Presentasi Kasus Sectio Caesarea

50
PRESENTASI KASUS ANESTESIOLOGI Pembimbing: dr. Sonny Trisnadi, SpAn Disusun oleh: Edo Johanes Sihombing 07120070041 Hanna Honoris 07120070056 Cynthia Sabrina 07120080012 Audrey Budiono 07120080088 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANESTESIOLOGI RUMAH SAKIT TK.1 BHAYANGKARA RADEN SAID SUKANTO

description

as

Transcript of Presentasi Kasus Sectio Caesarea

Presentasi KASUS ANESTESIOLOGI

Pembimbing:

dr. Sonny Trisnadi, SpAn

Disusun oleh:

Edo Johanes Sihombing

07120070041

Hanna Honoris

07120070056

Cynthia Sabrina

07120080012

Audrey Budiono

07120080088

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANESTESIOLOGI

RUMAH SAKIT TK.1 BHAYANGKARA RADEN SAID SUKANTO

PERIODE 7 JANUARI-1 FEBRUARI 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

BAB I

KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Istri

Nama: Ny. U

Umur: 33 tahun

Agama: Islam

Pendidikan : D3

Suku: Jawa

Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga

Alamat: Asrama Polsek Pasar Minggu

Suami

Nama: Tn. R

Umur: 36 tahun

Agama: Islam

Pendidikan : Polri

Suku: Jawa

Pekerjaan: Polisi

Alamat: Asrama Polsek Pasar Minggu

Tanggal masuk : 21 Januari 2012

2. ANAMNESA (saat masuk RS)

Keluhan Utama : Mulas sejak 4 jam SMRS.

Keluhan Tambahan: Keluar darah beserta lendir dari kemaluan sejak 1 jam SMRSRiwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan mules sejak 4 jam SMRS, mules muncul setiap jam sekali dan semakin lama semakin sering dan kuat. Pasien juga mengeluhkan keluar darah dari kemaluan, disertai lendir, dalam jumlah sedikit sejak 1 jam SMRS. Pasien menyangkal adanya riwayat benturan atau trauma pada perut, dan adanya gumpalan yang keluar dari kemaluan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

3. Riwayat tekanan darah tinggi saat kehamilan disangkal

4. Riwayat penyakit kencing manis disangkal

5. Riwayat alergi disangkal

6. Riwayat asma disangkal

7. Riwayat keputihan (+)

8. Riwayat penyakit jantung disangkal

9. Riwayat penyakit paru disangkal

10. Riwayat penyakit infeksi saluran kemih disangkal Riwayat Penyakit Keluarga :

11. Riwayat darah tinggi pada keluarga disangkal

12. Riwayat kencing manis pada keluarga disangkal

13. Riwayat asma pada keluarga disangkal

14. Riwayat alergi pada keluarga disangkal

Riwayat Operasi :

15. Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat Kebiasaan :

16. Pasien tidak pernah merokok

17. Pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang

Riwayat Haid

18. Menarche

: 12 tahun

19. Siklus

: Teratur,28 hari

20. Lamanya haid: 7 hari

21. Dismenorrhea: +

Riwayat Obstetri

22. Gravida

: ke-3

23. HPHT

: 20 april 2012

24. Taksiran partus

: 27 Januari 2013

25. Usia kehamilan

: 39 minggu

26. Riwayat kontrasepsi: kontrasepsi suntik dan IUD

Tahun Kontasepsi

2007-2007IUD

2007-2010Kontrasepsi suntik per 3 bulan

2010-sekarangTidak kontrasepsi

Riwayat Persalinan :

NoTahun HamilUmur KehamilanRiwayat PersalinanHasil

KelaminBerat lahirASIKeterangan

1.2002atermPSPPerempuan3200 gr+/+

2.2005atermPSPLelaki3200 gr

III. PEMERIKSAAN FISIK UMUMDiperoleh dari rekam medik :

27. Keadaan umum : baik28. Kesadaran : Compos mentis

29. Tekanan darah : 130/80 mmHg

30. Nadi : 107 x / menit

31. Suhu : 36,5 C

32. RR: 22 x/menit

33. Berat badan: 79 kg34. Tinggi badan : 163 cm IV.STATUS OBSTETRI

Pemeriksaan luar (21-01-2013, pk. 22.45 WIB)

35. Inspeksi: Tampak cembung sesuai usia kehamilan, simetris, linea nigra (+), striae gravidarum (+).

36. Palpasi:

37. TFU

: 33 cm

38. Taksiran berat janin : 3400 gr

39. His

: 2 x selama 10 menit, kekuatan kuat, durasi 35 detik.40. Leopold 1 : Teraba masa besar bulat, keras, dan melenting ( kepala )

41. Leopold 2 : Teraba bagian keras seperti papan (punggung janin) disebelah kanan

42. Leopold 3 : Teraba masa besar dan lunak ( bokong )

43. Leopold 4 : 4/5

44. Auskultasi: Denyut jantung janin 127 x/menit

Pemeriksaan dalam : portio tebal lunak, pembukaan 4-5 cm, ketuban (+) menonjol, presentasi bokong, Hodge I+

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

18 Januari 2012

Hemoglobin

: 11.2 g/dL (10-15g/dL)

Hematokrit

: 34% (30-46%)

Leukosit

: 10300/uL (6000-17000/uL)

Trombosit

: 209000/uL

Masa Perdarahan

: 3

Masa Pembekuan

:10

SGOT

: 40.3 U/L

SGPT

: 25.5 U/L

Cholesterol Total

: 209 mg/dL

Cholesterol HDL-direk: 46 mg/dL

Cholesterol LDL-indirek: 123 mg/d:

Trigliserida

: 196 mg/dL

Ureum

: 13 mg/dL

Creatinine

: 0.5 mg/dL

Glukosa Darah Puasa

: 67 mg/dL

VI. LAPORAN PERKEMBANGAN

WaktuTTVDJJHisObservasi/Tindakan

21/01/2013

(22.45)TD :130/80

S : 36P : 22x/m127 dpm2x, kuat, 35Os tiba di Kamar Bersalin dengan keluhan mules sejak pk. 18.00, Palpasi : TFU 33 cm, puka, presentasi bokong 4/5. TBJ 2945g.

PD :, portio tebal lunak, pembukaan 4-5 cm, ketuban (+) menonjol,bokong, Hodge I+.

(22.05)Konsul ke dr. Semuel, Sp OG. Intruksi : dipersiapkan SC cito

45. Laporan operasi I SC

Dokter ahli bedah: dr. Semuel, Sp.OG

Asisten: dm. Felicia Dewi

Perawat: Zr. Kunti

Ahli anestesi: dr. Sonny, Sp.An

Jenis anestesi: RA spinal

Diagnosis pre-op: G3P2A0, hamil 39-40 minggu dengan letak sungsang

Tanggal operasi: 21Januari 2013

Jam mulai: 23.45

Jam selesai: 00.15

Lama operasi: 30 menit

Laporan operasi:

46. Pasien berbaring telentang di meja operasi dalam anestesi spinal.

47. Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.

48. Insisi pfannestiel 10 cm.

49. Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus gravidarum.

50. Plika vesikouterina disayat semilunar, vesika disisihkan ke bawah.

51. SBU disayat tajam, dilebarkan tumpul berbentuk U.52. Dengan bantuan tangan, lahir bayi perempuan, BBL 3500 gram, PBL 50 cm, APGAR 8/9, jam 23.50.

53. Air ketuban jernih, jumlah cukup. Plasenta berimplantasi di fundus, dilahirkan lengkap.

54. Kedua ujung SBU dijahit, hemostasis luka dijahit jelujur 1 lapis dengan safil no. 1.0.

55. Kedua tuba dan ovarium dbn.

56. Diyakini tidak ada perdarahan, rongga abdomen dicuci dengan aquadest.

57. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis dengan safil no. 1.0. jelujur, kulit subkutikuler.

58. Perdarahan 200 cc, urine ? cc.

Instruksi post-op:

59. Observasi TTV, perdarahan, dan kontraksi uterus.

60. Cek darah rutin 6 jam post-op.

61. Imobilisasi 24 jam.

62. Aff kateter 24 jam.

63. Aff infus 24 jam.

64. Medikasi:

1. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram (24 jam)

2. Profenid sup. 3 x 1 (24 jam)

3. Clindamycin 3 x 300 mg

4. Asam mefenamat 3 x 500 mg

5. Hemobion tab 1 x 1

6. IVFD RL + oxytocin 2 amp ( 12 tpm

65. Laporan anestesi operasi I

Nama ahli anestesi: dr. Sonny, Sp.An

Nama ahli bedah: dr. Semuel, Sp.OG

Nama perawat/bidan: Zr. Endar

Diagnosis pre op: G3P2A0 hamil 39-40 minggu, letak sungsang

Premedikasi: -

Nama/macam operasi: SC

Jenis anestesi: RA

Teknik: Spinal

Cairan: RL

Tanggal: 21Januari 2013

Jam anestesi mulai: 23.45

Jam anestesi selesai: 00.30

Lama anestesi: 45 menit

66. Observasi Persalinan Post sc

WaktuTTVKontraksi uterusPerdarahan dan urineObservasi/Tindakan

22/01/2013

(00.15)TD :100/80

N : 100x/m

S : 35,5

P : 32x/mBaik,1 jari d.a.pMinimal.

Urine :60 cc

00.30TD :80/60

N : 115x/m

S : 36

P : 28x/mBaik,1 jari d.a.pMinimal

Urine :70 cc

00.45TD :80/50

N : 120x/m

S : 36

P : 26x/mBaik,1 jari d.a.pMinimal

Urine :70 cc

01.00TD :80/50

N : 118x/m

S : 36

P : 28x/mBaik,1 jari d.a.pMinimal

Urine :80 cc

01.30TD : 80/50

N : 120x/m

S : 36,3

P : 26x/mBaik,1 jari d.a.pMinimal

Urine :100 cc

02.00TD : 80/50

N : 140x/m

P : 28x/mBaik,1 jari d.a.p1 pembalut

Urine : 100 ccLapor dr. Semuel, Sp OG (02.05), instruksi : transfusi PRC 1000cc

02.15TD : 93/41

N : 108x/m

S : 35

P : 28x/mSedang,1 jari d.a.p1 pembalut

Urine :100 cc

02.25Lapor dr. Semuel, Sp OG (02.05), instruksi : Methergin 1x1 ampl dan oxytocin 1x 10U

03.45TD : 60/30

N : 133x/m

S : 35

P : 28x/mBaik,1 jari d.a.pMinimal

Urine :100 cc

04.00dr. Semuel, Sp OG datang dan diputuskan untuk melakukan histerektomi subtotal a/i atoni uteri

67. Laporan operasi II

Dokter ahli bedah: dr. Semuel, Sp.OG

Asisten: Zr. Tuti

Perawat: Zr. Kunti

Ahli anestesi: dr. Sonny, Sp.An

Jenis anestesi: GA

Diagnosis pre-op: Atonia uteri

Tanggal operasi: 22Januari 2013

Jam mulai: 04.10

Jam selesai: 06.20

Lama operasi: 2 jam 10 menit

Laporan operasi:

68. Pasien berbaring telentang di meja operasi dalam anestesi general.

69. Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.

70. Insisi pfannestiel 10 cm.Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus.

71. Lig. rotundum ka-ki diidentifikasi, dijepit, dipotong.

72. Lig. ovari propium ka-ki diidentifikasi, dijepit, dipotong, dan diikat.

73. Plika vesikouterina dikenali, vesika disisihkan ke bawah.

74. Uterus dipancung setinggi puncak vagina.

75. Diyakini tidak ada perdarahan, rongga abdomen dicuci dengan air steril.

76. Dinding abdomen dijahir lapis demi lapis.

77. Tutup dengan kasa steril.

78. Perdarahan 1600 cc, urine 100 cc.

Instruksi post-op:

1. Observasi TTV, perdarahan, tanda akut abdomen.

2. Cek darah rutin 6 jam post-op.

3. Boleh makan-minum jika BU (+).

4. Imobilisasi 24 jam.

5. Aff kateter 24 jam.

6. Aff infus 24 jam.

7. Medikasi:

1. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram (24 jam)

2. Profenid supp. 3 x 1 (24 jam)

3. Clindamycin cap 2 x 300 mg

4. Asam mefenamat 3 x 500 mg

5. Hemobion tab 1 x 1

79. Laporan anestesi operasi I

Nama ahli anestesi: dr. Sonny, Sp.AnNama ahli bedah: dr. Semuel, Sp.OG

Nama perawat/bidan: Zr. Endar

Diagnosis pre op: Atonia uteri

Premedikasi: -

Nama/macam operasi: Histerektomi subtotal a/i. atonia uteri

Jenis anestesi: GA

Teknik: Intubasi

Cairan: RL

Tanggal: 22Januari 2013

Jam anestesi mulai: 04.00

Jam anestesi selesai: 06.30

Lama anestesi: 2 jam 30 menit

VII. DIAGNOSIS

Pasien wanita berusia 34 tahun dengan riwayat obstetrik G3P2A0H39minggu dengan letak sungsang. Setelah dilakukan tindakan operasi sectio caesaria, pasien mengalami syok hipovolemik yang ditunjukkan dengan adanya tekanan darah yang menurun, laju nadi yang cepat, konjungtiva anemis +/+. Pada pemeriksaan terakhir setelah bayi lahir dan dalam kurun waktu 3-4 jam menunjukkan tekanan darah 60/30 mmHg dimana terjadi penurunan sistolik yang signifikan, serta laju nadi sebanyak 133 kali per menit menandakan adanya volume darah yang hilang sebanyak lebih dari 1500-2000 mL, hal ini menegakkan diagnosis post partum hemorrhage.

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam: dubia ad malam

Quo ad sanantionam : dubia ad malam

IX. OBSERVASI POST HISTEREKTOMI SUBTOTAL (ICU)

Hasil Laboratorium Post-Operative

(22 Januari 2013)

Protein total

: 2.6 g/dL

Albumin

: 1.4 g/dL

Globulin

: 1.2 g/dL

Bilirubin total

: 0.56 mg/dL

Bilirubin Direk

: 0.42 mg/dL

Bilirubin indirek

: 0.14 mg/dL

SGOT

: 25.8 U/L

SGPT

: 14.7 U/L

Hemoglobin

: 6.5 g/dL

Hematokrit: 18%

Leukosit: 63700/uL

Trombosit: 99000/uL

Hemoglobin: 8.7 g/dL

Hematokrit: 26%

Leukosit: 50700/uL

Trombosit: 134000/uL

WaktuTTVKontraksi uterusPerdarahan dan urineObservasi/Tindakan

22/01/2013

(07.00)TD :80/40

N : 165x/m

S : 36

P : 43x/m

Sat O2 : 96%IVFD I : asering 1000cc loading

IVFD II:Transfusi PRC ke 4 (sedang berjalan) 265 cc

Note : total transfusi PRC I-III sebelumnya : 670 cc

09.00TD :44/25

N : 155x/m

Sat O2 : 96%Dilakukan pemasangan CVC pada bahu kanan, dengan hasil CVC -1 dan dilaporkan ke dr. Merry. Intruksi dr. Merry : loading widahest 1000cc

09.50TD :98/54

N : 136x/m

MAP : 75Dilakukan pengukuran CVC : +1. Instruksi dr. Merry : ca glukonas 1 ampl

10.30TD :114/44

N : 134x/m

MAP : 89

Transfusi PRC ke 5, 193 cc

11.00TD : 105/44

N : 134x/m

MAP : 50

Sat O2 : 92%

12.00TD : 51/31

N : 56x/m

P: 7x/m

S: 34,4

MAP : 41

Sat O2 : 77%

12.15Dilakukan intubasi oleh dr Riza, Sp. An dan dr. Merry atas persetujuan keluarga

12.35Pemasangan infus pada tangan kanan dan diberikan levosol 3cc/jam (0,1 mcg)

13.00Pemasangan NGT dan transfusi PRC ke 6, 241cc

13.15Injeksi levosol di naikan menjadi 6cc/jam (0,2mcg).

14.00Injeksi levosol di naikan menjadi 9cc/jam (0,3mcg).

Serta diberikan dopamine 3,6 cc/jam (3mcg)

14.55TD : 92/60

N : 52x/m

P: 7x/m

15.00Dilakukan RJP, bagging, pemberian adrenalin 1ampl

15.05Dilakukan RJP, bagging, pemberian adrenalin 1ampl

15.07Dilakukan RJP, bagging, pemberian adrenalin 1ampl

15.10Koreksi biknat 100meq

15.12Dilakukan RJP, bagging, pemberian adrenalin 1ampl

15.13Dilakukan RJP, bagging, pemberian adrenalin 1ampl

15.15Dilakukan RJP, bagging, pemberian adrenalin 1ampl

15.17Dilakukan RJP, bagging, pemberian adrenalin 1ampl

15.20Pasien dinyatakan meninggal oleh dr . Jerry

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PERUBAHAN FISIOLOGI PADA KEHAMILAN

a. Perubahan sistem reproduksi dan payudara1)UterusUterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh estrogen dan progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertrofi otot polos uterus. Di samping itu, serabut-serabut kolagen yang ada pun menjadi higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus mengikui pertumbuhan janin. Berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram menjadi 1000 gram pada akhir kehamilan.2)Serviks uteriServiks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena pengaruh hormon estrogen. Serviks mengandung lebih banyak jaringan serabut dan sedikit jaringan otot dibandingkan bagian uterus. Jaringan serabut pada serviks ini banyak mengandung kolagen. Selain itu estrogen juga meningkatkan vaskularitas serviks dan bila dilihat dengan spekulum serviks terlihat kebiru-biruan.3)Vagina dan VulvaEstrogen menyebabkan perubahan lapisan otot dan epithelium. Lapisan otot mengalami hipertrofi dan epitel menjadi tebal dan menjadi tanda deskuamasi meningkat. Vagina menghasilkan cairan berwarna putih yang dikenal dengan leukore. Sel epitel juga meningkatkan kadar glikogen. Sel ini berinteraksi dengan basil dedorlein dan menghasilkan lingkungan yang lebih asam. Lingkungan ini menyediakan perlindungan ekstra terhadap organisme tetapi merupakan keadaan menguntungkan bagicandida albican.Akibat hipervaskularisasi,vagina dan vulva terlihat berwarna ungu kebiruan. Tanda ini disebut tanda chadwick.4)OvariumPada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditis sampai terbentuknya plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu. korpus luteum graviditis berdiameter kira-kira 3 cm. kemudian ia mengecil setelah plasenta terbentuk. Korpus luteum ini mengeluarkan hormone estrogen dan progesterone. Lambat laun fungsi ini diambil alih oleh plasenta (Winkjosastro H, 2005 : 95)5)Mammae / payudaraPeningkatan kadar estrogen dan progesterone menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia pada payudara, sehingga payudara akan mengalami pembesaran. Selainitu hormone somatomammotropin juga menstimulasi pembesaran payudara. Rasa penuh dan berat, perubahan sensitivitas mulai timbul sejak umur kehamilan 6 minggu. Puting susu dan areola menjadi lebih berpigmen dan putting susu menjadi lebih erektil.Perkembangan kelenjar mammae secara fungsional lengkap pada pertengahan masa hamil. Walaupun demikian laktasi tetap terhambat sampai kadar estrogen menurun, yakni setelah janin dan plasenta lahir.b.Perubahan sistem kardiovaskulerPerubahan system kardiovaskuler ,melindungi fungsi fisiologi normal wanita, memenuhi kebutuhan metabolik tubuh saat hamil, dan menyediakan kebutuhan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin. Peningkatan volume plasma darah dan curah jantung disebabkan oleh hipertrofi atau dilatasi ringan jantung, karena diafragma terdorong ke atas, jantung terangkat ke atas dan berotasi ke depan dan ke kiri.Selama pertengahan pertama masa hamil, tekanan sistolik dan diastolic menurun 5 sampai 10 mmHg. Penurunan tekanan darah ini kemungkinan disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah perifer akibat perubahan hormonal selama masa hamil. Selama trimester ketiga, tekanan darah ibu harus kembali ke nilai tekanan darah selama trimester pertama.c.Perubahan sistem pernapasanPada ibu hamil kebutuhan oksigen meningkat sebagi respon terhadap peningkatan laju metabolisme dan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan uterus dan payudara. Janin membutuhkan oksigen dan suatu cara untuk membuang karbondioksida.Diafragma bergeser sebesar 4 cm selama masa hamil. Dengan semakin tuanya kehamilan dan seiring pembesaran uterus ke rongga abdomen, pernapasan dada menggatikan pernapasan perut dan penurunan diafragma saat inspirasi menjadi semakin sulit.d.Perbahan sistem urinariaPerubahan struktur ginjal merupakan aktivitas hormonal (estrogen dan progesterone), tekanan yang timbul akibat pembesaran uterus, dan peningkatan volume darah. Sejak minggu ke-10 kehamilan, pelvis ginjal dan ureter berdilatasi. Perubahan ini membuat uretermampu menampung urine dalam volume yang lebih besar dan juga memperlambat laju urine.e.Perubahan sistem gastrointestinalFungsi saluran cerna selama masa hamil menunjukkan gambaran yang sangat menarik. Gusi cenderung mudah berdarah karena kadar estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan vaskularisasi selektif dan proliferasi jaringan ikat. Pada trimester pertama terjadi penurunan nafsu makan akibat nausea / vomitus. Gejala ini muncul sebagai akibat dari perubahan saluran cerna dan peningkatan kadar hCG dalam darah.Peningkatan progesterone menyebabkan tonus dan motilitas otot polos menurun, sehingga terjadi regurgitasi esophagus, peningkatan waktu pengosongan lambung, dan peristaltik balik. Akibatnya ibu hamil tidak mampu mencerna asam atau mengalami nyeri ulu hati. Selain itu penurunan motilitas otot polos menyebabkan absorpsi air di usus besar meningkat, sehingga dapat terjadi konstipasi.f.Perubahan sistem integumenPerubahan keseimbangan hormone dan peregangan mekanis menyebabkan timbulnya beberapa perubahan dalam system integument selama masa hamil. Jaringan elastik kulit mudah pecah, menyebabkan striae gravidarum atau tanda regangan. Hiperipigmentasi timbul akibat peningkatan hormone hipofisis anterior melanotropin selama masa hamil.DEFINISI

A. Perdarahan pasca persalinan1,2

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta. Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir. Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :

a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.

b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi antara 24 jam dan 6 minggu setelah anak lahir.

Definisi perdarahan pasca persalinan digunakan untuk perdarahan pada persalinan dengan umur kehamilan lebih dari 20 minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20 minggu disebut sebagai aborsi spontan. Beberapa gejala yang bisa menunjukkan hemorraghe postpartum :

1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol

2. Penurunan tekanan darah

3. Peningkatan detak jantung

4. Penurunan hitung sel darah merah ( hematocrit )

5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum

Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana sesuai penyebabnya. Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.

PATOFISIOLOGI

Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.

1. Atonia uteri

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di control oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi.

Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan Sindroma Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.

Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :

- Manipulasi uterus yang berlebihan,

- General anestesi (pada persalinan dengan operasi ),

-Uterus yang teregang berlebihan ( Kehamilan kembar, Fetal macrosomia, polyhydramnion )

- Kehamilan lewat waktu,

- Partus lama

- Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),

-Anestesi yang dalam

-Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia)

- Plasenta previa,

- Solutio plasenta

2. Trauma

Sekitar 20% kasus perdarahan pasca persalinan disebabkan oleh trauma jalan lahir;

a. Ruptur uterus

Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Rupture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.

b. Inversi uterus

Pada inversi uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio uteri dapat dibagi : Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina. Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 - 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita

c. Laserasi jalan lahir

Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan

d. Vaginal hematom

Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau vena yang besar, jika episiotomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi. Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.

3. Jaringan yang tertinggal;

a. Retensio plasenta

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :

-Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )

-Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai miometrium dan dapat sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta - perkreta )

b. Sisa plasenta

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III atau disebut sisa plasenta. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum. Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage.

c. Plasenta acreta dan variasinya.

4. Kelainan pembekuan darah

Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :

-Hipofibrinogenemia,

-Trombocitopeni,

-Idiopathic thrombocytopenic purpura,

-HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),

- Disseminated Intravaskuler Coagulation,

- Dilutional coagulopathy yang sering terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.

MANIFESTASI KLINIK

Perdarahan spontan post partum ditentukan berdasarkan jumlah darah yang keluar serta mencari sumber perdarahan. Pasien mungkin belum menunjukan perubahan pada hemodinamik kearah syok pada awal perdarahan, oleh karena adanya keadaan fisiologis maternal yang hipervolemik.

Sistem organ yang penting untuk diperiksa meliputi sistem pulmonary (adanya edema paru), sistem jantung (murmur, takikardi), dan sistem neurologi (perubahan status mental). Adanya ptekie atau bekas luka pada kulit yang tidak sembuh dapat mengarahkan kecurigaan terhadap gangguan sistem pembekuan.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa :

Pemeriksaan abdomen. Rasa nyeri dan tenderness (curiga adanya sisa plasenta, rupture atau endometritis); distensi, penonjolan atau masih terabanya uterus di atas umbilicus mengarah ke atoni uterus.

Pemeriksaan perineum. Pemeriksaan pada introitus vagina dan sekitar perineum untuk mengetahui adanya laserasi jaringan ataupun tanda tanda sumber perdarahan dari darah yang mengalir.

Pemeriksaan speculum. Inspeksi vagina dan servik dengan penerangan yang cukup untuk mengetahui adanya laserasi. Bila terdapat bekuan darah dapat disuction terlebih dahulu.

Pemeriksaan bimanual. Palpasi bimanual pada uteru dapat mengetahui uterus mengalami atoni, atau terisi oleh bekuan darah

Pemeriksaan plasenta. Jaringan plasenta yang lengkap penting untuk diketahui. Sisa jaringan plasenta yang tidak lengkap dapat menyebabkan perdarahan.

Pemeriksaan hemodinamik pasien untuk mengetahui ada tidaknya tanda tanda syok meliputi tekanan darah, nadi, suhu

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan pada wanita hamil antara lain;

1. Pemeriksaan laboratorium:

Darah perifer lengkap (Complete blood count: hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)

LED

Gula darah

Tes fungsi hati

Tes fungsi ginjal

Tes adanya infeksi : Hepatitis B, VDRL/TPHA, HIV (jika perlu), TORCH (jika perlu)

2. Pemeriksaan urin (urinalisis)

3. Pemeriksaan USG

PENATALAKSANAAN

A. Anastesi Spinal

Anestesi spinal ialah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid akan memblok konduksi impuls syaraf. Terdapat tiga bagian syarat yaitu motor, sensori dan autonom. Motor menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot akan mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf atonom akan mengontrol tekanan darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran. Pada umumnya, serabut otonom dan nyeri yang pertama kali diblok dan serabut motor yang terakhir. hal ini akan memiliki timbal balik yang penting. Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak mungkin akan terjadi ketika serabut otonom diblok dan pasien merasakan sentuhan dan masih merasakan sakit ketika tindakan pembedahan dimulai.

Kelebihan pemakaian anestesi spinal, diantaranya biaya minimal, kepuasan pasien, tidak ada efek pada pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan pada pasien diabetes mellitus, perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat, terdapat tonus visceral, jarang terjadi gangguan koagulasi. Sedangkan kekurangan pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi, hanya dapat digunakan pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua jam, bila tidak aseptik akan menimbulkan infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis, serta kemungkinan terjadi postural headache.

Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada daerah dibawah umbilikus, misalnya repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi di daerah perineum dan genitalia. Anestesi spinal khususnya diindikasikan pada pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernafasan, hepar, renal dan gangguan endokrin (diabetes mellitus). Pada bagian obstetri, dengan anestesi spinal pada seksio sesarea didapatkan keuntungan ganda yaitu pada ibu dan bayinya. Anestesi spinal dikontra-indikasikan bila peralatan dan obat resusitasi tidak adekuat, gangguan perdarahan, hipovolemia, pasien menolak, pasien tidak kooperatif, septikemia, deformitas anatomi, penyakit neurologi.

Kontraindikasi absolut pemakaian anestesi spinal yaitu pasien menolak, infeksi pada tempat penyuntikan, hipovolemia berat, syok, koagulopati (mendapatkan terapi antikoagulan), tekanan intrakranial tinggi, fasilitas resusitasi minimun, kurang pengalaman.tanpa didampingi konsultan anestesi. Sedangkan kontraindikasi relatif diantaranya infeksi sistemik (sistemik,bakteriemia), infeksi sekitar tempat suntikan, kelainan neurologis, kelainan psikis, bedah lama, penyakit jantung, hipovolemia ringandannyeripunggungkronis.

Pada dasarnya persiapan untuk anestesia spinal seperti persiapan pada anestesi umum. Daerah sekitar tempat tusukan diperiksa, adakah kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba prosessus spinosus. Selain itu juga harus dipersiapkan informed consent, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang meliputi hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (paartial thromboplastine time). Persiapan pre-operasi sangat penting dilakukan, sehingga diharapkan pasien dipersiapkan semaksimal mungkin dan bila terdapat penyulit dapat dilakukanmedikasipre-operasi.3

Pasien yang telah dijadwalkan untuk pembedahan elektif umumnya berada dalam keadaan optimal baik fisik maupun mental dengan diagnosis yang definitif dan penyakit lain yang kadang-kadang menyertainya sudah terkendali dengan baik. Berbeda dengan penderita emergensi yang memerlukan tindakan bedah darurat baik dengan anestesi umum atau regional merupakan suatu tindakan yang penuh dengan risiko. Hal ini disebabkan penderita datang secara mendadak dan pada umumnya berada dalam keadaan yang kurang baik, waktu untuk memperbaiki keadaan umum terbatas, kadang-kadang sulit untuk mengatasi penyakit lain dan bahkan memperburuk keadaan.5

Premedikasi pada anestesi spinal tidak perlu, namun pada pasien tertentu, dapat diberikan benzodiazepine seperti 5-10 mg diazepam secara oral yang diberikan 1 jam sebelum operasi. Agen narkotik dan sedatif dapat digunakan sesuai keadaan. Pemberaian anticholinergics seperti atropine atau scopolamine (hyoscine) tidak perlu.4

Agen anestesi lokal dapat berupa molekul berat (hyperbaric), ringan (hypobaric), dan beberapa isobaric seperti LCS. Larutan hyperbaric cenderung menyebar kebawah, sementara isobaric tidak dipengaruhi oleh arah. Hal ini akan lebih memudahkan untuk memperkirakan dari pemakaian agen hyperbaric. Agen isobaric dapat dijadikan hiperbarik dengan menambahkan dextrose. Agen hypobaric pada umumnya tidak digunakan.

Beberapa agen anestesi local yang digunakan pada anestesi spinal, diantaranya :41. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hyperbaric (heavy). Bupivacaine memiliki durasi kerja2-3jam2. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hyperbaric (heavy), dengan durasi 45-90 minutes. Jika ditambahkan 0.2ml adrenaline 1:1000 akan memperpanjang durasi kerja. 3. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5% hyperbaric (heavy) sama dengan bupivacaine. 4. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol, Anethaine, Dikain). 5. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). A 4% hyperbaric (heavy) sama dengan lignocaine.

Semua pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi spinal, sebelumnya harus mendapatkan cairan intravena. Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan usia pasien dan luasnya blok. Seorang dewasa muda, sehat yang akan dilakukan repair hernia membutuhkan 500cc. Pasien lanjut usia yang tidak mampu melakukan kompensasi terhadap terjadinya vasodilatasi dan hipotensi maka minimal mendapatkan 1000cc. Jika direncanakan akan dilakukan blok tinggi, minimal 1000 cc. Pasien yang akan dilakukan seksio sesarea membutuhkan minimal 1500 cc.4

Teknik anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Tempat penyuntikan pada perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista illiaka dengan tulang punggung, ialah L4 atau L4-5. setelah dilakukan tindakan asepsis dan diberi zat anestesi lokal (lidokain 1-2%, 2-3 ml). Cara tusukan median atau paramedian. Tusukan introducer sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian dimasukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang tersebut. Struktur yang dilalui oleh jarum spinal sebelum mencapai CSF, diantaranya kulit, lemak sukutan, ligamentum interspinosa, ligamentum flavum, ruang epidural, dura, ruang subarachnoid. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisis obat dan obat dimasukkan pelan-pelan (0.5ml/detik)diselingi aspirasi.4

Faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran penyuntikan larutan anestesi local diantaranya : berat jenis dari larutan anestesi local, posisi pasien, konsentrasi dan volume zat anestesi, ukuran jarum, keadaan fisik pasien tekanan intraabdominal, level penyuntikan dan kecepatan penyuntikan. Lama kerja anestesi local tergantung dari berat jenis anestesi local, beratnya dosis, ada tidaknya vasokonstriktor dan besarnya penyebarananestesilocal.4

Komplikasi tindakan anestesi spinal diantaranya hipotensi berat, bradikardi, trauma pembuluh darah, hipoventilasi, trauma pembuluh darah, trauma saraf, mual-muntah, gangguan pendengaran, blok spinal tinggi atau spinal total. Sedangkan komplikasi pasca tindakan diantaranya nyeri tempat suntikan, nyeri punggung, nyeri kepala, retensi urin, meningitis.

B. Sectio Cesarea

Sectio Cesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Berdasarkan insisi / teknik yang dilakukan, terdapat beberapajenissectioncesarea:

1. Seksio cesaria klasik : insisi abdomen vertikal di garis median, kemudian insisi uterus juga vertikal di garis median.

2. Seksio cesarea transperitonealis profunda : insisi abdomen vertikal di garis median, kemudian plica vesicouterina digunting dan disisihkan, kemudian dibuat insisi pada segmen bawah uterus di bawah irisan plica yang kemudian dilebarkan secara tumpul dengan arah horisontal.

3. Seksio cesarea yang dilanjutkan dengan histerektomi (cesarean hysterectomy).

Syarat-syarat dilakukan tindakan seksio sesarea; diantaranya uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi) dan berat janin di atas 500 gram. Indikasi dilakukan tindakan seksio sesarea dapat ditinjau dari dua sisi, dari sisi ibu diantaranya yaitu panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks / vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat. Sedangkan ditinjau dari sisi janin diantarnaya kelainan letak, prolaps talipusat, gawat janin.

Kebanyakan kelahiran dengan sectio cesaria dilakukan dengan anestesi neuraksial karena penggunaan anestesi regional mengurangi resiko aspirasi pada sang ibu dan jalan nafas yang sulit yang sering dihadapi pada anestesi umum, membantu mengurangi jumlah paparan obat-obatan pada janin, mempunyai keuntungan akan ibu yang terbangun selama operasi, serta memungkinkannya pemberian opioid untuk mengurangi nyeri post-op. Walaupun anestesi regional tetap menjadi pilihan utama pada kebanyakan kasus, kadang-kadang pada kondisi kegawatan tertentu mengharuskan dilakukannya anestesi umum atas kecepatannya dan bahakan pada kondisi-kondisi tertentu anestesi regional merupakan kontraindikasi seperti pada kasus ini terjadi perdarahan post-partum yang hebat.

Pada wanita hamil anestesi spinal merupakan metode anestesi regional yang paling umum dilakukan untuk seksio cesaria. Metode ini lebih mudah secara teknis daripada metode epidural, onset pengobatan lebih cepat, tidak adanya resiko toksik sistemik dari obat karena dosisnya yang lebih sedikit, dan lebih dapat diandalkan untuk memberikan efek analgesia pada tingkat midthorax kebawah. Walaupun begitu, hipotensi pada ibu lebih mungkin terjadi dan lebih menonjol dengan anestesi spinal karena permulaan timbulnya efek sympathectomy lebih cepat. Menghindarinya kompresi aortocaval, pemberian cairan yang cukup, dan penggunaan vasopresor seperti ephedrine mengurangi terjadinya resiko hipotensi. Obat analgesia yang umum dipakai adalah bupivacain (Regivell) dengan dosis 10-15 mg dimana cairan hiperbarik dipergunakan untuk memfasilitasi penyebaran secara anatomis. Obat tersebut akan dengan sendirinya mengalir mengikuti kurvatura spinal hingga T4 dan efek anestesi akan berlangsung selama kurang lebih 90 menit. Pada operasi ini pemberian oxytocin dan methylergometrine ditujukan untuk membantu kontraksi uterus yang adekuat dan mencegah perdarahan.

Pada kasus atonia uteri, dapat dilakukan dengan kompresi bimanual, pijatan uterus dan pemberian oxytocin seperti yang telah dilakukan pada saat operasi dan pada saat pasien berada di ruang pemulihan pasca sectio cesaria sebanyak 20 unit drip dan 10 unit. Selain itu dapat juga diberikan ergonovine sebanyak 0.2 mg atau pada atonia yang persisten dapat diberikan 15-methyl-prostaglandin F2 sebanyak 0.25 mg IM setiap 15-30 menit hingga 2 mg. Dalam kasus ini, karena perdarahan terus berlanjut, maka dilakukan tindakan hysterectomy subtotal dalam anestesi general.

Untuk induksi pasien ini, diberikan ketamin karena ketamin mempunyai onset yang cepat, dan mempunyai kemampuan untul meningkatkan tekanan darah arteri, nadi, dan curah jantung melalui stimulasi saraf simpatis pusat. Menurut Lucero dan Rollins pada buku Basics of Anesthesia, pemberian ketamin diatas dosis yang seharusnya (1-1.5 mg/kg) untuk induksi dapat meningkatkan tonus uterus dan mengurangi perfusi uterus. Sebagai pelumpuh otot pada pasien ini dipergunakan rocuronium bromide dengan dosis 30 mg. Pemberian rocuronium tidak berdampak bagi kontraksi otot polos uterus.

C. TERAPI CAIRAN

Tabel 1 - Perhitungan kebutuhan terapi cairan untuk maintenance pada pasien dengan perkiraan berat badan setelah melahirkan 70 kg

Berat badanFluid rate (mL/kg)Kategori berat badan (kg)Cairan (mL/jam)

0-1041040

11-2021020

21+15050

Total-70110

Perhitungan total kebutuhan terapi cairan crystalloid pada saat SC

Fluid replacement component

TimeCompensatoryDeficitMaintenanceBlood lossThird spaceThis hourCumulative

Preinduction35022011000680680

I-S0220110003301010

First hour02201102003508801890

Perhitungan total kebutuhan cairan crystalloid pada saat hysterectomy

Fluid replacement component

TimeCompensatoryDeficitMaintenanceBlood lossThird spaceThis hourCumulative

Preinduction35044011000900900

I-S0440110005501450

First hour044011080035017003150

Second hour044011070035012504400

Third hour04401101003506505050

Melihat kebutuhan cairan yang sangat banyak dan Hemoglobin yang berada dibawah 7g/dL, maka harus dilakukan transfusi darah packed red cell. Sedangkan untuk meningkatkan tekanan vaskuler, diberikan cairan plasma expander berupa HES.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro G.H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua, Cetakan Kelima. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. DeCherney A.H, Nathan L, Goodwin T.M, Laufer N. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. USA: Mc-Graw-Hills Companies; 2007.

2. Cunningham F.G, Leveno K.J, Bloom S.L, et al. Williams Obstetrics, 22nd edition. USA: Mc-Graw-Hill Companies; 2005.

3. Latief A Latief ; Kartini A Suryadi dan M Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Jakarta : Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002

4. Chris Ankcorn dan William F Casey. Spinal anaesthesia-a practical guide. Available from : http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u03/u03_003.htm. Diakses tanggal 12 Mei 2007.

5. Himendra. Teori anestesiologi, Bandung : Yayasan Pustaka Wina. 1994.