Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis

31
1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS I. DEFINISI Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur juga terjadi. (Donna D.,1999). Meningitis adalah radang pada meningen / membran ( selaput ) yang mengelilingi spinalis. ( Arif Muttaqin . 2008 ) Anatomi Meningen Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medulla spinalis . selaput terdiri atas tiga luar kedalam yaitu dura mater, arakhnoid, dan pia mater. Dura mater terdiri atas lapisan y kecuali didalam tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinu Falks serebri adalah lapisan vertikal dura mater yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari dua mater yang memisahkan lobus oksi serebelum. Arakhnoid merupakan membrane lembut yang bersatu ditempatnya dengan pia mater, di terdapat ruang subarachnoid dimana terdapat arteri dan vena serebri dan divenuhi oleh cairan serebrospinalis. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang subarachnoid di sebelah belakang memenuhi celah diantara serebellum dan medulla oblongata.

Transcript of Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS

I. DEFINISI

Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).

Meningitis adalah radang pada meningen / membran ( selaput ) yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. ( Arif Muttaqin . 2008 ) Anatomi Meningen

Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medulla spinalis . selaput terdiri atas tiga lapisan dari luar kedalam yaitu dura mater, arakhnoid, dan pia mater. Dura mater terdiri atas lapisan yang berfungsi kecuali didalam tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus.

Falks serebri adalah lapisan vertikal dura mater yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis tengah.

Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari dua mater yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebelum.

Arakhnoid merupakan membrane lembut yang bersatu ditempatnya dengan pia mater, diantaranya terdapat ruang subarachnoid dimana terdapat arteri dan vena serebri dan divenuhi oleh cairan serebrospinalis.

Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang subarachnoid di sebelah belakang otak belakang, memenuhi celah diantara serebellum dan medulla oblongata.

1

Pia mater adalah membrane halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banayak. Pia mater adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medulla spinalis.

II. ETIOLOGI

1. Bakteri

Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :

Haemophillus influenzae

Nesseria meningitides (meningococcal)

Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)

Streptococcus, grup A

Staphylococcus aureus

Escherichia coli

Klebsiella

Proteus

Pseudomonas

2

2. Virus Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini biasanya bersifat selflimitting, dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan penyembuhan bersifat sempurna

3. Jamur

4. Protozoa

( Donna D., 1999)

Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya :

1. Asepsis

Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah diruang subarachnoid.

2. Sepsis

Meningitis sepsis menunjukan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza.

3. Tuberkulosa

Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.

( Arif Muttaqin. 2008 )

3

III. PATHOFISIOLOGI

Agen penyebab

Invasi ke SSP melalui aliran darah

Bermigrasi ke lapisan subarahnoid

Respon inflamasi di piamatter, arahnoid,CSF dan ventrikuler

Exudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal

Kerusakan neurologist

( Donna D., 1999) Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point dentry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii yang memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar.

4

Meningitis Bakterial

Bakteri penyabab yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitides (meningococcal). Pada lingkungan yang padat seperti lingkungan asrama, barak militer, pemukiman padat lebih sering ditemukan kasus meningococcal meningitis.

Faktor pencetus terjadinya meningitis bacterial diantaranya adalah :

Otitis media

Pneumonia

Sinusitis

Sickle cell anemia

Fraktur cranial, trauma otak

Operasi spinal

Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS.

Meningitis Virus

Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir/sequeledari berbagai penyakit yang disebabakan oleh virus spereti campak, mumps, herpes simplex dan herpes zoster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk exudat dan pada pemeriksaan CSF tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white matter dan lapisan meninges. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simplex, virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzyme neurotransmitter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologist. 5

Meningitis Jamur

Meningitis cryptococcal merupakan meningitis karena jamur yang paling serimh, biasanya menyerang SSP pada pasien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantungdari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi. Gejala klinisnya bia disertai demam atau tidak, tetapi hamper semuaklien ditemukan sakit kepala, nausea, muntah dan penurunan status mental

IV. KOMPLIKASI

Komplikasi yang bisa terjadi adalah ;

Gangguan pembekuan darah

Syok septic

Demam yang memanjang

V. MANIFESTASI KLINIS

1. Aktivitas / istirahat ;

Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia

2. Sirkulasi ; Riwayat endokarditis, abses otak, TD , nadi , tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut

3. Eliminasi :

Adanya inkontinensia atau retensi urin

4. Makanan / cairan : 6

Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering

5. Higiene :

Tidak mampu merawat diri

6. Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, Hiperalgesiameningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan oenglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tandaBrudzinskipositif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki

7. Neyri / kenyamanan :

Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh

8. Pernafasan : Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas , letargi dan gelisah

9. Keamanan :

Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.

10. Penyuluhan / pembelajaran :

Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus 7

VI. PENGKAJIAN

Pengkajian keperawatan meningitis meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diadnostik dan pengkajian psikososial ( pada anak perlu dikaji dampak hospitalisasi ).

A. Anamnesis

keluhan utama yang sering menjadi alas an klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.

1. riwayat penyakit saat ini

Factor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.

Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Keluhan kejan g perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan kejang.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai dengan perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma. Pengkajian lainya yang perlu ditanyakan adalah riwayat selama menjalani perawatan di rumah sakit, pernahkah menjalani tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman kemeningen terutama melalui pembuluh darah.

8

2. riwayat penyakit dahulu.

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat TB paru perlu ditanyakan apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat antituberkulosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa. Pengkajian penggunaan obat-obatan yang pernah di konsumsi klien seperti kortikosteroid, jenis-jenis antibiotic dan reaksinya ( untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic ) dapat menambah komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

B. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual

Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaki klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan memberi pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah ( gangguan citra tubuh ). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat stress. 9

Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini member dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga

memasukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologisdalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelaynan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu.

Pada pengkajian klien anak, perlu diperhatikan dampak hospitalisasi pada anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat rentan terhadap tindakan invasive yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini stress anak dan menyebabkan anak stress dan kurang kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik dilaksananakn saat mengobservasi anakanak bermain atau selama berinteraksi dengan orangtua. Anak-anak seringkali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung untuk memperlihatkan masalah mereka melalui tingkah laku.

C. Pemeriksaan Fisik

setelah melaukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (B1B6) dengan focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 C, dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan

10

tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frequensi pernafasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum dan adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah bisanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK.

B1 (Breathing)

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frequensi pernafasan yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada sistem pernafasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura massif ( jarang terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.

B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10 % klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septicemia : demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas) syok dan tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata (disseminated intravascular coagulation DIC) . kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.

B3 (Brain)

Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainya.

11

Tingkat kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran.

Pada keaadan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan. Fungsi serebri

Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. Pemeriksaan saraf kranial

Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.

Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.

Saraf III, IV dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasnya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang

12

tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.

Saraf V. pada klien meningitis umumnya tidak ditemukan paralisis pada otot wajah dan reflex kornea biasanya tidak ada kelainan.

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.

Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik.

Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal).

Saraf XII. Lidah simetris tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal. Sistem motorik

Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.

Pemeriksaan reflex

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.

13

Gerakan involunter

Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai peninkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. Sistem sensorik

Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi propprioseptif dan diskriminatif normal.

Pemeriksaan fisik lainya terutama yang berhubungan dengan peningkatan TIK. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulent dan edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik TTV (melebarnya tekanan pulsa dan brakikardia), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran.

Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis meningokokal ( neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua klien dengan tipe meningitis mengalami lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekia dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas.

Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas nukal, tanda kernig (+) dan adanya tanda brudzinski. Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.

14

Tanda kernig positif : ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.

Tamda brudzinski : tanda ini didapatkan apabila leher klien difleksikan, maka dihasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

15

B4 ( Bladder )

Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran urin, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

B5 ( Bowel )

Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.

B6 ( Bone )

Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga menggangu aktivitas hidup sehari-hari (ADL).

D. Pengkajian Pada Anak

Pengkajian pada anak sedikit berbeda dengan orang dewasa, hal ini disebabkan ppengkajian anamnesis lebih banyak dengan orang tua dan pemeriksaan fisik berbeda karena belum sempurnanya organ pertumbuhan terutama pada neonates.

Pengkajian yang biasa didapatkan pada anak bergantung pada usia anak dan luasnya pemyebaran infeksi di meningen. Hal lainya yang memengaruhi klinis pada anakm adalah tipe organism yang menginvasi meningen dan seberapa besar keefektifan pemberian terapi, dalam hal ini adalah jenis antibiotic yang dipakai sangat berpengaruh terhadap gejala klinis pada anak. Untuk memudahkan penilaian klinis, gejala meningitis pada anak dibagi menjadi tiga meliputi anak, bayi dan neonatus.

16

Pada anak, manifestasi klinisnya adalah timbul sakit secara tiba-tiba. Adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah dan kejang-kejang. Anak menjadi cepat rewel dan agitasi serta dapat berkembang menjadi fotofobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk, stupor dan koma. Gejala atau gangguan pada pernafasan atau gastrointestinal seperti sesak napas, muntah dan diare. Tanda yang khas adalah adanya tahanan pada kepala jika difleksikan, kaku leher, tanda kernig dan brudzinski (+). Akibat perfusi yang tidak optimal biasnya memberikan tanda klinis seperti kulit dingin dan sianosis. Gejala lainya yang lebih spesifik petekia/purpura pada kulit sering ditemukan apabila anak mengalami infeksi meningokokus (meningokoksemia), keluarnya cairan dari telinga merupakan gejala khas pada anak yang mengalami meningitis pneumokokus dan sinus dermal congenital terutama disebabkan infeksi E. colli.

Pada bayi manisfestasi klinis biasanya tampak pada anak berumur 3 bulan sampai 2 tahun dan sering ditemukan adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, rewel, mudah lelah, kejang-kejang, dan menangis meraung-raung. Tanda khas dikepala adalah fontanel menonjol. Kaku kuduk merupakan tanda meningitis pada anak, sedangkan tanda-tanda brudzinski dan kernig dapat terjadi namun lambat atau ada pada kasus meningitis tahap lanjut.

Pada neonates, biasanya masih sukar untuk diketahui karena manifestasi klinisnya tidak jelas dan tidak spesifik, namun pada beberapa keadaan gejalanya mempunyai kemiripan dengan anak yang lebih besar, neonates biasnya menolak untuk makan, kemampuan untuk menetek buruk, gangguan gastrointestinal berupa muntah dan kadang-kadang diare. Tonus otot lemah, pergerakan dan kekuatan menangis melemah. Pada kasus lanjut terjadi hipotermia/demam, ikterus, rewel, mengantuk, kejang-kejang, frekuensi napas tidak teratur / apnea, sianosis, penurunan berat badan, tanda fontanel menonjol mungkin ada atau tidak. Leher fleksibel, yaitu tidak didapatkan adanya kaku kuduk. Pada fase yang lebih berat terjadi kolaps kardiovaskular, kejang-kejang, dan apnea terjadi bila tidak diobati atau tidak dilakukan tindakan yang cepat.

17

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan

diagnostic

rutin

pada

klien

meningitis

meliputi

laboratorium

klinik

rutin

(HB,Leukosit,LED, trombosit, retikulosit, glukosa ). Pemeriksaan faal hemostasis diperlukan untuk mengetahui secara awal adanya DIC. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia.

a. pemeriksaan laboratorium

pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan otak. Lumbal fungsi tidak bisa dilakukan pada klien dengan peningkatan tekanan intracranial. Analisis cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah sel, protein dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada klien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

Untuk lebih spesifik mengetahui jenis mikroba, maka organism penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan serebrospinal dan darah. Counter immune electrophoresis (CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri paa cairan tubuh, umumnya cairan serebrospinal dan urin.

Pemeriksaan lainya diperlukan sesuai klinis klien meliputi foto rontgen paru, CT scan kepala. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah. Lumbal Pungsi

18

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.

Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri.

Meningitis Virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein normal, kultur biasanya negative

Glukosa & LDH : meningkat

LED/ESRD : meningkat

CT Scan/MRI : melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik

Rontgent kepala : mengindikasikan infeksi intrakranial

VII. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan meningitis meliputi :

Pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak keruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin

generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa ) : Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2 x sehari maksimal 500 mg selama 1 tahun. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun. 19

Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.

Obat anti-infeksi (meningitis bacterial) : Sefalosporin generasi ketiga Amfisilin 150-200 mg (400 mg)/kgBB/24 jam, IV. 4-6 x sehari Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24 jam, IV, 4 x sehari

Pengobatan simtomatis : Antikonvulsi, diazepam IV ; 0,2-0,5 mg/kgBB/dosis, atau rectal : 0,4-0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari. Antipiretik : parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis. Antiedema serebri : diuretic osmotic (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebri. Pemenuhan oksigenasi dengan O2. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik : pemberian tambahan volume cairan intravena.

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.

2. resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.

3. cemas yang berhubungan dengan ancaman , kondisi sakit dan perubahan kesehatan.

20

VIII. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.

Data penunjang : malaise, pusing, nausa, muntah, iritabilitas, kejang, kesadaran menurun bingung, delirium, koma. Perubahan refleks-refleks, tanda-tanda neurologis, fokal pada meningitis, tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial ( bradikardi, tekanan darah meningkat ), nyeri kepala hebat.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan otak meningkat.

Criteria hasil : tingkat kesdaran meningkat menjadi sadar, disorientasi negative, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan syok dapat dihindari.

intervensi

Rasional

-Monitor klien dengan ketat terutama setelah -untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi. perubahan tekanan intracranial.

-monitor

tanda-tanda

peningkatan

tekanan -untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus

intracranial selama perjalanan penyakit (nadi dilaporkan kedokter untuk intervensi awal. lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, napas ireguler, refleks pupil menurun, kelemahan).

-monitor TTV dan neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan segera perubahan-perubahan tekanan intracranial ke dokter. -perubahan-perubahan ini menandakan ada

perubahan tekanan intracranial dan penting untuk

21

intervensi awal.

-hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan- - untuk mencegah peningkatan tekanan intracranial. gerakan klien, anjurkan tirah baring.

-tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-hati, -untuk mengurangi tekanan intracranial. cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.

-beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada -untuk klien.

mengurangi

disorientasi

dan

untuk

klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu.

-evaluasi selama masa penyembuhan terhadap -untuk merujuk ke rehabilitasi gangguan motorik, sensorik dan intelektual.

-Kolaborasi pemberian steroid osmotik. -untuk menurunkan tekanan intracranial.

2. resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.

Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien dalam waktu 3x24 jam.

Criteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.

22

intervensi

rasional

-Kaji factor penyebab dari situasi /keadaan -Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, individu/ penyebab koma/ penurunan perfusi mengkaji status neurologis/ tanda-tanda kegagalan jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan untuk menentukan perawatan kegawatan atau TIK. tindakan pembedahan.

-monitor

temperature

dan

pengaturan

suhu -panas

merupakan

refleks

dari

hipotalamus.

lingkungan.

Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan TIK.

-tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan -berikan periode istirahat antara tindakan TIK oleh efek rangsangan kumulatif perawatan dan batasi lamanya prosedur. -mengurangi -cegah/hindari adanya valsava maneuver. intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK. tekanan intratorakal dan

-bantu klien jika batuk, muntah.

-aktivitas ini dapat meningkatkan intratorakal dan ntraabdominal peningkatan TIK. yang dapat meningkatkan

-palpasi

pada

pembesaran/pelebaran

kandung

-dapat meningkatkan respons automatic yang potensial meningkatkan TIK.

kemih, pertahankan drainase urin secara paten jika digunakan dan juga monitor adanya konstipasi.

-perubahan kesadaran menunjukan peningkatan -observasi tingkat kesadaran dengan GCS. TIK dan berguna menentukan lokasi dan

perkembangan penyakit.

23

-Berikan cairan intravena sesuai dengan yang diindikasikan.

-pemberian cairan IV dapat menurunkan edema serebri, peningkatan minimum pada pembuluh darah, dapat menurunkan tekanan darah, dan TIK.

-untuk -Berikan steroid seperti dektametason,

menurunkan

inflamasi

(radang)

dan

mengurangi edema jaringan. metilprednisolon.

3. cemas yang berhubungan dengan ancaman , kondisi sakit dan perubahan kesehatan.

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi kecemasan hilang atau berkurang

Criteria hasil : mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang memengaruhinya, dan menyatakan cemas berkurang.

intervensi -bantu klien mengekspresikan rasa marah, -cemas

Rasional berkelanjutan memberikan dampak

kehilangan dan takut.

serangan jantung selanjutnya.

-kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, -reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa damping klien, dan lakukan tindakan bila agitasi, marah dan gelisah.

menunjukan perilaku merusak. -konfrantasi dapat meningkatkan rasa marah, -hindari konfrantasi. menurunkan kerja sama, dan mungkin

memperlambat penyembuhan.

-mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu. -mulai melakukan tindakan untuk mengurangi

24

kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.

-orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan -orientasi dapat menurunkan kecemasan. aktivitas yang diharapkan. -dapat -berikan kesempatan kepada klien untuk kekhawatiran yang tidak diekspresikan. mengungkapkan kecemasanya. -memberi waktu un tuk mengekspresikan perasaan. -berikan privasi kepada klien dan orang terdekat. Menghilangkan cemas, dan membentuk prilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi. menghilangkan ketegangan terhadap

25

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Arif. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan. 2008. Salemba Medika. Jakarta

http://keperawatangun.wordpress.com/2008/04/13/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-meningitis/

26

RINGKASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS

Klasifikasi Meningitis :

Purulenta & Serosa

Purulenta : penyebabnya adalah bakteri ( misalnya : Pneumococcus, Meningococcus ), menghasilkan exudat. Leukosit, dalam hal ini Neutrofil berperan dalam menyerang mikroba, neutrofil akan hancur menghasilkan exudat.

Serosa : penyebabya seperti mycobacterium tuberculosa & virus, terjadi pada infeksi kronis. Peran limfosit & monosit dalam melawan mikroba dengan cara fagositosis, tidak terjadi penghancuran, hasilnya adalah cairan serous

Aseptik & Septik

Aseptik : Bila pada hasil kultur CSF pada pemeriksaan lumbal pungsi, hasilnya negative, misalkan penyebabnya adalah virus.

Septik : Bila pada hasil kultur CSF pada pemeriksaan kultur lumbal pungsi hasilnya positif , misalkan penyebabnya adalah bakteri pneumococcus.

Faktor resiko terjadinya meningitis :

1. Infeksi sistemik

Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.

27

2. Trauma kepala

Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea

3. Kelaianan anatomis

Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium Terjadinya pe TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut : Agen penyebab reaksi local pada meninges inflamasi meninges pe permiabilitas kapiler kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial pe volume cairan interstisial edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat pe TIK

Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.

Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.

Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.

Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut : Inflamasi local scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) gangguan absorbsi CSF akumulasi CSF di dalam otak hodosefalus 28

Perbedaan Ensefalitis dengan meningitis :

Ensefalitis Meningitis

Kejang Kaku kuduk Kesadaran Kesadaran relative masih baik Demam Demam

Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-ensefalitis.

Penatalaksanaan medis meningitis :

1. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab

2. Steroid untuk mengatasi inflamasi

3. Antipiretik untuk mengatasi demam

4. Antikonvulsant untuk mencegah kejang

5. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan

6. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt ( Ventrikel Periton )

29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN MENINGITIS

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa 1

EDI KURNIAWAN

S1 KEPERAWATAN

0432950309003

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BANI SALEH

BEKASI 2012 30

31