polymerase chain reaction (PCR), dan pengukuran

titer antibodi pada fase akut dan konvalesens.1

Beratnya penyakit bronkiolitis ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan

berbagai skala klinis, seperti Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI) atau

modifikasinya yang mengukur laju pernapasan/ respiratory rate, usaaha napas, beratnya

wheezing dan oksigenasi.1

Skala klinis yang digunakan Abul-Ainine dan Luyt, adalah1 :

1. Respiratory rate : dihitung manual, baik dengan palpasi dan melihat gerakan

dada, dilakukan selama satu menit penuh, dua kali penghitungan dan diambil

rata-ratanya.

2. Heart rate : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima kali selama

pengamatan satu menit dan diambil rata-ratanya.

3. Saturasi O2 : diambil dari pulse oxymetry yang dibaca lima kali selama

pengamatan satu menit dan diambil rata-ratanya.

4. Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI menurut Lowell dkk.

5. Status aktivitas bayi (empat tingkat : tidur, tenang, rewel, menangis).

Pada kasus ini, tidak dilakukan pemeriksaan penunjang sehingga diagnosis akhir

pasien hanya ditegakan melalui gejala klinis yang diperoleh dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik.

IV. Penatalaksanaan

Laporan Kasus rawat Inap GNA 14

Page 15: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

Bronkiolitis pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Pasien bronkiolitis

dengan klinis ringan dapat rawat jalan, jika klinis berat harus dirawat inap. Sebagian

besar tatalaksana pada bronkiolitis bersifat suportif yaitu: pemberian oksigen, minimal

handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu

lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu dan nutrisi.

Setelah itu dapat digunakan bronkodilator, anti-inflamasi seperti kortikosteroid,

antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline

(polyclonal), atau humanized RSV monoclonal antibody.1,5

Pada kasus ini telah diberikan terapi berupa IVFD D5 ¼ NS yang hanya

diberikan asal netes dengan maksud untuk jalur pemberian obat-obatan injeksi lain,

karena secara umum napsu makan anak baik, dan kebutuhan cairan anak masih dapat

terpenuhi dari asupan oral. Injeksi antibiotik Ampicilin 4 x 175 mg (iv), pada kasus

bronkiolitis yang umumnya disebabkan oleh virus, sebenarnya pemberian antibiotik

sebenarnya tidak perlu. Di Indonesia, penggunaan uji serologis terhadap RSV yang

adalah virus tersering penyebab bronkiolitis belum dilakukan, sehingga penyakit ini

sulit dibedakan dengan pneumonia bakteri. Selain itu adanya alasan pada bronkiolitis

yang disertai demam dan pasien usia bayi dikhawatirkan adanya superinfeksi bakteri,

sehingga diberikan antibiotik, walaupun alasan penggunaannya masih belum tepat.1

Pada kasus ini pasien juga diberikan Dexamethason 4 X 1,75 mg (iv) dan

Nebulisasi NaCl 3% 3cc (p-s) pada hari pertama dan selanjutnya diberikan Nebulisasi

NaCl dengan tambahan pemberian Combivent (Ipratropium bromide/salbutamol)

sebanyak ¼ ampul. Pemberian kortikostreroid masih menjadi kontroversi meskipun

beberapa penelitian yang mengatakan pemberian kortikosteroid dapat menurunkan skor

gejala klinis dan lama perawatan di rumah sakit.1 Pemberian nebulisasi NaCl 3% 3cc

Laporan Kasus rawat Inap GNA 15

Page 16: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

pada kasus ini dengan maksud untuk meningkatkan pembersihan mukosiliar melalui

induksi aliran osmotik air ke lapisan lendir dan memecahkan ikatan ion dalam gel

lendir. Pada pemberian hypertonic saline atau NaCl 3%, sebaiknya bersamaan dengan

pemberian bronkodilator, salah satunya untuk menghindari efek samping bronkospame.

Pada hari selanjutnya diberikan tambahan combivent, yang merupakan kombinasi

Ipratropium bromide dan albuterol sebagai bronkodilator.1,5,6

III. KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus Bronkiolitis pada anak dengan usia 7 bulan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis. Penatalaksanaan

dengan pemberian IVFD D5 ¼ NS , injeksi antibiotik ampicilin 4 x 175 mg (iv),

dexamethason 4 X 1,75 mg (iv) dan nebulisasi NaCl 3% 3cc dengan tambahan

pemberian combivent (Ipratropium bromide dan albuterol sulfat) sebanyak ¼ ampul.

Prognosis pasien adalah baik.

Laporan Kasus rawat Inap GNA 16

Page 17: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Zain MS. Bronkiolitis. Dalam Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,

penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta : Penerbit IDAI

2010. Hal 333-47.

2. Supriyatno, Bambang. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Sari

Pediatri, Vol. 8, No. 2, September 2006 : 100-6.

3. Seattle Children’s Hospital. Bronchiolitis and HFNC Pathway. Seattle

Children’s Hospital Research and Foundation. Desember 2013. Last update :

Februari 2014. Available from :

http://www.seattlechildrens.org/pdf/bronchiolitis-pathway.pdf

http://www.seattlechildrens.org/pdf/HFNC-pathway.pdf

4. Subnada IB, Setyanto DB, Supriyanto B, Boediman I. Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Bronkiolitis Akut. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 6, April

2009 : 392-96

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pudjiadi A.H, dkk. Bronkiolitis. Pedoman

Pelayanan Medis. Jakarta : IDAI. 2009; hal 30-2.

6. Qymar et al. Acute bronchiolitis in infants, a review. Scandinavian Journal of

Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine. 2014, 22: 23

Laporan Kasus rawat Inap GNA 17

Page 18: Lapsus Rawat Inap  Bronkiolitis

Laporan Kasus rawat Inap GNA 18