asfiksia

11
ASFIKSIA DEFINISI Asfiksia merupakan kata yang umum digunakan untuk mendeskripsikan berbagai kondisi dimana kekurangan oksigen, baik parsial (hipoksia) maupun komplit (anoksia), dianggap sebagai penyebabnya. Dalam kedokteran forensik, asfiksia seringkali dideskripsikan sebagai situasi dimana terdapat obstruksi fisik antara mulut dan hidung dan hidung ke alveoli, meskipun terdapat ‘mekanisme asfiksia’ lainnya dimana terjadi ketidakmampuan untuk menggunakan oksigen pada level selular tanpa adanya obstruksi jalan nafas secara fisik. Contoh-contoh kondisi asfiksia Penyebab kematian Nama Kurang oksigen dalam udara yang dihirup Sufokasi (suffocation) Sumbatan pada external orifices Sufokasi / pembekapan (smothering) Sumbatan jalan nafas internal oleh obstruksi Gagging / choking Sumbatan jalan nafas internal karena tekanan eksternal Strangulasi / hanging Restriksi pergerakan dada Asfiksia traumatik Kegagalan transportasi oksigen (contohnya keracunan karbon monoksida) Kegagalan penggunaan oksigen (contohnya keracunan sianida) KLASIFIKASI Klasifikasi dari mekanisme asfiksia: Mekanik Strangulasi (tekanan pada leher oleh ikatan, tangan, dsb) Hanging (tekanan pada neck oleh ikatan yang dikombinasikan oleh berat tubuh)

Transcript of asfiksia

ASFIKSIA

DEFINISI

Asfiksia merupakan kata yang umum digunakan untuk mendeskripsikan berbagai

kondisi dimana kekurangan oksigen, baik parsial (hipoksia) maupun komplit (anoksia),

dianggap sebagai penyebabnya. Dalam kedokteran forensik, asfiksia seringkali

dideskripsikan sebagai situasi dimana terdapat obstruksi fisik antara mulut dan hidung dan

hidung ke alveoli, meskipun terdapat ‘mekanisme asfiksia’ lainnya dimana terjadi

ketidakmampuan untuk menggunakan oksigen pada level selular tanpa adanya obstruksi jalan

nafas secara fisik.

Contoh-contoh kondisi asfiksia

Penyebab kematian Nama

Kurang oksigen dalam udara yang dihirup Sufokasi (suffocation)

Sumbatan pada external orifices Sufokasi / pembekapan (smothering)

Sumbatan jalan nafas internal oleh obstruksi Gagging / choking

Sumbatan jalan nafas internal karena tekanan eksternal Strangulasi / hanging

Restriksi pergerakan dada Asfiksia traumatik

Kegagalan transportasi oksigen (contohnya keracunan karbon monoksida)

Kegagalan penggunaan oksigen (contohnya keracunan sianida)

KLASIFIKASI

Klasifikasi dari mekanisme asfiksia:

Mekanik

Strangulasi (tekanan pada leher oleh ikatan, tangan, dsb)

Hanging (tekanan pada neck oleh ikatan yang dikombinasikan oleh berat tubuh)

Choking (onstruksi fisik pada jalan nafas)

Asfiksi kompresi (tekanan pada dada atau abdomen, yang menyebabkan gangguan dalam

bernafas secara efektif)

Smothering (onstruksi fisik pada mulut atau hidung yang menghambat pernafasan

efektif)

Non-mekanik

Keracunan karbon monoksida (gangguan kimiawi pada pernafasan di level selular)

Keracunan sianida

Lain-lain

Drowning (tenggelam)

Asfiksia tidak selalu fatal, hasil akhirnya tergantung kepada sifat cederanya, derajatnya,

dan lama waktunya.

FASE dan TANDA-TANDA ASFIKASI

Episode asfiksia:

Fase dyspnea: dyspnea ekspiratori dengan adanya

peningkatan laju pernafasan, sianosis, dan takikardi (dapat

terjadi selama semenit atau lebih)

Fase konvulsif: kehilangan kesadaran, penurunan

pergerakan pernafasan, facial congestion, bradikardi,

hipertensi, fits (dapat terjadi selama beberapa menit)

Fase pre-terminal respiratori : tidak ada aksi pernafasan,

kegagalan pusat respirasi dan sirkulasi, takikardi, hipertensi

(dapat terjadi selama beberapa menit)

Gasping for breath: refleks respiratori

Fase terminal: lehi;angan pergerakan, arefleksial, dilatasi

pupil.

Secara tradisional, ‘tanda-tanda klasik asfiksia’ yaitu:

Perdarahan petekie pada kulit wajah dan tepi kelopak mata.

Petekie disebabkan oleh peningkatan tekanan vena lalu

menyebabkan overdistensi dan ruptur dari venule perifer

yang berdinding tipis, terutama di jaringan yang longgar

seperti kelopak mata dan membran serosa seperti pleura dan epikardium.

Kongesti dan edema pada wajah. Saat leher terkompresi, wajah, bibir, dan lidah menjadi

bengkak dan memerah. Perubahan warna sebenarnya pada kongesti biasanya menjadi

lebih gelap oleh onset sianosis. Organ internal juga mengalami kongesti, dan pada

strangulasi paling dapat terlihat pada lidah, laring, dan faring di atas level obstruksi vena.

Kongesti sering disertai pembengkakan jaringan bila obstruksi vena berlanjut. Edema

merupakan hasil dari transudasi cepat lewat dinding kapiler dan venule.

Sianosis (perubahan warna biru) pada kulit wajah.

Kongesti jantung kanan dan fluiditas abnormal pada darah.

Kesemua tanda klasik tersebut tidak spesifik untuk asfiksia, dan mereka seringkali

terlihat, contohnya, pada korban yang meninggal karena kongesti jantung. Peningkatan

tekanan intravaskular pada pembuluh darah di kepala atau leher menjelaskan 3 tanda

pertama, sementara kongesti jantung kanan dan fluiditas darah dapat dianggap irelevan untuk

diatribusikan kepada kematian karena asfiksia. Dari tanda-tanda klasik tersebut, penemuan

petekie pada wajah atau leher merupakan hal paling penting; ini merupakan penemuan yang

memerlukan penjelasan dan pencarian bukti yang mendukung diagnosis adanya ‘tekanan

pada leher atau dada’.

Pada orang yang selamat dari ‘episode asfiksia’, pemeriksaan klinisnya dapat

menunjukkan:

Rasa sakit dan nyeri tekan di sekitar leher dan struktur di dalam leher.

Kerusakan pada laring dan kartilago yang berhubungan.

Kerusakan pada tulang hyoid.

Saliva kering di sekeliling mulut.

Sianosis (terutama bila orang yang selamat tersebut ditemukansegera setelah serangan).

Kongesti dan edema pada struktur di atas level kompresi.

Petekie di atas level kompresi

Perdarahan dari mulut, hidung, dan telinga, diperkirakan sebagai konsekuensi peningkatan

tekanan intravaskular; inkontinensi feces dan urin.

TIPE-TIPE MEKANISME ASFIKSIA MEKANIK

Tekanan pada leher

Tiga bentuk aplikasi tekanan langsung pada leher: manual strangulation, ligature

strangulation, dan hanging. Pada setiap bentuk ini, tidak mungkin untuk memprediksikan

seberapa cepat kematian akan terjadi. Pada beberapa kasus, kematian secara relatif berjalan

lambat, memungkinkan terbentuknya ‘tanda-tanda klasik asfiksia’ (meskipun tanda-tanda

klasik dapat muncul setelah tekanan pada leher dalam beberapa detik), sementara pada kasus

lainnya tanda-tanda tersebut bisa tidak didapatkan.

Tekanan pada leher dapat menyebabkan hal-hal berikut, sifat pasti dari hal-hal

tersebut bergantung pada tipe, tempat, dan derajat tekanan:

Obstruksi vena jugularis, menyebabkan gangguan pada aliran darah kembali dari kepala

ke jantung (mengakibatkan sianosis, kongesti dan petekie)

Obtruksi arteri karotid, bila parah dapat menyebabkan hipoksis serebral.

Stimulasi baroreseptor sinus karotid pada bifurkasi common carotid artery, menyebabkan

henti jantung.

Elevasi laring dan lidah, menutup jalan nafas pada level faring.

‘Inhibisi vagal’ atau refleks henti jantung

Sudah dikenali bahwa stimulasi mekanik pada baroreseptor sinus karotid di leher

dapat berakibat pada hasil akhir yang tidak dapat diprediksi dan terkadang fatal. Stimulasi

pada baroreseptor sinus karotid menyebabkan ditransmisikannya impuls via saraf sinus

carotid (cabang dari saraf glosofaringeal) ke nukleus di traktus solitarius dan vagal nuclei di

medula. Impuls parasimpatetik berjalan turun ke jantung cia saraf vagus, menyebabkan

bradikardia dan kemungkinan asistol.

Kematian dapat terjadi kapan saja setelah adanya tekanan pada leher, dan

diperkirakan bahwa ‘inhibisi vagal’ menjelaskan mengapa banyak orang yang ditemukan

tergantung tidak menunjukkan tanda-tanda klasik asfiksia. Lamanya waktu yang harus

dipertahankan oleh tekanan pada leher atau dada untuk menghasilkan kongesti atau petekie

pada korban hidup masih dalam kontroversi, tapi secara umum diterima bahwa minimal 10-

130 detik diperlukan. Saat tidak ada petekie, dan bila kematian dikarenakan tekanan pada

leher, kematian diperkirakan terjadi dalam rentang waktu tersebut.

Strangulasi

Manual strangulation digunakan untuk

mendeksripsikan pemberian tekanan pada leher

menggunakan tangan, dan merupakan cara yang relatif

umum dgunakan untuk pembunuhan, terutama bila ada

perbedaan ukuran tubuh antara pelaku dan korban.

Tanda-tanda eksternal pada strangulasi manual

termasuk: luka memar dan lecet pada bagian depan dan samping leher, serta rahang bawah;

pola luka pada permukaan kulit seringkali sulit untuk diinterpretasikan karena sifat serangan

yang dinamis, dan kemungkinan adanya pengulangan pemberian tekanan saat strangulasi.

Luka memar disebabkan tekanan ujung jari (luka memar berbentuk bulat atau oval berukuran

sekitar 2 cm) dan garukan kuku jari (luka lecet atau cetakan berbentuk linear atau bulan sabit)

dapat terlihat; garukan kuku jari dapat dibuat oleh pelaku maupun korban.

Saat tekanan pada leher dipertahankan, tambahan tanda-tanda strangulasi manual

dapat mencakup tanda-tanda klasik asfiksia, termasuk petekie wajah. Pada korban hidup,

evaluasi klinis dapat menunjukkan rasa sakit saat menelan, suara serak, stridor, sakit pada

leher, kepala atau punggung.

Ligature strangulation dapat merupakan pembunuhan,

bunuh diri, atau kecelakaan dan melibatkan pemberian tekanan

pada leher oleh benda yang dapat mengkonstriksikan leher, seperti

scarf, dasi, stocking, kabel telepon, dsb. Seringkali terdapat

demarkasi yang jelas pada kongesti, sianosis, dan petekie di atas

level ikatan, dan biasanya terdapat ‘ligatire mark’ pada leher di

tempat konstriksi. Tanda ini kemungkinan terbentuk dari

kombinasi kompresi dan abrasi pada kulit, dan dapat merefleksikan

sifat ikatan itu sendiri, menirukan pola dari ikatan. Tanda ligature

strangulation pada leher dapat mengelilingi leher secara horizontal.

Mungkin terdapat tanda yang mengarahkan pada adanya simpul

ikatan, tapi tidak ada pola yang menunjukkan adanya suspension

point, membedakan ligature strangulation dari hanging. Pada

pemeriksaan post-mortem, tanda-tanda ligature seringkali terlihat

seperti pita-pita perkamen coklat, merefleksikan pengeringan kulit

yang terabrasi saat post-mortem.

Jangkuan cedera ke jaringan, otot, dan tulang pada leher

bervariasi tergantung pada sifat tekanan pad aleher. Diseksi post-

mortem pada leher harus selalu dilakukan setelah ‘drainage’

vaksularisasi pada leher, yang dicapai dengan cara mendiseksi

setelah pengeluaran otak dan jantung. Teknik tersebut menghindari produksi perdarahan

artefak pada bagian belakang laring. Mungkin terdapat memar di sepanjang otot di leher dan

cedera pada kornu superior kartilago tiroid. Cedera internal pada leher biasanya kurang

ekstensif pada ligature strangulation, dengan perdarahan seringkali lebih terlokalisasi pada

tempat ikatan.

Hanging

Penggantungan mendeskripsikan suspensi tubuh oleh

leher. Tekanan ikatan pada leher dihasilkan oleh berat tubuh.

Seperti ligature strangulation, tanda ikatan seringkali terlihat, dan disertai indentasi pada

kulit, tapi terputus pada suatu titik di sekitar leher. Diskontinuitas ini merefleksikan

suspension point.

Mekanisme pasti pada kematian karena penggantungan belum dimengerti

sepenuhnya. Dengan tidak adanya tanda-tanda klasik asfiksia, diduga kematian terjadi lebih

cepat dariapda waktu yang dibutuhkan tanda asfiksia untuk mencul, memunculkan

kemungkinan bahwa tekana sinus karotid dan henti jantung neurogenik memainkan peranan

penting.

Penggantungan karena hukuman melibatkan ‘jatuh’, menyebabkan cedera spinal cord

dan fraktur-dislokasi dari tulang servikal, tapi tanpa dekapitasi. Selain itu, cedera internal

pada leher seringkali tidak ada. Seringkali penggantungan yang bukan karena hukuman

adalah tindakan bunuh diri. Beberapa kasus tidak disengaja.

Choking

Menelan objek atau makanan yang dapat menyumbat dapat menyebabkan tersedak

(choking), obstruksi internal pada jalan nafas atas oleh objek atau substansi yang terhambat di

faring atau laring. Tersedak seringkali tidak disengaja. Obstruksi biasanya menyebabkan

gangguan nafas dengan kongesti dan sianosis pada kepala dan wajah.

Cafѐ coronary. Salah satu penyebab tersering pada tersedak adalah masuknya

makanan ke dalam jalan nafas. Bila makanan memasuki laring saat menelan, hal ini biasanya

menyebabkan gejala-gejala tersedak seperti batuk, kepanikan, dan sianosis, yang dapat

menjadi fatal kecuali obstruksi dihilangkan. Tapi bila ukuran makanan cukup besar untuk

menutup laring sepenuhnya, hal ini tidak hanya menghambat nafas tapi juga berbicara dan

batuk. Orang tersebut dapat meninggal dengan cepat dan tidak bersuara, penyebab kematian

tidak diketathui sampai dilakukan otopsi. Inilah yang disebut cafѐ coronary.

Asfiksia kompresional dan posisional.

Tekanan pada batang tubuh (dada atau abdomen) dapat menyebabkan

ketidakmampuan untuk bernafas secara efektif dan dapat berakhir kematian. Contohnya

pekerja yang terperangkap di reruntuhan bangunan, orang-

orang yang tertindih orang lain saat melarikan diri, contoh

tersebut disebut asfiksia traumatik atau crush asphyxia.

Asfiksia postural terjadi pada orang yang dalam

situasi posisi tubuh yang janggal sehingga tidak dapat

bernafas dengan efektif contohnya mencoba keluar ruangan lewat bukaan kecil pada jendela

dan terjebak.

Sufokasi dan pembekapan

Sufokasi mendeskripsikan reduksi fatal pada konsentrasi

oksigen pada udara yang dihirup, dan seringkali menyertakan

pembekapan. Obstruksi mekanik pada jalan nafas atas dapat

menyebabkan sufokasi, seperti terlihat saat kantung plastik

ditempatkan menyelubungi kepala. Pemeriksaan post-mortem pada

kasus-kasus tersebut jarang memperlihatkan tanda-tanda klasik asfiksia.

Pembekapan, oklusi fisik pada hidung dan mulut, juga dapat tidak meninggalkan

tanda-tanda asfiksia. Terkadang, pemeriksaan menunjukkan cedera ntraoral (termasuk memar

atau lecet pada bagian dalam bibir, atau memar pada gusi, pada orang yang tidak bergigi).

Diseksi jaringan lunak pada wajah mungkin menunjukkan memar subkutis di sekitar mulut

dan hidung. Pembekapan mungkin tidak mungkin untuk didiagnosis saat pemeriksaan post-

mortem.

Asfiksia autoerotic

Merupakan istilah untuk mendeskripsikan kematian yang terjadi selama aktivitas

seksual tertentu. Istilah lainnya juga digunakan, seperti asfiksia seksual, sex hanging,

asphyxiophilia, Kotzwarrism, autoasphyxiophilia, dan hypoxyohilia. Tanda yang sering

terlihat adalah adanya penggunaan alat yang menyebabkan kompresi leher, menyebabkan

hipoksia serebral, dengan tujuan meningkatkan respon seksual. Adanya keadaan-keadaan

berikut harus dipertimbangkan saat mendiagnosis asfiksia autoerotik:

Bukti aktivitas solo seksual

Lokasi privat

Bukti aktivitas serupa di masa lalu.

Tidak ada niat bunuh diri

Properti yang tidak biasa, termasuk tali-

tali, baju, dan pornografi.

Kegagalan alat atau set-up.