BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Jiwa 2.1.1 Pengertianeprints.umm.ac.id/60444/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Jiwa 2.1.1 Pengertianeprints.umm.ac.id/60444/3/BAB II.pdf ·...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Jiwa
2.1.1 Pengertian
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukan
oleh individu yang menyebaabkan distress, disfungsi, dan menunjukan
kualitas. Hal ini mencerminkan disfunsi psikobiologis dan bukan sebagai
akibat dari penyimpangan sosial atau konflik dengan masyarakat.
Tingkat/derajat keparahan dan persistensi beberapa gangguan jiwa
menyebabkan ketegangan dan mempengaruhi individu, keluarga mereka,
komunitas, dan system pelayannan kesehatan yang lebih luas. Sebagai
tambahan, terdapat penigkatan resiko kematian premature mulai dari yang
bersifat alamiah hingga tidak alamiah pada orang yang mengaami gangguan
jiwa (Stuart, 2016)
Gangguan Jiwa menurut Depkes RI adalah suatu perubahan pada fungsi
jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang
menimbulkan enderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksakan
peran sosial. Terdapat bermacam-macam gangguan jiwa dengan penderita
yang kerap kali dikucilkan, mendapat perlakukan diskriminasi, di isolasi
bahkan hingga di pasung. Padahal perlakuan tersebut tidak akan membantu
penderita sama sekali bahkan dapat menjadi parah. Sedangkan manusia
dengan keterbelakangan mental yang berbeda dengan penyakit mental atau
sering disebut dengan gangguan jiwa juga kerap kali mendapatkan perlakuan
yang serupa. (Lubis, 2014)
Gangguan jiwa merupakan bentuk respon manusia terhadap tekanan
yang dihadapi. Orang merenspon stress dalam bentuk yang berbeda. Ketika
seseorang tidak dapat merespon stress dengan cara yang positif dan
7
membangun, maka stress menjadi perusak dirinya, sehingga memunculkan
gejala-gejala gangguan jiwa. (Andina, 2013)
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku
seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
(Distress) atau hendaya (Impairment) didalam satu atau lebih fungsi tag
penting dari manusia, yaitu fungsi psikologi, perilaku, biologik, dan gangguan
itu tidak hanya terletak didalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan
masyarakat. Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab. Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit
tidak selalu bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan
yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek
yang tidak wajar atau tumpul. (Yusuf, 2015).
Gangguan jiwa telah dikenal sejak zaman purba ada kepercayaan yang
sedikit menghambat perkembangan kedokteran jiwa secara ilmiah, yaitu
kepercayaan bahwa gangguan jiwa mempunyai penyebab supranaturistik
spiritistik. Ganggguan jiwa adalah penyimpangan dari keadaan ideal dari
suatu kesehatan mental. Pemahaman tentang kondisi sakit jiwa yang diwarnai
mitos acap kali membuat keluarga sering kali memperlakukan penderita
gangguan jiwa secara tidak adil. (Sya’diyah, 2016)
Pada konteks kesehatan jiwa, dikenal dua istilah untuk individu yang
mengalami gangguan jiwa. Pertama, Orang dengan Masalah Kejiwaan
(ODMK) merupakan orang yang memiliki masalah fisik, mental, sosial,
pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki
resiko mengalami gangguan jiwa. Kedua, Orang dengan Ganguan Jiwa
(ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan
perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau
perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan
hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia (Ayuningtyas,
2018).
8
2.1.2 Etiologi
Faktor penyebab menurut (Stuart, 2016). Adalah sebagai berikut :
A. Faktor Predisposisi merupakan faktor risiko dan protektif yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang didapat digunakan
seseorang untuk mengatasi stress. Faktor predisposisi tersebut terdiri dari
aspek biologis, psikologis dan sosial budaya. Predisposisi biologis
meliputi latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan biologis,
kesehatan secara umum, dan keterpaparan pada racun. Predisposisi
psikologis meliputi intelegensi keterampilan verbal, moral, kepribadian,
pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi, pertahanan psikologis,
dan lokus kendali, atau suatu perasaan pengendalian terhadap nasib diri
sendiri. Predisposisi sosial budaya meliputi usia, gender, pendidikan,
penghasilan, pekerjaan, latar belakang budaya, keyakinan religi, afilasi
politik, pengalaman sosialisasi, dan tingkat integrasi sosial atau
keterhubungan.
B. Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu. Faktor
presipitasi memerlukan energi yang besar dalam menghadapi stres atau
tekanan hidup. Faktor presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis,
dan sosiokultural. Waktu merupakan dimensi yang juga memengaruhi
terjadinya stres, yaitu berapa lama terpapar dan berapa frekuensi
terjadinya stress (Yusuf, 2015).
2.1.3 Tanda Gejala
Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting
diantaranya adalah : Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung,
gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa
lemah, dan tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dan
sebagainya.
9
Tanda Gejala gangguan jiwa adalah sebagai berikut :
A. Gangguan Kognisi
Kognisi adalah suatu proses mental yang dengannya seseorang individu
menyadari dan mempertahakan hubungan dengan lingkungannya, baik
lingkungan dalam maupun lingkungan luarnya (fungsi mengenal) (Yosep,
2016).
B. Gangguan Perhatian
Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energi menilai dalam suatu
proses kognitif yang timbul sari luar akibat suatu rangsangan. Agar
supaya suatu perhatian dapat memperoleh hasil, harus ada 3 syarat yang
dipenuhi yaitu :
1. Distraktibiliti adalah perhatian yang mudah dialihkan oleh
rangsangan yang tidak berarti, misalnya: suara nyamuk,suara kapal,
orang lewat, dan sebagainya (Kusumawati,2010).
2. Aproseksia adalah suatu keadaan dimana terdapat ketidaksanggupan
untuk memperhatikan secara tekun terhadap situasi/keadaan tanpa
memandang pentingnya masalah tersebut (Nasir,2011)
3. Hiperproseksia adalah suatu keadaan dimana terjadinya
pemusatan/konsentrasi perhatian yang berlebihan, sehingga sangat
mempersempit persepsi yang ada (Yosep, 2016).
C. Gangguan Ingatan
Ingatan (kenangan/memori) adalah kesanggupan untuk mencatat,
menyimpan, memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Jadi proses
ingatan terdiri dari 3 unsur yaitu: pencatatan (mencamkan, reception and
registration), penyimpanan (menahan, retention, preservation),
pemanggilan kembali (recalling).Gangguan ingatan terjadi bila terdapat
ganguan pada satu/lebih dari 3 unsur tersebut, faktor yang mempengaruhi
adalah keadaan jasmaniah (kelelahan, sakit kegelisahan), dan umur.
Sesudah usia 50 tahun fungsi ingatan akan berkurang secara bertahap
(Kusumawati, 2010).
10
Berikut beberapa bentuk gangguan ingatan :
1. Amnesia
Ketidakmampuan mengingat kembali pengalaman yang ada, dapat
bersifat sebagian atau total.
2. Hipernemsia
Penahanan dalam ingatan (retensi) pemanggilan kembali yang
berlebihan baiknya.
3. Paramnesia (pemalsuan/pemiuhan ingatan)
Adalah gangguan dimana terjadi penyimpangan/pemiuhan terhadadp
ingatan-ingatan lama yang dikenal dengan baik. Hal ini terjadi akibat
distorsi proses pemanggilan paramnesia berguna sebagai pelindung
terhadap rasa takut.
D. Gangguan Asosiasi
Asosiasi adalah proses mental yang dengannya suatu perasaan, kesan atau
gambaran ingatan cenderung untuk menimbulkan kesan atau gambaran
ingatan respon/konsep lain, yang memang sebelumnya berkaitan
dengannya.
Dalam kehidupan mental normal, proses asosiasi terjadi scara terus
menerus dengan pola-pola tertentu, faktor-faktor yang menentukan pola-
pola dalam proses asosiasi antar lain:
1. Keadaan lingkungan pada saat itu.
2. Kejadian-kejadian yang baru terjadi.
3. Pelajaran dan pengalaman sebelumnya
4. Harapan-harapan dan kebiasaan seseorang
5. Kebutuhan dan riwayat emosionalnya. (Kusumawati, 2010)
E. Gangguan Pertimbangan
Pertimbangan (penilaian) adalah suatu proses mental untuk
membandingkan/menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja
dengan memberikan nilai-nilai untuk memutuskan maksud dan tujuan
dari suatu aktivitas. (Nasir, 2011)
11
F. Gangguan Pikiran
Berpikir merupakan suatu proses dalam mempersatukan atau
menghubungkan ide-ide dengan membayangkan, membentuk pengertian
untuk menarik kesimpulan, serta proses-proses yang lain untuk
membentuk ide-ide baru. Proses berpikir yang normal mengandung arus
ide, symbol, dan asosiasi yang terarah dan yang dibangkitkan oleh suatu
masalah atau tugas yang dapat mengantar pada suatu penyelesaian yang
berorientasi pada kenyataan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses berpikir, yaitu:
1. Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada gangguan
pada neuroanatomi, neurofisiologi, dan neuro kimia, termasuk tingkat
kematangan dan perkembangan organik, serta factor prenatal dan
perinatal (Kusumawati, 2010).
2. Faktor psokologik (psikogenik) yakni terkait dengan interaksi ibu dan
anak, peranan ayah, persaingan antara saudara kandung, hubungan
dalam keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, factor
intelegensi, tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola
adaptasi juga akan memengaruhi kemampuan untuk menghadapi
masalah. Apabila keadaan ini kurang baik, maka dapat
mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa bersalah
yang berlebihan.
3. Faktor sosial budaya, yang meliputi kestabilan keluarga, pola
mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan
kesejahteraan yang tidak memadai serta pengaruh rasial dan
keagamaan (Yosep, 2016)
G. Gangguan Kesadaran
Gangguan kesadaran adalah kemampuan seseorang untuk mengadakan
hubungan dengan lingkungan serta dirinya sendiri melalui pancaindera
dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungan serta dirinya sendiri.
Bila kesadaran itu baik, maka terjadi orientasi (waktu, tempat, dan orang)
12
dan pengertian yang baik pula serta informasi akan digunakan secara
efektif (melalui ingatan dan pertimbangan). (Nasir, 2011)
H. Gangguan Kemauan
Kemauan adalah suatu proses dimana keinginan-keinginan
dipertimbangkan lalu di putuskan untuk dilaksanakan sampai mencapai
tujuan. Bentuk-bentuk kemauan adalah sebagai berikut.
1. Abulia/kemauan yang lemah yaitu keadaan inaktivitas sebagai akibat
ketidaksanggupan membuat keputusan atau memulai suatu tingkah
laku.
2. Negativisme yaitu ketidaksanggupan dalam bertindak atas sugesti dan
tidak jarang terjadi melaksanakan sesuatu yang bertentangan dengan
sugesti
3. Rigiditas/kekakuan yaitu ketidakmampuan memiliki keleluasaan
dalam memutuskan untuk mengubah tingkah laku.
4. Kompulsi yaitu keadaan dimana terasa didorong untuk melakukan
suatu tindakan yang tidak rasional. (Kusumawati, 2010)
I. Gangguan Emosi dan Afek
Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh
pada aktivitas tubuh yang menghasilkan sensasi organis dan kinetis. Afek
adalah kehidupan perasaan atau nada perasaan emosional seseorang,
menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu pikiran, biasa
berlangsung lama dan jangan disertai komponen fisiologis. (Nasir, 2011)
J. Gangguan Psikomotor
Psikomotor adalah gerakan badan yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa,
sehingga merupakan afek bersama yang mengenai badan dan jiwa.Juga
meliputi kondisi perilaku motoric atau aspek motorik suatu perilaku.
(Kusumawati, 2010)
13
2.1.4 Klasifikasi
Gangguan jiwa dapat dibedakan secara luas sebagai neurotik atau
psikotik. Neurosis memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Gejala atau kelompok gejala yang menggagu yang dikenalsebagai suatu
yang asing dan tidak daapat dterima oleh individu
2. Uji realitas lengkap
3. Perilaku tidak menggangu norma sosial (walaupun fungsi mungkin cukup
terganggu)
4. Gangguan cukup lama atau kambuh lagi jika tanpa pengobatan dan bukan
merupakan reaksi terhadap stressor.
5. Tidak terlihat adanya penyebab atau factor organik.
Walaupun demikian, dalam situasi konflik yang ekstrim, orang tersebut
mungkin terganggua realitasnya, seperti pada psikosis. Psikosis terdiri dari
karakteristik sebagai berikut :
1. Perilaku regresif
2. Disintegrasi kepribadian
3. Penurunan bermakna pada tingkat kesadaran
4. Kesulitan yang besar dalam berfungsi secara adekuat
5. Kerusakan yang nyata atau berat pada uji realitas . (Stuart, 2016)
System klasifikasi pada ICD (International Classification of Disease) dan
DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Menthal Disorder) menggunakan
system kategori. ICD menggunakan sitem aksis tunggal (uniaksis), yang
mencoba menstandarkan diagnosis menggunakan definisi deskriptif dari
berbagai sindroma, serta memberikan pertimbangan untuk diagnosis banding.
Kriteria diagnosis pada DSM menggunakan system multiaksis, yang
menggambarkan berbagai gejala yang harus ada agar diagnosis dapat
ditegakkan (Yusuf 2015).Multiaksis tersebut meliputi hal sebagai berikut.
14
1. Aksis 1 : sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi fokus
perhatian klinis.
2. Aksis 2 : gangguan kepribadian dan retardasi mental
3. Aksis 3 : kondisi medis secara umum
4. Aksis 4 : masalah lingkungan dan psikososial
5. Aksis 5 : penilaian fungsi secara global
Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia (PPDGJ)
pada awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada DSM, tetapi pada
PPDGJ III ini disusun berdasarkan ICD X. secara singkat, klasifikasi PPDGJ
III meliputi hal berikut.F00-f09 : gangguan mental organ (termasuk gangguan
mental simtomatik).
1. F10-F19 : gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif.
2. F20-F29 : skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham.
3. F30-F39 : gangguan suasana perasaan (mood/afektif)
4. F40-F48 : gangguan neurotic, gangguan somatoform dan gangguan
terkait stress.
5. F50-F59 : sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan
fisiologis dan factor fisik
6. F60-F69 : gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
7. F70-F79 : retardasi mental.
8. F80-F89 : gangguan perkembangan psikologis
9. F90-F98 : gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada
anak dan remaja.
Hasil penelitian terakhir, yaitu tahun 2005, didapatkan sepuluh diagnosis
keperawatan terbanyak yang paling sering ditemukan di rumah sakit jiwa di
Indonesia adalah sebagai berikut :
15
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan,
verbal)
3. Gangguan persepsi sensori : halusinasi (pendengaran, penglihatan,
pengecap, peraba, penciuman).
4. Gangguan proses pikir
5. Kerusakan komunikasi verbal
6. Resiko bunuh diri
7. Isolasi sosial
8. Kerusakan interaksi sosial
9. Defisit perawatan diri (mandi, berhias, makan, eliminasi).
10. Harga diri rendah kronis.
Dari seluruh klasifikasi diagnosis keperawatan yang paling sering ditemukan
dirumah sakit jiwa ini, telah dibuat standar rencana tindakan yang dapat
digunakan acuan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan
jiwa. (Yusuf, 2015)
2.1.5 Produktivitas Orang dengan Gangguan Jiwa
Individu yang mengalami gangguan jiwa akan kehilangan kemampuan
untuk produktif. Dengan hilangnya kemampuan tersebut akan berdampak
tidak hanya pada individu tersebut, namun juga pada orang di sekitarnya dan
keluarga yang merasakan dampak tersebut. Hilangnya produktifitas pada salah
satu anggota keluarga akan secara otomatis mengganggu struktur, fungsi dan
tugas yang sudah dimiliki oleh individu tersebut dalam keluarga. ( Putra dkk,
2017)
2.2 Perawat CMHM (Community Mental Healthy Nursing)
2.2.1 Peran Perawat Kesehatan Jiwa
Keperawatan jiwa adalah suatu proses interpersonal dengan tujuan untuk
meningkatkan dan memelihara perilaku-perilaku yang mendukung
terwujudnya suatu kesatuan yang harmonis (integrated). Kliennya dapat
16
berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau masyarakat. Tiga
wilayah praktik keperawatan jiwa meliputi perawatan langsung, komunikasi,
dan manajemen.
Perawat kesehatan jiwa secara kontinu memiliki peran penting dalam
mengidentifikasi pasien-pasien yang berisiko, mengkaji respon pasien
terhadap stres sepanjang rentan kehidupannya atau yang dikenal dengan
history live span, dan dalam mengembangkan komunikasi yang terapeutik.
Peran lain yang sangat penting adalah mengidentifikasi pasien yang berisiko.
Peran perawat adalah sebagai attitude therapy, yaitu sebagai berikut :
1. Mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi
pada klien
2. Mendemonstrasikan penerimaan
3. Memahami klien
4. Mempromosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi
(Kusumawati, 2010)
2.2.2 Konsep
Konsep utama Community Mental Health Nursing (CMHN) adalah
memberikan perawatan dengan metode yang efektif dalam merespon
kebutuhan kesehatan jiwa individu, keluarga atau kelompok. Komunitas
menjadi dasar pelayanan keperawatan dalam bentuk hubungan terapeutik
bersama pasien dirumah, tempat kerja, klinik kesehatan jiwa, pusat
keperawatan primer, pusat krisis, rumah perawatan atau seting komunitas
lainnya.
Fokus utama dalam CMHN adalah pentingnya menjalin kerjasama
dengan keluarga, orang yang berarti bagi pasien dan kerjasama dalam
berbagai setting dikomunitas, hal ini sesuai dengan pengertian mental health
dibawah ini :
“Mental Health Nursing is a specialized field of nursing which focuses on
meeting the mental health needs of the consumer, in partnership with family,
17
significant other and the community in any setting. It is a specialized
interpersonal process embodying a concept of caring”.
Konsep CMHN yang paling penting adalah pemberian asuhan keperawatan
kepada klien, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam kondisi sehat mental,
beresiko gangguan jiwa dan mengalami gangguan jiwa tanpa melibatkan
rumah sakit. (Yosep, 2016)
2.2.3 Tujuan
Tujuan dari CMHN yaitu memberikan pelayanan, konsultasi dan edukasi,
atau memberikan informasi mengenai prinsip-prinsip kesehatan jiwa kepada
para agen komunitas lainnya.Tujuan lainnya adalah menurunkan angka resiko
terjadinya gangguan jiwa dan meningkatkan penerimaan komunitas terhadap
praktek kesehatan jiwa melalui edukasi (Stuart, 2016).
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas di Indonesia pertama kali
diaplikasikan secara nyata pada tahun 2005 di Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) yang dilakukan berdasarkan kerjasama antara kelompok Keilmuan
keperawatan jiwa Fakultas ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI),
Forum Komunikasi Keperawatan Jiwa Jakarta, Depkes RI dan WHO untuk
menangani masalah psikososial atau gangguan jiwa lainnya akibat terjadinya
bencana Tsunami dan gempa bumi tanggal 26 Desember 2004 dengan
membentuk “desa siaga sehat jiwa”. Intervensi CMHN meliputi :
1. Primer
Intervensi yang dilakukan Health Promotion & Mental Health
Prevention. Promosi kesehatan jiwa, prevensi dan pencegahan gangguan
jiwa. Tergetnya anggota masyarakat yang tidak mengalami gangguan
sesuai dengan kelompok usia anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua.
2. Sekunder
Intervensi yang dilakukan berupa deteksi dini masalah psikososial dan
masalah gangguan jiwa di masyarakat. Pembinaan anggota masyarakat
yang beresiko atau menunjukan masalah psikososial dan gangguan
mental.
18
3. Tersier
Intervensi berupa peningkatan fungsi, sosialisasi dan pencegahan dari
relaps selama gangguan jiwa. Targetnya anggota masyarakat yang
mengalami gangguan mental dalam proses rehabilitasi
2.2.4 Fungsi dan peran
Fungsi dan peran perawat CMHN meliputi:
1. Perawat Kesehatan Jiwa Masyarakat :
a. Mengkordinir Kegiatan
b. Penyuluhan
c. Terapi aktivitas kelompok dan rehabilitasi
2. Kader :
a. Pendataan keluarga: sehat, resiko, gangguan
b. Penggerakan penyuluhan keluarga sehat
c. Penggerakan penyuluhan keluarga risiko
d. Penggerakan mengikuti TAK dan rehabilitasi. (Yusuf, 2015)
Perawat jiwa komunitas dan perawat komunitas merupakan tenaga kerja
perawatan dari puskesmas yang bertangguang jawab memberikan pelayanan
keperawatan diwilayah kerja puskesmas. Fokus pelayanan pada tahap awal
adalah anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa.
Peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa komunitas meliputi :
1. Pemberi asuhan keperawatan secara langsung (practioner). Perawat
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien untuk membantu pasien
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah dan meningkatkan
fungsi kehidupannya. Peran ini dilakukan dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan kesehatan jiwa untuk melakukan tindakan
sesuai dengan masalah pasien. Kegiatan yang dilakukan adalah
manajemen kasus, tindakan keperawatan individu dan keluarga,
19
melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya khususnya
manajemen obat dengan dokter.
2. Pendidik (educator). Perawat memberikan Pendidikan kesehatan jiwa
kepada individu dan keluarga untuk mengembangkan kemampuan
menyelesaikan masalah dan mengembangkan kemampuan keluarga
dalam melakukan 5 tugas kesehatan keluarga yaitu mampu mengenal
masalah-masalah pasien, mengambil keputusan untuk mengatasi masalah
pasien, merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Memodifikasi lingkungan keluarga yang mendukung pemulihan pasien
dan memanfaatkan pelayanan kesehatan jiwa yang ada untuk mengatasi
masalah pasien
3. Koordinator (coordinator). Melakukan koordinasi dalam kegiatan :
a. Penemuan kasus. Perawat CMHN menemukann kasus dengan
melakukan pemeriksan langsung dari keluarga ke keluarga pada
tingkat RT/Lorong, RW/dusun, kelurahan/desa, dan kecamatan
sehinngga dapat menetapkan jumlah kasus gangguan jiwa pada
wilayah kerja puskesmas.
b. Penemuan kasus dapat berkoordinasi dengan masyarakat, tokoh
masyarakat, dan anggota tim kesehatan puskesmas yang sama.
Informasi tentang tanda dan gejala gangguan jiwa yang menonjol
dijelaskan pada masyarakat, tokoh masyarakat, dan anggota tim
puskesmas.
c. Rujukan. Perawat CMHN yang bertugas di masyarakat dapat
merujuk pasien yang belum ada perbaikan untuk datang ke
puskesmas agar mendapatkan program pengobatan dari dokter di
puskesmas. Perawat CMHN dapat pula berkonsulatasi dengan tim
keswa (kesehatan jiwa) komunitas (dari dinas kesehatan) yang
mempunyai jadwal mengunjungi puskesmas, terkait dengan
perkembangan kasus dan pengembangan pelayanan. Pada saat
berkonsultasi mungkin pula ditetapkan pasien perlu dirujuk ke
RSU/RSJ.Rujukan bersifat timbal balik. Rujukan balik dari tim
20
keswa komunitas/RSU/RSJ ke perawat kesehatan jiwa komunitas di
puskesmas harus memperhatikan tentang program pengobatan dan
perawatan yang telah dilakukan dan dianjurkan agar kontinuitas
pelayan dapat dilanjutkan. (Keliat, 2016)
2.2.5 Pengorganisasian Masyarakat
Masyarakat terdiri dari sekelompok orang dengan berbagai karakteristik
seperti umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, budaya, pekerjaan dan
Pendidikan, serta dengan kondisi kesehatan yang bervariasi dalam rentan
sehat sakit. Karena beragamnya karakteristik masyarakat , maka masyarakat
perlu diorganisasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dan pada akhirnya
tercapai kesehatan masyarakat.
Respon mereka terhadap perubahan kehidupan dapat berada pada rentan
sehat-sakit, dan secara umum dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Respons yang sehat atau adaptif
2. Respon yang menunjukan masalah psikososial
3. Respon yang menunjukan gangguan jiwa
Dengan kondisi tersebut diatas, sangat diperlukan partisipasi perawat CMHN
untuk merencanakan program kesehatan jiwa masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dan masalah yang dihadapi masyarakat. Partisipasi masyarakat
dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat agar mereka mampu
melihat masalah dan kebutuhan, mampu memenuhi kebutuhan dan
meyelesaikan masalah serta pada akhirnya mampu mandiri dalam mengambil
keputusan terhadap kesehatannya.
2.2.6 Pendekatan dalam Pengorganisasian Masyarakat
Ada tiga pendekatan dalam pengorganisasian masyarkat yaitu :
1. Perencanaan sosial (social planning). Keputusan program pemenuhan
kebutuhan dan penyelesaian masalah didasarkan atas fakta-fakta yang
didapatkan dilapangan dan difokuskan pada penyelesaian tugas.
21
Pendekatan ini diperlukan pada kondisi yang memerlukan penyelesaian
masalah dengan segera
2. Aksi sosial (social action). Program pemenuhan kebutuhan dan
penyelesaian masalah pada sebuah area tertentu dilakukan oleh
sekelompok ahli dari tempat lain
3. Pengembangaan masyarakat (community development). Program
pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah ditekankan pada peran
serta masyarakat, pemberdayaan masyarakat atau peningkatan
kemampuan masyarakat dlam menyelesaikan masalah (self direction &
self control) dan saling memberi bantuan (self help) dalam
mengidentifikasi masalah atau kebutuhan serta menyelesaikan masalah.
Peran perawat dalam memberdayakan masyarakat, memfasilitasi dan
melatih keterampilan mereka daalam menyelesaikan masalah. Hal ini
merupakan proram jangka Panjang dan tidak pernah berhenti sehinngga
didapatkan masyarakat yang mandiri. Salah satu program yang
dikembangkan terkait hal ini adalah pelayanan kesehatan jiwa
masyarakat khususnya keperawatan jiwa masyarkat.
2.2.7 Penerapan Pengorganisasian Masyarkat dalam Keperawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas
Pengorganisasian masyarakat diterapkan dalam keperawatan kesehatan
jiwa komunitas sebagai berikut, perawat CMHN bertanggung jawab terhadap
wilayah kerja puskesmas tempatnya berkerja, berkerja sama dengan perawat
komunitas dan masyarakat dalam melakukan kegiatan-kegiatan :
1. Mengidentifikasi kebutuhan masalah, dan sumbber daya yang ada di
masyarakat. Data dapat diperoleh melalui :
a. Informasi dari masyarkat tentang angggota masyarakat yang
mengalami gangguan jiwa
b. Informasi dari perawat komunitas
22
c. Menemukan sendiri dengan melakukan pengkajian langsunng baik
perorangan, keluarga maupunn kelompok
d. Pertemuan-pertemuan formal dan informal
2. Mengelompokan data yang dikumpulkan dalam 3 kelompok. Kelompok
sehat, resiko, dan gangguan jiwa.
a. Jika ditemukan anggota masyarakat yang masih sehat maka
diperlukan program pencegahan dan peningkatankeswa agar tidak
terjadi masalah psikososial dan gangguan jiwa
b. Jika ditemukan masyarakat yang mengalami masalah psikososial
maka diperlukan program untuk intervensi pemulihan segera.
c. Jika ditemukan kasus gangguan jiwa maka diperlukan intervensi
pemulihan segera dan rehabilitasi
Kasus gangguan jiwa dikelompokan berdasarkan tumbuh kembang yaitu
kasus anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia, baik jumlah maupun
masalahnya.
3. Merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan terhadap kasus.
Perawat CMHN membuat jadwal untuk melakukan tindakan terhadap
kasus dengan menggunakan modul asuhan keperawatan yang meliputi :
a. Jadwal aktivitas harian sesuai dengan program kerja harian
b. Jadwal kunjungan terhadap kasus-kasus yang ditangani sesuai
dengan program pemulihan
4. Melakukan evaluasi dan tindak lanjut
a. Mencatat kemajuan perkembangan pasien dan kemampuan keluarga
merawat pasien.
b. Jika kondisi kasus berkembang ke arah yang lebih baik, maka
rencana asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Selanjutnya
keluarga akan meneruskan perawatan pasien sampai pasien mandiri
untuk mencegah kekambuhan dan meningkatkan kualitas hidup
pasien
23
c. Jika ditemukan tanda dan gejala yang memerlukan pengobatan, maka
perawat kesehatan jiwa komunitas dapat memberikan obat dengan
berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter puskesmas atau jika ada
standing leader sesuai dengan standar pendelegasian program
pengobatan. Perawat juga harus memonitor pasien secara berkala.
d. Jika dengan perawatan dan pengobatan pasien tidak mengalami
perubahan (kondisi bertambah parah), maka pasien dirujuk ke
puskesmas.
e. Jika setalah dirujuk pasien tidak mengalami perubahan, maka
dikonsultasikan dengan tim kesehatan jiwa tingkat kabupaten.
f. Jika kondisi pasien tetap tidak mengalami perubahan, maka dirujuk
ke rumah sakit umum atau rumah sakit jiwa dengan rekomendasi dari
tim kesehatan jiwa tingkat kabupaten.