BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

25
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi Sectio caesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dai 1000 garm atau umur kemamilan > 28 minggu (Manuaba, 2012). Sectio caesarea merupakan tindakan melahirkan bayi melalui insisi (membuat sayatan) didepan uterus. Sectio caesarea merupakan metode yang paling umum untuk melahirkan bayi, tetapi masih merupakan prosedur operasi besar, dilakukan pada ibu dalam keadaan sadar kecuali dalam keadaan darurat (Hartono, 2014). Persalinan melalui sectio caesarea (SC) didefinisikan sebagai pelahiran janin melalui insisi didinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Norman, 2012) 2.1.2. Indikasi Sectio caesarea Beberapa indikasi dilakukan tindakan sectio caesarea yaitu antara lain sebagai berikut : a. Faktor Janin Faktor janin merupakan tindakan operasi sesar yang dilakukan karena kondisi janin tidak memungkinkan untuk dilakukan persalinan normal, contohnya bayi yang terlalu besar dengan perkiraan berat lahir

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sectio caesarea

2.1.1. Definisi

Sectio caesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen

dan uterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dai 1000 garm atau umur

kemamilan > 28 minggu (Manuaba, 2012). Sectio caesarea merupakan tindakan

melahirkan bayi melalui insisi (membuat sayatan) didepan uterus. Sectio caesarea

merupakan metode yang paling umum untuk melahirkan bayi, tetapi masih

merupakan prosedur operasi besar, dilakukan pada ibu dalam keadaan sadar

kecuali dalam keadaan darurat (Hartono, 2014). Persalinan melalui sectio

caesarea (SC) didefinisikan sebagai pelahiran janin melalui insisi didinding

abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Norman, 2012)

2.1.2. Indikasi Sectio caesarea

Beberapa indikasi dilakukan tindakan sectio caesarea yaitu antara lain

sebagai berikut :

a. Faktor Janin

Faktor janin merupakan tindakan operasi sesar yang dilakukan

karena kondisi janin tidak memungkinkan untuk dilakukan persalinan

normal, contohnya bayi yang terlalu besar dengan perkiraan berat lahir

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

9

4.000 gram. atau lebih. Kondisi tersebut jika dilakukan persalinan

normal dapat membahayakan keselamatan ibu dan janinnya. Pada

posisi sungsang berat janin lebih dari 3600 gram sudah dianggap besar

sehingga perlu dilakukan kelahiran dengan operasi sesar (Nugroho,

2012)

b. Letak Sungsang

Sekitar 3-5 % atau 3 dari 100 bayi lahir dalam posisi sungsang.

Keadaan janin sungsang terrjadi apabila letak janin didalam rahim

memanjang dengan kepala berada dibagian atas rahim, sementara

bokong berada dibagian bawah rongga rahim. Risiko bayi lahir

sungsang pada persalinan alami diperkirakan 4 kali lebih besar

dibandingkan lahir dengan letak kepala yang normal. Oleh karena itu

biasanya langkah terakhir untuk menntisipasi hal terburuk karena

persalinan yang tertahan akibat janin sungsang adalah operasi

(Heryani, 2012)

c. Letak Lintang

Kelainan lain yangsering terjadi adalah letak lintang atau miring

(oblique). Letak yang demikian menyebabkan poros janin tidak sesuai

dengan arah jalan lahir. Letak miring yang dimaksud yaitu letak kepala

pada posisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada

umumnya bokong akan berada sedikit lebih tinggi daripada kepala

janin, sementara bahu berada pada bagian atas panggul. Konon

punggung dapat berada didepan, belakang, atas maupun bawah.

Kelainan letak lintang ini hanya terjadi sebanyak 1%. Kelainin ini

biasanya ditemukan pada perut ibu yang menggantung atau karena

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

10

adanya kelainan bentuk rahim. Penanganan untuk kelainan letak

lintang ini juga sifatnya sangat individual . Apabila dokter

memutuskan untuk melakukan tindakan operasi, sebelumnya harus

memperhitungkan sejumlah faktor keselamatan ibu dan bayi

(Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012)

d. Ancaman Gawat Janin (fetal distress)

Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan

dokter untuk memutuskan dilakukaknnya operasi. Seperti diketahui,

sebelum lahir, janin mendapat oksigen dari ibunya melalui ari-ari dan

tali pusat. Apabila terjadi gangguan pada ari-ari akibat ibu menderita

tekanan darah tinggi atau kejang rahim, serta gangguan pada tali pusat

(akibat tali pusat terjepit antara tubuh bayi maka jatah oksigen yang

disalurkan ke bayi pun menjadi berkurang. berakibat janin akan

tercekik karena kehabisan nafas. Kondisi ini bisa menyebabkan janin

mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam

rahim (Liu, 2008).

e. Bayi Kembar

Pada konsidi Bayi kembar akan di lahirkan secara operasi sesar,

kelahiran kembar ini memiliki resiko terjadinya komplikasi yang lebih

tinggi dari pada kelahiran satu bayi. Misalnya, lahir prematur atau lebih

cepat dari waktunya. Sering kali terjadi preeklampsi pada ibu yang

hamil kembar karena stres. Selain itu karena bayi kembar pun dapat

mengalami sungsang sehingga sulit untuk melahirkan normal

(Manuaba, 2012)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

11

f. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat

tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.

Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37

minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.

g. Faktor Ibu

1) CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar

panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin

yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara

alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa

tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan

yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.

Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul

patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses

persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.

Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga

panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul

menjadi abnormal.

2) PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang

langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih

belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan

eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal

paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

12

amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar

tidak berlanjut menjadi eklamsi.

2.1.3. JenisSectio Cesarea

a. Insisi Abdominal

Pada dasarnya insisi ini adalah garis tengah subumbilikal dan insisi

abdominal transversa

1) Insisi Garis Tengah Subumbilikal

Insisi garis tegah subumblikal adalah operasi yang di lakukan di

bawah segmen kulit, Bekas luka tidak terlihat, terdapat banyak

ketidaknyamananan pasca operasi dan luka jahitan lebih

cenderung muncul di bandingkan dengan insisi tranversa. Insisi

garis tegah subumblikal ini lebih mudah dan cepat, dengan

pendarahan minimal (Liu, 2008). Tanpa membuka peritoneum

parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum

abdominal.Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang

konkat pada segmen bawah rahim low servical transversal kira-

kira 10 cm kelebihannya adalah penjahitan luka lebih mudah,

Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik (Jitowiyono

& kristiyanasari 2012).

2) Insisi Tranversa

Insisi transversa merupakan jenis operasi Sectio caesarea yang

menimbulkan sedikit jahitan dan sedikit ketidaknyamanan,

memungkinkan mobilitas pasca operasi yang lebih baik. Insisi

Secara teknis lebih sulit kususnya pada operasi berulang. Insisi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

13

ini lebih vaskuler dan memberikan akses yang lebih sedikit

(Manuaba, 2012). Section cesaria klasik atau korporal dengan

insisi memanjang pada korpus uteri sedangkan section cesaria

ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada

segmen bawah rahim. Sectio caesarea klasik atau corporal

dengan insisi memanjang pada corpus uteri. Dilakukan dengan

membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.

Kelebihannya adalah Mengeluarkan janin dengan cepat, tidak

mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, sayatan bisa

diperpanjang proksimal atau distal (Manuaba, 2012).

b. Insisi Uterus

Jalan masuk ke dalam uterus dapat melalui insisi garis tengah atau

segmen bawah tranversa

1) Sectio caesarea segmen bawah

Sectio caesarea segmen bawah adalah pendekatan yang lazim di

gunakan. Keuntungan dari Sectio Caesare segmen bawah yaitu

Lokasi tersebut meiliki sedikit pembuluh darah sehingga

kehilangan darah yang di timbulkan hanya sedikit, Mencegah

penyebaran infeksi ke rongga abdomen, merupakan bagian

uterus yang sedikit berkontraksi sehingga hanya sedikit

kemungkinan terjadinya rupture pada bekas luka di kehamilan

berikutnya. Penyembuhan lebih baik dengan komplikasi

pascaoperasi yang lebih sedikit seperti pelekatan. Kerugiannya

yaitu Lokasi uterus yang berdekatan dengan kandung kemih

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

14

meningkatkan resiko kerusakan kususnya pada prosedur

pengulangan, Perluasan kes sudut lateral atau belakang kandung

kemih dapat meningktakan kehilangan darah (jitowiyono &

kristiyanasari, 2012). Sectio caesarea segmen bawah yaitu dengan

melakukan sayatan mendatar. Pada jenis ini di buat sayatan kecil

melintang di bawah uterus (rahim), kemudian sayatan ini

dilebarkan degan jari-jari tangan dan berhenti di daerah

pembuluh-pembuluh darah uterus. Pada sebagian besar bayi

kasus persalinan, posisi kepala bayi terletak dibalik sayatan,

sehingga harus diekstraksi atau didorong, diikuti oleh bagian

tubuh lainnya, dan plasenta serta selaput ketuban (Liu, 2008).

2) Sectio caesarea klasik atau segmen atas

Sectio caesarea klasik adalah jenis insisi di lakukan secara vertical

di garis tengah uterus. Indikasi penggunaannya meliputi Getasi

dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah, Jika

akses ke segmen bawah terhalang oleh pelekatan fibroid uterus,

Jika ada karsinoma serviks (Liu, 2008). Segmen atas pada

persalinan sectio caesarea adalah pembedahan melalui

sayatanvertikal pada dinding perut (abdomen) yang leboh

dikenal dengan classical incision atau sayatan klasik. Jenis ini

memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar

bayi. Operasi section caesarea jenis ini jarang digunakan untuk

tenaga kedokteran karena lebih beresiko pada kelahiran.

Seringkali diperlukan luka insisi yang lebih lebar karena bayi

sering dilahirkan dengan bokong dahulu (Liu, 2008).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

15

3) Insisi Kronig-Gelhon-Beck

Insisi kronig-Gelhom-Beck ini adalah insisi garis tengah pada

segmen bawah yang di gunakan pada pelahiran premature

apabila segmen bawah terbentuk dengan buruk atau dalam

keadaan terdapatnya perluasan ke segmen uterus bagian atas

yang di lakukan untuk banyak akses. Insisi ini lebih sedikit

komplikasi dari pada sectio caesaraea secara klasik. Operasi

yang mengeluarkan janin dari cavum uteri bisa karena janin

sudah mati dan laksung dilakukan histerektomi, misalnya pada

keadaan infeksi rahim yang berat (Liu, 2008).

2.1.4. Komplikasi

a. Infeksi puerperal (nifas)

Infeksi ini berupa ringan dan berat, kenaikan suhu beberapa hari

termasuk dalam kategori ringan, sedangkan suhu yang lebih tinggi,

disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung termasuk sedang.

kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dengan peritonitis , sepsis dan

ileus paralitik termasuk dalam kategori berat. Infeksi disebabkan oleh

adanya kuman atau bakteri sumber penyebab infeksi pada daerah luka.

Infeksi menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrosis yang

menghambat penyembuhan luka (Marmi, 2016).

b. Perdarahan

Perdarahan disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus

dan terbuka, atonia uteri, perdarahan pada plasental bed. Perdarahan

primer sebagai akibat kegagalan mencapai homeostatis karena insisi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

16

rahim atau akibat atonia uteri yang dapat terjadi setelah pemanjangan

masa persalinan.Sepsis setelah terjadi pembedahan, frekuensi dari

komplikasi ini lebih besar bila sectio caesaria dilaksanakan selama

persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim.Luka kandung

kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisis

terlalu tinggi. Cidera pada sekeliling struktur usus besar, kandung

kemih yang lebar dan ureter. Hematuri singkat dapat terjadi akibat

terlalu antusias dalam menggunakan regaktor di daerah dinding

kandung kemih (Jitowiyono & Kristyanasari, 2012)

c. Komplikasi yang timbul pada eklampsia

Komplikasi tergantung derajat pre eklampsia atau eklampsia antara

lain Antonia uteri, Sindom HELLP (Hemolysis, Elevated Livr

Enzimes, Low Platelet Count), ablasi retina, KID (Koagulasi

Intravaskuler Diseminata), Gagal gijal, Perdarahan otak, edema paru,

gagal jantung, hingga syok dan kematian. Komplikasi pada janin

berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi uteroplasenta,

misalnya pertumbuhan janin terlambat dan prematuritas (Saputri,

2013).

d. Hipotermi

Perawatan pasien pasca bedah dapat menjadi kompleks akibat

perubahan fisiologis yang mungkin terjadi, diantaranya komplikasi

perdarahan, irama jantung tidak teratur, gangguan pernafasan,

sirkulasi, pengontrolan suhu (hipotermi), serta fungsi-fungsi vital

lainnya seperti fungsi neurologis, integritas kulit dan kondisi luka,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

17

fungsi genito-urinaria, gastrointestinal, keseimbangan cairan dan

elektrolit serta rasa nyaman (Potter, 2006). Beberapa kejadian

menggingil (hipotermia) yang tidak diinginkan mungkin dialami pasien

akibat suhu yang rendah di ruang operasi, infus dengan cairan yang

dingin, inhalasi gas-gas yang dingin, kavitas atau luka terbuka pada

tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia yang lanjut, atau agent obat-

obatan yang digunakan seperti vasodilator/fenotiasin. (Minarsih 2013)

2.1.5. Fisiologi Ibu Post Partum

Perubahan yang terjadi selama masa nifas post sectio caesarea adalah

sebagai berikut Uterus merupakan alat yang keras karena kontraksi dan reaksi

otot-ototnya. Fundus uteri 3 jari dibawah pusat. Ukuran uterus mulai dua hari

berikunnya akan mengecil hingga hari kesepuluh tidak teraba dari luar.

Involusi uterus terjadi karena masing-masing sel menjadi kecil, yang

disebabkan oleh proses antitoksis dimana zat protein dinsing pecah,

diabsorbsi dan di buang melalui air seni. Sedangkan endometrium menjadi

luka degan permukaan kasar, tidak rata kira-kira sebesar telapak tangan. Luka

ini akan mengecil hingga sembuh dengan pertumbuhan endometrium baru

bawah permukaan luka, mulai pinggir dan dasar luka (Saleha, 2009)

2.1.6. Penatalaksanaan

Menurut Manuaba (2012), beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai

penatalaksanaan pada ibu post Sectio caesarea antara lain :

1. Pemberian cairan : Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca

operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

18

2. mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau

komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan

biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah

tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi

darah sesuai kebutuhan.

3. Diet : Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita

flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.

Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan

pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

4. Mobilisasi : Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi, Miring kanan

dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi, Latihan

pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini

mungkin setelah sadar. Hari kedua post operasi, penderita dapat

didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu

menghembuskannya. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah

menjadi posisi setengah duduk (semifowler). Selanjutnya selama

berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama

sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3

sampai hari ke5 pasca operasi.

5. Kateterisasi : Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan

tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan

menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /

lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

6. Pemberian obat-obatan

Antibiotik

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

19

Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran

pencernaan

Obat-obatan lain

7. Perawatan luka : Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi,

bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti

Perawatan rutin : Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan

adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

2.2. Konsep Suhu tubuh

2.2.1. Definisi

Produksi panas tubuh pada prinsipnya merupakan hasil dari

metabolisme. Metabolisme yang menentukan produksi panas antara lain

aktivitas otot, hormon dalam tubuh, stimulasi simpatis sel, peningkatan

aktivitas kimia dalam tubuh dan asimilasi makanan (Hall, 2016).

Keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas menentukan suhu

tubuh. Fungsi tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan

karena sistem enzim memiliki rentang suhu normal yang sempit agar

berfungsi optimal (Ganong, 2008). Suhu tubuh pada prinsipnya dikontrol

oleh panas yang hilang dan panas yang diproduksi oleh tubuh (Kam and

Power 2015). Sebagian besar panas yang diproduksi oleh tubuh merupakan

hasil samping metabolisme organ dalam, terutama hepar, otak, jantung, dan

otot rangka selama melakukan latihan. Semakin tinggi aliran darah ke perifer

maka semakin banyak panas yang di distribusikan. Semakin sedikit aliran

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

20

darah ke perifer maka semakin sedikit panas yang di distribusikan (Diaz

2010).

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang di produksi

oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar tubuh

(Potter & Perry, 2005:760). Suhu tubuh pada manusia relatif konstan. Kulit

merupakan organ tubuh yang bertanggung jawab dalam memelihara suhu

tubuh agar tetap normal dengan mekanisme tertentu. Suhu tubuh manusia

normal kisaran antara 36° - 37° C. Panas di produksi tubuh melalui proses

metabolisme aktivitas otot dan sekresi pada kelenjar. Produksi panas dapat

meningkat atau juga dapat menurun dipengaruhi oleh beberapa hal. Dan suhu

tubuh yang terlalu ekstrim baik panas maupun dingin juga dapat

menyebabkan berbagai komplikasi hingga menyebabkan kematian. Oleh

karena itu perawat perlu membantu klien saat homeostatis tubuh untuk

mengontrol suhu tubuhnya tidak mampu mengatasi perubahan suhu tubuh

tersebut secara efektif. (Asmadi, 2008:155).

2.2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

Menurut Asmadi (2008:157) beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi peningkatan ataupun penurunan suhu tubuh pada manusia

antara lain :

a. Umur

Pada orang dewasa dengan bayi mekanisme pengaturan suhu tubuh

berbeda. Karena pada bayi mekanisme pengaturan suhu tubuh belum

sempurna oleh karena itu suhu tubuh bayi sangat dipengaruhi oleh

lingkungan dan harus selalu dilindungi dari perubahan suhu yang ekstrim.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

21

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin antara laki – laki dan perempuan pun berbeda. Misalnya,

pada wanita terdapat peningkatan suhu sebesar 0.3°-0,5°C saat

mengalami ovulasi. Hal tersebut karena selama ovulasi terjadi

peningkatan hormon progesteron dan hormon esterogen dan

progesteron meningkatkan basal metabolism rate.

c. Emosi

Keadaan emosi dan perilaku yang berlebihan dapat mempengaruhi suhu

tubuh. Peningkatan emosi dapat meningkatkan suhu tubuh. Pada orang

yang apatis maupun depresi dapat menurunkan produksi panas, sehingga

suhu tubuh pun dapat menurun secara signifikan.

d. Aktifitas Fisik

Sebagai hasil dari kita melakukan aktifitas fisik seperti berolah raga suhu

tubuh dapat meningkat. Karena dengan olah raga dapat meningkatkan

metabolisme sel sehingga produksi panas pun meningkat yang pada

akhirnya dapat meningkatkan suhu tubuh.

e. Lingkungan

Lingungan juga dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Ketika

lingkungan panas dapat meningkatkan suhu tubuh manusia. Selain itu

jika lingkungan dingin suhu tubuh akan beradaptasi sehingga dapat

menurunkan suhu tubuh seseorang.

2.2.3 Mekanisme Termoregulasi

Secara fisiologis, tubuh menggunakan 4 mekanisme untuk menstranfer

panas : radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi (Sherwood, 2013).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

22

1. Radiasi

Radiasi merupakan emisi energi panas dari permukaan tubuh dalam

bentuk gelombang elektromagnetik (Sherwood, 2013). Apabila suhu

tubuh lebih tinggi dari suhu di sekitar, jumlah panas yang diradiasikan

dari tubuh lebih besar daripada yang diradiasikan ke tubuh (Hall, 2016).

2. Konduksi

Perpindahan panas secara konduksi terjadi secara langsung dari suhu

tinggi ke rendah. Panas merupakan energi kinetik yang bergerak

molekuler, sedangkan molekul kulit mengalami gerakan vibrasi secara

terus menerus. Banyak energi dari pergerakan ini dapat ditransfer ke

udara apabila suhu udara lebih dingin dari kulit. Apabila suhu udara yang

berdekatan dengan kulit sama dengan suhu kulit, maka tidak terjadi

kehilangan panas (Hall, 2016).

3. Konveksi

Ketika tubuh kehilangan panas secara konduksi akibat udara sekitar yang

lebih dingin, udara yang kontak dengan kulit akan dihangatkan. Karena

udara hangat lebih ringan, maka udara hangat akan naik dan udara dingin

akan bergerak menggantikan udara hangat di kulit. Proses ini terjadi

secara berulang dan disebut arus konveksi (Sherwood, 2013).

4. Evaporasi

Selama terjadi evaporasi pada permukaan kulit, panas diperlukan untuk

mengubah air dari bentuk cair ke gas yang diserap kulit, sehingga

mendinginkan tubuh. Karena kulit tidak sepenuhnya tahan air, molekul

air secara konstan berdifusi melalui kulit dan berevaporasi. Evaporasi

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

23

yang terjadi dari kulit tidak berkaitan dengan kelenjar keringat

(Sherwood, 2013).

2.2.4 Perubahan Suhu

Perubahan suhu tubuh jika di temukan diluar rentang nilai normal

mempengaruhi set point hipotalamus. Perubahan ini dipengaruhi oleh produksi

panas yang berlebihan, produksi panas minimal, dan pengeluaran panas yang

berlebihan. Sifat perubahan tersebut mempengaruhi masalah klinis yang

dialami klien. Pengeluaran panas akibat paparan terus menerus terhadap suhu

dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas,

mengakibatkan hipotermia. Hipotermi diklasifikasikan menurut pengukuran

suhu inti. Hal tersebut dapat terjadi kebetulan atau tidak sengaja selama

prosedur bedah untuk mengurangi kebutuhan metabolik dan kebutuhan

tubuh terhadap oksigen. Bagian tubuh yang rentan terhadap rangsang dingin

adalah lobus telinga, ujung hidung, jari, dan jari kaki. Pasien akan mengalami

hilang sensasi pada daerah yang terkena. Interverensi yang dapat dilakukan

yaitu tindakan memanaskan secara bertahap, analgesik, dan perlindungan area

yang terkena. (Potter, 2005:764 - 766)

Terpapar panas dalam kurun waktu yang cukup lama dapat

meningkatkan aktivitas metabolik tubuh dan meningkatkan kebutuhan

oksigen jaringan. Pemaparan pada panas yang lama dan berlebihan juga dapat

memberikan efek fiosiologis khusus, seperti terpapar panas pada lokal

tertentu dapat menimbulkan luka bakar derajat pertama, derajat kedua, atau

luka bakar derajat tiga. Pada pasien post operative sectio caesarea dengan post

anastesi membutuhkan pengawasaan yang ketat di ruang pulih sadar. Yang

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

24

paling perlu diperhatikan adalah perubahan suhu tubuh pasien. Pada

pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dengan menggunakan termometer

pada lokasi yang berbeda melalui oral, rectal, dan kulit dimana lokasi tersebut

perlu mengandalkan sirkulasi darah di tempat pengukuran. Suhu pada

membran timpani mengandalkan radiasi panas suhu tubuh karena suplai

darah pada membrane timpani dianggap sebagai suhu inti. Seperti pada tabel

Perry & Potter (2005) ditetapkan bahwa :

Tempat pengukuran suhu (oral, rektal, aksila, membrane timpani,

esophagus, arteri pulmonary, atau bahkan kandung kemih) merupakan salah

satu faktor yang menentukan suhu tubuh pasien. Pengukuran suhu yang

paling umum dan sering digunakan adalah termometer aksila. Termometer

aksila merupakan termometer yang tempat kegunaannya ialah diletakkan

didaerah aksila atau ketiak dengan menggunakan termometer raksa atau

digital. Menurut Potter & Perry (2005) terdapat beberapa jenis termometer

yang bisa digunakan untuk menentukan suhu tubuh yaitu termometer air

raksa atau kaca, termometer elektronik, termometer infra merah dan

termometer sekali pakai. Setiap alat pengukur suhu tubuh menggunakan skala

celcius atau skala farenheit.

1. Termometer Air Raksa

Termometer air raksa atau kaca adalah termometer yang paling

sering kita jumpai dan sering digunakan. Termometer tersebut tebuat

dari tabung kaca dimana salah satu ujungnya tertutup dan ujung lainnya

terdapat sisi pentolan yang berisi air raksa. Paparan pentolan ( bulb )

terhadap panas menyebabkan air raksa memuai dan berjalan naik keatas

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

25

tabung. Titik paling jauh yang di capai air raksa pada tabung adalah

pembacaan suhu. Air raksa akan turun jika termometer di hentakkan

dengan kuat. Perawat membaca termometer air raksa dengan memegang

termometer secara horizontal dan sejajar dengan jarak pandang mata.

Dengan melihat kolom tabung termometer secara perlahan kita dapat

melihat kolom air raksa yng berwarna perak. Garis yang dikalibrasi pada

bagian akhir kolom air raksa adalah pembacaan suhu. (Perry & Potter :

2005)

2. Termometer Elektronik

Termometer elektronik terdiri atas tampilan tenaga baterai yang

dapat diisi ulang dengan bentuk biasanya menyerupai pensil. Probe yang

anti pecah tersedia untuk oral, aksila, dan rectal. Adapun termometer

yang didesain untuk pengukuran timpanik. Speculum otoscop dengan

ujung sensor inframerah dimana dapat mendeteksi penyebaran panas dari

membrane timpani. Dalam 2 sampai 5 detik dari mulai di masukkan ke

dalam canal auditorius hasilnya akan terlihat pada layar termometer.

Ketika termometer menghasilkan bunyi disitulah puncak bacaan suhu

telah tercapai.

Termometer elektronik oral tidak lebih akurat jika di bandingkan dengan

termometer air raksa. Keuntungan paling besar dari termometer

elektronik adalah dapat digunakan dengan cepat, hasil dapat diliht

langsung dan mudah saat termometer berbunyi dan angka suhu muncul

pada layar.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

26

3. Termometer Sekali Pakai

Termometer sekali pakai dan penggunaan tunggal berbentuk strip

kecil yang terbuat dari plastik dengan sensor suhu pada salah satu

ujungnya. Sensor tersebut terdiri atas matriks dari lengkungan seperti titik

yang mengandung bahan kimia yang larut dan berubah warna jika

terdapat perubahan suhu. Termometer sekali pakai dapat digunakan di

aksila maupun oral. Cara painya sama dengan termometer aksila dan

digunakan secara disposible. Waktu yang dibutuhkan hanya 60 detik.

(Erick et al, 1996)

4. Termometer Infra Merah

Termometer infra merah mengukur radiasi termal dan aksila,

saluran telinga, maupun membrane timpani. Hasil pengukuran suhu akan

tampak pada layar dalam kurun waktu kurang lebih 1 detik. Prinsip dasar

termometer infra merah adalah bahwa semua objek memancarkan energi

infra merah. Semakin panas suatu benda maka molekulnya semakin aktif

dan semakin banyak energi infra merah yang dipancarkan. Termometer

infra merah terdiri dari sebuah lensa yang fokus mengumpulkan energi

infra merah dari obyek ke alat pendeteksi. Detektor akan mengkonversi

energi menjadi sebuah sinyal listrik, yang menguatkan dan melemahakan

dan ditampilkan dalam unit suhu setelah dikoreksi terhadap variasi suhu.

(Hermalinda,2010)

Termometer infra merah juga bisa di gunakan pada arteri

femoralis. Termometer ini memanfaatkan scanner inframerah untuk

mengukur suhu tubuh melalui arteri femoralis pada dahi. Cara

penggunaannya dapat menyapukan dengan lembut pada dahi sampai

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

27

termometer memberiakn kode lalu angkat dan baca hasilnya. (Medkes,

2014)

2.2.3. Pengertian Hipotermi

Pengeluaran panas akibat paparan terus menerus terhadap dingin

mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas sehingga

mengakibatkan hipotermia. Hipotermi dapat di deteksi melalui suhu inti. Hal

tersebut dapat terjadi secara kebetulan atau tidak sengaja selama prosedur

pembedahan untuk mengurangi kebutuhan metabolik dan kebutuhan

terhadap oksigen. Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan

tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh menurun hingga 35°

C pasien akan mengalami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan,

depresi, dan tidak mampu menilai. Jika suhu tubuh turun dibawah 34,4°C

frekuensi jantung, pernafasan, dan tekanan darah akan menurun dan kulit

akan menjadi sianosis. Jika hipotermi terus berlangsung pasien akan

mengalami disritmia jantung, kehilangan kesaran, dan tidak responsif

terhadap stimulus nyeri. Dalam kasus hipotermia berat pasien dapat

menunjukkan gejala klinis yang mirip dengan orang mati ( misalkan tidak ada

respon terhadap stimulus dan nadi serta pernapasan sangat lemah ) (Potter,

2005:766).

Ada beberapa penelitian yang menunjukkan dampak negatif ndari

hipotermi terhadap pasien, antara lain yaitu resiko perdarahan meningkat,

iskemia miokardium, pemulihan pasca anastesi yang lebih lama, gangguan

penyembuhan luka, serta meningkatnya resiko infeksi. Hipotermia akan

menmabah kebutuhan oksigen, produksi karbon dioksida, dan juga

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

28

peningkatan kadar katekolamin di dalam plasma yang kana diikuti dengan

peningkatan laju nadi, tekanan darah serta curah jantung. Keadaan seperti ini

sangat tidak menguntungkan bagi pasien terutama pada pasien geriatri yang

telah mengalami penurunan bahkan gangguan pada fungsi kardiovaskular dan

juga pulmonal seperti hipertensi, aritmia jantung, gagal jantung, dan infark

miokardium. Biasanya terdapat pasien geriatri telah terjadi penurunan

kemampuan untuk meningkatkan laju jantung dalam merespon

kondisihipoksia, hipotensi, hipovolemia. Peregangan paru dan fungsi tubular

ginjal juga mengalami penurunan (Harahap, 2014).

2.2.4. Penanganan Pasien Hipotermi

Dari beberapa resiko yang dialami akibat terjadinya hipotermi hingga

terjadinya shivering perlu dilakukan beberapa interverensi untuk menurunkan

keadaan shivering pasca bedah. Interverensi yang dapat dilakukan bisa dengan

tindakan farmakologi maupun non farmakologi. Apapun metode yang dipakai

untuk menurunkan tingkat terjadinya shivering harus dilakukan secara bertahap

dan tepat bukan dengan cepat. Adapun cara nonfarmakologis bisa dengan

pemanas internal aktif atau eksternal aktif, seperti yang disebutkan Nur Akbar

Fauzi (2014) beberapa diantaranya meminimalkan kehilangan panas selama

operasi dengan berbagi interverensi mekanik seperti :

1. Suhu lingkungan yang ditingkatkan (suhu kamar operasi yang

nyaman bagi pasien berkisar pada 72°F atau 22°C)

2. Ruang pemulihan yang hangat dengan suhu ruangan 75°F atau

24°C

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

29

3. Penggunaaan sistem low flow atau sistem tertutup pada pasien

kritis atau pasien beresiko tinggi

4. Penggunaan lampu penghangat atau selimut penghangat atau

matras

5. Melakukan kompres hangat

6. Penggunaaan cairan kristaloid yang dihangatakan (untuk

keseimbangan cairan intravena, untuk irigasi luka pembedahan,

untuk prosedur cistoscopi)

7. Menghindari genangan darah atau cairan di meja operasi dan

ruang pemulihan yang hangat.

2.3. Pengaruh Pemberian Cairan Infus Hangat dan Selimut HangatPada Ibu

Post SC

Hipotermi pasca operasi bisa dialami pasien sebagai akibat suhu rendah

di kamar operasi (21-230C), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas

dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia

lanjut atau obat-obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-

lain). Kehilangan panas pada pasien berasal dari kulit dan daerah yang terbuka

untuk dilakukan operasi. Jaringan tidak tertutup kulit akan terekspose oleh

udara,sehingga terjadi kehilangan panas berlebihan (Butwick et al. 2007 dalam

Minarsih, 2013)

Menurut Guyton (1997 dalam Nayoko, 2016), menggigil atau keadaan

hipotermi mengakibatkan konsumsi oksigen meningkatkan dan juga produksi

karbondioksida., strategi khusus untuk pengendalian temperatur tubuh secara

non farmakologis antara lain adalah mempertahankan temperatur ruang operasi

yang sesuai dengan usia dewasa yaitu 240C – 260C, pemberian selimut hangat,

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

30

pemberian cairan intravena atau cairan infus yang dihangatkan dengan

mengatur cairan intravena sejak 10 menit pasca bedah dapat dimulai pada suhu

37°Cmelalui alat penghangat cairan atau fluid warmer (Butwick et

al.2007:Hasankhani et al 2007). Hal ini dapat mengaktifkan terjadinya

mekanisme termoregulasi refleks dan semi refleks pada manusia, dimana

respon tersebut dapat mencakup adanya perubahan dari otonosomatik,

endokrin dan perilaku. Terdapat beberapa intervensi dalam meningkatkan suhu

inti dari pasien pasca pembedahan secara eksternal dan internal. Penghangatan

secara internal antara lain dengan memberikan cairan infus hangat dan airway

humidification (Frca, 2003). Penghangatan secara eksternal yaitu dengan

diberikan selimut hangat. Akan tetapi penggunaan selimut hangat walaupun

telah dilakukan sebagai protap rumah sakit mempunyai makna bahawa selimut

tebal merupakan tindakan keperawatan untuk mengatasi maslaah hipotermi

yang akan melindungi pasien dari kehilangan panas yang lebih parah dan proses

penghangatan hanya mengandalkan produksi panas dari dalam tubuh saja.

Tindakan pemberian infus hangat membantu meminimalkan kehilangan panas

tubuh. Penghangatan cairan dapat dilakukan dengan memasangkan warmer

atau menggunakan lemari penghangat cairan (Ganong, 2008).

Metode penghangatan cairan infus bervariasi, dapat berupa warming

cabinet atau in-line fluid warmers (perangkat penghangat cairan) (Campbell, et al.,

2015). Perangkat penghangat cairan infus menggunakan tenaga listrik atau

baterai, dan menghantarkan panas ke cairan melalui kanula saat cairan melewati

alat penghangat. Output panas dapat disesuaikan untuk suhu cairan yang

dibutuhkan dan terdapat informasi suhu yang akurat pada perangkat. Untuk

meminimalkan masalah kehilangan panas pada pasien, perangkat penghangat

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

31

diletakkan dengan jarak beberapa cm dari lokasi insersi infus (Cleves et al.,

2010). Jarak perangkat penghangat dengan lokasi insersi yang paling efektif

menurut Euasobhon, et al., (2016) adalah 15 cm dengan level kecepatan tetes

medium. Suhu infus hangat yang diberikan tidak boleh melebihi 40oC hingga

42oC untuk menghindari terjadinya denaturasi protein plasma (Thongsukh, et

al., 2018). Jumlah cairan infus hangat yang diberikan memiliki efek yang

menurun apabila laju aliran infus meningkat. Perubahan suhu tubuh tergantung

pada durasi waktu pemberian cairan infus hangat. Oleh karena itu, cairan dapat

dihangatkan pada laju aliran yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

efektivitas penghangatan cenderung berbanding terbalik dengan peningkatan

laju aliran (Thongsukh et al., 2018).

Hipotermi pasca bedah tersebut ternyata dapat diatasi secara efektif dan

meyakinkan sejak 10 menit pasca pembedahan, dengan mengatur cairan

intravena pada suhu 370C melalui suatu alat penghangat cairan intravena.

Dengan penggunaan alat blood warmer pasien yang menjalani pembedahan,

khususnya bedah caesar menerima suplai cairan yang sudah sesuai dengan suhu

inti (core temperature) dan mengalir ke seluruh tubuh sehingga efektif dalam

mengurangi atau meminimalisir gejala hipotermia pada pasien pasca operasi.

Pemberian cairan juga dilakukan karena pada 24 jam pertama penderita puasa

pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan

mengandung elektrolit agar tidak terjadi dehidrasi, atau komplikasi pada organ

tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi,

RL, dan ringer asetat secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung

kebutuhan sesuai instruksi dokter. Akan tetapi penggunaan ringer asetat lebih

efefktif untuh mencegah hipotermi dan menggigil dikarenakan kecepatan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sectio caesarea 2.1.1. Definisi

32

metabolisme asetat yang lebih tinggi yaitu 250 – 400 mEq/jam

(Khasimoto,dkk).